IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi di Desa Kolongan, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara) Oleh : Hendro M. Pinaria,
Abstrak
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd), hasil penelitian ini menunjukkan Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan khususnya di desa kolongan secara umum dapat dikategorikan baik walaupun masih ada kelemahan. Interpretasi Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri desa kolongan, masih belum jelas baik oleh pelaksana kegiatan di tingkat desa dan masyarakat desa kolongan. Aplikasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri desa kolongan sudah dapat dilaksanakan, walaupun masih ada beberapa kendala.
Kata Kunci: Implementasi, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Kesejahteraan Masyarakat.
Pendahuluan Kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang penting dari dahulu sampai sekarang, walaupun secara persentase mengalami penurunan, tetapi dari segi jumlah tetap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan tersebut. Perhatian pemerintah tersebut, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada tanggal 30 April 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional yang terdiri dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal, yang berpedoman kepada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang kemudian diturunkan lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Untuk menindaklanjuti kebijakan yang berupa Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tersebut, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang kemudian direvisi kembali dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Sementara, pihak atau actor kebijakan yang menjadi penyusun dalam membuat pedoman pelaksana adalah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang diketuai oleh Menkokesra. Tim inilah yang mengeluarkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, dengan Surat Keputusan Nomor: 25/KEP/MENKO/ KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kemudian petunjuk teknis terhadap PNPM Mandiri Perdesaan itu sendiri dikeluarkan oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, dengan Surat Keputusan Nomor 414.2/3717/PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri diarahkan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini berhasil dilaksanakan. Pada PPK terdapat beberapa kegiatan yang didanai seperti pembangunan sarana fisik yang berdampak baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat. Misalnya pembangunan jalan, jembatan, pasar, irigasi desa, pembangkit listrik, dan lain-lain. Selain itu juga ada pemberian BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) berupa pemberian pelatihan, keterampilan, peralatan usaha (mesin jahit/bordir), juga paket beasiswa bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Kegiatan lainnya yaitu bantuan dana
terhadap kelompok usaha ekonomi produktif (UEP). Bantuan ini bersifat pinjaman dan digulirkan kembali kepada kelompok UEP lainnya. Ada juga kegiatan yang lainnya seperti kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yaitu kegiatan penguatan kelembagaan dengan memberikan pinjaman modal kepada kelompok SPP yang sudah ada, dimana kelompok SPP ini beranggotakan perempuan, dan diharapkan sebagian besar penerima pinjaman dana berasal dari rumah tangga miskin. Pada PPK sumber pembiayaan berasal dari APBN yang diperoleh dari dana loan atau pinjaman luar negeri, termasuk juga dana hibah dari luar negeri. Sementara pembiayaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ini sendiri selain dari dana APBN juga dibantu oleh dana APBD. Prinsip Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat sama dengan yang ada di PPK, yaitu sama-sama mengedepankan pemberdayaan masyarakat perdesaan supaya bisa berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan proses kegiatan yang ada, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada pelestarian hasil pembangunan, baik berupa bangunan fisik maupun terhadap pelestarian dana bergulir yang ada pada kegiatan SPP. Program ini sangat strategis dilaksanakan karena dengan pemberdayaan akan mendorong masyarakat berfikir dan bertindak secara kritis dan mampu memperjuangkan aspirasi mereka, terutama bagi masyarakat miskin. Selain itu juga mendorong peningkatan partisipasi baik dalam perencanaan dan penyusunan program pembangunan dengan memperhitungkan skala prioritas karena keterbatasan ketersediaan anggaran pembangunan yang ada. Kemudian, bagaimana keterbatasan anggaran ini juga bisa diapresiasikan oleh masyarakat itu sendiri, seperti dengan memberikan swadaya dalam pembangunan yang ada di desa/kampung mereka. Pemberdayaan yang