IMPLEMENTASI PERIZINAN TERTENTU TERHADAP KEGIATAN USAHA AIR MINUM ISI ULANG (DEPOT AIR) DI KECAMATAN SUNGAI KUNJANG KOTA SAMARINDA Abstrak
AMALIA RAMAYANI, Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, 2012. Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. (di bawah bimbingan Bapak Ivan Zairani Lisi, S.H., S.Sos., M.Hum dan Bapak Insan Tajali Nur, S.H.,M.H). Penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda dari Bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2012. Salah satu kewajiban pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha tentunya harus memiliki izin seperti Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Sebab perizinan dalam suatu kegiatan usaha merupakan hal penting. Karena usaha tersebut tidak akan berkembang tanpa izin dan izin tidak akan berfungsi tanpa adanya suatu usaha. Namun sebagian dari pelaku usaha khususnya di Kecamatan Sungai Kunjang dalam melakukan kegiatan usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi perizinan tertentu dan faktorfaktor penghambat dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Adapun metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode wawancara dan buku/referensi yang berkaitan dengan masalah, yaitu kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) baik yang tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau pun yang memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Pendapat para pakar hukum yang terdapat dalam buku serta artikel-artikel maupun hasil penelitian yang terkaitan dengan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam melakukan kegiatan usaha khususnya di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda, pelaku usaha tidak seluruhnya memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Ini dilihat bahwa sebagian pelaku usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Faktor penghambat yang dihadapi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda dalam memaksimalkan implementasi perizinan tertentu yaitu kebijakan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk memperoleh izin dan syarat-syarat tersebut memuat nilai rupiah perhitungan pembayaran yang nilainya sangat mahal dalam hitungan per-meternya, selai itu juga adalah kurangnya petugas pegawas Dinas Perizinan/Petugas Teknis yang bertugas dilapangan, sarana dan fasilitas belum menggunakan teknologi mutahir dan kendaraan dinas yang kurang mendukung serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi peraturan yang berlaku. Sedangkan upaya yang dilakukan baru sebatas pada peraturan yaitu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Kata Kunci : Implementasi, Perizinan, Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Pelaku Usaha
Pendahuluan Perkembangan ekonomi merupakan salah satu sektor yang utama dalam kaitannya dengan pembangunan nasional. Hal itu mudah dipahami sebab perkembangan tersebut memiliki fungsi yang salah satunya adalah pertumbungan pendapatan nasional maupun pendapatan daerah. Seperti yang diungkapkan Sunaryati Hartono bahwa :
1
Hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi
pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek, sebagai berikut : 1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi, dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan; 2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat, sehingga setiap warga Negara Indonesia dapat menikmati hasil pembangunan ekonomi sesuai dengan sumbangannya dalam usaha pembangunan ekonomi tersebut Pembangunan dapat pula diartikan sebagai usaha menambah nilai suatu keadaan lain yang mempunyai mutu lebih baik.2 Artinya pembangunan tersebut tidak hanya untuk pembangunan ekonomi masyarakat semata tetapi juga memiliki
value atau kualitas untuk mensejahterakan kehidupan warga negara Indonesia. Dengan demikian, dengan adanya pembangunan dan perkembangan ekonomi di masyarakat. Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab, untuk mengusahakan kesejahteraan bagi warganya. Untuk itu pemerintah harus memiliki sikap
proaktif,
bukan
hanya
menunggu.
Sebab
pemerintah
mencampuri,
1 Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, 2007, Hukum Dalam Ekonomi, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 4. 2 Suwardyoko Warpani, 1983, Analisis Kota dan Daerah, ITB, Bandung, Halaman 9.
mengarahkan bahkan mengendalikan berbagai kegiatan, aktifitas dan sepak terjang warganya. Perkembangan usaha tersebut pun tidak terkecuali di kawasan kecamatan sungai kunjang. Dewasa ini dengan bertambahnya kebutuhan rumah tangga penduduk setempat, khususnya air minum. Menyebabkan maraknya kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air). Dalam kegiatan usaha tersebut, peranan perizinan pun sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan dan pertumbuhan dunia usaha merupakan dua sisi mata uang yang saling berkaitan/berhadapan.3 Karena untuk melakukan kegiatan usaha, maka perlu memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) untuk mendukung kegiatan usaha tersebut, selain daripada itu dapat terwujudnya legalitas usaha tersebut. Serta dunia usaha tidak akan berkembang tanpa ada izin yang jelas menurut hukum dan tentunya izin tersebut berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Idealnya dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, menyatakan mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan retribusi perizinan tertentu, wajib memiliki izin tertulis dari Walikota. Artinya seseorang atau badan yang mengoperasikan suatu usaha harus memiliki izin tertulis dari pihak yang berwenang, yaitu walikota. Tetapi dalam kasus ini banyak kegiatan usaha yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak menyertakan izin tersebut. Salah satu izin tersebut adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Hal ini bukan rahasia umum karena di beberapa kelurahan, Kecamatan Sungai Kunjang,
3
Simatupang, Richard Burton,2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Renika Cipta, Jakarta, Halaman 145.
