INDEKS TATA KELOLA HUTAN 2014 & KAJIAN PERIZINAN ONLINE 2014
Penerima Manfaat: Kementerian LHK, Bappenas, Pemda, NKB-‐‑KPK, CSO, Pelaku Usaha dan MA.
Panel Ahli Tata Kelola Hutan 2014: Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo, Dr. Abdul Wahib Situmorang, Dr. Sunaryo, Dr. Myrna Safitri, Prof. Dr. Sofian Effendi, Dr. Mas Achmad Santosa, Ir. Abdon Nababan, Abed Nego Tarigan, S.E., MM, Purwadi Soeprihanto, S.hut.,M.E, Jossi Katarina S.H. LLM.
INDEKS TATA KELOLA HUTAN 2014
Kinerja
Kapasitas
Input-‐‑Aturan
4 Aspek-‐‑32 Indikator Kepastian Kawasan Hutan
Keadilan atas sumberdaya hutan
Peraturan tata ruang
Peraturan hak & akses masyarakat atas hutan
Peraturan kepastian K. Hutan
Peraturan akses pasar bagi masyarakat
Peraturan satu peta
SOP penanganan konflik
Penanganan klaim Alokasi anggaran penanganan klaim Pemetaan hutan adat Kawasan hutan yang ditetapkan Pengakuan hutan adat Kegiatan illegal dlm kawasan hutan
LSM melakukan pendampingan Alokasi dana penanganan konflik Alokasi dana akses dan hak masyarakat Konflik bisa diselesaikan Kawasan hutan dikelola oleh masyarakat vs pelaku usaha
Transparansi dan integritas pengelolaan hutan
Kapasitas penegakan hukum
Peraturan pengangkatan pejabat
Peraturan penanganan pengaduan
Rencana aksi pencegahan korupsi sektor SDA
Peraturan sertifikasI penegak hukum
Peraturan perizinan usaha kehutanan
Mendapatkan pelatihan penanganan kasus kejahatan kehutanan
Pelaku usaha-GCG
LSM melakukan pengawasan kasus korupsi dan kejahatan kehutanan
KPH-berdiri dan operasional LSM melakukan pengawasan perizinan Persepsi korupsi melakukan usaha sektor kehutanan-pelaku usaha
Persentase jagawana vs kawasan hutan Sanksi administrasi bagi pemegan izin Kasus korupsi dan kejahatan diproses dan vonis Kasus indikasi korupsi dan mal admin pejabat
Indeks
Tata Kelola Hutan 2014
50 40
Kesimpulan Umum: Perbaikan struktur dan praktik tata kelola hutan masih belum merata antar tingkatan pemerintahan—dominasi pusat; Koherensi antara perbaikan kerangka peraturan, hukum dan kebijakan kehutanan pada tingkat pusat dan daerah belum maksimal; Kapasitas pemerintah daerah melakukan perbaikan tata kelola hutan juga sangat terbatas, terutama pada tingkat pemerintah kabupaten.
Indeks Rata-‐‑Rata Nasional
36
50 40
30
30
20
20
10
10
0
Indeks
46
0
33 28
Pusat
Provinsi Kabupaten
50 42
40 30 20 10 0
39
36
36
34
34
32
31
30
29
28
25
Indeks Tata Kelola Hutan 2014
Tingkat Kabupaten 50 40 30 20 10 0
Terdapat korelasi antara kondisi tata kelola hutan provinsi dan kabupaten. Semakin baik tata kelola hutan tingkat provinsi maka tata kelola hutan tingkat pemerintah kabupaten semakin bagus. Begitu sebaliknya
39
37
35 34. 34
32 32
30.
