IMPLEMENTASI KREDIT Julo-Julo TEMBAK PEDAGANG KECIL SEBAGAI DEBITUR DI PASAR SITEBA PADANG Rina El Maza STAIN Jurai Siwo Metro E-mail :
[email protected]
Abstract Nowadays a lot of economic activity is dominated by women than men. Women are judged more observant look at the business opportunities, and clever look at the gaps effort compared to men. This is done solely for the women help the economy of the family. As performed by merchant moms that are on the market, they traded Siteba to meet the economic needs of the family. However, in the implementation of its business the merchant moms often dihadapakan with a shortage of capital. So to get capital, many traders moms who take shortcuts by using the services of credit julo-julo shoot. Credit services julo-this lively julo shoot done by merchant moms, with ease of administration and disbursement of funds that do not take a long time, surely an important factor julo practices lourish-julo shoot. Julo-practice julo shoot is able to survive and attract either loyal to debiturnya these services compared to the existing diperbankan service or microinance institutions such as cooperatives and BMT. Because when viewed from the market place Siteba is adjacent to the banks and micro inance institutions as well as the inancial services cooperative Shari’ah (KJKS) and the Baitul maal wat tamwil (BMT). Keywords: credit julo-iring julo, trader, mothers market siteba padang
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
42 Rina El Maza Abstrak Aktivitas ekonomi dewasa ini banyak didominasi oleh perempuan dibanding laki-laki. Perempuan dinilai lebih jeli melihat peluang usaha, dan pandai melihat celah usaha dibandingkan dengan lakilaki. Hal ini dilakukan perempuan semata-mata untuk membantu perekonomian keluarga. Sebagaimana yang dilakukan oleh ibu-ibu pedagang yang ada di Pasar Siteba Padang, mereka berdagang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Namun dalam implementasi usahanya para pedagang ibu-ibu sering dihadapakan dengan kekurangan modal. Sehingga untuk mendapatkan modal, banyak pedagang ibu-ibu yang mengambil jalan pintas dengan menggunakan jasa kredit julo-julo tembak. Jasa kredit julo-julo tembak ini marak dilakukan oleh pedagang ibu-ibu, dengan kemudahan administrasi dan pencairan dana yang tidak membutuhkan waktu lama, tentunya menjadi faktor penting tumbuh suburnya praktek julo-julo tembak tersebut. Praktek julo-julo tembak ini mampu bertahan dan menarik debiturnya untuk setia menggunkan jasa tersebut dibandingkan dengan jasa yang ada diperbankan ataupun lembaga keuangan mikro seperti koperasi dan BMT. Karena bila dilihat dari tempatnya Pasar Siteba ini berdekatan dengan bank dan juga lembaga keuangan mikro seperti koperasi jasa keuangan syari’ah (KJKS) dan Baitul maal wat tamwil (BMT). Kata kunci : Kredit julo-julo tembak, pedagang ibu-ibu, pasar siteba padang
Pendahuluan Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Republik Indonseia 2011, di Indonesia 60% UKM dikelola oleh kaum perempuan. Apabila dibandingkan dengan kaum pria, perempuan memiliki keunggulan dalam hal networking. Perempuan memiliki keunggulan dalam segi jaringan pemasaran, karena memiliki pergaulan yang luas. Hal ini disebabkan perempuan memiliki kemampuan sosial dan mudah bergaul, sehingga lebih mudah untuk dapat menjaring konsumen, misalnya melalui arisan. Keunggulan lain yang dimiliki perempuan adalah perempuan dinilai lebih jeli melihat peluang usaha dan pandai melihat celah usaha dibandingkan dengan pria. Terkadang hal ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
43