ada beberapa pelaku usaha tidak menyertakan atau mengoperasikan kegiatan tersebut tanpa memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Kemudian dengan adanya kewajiban memiliki surat izin yang salah satunya adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atas suatu kegiatan usaha, pemerintah daerah khususnya Kota Samarinda, berusaha memperbaiki kinerja pelayanan masyarakatnya dengan merombak tata kelembagaan dan sistem yang telah berjalan lama sebelumnya, bahkan kewenangannya terdistribusikan ke sejumlah instansi teknis yang ada menjadi terpusat dalam wadah pelayanan bersama, yaitu Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), yang kemudian dirombak lagi menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).4 Tetapi hal tersebut tidak juga membuat sebagian masyarakat atau pelaku usaha air minum isi ulang (Depot Air) yang berada di Kecamatan Sungai Kunjang mendaftarkan kegiatan usaha, yaitu Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Alasannya pertama, keengganan para pemilik usaha untuk memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), karena apabila izin tersebut berubah maka berubahlah besaran retribusi tersebut. Kedua, biaya dan birokrasi yang rumit. Dan yang terakhir, budaya masyarakat yang tidak memahami pentingnya legalitas atau kepastian hukum yang dalam hal ini adalah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), guna untuk memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum serta kemanfaatan dari legalitas tersebut. Serta sistem pengawasan dan tidak/belumnya menggunakan teknologi yang mutahir terhadap pendataan kegiatan usaha yang ada di Kecamatan Sungai Kunjang, baik dalam pengawasan pemberian izin ataupun pengawasan terhadap kegiatan usaha
4
Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Perizinan ”Problem dan Pembenahan”, PT gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 174.
atau pelaku usaha yang tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) menjadi salah satu persoalan tersendiri. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik membahas mengenai implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi Perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti berkaitan dengan skripsi dengan mengangkat ”Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda”. Dengan rumusan masalah yang pertama Bagaimana implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda? dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum isi ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda?
Pengertian Izin 1.
Menurut Mr. N.M Spelt dan Prof. J.B.J.M. Ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit).5
2.
Pendapat Spelt dan ten Berge tersebut agak berbeda dengan pandangan Van der Pot. Menurut Van der Pot, Izin merupakan keputusan
5 Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Op, Cit, Halaman 7 dikutip dari Mr. N.M Spelt dan Prof. J.B.J.M. Ten Berge, disunting Dr. Philipus M. Hadjo, Sh, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Penerbit Yuridika, Surabaya, Halaman 2-3.
yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsip tidak dilarang oleh pembuat peraturan.6 3.
Izin
adalah
Pernyataan
setuju
untuk
melakukan
sesuatu,
mengabulkan ataupun persetujuan membolehkan.7 Dari beberapa perumusan mengenai pengertian izin yang telah diuraikan oleh beberapa ahli yang sebagaimana dijelaskan maka terdapat beberapa unsur antara lain : 1. Adanya keputusan yang konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin; 2. Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan, dalam izin dapat dipahami bahwa pihak tertentu tidak dapat melakukan sesuatu terkecuali diizinkan. Artinya kemungkinan adanya tindakan tertutup dari seseorang atau badan terkecuali diizinkan oleh yang berwenang, seperti Pemerintah; dan 3. Adanya izin tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga disebut sebagai izin tidak termasuk dalam pemberian secara lisan. Pengertian Usaha Usaha menurut Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Artinya perbuatan atau kegiatan di bidang ekonomi yang dilakukan baik secara perseorangan ataupun bersama-sama bertujuan untuk adanya keuntungan yang sebanyak-banyak untuk para pembuat kegiatan tersebut. 6
Ibid, dikutip dari Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, 1985, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta, Halaman 143. 7 Anomin, 1996, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Fajar Mulya, Surabaya, Halaman 170.
Perusahaan Dagang Perusahaan Dagang adalah salah satu bentuk perusahaan perseorangan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha dengan ciri-ciri lainnya :
8
a. Modal milik satu orang saja; b. Didirikan atas kehendak seorang pengusaha; c. Keahlian, teknologi, dan manajemen dikelola satu orang saja; d. Bila tampak banyak orang di perusahaan itu merupakan para pembantu pengusaha; e. Tentu saja bukan perusahaan badan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau pengumpulan; f.
Resiko dan untung rugi menjadi tanggungan sendiri;
g. Tidak melalui proses pendirian perusahaan sebagai mestinya, kecuali surat izin usaha dari kantor perdagangan setempat; h. Wajib untuk membuat catatan keuangan termasuk kewajiban terhadap pajak dan retribusi daerah. Penerbitan/Prosedur Surat Izin Tempat Usaha Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah surat untuk memperoleh izin sebuah usaha di sebuah lokasi usaha dengan maksud agar tidak menimbulkan gangguan atau kerugian kepada pihak-pihak tertentu. Surat ini juga mempunyai dasar hukumnya yaitu berdasarkan peraturan daerah dari domisili perusahaan dan/atau usaha yang bersangkutan.9 Adapun persyaratan–persyaratannya meliputi:10
8
Saliman, Abdul, R, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, 2007, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media Group , Jakarta, Halaman 104 9 http://carapedia.com/surat_ijin_tempat_usaha_info266.html diakses tanggal 8 Januari 2012 Jam 10.00 WITA 10 Sumber Data : Selembaran BPPTSP Kaltim
1.
Persyaratan Baru 1)
Permohonan ditujukan kepada Walikota Samarinda diatas kertas bermaterai Rp. 6000.00 (enam ribu rupiah).
2)
Surat pernyataan bersedia mentaati ketentuan yang berlaku.
3)
Persetujuan tetangga (tidak keberatan), disetujui RT dan Lurah setempat.
4)
Fotocopy PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tahun terakhir.
5)
Fotocopy KTP yang masih berlaku.
