Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) | Laporan Keempat
2 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
The Asia Foundation Tim Penulis Decentralization and Local Governance : Hana Satriyo [hsatriyo@tafindo.org], Alam Surya Putra [alam@tafindo.org], Adi Abidin [adiabidin@tafindo.org], Hari Kusdaryanto [hari@tafindo.org], Luce Agnes Bulosan [
[email protected]] Peneliti Lapangan: Mawardi Ismail, Lister Berutu, Budi Agustono, Afriva Khaidir, Alimin Siregar, Johannes, Retno Susilowati, Mulyanto, Bagus Giripurwo, Syarif Makya, Juni Thamrin, Edy Priyono, Syafruddin, Diana Handayani, Nick Wiratmoko, Konta Damanik, Agus Hadna, Partini, Bambang Budiono, Early Rachmawati, Mochamad Roem, Pahrian Siregar, M. Taufik, S. Fadillah, Hairansyah, Nurliah, Asri Hadi, Vecky Rumate, Bambang Surpiyanto, Valentina Syahmusir, Abdul Latief, Darwis, Dias Pradadimara, Astika Ketut Sudhana, Dwi Sudarsono, Syahrul Mustofa, Laurensius Rani, Blasius Urikame, Musa Sombuk, Yosner Simanjuntak.
3 Laporan ke-4
PRAKATA Ketika era desentralisasi dimulai pada bulan Januari 2001, berbagai pihak memperkirakan bahwa pelayanan publik akan menurun ketika pemerintah daerah mengambil alih kewenangan yang ada –dimana sebelumnya tidak bertanggung jawab atas pelayanan publik–. Tiga tahun kemudian, sebagian besar pelayanan publik umumnya tetap berjalan dan tampak menunjukkan bahwa pemerintah daerah dapat mengelola pelayanan sebaik yang dilakukan oleh pemerintah pusat. IRDA Keempat dilakukan oleh The Asia Foundation bersama mitra kami untuk meneliti standar pelayanan publik di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai upaya untuk menguji desentralisasi secara berkala yang selama ini belum pernah dilakukan, The Asia Foundation dan mitra peneliti di daerah telah mampu menganalisa permasalahan dengan tepat dan yang lebih penting lagi, mampu mengemukakan perubahan nuansa yang ada sesuai dengan kondisi daerah di berbagai wilayah Indonesia. Laporan IRDA Keempat menguraikan pengalaman 40 pemerintah kabupaten / kota di berbagai wilayah di Indonesia dalam mengelola dan menjalankan kewenangan baru. Laporan ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung praktek-praktek yang baik dalam penyelenggaraan desentralisasi dan menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik. The Asia Foundation berharap bahwa temuan-temuan dan rekomendasi dalam laporan ini akan memberi masukan yang bermanfaat tentang wacana tata pemerintahan daerah di Indonesia. Laporan ini diharapkan juga memberikan bahan yang baik bagi pemerintah, kelompok masyarakat dan lembaga donor melalui solusi yang kreatif dan baru dalam menghadapi tantangan tata pemerintahan daerah yang baik di Indonesia. Dalam pelaksanaan riset di 40 pemerintah kabupaten/kota di berbagai wilayah di Indonesia, The Asia Foundation bekerjasama dengan 28 instistusi lokal yang berpengalaman. Mereka telah menjadi bagian yang sinergis dari proses IRDA baik secara individu maupun sebagai jaringan, dan merupakan sumber daya yang luar biasa bagi pemerintah dan lembaga donor internasional yang memerlukan bantuan dalam kapasitasnya meningkatkan penguasaan lokal. Kami berterima kasih kepada para mitra peneliti lokal sebagaimana terlampir dalam Lampiran B, atas kegiatan penelitian di tingkat lokal dan mengirimkan data yang akurat dan dapat dipercaya kepada The Asia Foundation dan mitra yang ada di pemerintahan Indonesia. IRDA didukung pendanaannya oleh U.S. Agency for International Development (USAID). Kami secara khusus menyampaikan terima kasih kepada Jessica R. Tulodo atas dukungan dan perhatiannya kepada IRDA.
Douglas E. Ramage Representative The Asia Foundation
4 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Daftar Isi RINGKASAN EKSEKUTIF
5
PENDAHULUAN
8
I : JASA LAYANAN UMUM YANG DISEDIAKAN LANGSUNG OLEH PEMERINTAH DAERAH A. Layanan Kesehatan Ibu dan Anak B. Pendidikan Dasar Sembilan Tahun C. Perijinan Usaha D. Pencatatan Sipil
13 16 27 36 44
II : PRASARANA UMUM YANG DISEDIAKAN OLEH BUMN/BUMD A. Layanan Ketenagalistrikan B. Layanan Penyediaan Air Bersih C. Layanan Telekomunikasi
51 52 57 62
III : KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
66
IV : KEMAJUAN DESENTRALISASI DIPANDANG DARI PRISMA PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
70
LAMPIRAN A
73
LAMPIRAN B
75
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Daerah Penelitian IRDA keempat Gambar 2. Model Tanpa Sistem Satu Atap Gambar 3. Model Kantor Pelayanan Satu Atap Gambar 4. IRDA merupakan proses yang bersifat siklis dengan beberapa tahapan.
8 36 37 73
DAFTAR TABEL Tabel 1. Ketersediaan Petugas Kesehatan Tabel 2. Harga Obat dan Praktek Dokter Umum di Puskesmas Tabel 3. Persentase Guru yang Memenuhi Kualifikasi
17 19 27
DAFTAR KOTAK Kotak 1. Profil Responden Kotak 2. Institusi-institusi Penyelenggara dan Ketertiban Masyarakat
9 60
5 Laporan ke-4
RINGKASAN EKSEKUTIF Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) adalah suatu alat untuk memantau pelaksanaan desentralisasi berdasarkan UU No. 22 dan 25/1999 dengan tujuan memberikan umpan balik secara independen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia. Program ini diprakarsai oleh the Asia Foundation pada tahun 2001 dengan dukungan dari the United States Agency for International Development (USAID). Laporan ini menyajikan hasil penelitian IRDA Keempat. Tiap-tiap IRDA memberikan informasi tentang isu-isu yang dipandang penting oleh pihak-pihak terkait di Indonesia. IRDA Keempat difokuskan pada tiga bidang utama yang penting. Yang pertama adalah masalah jasa layanan publik yang disediakan langsung oleh pemerintah daerah. IRDA Keempat ini mengkaji empat macam jasa layanan publik tersebut, yaitu meliputi layanan kesehatan ibu dan anak, pendidikan dasar sembilan tahun, pemberian ijin usaha, serta registrasi kependudukan. Bidang kedua yang menjadi fokus adalah penyediaan sarana dan prasarana umum, meliputi jasa telekomunikasi, penyediaan air bersih, dan kelistrikan, yang disediakan baik oleh BUMN maupun BUMD. Yang ketiga adalah pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat. Secara keseluruhan, wewenang diatas masih berada di tangan pemerintah pusat, akan tetapi berdasarkan UU Otonomi Daerah, beberapa aspek dari penyediaan jasa layanan publik tersebut juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Layanan oleh Pemerintah Daerah Dalam menilai penyediaan layanan kesehatan di daerah, IRDA Keempat menfokuskan pada perawatan kesehatan ibu dan anak. IRDA Keempat menemukan bahwa di semua daerah penelitian di Indonesia telah menyediakan layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Pada umumnya, layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah lebih murah daripada yang diberikan oleh pihak swasta. Namun demikian, akibat kurangnya jumlah dokter spesialis serta rendahnya kualitas layanan yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik milik pemerintah daerah, banyak penduduk dari golongan mampu yang kemudian beralih ke rumah sakit atau klinik swasta. Di daerah pedesaan, perawatan kesehatan bagi ibu dan anak seringkali sulit dijangkau. Beberapa pemerintah daerah mencoba menanggulangi masalah ini dengan menyediakan puskesmas keliling guna melayani daerah-daerah yang sangat luas. IRDA Keempat juga menemukan bahwa desentralisasi atau otonomi daerah masih belum mengubah orientasi masyarakat tentang layanan kesehatan ibu dan anak ke arah layanan yang lebih bersifat inovatif dan partisipatif. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun telah dilaksanakan di semua daerah penelitian. Seperti halnya pada layanan kesehatan, masalah sumber daya manusia juga masih menjadi kendala, khususnya kurangnya jumlah guru yang memiliki spesialisasi tertentu. Di daerah pedesaan
6 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
serta daerah terpencil lainnya merupakan wilayah yang paling banyak mengalami bukan saja karena kekurangan tenaga guru melainkan juga kurangnya jumlah sekolah yang dapat dijangkau. Beberapa prakarsa yang diambil oleh pemerintah daerah meliputi penyediaan asrama bagi para siswa yang tinggal di daerah pedesaan, bus sekolah gratis, dan perpustakaan keliling. Sejak berlakunya otonomi daerah, uang sekolah mengalami kenaikan. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) telah mendorong peningkatan partisipasi masyarakat warga dalam manajemen sekolah, khususnya bagi persatuan orang tua murid. Ini merupakan langkah yang positif ke arah sistem pendidikan yang lebih demokratis dan bertumpu pada masyarakat. Mempermudah proses perijinan usaha adalah langkah sederhana yang dapat diambil pemerintah daerah guna menarik para investor. Beberapa pemerintah daerah telah membentuk lembaga perijinan terpadu guna meningkatkan efisiensi. Kendati sistem pelayanan satu atap (UPT/ UPSA) belum menjadi cara yang umum digunakan di daerah, namun beberapa pemerintah daerah telah merasakan manfaat dari sistem pelayanan satu atap tersebut. Hampir semua pemerintah daerah mengeluhkan kurangnya berbagai fasilitas pokok seperti misalnya perangkat komputer yang telah menghambat kerja mereka di dalam proses perijinan usaha. Layanan pencatatan sipil juga menghadapi kendala yang kurang-lebih sama dengan layanan perijinan usaha. Efisiensi di dalam pengolahan dokumen masih menjadi
tantangan yang harus dihadapi. Beberapa pemerintah daerah telah menyadari akan perlunya peningkatan layanan di bidang pencatatan sipil. Beberapa prakarsa yang telah diambil oleh pemerintah daerah dalam upaya meningkatan layanan pencatatan sipil dengan cara seperti pembentukan instansi khusus serta penyediaan fasilitas di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa. Pada umumnya, pemerintah daerah mengakui, dan masyarakat juga sependapat, bahwa pemerintah daerah kurang memperhatikan masalah pemerataan layanan pencatatan sipil, khususnya bagi kalangan penduduk miskin maupun masyarakat yang tinggal di daerahdaerah terpencil. Namun demikian, bagi penduduk usia lanjut, beberapa pemerintah daerah telah menerbitkan KTP seumur hidup yang memberikan hak kepada pemegang KTP tersebut untuk mendapatkan subsidi khusus seperti misalnya potongan harga atas sarana transportasi.
Prasarana Umum oleh Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Listrik Negara (PLN) mempunyai tugas dan kewenangan untuk menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah adalah mengembangkan Rencana Induk Ketenagalistrikan Daerah guna mengidentifikasi kebutuhan, wilayah pengembangan, serta program-program pembiayaan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rencana ini bukan hanya mengenai kekurangan pasokan listrik tetapi juga semakin meningkatnya biaya
7 Laporan ke-4
penyediaan tenaga listrik tersebut. Beberapa pemerintah daerah telah melakukan investasi pembangunan pembangkit listrik guna meningkatkan pasokan listrik yang disediakan oleh PLN. Di beberapa wilayah, pemerintah daerah menggunakan sumber daya alam dalam rangka pembangkitan tenaga listrik. Penyediaan air bersih dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pasokan air bersih yang harganya terjangkau terus menjadi perhatian yang serius di semua daerah. Rata-rata 30 persen masyarakat sudah mendapatkan fasilitas air bersih tersebut, di mana angka terendah terdapat di Kota Dumai yang hanya 3 persen dan angka tertinggi di Kota Semarang yang mencapai 47 persen. Kurangnya keterampilan manajemen serta investasi yang kurang memadai di hampir semua PDAM telah menjadi kendala bagi pengembangan PDAM lebih lanjut serta akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih. PT TELKOM, sebuah BUMN yang dikelola oleh pemerintah pusat, merupakan penyedia utama layanan telekomunikasi. Jasa layanan telepon seluler menjadi layanan tambahan di beberapa wilayah. Beberapa pemerintah daerah mulai memahami akan makin pentingnya layanan telekomunikasi sebagai bagian dari jasa layanan kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang sedang mengembangkan e-governance. Selama ini, koordinasi antara pemerintah daerah dengan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi masih dirasakan kurang, khususnya dalam menentukan daerahdaerah prioritas pembukaan sambungan baru. Koordinasi pada umumnya hanya sebatas pada pemasangan kabel telepon dan pemeliharaan telepon umum.
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Lingkungan yang aman dan damai merupakan salah satu prasyarat bagi pembangunan. Pada umumnya, masyarakat di daerah melaporkan bahwa mereka merasa aman dan ketertiban umum telah terkendali. Masyarakat berpendapat bahwa aparat keamanan pemerintah harus menjamin penegakan hukum, menciptakan serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Saat ini, ada lima instansi yang terlibat di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat; tiga instansi di tingkat daerah dan dua instansi di tingkat pusat. Instansi keamanan dan ketertiban daerah meliputi Polisi Pamongpraja, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas), serta Badan Koordinasi Intelijen Daerah. Instansi di tingkat pusat meliputi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI (POLRI), di mana keduanya memiliki struktur birokrasi yang menjangkau wilayah nasional hingga kecamatan. Di samping itu, Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA), yang berdasarkan undang-undang tidak lagi menjadi bagian dari instansi pemerintah daerah, masih tetap berdiri. Di beberapa daerah, instansi tersebut telah diperluas menjadi MUSPIDA Plus, dengan melibatkan anggota yang lebih luas, dan berfungsi sebagai mekanisme koordinasi khususnya dalam keadaan darurat.
8 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
PENDAHULUAN: IRDA MEMPERDALAM PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG JASA LAYANAN DASAR, PRASARANA UMUM, DAN KEAMANAN DI DAERAH
Tidak seperti upaya-upaya sebelumnya dalam rangka desentralisasi di Indonesia, UU otonomi daerah tahun 2001 telah dilaksanakan dalam suasana yang lebih demokratis, dan pemerintah daerah kini memiliki wewenang dan tanggung jawab yang lebih luas dari segi fungsi pemerintahan. Jumlah dan peran para pemain politik serta pihak-pihak terkait yang mempengaruhi kehidupan politik dan pengambilan kebijakan publik telah bertambah, di samping juga semakin terbukanya ruang bagi perdebatan politik.
Penelitian secara saksama terhadap para pemain politik memperlihatkan lingkungan yang sudah berubah dan kompleks. Para pemain politik di tingkat daerah bukan hanya terdiri dari pemerintah daerah, DPRD, media massa lokal, dan masyarakat lokal saja. Otonomi daerah telah membagi negara (didefinisikan di sini sebagai pemerintah, birokrasi dan perangkat pemerintahan lainnya) ke dalam entitas yang lebih otonom dari segi kekuasaan antartingkat pemerintahan--pusat/nasional, provinsi, serta kabupaten dan kota. Meskipun desentralisasi telah berjalan,
Gambar 1. Daerah Penelitian IRDA Keempat
9 Laporan ke-4
para pemain di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi dapat mencampuri kegiatan pemerintahan yang lebih rendah dengan berbagai cara seperti misalnya melalui peraturan pemerintah, kontrol keuangan, pegawai yang memiliki loyalitas ganda, maupun pelaksanaan berbagai macam program pemerintah. Yang lebih penting lagi, seperti apa gambaran kewenangan yang terdesentralisasi dalam kerangka UU yang berlaku sekarang ini masih menjadi isu perdebatan yang hangat. Pemain-pemain dari berbagai tingkat pemerintahan terlibat dalam persaingan sengit di berbagai bidang, sehingga meningkatkan potensi bagi intervensi yang mendalam terhadap kehidupan politik dan pengambilan kebijakan di daerah. Lebih lanjut, kewenangan yang masih dipunyai oleh kedua tingkat pemerintahan yang lebih tinggi -pusat dan provinsi – terus berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan politik dan pengambilan kebijakan di daerah, khususnya di bidang keamanan, ekonomi, dan kehakiman. Otonomi daerah ditujukan untuk memajukan demokrasi, dan hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan akses yang lebih luas di bidang politik dan pengambilan keputusan kepada pemain-pemain di daerah, dan dengan meningkatkan akuntabilitas serta kepekaan pemerintah daerah. Oleh karena itu, penelitian yang cermat terhadap peran berbagai pemain politik sangatlah penting guna memahami kondisi demokratisasi, serta guna menentukan langkah-langkah berikutnya yang dapat diambil guna memajukan
demokrasi. Penelitian semacam itu sangatlah penting khususnya pada saat sekarang ini, karena pemerintah pusat dan DPR telah mengisyaratkan dilakukannya perubahan segera terhadap UU No. 22 dan 25/1999, yang memberikan kerangka bagi otonomi daerah. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan otonomi daerah, termasuk asosiasi pemerintah daerah, kalangan akademisi, instansi-instansi pemerintah pusat, dan masyarakat pada umumnya, mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan kepekaan pemerintah terhadap aspirasi rakyat. Pihakpihak yang terkait tersebut meyakini bahwa
Kotak 1. PROFIL RESPONDEN
Total Responden Laki-laki Perempuan
3,837 2,419 1,418
Total Pejabat Pemerintah Desa/Kelurahan Kabupaten/Kota Provinsi
47% 10% 33% 4%
Total Masyarakat Warga
53%
Jumlah Diskusi Kelompok
273
10 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
suasana semacam itu, di mana hubungan antara pemerintah dan masyarakat menjadi lebih berimbang melalui demokratisasi, akan menjadi wadah utama bagi reformasi lebih lanjut di Indonesia. Berdasarkan latar belakang ini, IRDA IV difokuskan pada penilaian terhadap penyediaan jasa layanan umum dari sudut pandang dua pemain utama dalam politik daerah – pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pemakai. Dengan mempertimbangkan kompleksitas dari kebijakan otonomi daerah, penelitian ini menggunakan tiga bidang pelayanan sebagai pendekatan guna mengukur laju desentralisasi di Indonesia: (1) layanan dasar (perawatan kesehatan ibu dan anak, pendidikan dasar sembilan tahun, perijinan usaha, dan pencatatan sipil); (2) prasarana umum (air bersih, listrik, dan telekomunikasi), dan (3) keamanan, termasuk kepolisian dan ketertiban masyarakat.
Bagian II akan membahas tentang layanan dasar. Sebagian besar layanan dasar menjadi wewenang pemerintah daerah (kabupaten dan kota), meskipun pemerintahan yang lebih tinggi seringkali turut campur tangan secara signifikan melalui isu kebijakan dan sumber daya yang mempengaruhi penyediaan jasa layanan. Di tiap bidang layanan, IRDA IV meneliti empat faktor: (1) ketersediaan, (2) kemudahan diperoleh/biaya yang terjangkau, (3) pemerataan, dan (4) partisipasi serta keterlibatan pihak-pihak terkait. Keempat faktor ini sering terabaikan dalam debat perumusan kebijakan seputar desain layanan
dasar, pelaksanaannya, dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Namun demikian, keempat faktor tersebut sangatlah penting dalam memahami hubungan antara layanan dasar dan pengentasan kemiskinan. •
Ketersediaan - Faktor ini mempertimbangkan bentuk-bentuk layanan dasar yang tersedia di daerah serta layanan apa yang menjadi prioritas. Layanan yang tersedia di daerah bisa jadi merupakan kelanjutan dari layanan yang telah ada sebelum pelaksanaan otonomi daerah. Bisa jadi pula, pemerintah daerah telah menambah atau mengubah bentuk layanan-layanan dasar ini. Dalam mempertimbangkan ketersediaan jasa layanan, kriteria pokoknya adalah jumlah dan kualitas petugas jasa layanan maupun kecukupan fasilitas dan prasarana pendukungnya.
•
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Faktor ini mempertimbangkan berbagai isu, termasuk tingkat pengetahuan masyarakat akan jasa layanan tersebut, harga jasa layanan, mekanisme yang digunakan untuk menetapkan harga jasa layanan, lokasi jasa layanan, dan fasilitas transportasi.
•
Pemerataan - Faktor ini mempertimbangkan tentang apakah ada program khusus yang dirancang bagi kaum miskin, kaum perempuan,
11 Laporan ke-4
dan penduduk yang tinggal di daerah terpencil. Selain itu, dipertimbangkan pula masalah penyesuaian mekanisme penyediaan jasa layanan guna mengakomodasiberbagai kebutuhan khusus dari kelompok-kelompok masyarakat ini. •
Partisipasi dan Keterlibatan Para Pihak yang Terkait - Faktor ini mempertimbangkan partisipasi masyarakat di dalam menetapkan prioritas, mengembangkan, dan memantau kegiatan penyediaan jasa layanan. Salah satu hal yang menjadi fokus utama adalah mekanisme yang digunakan dalam menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat, khususnya kaum perempuan, ke dalam proses perumusan kebijakan. Beberapa isu lain meliputi peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan serta partisipasi pihak swasta sebagai mitra usaha, baik yang bersifat nirlaba maupun pencari laba, dalam rangka penyediaan jasa layanan umum.
Bagian III membahas tentang sarana dan prasarana umum. Sebagian besar sarana dan prasarana umum, termasuk listrik, air bersih, dan telekomunikasi, tidak disediakan oleh pemerintah daerah melainkan oleh instansiinstansi lain seperti badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik pemerintah daerah (BUMD), dan di beberapa daerah juga melibatkan perusahaan swasta. BUMN menyediakan listrik dan telekomunikasi, masing-masing melalui Perusahaan Listrik
Negara (PLN) dan PT TELKOM, sementara jasa penyediaan air bersih di hampir semua daerah dilakukan oleh BUMD, yakni Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk menentukan lokasi dan wilayah cakupan dari penyediaan jasa prasarana umum, termasuk juga di dalam menentukan prioritas ataupun penyusunan rencana pengembangannya. Hal ini sangatlah penting dalam konteks otonomi daerah, karena prasarana umum yang memadai merupakan faktor penentu utama dari kualitas hidup, perkembangan sosial dan ekonomi, serta kemampuan daerah untuk menarik investasi dan kegiatan bisnis di wilayahnya. IRDA IV meneliti dinamika yang terjadi antarberbagai instansi, khususnya antara pemerintah daerah dengan perusahaan penyedia prasarana umum, dengan menggunakan kerangka penelitian sebagai berikut: •
Pokok Persoalan - Persoalan ini menyangkut keprihatinan pemerintah daerah (kabupaten/kota), perusahaan penyedia jasa layanan, baik BUMN maupun BUMD, dan masyarakat sehubungan dengan penyediaan jasa prasarana umum. Sebagian merupakan dampak dari desentralisasi, sedangkan sebagian lainnya tidak.
•
Prakarsa - Baik pemerintah daerah maupun perusahaan penyedia jasa layanan telah mengambil berbagai prakarsa guna menanggulangi berbagai keprihatinan di atas dan/atau memberikan jasa layanan yang lebih baik.
12 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
•
Koordinasi - Telah tampak adanya upayaupaya koordinasi antara pemerintah daerah dan perusahaan penyedia jasa layanan. Upaya-upaya ini sangatlah penting karena mencerminkan tingkat pemahaman pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat, dan taraf kepekaan perusahaan penyedia jasa layanan terhadap kebutuhan ini serta melibatkan pemerintah daerah di dalam perencanaan dan perancangan jasa layanan yang akan diberikan.