yang belum dipikirkan oleh pria dan dinilai merupakan langkah bisnis sepele, justru mendatangkan keuntungan dan kesuksesan jika dilakukan oleh kaum perempuan.1 Disamping lebih jeli, kaum perempuan lebih teliti dan tidak cepat putus asa.2 Kenyataan di atas terealisasi dalam bentuk lain, yaitu pedagang yang mengambil tempat berusaha di Pasar Siteba Padang didominasi oleh kaum perempuan sekitar 70 % dari total pedagang.3 Dalam usaha dagangnya ibu-ibu pedagang tersebut memanfaatkan jasa pelaku julo-julo tembak, yaitu pemberian pinjaman uang oleh seseorang (kreditur) kepada pedagang kecil (modal dibawah Rp 3.000.000,00) yang disebut debitur, dengan kesepakatan pada awal akad yaitu pihak debitur membayar dengan perbandingan 10 ; 12. Artinya jika meminjam Rp 1.000.000,00,dibayar Rp 1.200.000, . Rp 200.000,00 disebut dengan imbalan atas jasa pinjaman. Adapula terjadi perbandingan antara 10;13. Artinya jika meminjam Rp1.000.000,00 dibayar Rp 1.300.000,00 Rp 300.000, disebut sebagai imbalan atas pinjaman.4 Adapun cara pembayarannya dengan cara dicicil selama 70 hari, terkadang lebih dan ada kalanya kurang dari waktu tersebut, tergantung jumlah nominal yang diutangi, disamping sesuai dengan kesepakatan pada waktu transaksi berlangsung. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ibu-ibu pedagang kecil maupun ibu-ibu rumah tangga mengatakan bahwa praktek julo-julo tembak marak dilakukan oleh ibu-ibu pedagang kecil, baik sebagai kreditur maupun debitur, bahkan ada yang bertahan sampai puluhan tahun. Praktek ini marak dilakukan diberbagai lokasi di Sumatera Barat termasuk kota Padang dan didominasi oleh ibu-ibu. Pemilihan Pasar Siteba Padang sebagai lokasi penelitian, karena 75% pedagang kecil didominasi oleh Ibuibu dan 70% diantaranya pemakai jasa julo-julo tembak. Menurut kajian hukum Islam ada bentuk transaksi utang piutang, dengan disyaratkan membayar lebih apabila sampai 1 Hasil wawancara ibu-ibu arisan RW 004 kelurahan Dadok Tunggul Hitam Padang, 5 September 2013. 2 Abu Syuqqah, Kebebasan wanita, (Bandung : Tirai Kencana, 2001), h. 21. 3 Hasil wawancara, Petugas Pasar Siteba Padang, 12 September 2012. 4 Hasil wawancara, Upik pedagang di Pasar Siteba Padang, 19 September 2012.
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
44 Rina El Maza
jatuh tempo pembayaran pada waktu yang dijanjikan, dan tidak mampu membayarnya, sebagai imbangannya ditambah/ diperpanjang waktu pembayarannya. Praktek ini disebut riba, yang populer dilakukan orang-orang jahiliyah.5 Dalam persoalan ini terdapat kontroversi dikalangan para ahli, ada pendapat yang mengatakan bahwa riba yang diharamkan dalam Islam adalah kelebihan pembayaran hutang untuk keperluan konsumtif dan tidak dikatakan riba untuk jenis utang yang bersifat produk produktif, adalagi yang berpendapat dilihat status krediturnya, adapula yang mengatakan bahwa riba yang diharamkan itu bukan sekedar kelebihan atau penambahan dari utang,tapi kelebihan yang dipungut bersama jumlah hutang yang mengandung unsur penganiayaan, penindasan, namun adapula pendapat sebaliknya, yaitu riba yang diharamkan dalam Islam itu setiap hutang yang disyaratkan adanya kelebihan waktu pembayarannya. Dan ketika dianalogikan praktek julo-julo tembak dengan kajian riba di atas terdapat kesesuian sebagian sifat dan karakteristik, sehingga belum dapat dikatakan secara gamblang bahwa praktek julo-julo tembak yang berjalan di Pasar Siteba Padang termasuk dalam kaegori riba yang dilarang dalam Islam. Kenyataan yang nampak di lokasi penelitian adalah pedagang Pasar Siteba Padang memanfaatkan jasa pelaku julo-julo tembak itu dapat dikatakan melalui jalan pintas, itu didominasi oleh pedagang perempuan/kaum ibu, seratus persen muslim. Sejogjanya pedagang perempuan tidak harus tergesa-gesa, tanpa jeli, cermat dan teliti yang selayaknya dilakukan oleh kaum perempuan, ketika ada tawaran untuk tambahan modal dengan cara mudah langsung diterima, ditambah lagi ketika diwawancarai diantara ibu-ibu pedagang tersebut mengatakan bahwa praktek julo-julo tembak ini tidak sesuai dengan hati nuraninya. Sedangkan disisi lain berjarak sekitar radius lima ratus meter dari Pasar Siteba terdapat dua lembaga keuangan yang konsen dengan ekonomi menengah ke bawah, dan berstatus syar’i. Sementara seratus persen pengguna julo-julo tembak adalah ibuibu yang beragama Islam. Disini terlihat ada sesuatu yang telah Ali AhmadAl Salus, Al Iqtisyad al Islamiy Wa al Qadhaya al iqhiyah al Mu’asyarah, Juz 1, h. 268-269. 5