6)
Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
7)
Fotocopy Sertifikat/Bukti Kepemilikan Tanah.
8)
Denah Lokasi.
9)
Pas Photo 4 X 6 = 3 lembar (berwarna).
10) Akta Notaris bagi yang berbadan hukum. 11) Rekomendasi dari instansi terkait sesuai bidang usaha bila diperlukan. 12) Bukti Lunas Retribusi. 2.
Persyaratan Daftar Ulang (Perpanjangan) 1)
Permohonan
perpanjangan/heregestrasi
ditujukan
kepada
Walikota Samarinda diatas kertas bermaterai Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah). 2)
Surat pernyataan bersedia mentaati ketentuan yang berlaku.
3)
Persetujuan tetangga (tidak keberatan), disetujui RT dan Lurah setempat.
4)
Fotocopy PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tahun terakhir.
5)
Fotocopy KTP yang masih berlaku.
6)
Pas Photo 4 X 6 = 3 Lembar (Berwarna).
7)
Rekomendasi dari instansi terkait sesuai bidang usaha bila diperlukan.
8)
Bukti Lunas Retribusi.
9)
Akte Notaris.
10) Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 11) SITU (Surat Izin Tempat Usaha) Asli. Pengertian Retribusi Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.11 Sedangkan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.12 Ciri-Ciri Retribusi Retribusi merupakan pungutan resmi yang dilakukan pemerintah, yang berbeda bila dibandingkan dengan pajak dan sumbangan. Ciri-ciri retribusi adalah sebagai berikut:13 1. Dipungut
dengan
berdasarkan
Undang-Undang
dan
peraturan
pelaksananya yang berlaku umum;
11 Pasal 1 Angka 12 Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 12 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 13 Ibid, Halaman 65.
2. Dalam retribusi, adanya prestasi yang berupa pembayaran dari warga masyarakat akan diberi jasa timbal baliknya secara langsung yang tertuju kepada individu yang membayar; 3. Uang hasil retribusi digunakan untuk pelayanan umum berkaitan dengan retribusi yang bersangkutan; dan 4. Pelaksanaannya dapat dipaksakan dan paksaan itu umumnya bersipat ekonomis. Cakupan Izin yang Terkena Retribusi Ada beberapa izin yang juga terkena retribusi seperti retribusi izin mendirikan bangunan (IMB), retribusi izin gangguan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin trayek dan retribusi izin usaha perikanan. Adapun penjelasannya adalah : 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah pembayaran atau pemberian izin mendirikan bangunan atau bangunan-bangunan oleh pemerintah daerah kepada orang atau badan, termasuk mengubah bangunan.14 Yang dimana pemberian izin tersebut untuk mendirikan suatu bangunan, agar desaian, pelaksana pembangunan, dan bangunan yang dimaksud sesuai dengan rencana tata ruang kota yang berlaku, sesuai dengan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB) yang ditetapkan, dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
14
Pudyatmoko Y. Sri, Op. Cit., Halaman 67.
Yang menjadi sasaran pengenaan retribusi (objek retribusi) izin mendirikan bangunan adalah jasa pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan, sedangkan yang dapat dijadikan subjek retribusi meliputi orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan. Sedangkan wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi
diwajibkan
melakukan
pembayaran
retribusi
termasuk
memungut atau pemotong retribusi tertentu. Serta mengenai besarnya biaya retribusi ditetapkan berdasarkan nilai bangunan, lokasi bangunan, fungsi bangunan, status bangunan, kelas bangunan, tingkat bangunan, dan luas lantai bangunan. 2. Retribusi Izin Gangguan Izin gangguan adalah izin yang diberikan berkaitan dengan tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, gangguan, dan tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
Sedangkan
retribusi
izin
gangguan
adalah
pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan.15 Wajib retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan
pembayaran
retribusi.
Dasar
diwajibkan
pengenaan
untuk
retribusi
melakukan
adalah
tingkat
penggunaan jasa. Tingkat penggunaan jasa dapat didasarkan pada faktor-faktor : 15
Ibid, Halaman 69.
a. lingkungan (kawasan); b. Lokasi (fungsi jalan); dan c. Besar-kecilnya gangguan. 3. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pembayaran atas pemberian izin oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan penjualan minimal beralkohol di suatu tempat tertentu.16 Mengenai wajib retribusinya sama dengan retribusi izin mendirikan bangunan yaitu orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
diwajibkan
untuk
melakukan
pembayaran atas izin tersebut. Objek retribusi adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di : 1. Hotel; 2. Restoran; 3. Bar; 4. Klab Malam; 5. Diskotik; 6. Supermaket dengan rak/lemari terkunci; dan 7. Tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah. 8. Mengenai struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis tempat penjualan minuman beralkohol, misalnya ditetapkan untuk dikenakan retribusi sebesar Rp. 150.000,00 ( seratus lima puluh ribu rupiah). 4. Retribusi Izin Trayek 16
Ibid, Halaman 68.
Retribusi izin trayek adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah suatu daerah.17 Mengenai wajib retribusi sama seperti pada retribusi izin mendirikan bangunan, izin gangguan, dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan
pada
tujuan
untuk
menutup
atau
seluruh
biaya
penyelenggaraan pemberian izin trayek tersebut meliputi komponen biaya survei lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan. Mengenai struktur dan besar tarifnya retribusi untuk satu masa retribusi dapat ditentukan berdasarkan jenis angkutan, kapasitas, tempat duduk, dan tarif. Jenis angkutannya meliputi mobil penumpang, mobil bus, dan angkutan khusus dan kapasitasnya sampai dengan 8 (delapan) orang penumpang, antara 9 (sembilan) jenis angkutan 15 (lima belas) orang. 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan. Objek retribusi izin usaha perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.18 Mengenai wajib retribusinya adalah orang pribadi atau
badan
yang menurut peraturan perundang-undangan
wajib
melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi izin usaha perikanan.