Bagian IV membahas tentang masalah keamanan, yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, menyusul pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Menurut UU Otonomi Daerah No. 22/1999, kewenangan di bidang pertahanan dan keamanan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan kepada daerah. Akan tetapi, UU tersebut juga memuat ketentuan yang memaksa pemerintah daerah untuk bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayahnya, serta terhadap penegakan hukum dan UU di daerahnya. Oleh karena itu, dalam suasana otonomi daerah, kerja sama antarberbagai instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah keamanan dan ketertiban masyarakat sangatlah penting. IRDA IV meneliti tentang dinamika wewenang, tanggung jawab, dan tugas pemerintah daerah serta pemerintah pusat.
-
13 Laporan ke-4
Jasa Layanan Umum Yang Disediakan Langsung Oleh Pemerintah Daerah A. LAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK B. PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN C. PERIJINAN USAHA D. PENCATATAN SIPIL
Kerangka UU tentang otonomi daerah – UU No. 22 dan 25/1999 - telah mengamanatkan sederetan tugas dan wewenang pemerintah daerah, dan juga menyediakan sumber dana dan sumber daya manusia guna menjalankan tanggung jawab tersebut. Harapannya adalah bahwa pembagian tugas akan memungkinkan berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda tersebut untuk memusatkan perhatian pada pelaksanaan tugas-tugas tertentu saja. Sementara pemerintah pusat dapat memusatkan perhatian pada berbagai kebijakan yang bersifat strategis dan nasional, dan provinsi dapat menangani masalah koordinasi antardaerah kabupaten/kota serta penyediaan jasa layanan yang lebih canggih, pemerintah kabupaten/kota akan terlibat di dalam kegiatan penyediaan jasa layanan secara langsung guna memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya. Akan tetapi, kerangka UU itu sendiri menciptakan beberapa kerumitan sehubungan dengan pembagian tugas antartingkat pemerintahan dan
menghambat pelaksanaan tugas tersebut. UU itu seolah-olah memberikan sebagian besar tugas kepada pemerintah daerah, dan hanya sebagian kecil saja yang masih dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah diwajibkan menjalankan tugas di bidang-bidang tertentu: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, transportasi, industri dan perdagangan, investasi, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi,ketenagakerjaan, dan urusanurusan lain yang sifatnya umum. Akan tetapi, sampai sejauh mana beban tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas-tugas tersebut tidak begitu jelas sehingga sangat menyulitkan mereka di dalam menentukan batasanbatasan wewenangnya. Persoalan ini sering menjadi bahan perdebatan yang memanas antar berbagai tingkat pemerintahan dan instansi, terutama antara instansi pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah provinsi kadang kala bertindak sebagai penengah.
14 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Definisi yang jelas mengenai batasanbatasan tanggung jawab tersebut sangatlah penting guna menjamin bahwa penyediaan layanan dasar kepada masyarakat dapat melancarkan proses transisi menuju sistem yang terdesentralisasi. Definisi tersebut juga sangat penting guna menjamin bahwa semua anggota masyarakat di manapun mereka berada mendapatkan layanan yang sama. Langkah pertama ke arah ini terlihat dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) No. 25/2000 yang mengatur tentang tugastugas pemerintah pusat dan tugas-tugas pemerintah propinsi sebagai daerah otonom. PP ini disusun dengan berlandaskan pada UU No. 22 dan 25/1999, yang menegaskan tentang perlunya dilakukan pembatasan terhadap kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hampir semua tugas pemerintahan, sesuai dengan azas “kewenangan umum”. Sekalipun demikian, masih ada dua hambatan utama sehubungan dengan masalah batas kewenangan. Yang pertama adalah bahwa kewenangan pemerintah provinsi masih tidak jelas kendati pemerintah telah mengeluarkan PP No. No. 25/2000. Ini membuat hubungan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota menjadi renggang, dan bahkan tegang dalam beberapa hal, karena pemerintah kabupaten/kota cenderung berinteraksi secara langsung dengan pemerintah pusat. Persoalan kedua muncul akibat kurang terkoordinasinya UU sektoral di Indonesia, di mana tiap-tiap sektor memberlakukan perangkat UU-nya sendiri nyaris tanpa konsultasi lintas sektoral. Bahkan UU yang mengatur segala hal seperti UU No. 22/1999 tidak mempunyai kedudukan yang lebih tinggi ketimbang UU sektoral lainnya, sehingga membuat upaya sinkronisasi menjadi semakin sukar dilakukan.
Perdebatan antarberbagai tingkat pemerintahan dan instansi terus berlangsung sejak prakarsa otonomi daerah diberlakukan pada 1 Januari 2001. Banyak pihak yang terus dihantui kekhawatiran kalau-kalau penyediaan layanan dasar oleh pemerintah menjadi terganggu ataupun macet. Akan tetapi, sebagaimana yang berhasil diamati sejak pelaksanaan IRDA I, kekhawatiran ini tidak menjadi kenyataan, dan pemerintah daerah sungguh-sungguh mampu mempertahankan penyediaan jasa layanan yang sebelumnya disediakan oleh pemerintah pusat. Mengingat adanya keruwetan dalam hubungan yang baru antartingkat pemerintahan serta hambatan pelaksanaan tugas yang terkait dengan penyediaan jasa layanan, IRDA IV meneliti permasalahan tersebut di bidang layanan tertentu secara lebih terinci setelah berlakunya otonomi daerah. IRDA IV difokuskan pada empat bidang layanan: perawatan kesehatan ibu dan anak di sektor kesehatan, pendidikan dasar sembilan tahun, perijinan usaha di sektor industri dan perdagangan, dan pencatatan sipil di sektor pemerintahan umum. Keempat jasa layanan ini dipilih karena dua macam alasan. Pertama, keempat jasa layanan tersebut sangatlah penting bagi seluruh anggota masyarakat, dan masyarakat sangat menaruh perhatian terhadap pokok-pokok persoalan yang terkait dengan layanan-layanan itu. Kedua, mengingat akan hakikat dari jasa layanan tersebut, berarti pemerintah pusat dan pemerintah provinsi juga mempunyai andil yang besar dalam hal prioritas dan sumber daya.
15 Laporan ke-4
LAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Dari 18 jenis layanan kesehatan yang biasanya disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat memilih untuk menyediakan sebagian atau seluruhnya sekaligus. Layanan
kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat meliputi peningkatan gizi, perawatan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pengendalian wabah penyakit, layanan
Potret Layanan Kesehatan Ibu dan Anak Ketersediaan - Pemerintah daerah pada umumnya hanya melanjutkan jasa layanan kesehatan ibu dan anak yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat, seperti misalnya perawatan kandungan dan persalinan, penyuluhan, imunisasi, peningkatan gizi, dan pemberian vitamin pelengkap. Akan tetapi, seperti halnya yang terjadi sebelum pelaksanaan otonomi daerah, jasa layanan yang tersedia amat terbatas akibat terbatasnya dana dan sumber daya manusia di hampir semua daerah. Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Berbagai upaya telah dilakukan agar fasilitas layanan dapat lebih mudah dicapai oleh masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil, namun demikian kemudahan ini masih dirasakan belum merata. Pemerintah daerah menggunakan beberapa strategi penetapan biaya guna menutup biaya operasional sambil terus berusaha mempertahankan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Di beberapa daerah, masyarakat menilai harga layanan kesehatan ini tergolong mahal. Pemerataan - Ada beberapa program dan prakarsa khusus yang dicanangkan bagi kaum miskin, kaum perempuan, serta anggota masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, namun pelaksanaannya belumlah memuaskan. Beberapa pemerintah daerah menyediakan puskesmas keliling sebagai sarana guna menjangkau daerah-daerah terpencil, namun tetap saja masih ada anggota masyarakat yang belum terlayani. Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait - Ada beberapa struktur dan mekanisme yang menyediakan wadah bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi, termasuk bagi kaum perempuan. Namun demikian, sebagian di antaranya masih dalam tahap pengembangan. Pernyediaan layanan kesehatan ibu dan anak yang telah didesentralisasikan kepada daerah memberi manfaat berupa makin banyaknya orang yang mendapatkannya dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat di daerah mengenai pentingnya hidup sehat. Akan tetapi, kurangnya pemahaman tentang isu-isu kesehatan penting di kalangan anggota DPRD, ditambah lagi dengan tidak dilibatkannya kaum perempuan di dalam proses pengambilan keputusan bidang kesehatan, telah menghambat pengembangan program ini.
16 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
kesehatan dasar, pengelolaan puskesmas, layanan laboratorium klinik, pengembangan obat-obatan tradisional, dan lain-lain. Perawatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu jasa layanan yang selalu tersedia di semua daerah penelitian IRDA, dan dianggap sebagai program prioritas di bidang kesehatan. Oleh karena itu, IRDA IV difokuskan secara khusus pada bentuk layanan ini.
Ketersediaan Setelah empat tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah masih mempertahankan dan melanjutkan layanan dan program kesehatan ibu dan anak yang sebelumnya disediakan oleh pemerintah pusat. Program-program di bidang kesehatan meliputi pengadaan posyandu (Pos Layanan Terpadu), pelatihan bagi para bidan desa guna meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan, pemberian makanan tambahan untuk bayi, dan juga Gerakan Sayang Ibu. Kendati pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program-program ini, perlu dicatat bahwa pemerintah pusat ataupun pemerintah propinsi masih berperan dominan dalam artian bahwa mereka paling banyak menentukan jenis program kesehatan yang akan disediakan, dan pemerintah kabupaten/ kota hanya sedikit memberikan masukan di dalam perancangan dan perencanaan program tersebut. Perencanaan di bidang kesehatan masih bersifat terpusat, sementara pelaksanaannya telah didesentralisasikan kepada daerah. Dinas kesehatan kabupaten/ kota masih lebih suka menunggu arahan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Namun demikian, beberapa daerah (seperti misalnya Kabupaten OKI dan Kota Metro) telah mengembangkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM), yang mencakup layanan kesehatan ibu dan anak, dan hampir semua pemerintah kabupaten/kota mempunyai program bagi para suami dari ibu-ibu hamil. Ini merupakan skema baru yang diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan pusat, namun skema tersebut belum diwajibkan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena standar minimumnya belum ditentukan. Pemerintah kabupaten/kota melaporkan bahwa alokasi APBD untuk program kesehatan terutama digunakan untuk membiayai pembelian obat-obatan, meskipun mereka berharap mampu memprioritaskan layanan pencegahan penyakit di masa mendatang. Pemerintah kabupaten/kota juga menerima bantuan keuangan untuk layanan kesehatan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Bantuan lainnya meliputi programprogram yang didukung oleh lembagalembaga donor seperti UNICEF di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Manokwari, GTZ di Kabupaten Sumba Timur, UNFPA di Kabupaten OKI dan Kabupaten Nusa Tenggara Timur, serta CARE International di Kabupaten Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar dana yang diterima dari lembaga donor difokuskan pada penyediaan obat-obatan. Pemerintah kabupaten/kota bersedia bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya dan bersikap terbuka bagi bantuan berupa peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak. Pemerintah kabupaten/kota juga melaporkan bahwa mereka kekurangan tenaga dokter umum dan dokter spesialis. Di Kabupaten OKI, misalnya, ada ada seorang dokter anak. Keadaan ini agak sedikit berbeda dalam hal jumlah bidan. Di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Bandung, jumlah bidan sudah mencukupi, dan para bidan tersebut tersebar
17 Laporan ke-4
secara merata di seluruh wilayah. Di daerah-daerah lain, seperti misalnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Lombok Barat, hanya ada sedikit sekali bidan, dan/atau penyebarannya tidak merata. Tabel berikut ini mengilustrasikan ketersediaan petugas kesehatan di daerah-daerah yang menjadi sampel penelitian IRDA: TABEL 1. Ketersediaan Petugas Kesehatan Populasi
Dokter Umum
Ahli Kandungan/ Spesialis Lain
Kota Banda Aceh
209,334
27
4
13
93
na
Kab. OKI
948,600
39
2
na
276
147
Kab. Bangka
600,600
61
na
na
211
Kab. Bandung
3,428,700
193
38
95
651
90 865
Lokasi
Dokter Gigi
Bidan
Paramedis
1,548,820
85
313 (termasuk dokter umum dan doketr gigi) 113
53
308
1,122
Kab. Kutai Kertanegara
314,613
76
2
28
220
na
Kab. Bone
629,794
35
na
na
160
na
Kab. Buton
446,080
38
1
7
478
na
Kab. Lombok Barat
686,609
30
na
na
116
84
Kab. Manokwari
193,246
13
na
na
229
na
Kab. Bantul Kab. Sidoarjo
754,974
-
-
164
305
na: data tidak tersedia.
Laporan dari masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan menunjukkan bahwa, di semua daerah penelitian IRDA, jenis layanan kesehatan ibu dan anak yang tersedia relatif sama, kecuali untuk Kabupaten Bengkulu Selatan, di mana layanan yang tersedia hanyalah imunisasi dan keluarga berencana (KB). Semua pemerintah kabupaten/kota memiliki fasilitas layanan kesehatan berupa puskesmas, pustu (puskemas pembantu), dan posyandu. Para bidan dilaporkan tersebar hingga ke tingkat kecamatan.
umum yang tersedia tidaklah mencukupi. Keadaan ini bahkan jauh lebih buruk dari segi ketersediaan tenaga dokter spesialis, seperti misalnya dokter spesialis kandungan ataupun dokter gigi. Tenaga dokter spesialis ini hanya tersedia di puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah perkotaan. Keluhan lain yang muncul adalah tentang kurangnya persediaan obat generik serta kurangnya disiplin di antara para pegawai puskesmas, khususnya para pegawai pembantu yang sering datang terlambat.
Namun demikian, masyarakat pengguna layanan kesehatan menyuarakan berbagai keluhan yang berbeda. Misalnya, tidak tersedianya obat-obatan di posyandu, khususnya di Kabupaten Dairi, serta buruknya kondisi fisik fasilitas kesehatan yang ada, khususnya di Kota Semarang, Kabupaten Kebumen, dan Kota Salatiga. Beberapa responden melaporkan bahwa jumlah dokter
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau Ada beberapa perbedaan cara yang digunakan untuk menentukan besarnya biaya layanan kesehatan ibu dan anak. Di hampir semua daerah penelitian, harga layanan kesehatan ditetapkan melalui peraturan daerah (perda). Akan tetapi, di Kabupaten Gianyar, harga layanan kesehatan ditetapkan melalui SK
18 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Beberapa desa di Kabupaten Sidoarjo menyediakan dana yang diambil dari anggaran desa bagi pemberian layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan ibu dan anak. • Dengan rubrik nasional “Gerakan Sayang Ibu”, ada berbagai program khusus di daerah bagi para ibu hamil. Beberapa contohnya antara lain pembentukan forum musyawarah bagi para suami dari ibu-ibu tersebut di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Indramayu; program tabungan bagi para ibu hamil dan penggunaan mobil pribadi untuk ambulans desa di Kabupaten OKI dan Kabupaten Bandung; serta Asuransi Kesehatan Prabayar di Kabupaten Gorontalo. • Gerakan Remaja Sayang Ibu (GEMAS), yang difokuskan pada peningkatan kesadaran di kalangan remaja serta layanan pra-kelahiran, pemberian 10 kali pemeriksaan medis dan pengobatan gratis bagi ibu hamil. Pada kunjungan berikutnya, para ibu tersebut harus membayar minimal untuk biaya pendaftaran pemeriksaan dan obat serta biaya dokter bagi mereka yang menjalani perawatan. • Di Kecamatan Buluh Kasap, Kabupaten Dumai, pegawai puskesmas memberikan karcis berhadiah bagi ibu-ibu yang memeriksakan anak-anak mereka ke posyandu.
Bupati, dan di Kabupaten Kupang, masingmasing puskesmas dapat menentukan harga tanpa adanya campur tangan sama sekali dari dinas kesehatan daerah setempat. Pihak pemerintah daerah dan puskesmas pada umumnya berharap memperoleh dana yang cukup dari layanan kesehatan yang diberikan guna menutup biaya pokok operasional. Akan tetapi, pada saat yang sama, masyarakat menginginkan layanan kesehatan dengan harga yang terjangkau. Anggota masyarakat yang merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa mendapatkan layanan yang sama dari klinik ataupun dokter perorangan, dan ini merupakan solusi yang lazim bagi mereka yang mampu membayar. Namun demikian, sebagian besar masyarakat tidak mempunyai pilihan semacam itu, karena biaya pengobatan di klinik ataupun dokter perorangan jauh lebih mahal dibandingkan dengan di puskesmas. Masyarakat pengguna layanan kesehatan di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Buton, Kota Dumai, dan Kabupaten Minahasa, menjelaskan bahwa biaya layanan kesehatan yang harus mereka bayar tergolong cukup mahal. Akan tetapi, pada umumnya mereka mengakui bahwa biaya pengobatan di puskesmas masih lebih murah ketimbang biaya pengobatan oleh dokter perorangan. Tabel berikut ini memperlihatkan harga obat dan praktek dokter umum di beberapa puskesmas yang menjadi sampel penelitian. Perihal penentuan lokasi puskesmas, para pejabat pemerintah daerah menjelaskan bahwa keputusan untuk membangun puskesmas di suatu tempat didasarkan pada faktor kepadatan jumlah penduduk, kemudahan untuk diperoleh dengan sarana transportasi umum, dan berdasarkan permintaan masyarakat. Faktor permintaan
19 Laporan ke-4
TABEL 2. Harga obat dan praktek dokter umum di puskesmas
Lokasi
Biaya Pelayanan Umum dan Obat
Kab. Deli Serdang
Rp. 9,000
Kab. Dairi
Rp. 11,000 – 50,000
Kota Dumai
Rp. 8,000-17,500
Kab. Solok
Rp. 3,500
Kab. Malang
Rp. 1,500 – 35,000
Kota Balikpapan
Rp. 3,000
Kab. Minahasa
Rp. 3,500
Kab. Gorontalo
Rp. 1,500-10,000
masyarakat menjadi pertimbangan utama apabila masyarakat setempat menyediakan lahan guna membangun puskesmas. Ada pula upaya-upaya untuk memberikan layanan kesehatan di dekat tempat tinggal penduduk melalui pengadaan puskesmas keliling, seperti misalnya di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten OKI, yang tujuan utamanya adalah melayani penduduk yang tinggal di daerah terpencil ataupun pedalaman di mana tidak ada bidan. Di samping itu, pemerintah daerah terus membangun puskesmas yang baru, dan menugaskan para bidan desa ke daerah-daerah pelosok di Kabupaten Minahasa, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Gorontalo. Masyarakat mengakui peran penting puskesmas sebagai ujung tombak penyediaan layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Puskesmas dinilai sebagai fasilitas yang paling erat hubungannya dengan dokter, bidan, dan obat-obatan. Ada pula pustu (puskesmas pembantu) yang terletak di desadesa atau kelurahan. Akan tetapi, masyarakat
pada umumnya dan khususnya mereka yang tinggal di daerah terpencil berpendapat bahwa lokasi kedua jenis fasilitas kesehatan itu sulit diperoleh. Ini menunjukkan perlunya penyebaran unit-unit puskesmas keliling di daerah-daerah terpencil ataupun pedalaman. Terbatasnya jumlah puskesmas yang dapat dicapai oleh masyarakat merupakan salah satu alasan utama mengapa masyarakat beralih ke dukun dan bidan yang kurang terlatih guna memperoleh layanan kesehatan (misalnya di Kabupaten Bone). Penyebaran informasi turut menunjang peningkatan akses, dan semua pemerintah daerah menyebarkan informasi yang terkait dengan layanan kesehatan ibu dan anak melalui berbagai cara, termasuk melalui media informasi dan mengadakan tatap muka dengan masyarakat. Media informasi tersebut meliputi brosur, selebaran, buku, dan poster. Dinas kesehatan daerah mengadakan rapat di antara para pegawai puskesmas, dan kemudian para pegawai puskesmas ini menyebarkan informasi kepada masyarakat setempat baik melalui pertemuan kelompok ataupun penunjukan seseorang untuk memerikan penerangan kepada masyarakat. Kendati langkah ini pada umumnya telah dilakukan di semua daerah penelitian IRDA, namun hampir semua pertemuan tersebut diselenggarakan di ibukota kabupaten/kota, bukan di daerahdaerah terpencil atau pedalaman. Akibatnya adalah bahwa penyebaran informasi menjadi tidak merata. Menanggapi persoalan ini, beberapa pemerintah kabupaten/kota bertindak lebih aktif. Misalnya, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Gianyar, dan Kota Semarang mempunyai program radio dan programprogram media lainnya tentang perawatan kesehatan ibu dan anak yang menjangkau daerah-daerah yang jarang penduduknya.
20 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Pemerataan Pemerataan di bidang layanan kesehatan ibu dan anak sangat tergantung pada keberadaan program-program khusus serta akses yang lebih baik bagi kaum perempuan dan masyarakat miskin. Pemerintah daerah menyediakan sejumlah program yang memungkinkan orang-orang miskin untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Yang paling menonjol adalah dana dari kompensasi subsidi menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan, PKPS-BBM Bidkes). Program lainnya adalah Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS Kesehatan). Hanya kedua program inilah yang mencakup layanan kesehatan ibu dan anak. Para peserta program-program ini menerima Kartu Sehat, atau yang juga dikenal sebagai Kartu Keluarga Miskin. Mereka dapat menunjukkan kartu ini ke puskesmas dan rumah sakit guna mendapatkan layanan ra wat inap maupun rawat jalan secara gratis. Sistem Kartu Sehat bukanlah tanpa masalah, dan yang paling menonjol selama ini ada dua hal. Yang pertama adalah penyalahgunaan Kartu Sehat oleh orangorang yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi berupa layanan kesehatan secara gratis. Orangorang yang menyalahgunakan program ini sebenarnya mampu membayar biaya perawatan medis. Penyalahgunaan semacam ini merajalela karena adanya KKN di dalam sistem pembagian Kartu Sehat. Kedua, adanya perlakuan yang bersifat diskriminatif kepada para pemegang Kartu Sehat baik di rumah sakit maupun di puskesmas. Para pasien pemegang Kartu Sehat cenderung mendapatkan pelayanan yang kurang baik.
Program lain yang digunakan untuk mem bantu kaum perempuan dari kalangan miskin adalah apa yang disebut sebagai Program Makanan Tambahan. Program ini dinilai sangat penting bagi daerah-daerah miskin ataupun yang letaknya sangat terpencil di mana banyak penduduknya yang kekurangan gizi sehingga sangat berpengaruh terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Masyarakat pada umumnya menyambut baik program ini, namun program ini menjadi salah satu program yang ditiadakan karena dana yang tersedia dialokasikan ke program-program lain. Berbagai keluhan yang disampaikan oleh anggota masyarakat sehubungan dengan penghentian program ini terutama banyak dijumpai di Kota Banda Aceh, Kabupaten Bangka, dan Kabupaten Kebumen. Tidak semua pemerintah daerah mempunyai program berbeda yang ditujukan bagi penduduk yang tinggal di daerah terpencil atau pedalaman, meskipun beberapa diantaranya telah mencoba menyediakan puskesmas keliling agar lebih mudah dicapai oleh masyarakat. Pemerintah daerah juga bekerja sama dengan TNI dalam menyelenggarakan program KB di daerah-daerah terpencil, seperti yang terjadi di Kabupaten Banjar, sebagai bagian dari program Pelayanan TNI bagi Masyarakat. Namun demikian, keterbatasan akses serta kualitas layanan yang kurang baik menjadi beban ganda bagi masyarakat tersebut. Puskesmas pada umumnya dibuka pada pagi hari karena banyak kaum ibu yang lebih suka mendapatkan layanan kesehatan pada pagi hari. Namun demikian, layanan puskesmas juga disediakan pada siang hari, yakni setelah kaum ibu pulang dari tempat kerjanya.
21 Laporan ke-4
Sebagai contoh, melalui penetapan khusus, layanan pada siang hari disediakan di pantai utara Kota Semarang bagi kaum ibu yang bekerja di tambak udang maupun perusahaan penangkapan ikan. Di beberapa daerah, seperti di Kota Pontianak, puskesmas yang menyediakan layanan kesehatan bagi kaum ibu dibuka selama 24 jam sehari.