29 29 28 28 27 27 26 26 25 25. 24 24. 24. 24
22
19
NILAI ASPEK SECARA NASIONAL, PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN
60 50 40 30 20 10 0
Tingkat Pusat 50
49
Transparansi Kapasitas Pengelolaan Penegakan Hutan Hukum
47
39
Kepastian Keadilan atas Kawasan Sumberdaya Hutan Hutan 40 30 20 10 0
Tingkat Provinsi 36
36
32
28
Kepastian Kawasan Hutan
Indeks kepastian kawasan hutan menunjukkan bahwa indikator-‐‑ indikator pemetaan wilayah adat, penanganan kegiatan illegal dan instrumen satu peta menempati urutan terbawah. Meski sebagian besar propinsi terdapat Perda Tata Ruang dan penetapan kawasan hutan meningkat, klaim hutan negara masih tinggi dan hanya dapat diselesaikan antara 16% sd 22%.
Keadilan Atas Sumberdaya Hutan
Proporsi pemanfaatan hutan oleh pelaku usaha besar dan masyarakat lokasl masih timpang 96% : 4%. Hal ini belum disertai dengan peningkatan jumlah CSO yang mampu mendampingi masyarakat. Sementara itu, Daerah yang mempunyai SOP untuk melakukan penanganan konflik, kebijakan perluasan akses masyarakat & alokasi dana khusus juga terbatas. Implikasi konflik blm banyak berhasil ditangani, blm standar dan kehutanan bukan sektor utama Pemda-‐‑ umumnya.
100
Kaltim
Sulteng Aceh
Pusat
75
Kaltim
50 25
Tidak -‐‑100 Spesifik Sumut Sulteng
-‐‑75
-‐‑50
Sumbar
Riau
Jambi
Papua Barat
-‐‑25 Sumsel Kalbar
0
-‐‑25 0
25
50
75
-‐‑50 -‐‑75
-‐‑100 Kualitas
SOP Penanganan Konflik Tingkat Pusat dan Provinsi
Ada 100
Transparansi Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Upaya pencegahan korupsi yang telah dilaksanakan di Pusat baru diikuti oleh 3 propinsi: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah. Demikian pula, di seluruh propinsi di Indonesia masih terdapat pungutan perizinan yang tinggi. Sementara itu, upaya untuk mengoperasionalkn KPH untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan masih belum memadai.
Kebijakan Pencegahan Korupsi 100 Kalteng
Kaltim
75
Pusat
Kalbar Sulteng
50 25 Tidak Spesifik
-‐‑100
-‐‑75
-‐‑50 Sumut
-‐‑25
0 -‐‑25
Jambi Sumbar -‐‑50 Sumsel Aceh -‐‑75 Papua Papua Barat -‐‑100 Riau
Ada
0
25
50
75
100
Pada tingkat gerakan, CSO yang mempunyai kegiatan untuk melakukan advokasi dan pencegahan korupsi sekitar 30% dari jumlah CSO. Pada tingkat lapangan, jumlah penyidik yang telah dilatih untuk mengikuti pelaksanaan pendekatan multi door kurang dari 10%.
Kapasitas Penegakan Hukum
Demikian pula ratio jumlah jagawana dengan hutan negara relatif kecil yaitu antara 1 orang : 2.000 Ha sampai dengan 1 orang : 430.000 Ha.
Proporsi Jumlah LSM yang melakukan monitoring terkait korupsi SDA Pusat Papua Sulteng Aceh Riau Sumut Kaltim Kalbar Sumbar Jambi Kalteng Sumsel Papua Barat 0
10
20
30
40
50
Jumlah LSM yang Melakukan Monitoring
60
70
Jumlah LSM
80
90
100
PENGUATAN TATA KELOLA SBG AGENDA INPRES 8/2015— MORATORIUM, AKAN MENGHILANGKAN :
HAMBATAN UTAMA •
•
•
•
Hambatan penanganan masalah pokok 2012 yaitu kepastian kawasan serta open akses kawasan hutan, lemahnya penegakan hukum dan biaya transaksi tinggi (masalah dari Indeks 2012 ); Meskipun kebijakan dan peraturan baru dapat diwujudkan, implementasinya akan terhambat oleh lemahnya keterbukaan informasi dan rendahnya pencegahan korupsi di daerah; Ketimpangan kapasitas Pusat—Propinsi —Kabupaten menghambat koordinasi dan memerlukan strategi tersendiri (antara lain melalui GnSDA-‐‑KPK 24 propinsi); Penggalangan inisiatif asosiasi bisnis untuk perbaikan tata-‐‑kelola sistem perizinan serta internalisasi GCG kepada anggota asosiasi mendapat hambatan besar dari daerah (anti suap masuk SVLK?)