17 18
Ibid, Halaman 70.
Pasal 23 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
Besaran Retribusi Retribusi sebagai pungutan resmi yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga masyarakat dapat ditentukan besarnya menurut kriteria dan cara tertentu. hal tersebut dapat ditentukan secara langsung berdasarkan harga tetap untuk setiap izin, ada pula ditentukan berdasarkan ukuran tertentu, contohnya seperti luas, tinggi, dan volume. Adapun struktur dan besaran tarif retribusi izin gangguan yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (2) Perda Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, adalah :
Tabel : 1 Retribusi Izin Gangguan untuk Perdagangan. a.
Luas Sampai Dengan
35 M2
=
Rp. 8.000,00 / M2
b.
Luas
36 s/d
50 M2
=
Rp. 8.500,00 / M2
c.
Luas
51 s/d
100 M2
=
Rp. 9.000,00 / M2
Luas
101 s/d
500 M2
=
Rp. 10.000,00 M2
Luas
501 s/d
1.000 M2
=
Rp. 10.500,00 M2
1.000 M2
=
Rp. 11.000,00 M2
Luas diatas
Sumber: Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu
Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) Di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda
Pembangunan suatu daerah khususnya Samarinda dapat terlaksana tidak lepas dari pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan retribusi. Adapun mengenai retribusi yang kemudian dibebankan pada masyarakat tentunya berkaitan dengan salah satu jasa pemberian izin yang diberikan pemerintah daerah Kota Samarinda. Dalam hal ini adalah retribusi izin gangguan untuk perdagangan, izin gangguan (HO/Hinder Ordonantie) yang selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.19 Dalam wawancara dan penelitian penulis di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda, pelaku usaha air minum isi ulang yang selanjutnya disebut depot air minum dalam melaksanakan dan mengoperasikan usaha tersebut tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Hal tersebut diperoleh melalui Bapak Rizky dan Yirni beralamat di Kelurahan Loa Bakung, Kelurahan Loa Bahu adalah Bapak Sunarto dan Ibu Ririn, Kelurahan Karang Asam Ulu yaitu Ibu Tuti dan H. Idir, terakhir di Kelurahan Karang Asam ilir oleh M. Abidin dan ibu Annisa menyatakan dalam melakukan kegiatan usaha tersebut tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
20
Terlebih Pak Yirni beralamat di Kelurahan Loa Bakung yang
sudah menjalankan kegiatan usaha tersebut selama kurang lebih 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun, tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Dari wawancara tersebut, tentu adanya ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yaitu Pasal 28
19
Pasal 1 angka 26 Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu Wawancara bersama Pelaku Usaha di Kecamatan Sungai Kunjang, Tanggal 12 April 2012 Jam 17.00 WITA 20
ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, menyatakan mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan retribusi perizinan tertentu, wajib memiliki izin tertulis dari Walikota. Karena seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam menjalankan usaha tersebut pelaku usaha tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Berbagai alasan yang diungkapkan pelaku usaha mengenai ketidakadanya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah trauma
karena rumitnya syarat-syarat harus dipenuhi
oleh masyarakat
khususnya di bidang perizinan dan masyarakat yang tidak patuh kepada peraturan yang berlaku. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Daerah Kota Samarinda. Dan hal tersebut seakan percuma ketika masyarakat itu sendiri yang melanggarnya. Ditambahkan pula oleh Bapak Imansyah selaku Kabid Pendataan dan Penetapan di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda memberikan keterangan bahwa kegiatan usaha suatu perdagangan harus memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU).21 Serta dalam menunjang kewajiban pelaku usaha untuk memiliki izin tempat usaha. Pihak pemerintah khususnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda melakukan sosialisasi kepada masyarakat yaitu kegiatan sosialisasi langsung ke beberapa Kecamatan di Kota Samarinda dan melalui media elektronik seperti TVRI/RRI serta melalui media cetak. Hal tersebut bukan semata-mata untuk melaksanakan kewajiban pembayaran retribusi tetapi juga berhubungan dengan