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak-pihak Terkait Pemerintah daerah menilai posyandu, yakni pos pelayanan terpadu di desa yang dikelola oleh para sukarelawan, merupakan cara yang efektif untuk melibatkan masyarakat setempat di dalam penyediaan jasa layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Posyandu serta para bidan desa menjadi pelaku penting di dalam pelaksanaan program-program kesehatan seperti misalnya pengawasan gizi bayi, imunisasi, KB, dan pemeriksanaan ibu hamil. Program posyandu melibatkan kaum perempuan setempat sebagai kader kesehatan dan melatih mereka di bidang perawatan kesehatan dasar anak, seperti misalnya menimbang bayi, mencatat jadwal imunisasi anak-anak, dan meningkatkan pengetahuan tentang makanan bergizi. Posyandu memiliki banyak kegunaan – sebagai perencana dan pelaksana program kesehatan, serta sebagai wadah guna menampung keluhan masyarakat. Di semua daerah penelitian IRDA, pemerintah daerah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan para kader maupun para bidan yang bertugas di posyandu. Mereka juga melibatkan masyarakat setempat di dalam pelatihan kader dan peningkatan keterampilan melalui lokakarya singkat, pelatihan, dan penyebaran informasi.
Ada beberapa lembaga setempat yang dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat warga dalam rangka perawatan kesehatan ibu dan anak. Beberapa contohnya meliputi komisi pelayanan khusus, sukarelawan pelayanan kesehatan ibu dan anak, badan pelayanan kesehatan masyarakat, dan Komisi Kesehatan. Semua lembaga tersebut telah mulai bertindak sebagai forum bagi penyampaian aspirasi masyarakat serta bagi pelibatan masyarakat di dalam prakarsa-prakarsa seperti pembuatan kotak pos dan program penanganan pengaduan masyarakat. Komisi Kesehatan merupakan lembaga baru yang dibentuk dalam rangka otonomi daerah, dan tiap daerah diberi keleluasaan untuk membentuk dan menetapkan fungsinya. Kini, lembaga semacam itu umumnya masih dalam tahap pengembangan. Di beberapa daerah, mereka mulai bertindak sebagai saluran guna menangani pengaduan masyarakat, namun pemerintah daerah belum menyusun mekanisme guna merespons berbagai pengaduan tersebut. Beberapa Komisi Kesehatan bertindak sebagai saluran guna menyampaikan informasi tentang perencanaan dan program kesehatan. Kendati upaya ini masih terbatas sifatnya dan belum tersebar secara merata, namun beberapa pemerintah daerah telah mengundang sektor swasta, baik swasta nirlaba maupun organisasi profit, untuk menjadi mitra di bidang pelayanan kesehatan ibu dan anak. Beberapa contohnya meliputi pihak swasta pengelola laboratorium klinik di rumah sakit umum milik pemerintah daerah (RSUD) maupun dokter perorangan yang memberikan layanan kesehatan di puskesmas dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ini bukanlah sebuah fenomena baru, karena banyak pihak swasta yang telah
22 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
PRAKARSA YANG MELIBATKAN PEREMPUAN DALAM PEERAWATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK • Kaum perempuan di Kota Palu memberikan masukan tentang layanan perawatan kesehatan melalui Badan Peduli Kesehatan Masyarakat Palu. • Di Kota Balikpapan, Forum Kaukus Perempuan, yang terdiri dari kaum perempuan yang duduk di DPRD, akademisi, dan tokoh-tokoh masyarakat, memberikan masukan tentang berbagai program kesehatan melalui dengar pendapat dengan Pemerintah Kota Balikpapan. • Koalisi Metro Sehat menjadi mitra bagi Pemerintah Kota Metro dalam rapat-rapat dengan berbagai kelompok perempuan yang membahas tentang perlunya pening katan mutu pelayanan di puskesmas.
lama mengisi kesenjangan pelayanan di bidang kesehatan. Beberapa contohnya meliputi Rumah Sakit Muhammadiyah dan klinik-klinik swasta. Pemerintah dan masyarakat di daerah juga berusaha mendorong perusahaanperusahaan besar untuk membuka fasilitas kesehatan yang dimilikinya bagi masyarakat umum. Ini terutama terjadi pada beberapa perusahaan minyak seperti Pertamina, Total, and Unocal di Kota Balikpapan.
Keterlibatan kaum perempuan pada umumnya masih terbatas pada perolehan layanan kesehatan tanpa terlibat di dalam pengambilan kebijakan tentang program-program kesehatan. Namun demikian, hampir semua kader posyandu adalah kaum perempuan, dan program posyandu diharapkan mampu meningkatkan partisipasi perempuan di dalam proses pengambilan keputusan, setidak-tidaknya tentang program yang akan dilaksanakan di posyandu mereka. Kaum perempuan harus pula mampu memberikan masukan tentang kebutuhan posyandu mereka. Beberapa daerah telah mengembangkan beberapa prakarsa khusus bagi keterlibatan kaum perempuan. Beberapa organisasi masyarakat lainnya, seperti misalnya organisasi keagamaan, juga telah terbukti efektif di dalam memotivasi keterlibatan kaum perempuan, namun pemerintah daerah ternyata belum memanfaatkannya secara optimal untuk keperluan ini.
23 Laporan ke-4
Faktor-faktor Pendukung •
Otonomi daerah telah memberikan wewenang kepada daerah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan program di bidang kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan setempat.
•
Meskipun dana yang tersedia bagi pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak sangat terbatas, namun para tenaga medis maupun kader kesehatan memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja secara sukarela. Ini menjadi modal sosial bagi masyarakat setempat untuk mempertahankan layanan yang telah ada.
•
Ada peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat setempat maupun para petugas kesehatan mengenai pentingnya hidup sehat.
Kendala •
Alokasi dana APBD sekarang ini tidak cukup untuk membiayai pengembangan, pemeliharaan, dan pelaksanaan program-program kesehatan ibu dan anak.
•
Terbatasnya pengetahuan di antara para anggota DPRD mengenai isu-isu kesehatan ibu dan anak. Hal ini menghambat upaya-upaya untuk meningkatkan alokasi dana APBD yang disetujui oleh DPRD.
•
Penyebaran tenaga medis dan fasilitas kesehatan tidak merata, khususnya di daerah-daerah terpencil.
•
Pola pikir yang masih menonjol adalah bahwa layanan kesehatan ibu dan anak merupakan persoalan kaum perempuan, dan oleh karena itu sebaiknya ditangani oleh kaum perempuan saja. Hal ini pada akhirnya berdampak pada alokasi APBD serta proses pengembangan program kesehatan, di mana akses bagi kaum perempuan masih terbatas.
24 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
REKOMENDASI
LAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
•
Pemerintah daerah seyogyanya mengembangkan sistem insentif dan peng hargaan bagi para tenaga medis yang yang ditugaskan di daerah terpencil. Insentif ini dapat berupa uang, pengakuan (seperti misalnya pemberian sertifikat atau penghargaan khusus), ataupun fasilitas (seperti misalnya kendaraan ataupun perumahan). Insentif ini juga sebaiknya diberikan kepada para inovator dan kader sukarelawan, khususnya di daerah-daerah terpencil. Sistem semacam itu akan memerlukan peningkatan alokasi dana APBN untuk sektor kesehatan, barangkali melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
•
Sungguh-sungguh diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan di kalangan petugas kesehatan serta peningkatan mutu fasilitas dan alat-alat kesehatan. Di samping itu, pemerintah daerah seyogyanya memberitahukan kepada pemerintah pusat tentang kebutuhan pelatihan dan alat-alat kesehatan guna lebih mendorong pemerintah pusat untuk melakukan investasi.
•
Pemerintah daerah seyogyanya membangun dan meningkatkan mekanis me partisipasi masyarakat setempat di dalam lingkungan birokrasi di daerah ataupun mekanisme perencanaan dan penyusunan kebijakan. Mekanisme ini seyogyanya meliputi pula sistem penanganan keluhan masyarakat mengenai layanan kesehatan ibu dan anak yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
•
Pemerintah pusat, bekerja sama dengan pemerintah daerah, seyogyanya menetapkan dan melaksanakan standar layanan minimum di bidang kesehatan agar tercipta keseragaman dan peningkatan kualitas layanan, serta meniadakan diskriminasi pelayanan kepada masyarakat miskin maupun penduduk yang tinggal di daerah terpencil.
•
Penyusunan APBD seyogyanya mencerminkan transparansi dan akuntabilitas sehingga dana APBD yang dialokasikan bagi pelayanan kesehatan cukup memadai, sesuai dengan kebutuhan daerah.
•
Kampanye secara nasional tentang layanan kesehatan ibu dan anak perlu terus dipertahankan, dengan pesan-pesan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat agar kesadaran masyarakat terhadap program kesehatan tersebut menjadi meningkat.
25 Laporan ke-4
PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN
Sistem pendidikan dasar di Indonesia terdiri atas Sekolah Dasar (SD), yakni kelas 1 - 6, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), kelas 1 - 3. Sebelum otonomi daerah diberlakukan, pemerintah daerah hanya memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan SD, tetapi sekarang wewenang tersebut diperluas hingga meliputi SMP pula. Program pendidikan dasar sembilan tahun bersifat wajib, dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) kini sedang menyusun standar nasional untuk program tersebut. SK Depdiknas No. 044/U/2002 mengamanatkan peran serta masyarakat di dalam sistem manajemen berbasis sekolah (MBS). Dari segi kelembagaan, peran serta ini dirumuskan melalui pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang bertugas menjalin kerja sama dengan berbagai pelaku pendidikan termasuk pemerintah daerah dan DPRD, serta pembentukan Komite Sekolah di tiap sekolah. Berdasarkan sistem MBS, pemerintah tidak lagi menentukan berbagai jenis pungutan seperti misalnya uang seragam, pakaian olah raga, kegiatan ekstrakurikuler, raport, serta renovasi dan pemeliharaan gedung.
Di samping itu, ada pula yang disebut iuran komite sekolah (yang sebelumnya disebut iuran BP3). Tanggung jawab untuk menentukan besarnya pungutan kini berada di tangan Komite Sekolah. Para guru dan kepala sekolah menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan mengajukannya kepada Komite Sekolah yang, setelah melalui pembicaraan dengan pihak orang tua murid, menetapkan besarnya pungutan. Besarnya pungutan tersebut berbeda dari sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, yang mencerminkan kebutuhan internal masingmasing sekolah maupun kemampuan membayar orang tua murid. Walaupun program pendidikan dasar sembilan tahun tersebut bersifat wajib, sejumlah besar investasi dan bantuan subsidi diperlukan guna menjamin bahwa semua anak di Indonesia mengenyam pendidikan sekolah dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMP. Uang pangkal sekolah kini gratis, namun berbagai pungutan yang dibebankan kepada orang tua murid menyebabkan peningkatan jumlah anak putus sekolah sebelum menyelesaikan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
26 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Potret Pendidikan Dasar Sembilan Tahun •
Ketersediaan - Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun telah dilaksanakan. Akan tetapi, jumlah tenaga guru tidak mencukupi, sebagian di antara mereka bahkan mungkin kurang bermutu, dan fasilitas pendidikan kurang memadai. Berbagai persoalan ini terutama sangat terasa di daerah pedesaan serta daerah-daerah terpencil.
•
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Berbagai jenis pungutan dianggap terlalu mahal bagi sebagian orang tua murid, dan sementara letak geografis SD pada umumnya mudah didatangi, akan tetapi letak SMP tidak mudah dijangkau. Beberapa pemerintah daerah telah mengambil berbagai prakarsa guna mengatasi masalah-masalah ini.
•
Pemerataan - Kesadaran di kalangan pemerintah daerah untuk memberikan peluang beasiswa bagi anak-anak dari keluarga miskin pada umumnya cukup tinggi. Beberapa pemerintah daerah juga menyediakan program dan sekolah alternatif bagi anak-anak dari keluarga miskin, penduduk yang tinggal di daerah terpencil atau pedalaman, dan siswa-siswa yang memerlukan pendidikan khusus.
•
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait - Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah dibentuk, akan tetapi keterlibatan masyarakat secara formal dalam rangka pengembangan program dan kebijakan di bidang pendidikan dapat dikatakan hampir tidak ada. Di beberapa daerah, dunia usaha turut berpartisipasi melalui pemberian beasiswa ataupun prakarsa-prakarsa lainnya.
Ketersediaan Masyarakat melaporkan bahwa program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun telah dilaksanakan, namun dijelaskan pula bahwa pemerintah daerah setempat kurang
memperhatikan masalah perbaikan mutu pendidikan ataupun peningkatan jumlah guru maupun fasilitas sekolah. Sebaliknya, hampir semua pemerintah daerah mengklaim bahwa
27 Laporan ke-4
sektor pendidikan memperoleh prioritas yang tinggi dari segi kebijakan maupun anggaran. Kesadaran mengenai pentingnya pendidikan dasar dapat dikatakan cukup tinggi di kalangan pemerintah daerah dan masyarakat warga. Beberapa pemerintah daerah memberikan prioritas bagi pelaksanaan wajib pendidikan dasar. Akan tetapi, kurangnya sumber pendanaan serta rendahnya mutu pendidikan masih menjadi kendala yang harus dihadapi. Hampir semua daerah penelitian IRDA menegaskan tentang langkanya jumlah guru sekolah, khususnya guru IPA dan Bahasa Inggris, serta tidak meratanya penyebaran tenaga guru, khususnya antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan ataupun pedalaman. Kualitas guru juga menjadi keprihatinan banyak pihak, mengingat sangat banyaknya jumlah guru yang kurang memenuhi syarat mengajar mata pelajaran tertentu ataupun kelas tertentu yang ditugaskan kepada mereka. Tabel berikut ini menunjukkan persentase jumlah guru yang bermutu di beberapa daerah penelitian IRDA sebagaimana yang ditetapkan oleh dinas pendidikan daerah setempat. TABEL 3. Persentase Guru yang Memenuhi
Kualifikasi Mengajar Tahun 2001
Kabupaten/kota
SD
SMP
Kota Metro
59 %
40 %
Kabupaten Jember
54 %
79 %
Kabupaten Sumba Timur
23 %
31 %
Kabupaten Gorontalo
56 %
50 %
Penyebaran tenaga guru yang tidak merata sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Sebagai contoh, di daerahdaerah terpencil atau pedalaman, para guru terpaksa mengajar beberapa kelas sekaligus di tingkat SD ataupun mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus di tingkat SMP. Di Kabupaten Gorontalo, rasio guru-murid adalah 1:12 di sekolah-sekolah yang berada di daerah perkotaan namun untuk sekolah-sekolah yang berada di pedesaan/daerah pedalaman rasio tersebut anjlok hingga 1:35.Guna menanggulangi persoalan ini, pemerintah daerah telah mempekerjakan tenaga guru honorer ataupun guru penunjang dengan dana pembiayaan yang sebagian besar berasal dari pemerintah pusat. Jumlah gedung sekolah yang terbatas dan rusak serta kurangnya berbagai fasilitas sekolah seperti perpustakaan, laboratorium IPA, ataupun lapangan olah raga, merupakan persoalan yang banyak dijumpai di daerah. Di antara daerah-daerah penelitian IRDA, persentase gedung SD yang rusak berkisar antara 30 persen di Kabupaten Sanggau hingga 78 persen di Kabupaten Bandung. Setiap pemerintah daerah mempunyai rencana perbaikan gedung sekolah sendiri-sendiri. Misalnya, di Kabupaten Sidoarjo, pemerintah daerah setempat menyerahkan dana kepada tiap-tiap Komite Sekolah sejumlah dua pertiga dari total anggaran untuk perbaikan masingmasing sekolah. Masing-masing sekolah wajib merampungkan perbaikan gedung tanpa melibatkan perusahaan konstruksi milik pemerintah daerah, sebagaimana halnya yang terjadi sebelum berlakunya otonomi daerah.
28 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LANGKAH-LANGKAH BIJAK Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau
• Pemda Kapubaten Kutai Kertanegara
memberikan prioritas yang tinggi bagi peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan. Pemda menanggung semua biaya yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan dasar, yang dananya diambil dari APBD. Transportasi dari daerahdaerah terpencil menuju sekolah dengan menggunakan bus sekolah maupun perahu motor juga digratiskan. Dalam menunjang konsep wajib belajar pendidikan dasar, UNICEF, bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, telah menetapkan Kabupaten Kutai Kertanegara sebagai daerah proyek percontohan untuk program Zona Bebas Pekerja Anak. • Di Kabupaten Bantul, para guru di daerah terpencil – GUDACIL) menerima insentif gaji sebesar Rp. 50.000 – 125.000 per bulan, yang dibayarkan setiap triwulan. Prakarsa serupa juga dilakukan di Kabupaten Dairi. • Di samping tenaga guru honorer yang gajinya dibayar melalui dana dari pemerintah pusat, sebagian sekolah di Kabupaten Malang juga mempekerjakan tenaga guru wiyata bakti yang gajinya dibayar dengan dana sekolah sesuai ijin dari Komite Sekolah.
Masyarakat menilai bahwa biaya sekolah yang ditetapkan dewasa ini teramat mahal. Banyak orang yang mengeluh bahwa berbagai jenis pungutan yang dibebankan kepada orang tua murid telah menghambat akses bagi kelompok sosial tertentu untuk mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Masyarakat di daerah mempunyai akses informasi yang cukup luas tentang program wajib pendidikan dasar sembilan tahun melalui berbagai saluran. Saluran ini meliputi pertemuan dalam rangka sosialisasi, rapatrapat rutin, rapat koordinasi, penyebaran brosur dan surat selebaran, radio, televisi, spanduk, dan surat kabar. Pihak-pihak terkait yang turut serta di dalam kegiatan sosialisasi dan rapat-rapat lainnya meliputi wakil dari Dinas Pendidikan Daerah setempat, kepala sekolah, anggota Komite Sekolah, penilik sekolah, bupati/walikota, camat, lurah/kepala desa, tokoh masyarakat, dan orang tua murid. Masyarakat di daerah menilai bahwa pada umumnya gedung SD terletak cukup dekat dengan tempat tinggal mereka, tetapi SMP tidak, khususnya bagi masyarakat di daerah pedalaman. Hampir semua SMP berlokasi di ibukota kecamatan, yang seringkali berada sangat jauh dari desa tempat tinggal para siswa. Biaya transportasi, ditambah lagi dengan berbagai jenis pungutan sekolah, membuat semakin banyak anak lulusan SD yang putus sekolah dan gagal menyelesaikan pendidikan di SMP. Di daerah perkotaan, akses menuju sekolah terhambat oleh sarana transportasi yang kurang memadai serta adanya diskriminasi terhadap anak sekolah.
29 Laporan ke-4
Para pengemudi angkutan umum sering menolak untuk mengangkut anak sekolah karena mereka membayar ongkos yang lebih murah ketimbang penumpang umum lainnya. Di beberapa daerah penelitian IRDA, ada peraturan daerah yang mengatur tentang tarif khusus bagi anak sekolah. Pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai prakarsa guna menanggulangi persoalan-persoalan semacam ini. Sebagai contoh, SD Kecil dan SMP Kecil ataupun sekolah kelas jauh telah didirikan di daerah-daerah pedesaan di mana akses untuk mencapai sekolah biasa sangatlah sulit. Sekolah-sekolah ini memiliki jumlah kelas yang lebih sedikit daripada sekolah biasa. Para gurunya berasal dari sekolah biasa yang terdekat dan ditugaskan untuk
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Kabupaten Solok menyediakan asrama bagi siswa/siswi yang berasal dari daerah pedesaan. • Beberapa pemerintah daerah menyediakan bus sekolah gratis guna memperlancar transportasi siswa/siswi selama jam-jam sibuk. • Kabupaten Indramayu menyediakan empat hingga enam unit truk guna membawa pulang siswa/siswi setiap sore hari. • Kabupaten Kutai Kertanegara nmenyediakan perahu motor guna melayani siswa/siswi yang tinggal di daerah pelosok.
mengajar pada jam-jam tertentu. Beberapa prakarsa pemerintah daerah lainnya meliputi pengelompokan kembali sekolah, perpustakaan keliling, dan perbaikan jalan. Pemerataan Masyarakat daerah pada umumnya menyadari perlunya perhatian khusus bagi anak-anak dari keluarga miskin dalam bentuk beasiswa dan pengurangan berbagai pungutan. Akan tetapi, informasi mengenai hal tersebut pada umumnya diperoleh secara informal dan bisa jadi tidak mencakup semua informasi tentang beasiswa yang tersedia. Demikian pula, ketepatan waktu juga sering menjadi masalah, di mana para pemohon yang mengetahui tentang peluang beasiswa tersebut terlalu terlambat dalam mengajukan berkas permohonannya. Para penerima menilai bahwa pembagian beasiswa berlangsung secara jujur, karena penentuannya dilakukan oleh pihak sekolah ataupun Komite Sekolah berdasarkan rekomendasi dan surat keterangan resmi dari RT/RW yang menyatakan bahwa siswa yang bersangkutan berasal dari keluarga miskin. Pemerintah daerah telah menyediakan beberapa program sekolah khusus bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya di sekolah umum ataupun mereka yang tinggal di daerah terpencil. SD Terbuka dan SMP Terbuka pada umumnya tidak mewajibkan para siswa untuk mengenakan pakaian seragam ataupun membayar uang sekolah (SPP). Di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Sanggau, jam pelajaran sekolah disesuaikan bagi kelompok masyarakat tertentu. Kota Salatiga telah mendirikan
30 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Tempat Belajar Kegiatan Mandiri (TBKM). Di samping itu, sesudah krisis ekonomi tahun 1998 yang membuat banyak keluarga tidak mampu membeli makanan bergizi, pemerintah Kota Salatiga mengadakan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) yang ditujukan bagi anak-anak SD. Melalui skema Jaring Pengaman Sosial (JPS), sebuah program pemerintah pusat yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sekolah-sekolah memberikan makanan bergizi secara gratis
BEBERAPA PRAKARSA DAERAH DALAM MENYELENGGARAKAN SEKOLAH KHUSUS • Di Kabupaten Takalar, ada sekolah khusus bagi anak-anak nelayan. Mereka tidak diwajibkan untuk mengenakan pakaian seragam dan jam pelajaran sekolah disesuaikan sedemikian rupa sehingga siswa/siswi dapat mengikuti pelajaran pada waktu luang mereka. • Di sekolah-sekolah khusus bagi penduduk pribumi suku Anak Dalam di Kabupaten Batanghari, mata pelajaran utama yang diajarkan adalah keterampilan yang berguna untuk bertahan hidup. • Pemerintah daerah di Kabupaten Manokwari menyediakan sekolah khusus bagi kelompok etnis tertentu, seperti misalnya penduduk asli Papua.
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Di Kota Balikpapan, pemda setempat memberikan bantuan dana bagi anakanak dari keluarga tidak mampu sebesar Rp. 650.000 untuk tingkat SD dan Rp. 950.000 untuk tingkat SMP. Bantuan keuangan ini meliputi biaya peralatan sekolah dan seragam. Anggaran yang digunakan untuk membiayai prakarsa ini berasal dari dana abadi sebesar Rp. 10 milyar yang dialokasikan oleh pemerintah daerah bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM). • Kota Semarang telah mendirikan kantor sekretariat beasiswa, dengan tujuan untuk mewujudkan kejujuran dan transparansi di dalam pengelolaan beasiswa.
kepada para siswa selama jam pelajaran sekolah. Pemerintah daerah juga menyediakan program khusus bagi anak-anak sekolah yang tidak miskin maupun tidak tinggal di daerah terpencil, melainkan bagi mereka yang mempunyai kebutuhan khusus.