KERUGIAN • • • • • •
•
Hilangnya tutupan hutan-‐‑35 juta Ha non hutan, 40 juta Ha hutan sekunder-‐‑kualitas menurun Laju deforestasi 470 ribu Ha 2011-‐‑2012, naik 7200 ribu Ha 2013-‐‑2014 Biaya pemulihan mahal, rehabilitasi 35 juta ha butuh 999 triliun rupiah/ USD 77 Billion Bencana lingkungan: kebakaran hutan, tanah longsor, banjir dan kekeiringan— kerugian tak terhingga Konflik—hilang rasa aman, akses untuk penghidupan dan kekerasan fisik Kerugian Negara—USD 7 Billion 2007-‐‑2013 dari illegal logging dan mismanagement; USD 6,5 sd 9 billion dari PNBP dalam 10 th terakhir Kerugian pelaku usaha-‐‑ekonomi biaya tinggi sumbang 18-‐‑30 persen biaya produksi—tidak kompetitif
Rekomendasi – Low Hanging Fruit ASPEK KEPASTIAN KAWASAN HUTAN
a
b c
Peraturan Menteri Pendaftaran dan Penanganan Klaim Hutan Adat di Kawasan Hutan—memastikan lokasi dan luas klaim masyarakat adat & bagian penanganan klaim via penetapan kawasan hutan dan penyelesaian masalah forest tenure. Kebijakan prioritas penanganan kegiatan illegal dalam kawasan hutan-‐‑-‐‑inventarisasi menyeluruh dan prioritas penanganan per tahun Kebijakan alokasi anggaran penanganan klaim (konflik belum manifest)—link antara alokasi anggaran termasuk pemetaan klaim dan jumlah klaim yang ingin ditangani per tahun
d
Program peningkatan kapasitas personel KLHK, Dishut, Kepala Balai dan KPH melakukan administrasi hutan adat dan perlindungan hutan termasuk penanganan klaim
e
Program inventarisasi dan pemutahiran data kegiatan illegal— kebun sawit, tambang-‐‑-‐‑ di dalam kawasan hutan dan prioritas penanganan per tahun
Rekomendasi – Low Hanging Fruit ASPEK KEADILAN ATAS SUMBERDAYA HUTAN
a
Revisi Peraturan HKM, HD, HTR— perubahan pendekatan dari pasif-‐‑ menerima usulan ke pendekatan aktif-‐‑inventarisasi lokasi (bersama Dishut/KPH&LSM/Universitas), penyiapan masyarakat dan pemberian ijin. Tanpa ini sulit merealisasikan 12.7 ha Penyusunan SOP Penanganan Konflik tenurial di dalam kawasan hutan termasuk asistensi ke daerah: adopsi dan diendorsed oleh Gub/ Bupati atau penyesuain sesuai konteks daerah masing-‐‑masing
b
c d e
Kebijakan alokasi anggaran penanganan konflik—link antara alokasi anggaran dan jumlah konflik yang ingin ditangani per tahun Program peningkatan kapasitas personel KLHK, Dishut, Kepala Balai, KPH dan pemegang ijin dalam penanganan konflik berbasis pendekatan HAM (SE MLHK No 1/2015) Koordinasi dan supervisi realisasi alokasi 20 persen ijin (terkait 12,7 jt Ha) pemanfaatan ke masyarakat
Rekomendasi – Low Hanging Fruit TRANSPARANSI PENGELOLAAN HUTAN
a
Penyusunan peraturan bersama MLHK dan Kepala BPKPM minimum standard Good Corporate Governance di pemegang ijin pemanfaatan seperti transparanasi data, unit gratifikasi, penanganan pengaduan, mekanisme pengawsan publik (Putusan KIP 1369/2014) Penyusunan rencana aksi pencegahan korupsi di KemLHK 2015-‐‑2019 termasuk mekanisme pelaksanaan dan pelaporan (INPRES No 7/2015)