21 Wawancara bersama Kabid Pendataan dan Penetapan Kota Samarinda. Tanggal 06 Juni 2012 Jam 12.00 WITA.
pendataan untuk kepentingan Pemerintah Daerah. Karena secara tidak langsung pemerintah berkewajiban untuk mengatur guna mewujudkan tata kota yang lebih baik. Tindakan/upaya yang sebagaimana telah dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda, tidak selalu berhasil karena terdapat beberapa persoalan dalam perizinan yang diantaranya 1. Sistem Peninjauan/Pengecekan Lapangan Setelah adanya permohonan suatu izin maka idealnya dilakukan suatu peninjauan/pengecekan lapangan yang dimana dilakukan oleh pengawai Dinas Perizinan, Tetapi persoalannya adalah minimnya pengawai di Dinas Perizinan atau Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Sehingga menyebabkan
tidak
berjalannya
tugas/sistem
peninjauan/pengecekan
lapangan tersebut. Dengan minimnya pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu tersebut kemudian menghambat Dinas Perizinan untuk memaksimalkan dalam upaya mengurangi adanya penyimpangan dari permohonan. Padahal salah
satu,
tercapainya
suatu
tujuan
dari
sebuah
instansi
adalah
terpenuhinya para pengawai sehingga di kemudian hari tidak adanya kekosongan tugas dan wewenang. 2. Pemohon Izin Kelancaran proses pengurusan izin juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku pemohon sendiri.22 Dalam permohonan tersebut tentu adanya proses dalam menerbitkan izin, seperti verifikasi berkas dan penelitian. Sehingga adanya kemungkinan pemenuhan persyaratan dari pemohon masih 22
Pudyatmoko Y. Sri, 2009, Op, Cit, Halaman 149
ada yang harus dilengkapi karena adanya kekurangan, tidak lengkap, dan kesalahan. Kemudian persoalan lainnya adalah masyarakat yang tidak ingin susahsusah
sehingga
adanya
pelanggaran,
contohnya
adalah
pengajuan
permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus adanya gambar teknis. Pastinya perlu seorang lulusan arsitek atau lulusan STM dan pastinya butuh biaya untuk jasa tersebut. Hingga bisa timbul anggapan dari masyarakat bahwa tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak apa-apa. Lagi-lagi pengawasan begitu sangat penting perannya dalam persoalan perizinan, khususnya bagi pemohon izin. Serta
masyarakat
yang
kadang
tidak
jujur,
misalnya
mereka
mengatakan bahwa usaha tersebut memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), padahal usaha tersebut tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Sehingga menambah kendala untuk memaksimalkan dalam meningkatkan pengawasan izin tersebut dan kesadaran masyarakat selaku pemohon untuk memenuhi
berbagai
ketentuan
yang
berlaku mesti
diwujudkan. Karena dengan kondisi kesadaran masyarakat yang kurang, mau tidak mau peran aparatur untuk mengarahkan dan mendorong masyarakat ke arah itu menjadi sesuatu yang mesti dipenuhi. 3. Sarana dan Prasarana Dalam proses penanganan permohonan izin diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Tanpa itu proses perizinan sulit dilakukan. Sarana tersebut adalah menggunakan teknologi mutahir seperti sistem komputerisasi dan pelatihan maupun pendidikan singkat mengenai sistem komputerisasi tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang
aparatur atau pegawai Dinas Perizinan dalam melayani masyarakat dan mempersingkat waktu dalam hal pendataan izin di suatu daerah atau kawasan. Serta saran dan prasarana pendukung lainnya untuk melakukan pengecekan lapangan misalnya, mesti ada sarana transportasi yang memadai.
23
. Karena kadangkala para aparatur pemerintah mengeluhkan
mengenai minimnya fasilitas transportasi tersebut. 4. Percaloan Dalam Pengurusan Izin Pengurusan izin kadang kala berkesan rumit, biroktratis, berbelitbelit dan tidak menyenangkan, kadang pula terkesan mahal. Hingga kesan negatif pun tak dapat dihindari. Hal tersebut di sebabkan antara lain karena budaya tidak mau teratur, tidak mau antri, mau jalan pintas, tidak mau bersusah payah, dan tidak mau mengurus kepentingannya sendiri secara tertib.24 Hingga mereka pun tidak mau mengurus permohonan tersebut secara mandiri tetapi mencari cara lain untuk melakukan perngurusan tersebut. Seperti menyuruh keluarga, teman, atau yang berstatus biro jasa. Bahkan kemungkinan aparatur pemerintah sendiri. Dalam praktik yang ada, kadang kala pengurusan suatu jenis izin itu tidak mudah diikuti. Beberapa hal yang bisa menyebabkan adanya pengurusan izin oleh orang lain, diantaranya adalah :25 a.
Permohonan tidak memiliki waktu yang cukup;
b.
Permohonan tidak mengetahui syarat untuk memperoleh izin;
c.
Permohonan tidak mengetahui jenis izin apa saja, jenis rekomendasi apa saja yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu;
d. 23 24 25
Lebih menguntungkan pemohon; Ibid, Halaman 152 Ibid, Halaman 156 Ibid
e.
Permohonan mendapatkan informasi yang keliru sehingga menganggap semua pengurusan izin susah;
f.
Pengaruh lingkungan karena sebagian orang disekitar melakukan hal yang sama;
g.
Permohonan tidak mau repot;
h.
Pengalaman sebelumnya dari pemohon pernah mengurus izin dan rumit;
i.
Tidak dilarang oleh peraturan yang berlaku;
j.
Desakan dari orang atau pihak penyedia jasa pengurus izin. Serta dalam hal pencaloan pengurusan izin yang sebagaimana
dijelaskan diatas tentunya dapat menimbulkan persoalan yang sekiranya akan berdampak dikemudian hari. Contohnya adalah untuk izin yang bersipat perseorangan atau pribadi, pencaloan dapat menyalahi aturan yang ada. Dimana mereka yang seharusnya tidak mendapat izin tetapi tetap saja diberi izin. Tentu ini menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh Dinas Perizinan dalam memaksimalkan dan mengurangi persoalan dalam hal perizinan. Padahal memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) terdapat keuntungan serta manfaat yang di antaranya : 26 1. Sarana perlindungan hukum Kerap kali televisi menayangkan berita tentang pembongkaran terhadap pedagang-pedagang kecil. Tindakan-tindakan tersebut dilatar belakangi oleh ketidakpatuhan para pedagang terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku. Salah satunya adalah kepemilikan izin usaha. Terbatasnya tingkat pendidikan 26 http://www.sijunjung.go.id/?mod=konten&menu=situ diakses tanggal 5 Januari 2012 Jam 10.00 WITA.