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak-pihak Terkait Pada umumnya, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah dibentuk di semua daerah. Anggota dari Dewan Pendidikan kabupaten/kota terdiri dari pegawai Dinas Pendidikan Daerah, wakil-wakil dari organisasi
31 Laporan ke-4
masyarakat seperti misalnya persatuan orang tua murid serta dunia usaha, dan wakilwakil dari komisi pendidikan DPRD dan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Anggota Komite Sekolah biasanya terdiri atas pihakpihak terkait di daerah setempat seperti orang tua murid, alumni, wakil-wakil dari organisasi masyarakat, dan perorangan lain di daerah setempat yang peduli terhadap masalah
peraturan daerah tentang pendidikan. Tidak ada kebijakan khusus untuk mendorong keterlibatan sektor swasta di bidang pendidikan, tetapi beberapa perusahaan menawarkan pemberian beasiswa, menyumbang biaya pemeliharaan fasilitas sekolah, ataupun menyediakan buku dan sarana perpustakaan. Di Kabupaten Sidoarjo, pemerintah daerah setempat menyusun
pendidikan. Masalah jenis kelamin tidak menjadi pertimbangan dalam menentukan wakil-wakil yang duduk di Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dan keterlibatan kaum perempuan masih tergolong rendah.
rancangan peraturan daerah mengenai keterlibatan perusahaan swasta di bidang pendidikan dengan memberikan program pelatihan ataupun praktek kerja kepada para siswa di perusahaan-perusahaan swasta setempat. Peraturan daerah ini diharapkan dapat menciptakan mekanisme “link and match” antara sekolah dan kebutuhan industri setempat.
Masyarakat di daerah pada umumnya tidak terlibat di dalam perumusan program dan kebijakan. Keterlibatan masyarakat sangat terbatas hanya pada pemberian masukan kepada pemerintah daerah melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ataupun melalui e-mail, telepon, pengiriman artikel atau surat ke surat kabar setempat, dan mengajukan keluhan tertulis. Di daerah-daerah terpencil, masukan dari masyarakat ditampung melalui dinas pendidikan setempat ataupun langsung kepada guru kelas/kepala sekolah. Di Kabupaten Bandung, Dewan Pendidikan memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat setempat, dengan melibatkan masyarakat di dalam penyusunan rancangan
32 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Faktor-faktor Pendukung •
Otonomi daerah memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk menjalankan wajib pendidikan dasar sembilan tahun secara lebih baik.
•
Beberapa kabupaten/kota telah menegaskan rencana strategis (Renstra) mereka bahwa pendidikan merupakan salah satu prioritas utama.
•
Pemerintah beserta masyarakat di daerah telah semakin memahami tentang pentingnya pendidikan.
•
Berbagai bantuan bagi para siswa dari keluarga miskin yang diberikan oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta terkait telah memberikan akses yang sama kepada para siswa tersebut dalam mengenyam pendidikan.
Kendala •
Alokasi APBD untuk program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun masih belum memadai. Kendati beberapa daerah telah menaikkan anggaran tersebut, dana yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk membayar gaji dan pemeliharaan sarana/prasarana sekolah, dan bukannya diarahkan untuk membiayai program-program pendidikan.
•
Daerah-daerah yang jarang penduduknya masih sulit untuk dilayani.
•
Kualitas guru masih rendah.
•
Pendidikan kini menjadi lebih mahal, mengingat anggaran dari pemerintah daerah yang kurang memadai serta banyaknya pungutan uang sekolah yang harus dibayar.
33 Laporan ke-4
REKOMENDASI
PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN
•
Dalam mengalokasikan anggaran pendidikan, pemerintah daerah seyogyanya memberikan prioritas pada peningkatan mutu pendidikan dan keterampilan para guru.
•
Pemerintah pusat dan daerah seyogyanya mendanai perbaikan fasilitas pendidikan, dan Komite Sekolah harus menjamin kualitas dari perbaikan ini.
•
Pemerintah daerah seyogyanya membuka rute baru kendaraan umum guna melancarkan akses antardaerah, dan seyogyanya lebih banyak dibangun gedung-gedung SMP agar masyarakat yang tinggal di pedesaan memperoleh akses untuk mengenyam jenjang pendidikan ini.
•
Pemerintah daerah dan Komite Sekolah seyogyanya bekerja sama guna memfasilitasi pengurangan semua jenis pungutan uang sekolah.
•
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta pemberi beasiswa seyogyanya membuat peluang mendapatkan beasiswa menjadi lebih transparan dan lebih mudah diperoleh sehingga anak-anak dari keluarga miskin dapat memperoleh pendidikan yang lebih bermutu.
34 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
PERIJINAN USAHA
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mulai memahami pentingnya peningkatan layanan perijinan usaha bagi perusahaanperusahaan yang beroperasi di wilayahnya, khususnya bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang jumlahnya sangat banyak di daerah. Para pemilik perusahaan memerlukan ijin usaha apabila mereka ingin memperluas usahanya. Pemilikan ijin usaha akan membantu menciptakan identitas perusahaan, dan dengan demikian memudahkan akses bagi pemilik perusahaan itu untuk memperluas pasar ataupun berurusan dengan lembaga keuangan. Akan tetapi, jumlah perusahaan yang terdaftar secara resmi hingga kini masih sedikit akibat tingginya biaya perijinan usaha serta adanya syaratsyarat birokratis yang memberatkan.
Pemerintah daerah menyadari manfaat dari perijinan usaha. Dari sudut pandang mereka, data tentang jumlah perusahaan setempat akan melindungi perusahaan tersebut dan sekaligus juga memungkinkan pemerintah untuk menyusun perda, kebijakan, dan program baru yang terkait dengan dunia usaha. Oleh karena itu, beberapa pemerintah daerah telah mulai mencari cara untuk menyederhanakan proses perijinan usaha dan membuatnya lebih transparan, sehingga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sejalan dengan perkembangan ini, para pemilik perusahaan menjadi semakin sadar bahwa pemilikan ijin usaha sangatlah penting bagi pertumbuhan usahanya.
35 Laporan ke-4
Potret Perijinan Usaha •
Ketersediaan - Pemerintah daerah telah membentuk unit-unit baru guna memberikan layanan perijinan usaha, namun hanya sedikit sekali yang bersifat “pelayanan satu atap” sehingga tidak menyusahkan para pemohon dan hampir semuanya dikerjakan secara manual atau belum menggunakan komputer. Pengetahuan masyarakat tentang proses perijinan masih terbatas.
•
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Kendati biaya resmi bagi pengurusan ijin usaha ini pada umumnya naik, namun hampir semua pemohon menilai bahwa biaya tersebut masih terjangkau. Akan tetapi, kurangnya transparansi dalam proses perijinan seringkali menimbulkan adanya biaya “tidak resmi” serta terbatasnya penyebaran informasi tentang bagaimana sesungguhnya prosedur yang ada.
•
Pemerataan - Berbagai kebijakan pemerintah daerah yang ada menjamin perlakuan yang sama tanpa memandang jenis kelamin dan status ekonomi. Akan tetapi, beberapa pemerintah daerah memberikan insentif dalam bentuk pengurangan atau bahkan penghapusan biaya perijinan bagi kelompok usaha kecil.
•
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait - Pihak-pihak yang terkait sama sekali tidak diminta untuk memberikan masukan dalam rangka penyusunan kebijakan maupun pelaksanaan proses perijinan, dan tidak ada saluran resmi bagi mereka untuk menyampaikan keluhan/pengaduan. Partisipasi masyarakat terbatas hanya pada saat sosialisasi kebijakan perijinan.
Ketersediaan Layanan perijinan usaha pada umumnya merupakan kelanjutan dari kegiatan di masa sebelum berlakunya otonomi daerah, namun beberapa daerah telah memprakarsai berbagai kebijakan baru tergantung kepada kebutuhan setempat. Salah satu contohnya adalah Ijin Usaha Sarang Burung Walet di Kabupaten Sidoarjo dan Kota Metro. Di kedua daerah tersebut, peternakan sarang burung walet
menjadi semakin berkembang sebagai akibat dari dibuatnya landasan hukum baru bagi peternakan tersebut. Ini merupakan jenis usaha yang menguntungkan. Peraturan daerah yang baru itu mencakup berbagai permasalahan, seperti misalnya masalah pengumpulan sarang dan perlindungan terhadap burung walet, guna mengawasi usaha tersebut dan mencegah terjadinya konflik.
36 The Asia Foundation | Indonesian Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LANGKAH-LANGKAH BIJAK Takalar merupakan satu-satunya kabupaten di Sulawesi Selatan yang mengurus dokumen perijinan melalui SIMTAP (sistem satu atap) dengan dukungan perangkat komputer dan internet. Prosedur birokrasinya tergolong sederhana bila dibandingkan dengan jasa layanan satu atap yang diterapkan di kabupaten lain.
Agar layanan ijin usaha menjadi lebih mudah didapat oleh para penduduk maupun investor, pemerintah daerah telah menetapkan berbagai bentuk kelembagaan yang berbeda untuk mengurus ijin usaha secara khusus. Kelembagaan ini meliputi Dinas Perijinan (Kabupaten Sidoarjo), kantor pelayanan (Kota Dumai, Kota Salatiga, Kota Balikpapan, dan Kota Pontianak), unit pelayanan (Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bantul, Kabupaten Takalar, Kota Semarang, Kabupaten Jember, Kabupaten Lombok Barat, dan Kota Metro), dan sekretariat (Kabupaten Kebumen). Sebagaimana diperlihatkan dalam ilustrasi di bawah ini, pemerintah daerah menggunakan model yang berbeda untuk membuat agar perijinan usaha dapat diperoleh dengan mudah oleh para klien. Model yang paling tidak
GAMBAR 2. Model. Tanpa Sistem Satu Atap*
Sebelum otonomi daerah, dinas-dinas ini bertanggung jawab kepada departemen terkait di pemerintah pusat. Sesudah pelaksanaan otonomi daerah, mereka bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. * Model ini berlaku di: Kota Banda Aceh, Kabupaten South Bengkulu, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bangka, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Komering Ilir dan Kabupaten Serang.
37 Laporan ke-4
praktis dan paling banyak digunakan adalah gambar 2, yang mensyaratkan para pemohon untuk mendatangi beberapa kantor pelayanan yang berbeda yang mungkin terletak di lokasi yang berbeda pula serta memiliki syaratsyaratnya sendiri. Gambar 3 merupakan unit pelayanan terpadu “satu atap” yang menjamin efisiensi dan lebih memudahkan para klien dalam rangka pengurusan ijin usaha. Di Kabupaten Kebumen, misalnya, karena berbagai jenis perijinan usaha diproses di kantor pelayanan berbeda yang terletak di tempat yang berbeda, proses tersebut menjadi sangat menyulitkan sehingga akhirakhir ini muncul perdebatan tentang kantor pelayanan mana yang harus digabung dengan kantor lainnya dan kantor mana yang harus dibubarkan. Ketiadaan sistem pelayanan
satu atap kadangkala membuat para pemilik usaha tidak mengurus ijin sama sekali, dan membiarkan dirinya tetap menjadi bagian dari sektor informal. Hampir semua pemerintah daerah mengakui bahwa mereka kekurangan peralatan seperti misalnya perangkat komputer guna mempermudah proses perijinan usaha. Untuk mengimbangi kekurangan peralatan komputer tersebut, pemerintah daerah mempekerjakan jumlah pegawai yang cukup, dan beberapa di antaranya memberikan pelatihan guna meningkatkan efisiensi pemrosesan ijin usaha. Akan tetapi, karena hampir semuanya menggunakan sistem manual, maka proses tersebut seringkali memakan waktu lama.
GAMBAR 3. Model Kantor Pelayanan Satu Atap *
*Model ini berlaku di Kota Dumai, Kota Pontianak, Kota Salatiga dan Kabupaten Malang Terima kasih kepada Anna Juliastuti dan Frida Rustiani untuk masukannya atas kedua model ini.
38 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Biaya Resmi Perijinan Usaha di Beberapa Lokasi yang Diteliti IRDA (dalam Rupiah)
TABEL 4.
Gianyar
Rp. 50,000
Bone
Rp. 200,000
Malang
Rp. 0
South Bengkulu
Rp. 145,000
OKI
Rp. 100,000
Indramayu
Tak ada biaya resmi
Dari sudut pandang pemohon, sosialisasi tentang bagaimana cara mendapatkan ijin usaha masih terbatas. Banyak orang yang tidak tahu tentang langkah-langkah pengurusan ijin usaha dan merasa kebingungan dengan banyaknya formulir yang harus mereka isi. Meskipun pemerintah daerah mengklaim mempunyai jumlah pegawai yang mencukupi, namun para pemohon mengeluh bahwa proses perijinan usaha terlalu lamban akibat administrasi yang bersifat manual ataupun karena banyaknya pegawai pemda yang mangkir dari tempat tugasnya manakala diperlukan, sehingga memperpanjang waktu yang lama dalam penerbitan ijin usaha.
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau Sesudah pelaksanaan otonomi daerah, beberapa pemerintah daerah mengeluarkan perda baru tentang syarat-syarat, tata cara, dan biaya untuk mendapatkan ijin usaha. Kecuali di Kabupaten Malang dan Kabupaten Indramayu, di mana tidak ada biaya resmi bagi perijinan usaha, biaya pengurusan ijin usaha mengalami kenaikan di semua daerah. Biaya tersebut berkisar antara Rp. 50.000 hingga RP. 500.000. Meskipun biaya pengurusan ijin usaha itu mengalami kenaikan, namun hampir semua responden menilai bahwa biaya tersebut masih dalam batas yang wajar. Akan tetapi, tidak ada bukti bahwa kenaikan biaya tersebut menghasilkan pelayanan yang lebih baik ataupun pening-katan penerimaan pemerintah daerah. Salah satu tujuan dikeluarkannya perda tersebut adalah guna menjamin bahwa pegawai yang bertugas memproses ijin usaha itu tidak menetapkan biaya secara seenaknya ataupun membebankan biaya-biaya tambahan. Akan tetapi, para pemohon menunjukkan bahwa perda tersebut tidak menjamin bahwa para pegawai pemda mematuhinya. Sebagai contoh, di Kabupaten Indramayu, di mana tidak ada biaya resmi yang ditetapkan, para pemilik usaha dilaporkan membayar antara Rp. 250.000 – Rp. 700.000 kepada pihak perantara (calo) untuk mendapatkan ijin usaha. Di beberapa daerah penelitian IRDA, banyak sekali keluhan tentang kurangnya transparansi dalam hal biaya perijinan karena pemerintah daerah sama sekali tidak mengumumkan kepada publik tentang besarnya biaya tersebut. Selain itu, kendati hampir semua pemilik usaha lokal pada hakikatnya tidak merasakan
39 Laporan ke-4
mahalnya biaya untuk mendapatkan ijin usaha, namun syarat-syarat yang dilampirkan untuk mendapatkan ijin usaha itulah yang dirasakan mahal. Sebagai contoh, ijin penggunaan lahan ataupun ijin keselamatan umum, yang keduanya harus diurus dengan mengeluarkan biaya, mungkin saja menjadi syarat dalam memperoleh ijin usaha. Pada umumnya, para anggota masyarakat setempat menilai bahwa letak pusat pelayanan ijin usaha mudah dicapai dengan menggunakan kendaraan umum. Namun demikian, mereka selalu mengemukakan kurangnya penyebaran informasi tentang tata cara dan syarat-syarat untuk mendapatkan ijin usaha. Pusat pelayanan yang tidak bersifat terpadu jarang sekali memberikan informasi yang jelas. Lamanya waktu pemrosesan ijin usaha berbeda-beda antardaerah. Pada umumnya, diperlukan waktu selama satu hingga dua minggu namun dapat pula hanya tiga hari. Akan tetapi, banyak kasus di mana waktu pemrosesan ijin usaha itu tidak jelas sama sekali karena pemerintah daerah tidak memberikan informasi tentang hal tersebut, baik secara langsung ataupun melalui edaran atau pemberitahuan lainnya kepada masyarakat.
Pemerataan Dalam hal pengurusan ijin pendirian usaha, pemerintah daerah menerapkan kebijakan yang tidak membeda-bedakan semua pemohon entah mereka itu perempuan ataupun laki-laki. Berdasarkan UU, tidak ada perlakuan khusus bagi laki-laki atau perempuan, bagi si kaya atau si miskin. Namun demikian, banyak laporan yang menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih mudah memperoleh ijin usaha ketimbang perusahaan kecil. Sebagai contoh, kendati daerah-daerah seperti Kabupaten Malang memberikan insentif bagi usaha kecil, seperti misalnya penghapusan biaya perijinan, namun dalam hal waktu pemrosesan dilaporkan bahwa perusahaan-perusahaan besar lebih cepat memperoleh ijin. Kota Metro juga meniadakan biaya administrasi bagi kelompok usaha kecil dalam mengurus ijin usaha. Di Kabupaten Buton, perusahaan-perusahaan yang investasi modalnya kurang dari Rp. 5 juta tidak perlu mengurus perijinan usaha. Namun demikian, banyak responden di sektor bisnis yang masih menilai bahwa insentif semacam ini kurang memadai bagi perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Mereka menginginkan fasilitas-fasilitas lainnya, seperti misalnya akses yang lebih baik untuk mendapatkan kredit.
40 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak-pihak Terkait Di antara semua bidang yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, keterlibatan pihak-pihak terkait dalam hal perbaikan layanan perijinan usaha dapat dikatakan paling rendah. Di Kota Pontianak, misalnya, pihak-pihak yang terkait tidak terlibat sama sekali di dalam pelaksanaan tugas ini. Asosiasi pengusaha yang berada di semua wilayah pemerintahan daerah hampir tidak pernah terlibat di dalam menentukan besarnya biaya perijinan usaha, dalam membantu memperbaiki administrasi perijinan usaha, ataupun dalam memantau dan mengevaluasi proses serta syarat-syarat yang terkait dengan pengurusan ijin usaha. Pada umumnya, pihakpihak yang terkait hanya terlibat di dalam sosialisasi kebijakan yang mengatur tentang perijinan usaha. Mereka jarang diminta memberikan masukan dalam diskusi tentang biaya, persyaratan, dan proses perijinan usaha. Para pemohon bukan hanya melaporkan buruknya penyebaran informasi, melainkan juga kurangnya saluran dan mekanisme untuk menyampaikan keluhan. Para pemilik usaha lokal di seluruh wilayah Indonesia menginginkan agar syarat-syarat perijinan usaha maupun tata cara birokrasinya disederhanakan, namun hingga kini hampir tidak ada forum di mana mereka dapat menyampaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Kesulitan di dalam menyampaikan keluhan ini terutama dirasakan di Kabupaten Banjar, Kota Semarang, Kabupaten Bangka, Kota Metro, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Malang.
41 Laporan ke-4
Faktor-faktor Pendukung •
Otonomi daerah memberikan lingkungan yang positif bagi pemerintah daerah untuk menjalankan dan meningkatkan layanan perijinan usaha. Salah satu faktor penunjangnya adalah PP yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang mengatur secara jelas tentang sistem perijinan usaha.
•
Adanya tekanan dari masyarakat setempat, khususnya kalangan dunia usaha, untuk membentuk sistem perijinan usaha yang bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
•
Tampak adanya berbagai perubahan sikap dan perilaku di kalangan petugas pelayanan, di mana kini mereka semakin ramah kepada para pemohon.
•
Berbagai upaya yang dijalankan oleh pemerintah daearh, seperti misalnya penerapan sistem satu atap ataupun menyediakan pegawai dan kantor pelayanan keliling, telah membantu memperbaiki proses pengurusan ijin usaha.
Kendala •
Para anggota masyarakat setempat bersikap apatis menyangkut tata cara perijinan usaha. Mereka tidak berpartisipasi di dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan sistem perijinan usaha, kecuali apabila hal tersebut berdampak secara langsung terhadap mereka.
•
Beberapa pemilik perusahaan cenderung menggunakan calo atau perantara guna memuluskan dan mempercepat proses perijinan. Perilaku ini menghambat upaya-upaya untuk menciptakan sistem pelayanan satu atap yang transparan dan efektif.
•
Asosiasi pengusaha yang dapat memberikan anjuran bagi tata cara perijinan yang lebih baik ternyata tidak berfungsi dan terlibat sama sekali.
•
Tidak ada mekanisme bagi para pemilik usaha untuk mengajukan keluhan mereka ataupun menuntut perbaikan layanan di bidang perijinan usaha.
42 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
REKOMENDASI PERIJINAN USAHA
•
Kisah keberhasilan sistem perijinan satu atap seyogyanya disebarluaskan ke daerah-daerah lain.
•
Rapat antar pemerintah daerah seyogyanya mengambil tema tentang sistem perijinan sebagai agenda bersama.
•
Asosiasi pengusaha hendaknya diperkuat agar dapat menganjurkan sistem layanan perijinan usaha yang lebih baik dan lebih efisien. Mereka juga dapat menekan pemerintah daerah dan aparat birokrasi untuk melaksanakan sistem layanan perijinan yang lebih transparan, lebih bersifat partisipatif, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
•
Hendaknya ada upaya-upaya bersama antara pemerintah dan swasta untuk menciptakan insentif yang jelas bagi para pemilik usaha agar mendaftarkan usaha mereka. Hal ini akan menghilangkan persepsi negatif bahwa layanan perijinan usaha hanyalah salah satu cara guna meningkatkan penerimaan daerah, dan bahwa layanan tersebut hingga taraf tertentu menjadi ajang pungutan oleh aparat pemerintah.
43 Laporan ke-4
PENCATATAN SIPIL Pencatatan sipil merupakan salah satu bentuk layanan pemerintah daerah. Tata cara dan formulir pencatatan sipil mempunyai standar nasional, namun pemerintah daerah memiliki beberapa cara sendiri dalam melaksanakan
tugas pelayanan tersebut. Pemerintah daerah telah memperoleh kemajuan di dalam memenuhi standar nasional tersebut, kendati perbedaan kuantitas dan kualitas pelayanan masih menjadi hambatan bagi tercapainya keseragaman.
Potret Pencatatan Sipil •
Ketersediaan - Pemerintah daerah pada umumnya bersikap hati-hati dalam menjalankan tanggung jawab mereka di bidang pencatatan sipil, dan berkat diberlakukannya otonomi daerah mereka bebas melakukan perbaikan proses pencatatan sipil. Akan tetapi, hanya sedikit sekali daerah yang mampu menggunakan perangkat komputer.
•
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Pemerintah daerah telah mengambil beberapa prakarsa untuk meningkatkan akses pencatatan sipil hingga ke tingkat RT/RW, dan biaya resmi yang ditetapkankan pun cukup wajar. Namun demikian, kurangnya transparansi dan akuntabilitas sering memunculkan biaya tambahan tidak resmi (pungutan liar/pungli) yang harus dibayarkan agar prosesnya bisa berlangsung cepat.
•
Pemerataan - Ada beberapa prakarsa yang khusus ditujukan bagi masyarakat miskin ataupun mereka yang tinggal di daerah terpencil. Selain itu, beberapa tata cara pencatatan sipil bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan, meskipun kini telah dilakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan tersebut.
•
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait - Pemerintah daerah dan masyarakat warga sepakat bahwa informasi tentang pencatatan sipil telah disampaikan secara meluas dan bahwa tidak diperlukan adanya forum pertemuan antar pihak yang terkait. Saluran yang dapat digunakan untuk menyampaikan keluhan juga cukup baik. PP yang ada juga menjadi faktor pendukung, dan pemerintah daerah maupun masyarakat memahami akan arti penting dari layanan pencatatan sipil. Akan tetapi, hanya sedikit sekali partisipasi masyarakat di dalam debat kebijakan nasional tentang pokok-pokok permasalahn yang berkaitan dengan layanan pencatatan sipil, dan kurangnya transparansi serta akuntabilitas terus menjadi faktor penghambat layanan pencatatan sipil di beberapa daerah.