b
c d e
Penguatan E-‐‑System pemberian telaah teknis seluruh izin-‐‑alasan setuju atau tidak setuju, data pemegang ijin dan kinerjanya dan pelaporan kinerja unit kerja Percepatan realisasi pembentukan KPH dan mekanisme pendanaaan-‐‑ dana dekonsentrasi lebih besar utk pembiayaan KPH Penyusunan mekanisme antara KLHK dan LSM, Universitas, Ormas pengawasan perizinan dan kejahatan kehutanan di dalam kawasan hutan—sejalan dengan GNSDA-‐‑KPK
Rekomendasi – Low Hanging Fruit KAPASITAS PENEGAK HUKUM
a
KLHK fasilitasi percepatan pembentukan lembaga P3H-‐‑sinergi dengan KPK, Kepolisian, PPNS dan Kejaksaan
b
Kebijakan sertifikasi penyidik KLHK dalam menangani kasus kehutanan dan lingkungan hidup “green PPNS”
c
Kebijakan rekrutmen jagawana agar rasio lebih proporsional dan kerjasama dengan kelompok masyarakat
d e
Program penetapan penanganan perkara kehutanan dan lingkungan hidup-‐‑kuantitas dan menyasar kepada pelaku besar setiap tahunnya Kebijakan afirmatif pengembangan pasar kehutanan berbasis masyarakat melibatkan Kementerian perdagangan, kementerian perindustrian, pemerintah daerah dan duta-‐‑duta besar
GNSDA-KPK: Agenda K/L dng 24 Propinsi 5
Penyerpurnaan kebijakan pengukuhan kawasan hutan, termasuk penguatan PTB
Revisi P 44 an P 47; penyelesaian hak pihak-3 dlm kawasan hutan negara
PerDirjen yg mengatur pelaksanaan tata batas yg terkoordinasi dng berbagai pihak
NSPK peta penetapan kws hutan skala operasional
Inventarisasi desa dan potensi ekonomi hutan untuk penetapan status dan fungsi kws hutan
Koordinasi inventarisasi dan terpetakan kawasan hutan adat (Kemendagri, Pemda, BPN)
2 Pengoperasionalan 120 KPH dan kelengkapan regulasi KPH
Evaluasi pengukuhan kawasan hutan dng menyelesaikan keberadaan pihak-3
Penyusunan aturan detail kriteria enclave; tdk hanya mengacu pada alat bukti formil
Penyelesaian PP Hutan Adat
Target pengukuhan kawasan hutan di 10 propinsi
Tersedianya sistem pengaduan dan tindak lanjutnya terkait pengukuhan dan masalah tenurial
Perencanaan operasional berdasarkan RKTN
58 AGENDA 2015-2016
Rencana prioritas penyelesaian pengukuhan kws hutan dalam 3 th
4 Regulasi penyelesaian sengketa di dalam kawasan hutan Terbangun konsensus penyelesiaan konflik oleh K/L
3 Pelaksanaan program pendampingan masy. Mempercepat pencadangan kawasan hutan untuk HTR, Hkm, HD
KEMENHUT, KEMENDAGRI, PEMDA
Memastikan lahan untuk izin kebun dan tambang
Analisis masalah penggunaan kawasan hutan dan penegakan hukum
Proses perizinan integratif dan transparan
PP tentang aturan jaminan pelepasan kawasan hutan
KEMENHUT, ESDM, KEMENDAGRI, BPN, KEMENTAN, KLH, PU, BIG, PEMDA.