yang dimiliki oleh para pedagang serta ketidaktahuan para pedagang akan aturan-aturan
tersebut menjadi faktor penyebab mereka kerap kali
menyepelekan sisi legalitas dari suatu usaha yang dijalaninya. Rumitnya pengurusan izin usaha kerap kali menjadi momok bagi para pedagang membatalkan niat mereka melegalkan usahanya. Dengan demikian ketidakpatuhan tidak selalu berawal dari pedagang. Namun, seringkali dari sistem birokrasinya. Selain itu, faktor permainan oknum-oknum pada instansi terkait juga menjadi rahasia umum dan mengakibatkan keengganan pelaku usaha mengurus izin usaha. Dengan kepemilikan izin usaha, seorang pengusaha telah sedini mungkin menjauhkan kegiatan usahanya dari tindakan pembongkaran dan penertiban. Hal
tersebut
berefek
memberikan
rasa
aman
dan
nyaman
akan
keberlangsungan usahanya. Legalisasi merupakan sarana yang pemerintah sediakan agar kenyamaan dalam melakukan kegiatan usaha dirasakan oleh para pelakunya. 2. Sarana promosi Kegiatan promosi merupakan salah satu metode yang kerap kali dilakukan untuk mendongkrak omset penjualan serta sebagai ajang pengenalan bagi usaha yang baru dibuka. Dalam promosi tersebut, tidak lupa pengusaha mempromosikan
komoditas
yang
disediakan.
Tidak
ketinggalan
ia
memberikan semacam kelebihan dari service yang diberikan kepada calon konsumen. Misalnya dengan diadakannya potongan harga, delivery order, atau bentuk pelayanan lainnya. Dengan mengurus dokumen-dokumen hukum tentang kegiatan usaha, secara tidak langsung pengusaha telah melakukan serangkaian promosi.
Mengapa demikian? Pencatatan izin usaha dilakukan beberapa tahapan lokasi, pertama melalui kantor kelurahan atau kantor kecamatan dan sebagainya. Dengan sendiri komunikasi tersebut izin usaha sebagai perlindungan hukum antara pengusaha dan pertugas tersebut, hal tersebut tentunya menjadi ajang promosi secara individu. Setelah izin usaha dan dokumen-dokumen lainya telah selesai, promosi secara inventaris dan administratif mulai dapat dilakukan. Sebagai usaha yang telah terdaftar dalam lembaga pemerintahan yang menaungi jenis usaha maka setiap orang dapat mengakses data-data tersebut. 3. Bukti kepatuhan terhadap aturan hukum Dengan memiliki unsur legalitas tersebut menandakan bahwa pengusaha telah mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku. Dengan mematuhi hukum yang berlaku, secara tidak langsung ia telah menegakkan budaya disiplin pada diri. Kepatuhan pengusaha tersebut merupakan bentuk paling terkecil
dari
tindakan
yang
dapat
dilakukan
terhadap
negara
dan
pemerintahan. 4. Mempermudah mendapatkan suatu proyek Seorang pengusaha tentunya menginginkan kegiatan usaha yang dijalani mengalami kemajuan. Ada beberapa jenis usaha seperti misalnya usaha bidang produksi atau developer perumahan tidak terlepas dari proses pemenangan tender suatu proyek, baik dari perusahaan swasta maupun pemerintah. Dalam suatu tender, mensyaratkan bahwa para peminat harus memiliki dokumen-dokumen hukum. Tentunya unsur-unsur legalitas yang terkait dengan kepemilikan suatu badan usaha guna mengikuti pelelangan suatu sarana perlindungan hukum tender. Kepemilikan dokumen legal
tersebut menduduki posisi pertama. Dengan demikian izin usaha memiliki arti penting bagi suatu usaha. Pada intinya izin usaha dapat dijadikan sebagai sarana untuk pengembangan usaha.
5. Mempermudah pengembangan usaha Apabila suatu usaha/bisnis yang dirintis telah mencapai perkembangan yang signifikan, aliran modal dan keuntungan telah mengalir. Konsumen semakin bertambah dan mulai berkembang menjadi langganan yang fanatik. Kondisi demikian dapat dikatakan bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus di masa depan. Kondisi seperti itu tampaknya sangat tepat untuk ditindaklanjuti dengan suatu ekspansi kekuatan pendukung. Misalnya, membuka cabang-cabang usaha di beberapa daerah. Dengan kondisi seperti itu, tentunya memerlukan ketersedian dana segar untuk merealisasikan keinginan tersebut. Solusinya, meminjam sejumlah dana kepada bank. Namun, tanpa kelengkapan surat izin usaha dan dokumen penting lain, tampaknya modal akan sulit didapatkan dari lembaga keuangan/bank. Selain daripada manfaat dan keuntungan, terdapat pula penegakan hukum yang dimana menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum yang menjadi kenyataan.27 Artinya
ketika
berbicara
mengenai
penegakan
hukum
berarti
banyak
pembicaraan tentang ide-ide serta konsep yang hanya bersipat abstrak. Tetapi ketika dipandang dari sudut yang berbeda maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi sebuah kenyataan.