dilakukan juga ditujukan untuk penguatan kelembagaan yang ada. Supaya, kelompok SPP bisa berkembang dan mampu mengurus kelompok secara mandiri, salah satunya berupa pemberian pelatihan keterampilan bagi kelompokkelompok SPP, agar usaha yang ditekuni oleh anggota kelompok tersebut bisa berkembang dan maju, selain bantuan penguatan modal yang berguna bagi kemajuan usaha atau peningkatan kesejahteraan anggota kelompok. Dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Ditjen PMD dengan Surat Keputusan Nomor 414.2/3717/PMD tanggal 5 November 2008 perihal Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan, tujuan Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sedangkan tujuan khususnya meliputi: pertama, meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan; kedua melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal; ketiga, mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif; keempat, menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat; kelima, melembagakan pengelolaan dana bergulir; keenam, mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa; dan ketujuh mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat mandiri pedesaan diharapkan oleh pemerintah dapat meningkatkan pembangunan di pedesaan dan program ini dapat
dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat. Masalah utamanya adalah proses penerimaan masyarakat terhadap Program ini. Jika dibeberapa tempat dapat dinyatakan berhasil, apakah hal serupa terjadi di desa Kolongan Kecamatan Talawaan? Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang ada di Desa Kolongan berdasarkan pengamatan awal peneliti, ditemukan bahwa belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri belum sepenuhnya tepat sasaran, yang diharapkan adalah melalui pelaksanaan pembangunan yang dilakukan dapat membantu masyarakat desa kolongan untuk mempermudah melaksanakan aktivitas, terutama dalam hal melakukan pekerjaannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Pembangunan yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di desa kolongan adalah perbaikan jalan setapak (lorong) desa, pembangunan yang dilakukan bukan membuat jalan baru, tetapi hanya merenovasi jalan, yang dulunya belum diaspal, diperbaiki menggunakan paving stone. Pembangunan jalan setapak ini dirasa belum tepat sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena jalan setapak ini hanya digunakan warga untuk pulang kerumah. Beberapa masyarakat yang ada memberikan tanggapan bahwa seharusnya yang lebih utama dibangun adalah jalan setapak atau jalan rintis untuk masuk ke akses kebun warga, agar jalan tersebut dapat digunakan untuk mempermudah mengangkut hasil pertanian warga. Berdasarkan panduan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, bahwa implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai pada anggarannya. Yang menjadi pertanyaan; apabila program tersebut di prakarsai oleh masyarakat, mulai dari tahap perencanaannya, mengapa masyarakat yang terlibat dalam program tersebut setuju untuk melaksanakan pembangunan jalan setapak/lorong desa, bukannya membangun jalan rintis ke kebun, atau yang lainnya untuk mempermudah masyarakat itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dampak dari pembangunan itu yang dapat mempemudah masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka? Peneliti mendapatkan fakta dilapangan bahwa dalam proses perumusan perencanaan pembangunan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri desa kolongan sarat dipenuhi muatan kepentingan kelompok tertentu, terkesan pelaksanaannya hanya didominasi oleh beberapa orang, sehingga dapat dipastikan bahwa hasil dari pada program tersebut tidak mewakili aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat miskin yang paling layak menjadi sasaran program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri ini. Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Kolongan Kecamatan Talawaan? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa Kolongan, melalui: tiga aktivitas, diantaranya adalah Organisasi, Interpretasi, dan Aplikasi. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dalam pendekatan kualitatif. Alasan penggunaannya karena tujuan dari penelitian