44 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Ketersediaan Masyarakat pada umumnya menilai bahwa layanan pencatatan sipil yang dilakukan oleh pemerintah daerah telah cukup memadai, namun mereka berpendapat bahwa layanan tersebut masih bisa ditingkatkan. Ketentuan mengenai dokumentasi catatan sipil diatur dalam beberapa piranti hukum seperti misalnya UU, keputusan presiden (keppres), SK menteri, perda, dan SK kepala daerah. Tiaptiap kabupaten dan kota mempunyai sebuah kantor catatan sipil, atau dinas kependudukan (instansi pemerintah daerah). Pada umumnya, kantor catatan sipil mengeluarkan beberapa dokumen sebagai berikut: akte kelahiran, akte perkawinan, surat ganti nama, akte kematian, dan akte waris. Untuk kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), kantor catatan sipil hanya menyimpan basis datanya saja, sedangkan kewenangan untuk memproses dan menerbitkannya didelegasikan ke kantor kecamatan. Dewasa ini, beberapa pemerintah daerah memprioritaskan pada perbaikan proses penerbitan KTP, KK, dan akte kelahiran. Di Kota Balikpapan, Kabupaten Indramayu, Kota Metro, dan Kota Palu, pemerintah daerah bekerja sama dengan perusahaan asuransi setempat untuk menyediakan asuransi jiwa sebagai manfaat tambahan dalam memperoleh KTP. Pemerintah mengeluarkan KTP, sedangkan perusahaan asuransi memberikan jaminan asuransi. Bagi masyarakat miskin, baik KTP maupun jaminan asuransi tersebut diberikan secara gratis. Bagi kelompok masyarakat lainnya, besarnya premi asuransi ditambahkan ke dalam biaya pembuatan KTP.
Pencatatan perkawinan bagi mereka yang beragama Islam dilakukan oleh kantor urusan agama (KUA) yang berada di bawah Departemen Agama, dan kewenangannya tidak didesentralisasikan. Penetapan ini menyulitkan pemerintah daerah dalam mencatat dokumen kependudukan, karena data dari KUA tidak selalu dikirimkan ke kantor catatan sipil. Hal ini menyulitkan pemerintah daerah dalam menghitung jumlah keluarga maupun perkawinan secara tepat. Ruang gerak pelaksanaan pencatatan sipil memungkinkan beberapa pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas layanan yang mereka sediakan. Beberapa daerah telah melakukan perbaikan melalui penanaman modal, seperti misalnya peningkatan sistem komputer senilai Rp. 2,8 juta di Kota Balikpapan dan langkah yang sama di Kabupaten Indramayu. Di beberapa daerah lainnya, pemerintah daerah mengakui bahwa mereka perlu berbuat lebih banyak lagi guna memperbaiki layanan ini apabila dananya sudah tersedia. Di antara daerah-daerah yang menjadi objek penelitian IRDA, hanya delapan pemerintah daerah yang mempunyai sistem pencatatan sipil dengan perangkat komputer yang canggih. Daerah lainnya masih melakukan pencatatan sipil secara manual. Pemberlakuan keadaan darurat militer membuat pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memberikan layanan khusus berupa penerbitan KTP merah putih bagi masyarakatnya. Meskipun penerbitan KTP ini harus melalui pemeriksaan di kantor polisi dan TNI, masyarakat menilai proses tersebut wajar, karena KTP itu dapat menyelamatkan jiwa mereka di wilayah NAD yang sedang bergolak.
45 Laporan ke-4
Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau Guna meningkatkan kemudahan bagi masyarakat, pemerintah daerah mengakui bahwa mereka perlu melakukan perbaikan dalam hal layanan pencatatan sipil. Mereka telah mengambil beberapa prakarsa, seperti misalnya perumusan perda dan pendirian instansi khusus, serta pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada instansi-instansi di bawahnya, yakni kecamatan, kelurahan/desa, atau bahkan ketua RT/RW, untuk mengerjakan beberapa tugas seperti misalnya penyebaran dan pengumpulan formulir kependudukan. Seluruh rakyat Indonesia pada umumnya mengetahui bahwa setelah mereka mencapai usia 17 tahun, mereka harus mendaftar untuk mendapatkan KTP yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota. KTP ini sangat diperlukan dalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Informasi tentang cara mendapatkan KTP telah tersebar secara luas di beberapa kantor pemerintahan daerah, seperti misalnya kecamatan, kelurahan, dan kantor kepala desa. Penyebarluasan informasi tersebut dilakukan melalui brosur, surat selebaran, siaran radio atau televisi, pertemuan dengan masyarakat, papan pengumuman, plakat besar, dan spanduk.
Biaya layanan dokumen kependudukan bervariasi, antara Rp. 3.000 untuk KTP, hingga Rp. 73.000 untuk akte kelahiran, dan Rp. 350.000 untuk layanan KTP di Kota Balikpapan. Di hampir semua daerah, biaya yang sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi daripada biaya yang disebutkan, dan lamanya pemrosesan sangat bervariasi. Kedua persoalan tersebut muncul akibat sangat
LANGKAH-LANGKAH BIJAK Di Kota Balikpapan, masingmasing kecamatan menyebutkan secara jelas tentang jumlah biaya dan lamanya waktu pemrosesan berbagai bentuk layanan, sehingga memungkinkan anggota masyarakat untuk memilih layanan yang mereka inginkan. Layanan standar, dengan waktu pemrosesan selama 10 hari, biayanya adalah Rp. 19.000, sedangkan untuk layanan tercepat yang hanya memerlukan waktu pemrosesan selama dua jam, biayanya sebesar Rp. 350.000.
lemahnya transparansi di dalam sistem kependudukan ini. Aparat kelurahan ataupun desa, dan bahkan juga aparat dari kecamatan, kadangkala mendatangi warga masyarakat untuk “menawarkan” pemrosesan dokumen yang jauh lebih cepat dengan biaya tertentu. Di Kabupaten Lombok Barat, misalnya, meskipun biaya resmi untuk pembuatan akte kelahiran adalah sebesar Rp. 73.000, pada kenyataannya aparat membebankan biaya sebesar Rp. 150.000 hingga Rp. 200.000, yang sulit terjangkau oleh kebanyakan warga masyarakat. Apabila masyarakat tidak membayar biaya tambahan tersebut, maka lamanya pemrosesan bisa memakan waktu berbulan-bulan.
46 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Kebijakan pemerintah dapat mengganggu kelancaran proses dokumen kependudukan. Sebagai contoh, di Kota Semarang, pemerintah kota tidak mengeluarkan KTP bagi penduduk Kecamatan Wonosari karena daerah tersebut telah dirancang untuk pembangunan. Di Kabupaten Sumba Timur, pemerintah daerah setempat menolak mengeluarkan akte perkawinan bagi pasangan suami-istri yang tidak boleh mengurus dokumen karena perkawinan mereka tidak disetujui oleh salah satu agama yang diakui di Indonesia. Sistem yang jauh lebih baik berlaku di Kota Balikpapan di mana pemerintah daerah setempat, dalam upayanya mengendalikan jumlah pendatang pengangguran, mensyaratkan para pendatang untuk mengajukan bukti bahwa mereka mempunyai pekerjaan ataupun bukti bahwa hidupnya ditanggung oleh pendatang yang mempunyai pekerjaan. Kalau tidak, maka pemerintah daerah akan menerbitkan KTP musiman, dan orang yang bersangkutan harus mencari pekerjaan di kota itu dalam kurun waktu enam bulan. Bila pendatang tersebut tidak berhasil mendapatkan pekerjaan, maka pemerintah kota akan memulangkannya, dengan uang jaminan yang diserahkan oleh orang tersebut pada saat ia mendaftarkan diri untuk memperoleh KTP.
Pemerataan Pada umumnya, pemerintah daerah mengakui, dan masyarakat sependapat, bahwa mereka hanya sedikit memberi perhatian pada kebutuhan khusus masyarakat miskin ataupun masyarakat yang tinggal di daerah terpencil sehubungan dengan layanan pencatatan sipil, kendati masyarakat Indonesia pada umumnya sangat mendukung layanan semacam itu. Namun demikian, bagi orang-orang lanjut
usia (manula), pemerintah daerah telah memberikan layanan yang sangat memuaskan. Mereka mengeluarkan KTP seumur hidup, sehingga memungkinkan pemegang KTP untuk menerima perlakuan khusus pada waktu melakukan perjalanan, seperti misalnya pemberian potongan harga atas biaya transportasi. Dari sisi jenis kelamin, dokumen kependudukan, khususnya KK, selalu mencantumkan pihak suami sebagai kepala keluarga. Perempuan hanya dapat menjadi kepala keluarga apabila yang bersangkutan sudah menjadi janda. Hal semacam ini bisa jadi dikarenakan pengaruh budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Di Kota Dumai, pemerintah daerah setempat telah mengambil langkah-langkah, termasuk meninjau kembali perda yang ada, dengan membolehkan perempuan yang sudah menikah untuk dicatat sebagai kepala keluarga.
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Di Kabupaten Dairi, perda setempat memberikan potongan biaya pengurusan akte kelahiran bagi kelompok masyarakat miskin – potongan 50 persen untuk pencatatan anak pertama dan 25 persen untuk anak berikutnya. • Kota Balikpapan menerbitkan KTP secara gratis bagi kelompok masyarakat miskin.
47 Laporan ke-4
Beberapa daerah telah mencapai kemajuan besar dalam hal pencatatan data yang memuat informasi secara lengkap atas penduduk mereka, termasuk penduduk miskin dan mereka yang tinggal di daerah terpencil, dan telah melakukan beberapa perbaikan dalam hal penerbitan dokumen bagi penduduk miskin. Beberapa contohnya meliputi Kota Pontianak, Kabupaten Malang, Kota Metro, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Dairi. Di beberapa daerah penelitian IRDA, khususnya di daerah perkotaan, pemerintah daerah memperlihatkan kecenderungan untuk melarang kaum pendatang memasuki wilayah mereka, terutama guna menghindari peningkatan jumlah pengangguran. Daerahdaerah ini memberlakukan larangan-larangan tertentu dalam memperoleh dokumen kependudukan, khususnya KTP.
Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait Hampir semua pemerintah daerah berpikiran bahwa forum pertemuan khusus dengan masyarakat untuk membahas tentang berbagai kebijakan kependudukan tidaklah diperlukan karena informasi mengenai hal tersebut telah disebarkan secara luas. Pun, ada berbagai saluran guna menyebarkan informasi, seperti misalnya forum RT/RW, pertemuan arisan ibu-ibu, dan bahkan juga pengajian (pelafalan dan kelompok belajar tentang Qur’an). Lagi pula, masyarakat dapat selalu menyampaikan keluhan mereka tentang layanan tersebut kepada pihak kelurahan, kantor kepala desa, ataupun kantor kecamatan, atau dapat pula ke kantor pencatatan sipil setempat.
Masyarakat pada umumnya sepakat bahwa forum khusus tidaklah diperlukan dan menilai bahwa forum yang sudah ada, baik yang bersifat formal maupun informal, cukup memadai. Akan tetapi, di Kota Balikpapan, masyarakat menghargai upaya pemerintah daerah setempat untuk melibatkan para ketua RT di bidang administrasi kependudukan, karena hal ini dapat mempercepat waktu pemrosesan serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
48 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Faktor-faktor Pendukung •
Pemerintah pusat telah mendelegasikan wewenang yang cukup besar kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas pencatatan sipil. Meskipun syaratsyarat untuk mendapatkan layanan ini seragam di semua daerah di Indonesia, namun pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk menentukan kebijakannya sendiri, menetapkan instansi yang sesuai untuk tugas tersebut, dan memulai prakarsa mereka sendiri dalam melakukan perbaikan termasuk memberikan pelatihan kepada aparatnya.
•
Masyarakat menyadari akan pentingnya dokumen kependudukan, dan menilai layanan pencatatan sipil sebagai bagian yang integral dalam kehidupan mereka.
•
Pemerintah daerah menyadari perlunya informasi yang mutakhir dan terpercaya mengenai penduduk mereka untuk keperluan pemerintahan. Oleh karena itu, mereka menilai pengelolaan catatan sipil dan dokumen kependudukan sebagai tugas yang sangat penting.
Kendala •
Kebijakan pemerintah pusat yang berkenaan dengan dokumen kependudukan terus-menerus dikembangkan. Kini sedang dilakukan perdebatan di DPR mengenai RUU tentang kependudukan dan kesejahteraan keluarga yang menyentuh isu-isu dokumentasi. Akan tetapi, perdebatan itu tampaknya hanya terbatas terbatas pada kelompok kecil saja, dan hampir tidak melibatkan pemerintah dan masyarakat daerah.
•
Kebijakan pemerintah menyangkut urusan agama menjadi hambatan bagi pemerataan memperoleh layanan di bidang dokumentasi kependudukan. Hanya lima agama yang diakui pemerintah saja yang boleh dicantumkan dalam KTP, dan dengan demikian bersifat diskriminatif terhadap para penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, pencantuman agama pada KTP dinilai oleh masyarakat luas sebagai suatu kewajaran, karena hal tersebut memungkinkan seseorang memperoleh penguburan yang layak, khususnya bagi masyarakat miskin ataupun bagi mereka yang sudah tidak punya sanak saudara. Kebijakan mengenai agama juga melarang pencatatan perkawinan antaragama, karena kantor catatan sipil hanya dapat mengakui perkawinan yang dilakukan menurut adat salah satu agama.
•
Beberapa petugas kantor catatan sipil terlibat di dalam praktek-praktek yang bersifat negatif bagi pengembangan tata pemerintahan yang baik. Mereka menganggap pelayanan yang mereka berikan sebagai sarana untuk menambah penghasilan. Ketiadaan sistem yang bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan memungkinkan terjadinya praktek-praktek semacam ini. Salah satu dampaknya adalah bahwa masyarakat mungkin tidak berusaha mengurus dokumen kependudukan mereka, meskipun mereka memahami pentingnya dokumen semacam itu.
49 Laporan ke-4
REKOMENDASI PENCATATAN SIPIL
•
Pemerintah daerah seyogyanya mempertimbangkan – dan pemerintah pusat hendaknya turut mendorong – penerapan sistem yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Kota Balikpapan dalam rangka penyediaan layanan pencatatan sipil. Sistem semacam ini terbukti sangat menguntungkan masyarakat dari segi ketepatan waktu dan kehandalan layanan yang diberikan, serta bagi pemerintah sendiri dari segi perolehan data yang mutakhir dan dapat diandalkan mengenai penduduknya.
•
Pemerintah daerah hendaknya mengalokasikan anggaran yang cukup besar guna menciptakan sistem pencatatan sipil yang bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
•
Pemerintah daerah hendaknya menghukum aparatnya yang meminta biaya “tambahan” bagi penerbitan dokumen catatan sipil, dan memberikan sistem insentif yang transparan bagi mereka terkait dengan pelayanan ini.
•
Pemerintah daerah seyogyanya mengaitkan sistem pencatatan sipil mereka dengan unit pelayanan terpadu (UPT), di samping penyediaan layanan di kantor kecamatan. Hal ini akan semakin memudahkan masyarakat dalam mengurus dokumen kependudukan.
•
Pemerintah daerah seyogyanya berusaha keras untuk memberikan layanan yang lebih baik. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk mengurus dokumen mereka secara tepat waktu, yang pada gilirannya akan membantu pemerintah daerah dalam menyimpan data yang dapat diandalkan mengenai penduduknya.
•
Departemen Agama hendaknya mulai tekun bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri dan pemerintah daerah dalam membentuk sistem informasi yang akan memungkinkan pemerintah daerah untuk mengakses data dari KUA.
•
Pemerintah pusat hendaknya berusaha lebih keras untuk melibatkan pemerintah dan masyarakat daerah dalam membahas RUU tentang kependudukan dan kesejahteraan keluarga, maupun peraturan lain yang mengatur tentang pencatatan sipil seperti misalnya PP tentang perkawinan antaragama, guna menjamin bahwa segala kebutuhan masyarakat diakomodasi secara memadai.
50 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Prasarana Umum Yang Disediakan Oleh BUMN/BUMD A. LAYANAN KETENAGALISTRIKAN B. LAYANAN PENYEDIAAN AIR BERSIH C. LAYANAN TELEKOMUNIKASI
Sektor prasarana umum memiliki ciri yang khas dalam situasi desentralisasi. Prasarana umum disediakan oleh beberapa perusahaan, dan di Indonesia, perusahaan-perusahaan ini cenderung dimiliki oleh pemerintah dan bukannya swasta. Selain itu, kepemilikan oleh negara dapat berasal dari berbagai tingkat pemerintahan. Dalam hal penyediaan air bersih, perusahaan penyelenggaranya dimiliki oleh pemerintah daerah (BUMD), sedangkan ketenagalistrikan dan telekomunikasi, perusahaan penyelenggaranya dimiliki oleh pemerintah pusat (BUMN). Masalah prasarana umum sangatlah penting karena sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
Pun, prasarana umum membantu meningkatkan peluang ekonomi bagi masyarakat pada umumnya dan bagi dunia usaha di daerah, karena pembangunan ekonomi akan sangat tergantung kepada kualitas dan pasokan layanan yang memadai seperti misalnya saluran telepon. Mengingat pemerintah daerah kini bertanggung jawab terhadap perkembangan sosial dan ekonomi di daerahnya, maka hubungan di tingkat daerah antara BUMD dan pemerintah daerah bersifat sangat kompleks, dan sektor prasarana umum merupakan sektor yang sangat penting dalam menilai kemajuan proses desentralisasi.
51 Laporan ke-4
LAYANAN KETENAGALISTRIKAN
Menggantikan UU No. 15/1985, UU NO. 2/2002 tentang Ketenagalistrikan menerapkan paradigma baru dalam penyediaan tenaga listrik. UU tersebut menyatakan bahwa tenaga listrik dapat disediakan dan dikelola oleh perusahaan swasta ataupun oleh BUMN dan BUMD. Akan tetapi, pemerintah daerah masih menilai bahwa hanya PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero saja yang memiliki kewenangan untuk menyediakan tenaga listrik. UU tersebut lebih lanjut mewajibkan pemerintah daerah untuk menyusun suatu Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). RUKD tersebut meliputi kebutuhan listrik daerah, pembangunan pembangkit listrik dan stasiun distribusi, program listrik untuk pedesaan, rencana pembiayaan, rencana pengembangan energi primer, dan kebijakan keselamatan masyarakat setempat. RUKD merupakan acuan utama dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Menurut Pasal 5 UU No. 2/2002, pemerintah pusat harus mempertimbangkan semua RUKD dan pendapat publik sebagai masukan di dalam menyusun RUKN.
adalah jenis layanan termurah dari segi biaya beban bulanan dan biaya pemakaian. Meskipun sambungan ini masih tersedia bagi rumah tangga yang memerlukan di beberapa kabupaten/kota, namun beberapa daerah tidak lagi menyediakannya, seperti misalnya Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Kupang, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Takalar. Beberapa pemakai menilai bahwa kurangnya pasokan sambungan berdaya 450 VA menunjukkan ketidakpedulian terhadap kendala keuangan yang dihadapi oleh rumah tangga berpendapatan rendah yang memerlukan tenaga listrik. •
Lambatnya pemasangan jaringan listrik - PLN Pusat beserta cabang-cabangnya di tingkat provinsi menentukan dan mengelola rencana dan pengembangan jaringan. Akan tetapi, dana PLN untuk melakukan perluasan sangatlah terbatas, dan prioritas PLN seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan listrik di suatu daerah. Karena instalasi PLN kadangkala memerlukan waktu yang sangat lama, beberapa pemerintah daerah berinisiatif untuk membiayai jaringan baru di daerahnya.
•
Kenaikan tarif dasar listrik - Pemerintah telah beberapa kali menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Menurut PLN, kenaikan
Pokok Persoalan •
Tidak ada rencana ataupun kebijakan khusus bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang tidak mampu membayar harga listrik - Sambungan tenaga listrik berdaya 450 volt ampere (VA)
TDL ini diperlukan karena adanya
52 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
ketidakseimbangan antara biaya produksi (dalam dollar AS) dan harga jual (dalam rupiah). Kenaikan ini berdampak negatif terhadap kemampuan masyarakat umum untuk menggunakan tenaga listrik, terutama karena pemerintah juga secara serentak menaikkan harga BBM dan tarif telepon. •
LANGKAH-LANGKAH BIJAK •
Di Kota Balikpapan, kurangnya pasokan listrik telah menyebabkan dilakukannya penangguhan terhadap permohonan baru pada tahun 2001. Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah daerah setempat menyediakan delapan buah pembangkit listrik berkekuatan 10megawatt untuk digunakan oleh PLN. Ini memungkinkan PLN untuk mulai memasang jaringan listrik baru pada bulan Juli 2003.
•
Di Kabupaten Serang, pemerintah daerah setempat menghibahkan sebuah modul energi matahari yang dapat digunakan oleh 50 rumah tangga. Tiap rumah tangga hanya diharuskan membayar sebesar Rp. 10.000 per bulan. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk membeli lebih banyak modul energi matahari untuk keperluan rumah tangga lainnya.
•
Di Kabupaten Bantul, pemerintah daerah setempat membangun ratusan jaringan listrik yang tidak dapat disediakan oleh PLN. Pada bulan Juli 2003, proyek tersebut selesai, di mana pengoperasian dan pemeliharaannya diserahkan kepada PLN.
Pencatatan meter listrik yang kurang akurat - Di beberapa tempat, petugas yang bertanggung jawab mencatat pemakaian listrik tidak benar-benar mendatangi rumah pelanggan untuk membaca meter listrik. Melainkan, mereka mencatat meter listrik berdasarkan rekening bulan sebelumnya.
•
Tegangan listrik yang tidak stabil Para pelanggan menyalahkan PLN atas kerusakan alat-alat listrik dan barang elektronik mereka akibat tegangan listrik yang berubah-ubah.
•
Pasokan yang tidak stabil - Akibat keterbatasan kapasitas, PLN melakukan pemadaman bergilir di hampir semua daerah, khususnya di luar Jawa.
53 Laporan ke-4
Beberapa Prakarsa Pemerintah Daerah Guna menanggulangi kekurangan pasokan listrik di daerah mereka, pemerintah daerah telah mengambil berbagai prakarsa. Beberapa contohnya meliputi: •
Pengadaan pembangkit listrik kecil dan pembangunan jaringan (di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Balikpapan, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Bantul, Kota Pontianak, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Gorontalo)
•
•
Pekerjaan Umum setempat mengalokasikan dana sebesar Rp. 1 milyar dari anggaran tahun 2003 guna membiayai program listrik untuk pedesaan. •
Pemberian subsidi bagi pemasangan sambungan listrik untuk rumah tangga berpendapatan rendah. Ini mencakup prakarsa pemerintah daerah untuk menyediakan listrik berdaya 450 VA bagi rumah tangga berpendapatan rendah tersebut. Sebagai contoh, di beberapa
Penggunaan sumber daya alam untuk menghasilkan tenaga listrik. Kabupaten Kutai Kertanegara membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tanjung Batu yang menghasilkan tenaga listrik berdaya 20 megawatt. Kabupaten Solok mendanai pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) kecil, sedangkan Kabupaten Kupang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Jember menggunakan energi matahari guna menambah pasokan tenaga listrik.
• Di Kabupaten Bone, untuk mengurangi ketidaksesuaian jumlah tagihan listrik, setiap enam bulan sekali para siswa dipekerjakan guna membantu petugas PLN dalam mencatat meter listrik. Para siswa tersebut menerima insentif yang sama besarnya dengan petugas PLN tadi.
Penggunaan dana APBD untuk membiayai proyek prasarana ketenagalistrikan dan pembangunan jaringan, khususnya di daerah-daerah terpencil. Ini merupakan respon terhadap kenyataan bahwa PLN di tingkat kota/kabupaten kurang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk membangun jaringan listrik karena mereka hanya menjadi pelaksana keputusan yang diambil oleh PLN Pusat ataupun PLN tingkat provinsi. Di Kabupaten Kebumen, Dinas
• Di Kota Semarang, PLN telah melaksanakan Pencatatan Meter Otomatis sehingga memudahkan pencatatan meter secara akurat langsung dari kantor PLN.
LANGKAH-LANGKAH BIJAK
• Di Kabupaten Dairi, petugas pencatat meter didenda sebesar Rp. 10.000 untuk setiap rumah tangga yang pencatatan pemakaian listriknya tidak akurat.