27
Pudyatmoko Y. Sri, Op. Cit., Halaman 111 dikutip Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, 1984, Masalah Penegak Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Penerbit Sinar Baru, Bandung, Halaman 24
Penegakan hukum tidak hanya dimaknai dengan tindakan orang atau pihak lain untuk menaati ketentuan yang berlaku supaya menjadi patuh tetapi penegakan
hukum
juga
dapat
dimaknai
sebagai
kemungkinan
untuk
mempengaruhi orang atau pihak lain yang terkait sehingga hukum dapat berlaku sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya. Dengan uraian diatas, maka terdapat penegakan hukum preventif dan penegakan hukum represif. Penegakan hukum preventif merupakan serangkaian upaya tindakan yang dimaksudkan
sebagai
pencegahan
agar
tidak
terjadi
pelanggaran
atau
penyimpangan ketentuan yang ada.28 Artinya tindakan nyata yang dilakukan oleh pembuat peraturan untuk melakukan pencegahan agar tidak adanya sebuah pelanggaran di kemudian hari yang dimana pelanggaran tersebut merupakan tindakan lanjut dari keputusan atau aturan yang diterbitkan oleh pembuat peraturan. Contohnya adalah dilakukan dengan memberikan bekal pemahaman dan kesadaran bagi masyarakat khususnya pelaku usaha depot air minum atau pihak yang berkaitan dengan bidang perizinan agar dapat mengerti apa yang diinginkan oleh pembuat peraturan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara penyuluhan, sosialisasi, dan motivasi tentang pelaksanaan ketentuan perizinan yang ada dan diinginkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Serta dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam mengambil sebuah keputusan,
misalnya
membuka
kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
memberikan saran, kritik, masukan, dan keberatan atau penolakan atas suatu kebijakan. Disamping itu pula terdapat penegakan hukum represif. Penegakan hukum represif dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran hukum, khususnya 28
Ibid, Halaman 112
menyangkut soal perizinan.29 Artinya dalam penegakan hukum represif dilakukan untuk menganggulangi adanya sebuah persoalan hukum, terutama dalam hal pelanggaran. Yang dimana dalam menanggulangi persoalan hukum tersebut dapat berupa penegakan hukum administratif, penegakan hukum perdata, penegakan hukum pidana serta penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh aparatur peradilan dan aparatur pemerintahan. Dari penelitian tersebut, bahwa implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum, tidak sesuai dan/atau tidak berjalan antara yang ada dilapangan khususnya kawasan Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun konsep dan upaya-upaya seperti penegakan hukum baik secara preventif dan refresif yang sebagaimana di jelaskan diatas telah di upayakan oleh pemerintah daerah. Tetapi lagi-lagi masyarakat merupakan salah satu pendukung dalam berlakunya suatu peraturan perundang-undangan.
Faktor Penghambat Dalam Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) Di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda
Untuk memaksimalkan implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum ada beberapa kendala yang dihadapi di Badan Pelayanan
29
Ibid, Halaman 113
Perizinan Terpadu Satu Pintu. Berangkat dari teori efektivitas penegakan hukum oleh Soerjono Soekanto . Adapun faktor penghambat dan kendala dalam implementasi perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha depot air minum, akan dianalisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu: 1. Faktor Hukum Dalam praktik penyelenggaraan hukum yang sebagaimana telah di jelaskan dalam teori efektifitas hukum oleh Soerjono Soekanto, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak. Hal tersebutlah yang sekiranya terjadi dalam penegakan hukum yang sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Dari peraturan tersebut kemudian lahirlah kebijakan untuk memiliki suatu izin tertulis dari pihak yang berwenang yaitu walikota. Kebijakan tersebut menyebabkan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk memperoleh izin tersebut. Dan dalam persyaratannya memuat nilai rupiah perhitungan pembayaran yang nilainya sangat mahal dalam hitungan per-meternya. Sehingga tidak berjalan atau terwujudnya aturan yang sebagaimana tercantum dalam ketentuan dari pasal 28 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, yang dimana mewajibkan dalam melakukan kegiatan usaha harus memiliki izin tertulis dari walikota. Artinya ada kesenjangan antara penegakan peraturan perundang-undangan dengan keadaan yang ada dilapangan. Kemudian tidak ada ketegasan dari
Pemerintah Daerah dalam menyikapi terjadi ketidaksesuai antara peraturan dengan
fakta
dilapangan.
Sehingga
tidak
tercapainya
tujuan
dari
pemungutan dan pemanfaatan retribusi itu sendiri. Sebab lebih baik bernilai kecil kemudian masyarakat mematuhi daripada bernilai besar tetapi tidak terlaksana. Tentunya hal ini merupakan salah satu penghambat dalam penegakan hukum tersebut. 2. Faktor Penegakan Hukum Dalam berfungsinya hukum, tentu perlu adanya penegak hukum sebagai salah satu faktor pendukung, seperti polisi dan penegak hukum lainnya. Dan dalam hal ini perlu adanya pegawai khususnya Dinas Perizinan, yang memadai dalam melaksanakan tugas baik dalam tugas melayani masyarakat dan tugas pengawasan di lapangan. Tetapi masalah adalah tidak memadainya/minimnya pegawai. Walaupun Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu berkerjasama dengan Satpol PP dalam melakukan pengawasan dilapangan, tapi hasilnya tidak semaksimal yang diharapkan. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut tidak berjalan lancar. Kemudian berdampak kepada sistem pengawasan hingga terjadinya penyimpangan baik penyimpangan dari izin tersebut atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup pendidikan dan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan suatu modal bagi seseorang atau seorang sumber daya manusia untuk melakukan dan mengemban tugas untuk masyarakat.