ini terfokus pada upaya untuk menggali proses pelaksanaan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Terkait dengan penelitian studi kasus, F.N. Maxfield (Nazir, 2005:57) mengungkapkan bahwa: yang dimaksud dengan studi kasus atau penelitian kasus subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di desa Kolongan, berdasarkan teori implementasi kebijakan yang di sebutkan oleh Charles O, Jones (1991:296) ada tiga aktivitas untuk mengoperasikan sebuah program. Tiga aktivitas dalam implementasi tersebut, adalah: 1. Organisasi Untuk menganalisis implementasi kebijakan dari aspek implementasi, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: a. Struktur Organisasi; b. Sumberdaya; c. Prosedur Kerja 2. Interpretasi Menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan. Dititikberatkan pada: a. Kejelasan Program, ketelitian, konsistensi b. Penyusunan prioritas 3. Aplikasi Dapat dinilai dari hala-hal sebagai berikut: a. Kegiatan administratif b. Pelayanan oleh UPK 4. Tingkat pendapatan keluarga; Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan; Tingkat pendidikan keluarga; Tingkat kesehatan keluarga, dan; Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga Informan Penelitian Informan yang diteliti digolongkan kedalam dua golongan yakni, (1) Informan ahli yakni orang yang mengetahui dengan jelas kondisi daerah penelitian dan mampu menunjukkan siapa-siapa saja yang dapat memberikan informasi mengenai masalah yang akan diteliti. Biasanya yang bertindak sebagai informan ahli adalah: - Kepala Desa, dan Perangkat Desa - Masyarakat dan Tokoh Masyarakat (2) Informan biasa, yakni orang yang mengetahui tentang masalah yang akan diteliti. Informan biasa yang diambil untuk masalah penelitian yakni pelaksana PNPM Mandiri, yaitu: - Fasilitator Kecamatan Talawaan - Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa Kolongan Teknik Pengumpulan Data
Pencarian data dalam menyusun penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni : a. Observasi, yakni teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati fenomenafenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Dengan cara observasi dapat ditemukan data-data tentang bagaimana tingkah laku ataupun aktivitas keseharian masyarakat desa yang berguna dalam mengkroscek kebenaran data nantinya. Menurut Alwasilah (2003:211) mendefinisikan observasi penelitian sebagai pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reabilitasnya. Teknik ini bertumpu pada indra yang dimiliki, yakni penglihatan, penciuman, peraba serta pendengaran. Dengan melakukan observasi, maka data yang diperoleh meliputi bagaimana aspek fisik dari daerah yang diteliti, apa saja kegiatan dan interaksi yang terjadi, siapa pelaku yang terlibat dari aktivitas tersebut, serta berapa lama durasi serta frekuensi terjadinya. b. Wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan terhadap informan, untuk mendapatkan data terkait dengan masalah yang akan diteliti. Tujuan utama wawancara antara lain : (a) Untuk menggali pemikiran seorang informan, yang berhubungan dengan sebuah peristiwa, perasaan, perhatiian dan sebagainya yang terkait dengan aktivitas budaya sesuai dengan fokus masalah yang ingin dipecahkan. (b) untuk merekonstruksi pemikiran atau peristiwa yang terjadi pada msa lalu, (c) untuk mendapatkan gambaran pemikiran terhadap budaya yang dimikinya dimasa depan. (Simatupang, 2006:151). c. Studi Literatur, merupakan teknik penelitian yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Studi literature ini dilakukan untuk membantu peneliti memperdalam pengetahuan tentang masalah yang akan diteliti dan teori-teori serta konsep untuk menganalisis permasalahan dan juga sebagai penambah wawasan peneliti. Salah satu yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah mendayagunakan sumber informasi yang di dapat di perpustakaan (Singarimbun, dkk 1982). Teknik Analisis data Setelah data yang dibutuhkan diperoleh dalam proses pengumpulan data, maka selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data. Menurut Matthew B. Miles, dan A. Michael Huberman (Sugiyono, 2011:246), mengatakan bahwa “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh‟. Prosedur dan analisis data dilakukan dengan berbagai tahapan yang meliputi: (a). Data reduction (reduksi data). Data yang diperoleh dilapangan cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci serta segera dilakukan analisa. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok/penting sesuai tengan tema penelitian dan membuang hal-hal yang tidak penting atau tidak relevan. Dengan dilakukannya reduksi data, maka diperoleh gambaran yang lebih jelas serta diketahui data-data apa yang masih dibutuhkan atau perlu dilengkapi. (b) Data display (penyajian data). Data yang ditelah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk uraian naratif, sehingga data tersebut benar-benar dipahami. (c) Conclution drawing (penarikan kesimpulan). Setelah disajikan dalam bentuk uraian naratif, peneliti membuat kesimpulan awal dari data tersebut. Apabila serangkaian kesimpulan yang dibuat dari setiap aktivitas pengumpulan data menunjukan adanya suatu konsistensi, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang valid.