54 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
desa di Kabupaten Indramayu, kepala desa mengajukan surat keterangan rumah tangga berpendapatan rendah kepada Dinas Pertambangan dan Energi setempat untuk mendapatkan pemasangan jaringan listrik secara gratis. Rumah tangga berpendapatan rendah tersebut lalu hanya diwajibkan membayar rekening bulanan saja.
sebagai Tahun Pelayanan Pelanggan dan tahun 2003 sebagai Tahun Perbaikan Pelayanan Pelanggan.
Koordinasi antara Pemerintah Daerah dan PLN •
Beberapa Prakarsa PLN •
PLN mengadakan Kampanye Penghematan Energi. Kampanye ini meliputi penjualan bola lampu 10- dan 20-watt yang menghemat energi listrik hingga 60 persen. PLN mengkampanyekan penggunaan lampu hemat energi itu melalui radio, televisi, dan brosur.
•
PLN membuka kesempatan yang lebih luas untuk melakukan pembayaran tagihan melalui bank, penambahan loket pembayaran, dan bekerja sama dengan karang taruna RT/RW.
•
PLN telah menggunakan berbagai mekanisme untuk menghimpun dan menjawab keluhan pelanggan. Mekanisme ini meliputi pembukaan kotak pos, temu wicara radio (di Kabupaten Serang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Semarang), membuka sambungan telepon untuk menampung pengaduan, pusat pengaduan masyarakat, papan pengumuman untuk menempelkan keluhan, dan berdiskusi langsung dengan pelanggan. Prakarsa-prakarsa ini sesuai dengan komitmen PLN tahun 2002
Pemerintah daerah memungut 2,5 - 9 persen dari rekening listrik bulanan untuk membiayai penerangan umum seperti misalnya lampu jalan.
•
PLN memberikan nasihat kepada pemerintah daerah menyangkut prakarsa untuk membangun jaringan listrik dan prasarana ketenagalistrikan di daerah pedesaan ataupun daerah terpencil. Begitu proyek pembangunan ini selesai, PLN mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan layanan ketenagalistrikan ini.
•
Pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan PLN untuk menanggulangi kekurangan pasokan tenaga listrik. Sebagai contoh, di Kabupaten Minahasa, PLN, pemerintah daerah, dan kelompokkelompok masyarakat warga bekerja sama untuk menormalisasikan tingkat permukaan air minimum yang diperlukan bagi pembangkitan tenaga listrik. Kerja sama ini meliputi penghijauan kembali daerah aliran sungai serta Program Kali Bersih (Prokasih).
•
Pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan PLN untuk menghentikan pencurian listrik, yang merupakan persoalan yang dihadapi PLN di hampir semua daerah di Indonesia.
55 Laporan ke-4
LAYANAN KETENAGALISTRIKAN
REKOMENDASI •
Pemerintah pusat seyogyanya memperluas sosialisasi UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan.
• Pemerintah daerah perlu meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagaimana diatur dalam UU yang baru tersebut untuk merumuskan rencana umum kebutuhan listrik di daerahnya. • PLN, pemerintah daerah, dan kepolisian seyogyanya mengawasi secara ketat pencurian listrik, dan mengenakan sanksi sesuai ketentuan hukum. • Pemerintah pusat dan daerah, bersama-sama dengan PLN, seyogyanya mengembangkan sumber alternatif tenaga listrik seperti misalnya energi sinar matahari.
56 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAYANAN PENYEDIAAN AIR BERSIH
Penyediaan air bersih selalu menjadi kewenangan pemerintah daerah. Wewenang tersebut dijalankan oleh sebuah BUMD, yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun hampir semua PDAM berada di kabupaten atau kota, beberapa pemerintah provinsi juga memiliki sendiri PDAM guna memperbanyak penyediaan air bersih, khususnya di daerah metropolitan yang lebih luas. Salah satu contohnya adalah PDAM Tirtanadi milik Provinsi Sumatra Utara. Pemerintah pusat tidak mempunyai peran langsung sebagai penyedia air bersih. Tetapi, pemerintah pusat berperan menentukan kebijakan dan
regulasi yang berlaku secara nasional, seperti misalnya mengatur rencana privatisasi PDAM dan menangani masalah pelestarian lingkungan, khususnya di daerah resapan air. Kedua isu inilah yang paling menjadi bahan perdebatan sengit di DPR yang kini sedang membahas RUU tentang Sumber Daya Air. Di satu pihak adalah mereka yang mendukung peran investasi swasta yang lebih besar dan tarif yang lebih tinggi bagi pelanggan. Di pihak lain adalah mereka yang mendukung agar tarif air bersih dibuat murah melalui subsidi pemerintah dan peningkatan efisiensi di antara PDAM-PDAM yang ada.
57 Laporan ke-4
bagi penyusunan kebijakan pelestarian air bersih. Kebijakan pembangunan daerah bisa jadi tidak mempertimbangkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memadai, dan akibatnya bisa mempengaruhi sumber air bersih di daerah tersebut. Sebagai contoh, di beberapa daerah seperti di Kota Jayapura dan Kabupaten Manokwari, praktek penebangan kayu secara liar sangatlah meluas, sehingga menimbulkan keprihatian yang mendalam di antara pemerintah daerah maupun masyarakat setempat. Akan tetapi, langkah-langkah bersama oleh pihak yang berwenang bagi pelestarian wilayah terbilang hampir tidak ada.
Pokok Persoalan •
•
•
Ketidakpuasan pelanggan sehubungan dengan cakupan wilayah, jumlah pasokan, dan tarif air bersih - Di hampir semua daerah penelitian IRDA, wilayah yang memperoleh distribusi air bersih dari PDAM setempat sangatlah terbatas, terutama di daerah perkotaan. Ratarata, hanya 30 persen masyarakat saja yang terlayani, yakni dari yang terendah sebesar 3 persen di Kota Dumai hingga yang tertinggi sekitar 47 persen di Kota Semarang. Di musim panas, tekanan air pada umumnya lemah, dan bahkan pasokan air dapat terhenti. Untuk mendapatkan sambungan pipa PDAM dapat memakan waktu berbulan-bulan atau kalau ingin cepat harus mengeluarkan biaya “tidak resmi” yang jumlahnya cukup besar. Beberapa pelanggan mengeluhkan tentang proses penentuan tarif yang tidak transparan. Ini diperparah lagi dengan sistem penagihan yang masih kuno sehingga sering terjadi kekeliruan mengenai jumlah pemakaian air yang sebenarnya oleh pelanggan. Ketergantungan masyarakat pada sumber air bersih alternatif - Mereka yang tidak memperoleh fasilitas air bersih dari PDAM mengambil air bersih dari sumur bor, sungai dan kolam, serta perusahaan pemasok air bersih milik swasta, atau membangun pipa distribusi mereka sendiri. Tidak ada kebijakan yang mengatur tentang pelestarian air dan pembangunan - Meskipun memiliki PDAM, pemerintah daerah memberikan prioritas yang rendah
•
Ketidakpuasan pelanggan terhadap kualitas air bersih - Beberapa pelanggan mengeluhkan bahwa air yang mereka terima ternyata kotor, terlalu banyak mengandung khlor, ataupun asin. Kualitas yang tidak menentu ini kadangkala mendorong orang untuk mencari air dari sumber air mereka sendiri, seperti misalnya dari sumur bor, penggunaan pompa bertekanan kuat, atau bahkan menadah air hujan di dalam tangki penampungan.
•
Kelemahan organisasi dan manajemen - Pemerintah daerah, sebagai pemegang saham mayoritas atau bahkan sebagai satu-satunya pemegang saham di PDAM, mempunyai andil yang sangat besar dalam pengadaan air bersih bagi masyarakatnya. Namun demikian, kurangnya keterampilan manajemen di hampir semua PDAM serta kurangnya dana yang diinvestasikan ke
58 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
bisnis tersebut baik yang berasal dari pemerintah daerah maupun sektor swasta menjadi penghambat bagi perkembangan PDAM menjadi perusahaan komersial yang tangguh. Lebih parah lagi, masalah penetapan harga yang sangat penting dalam menarik lebih banyak investasi sangat ditentukan oleh proses politik yang melibatkan DPRD. DPRD sering ingin mempertahankan harga yang rendah guna meminimalkan keluhan dari masyarakat pemilihnya, bahkan termasuk mereka yang tinggal di daerah yang cakupan layanan air bersihnya terbilang rendah.
Beberapa Prakarsa Pemerintah Daerah •
•
Beberapa pemerintah daerah telah mengambil langkah-langkah guna memeriksa kualitas air yang didistribusikan kepada pelanggan. Dinas Kesehatan Daerah melakukan pemeriksaan dan membawa sampel air ke laboratorium guna menganalisis zat-zat yang terkandung di dalamnya. Ada berbagai pendekatan yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam memecahkan masalah kekurangan pasokan air bersih. Pendekatan ini meliputi pencarian sumber air baru dan diversifikasi sumber air (Kota Balikpapan), menjalin kerja sama dengan pihak ketiga (Kota Balikpapan, Kabupaten Bekasi, dan Kota Dumai), dan melaksanakan program reboisasi (Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bandung).
•
Beberapa pemerintah daerah memberi sokongan kepada PDAM di daerahnya dengan mengalokasikan sejumlah dana APBD guna memperbaiki jaringan pipa air, dan memperluas jangkauan pelayanan dengan membeli truk tangki air, membangun hidran umum, dan menyediakan bak penampungan air bersih bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
•
Dalam mencari dana investasi bagi PDAM di daerahnya, pemerintah kabupaten/ kota berusaha mendapatkan dana dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, khususnya dari danan pembangunan
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Di Kabupaten Manokwari, pemerintah daerah setempat memberikan uang ganti rugi kepada suku-suku asli yang mengklaim bahwa tanah adat mereka telah digunakan oleh PDAM Kabupaten. • Guna menjamin pengelolaan layanan air bersih yang lebih terkoordinasi, di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram, aset PDAM dikonversikan dalam bentuk saham dan kemudian dibagi di antara kedua pemerintahan daerah tersebut (65 persen untuk Kabupaten Lombok Barat dan 35 persen untuk Kota Mataram). • Di daerah pedesaan di Kabupaten Malang, Dinas Permukiman setempat menyerahkan kewenangan pengelolaan air bersih kepada masyarakat setempat yakni Himpunan Pengelola dan Pengguna Air Minum).
59 Laporan ke-4
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (DEPKIMPRASWIL). •
Di Kabupaten Jember, setiap pelanggan yang tidak mendapatkan layanan air bersih selama dua hari berturut-turut dalam satu bulan hanya dikenakan tagihan sebesar 50 persen. Bila layanan tersebut terganggu hingga lebih dari dua hari berturut-turut, maka mereka dibebaskan sama sekali dari tagihan.
Beberapa prakarsa yang telah diambil oleh pemerintah daerah meliputi penentuan tarif air bersih yang terjangkau oleh para pelanggan. Di Kota Salatiga, misalnya, pemerintah daerah setempat melakukan survei guna menentukan taris air bersih yang pantas. Akan tetapi, pada umumnya, masyarakat daerah tidak dilibatkan di dalam proses pengambilan kebijakan.
Beberapa Prakarsa PDAM •
LANGKAH-LANGKAH BIJAK
PDAM terus berupaya mencari sumber air tambahan guna mencukupi dan memperluas sumber air yang sudah ada. Sebagai contoh, PDAM Kabupaten Bengkulu Selatan berupaya membangun instalasi air bersih baru di Bangkenang, namun upaya ini menghadapi kendala berupa keterbatasan dana.
•
Guna mencukupi dana pembangunan instalasi air bersih, beberapa PDAM berusaha mencari pinjaman dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat untuk membiayai investasi peningkatan kapasitas produksi air bersih.
•
Sebagai tindakan darurat untuk memperluas jangkauan pelayanan, beberapa PDAM mulai menggunakan dana mereka sendiri untuk menyediakan layanan truk tangki air yang membantu menjangkau masyarakat yang tidak menerima layanan air ledeng serta tidak mampu membuat sumur bor.
Koordinasi antara Pemerintah Daerah dan PDAM •
Beberapa pemerintah daerah menyokong PDAM di daerah mereka melalui subsidi terbatas, seperti misalnya untuk membayar gaji dan rekening listrik, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten OKI. Di Kabupaten OKI, pemerintah daerah setempat juga menyediakan dana guna meningkatkan kapasitas produksi PDAM, dan membantu pemasangan alat pengukur pemakaian air untuk masing-masing dari 2.500 pelanggan baru.
60 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAYANAN PENYEDIAAN AIR BERSIH
REKOMENDASI •
Pihak PDAM seyogyanya menetapkan suatu mekanisme guna memberikan ganti rugi kepada pelanggan apabila layanan yang diberikannya kurang memuaskan.
•
Pemerintah daerah seyogyanya merangsang masuknya investasi pihak ketiga di sektor penyediaan air bersih dengan membuka peluang kerja sama manajemen dan operasional, dan dengan menerapkan mekanisme penetapan harga yang menarik bagi para investor berdasarkan pertimbangan faktor ekonomi dan bukannya faktor politik.
•
Pemerintah kabupaten/kota, dengan dukungan kebijakan pelestarian lingkungan dan dana pembangunan kembali dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, seyogyanya mendorong pelestarian lingkungan, khususnya di daerah resapan air.
•
Pemerintah daerah dan PDAM seyogyanya mendorong dan memperluas keterlibatan masyarakat di dalam penyediaan air bersih, khususnya di daerah pedesaan. Partisipasi masyarakat ini meliputi kegiatan pembangunan prasarana, pemberian hibah, dan penyelenggaraan pelatihan manajemen.
•
Khusus untuk mencegah pencurian dengan cara merusak jaringan pipa PDAM, pemerintah daerah seyogyanya meningkatkan kewaspadaan dengan memberlakukan perda yang lebih keras dan melaksanakan penegakan hukum secara serius melalui aparat kepolisian dan aparat hukum lainnya.
61 Laporan ke-4
LAYANAN TELEKOMUNIKASI Tidak seperti air bersih dan listrik, banyak orang menganggap layanan telekomunikasi sebagai hal yang tidak penting. Akan tetapi, bila kabupaten/ kota ingin berkembang dan terlibat di dalam kegiatan ekonomi modern, maka layanan ini sangat penting dan bersifat strategis. Di samping telekomunikasi dasar, layanan ini juga dapat mendukung akses internet dan program e-governance, dan dengan demikian meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta meningkatkan peluang bisnis. Di Indonesia, seperti halnya di sebagian besar negara berkembang lainnya, telekomunikasi memiliki peraturan yang sangat ketat dan cenderung dimonopoli oleh negara _ dalam hal ini, oleh pemerintah pusat meski di era otonomi daerah sekalipun. Hal ini karena telekomunikasi memerlukan kemampuan teknologi yang tinggi serta investasi dalam jumlah yang teramat besar. Melalui BUMN yang dikelolanya, yaitu PT TELKOM, pemerintah pusat bukan hanya bertindak sebagai regulator tetapi sekaligus juga sebagai penyelenggara bisnis ini, dan
bertanggung jawab menyediakan layanan telekomunikasi ke setiap daerah di kepulauan nusantara ini. Layanan jaringan tetap (kabel tanah) yang disediakan oleh PT TELKOM kini bertambah luas dengan adanya layanan telepon selular, sehingga membuat jangkauannya relatif luas dibeberapa daerah. Meskipun terdesak oleh kebutuhan akan layanan telekomunikasi yang memadai, pemerintah daerah menghadapi kendala berupa kurangnya keterampilan teknologi dan manajemen di samping juga kendala keuangan untuk memasuki pasar sebagai penyelenggara perusahaan telekomunikasi mereka sendiri. Mereka juga kekurangan sumber dana investasi. Selain itu, mereka hampir tidak memiliki relasi dengan PT TELKOM selaku penyelenggara utama layanan telekomunikasi. Jadi, meskipun sebagian masyarakat menuntut pelayanan yang lebih baik, satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini guna meningkatkan layanan dan memperbaiki jaringan di daerah mereka adalah dengan mendesak PT TELKOM ataupun pemerintah pusat.
62 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Pokok Persoalan •
Kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dan PT TELKOM – Koordinasi antara pemerintah daerah dan PT TELKOM selaku penyelenggara layanan dalam membangun fasilitas telepon tambahan serta menangani keluhan masyarakat dilaporkan sangat kurang. Keluhan dan tuntutan bagi layanan yang lebih baik sampai di telinga pemerintah daerah, namun hanya sedikit yang bisa dilakukan guna mengatasi keadaan ini. Para responden merasa bahwa karena layanan telepon merupakan kegiatan yang berorientasi pada perolehan laba, maka daerah yang mendapatkan prioritas adalah daerah yang paling banyak menghasilkan pemasukan.
•
Kepuasan pelanggan yang beragam - Di semua daerah penelitian IRDA, kepuasan pelanggan terhadap layanan telekomunikasi bermacam-macam, ada yang puas tetapi ada pula yang tidak.
•
Terbatasnya fasilitas telepon di pedesaan dan daerah terpencil – Layanan telepon pada umumnya hanya tersedia di daerah perkotaan. Karena kesulitan untuk mendapatkan saluran telepon kabel tanah, pemerintah kabupaten/kota di daerahdaerah terpencil cenderung menggunakan telepon selular. Jenis telepon ini lebih mahal ketimbang telepon biasa namun memudahkan komunikasi di daerah-daerah yang berada dalam radius pemancar selular. Jaringan telepon selular tersedia di semua daerah, meskipun pada umumnya terbatas hanya di ibukota kabupaten/kotamadya karena langkanya menara pemancar selular.
•
•
Tiadanya insentif untuk mendirikan fasilitas warung telepon umum - Di beberapa daerah, tata cara pendirian warung telepon umum (wartel) sangatlah rumit. Perusakan – Meskipun sarana telepon umum membuat layanan telepon menjadi lebih mudah bagi lebih banyak orang, namun upaya menjaganya agar tetap berfungsi dan bebas dari perusakan merupakan persoalan yang dihadapi. Baik pemerintah daerah maupun PT TELKOM menuding kurangnya rasa tanggung jawab masyarakat sebagai penyebab hal ini.
Beberapa Prakarsa Pemerintah Daerah •
Karena penyediaan layanan telekomunikasi sepenuhnya dilakukan oleh BUMN, maka peran pemerintah daerah hanyalah sebagai perantara antara masyarakat dan PT TELKOM. Pada umumnya, mereka meminta penambahan fasilitas telepon dengan mendesak PT TELKOM untuk memperluas jaringan dan meningkatkan investasi mereka.
•
Pada umumnya, pemerintah daerah memberikan dukungan kepada PT TELKOM dalam pemasangan jaringan telepon dengan mengijinkan penggalian jalan umum untuk menanam kabel.
•
Beberapa pemerintah daerah memberikan dukungan keuangan untuk proyek-proyek perluasan layanan telekomunikasi di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Sebagai contoh, Kabupaten Solok mengalokasikan dana APBD untuk membiayai pengadaan sistem radio dengan gelombang tunggal.
63 Laporan ke-4
Beberapa Prakarsa PT TELKOM •
•
•
Guna menanggulangi masalah lambannya instalasi jaringan telepon dan kabel tanah, PT TELKOM telah melaksanakan beberapa program seperti misalnya program Telkom Flexi. PT TELKOM telah menerapkan inovasi baru dan pada umumnya menanggapi secara cepat terhadap keluhan pelanggan. Beberapa contohnya meliputi kerja sama dengan pihak bank dan koperasi demi menciptakan sistem pembayaran tagihan yang lebih efisien, membuka nomor telepon untuk menerima keluhan, membuka meja khusus untuk pengaduan pelanggan, dan menugaskan pegawainya untuk menangani keluhan pelanggan. Di beberapa daerah, PT TELKOM secara berkala melakukan survei kepuasan pelanggan guna meningkatkan layanannya. Hasil survei tersebut menjadi bahan masukan bagi manajemen. Di Kota Jayapura, survei pelanggan dengan sampel yang diambil dari wilayah provinsi pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa 82 persen pelanggan merasa puas dengan kualitas layanan yang diberikan. Di Kota Palu, peringkat kepuasan pelanggan mencapai 94 persen, yang sebagian besar dikarenakan langkah cepat yang diambil PT TELKOM dalam menangani keluhan.
Koordinasi antara Pemerintah Daerah dan PT TELKOM •
Pada umumnya, koordinasi antara pemerintah daerah dan PT TELKOM terpusat pada pemasangan fasilitas telepon yang memerlukan penggalian jalan umum maupun lahan milik perorangan. PT TELKOM berkoordinasi dengan
•
•
Dinas atau Kantor Pekerjaan Umum dan Telekomunikasi setempat. Di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Lombok Barat, pemerintah daerah memungut pajak dari PT TELKOM atas penggalian lahan milik pemerintah. Pemerintah daerah mendukung PT TELKOM dalam memelihara telepon umum dengan menjaganya dari tindak perusakan. Beberapa pemerintah daerah dan PT TELKOM menjalin kerja sama untuk menanggulangi persoalan ketiadaan fasilitas telepon di daerah pelosok pedalaman. Di Kabupaten Gorontalo, Dinas Perencanaan Pembangunan Daerah setempat mengundang kantor cabang PT TELKOM di Limboto untuk membahas masalah telekomunikasi di daerah itu serta mengajukan usul bagi pelaksanaan program perbaikan dalam rangka penambahan jaringan di daerah-daerah yang sekarang masih terisolir dari segi telekomunikasi.
LANGKAH-LANGKAH BIJAK • Di Kabupaten Dairi, PT TELKOM menetapkan layanan penyelesaian keluhan selama satu hari kerja. • Di Kabupaten Kupang, PT TELKOM memasang akses internet dan 550 unit Telkom Flexi. • Di Kabupaten Kupang, PT TELKOM memberikan pelatihan tentang telekomunikasi di sekolah-sekolah menengah, universitas, dan instansi pemerintah.
64 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
REKOMENDASI LAYANAN TELEKOMUNIKASI
•
Pemerintah daerah seyogyanya diperbolehkan memiliki saham sendiri di BUMN, dalam hal ini PT TELKOM, guna meningkatkan posisi tawar mereka dengan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi itu.
• Perlu dikembangkan koordinasi yang bersifat sistematis antara pemerintah daerah dan PT TELKOM agar tercapai keseimbangan antara tujuan PT TELKOM yang ingin memperoleh laba dengan tujuan pemerintah kota/ kabupaten yang berorientasi pada pemberian layanan kepada masyarakatnya. • Pemerintah daerah hendaknya memberlakukan secara tegas hukuman terhadap tindak perusakan telepon umum.
65 Laporan ke-4
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYRAKAT
Keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah isu yang terkait langsung dengan otonomi daerah. Akan tetapi, keamanan dan ketertiban masyarakat yang terjaga dengan baik akan mempengaruhi keyakinan investor di daerah yang bersangkutan, dan peningkatan investasi akan menguntungkan pemerintah daerah serta dapat menunjang otonomi daerah. Pun, isu ini mencerminkan kompleksitas pemerintahan daerah setelah berlakunya otonomi daerah, karena melibatkan berbagai instansi dari tingkat pemerintahan yang berbeda. Pada umumnya, masyarakat mempunyai persepsi bahwa aparat keamanan nasional memiliki wewenang untuk melaksanakan tugastugas seperti berikut ini yang pada akhirnya terkait dengan keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah:
(1) menjamin penegakan hukum; (2) menegakkan serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat; dan (3) melindungi dan melayani masyarakat. Kepolisian RI, yang pada tingkat kabupaten/kota diwakili oleh Kepolisian Resort (Polres), adalah instansi utama yang bertanggung jawab menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun demikian, pemerintah daerah, DPRD, Kepolisian RI, kantor Kejaksaan Agung pada berbagai tingkatan, pengadilan, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas), Polisi Pamongpraja, dan masyarakat umum memandang masalah keamanan sebagai tanggung jawab setiap orang. IRDA IV meneliti aspek-aspek penting dari keamanan dan ketertiban masyarakat dari sudut pandang masyarakat maupun aparat keamanan.