AGENDA NKB-KPK 2013-2014: Kawasan Hutan dan Perizinan
Indeks TKH 2014
KEMENHUT
KEMENHUT, KEMENDAGRI, BPN, KEMENTAN, KOMNASHAM, PEMDA
KEMENHUT, KEMENDAGRI, BPN, BIG, KOMNASHAM, KUMHAM, PEMDA
1
1. Kawasan hutan 2. Perizinan hutankebun-tambang 3. Perluasan wilayah kelola rakyat 4. Penyelesaian konflik 5. Membangun sistem pencegahan korupsi (INPRES 7/2015) Panduan: hhp://acch.kpk.go.id
&O&&&&
Kajian Litbang KPK 2015 Perbaikan Sistem Penarikan PNBP 2003& 2004& 2005& 2006& 2007& 2008& 2009& 2010& 2011& 2012& 2013& 2014&
Jika&tren&saat&terus&terjadi,&akan&terjadi& kerugian&tambahan&$6,7&–&8,5&miliar&s/d&2025& &1,200&&
Dalam"Juta"Dolar"AS"
&1,000&&
&800&&
Dugaan DR-‐‑PSDH tidak terpungut pada &600&& 2003-‐‑2014 berjumlah US$ 6.5—9 miliar
Es,masi&2& Es,masi&1& Akan&Dipungut&
&400&& &200&& &O&&&&
2015& 2016& 2017& 2018& 2019& 2020& 2021& 2022& 2023& 2024& 2025&
IHMB
susun 13&
Dirjen
RKU
RKT
UPT
susun
LHC 100%
ganis Pakta-I
ganis Pakta-I
ganis Pakta-I
Dinas
awasi
wasganis
awasi
wasganis
awasi
wasganis
Eval-10hr
Eval-10hr
Eval-10hr
PEMUNGUTAN PNBP:
Pengendalian Produksi & Konsistensi Data PEMBAYARAN
PELAPORAN DAN REKONSILIASI
Bank Persepsi
Kemkeu Kas Negara
Bendahara KLHK
rekon
Sekjen
LHP LHP
P2LHP
Pejabat Penagih
Pemegang IUPHHK
SPP
PENAGIHAN
Dirjen RSPP
LPIK
Dishut Kab
UPT
BS LRPIK
rekon adm rekon adm
LGRPIK
Dishut Prov
Contoh: KAYU IPK TIDAK DI-‐‑LHP-‐‑KAN
Usulan perbaikan sistem: Kasus HA
PENYEMPURNAAN PERIZINAN ONLINE
Usulan Perbaikan Sistem Online Perizinan • Rekomendasi izin disediakan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tanpa melibatkan pemohon • Integrasi perizinan online antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah • Memastikan informasi mengenai proses pada setiap tahap perizinan dapat di-‐‑tracking sehingga pengguna layanan dapat memonitor isi telaah dan keputusan setiap tahapan • Sistem perizinan online perlu dihubungkan dengan sistem penunjukan pegawai atau pejabat (kompetensi dan integritas) • Sanksi atau tindakan hukum lebih tegas bagi pemberi atau penerima gratifikasi • ATAU menyiapkan lokasi siap usaha dalam KPH— tidak hanya clean and clear dari konflik tetapi juga telah mempertimbangkan kajian KLHS, Tata Ruang dan AMDAL
PENGUATAN MONITORING DAN EVALUASI • Mekanisme pengawasan penggunaan anggaran dan integritas pegawai melibatkan pengawas internal-‐‑inspektorat (output) dan publik-‐‑eksternal (outcome—Indeks TKH) • Hasil PGA/Indeks Tata kelola dapat digunakan untuk memantau perkembangan tata kelola Pusat-‐‑Daerah secara periodik dan dinilai perkembangannya. • Hasil PGA/Indeks Tata Kelola dapat digunakan untuk menguatkan evaluasi pelaksanaan pengelolaan hutan/ lahan RPJMN—termasuk monitoring pelaksanaan REDD+—dan dapat diintegrasikan kedalam penilaian kinerja Kementerian/ Lembaga.
Terimakasih