Selain itu juga masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Seperti menggunakan teknologi mutahir, karena di Dinas Perizinan tersebut masih menggunakan sistem manual dan tidak menggunakan sistem komputerisasi. Sehingga mempersulit dalam melakukan pendataan atas kepemilikan suatu izin. Serta sarana pendukung lainnya seperti sarana transportasi yang tidak memadai. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.
4. Faktor Masyarakat Setiap pribadi warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya ada yang mempunyai kesadaran hukum, dan kepatuhan terhadap hukum. Tetapi dalam hal ini masyarakat sendirilah/pelaku usaha yang kurangnya kesadaran mematuhi peraturan tersebut khususnya di kawasan Kecamatan Sungai Kunjang. Persoalan tersebut timbul karena adanya beberapa faktor seperti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi peraturan, dan terkadang sebagian anggota masyarakat tersebut tidak jujur. Contohnya mengatakan memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) padahal dalam beberapa tahun melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Padahal kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Serta sikap trauma masyarakat dan keengganan terlibat sebagai penegak hukum itu sendiri. Hal ini menjadi menambah panjang faktor penghambat dalam penegakan hukum. 5. Faktor Budaya Kebudayaan merupakan tindakan, perbuatan, tingkah laku, dan sikap yang secara terus menerus dilakukan dan ada dari sejak zaman dulu. Karena kebudayaan tertanam didalam kehidupan masyarakat sehari-harinya. Kemudian penulis menemukan bahwa sebagian banyak pelaku usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dalam melaksanakan dan melakukan kegiatan usaha mereka. Ketidakadaan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tersebut tidak hanya 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun tetapi ada sampai kurung waktu 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun. Sehingga dalam hal ini masyarakat/pelaku usaha menganggap bahwa tidak mempunyai Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tidak apa-apa. Alasan pelaku usaha bahwa hal tersebut sudah biasa dan tidak apa-apa serta dari zaman dulu juga banyak pelaku usaha khususnya depot air minum dalam melaksanakan dan menjalankan usahanya tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Terhadap hal tersebut diperlukan pengawasan efektif, khususnya pihak terkait yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda telah mengupayakan agar setiap masyarakat yang ingin melakukan suatu kegiatan usaha untuk dapat memiliki izin yang salah satunya adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Karena selain daripada bertujuan untuk mengatur dan melakukan pendataan, Tetapi juga adanya retribusi yang tujuan untuk pelayanan, pengawasan, dan pengendalian baik dalam kegiatan pemberian izin dalam
penyelenggaraan yang bersangkutan yang sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan serta meningkatkan kinerja baik oleh instansi Dinas Perizinan.
PENUTUP Implementasi Perizinan Tertentu Terhadap Kegiatan Usaha Air Minum Isi Ulang (Depot Air) di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda dalam melaksanakan kegiatan usaha tidak memiliki dan menyertakan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Walaupun ada beberapa pelaku usaha yang memiliki izin tersebut tetapi penerapan perizinan tertentu terhadap kegiatan usaha air minum, belum mencapai tujuan sehingga tidak sesuai yang sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu Adapun kendala yang dihadapi oleh instansi terkait khususnya Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda, yaitu lahirlah kebijakan mengenai
persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan keengganan masyarakat untuk mendaftarkan dan memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), minimnya pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda khususnya yang bertugas untuk melakukan pengawasan/pengecekan di lapangan, sarana dan fasilitas; yaitu kondisi yang dimana seharusnya menggunakan sistem komputersasi/teknologi mutahir tetapi masih menggunakan sistem manual dalam hal pendataan dan minimnya sarana transportasi yang memadai, dan masyarakat; yaitu berkaitan dengan tingkat kesadaran diri terhadap hukum dari masyarakat khususnya pelaku usaha. Sebab akan berdampak pada tidak efektifnya suatu peraturan perundang-undangan.
Daftar Pustaka A.
Literatur Anomin, 1996, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Fajar Mulya, Surabaya. Ashshofa, Burhan, 2001. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2010. Penelitian Hukum. Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta. MD, Mahmud dan Marbun, 2006. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Jakarta. Nasution, Bahder Johan, 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Penerbit Mandar Maju, Bandung. Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan ”Problem dan Pembenahan”. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, 2007. Hukum Dalam Ekonomi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Saliman, Abdul, R, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, 2007, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media Group , Jakarta, Simatupang, Richard Burton, 2003. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Renika Cipta, Jakarta. Soemitro, Rony Hanitejo, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Galia Indonesia, Jakarta. Sunggono, Bambang, 2003. Metodologi Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Suwardyoko, Warpani, 1983. Analisis Kota dan Daerah. ITB. Bandung. Syamsudin, M. 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
B.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Republik Indonesia. Peraturan Daerah Kota Samarinda Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu
C.
Artikel Jurnal Ilmiah, Artikel Koran, Artikel Internet dan Makalah Seminar Samarinda =1695
Pos,
http://www.samarindakota.go.id/index.php?&page=10&id
Samarinda &id=1657
Pos,http://samarindakota.go.id/index.php?session=&page
http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html http://id.wikipedia.org/wiki/Ruko http://www.sijunjung.go.id/?mod=konten&menu=situ http://id.wikipedia.org/wiki/Warung_Internet http://carapedia.com/surat_ijin_tempat_usaha_info266.html
=10