66 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Kotak 2.
Institusi-institusi Penyelenggara Keamanan dan Keterrtiban Masyarakat
No
1
Instansi Pemda
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Badan Kesatuan Bangsa dan
2
3
4
5
Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas)
Peran Utama Melaksanakan perda dan SK kepala daerah. Menjaga ketertiban umum, Melakukan patroli, Mengawasi kegiatan pedagang kaki lima, prostitusi dan minuman keras, Mengamankan rapat umum dan demostrasi massa
Mendorong partisipasi masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban umum, melatih anggota Pertahanan Sipil (Hansip), dan mengawasi organisasi massa, partai politik, dan aparat intelijen, bekerja sama dengan TNI dan Polri.
Badan Koordinasi Intelijen Daerah (Bakorinda)
Bertindak sebagai badan intelijen resmi.
Instansi Pemerintah Pusat
Peran Utama
Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Memberikan pelatihan bagi Perlawanan Rakyat (Wanra).
Kepolisian RI (Polri)
Melaksanakan UU nasional, menangkap pelaku kejahatan yang melanggar UU nasional, memberikan pelatihan bagi Satuan Pengamanan (Satpam), Keamanan Rakyat (Kamra), serta menjaga keamanan dan ketertiban berdasarkan kerangka perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
Gambaran Umum Kelembagaan UU No. 22/1999, Pasal 120, Ayat 1 memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, dibentuklah sejumlah dinas yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah. Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa instansi yang melaksanakan tugas yang terkait dengan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ketiga
instansi yang disebutkan pertama merupakan bagian dari struktur pemerintah daerah. Dua instansi yang disebutkan terakhir memberikan layanan di tingkat daerah, tetapi bukan berada di bawah wewenang pemerintah daerah. Kedua instansi tersebut (TNI dan POLRI) memiliki struktur birokrasi yang sejajar dengan struktur pemerintahan sipil, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan.
67 Laporan ke-4
Pokok Persoalan •
Sebagian besar masyarakat menilai bahwa keamanan dan ketertiban di daerahnya cukup terjamin dan terkendali. Sesungguhnyalah, di Kabupaten Solok, penduduk setempat menilai bahwa daerah mereka sangat aman sehingga tidak perlu lagi dilakukan peningkatan keamanan. Namun demikian, penduduk di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Serang, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lombok Barat, berpendapat bahwa keamanan dan ketertiban daerah setempat telah merosot dalam beberapa tahun terakhir ini.
•
Masyarakat daerah berharap agar para petugas keamanan berjaga-jaga di tempattempat umum, melakukan patroli dei keramaian umum, dan bersiaga di daerah pusat kerusuhan. Banyak masyarakat yang mengeluhkan keterlambatan aparat keamanan dalam menanggapi pengaduan masyarakat, tiba di tempat kejadian perkara, dan melakukan penyelidikan.
•
Kurangnya disiplin, komitmen, kelakuan baik, dan profesionalisme masih menjadi persoalan. Laporan tentang aparat keamanan yang sengaja mencari-cari kesalahan agar mendapatkan uang suap merupakan hal yang biasa. Salah satu indikasinya adalah tingginya jumlah sidang pra-peradilan terhadap tindak pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan aparat keamanan lainnya di Pengadilan Negeri Kota Manokwari. Banyak orang berpendapat bahwa gaji yang rendah serta personil yang kurang terlatih merupakan faktor penyebab terjadinya persoalan tersebut di atas.
•
Di perkotaan, para pedagang kakilima pada umumnya menjadi isu yang penting berkenaan dengan keamanan dan ketertiban, dan aparat keamanan memandang hal ini sebagai persoalan yang mengganggu. Akan tetapi, di daerahdaerah kabupaten dan pedesaan, kecuali di kabupaten-kabupaten yang terletak di Jawa, pedagang kakilima tidak dianggap sebagai masalah.
•
Kebijakan pemerintah daerah berkenaan dengan pembangunan sosialekonomi memiliki implikasi di bidang keamanan. Beberapa contohnya meliputi pembangunan gedung pasar ataupun terminal bus yang baru. Kedua fasilitas baru ini memerlukan tambahan pos polisi. Pemerintah daerah dan POLRI melakukan koordinasi guna menanggulangi masalah peningkatan kebutuhan aparat keamanan sebagai akibat dari adanya proyek pembangunan. Namun demikian, pada umumnya, pemerintah daerahlah yang menanggung semua biaya yang terkait dengan proyek ini.
Beberapa Prakarsa Pemerintah Daerah •
Di Kabupaten Indramayu, pemerintah daerah setempat melaksanakan prakarsa “antisipasi dini” dan “sistem peringatan dini” serta menyelenggarakan pelatihan bagi petugas Linmas dengan bekerja sama dengan pihak POLRI. Prakarsa ini juga melibatkan masyarakat secara langsung di dalam rapat-rapat dan forum musyawarah.
68 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
•
Hampir semua daerah mengalokasikan dana bagi keamanan dan ketertiban masyarakat di dalam APBD yang dialokasikan kepada satuan Polisi Pamongpraja, Kesbanglinmas, dan POLRI. Dana ini menunjang kegioatan operasional umum, operasional kendaraan, pembelian peralatan, kegiatan patroli, dan tugas-tugas lainnya. Pada umumnya, dukungan keuangan yang diterima oleh aparat keamanan daerah dilaporkan kurang mencukupi. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa meskipun pemerintah daerah mengeluarkan dana untuk operasional kepolisian dan aparat militer, namun tidak satu pun di antara kedua instansi keamanan ini yang tunduk dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. Demikian pula, dana pembiayaan tersebut pada umumnya disahkan oleh kepala daerah, yang berarti bahwa tidak ada pertanggungjawaban kepada DPRD ataupun masyarakat luas.
Beberapa Prakarsa Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA) dan Aparat Keamanan •
Rasio antara petugas kepolisian dan masyarakat diproyeksikan mencapai 1:750 pada akhir tahun 2004. Ini menyiratkan bahwa jumlah petugas keamanan kurang memadai, yang didukung oleh fakta tentang semakin meningkatnya angka kejahatan. Guna menanggapi persoalan ini, pihak POLRI telah melakukan berbagai upaya guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kesatuannya. Pun, kegiatan siskamling dan ronda telah meningkatkan peran aktif masyarakat di dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
•
Meskipun UU No. 22/1999 tidak menyebut MUSPIDA sebagai bagian dari lembaga pemerintah daerah, namun sesuai dengan Keppres No. 10/18998, MUSPIDA masih berjalan di hampir semua daerah di Indonesia. Lembaga tersebut berfungsi
Anggota MUSPIDA Plus yang Diperluas • Ketua Pengadilan Negeri (Kabupaten Solok dan Kabupaten Kapuas) • Wakil Walikota, Sekretaris Wilayah Daerah, Ketua Pengadilan Tata Niaga, Ketua Pengadilan Agama, TNI AU, Komandan Brimob, Komandan Detasemen Polisi Militer, Komandan Pangkalan Udara, Kepala Kantor Imigrasi, dan Ketua Lembaga Pemasyarakatan (Kota Semarang) • 10 partai politik besar (Kabupaten Bantul) • Rektor UNIPA (Kabupaten Manokwari) sebagai badan koordinasi semua kegiatan pemerintah daerah, termasuk di bidang keamanan. MUSPIDA mengadakan pertemuan bulanan ataupun triwulanan, dan mengadakan rapat khusus dalam hal terjadi keadaan darurat. Beberapa contohnya meliputi bencana alam ataupun demonstrasi massa yang terkait dengan peristiwa politik, seperti misalnya pemilihan kepala daerah. Di beberapa daerah, MUSPIDA telah berkembang menjadi MUSPIDA Plus, dengan penambahan beberapa anggota dari instansi lain.
69 Laporan ke-4
Kerja sama bidang keamanan di tingkat daerah •
•
Polisi Pamongpraja, POLRI, Pejabat Kabupaten/Kota, dan Komando Distrik Militer (Kodim) saling berkoordinasi satu sama lain dalam menjaga ketertiban masyarakat. Sasaran utama dari kerja sama itu adalah tindak kejahatan yang terkait dengan masalah sosial, seperti misalnya prostitusi dan perjudian, hingga kepada pencurian kendaraan bermotor dan penebangan kayu liar. Keterlibatan masyarakat dalam mengelola keamanan daerahnya serta dalam menjaga ketertiban mencakup beberapa cara. Di beberapa daerah, mekanisme tersebut mencerminkan konsep lama tentang keamanan dan ketertiban, yakni mencakup Hansip, Wanra, dan Kamra. Dua yang disebutkan belakangan masih ada hingga sekarang, misalnya di Kota Balikpapan, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Minhasa. Akan tetapi, di daerah-daerah lain, telah digunakan suatu mekanisme baru, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam berbagai organisasi keamanan. Sebagai contoh, di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Bandung, pihak POLRI melakukan Pembinaan Kemitraan bagi 15 anggota Tim Penanggulangan Penyakit Sosial di tiap desa/kelurahan. Di Kabupaten Gianyar, pecalang yang bersifat mandiri bertindak selaku satuan pengamanan tradisional yang diberi wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah desa adat (pekraman). Di Kabupaten Solok, pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan pihak POLRI melibatkan nagari (desa-desa tradisional),
yang mempunyai lembaga sendiri di dalamnya dengan tanggung jawab menegakkan hukum adat. Kerja sama ini meliputi pembagian informasi, koordinasi sehubungan dengan adanya peristiwa kenegaraan, serta melaporkan dan menanggapi berbagai gangguan keamanan yang terjadi.
Mekanisme Keterlibatan Masyarakat • Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) di Kota Dumai, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Serang, Kota Salatiga, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Kupang • Lembaga swadaya masyarakat (seperti misalnya LKKMD di Kota Dumai, Paga Nagari di Kabupaten Solok, dan Pecalang di Kabupaten Gianyar) • Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (POKDAKAMTIBMAS) di Kota Semarang • Pengamanan Swakarsa (Pamswakarsa) di Kabupaten Lombok Barat • Forum Bersama di Kabupaten Bone • Ronda Malam di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Indramayu • Partisipasi para tetua adat dan kepala suku dalam pengaturan keamanan di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Gianyar
70 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
REKOMENDASI
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
• Kelima lembaga keamanan beserta dinas pemerintah daerah lainnya seyogyanya melanjutkan dan mengintensifkan mekanisme koordinasi. • Pemerintah daerah seyogyanya memfasilitasi, menyusun, dan mendukung semua jenis prakarsa, partisipasi, dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban. • Pemerintah daerah, masyarakat setempat, dan aparat keamanan seyogyanya bekerja sama di dalam mengembangkan sistem “peringatan dini”. • Pemerintah daerah seyogyanya meningkatkan transparansi sehubungan dengan pengalokasian dana APBD untuk keperluan keamanan, yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat. Anggaran tersebut hendaknya menjelaskan secara gamblang tentang program-program apa saja yang dibiayai dan instansi mana yang bertanggung jawab melaksanakannya. Pemerintah daerah seyogyanya mewajibkan aparat TNI dan POLRI untuk melaporkan penggunaan dana APBD, dan hendaknya menyebarluaskan informasi tersebut kepada masyarakat.
71 Laporan ke-4
KEMAJUAN DESENTRALISASI DIPANDANG DARI PRISMA PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
IRDA IV meneliti tentang penyediaan berbagai jenis layanan kepada masyarakat daerah, baik yang menjadi kewenangan maupun yang bukan kewenangan langsung pemerintah daerah. IRDA IV juga mengamati kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat, suatu sektor yang rumit di mana, berdasarkan UU, pemerintah pusat dan daerah sama-sama memiliki wewenang dan tanggung jawab. Hasil-hasil temuan utamanya adalah sebagai berikut:
72 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
•
Sesuai dengan hasil temuan IRDA sebelumnya, IRDA IV menegaskan bahwa otonomi daerah tidak mengakibatkan terganggunya penyediaan berbagai layanan dasar. Sesungguhnyalah, di beberapa daerah, pemerintah daerah setempat memperkenalkan program-program baru dalam rangka meningkatkan pelayanan.
•
Di daerah-daerah terpencil, pelayanan tersebut pada umumnya tidak tersedia, dan kalaupun ada kualitasnya sangatlah buruk. Guna mengatasi persoalan ini, pemerintah daerah telah mengambil beberapa prakarsa seperti misalnya pengadaan puskesmas keliling, pembukaan SD dan SMP kelas jauh di daerah pedalaman, serta layanan truk tangki air bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah terpencil ataupun mereka yang tidak mampu membayar biaya pemasangan pipa ledeng. Kecenderungan yang sama juga terjadi di sektor telekomunikasi, di mana investasi pemerintah daerah bagi pengadaan fasilitas telepon selular tampak semakin meningkat.
•
Beberapa pemerintah daerah mempunyai program-program yang melayani para penduduk yang nasibnya kurang beruntung dan layak untuk ditiru. Beberapa contohnya meliputi pemeriksaan medis secara gratis bagi para ibu hamil, kartu sehat bagi masyarakat miskin yang memberikan hak kepada mereka untuk mendapatkan layanan rawat inap ataupun rawat jalan secara gratis, serta beasiswa bagi siswa/siswi dari keluarga miskin.
•
Profesionalisme aparat pemerintah daerah dalam memberikan layanan kepada masyarakat perlu ditingkatkan. Banyak masyarakat yang prihatin tentang kualitas guru, dokter serta petugas kesehatan lainnya, para petugas yang bertanggung jawab mengeluarkan ijin usaha dan dokumen catatan sipil, serta layanan di bidang keamanan dan ketertiban. Beberapa pemerintah daerah mengambil langkah-langkah guna meningkatkan profesionalisme aparatnya dengan mengalokasikan dana bagi pelatihan mereka.
•
Di beberapa sektor, ada perbedaan antara biaya resmi pelayanan sebagaimana yang ditetapkan oleh UU dan biaya yang sebenarnya. Akibatnya adalah bahwa para pemakai layanan tersebut pada akhirnya harus membayar lebih mahal daripada yang disyaratkan oleh UU. Beberapa contohnya meliputi pengurusan ijin usaha dan dokumen catatan sipil. Adanya perbedaan ini mencerminkan kurangnya transparansi di dalam prosedur baku penyediaan layanan. Beberapa pemerintah daerah mengambil langkah-langkah guna menanggulangi keadaan ini, seperti misalnya pembentukan sistem pelayanan satu atap dalam hal perijinan usaha.
•
Kurangnya fasilitas seperti misalnya perangkat komputer menghambat pemerintah daerah dalam menyediakan layanan secara lebih efisien. Di bidang perijinan usaha dan pencatatan sipil,
73 Laporan ke-4
pemrosesan dokumen secara manual masih menjadi hal yang biasa. Keadaan ini bukan hanya mengakibatkan suburnya praktekpraktek KKN, tetapi juga membuat beberapa layanan menjadi tidak mudah diperoleh dan biayanya tidak terjangkau. •
•
Pemerintah daerah memandang diri mereka sebagai pengawas atas layanan prasarana umum yang bukan merupakan tugas dan tanggung jawab mereka. Akan tetapi, koordinasi antara pemerintah daerah dan perusahaan penyedia layanan prasarana umum (seperti misalnya PDAM, PLN, PT TELKOM) masih kurang terjalin baik. Dengan demikian, ketika keluhan pelanggan tiba di meja aparat dan birokrat pemerintah daerah, tidak ada mekanisme kerja sama guna menyelesaikannya.
•
Seperti halnya pemerintah daerah, BUMN/BUMD yang bertanggung jawab menyediakan layanan prasarana umum pun berusaha keras untuk meningkatkan layanan mereka. Beberapa di antaranya telah menerapkan mekanisme yang memungkinkan mereka untuk menanggapi secara cepat semua keluhan pelanggan. Sebagian lainnya berupaya mencari pinjaman dari pihak luar guna membiayai proyek-proyek perluasan yang akan mengatasi masalah kurangnya pasokan air bersih dan tenaga listrik.
•
Sebagian besar masyarakat menilai bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat telah terjamin dan terkendali. Namun demikian, banyak masyarakat yang mengeluhkan lambannya aparat kepolisian dalam menanggapi pengaduan serta menyelidiki suatu kasus.
Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan pelayanan masih terbilang rendah. Akibatnya, sudah tentu masyarakat kurang memiliki akses terhadap informasi. Partisipasi mereka dalam kegiatan pemerintahan akan tergantung pada sejauh mana mereka mengetahui persoalan yang dihadapi. Sebagai contoh, masyarakat mengeluh bahwa mereka kurang memperoleh informasi secara memadai dari pemerintah daerah mengenai program kesehatan dan pendidikan ataupun tata cara serta syarat untuk mendapatkan ijin usaha.
•
Pamongpraja, Kesbanglinmas, dan POLRI, meskipun lembaga-lembaga ini tidak berada di bawah kendali pemerintah daerah.
Meskipun terus menghadapi kendala pendanaan, pemerintah daerah terus berusaha menyediakan dana bukan hanya dalam membiayai layanan yang mereka berikan secara langsung kepada masyarakat, melainkan juga dalam menyokong layanan prasarana umum yang dijalankan oleh BUMN/BUMD. Beberapa pemerintah daerah telah menyediakan dana bagi perbaikan fasilitas air bersih, jaringan telekomunikasi, dan pasokan tenaga listrik. Di samping itu, untuk sektor keamanan dan ketertiban, hampir semua daerah mengalokasikan dana bagi Polisi
74 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAMPIRAN A. Pemberian Umpan Balik Secara Tepat Waktu Melalui Metode IRDA Ada banyak sekali pokok bahasan yang dapat dipelajari tentang desentralisasi. Akan tetapi, perdebatan mengenai kebijakan perlu diperjelas sesegera mungkin agar segera dapat diambil tindakan oleh pihakpihak utama yang terkait. Di sinilah letak kegunaan metode IRDA. Metode ini mengusahakan keseimbangan antara penyediaan informasi yang cukup bermanfaat dalam menjelaskan perdebatan tentang kebijakan, dan menyediakan informasi tersebut secara tepat waktu. Memusatkan perhatian pada sekumpulan informasi yang terbatas namun relevan lebih mujarab ketimbang mengumpulkan banyak sekali informasi yang memerlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. IRDA menggunakan metode evaluasi dalam memantau desentralisasi di Indonesia. IRDA merupakan bagian dari metode evaluasi lainnya, seperti Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang menggunakan teknik pengumpulan data secara “informal”, yakni wawancara semi-terstruktur dan analisis data sekunder. Kendati secara umum metode yang digunakan bersifat kualitatif, namun pengumpulan informasi dan analisis dilakukan berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif. Guna mengetahui sudut pandang masyarakat daerah serta memperkaya pemahaman terhadap informasi yang terkumpul, maka kegiatan pengumpulan data di lapangan dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian yang paham tentang lokasi penelitian dan juga tentang desentralisasi. Unit analisis yang digunakan dalam proses penilaian ini adalah kota/kabupaten yang memang memperoleh limpahan kekuasaan sangat besar dari pemerintah pusat. Pengumpulan data dalam kerangka IRDA terutama dilakukan melalui wawancara dengan responden-responden penting serta berbagai diskusi kelompok yang menjadi pusat perhatian. Penggunaan berbagai teknik dan metode memungkinkan pelibatan tiga tingkat pemerintahan serta validasi terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Proses pengembangan analisis dan rekomendasi dalam kerangka IRDA bersifat partisipatif. Jadi, dengan memaksimalkan penggunaan metode yang bersifat partisipatif, proses IRDA itu sendiri dapat membantu menciptakan mekanisme dialog antarpelaku utama baik di tingkat nasional maupun daerah.
Gambar 4.
Pengumpulan Data
IRDA merupakan proses yang bersifat siklis dengan beberapa tahapan.
Penulisan Laporan Seminar Pengarahan
Seminar Sintesis Perumusan Materi Wawancara dan Diskusi
Presentasi Publik Tingkat Nasional
Penyusunan Tahapan/ Agenda Penelitian Presentasi Publik Tingkat Daerah Penulisan Sinopsis Laporan
75 Laporan ke-4
Tahapan-Tahapan dalam Proses IRDA Penyusunan Tahapa/Agenda Penelitian. Fase ini merupakan tahap penyusunan agenda penelitian dan penentuan tema-tema yang akan dicakup dalam kegiatan ini. Ini mencakup kegiatan pengumpulan informasi secara partisipatif tentang isu-isu yang sebaiknya disorot dalam IRDA, berdasarkan kepentingan pihak-pihak yang terkait. Isu utamanya masih tetap sama dari tahun ke tahun, sehingga memungkinkan IRDA untuk mengukur kemajuan desentralisasi secara konsisten. Isu-isu baru dapat ditambahkan ke dalam siklus IRDA berikutnya, berdasarkan masukan dari para pelaku kebijakan. Perumusan Materi Wawancara dan Diskusi. Sekelompok teman sejawat atau kelompok kecil yang mewakili pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta, bersama-sama dengan the Asia Foundation dan beberapa kelompok kerja lainnya mengamati tentang desentralisasi, menyaring berbagai tema dan isu guna merumuskan materi pertanyaan wawancara dan diskusi. Seminar Pengarahan. Pengarahan bagi mitra peneliti di daerah akan menjamin bahwa semua lembaga yang melaksanakan IRDA mempunyai pemahaman yang sama tentang parameter penilaian, agenda penelitian, materi wawancara, dan metode pengumpulan data. Sebagai bagian dari komitmen the Asia Foundation untuk membangun kelembagaan di daerah, dan pada akhirnya mengalihkan teknologi ini kepada mereka, mitra-mitra kerja dari daerah turut dilibatkan dalam proses pengumpulan data. Pengenalan mitra-mitra kerja di daerah terhadap daerah yang menjadi target penelitian sangatlah penting karena mereka memahami isu-isu desentralisasi yang spesifik di daerah tersebut, serta memahami materi-materi wawancara apa saja yang perlu diajukan. Pengumpulan Data. Mitra peneliti di daerah mengumpulkan informasi dengan melakukan serangkaian lokakarya yang bersifat partisipatif dan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan, dan juga menggunakan diskusi kelompok yang menjadi sasaran sebagai metode pengumpulan data primer. Data yang dihimpun dari dialog-dialog yang berpautan satu sama lain itu divalidasi dan deiperkuat melalui wawancara dengan pihak-pihak utama serta analisis data sekunder seperti misalnya APBD dan peraturan daerah yang telah disahkan. Penulisan Laporan. Masing-masing mitra peneliti di daerah menyiapkan laporan menyeluruh tentang semua data yang berhasil dikumpulkan. Data sekunder yang mendukung temuan penelitian dilampirkan ke dalam laporan tersebut. Seminar Sintesis. Sasaran dari seminar ini adalah hasil analisis dari semua pihak secara bersama-sama tentang data yang berhasil dikumpulkan serta pengembangan konsensus berdasarkan hasil pengamatan empiris yang dilakukan oleh para mitra kerja tersebut. Presentasi di Tingkat Nasional. Temuan-temuan ini kemudian dipresentasikan pada forum tingkat nasional, di mana diskusi tersebut membahas tentang pandangan-pandangan yang berkembang di daerah. Presentasi Publik di Tingkat Daerah. Tahapan ini melengkapi siklus penelitian dengan membawa kembali informasi dan hasil analisis kepada pemerintah daerah. Ini juga merupakan tahapan di mana semua masukan bagi tema-tema baru untuk putaran berikutnya dikumpulkan. Penulisan Sinopsis Laporan. Sinopsis laporan ini memadukan semua masukan yang terkumpul selama proses IRDA.