Sementara untuk memverifikasi data, peneliti menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan cara: (1) Triangulasi, yaitu triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data merupakan teknik uji validitas dengan cara menelaah/membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda untuk membangun justifikasi atas tema/topik penelitian secara kohern (saling berkaitan secara logis). Alasan digunakannya teknik ini adalah jumlah informan yang cukup banyak, sehingga memungkinkan dilaksanakannya uji validitas dengan teknik triangulasi data. Data hasil wawancara dalam bentuk transkip wawancara dari informan yang satu akan ditelaah dan dibandingkan dengan data dari informan lain dalam kelompok yang sama. Sementara, triangulasi metode merupakan teknik uji validitas dengan cara menelaah/membandingkan data yang diperoleh dari metode yang berbeda untuk membangun justifikasi atas tema/topik penelitian secara kohern (saling berkaitan secara logis); (2) Member cheking. Setelah dilakukan wawancara dengan informan, dibuat transkip wawancara. Transkip wawancara tersebut kemudian diklarifikasi kembali dengan informan yang diwawancarai untuk memperoleh persetujuan yang diberikan dalam bentuk surat pernyataan. Isi surat pernyataan tersebut adalah informan tidak keberatan dengan hasil wawancara dan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian ilmiah. Pada saat melakukan klarifikasi, informan diberikan kebebasan untuk menentukan data mana yang dapat dipresentasikan dan data mana yang tidak dapat dipresentasikan. Alasan penggunaan teknik ini adalah agar diperoleh data yang objektif, sehingga benar-benar sesuai dengan kondisi informan tanpa adanya unsur rekayasa atau subjektifitas peneliti. Disamping itu adanya legalitas atas data yang disampaikan karena informan memberikan persetujuan atas data yang disajikan. (3) Peer debriefing. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti menggunkan jasa rekan/teman untuk bertanya jawab atau meminta pendapat mengenai penelitian. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi hasil penelitian. Teman tersebut akan berfungsi sebagai tempat berdiskusi atau berkonsultasi. Alasan digunakannya teknik ini adalah adanya beberapa teman yang dinilai memiliki kualitas baik secara pendidikan maupun pribadi untuk dijadikan teman diskusi. Pembahasan 1. Hambatan-hambatan dalam Implementasi PNPM Mandiri di Desa Kolongan a. Hambatan dalam Organisasi Hambatan dalam penggorganisasian ini terdiri dari tiga, antara lain sebagai berikut (1) Beban tugas dari pelaksana kecamatan yang sudah sangat banyak membina kelompok yang ada di kecamatan talawaan. Selain itu masih ada lagi melaksanakan tugas musrenbang desa dan fasilitasi penyusunan pembangunan desa. Sedangkan jumlah personel pelaksana kecamatan terbatas. (2) Minimnya anggaran Dana Operasional Kegiatan yang diberikan oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. (3) Kurangnya dana yang ada, sehingga tidak sanggup memenuhi kebutuhan semua kelompok yang ada. Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri memiliki beberapa hambatan, yang paling dirasakan oleh pelaksana tingkat kecamatan dan juga ada dirasakan oleh pelaksana tingkat desa dan kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Sehingga, dengan adanya hambatan tersebut bisa mempengaruhi lancarnya pelaksanaan kegiatan tersebut. Salah satunya hambatannya ada pada masalah organisasi. Dalam organisasi hambatan yang sangat dirasakan adalah kurangnya sumberdaya manusia