76 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAMPIRAN B Mitra lokal dalam penelitian IRDA Keempat Bagian lampiran ini menjelaskan tentang mitra peneliti lokal yang terlibat dalam riset IRDA Ketiga serta menguraikan tentang lokasi penelitian mereka. Lampiran ini juga memberikan alamat dan nomor telepon semua mitra peneliti tersebut. 1. Center for Agriculture and Rural Development Studies (CARDS). CARDS adalah sebuah lembaga yang dirikan oleh para pakar di daerah guna menangani isu-isu tentang pertanian dan lingkungan. Karyanya meliputi upaya-upaya ke arah pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Ini dilakukan melalui pemberian penyuluhan kepada para petani perihal seluk-beluk pertanian yang berkelanjutan, serta cara-cara untuk menghadapi tantangan globalisasi. CARDS memberikan bantuan teknis kepada masyarakat petani di pedesaan serta menyelenggarakan seminar-seminar lokal/internasional maupun melakukan penelitian di beberapa wilayah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi Penelitian : Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Alamat : Fakultas Pertanian Program Pasca Sarjana Kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh | Telp./Fax.: (0651) 54264 / 54264 | Kontak : Mawardi Ismail, Ahmad Yani 2. Pusat Studi Wanita Universitas Sumatera Utara (PSW USU). Lembaga ini didirikan sebagai wadah bagi para staf pengajar di lingkungan USU dalam melakukan riset dan advokasi mengenai masalah-masalah jender dan hak-hak kaum perempuan. Riset dan advokasi yang dijalankan terutama diarahkan pada aspek kebijakan berikut implementasinya. Lokasi Penelitian : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Dairi, Sumatera Utara Alamat : Jl. Perpustakaan Kampus USU Padang Bulan, Medan | Telp./Fax. : (061) 8220803 / 8220803, 8214218 | Kontak : Budi Agustono, Emi dan Lister Berutu 3. Yayasan Riau Mandiri (YRM) didirikan pada tanggal 17 Januari 1998 dengan tujuan untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat marginal. Karya utamanya adalah di bidang lingkungan dan hak asasi manusia (HAM). Kegiatannya dalam rangka pengembangan dan pemberian bantuan kepada masyarakat meliputi pendidikan dan pelatihan, penelitian, seminar-lokakarya, dan advokasi. YRM juga memberikan sokongan kepada para anggota masyarakat melalui fasilitas kreditnya yang didukung oleh para donatur dari dalam dan luar negeri. Lokasi Penelitian : Kota Dumai, Riau Alamat : Jl. Wonosari No. 141 AA Tangkerang Tengah, Kec. Bukit Raya, Pekanbaru 28282 | Telp./Fax.: (0761) 43919 / 43919 | Kontak : Zainul Ikhwan, Rusmadiyah dan Alimin Siregar 4. Pusat Kajian Sosial, Budaya, dan Ekonomi, Universitas Negeri Padang (PKSBE-UNP). PKSBE didirikan tahun 1996 sebagai Pusat Ilmu-Ilmu Sosial oleh sekelompok guru besar dan peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. PKSBE memiliki pakar-pakar dengan latar belakang di bidang sejarah, ilmu politik, sosiologi, hukum, dan pendidikan, yang memungkinkan mereka untuk melakukan penelitian, analisis kebijakan, dan seminar-seminar yang bersifat multidisipliner. PKSBE telah banyak berkecimpung di beberapa kerja sama penelitian baik di tingkat kota/kabupaten, propinsi, maupun di tingkat nasional. Lembaga ini menerbitkan jurnal akademisnya sendiri yang diberi nama TINGKAP.Lokasi Penelitian : Kabupaten Solok, Sumatera Barat Alamat : Ruang D. 40, Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang | Kampus UNP Air Tawar, Padang 25131 | Telp./Fax. : (0751) 55671, 444609 / 41721 | Kontak : Afriva Khaidir
77 Laporan ke-4
5. Pusat Kajian Kebijakan dan Sosial Politik, Yayasan Bakti Nusantara (YBN). Lembaga ini didirikan pada tahun 1998 oleh sekelompok peneliti lokal yang tertarik dengan masalah-masalah sosial dan politik di Palembang, Sumatera Selatan. Lembaga ini giat terlibat dalam pemberian masukan kepada berbagai kelompok masyarakat melalui pelatihan dan dengar pendapat publik. Lembaga ini melakukan semua kegiatan melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga donatur baik lokal maupun internasional. Lokasi Penelitian : Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dan Kabupaten Bangka, Bangka Belitung Alamat : Jl. Perumahan Bukit Sejahtera Blok DB-07, Palembang 30139 | Telp./Fax. : (0711) 440290 / 713189 | Kontak : Retno Susilowati dan Joko Siswanto 6. Lembaga Penelitian Universitas Lampung (Lemlit UNILA). Lembaga ini giat melakukan kajian-kajian di bidang kewilayahan, lingkungan, budaya, HAM, dan kebijakan pemerintah. Lembaga ini mempunyai Sentra Promosi Teknologi (Sentra PROMTEK) dan Sentra Hak Milik Intelektual. Lembaga ini bekerja sama dengan berbagai institusi dan lembaga donatur. Lokasi Penelitian : Kota Metro, Lampung Alamat : Gedung Rektorat Lantai 5, Kampus Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedung Meneng Bandar Lampung | Telp./Faks. : (0721) 705173, 773479 / 705173, 785318 | Kontak : Syarief Makhya 7. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jambi. PKBI merupakan lembaga nirlaba yang berdiri sejak tahun 1957. PKBI adalah inisiator dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang selama ini tidak dikerjakan oleh pemerintan dan lembaga lain. Kegiatan program PKBI termasuk informasi, edukasi, komunikasi dan pemberian pelatihan-pelatihan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Batanghari, Jambi Alamat : Jl. Dara Jingga No. 49 Rt. 05, Kel. Rajawali, Jambi 36143 | Telp./Faks. : (0741) 24528 | Kontak : Johannes Simatupang 8. Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (KBHB). Berdiri pada tahun 1997, KBHB merupakan lembaga yang memberikan bantuan hukum dan advokasi, pemberdayaan masyarakat politik dan ekonomi serta civil society. Pelayanan KBHB memberikan pelayanan hukum dan advokasi kepada masyarakat miksisn dan marjinal. Program utamanya adalah di bidang perlindungan dan peningkatan Hak Asasi Manusia (HAM). Lokasi Penelitian: Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Alamat : Jl. P. Natadirja No. 39 Km. 6,5 Bengkulu | Telp./Faks. : (0736) 25179 / 25333 | Kontak : Bagus Giripurwo 9. Center for Strategic and International Studies (CSIS). CSIS adalah lembaga penelitian swasta nirlaba yang didirikan di Jakarta pada bulan September 1971. Misinya adalah menyumbangkan pemikiran bagi perbaikan proses pembuatan kebijakan. Kegiatan utama CSIS terdiri dari berbagai studi yang berorientasi pada kebijakan baik dalam negeri maupun luar negeri. CSIS melaksanakan kegiatan penelitian di tiga bidang: Hubungan Internasional, Ekonomi, serta Politik dan Perubahan Sosial. Sebagai bagian integral dari kegiatannya, CSIS menyelenggarakan kuliah umum, seminar, dan konferensi, rata-rata sebanyak 20 kali setiap tahunnya. CSIS juga giat menjalankan program penerbitan yang meliputi sejumlah pokok bahasan baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. CSIS menerbitkan dua buah jurnal akademis, The Indonesian Quarterly (dalam Bahasa Inggris) and Analisis CSIS (dalam Bahasa Indonesia), di samping juga buku-buku dan risalah. Lokasi Penelitian: Jakarta - Lembaga-lembaga pemerintah pusat Alamat : Jl Tanah Abang III/23-27, Jakarta 10160 | Telp./Fax. : (021) 3865532, 3865535 / 3809641,3847517 | Kontak : Medelina K. Hendityo dan Ismanto
78 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
10. AKADEMIKA. Akademika adalah sebuah pusat lembaga riset yang berdiri sejak tahun 1996. Program utama dari AKADEMIKA adalah riset, pelatihan dan konsultasi di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, pendidikan, kependudukan, pertanian dan kesehatan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bekasi, Banten dan Kabupaten Indramayu Jawa Barat Alamat : Jl Dasa Darma 24, Bumi Bekasi Baru , Rawa Lumbu - Bekasi | Telp./Fax. : (021) 9251815 / 9251815 | Kontak : Edy Priyono, Safrudin 11. Indonesian Partnership on Governance Initiatives (IPGI). Berdiri pada tanggal 1 Januari 2001, IPGI merupakan organisasi nirlaba yang melibatkan jaringan kerja cukup luas dalam penelitian tentang partisipasi rakyat, pelatihan dan konsultansi, maupun advokasi dan pemberian nasihat tentang kebijakan pemerintah daerah. Lembaga ini bertujuan meningkatkan kemampuan kemitraan antarkelompok masyarakat madani dalam rangka mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang baik di tingkat daerah dan juga pembangunan yang berkelanjutan. IPGI beranggotakan orang-orang dari instansi pemerintah daerah, peneliti akademis, dan aktivis LSM/Ornop, dan oleh karena itu mampu menjembatani kesenjangan antara pemerintah, universitas, dan masyarakat madani. IPGI memulai kegiatannya dengan tiga buah kantor, yaitu satu sekretariat tingkat nasional yang berlokasi di Bandung serta dua kantor cabang di Solo dan Dumai. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Serang, Banten. Alamat : Jl. Bogor 16 A Bandung | Telp./Fax. : (022) 7272100 | Kontak : Juni Thamrin dan Diana 12. Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) – Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). CEMSED merupakan pusat penelitian di lingkungan Fakultas Ekonomi UKSW di Salatiga. Lembaga ini didirikan guna turut ambil bagian dalam pengembangan dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) di sekitar Salatiga pada khususnya, dan Provinsi Jawa Tengah pada umumnya. Kegiatannya meliputi: riset kebijakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh UKM; pemberian pelatihan untuk para pelatih; pelatihan bisnis bagi UKM; penyelenggaraan seminar, diskusi, dialog, dan pertemuan bisnis dengan UKM; pengembangan jaringan UKM; dan pembuatan basis data tentang UKM. CEMSED melaksanakan kegiatankegiatan ini dengan bekerja sama dengan berbagai institusi seperti misalnya pemerintah daerah, LSM/Ornop, asosiasi bisnis, asosiasi konsultan, universitas, lembaga keuangan, dan donor internasional. Lokasi Penelitian: Kota Salatiga, Jawa Tengah Alamat : Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga 50711 | Telp./Fax. : (0298) 321212 / 321433 | Kontak : Konta Intan Damanik 13. Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (PERCIK). Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk memprakarsai upaya-upaya persemaian rasa kepedulian dan perhatian terhadap sesama, dan juga upayaupaya menjunjung tinggi hak asasi serta martabat manusia dalam masyarakat yang heterogen. PERCIK aktif terlibat dalam penelitian tentang berbagai masalah sosial dan kemanusiaan. Lembaga ini juga menyelenggarakan pelatihan, membantu upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi mengenai masalah-masalah demokrasi dan keadilan sosial, serta turut membantu dalam penyelesaian konflik. Lokasi Penelitian: Kota Semarang Alamat : Jl. Patimura Km. 1 Kampoeng Percik, Turusan, Salatiga 50714 | Telp./Fax. : (0298) 321865 / 325975 | Kontak : Nick Tunggul Wiratmoko
79 Laporan ke-4
14. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) – Universitas Gadjah Mada (UGM). Lembaga ini didirikan tahun 1973 dengan tujuan untuk menghasilkan dan menyebarkan pengetahuan tentang masalahmasalah kependudukan, kesehatan organ reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan, migrasi internasional, usaha berskala kecil, urbanisasi, industrialisasi, jaminan sosial, kemiskinan, dan masalah pemerintahan. PSKK adalah pusat studi lintas disiplin ilmu pengetahuan, di mana di dalamnya terdapat tenaga peneliti dari berbagai disiplin ilmu seperti misalnya geografi, ekonomi, kedokteran, psikologi, demografi, sosiologi, antropologi, kebijakan pemerintah, dan manajemen. Lokasi Penelitian: Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta; Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Alamat : Bulaksumur G – 7, Yogyakarta 55281 | Telp./Fax. : (0274) 563079, 522127 / 582230 | Kontak : Partini dan Agus Heruanto Hadna 15. Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK). PUPUK merupakan organisasi swasta nirlaba yang mempunyai komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan lebih terdesentralisasi. Tujuan utamanya adalah untuk memajukan para pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya, membantu mereka dalam mencapai sasaran mereka, dan berjuang keras untuk kepentingan mereka. PUPUK juga mempunyai komitmen untuk turut ambil bagian dalam upaya pengembangan usaha kecil di daerah-daerah yang terbelakang, khususnya yang letaknya jauh dari pusat kegiatan ekonomi di Indonesia. Lokasi Penelitian : Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember, Jawa Timur. Alamat : Jl. Ketintang Madya No. 111, Surabaya | Telp./Fax. : (031) 8283976 | Kontak : Early Rahmawati, Bambang Budiono dan Achmad Room 16. Pusat Penelitian Otonomi Daerah Universitas Udayana (Pusotda Unud). Lembaga ini didirikan pada bulan September 1996 atas prakarsa sekelompok staf pengajar dari berbagai disiplin ilmu di lingkungan Universitas Udayana dan terlibat aktif dalam upaya pengembangan kemampuan di Badung, Gianyar, dan Denpasar. Selain itu, lembaga ini juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendorong proses desentralisasi di Bali dengan bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah tingkat provinsi maupun pemerintah pusat, universitas lain, dan lembaga-lembaga internasional. Bersama-sama dengan Pusat Studi Wanita dan Pusat Studi Hukum Tradisional yang terdapat di lingkungan Universitas Udayana, lembaga ini melaksanakan program pemberdayaan perempuan serta pemberdayaan masyarakat tradisional di Bali. Lokasi Penelitian: Kabupaten Gianyar, Bali Alamat : Jl. PB Sudirman Denpasar, Bali, 80232 | Telp./Fax. : (0361) 231223, 224121 / 231223, 224121 | Kontak : Ketut Sudhana Astika 17. Yayasan KOSLATA. Koslata terbentuk tahun 1989 dan dimulai sebagai kelompok studi mahasiswa. Karena fokus perhatiannya lebih pada masalah-masalah sosial serta menjadi lebih aktif terlibat dalam pembangunan sosial, maka pada tanggal 21 Mei 1992 kelompok ini mengubah statusnya menjadi Yayasan Koslata. Kegiatannya meliputi penelitian tentang dampak kepariwisataan, advokasi bagi para pekerja dan petani pendatang, dialog terbuka tentang hak asasi manusia, penyelesaian konflik, dan pemberian penyuluhan mengenai hak-hak warganegara dalam rangka mendorong demokrasi. Yayasan ini banyak menerima bantuan dana dari berbagai lembaga donor internasional. Lokasi Penelitian: Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Alamat : Jl. Amir Hamzah No. 12, Mataram-NTB | Telp./Fax. : (0370) 640739 / 640739 | Kontak : Sulistiyono
80 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
18. Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi (SOMASI NTB). SOMASI NTB adalah organisasi nirlaba independen yang didirikan tanggal 23 Mei 1998 oleh sekelompok pemimpin informal, tokoh agama, akademisi, wartawan daerah, dan mahasiswa yang bekerja sama untuk memerangi korupsi. Organisasi ini giat terlibat dalam pengembangan gerakan masyarakat madani yang bertujuan untuk memajukan kepemerintahan yang demokratis serta membela aspirasi masyarakat yang sejati. Lokasi Penelitian: Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Alamat : Jl. Pariwisata 41 Monjok Baru, Mataram 83121, NTB, Indonesia | Telp./Fax. : (0370) 628251 | Kontak : Syahrul Mustofa 19. Yayasan Peduli Sesama (SANLIMA). Didirikan pada bulan Mei 1998, yayasan ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat madani yang jujur, merdeka, demokratis, dan sejahtera. Yayasan ini mempunyai tiga divisi: Divisi Demokratisasi, Divisi Pembangunan Ekonomi, dan Divisi Hak Asasi Manusia. Bidang kegiatannya meliputi masalah-masalah demokratisasi dan pengembangan masyarakat, program-program ekonomi, teknologi, HAM, lingkungan, kesehatan, dan jender. SANLIMA juga bekerja sama dengan berbagai lembaga dan donatur lokal maupun internasional. Lokasi Penelitian: Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Alamat : Jl. Herewila No. 25B, Naikoten II - Kupang | Telp./Fax. : (0380) 831721 / 831721 | Kontak : Blasius Urikame Udak dan Sonya Djehamur. 20. Yayasan Madanika. Yayasan Madanika adalah organisasi nirlaba yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat, dan didirikan tanggal 20 April 1998. Fokus perhatiannya adalah pada pengembangan kegiatan masyarakat madani di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Untuk itu, yayasan ini aktif terlibat dalam kegiatan penelitian dan publikasi, di samping juga pemberian pelatihan dan advokasi. Yayasan ini juga memfasilitasi kegiatan masyarakat dan melakukan kegiatan lain guna mendapatkan informasi tentang tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Kalimantan Barat. Lokasi Penelitian : Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat Alamat : Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Kompleks Sepakat Damai, Blok I No. 6, Pontianak 78116 | Telp./Fax. : (0561) 573276 | Kontak : Pahrian Ganawira Siregar dan M. Taufik 21. Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI). Didirikan pada tanggal 22 Oktober 1991, lembaga ini bertujuan untuk memajukan perkembangan pemerintahan Indonesia dan berperan secara maksimal dalam memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. MIPI juga bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan keilmuannya dalam kegiatan pemerintahan Indonesia. Untuk menunjang aktifitasnya, MIPI menerbitkan Jurnal Ilmu Pemerintahan secara berkala. Keanggotaan MIPI berasal dari praktisi pemerintahan, ilmuwan pemerintahan dan pemerhati pemerintahan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur Alamat : Kampus IIP, Jalan Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Selatan | Telp./Faks. : (021) 7806602 dan 7805088 ext. 212 / 7824157 | Kontak : Andy Ramses, Nurliah
81 Laporan ke-4
22. Yayasan Dalas Hangit (YADAH). Yayasan ini merupakan organisasi nirlaba yang berkarya di bidang penelitian, pengembangan, dan advokasi yang didirikan pada tanggal 22 Oktober 1998 di Banjarmasin. Bidang kajiannya meliputi demokrasi dan pembangunan, norma hukum, kemajuan HAM, dan pemberdayaan masyarakat madani serta partisipasi politik rakyat. Yayasan ini memberikan advokasi di bidang kepemerintahan, akuntabilitas partai politik, penghormatan terhadap HAM, dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Lokasi Penelitian : Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah Alamat : Jl. Cendana II D No 87 RT 44 Sei Miai, Banjarmasin Utara, Banjarmasin | Telp./Fax. : (0511) 302120 / 302120 | Kontak : Hairansyah dan Murjani 23. Lembaga Manajemen dan Penelitian Pembangunan (LMPP) – Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Lembaga ini didirikan di lingkungan Fakultas Ekonomi dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan para staf pengajarnya di bidang riset dan pelatihan. Para peneliti yang tergabung di dalam lembaga ini mengkhususkan diri di bidang pembangunan ekonomi, terutama pembangunan ekonomi regional dan usaha kecil. Lembaga ini telah menyelenggarakan pelatihan di bidang manajemen dan akuntansi dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya seperti Konrad-Adenauer-Stiftung dari Jerman dan JICA dari Jepang. Lokasi Penelitian : Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara Alamat : Kampus Fakultas Ekonomi UNSRAT, Manado 95115 | Telp./Fax. : (0431) 847427 / 853584 | Kontak : Vikie A. Rumate 24. Lembaga Penelitian Universitas Gorontalo (Lemlit-UG). Didirikan pada tanggal 10 Juni 2000, lembaga ini bertanggung jawab dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan penelitian di lingkungan universitas. Lembaga ini bertujuan untuk: (1) mengembangkan budaya penelitian di antara para mahasiswa maupun staf pengajar; (2) menjadi pusat penerapan pemikiran kritis dan independen terhadap isu-isu yang berkembang; (3) meningkatkan kualitas proposal dan laporan penelitian; (4) melaksanakan kegiatan penelitian lintas lembaga; (5) membuat sistem informasi ilmiah di lingkungan universitas; dan (6) mengkaji dan melaksanakan konsepkonsep dan hasil-hasil penelitian ilmiah. Lokasi Penelitian : Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Alamat : Jl. Jenderal Sudirman 247 Gorontalo | Telp./Fax. : (0435) 880370 | Kontak : Bambang Supriyanto 25. Lembaga Kajian Demokrasi dan Otonomi (LeDO). LeDO didirikan pada tanggal 14 November 2000 dan merupakan organisasi nirlaba yang giat memajukan prinsip demokrasi yang universal serta proses demokratisasi di Indonesia. LeDO bertujuan untuk menilai proses demokrasi dan pelaksanaan desentralisasi serta berupaya memberdayakan masyarakat madani. LeDO terlibat dalam upaya meningkatkan kesadaran akan hak-hak rakyat di lingkungan negara dan masyarakat yang demokratis. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan Alamat : Jl. Timah 4 Blok A-28 No. 10, Makassar 90222 | Telp./Fax. : (0411) 439732 | Kontak : Darwis 26. Pusat Kajian Indonesia Timur Universitas Hasanuddin (PusKIT Unhas). PusKIT UnHas adalah kelompok kerja sekelompok akademisi yang berkomitmen terhadap kajian sejarah masyarakat Indonesia kontemporer. Fokus kajiannya adalah di wilayah-wilayah sebelah timur dan barat Selat Makassar — daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan perdagangan selama berabad-abad. PusKIT adalah bagian dari Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin di Makassar, yang dikelola oleh para guru besar dan peneliti independen. Lokasi Penelitian: Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan; Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara; Kota Palu, Sulawesi Tengah. Alamat : Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Lt. 5 Wing B Universitas Hasanuddin, Tamalanrea Makassar | Telp./Fax. : (0411) 588500 / 585636 | Kontak : Abdul Latief, Dias Pradadimara dan Valentina Syahmusir.
82 The Asia Foundation | Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
27. Universitas Negeri Papua (Unipa). Unipa didirikan di Manokwari pada tanggal 28 Juli 2001. Sebelum menjadi universitas negeri yang mandiri, Unipa merupakan bagian dari Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih. Sejak itu, Unipa telah banyak melakukan kegiatan penelitian di bidang sosiologi pedesaan, transmigrasi, perumusan kebijakan sektor pertanian, dan kajian mengenai lingkungan. Para akademisi di lingkungan Unipa giat terlibat dalam proses perubahan sosial dan politik di Papua. Beberapa di antara mereka bertindak sebagai anggota Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Otonomi Khusus Papua. Lokasi Penelitian: Kabupaten Manokwari, Papua Alamat : Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, PO BOX 23 Manokwari 98301 | Telp./Fax. : (0986) 211974, 211982/ 211455, 214510 | Kontak : Sombuk Musa Yosep dan Agus Sumule 28. Lembaga Penelitian – Universitas Cendrawasih. Lembaga ini didirikan tahun 1983 dengan tujuan untuk mengelola kegiatan penelitian di lingkungan Universitas Cendrawasih. Kini, setelah terorganisasi dengan baik, lembaga ini bertanggung jawab mengawasi kegiatan beberapa pusat penelitian di lingkungan universitas tersebut yang menitikberatkan perhatian pada berbagai masalah seperti masalah lingkungan hidup, kependudukan, kajian wanita, kemasyarakatan, dan kebudayaan. Di samping mengkoordinir kegiatan penelitian reguler oleh para staf pengajar di lingkungan Universitas Cendrawasih, lembaga ini juga mengelola penelitian dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga dan organisasi lain seperti misalnya Pemerintah Propinsi Papua, Pemerintah Kota Jayapura, instansi pemerintah pusat, serta beberapa perusahaan swasta. Lokasi Penelitian: Kota Jayapura, Papua Alamat : Jl Sentani Abepura, PO BOX 422 Abepura, Jayapura, Papua | Telp./Fax. : (0967) 581322 / 581322 | Kontak : MS. Mayalibit, Josner Simanjuntak