sebagai pelaksana di tingkat desa dari segi jumlah. Dalam hal ini personel kelompok pelaksana desa kolongan, yang tidak bisa mengakomodir seluruh kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang ada di desa. Karena pelaksana desa selain mengelola dana bergulir dan mengembangkan kelompok, juga melaksanakan tugas-tugas yang lain, seperti tugas memfasilitasi dalam pembuatan pembangunn desa, kegiatan Musrenbang desa, dan kegiatan-kegiatan yang lain. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan sudah terintegrasi dengan pelaksanaan perencanaan pembangunan di daerah. Pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di kecamatan juga terlibat dalam acara Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan. Selain itu juga diminta ikut memfasilitasi penyusunan rencana pembangunan Desa. Padahal pelaksana kecamatan sendiri dengan menghadapi kelompok pelaksan desa sudah merasa kesulitan membagi jadwal. Sehingga, banyak kelompok yang tidak sempat dikunjungi oleh pelaksana kegiatan desa. Permasalahan yang ada di kelompok juga tidak semuanya terpantau oleh pelaksana kecamatan. Kurangnya personel yang ada di kecamatan, juga dipengaruhi oleh kurangnya anggaran untuk membiayai insentif personel tersebut. Jika dilakukan penambahan personel tentu akan menambah biaya lagi, sementara dana Operasional kecamatan yang hanya sebesar 2% dari dana BLM, ditambah dari keuntungan dari perguliran dana yang sebagian dicadangkan lagi untuk menambah anggaran. Hambatan yang lainnya, yang dirasakan oleh pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di desa kolongan adalah minimnya anggaran untuk membiayai operasional kegiatan, seperti untuk mengadakan musyawarah, pelatihanpelatihan dan pembinaan ke kelompok desa. b. Hambatan dalam Interpretasi Implementasi sebuah program dari segi interpretasi juga mengalami hambatan. Hambatannya adalah interpretasi itu sendiri, yaitu interpretasi yang keliru terhadap program. Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yag diutamakan untuk masyarakat dari golongan rumah tangga miskin, tetapi justru banyak yang menikmati bukannya dari rumah tangga miskin, yang lebih besar menikmati adalah orang-orang pedagang yang sudah memiliki penghasilan di atas Rp 100 ribu sehari. Hambatan yang dirasakan oleh pemerintah kecamatan dan pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Mandiri di desa dalam memberikan interpretasi yang benar adalah rendahnya sumberdaya manusia di masyarakat yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan ini, tidak sesuai dengan tujuan dan sasaran program. Misalnya, dalam hal pemanfaatan dana yang digunakan untuk keperluan lain. Selain itu juga, pemanfaatan dana banyak yang dinikmati oleh orang-orang yang bukan Rumah Tangga Miskin. c. Hambatan dalam Aplikasi Bagian terakhir dari implementasi sebuah program adalah aktivitas aplikasi atau penerapan. Penerapan dari program yang sudah diorganisir, dan sudah diinterpretasikan dengan benar, sesuai dengan pedoman pelaksana dan petunjuk teknis. Walaupun sumberdaya sudah tersedia dengan cukup, dan program sudah diinterpretasikan dengan baik dan benar oleh pelaksana kegiatan, masih saja menghadapi hambatan-hambatan dalam penerapannya. Adapun hambatan yang masih dirasakan oleh pelaksana kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di desa kolongan adalah inkonsistensi
rencana dengan pelaksanaan program dilapangan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti masalah kelembagaan, masalah ekonomi (micro finance), dan beberapa pengurus kelompok yang bermasalah tidak berada di kampung (merantau). Masalah kelembagaan di sini adalah masih kurangnya keterbukaan (transparansi) antara anggota dan pengurus kelompok terhadap pengelolaan dana di kelompok. Beberapa kelompok belum memiliki AD/ART atau SOP sebagai aturan kelompok yang disepakati bersama. Beberapa anggota kelompok belum merasakan/memahami hakikat usaha berkelompok, hanya sebatas bisa ikut meminjam. Masih ada yang belum mengadakan pertemuan rutin kelompok, sebagai wadah untuk berbagi informasi antar anggota kelompok. Masalah Ekonomi adalah masalah macetnya usaha anggota yang juga disebabkan oleh manajemen usaha anggota belum dikelola dengan baik. sehingga anggota menjadi menunggak pembayaran angsuran pinjamannya. Pernyataan di atas berdasarkan dari hasil keterangan fasilitator kecamatan. 2. Upaya yang Telah Dilakukan Untuk mengatasi hambatan dalam Implementasi PNPM Mandiri Perdesaan Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri terdiri dari beberapa bagian, antara lain sebagai berikut : a. Upaya Untuk Mengatasi Hambatan dalam Organisasi : Pemerintah Kecamatan Talawaan, yaitu Camat menugaskan PjOK untuk membantu tugas Unit Pelaksana Kecamatan dalam pembinaan kelompok desa. Upaya yang telah dilakukan oleh pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di tingkat desa, salah satunya adalah PjOK juga turut membantu Unit Pelaksana Kecamatan melakukan pembinaan ke kelompok desa. Pengurus kelompok berupaya menggunakan dana yang ada, dan tetap terus mendesak UPK agar segera mencairkan dana. Sementara itu pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan meminta kepada pokja agar bisa menambah alokasi dana untuk kegiatan. b. Upaya Untuk Mengatasi Hambatan dalam Interpretasi Upaya yang dilakukan pemerintah kecamatan bersama pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan adalah dengan turun langsung ke kelompok bersama tim penyelamat, yang beranggotakan juga dari kepolisian, memverivikasi, mengawasi, menagih dan sekaligus memberikan sock terapi kepada pengurus dan anggota kelompok yang bermasalah. c. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam Aplikasi Upaya yang dilakukan oleh pelaku di tingkat pelaksanaan adalah memberikan pelatihan-pelatihan kepada pelaksana khususnya di desa kolongan, begitu juga dengan sosialisasi yang dilakukan, agar semua pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan petunjuk, aturan yang telah ditetapkan. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah diuraikan, maka penelitian ini dapat kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
3.
Organisasi Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan khususnya di desa kolongan secara umum dapat dikategorikan baik walaupun masih ada kelemahan, secara lebih rinci dapat dijelaskan seperti di bawah ini: a. Kelompok pelaksana kegiatan desa sudah memiliki struktur organisasi yang jelas, namun belum memiliki pembagian tugas masing-masing anggota atau Standar Prosedur yang jelas dan terarah (SOP). b. Sumberdaya manusia yang ada di kelompok pelaksana desa kolongan sebagai Pelaksana kegiatan dari segi kuantitas masih kurang mencukupi. Selain itu juga, sumberdaya manusia badan pengawas yang masih rendah. Sehingga, badan ini kurang optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Interpretasi Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri desa kolongan, masih belum jelas baik oleh pelaksana kegiatan di tingkat desa dan masyarakat desa kolongan secara rinci dijelaskan sebagai beriku: a. Masih juga ditemukan adanya inskonsistensi rencana dengan pelaksanaan program kegiatan. b. Penyusunan prioritas program yang belum memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya. Aplikasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri desa kolongan sudah dapat dilaksanakan, walaupun masih ada beberapa kendala seperti: a. Kegiatan administratif yang belum lengkap dan memadai di tingkat pelaksana kegiatan desa kolongan. b. Pelayanan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Kegiatan Kecamatan Talawaan sudah dapat dikatakan maksimal, hal ini dibuktikan dengan pelayanan dari segi konsultatif.
Saran Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat diajukan adalah: 1. Diperlukan standart prosedur kerja yang jelas di tingkat desa, untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam tahap implementasi sehingga pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Hal ini perlu mendapat perhatian bagi pengelola Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri baik ditingkat Kabupaten maupun Provinsi, sehingga walaupun kurang tersedia Sumber Daya Manusia yang memadai di tingkat desa, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ini dapat dengan mudah di laksanakan di tingkat desa. 2. Diperlukan pendampingan yang lebih intensif dari pelaksana kecamatan dan fasilitator kecamatan, agar penyusunan rencana lebih terarah dan tepat sasaran untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, sehingga dapat menghindari terjadinya inkonsistensi implementasi program dari yang telah disepakati bersama sesuai dengan rencana awal. 3. Perlunya pembinaan, pelatihan-pelatihan dari pelaksana tingkat kecamatan maupun kabupaten, bagi pelaksana program ditingkat desa, agar nantinya dapat lebih maksimal lagi dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ini, khususnya dapat mengerti dan tertib administrasi, berkaitan dengan kelengkapan administrasi, sehingga akuntabilitas pelaksana program lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA Adi, R I. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat . Jakarta. Raja Grafindo Persada. Afiffuddin. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan; Konsep, Teori dan Implikasinya di Era Reformasi. Bandung. CV. Alfabeta. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta. Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta Bintarto dan Surastopo Hadisumarno. 1979. Metode Analisa Geografi .LP3ES. Jakarta Creswell, J.W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative and Mixed Methods Approaches (2nd Edition). California. Sage Publitions, Inc. ___________. 2009. Research Design: Qualitative and Quantitative, and Mixed Methods Approaches (3rd Edition). California. Sage Publitions, Inc. Grindle, M.S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. Princeton. Princeton Univercity Press. Howlett, M & Ramesh, M. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystem. New York. Oxford University Press. Jones, C.O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy), (Terjemahan: Ricky Istamto). Jakarta. Rajawali Pers. Kartasasmita, G. 1997. Administrasi Pembangunan (Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia). Jakarta. LP3S. Moleong, J.L. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya. Mustopadidjaja, A.R. 1996. Administrasi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, Jakarta. Haji Masagung. Natsir. M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. Nasikun, Dr. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara Wacana.Yogyakarta. Nawawi, I. 2007. Public Policy, Analisis, Strategis, Advokasi Teori dan Praktek. Surabaya: PMN. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. Ndraha, T. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Menuju Tinggal Landas. Jakarta. Rineka Cipta. Roesmidi dan Risyanti, R. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung. Alqaprint Jatinangor. Satori, D dan Komariah, A. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. CV. Alfabeta. Siagian, S.P. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta. Gunung Agung. Silalahi, U. 1999. Metode dan Metodologi Penelitian. Bandung. Bina Bhudaya. Simon, C.A. 2007. Public Policy Prefereces and Outcomes. Newyork. Pearson Education, Inc. Stewart, A.M. 1998. Empowering People, (Pemberdayaan Sumberdaya Manusia), (Alih bahasa : Agus M. Hardjana). Yogyakarta. Kanisius. Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. CV. Alfabeta. ______. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. CV. Alfabeta.
______. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. CV. Alfabeta. Suharto, E. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung. Refika Aditama. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung. AIPI Bandung. Todaro, M. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid I, (alih bahasa : Haris Munandar), Jakarta. Erlangga. Wahab, S.A. 2011. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang. UMM Press. Walters, D and Brown, L. 2004. Design First, Design Based Planning for Communities. Burlington. Architectural Press. Wilson, C. 2008. Public Policy. United States. Waveland Press. Inc. Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta. Media Pressindo. Yunus. R. 2009. Aspek Kelembagaan Dalam Pengentasan Kemiskinan. Rineka Cipta. Peraturan Perundang-undangan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Keputusan Menkokesra Nomor: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.