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
45
bergeser dari yang seharusnya. Hal ini menunjukkan adanya faktor-faktor yang berperan dominan sekaligus dapat mendorong dan memotivasi ibu-ibu pedagang kecil untuk memilih julojulo tembak sebagai sarana pemasok modal dan faktor-faktor yang mempengaruhi ibu-ibu pedagang tersebut sehingga dapat bertahan dan tetap eksis sampai puluhan tahun bahkan dua puluh tahunan. Berangkat dari fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam dalam sebuah karya ilmiah tentang apa yang memotivasi ibu-ibu Pedagang Pasar Siteba Padang memilih kredit uang melalui julo-julo tembak, dan apa dampak yang ditimbulkan dari praktek julo-julo tembak bagi pelakunya. Pembahasan A. Sejarah Berkembangnya Praktek Julo-julo Praktek julo-julo yang berkembang di pasar Siteba ini termasuk kelompok lembaga keuangan informal, yaitu suatu lembaga pengkreditan uang baik yang berbentuk organisasi maupun individu yang biasanya terbentuk menurut situasi, tanpa diatur oleh Undang-undang dan tidak dilindungi oleh pemerintah. Lembaga ini cendrung bertindak menurut aturan sendiri, sehingga sering menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Lembaga keuangan informal ini seperti rentenir, pengijon, dan bank plecit.6 Yang menjadi sasaran lembaga keuangan informal ini adalah masyarakat ekonomi lemah yang tinggal dipinggiran kota, pedesaan dan tempat-tempat terpencil. Kredit julo-julo tembak dalam aplikasinya mempunyai kesamaan dengan rentenir ataupun bank plecit. Penamaan ini untuk menarik calon debitur berprofesi sebagai pedagang di pasar Siteba yang didominasi oleh ibu-ibu. Kata julo-julo tersebut sering diidentiikasikan dengan ketetanggaan yang dapat menimbulkan rasa kedekatan.7 Sementara untuk kata tembak, orang yang akan mendapatkan uang tersebut tidak melalui pencabutan nomor, seperti yang lazim dilakukan oleh ibu-ibu arisan, tetapi langsung 6 Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h. 92. 7 Hasil wawancara, Eti, pedagang Siteba, tanggal 12 oktober 2013.
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
46 Rina El Maza
diberikan kepada calon debitur, maksudnya langsung ditembak. Keberadaan lembaga ini, tidak ditemukan data yang pasti kapan lembaga informal ini ada di Indonesia. Yang jelas lembaga informal ini tambah subur berdampingan dengan lembaga keuangan formal.8 Berdasarkan literatur sejarah dijelaskan bahwa maraknya praktek rentenir ini terjadi pada masa penjajahan kolonial melalui tangan-tangan pribumi. Walaupun sebelumnya sudah ada pada masa kerajaan pribumi. Paham kapitalis merkantilisme ini dibawa oleh pedagang rempah-rempah yang akhirnya diorganisasikan dalam bentuk VOC. Melalui VOC ini awalnya sistem ini dikenal dengan nama sistem toke/ Agen. Mereka menggunakan perantara pribumi untuk menyalurkan dana mereka. Pendirian lembaga-lembaga keuangan bank pada masa kolonialpun dilakukan sebagai antisipasi bagi praktek rentenir, pengijon dan tengkulak. Dengan dikeluarkannya pakto no 27 tahun 1988 menandakan bahwa praktek rentenir sudah menjadi masalah bagi pembangunan Indonesia sebelumnya.9 Sehingga akhirnya pemerintah mengambil kebijakan dengan mendirikan BPR di daerah-daerah pedesaan dan pada gilirannya meluas sampai ke wilayah perkotaan. Dari pengadopsian sistem-sistem kolonial tersebut perkembangan rentenir, pengijon, ada sampai sekarang dan termasuk julo-julo tembak ini. Para pemburu rente ini pergi menawarkan jasanya kepada penduduk yang memerlukan uang baik untuk kebutuhan konsumsi maupun produksi. Mereka tidak saja membatasi diri dalam menawarkan pinjaman uang tapi lebih dari itu mereka juga menawarkan barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan pembayaran dicicil.10 Di sisi lain ada pula kegiatan masyarakat yang bertujuan saling membantu antara satu dengan yang lain dalam meringankan beban kehidupan atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kegiatan tersebut adalah julo-julo. Harian haluan Padang hari selasa tanggal 26 April 2011 menurunkan artikel dengan judul 8
Ibid., Muhammad Teguh, h. 94.
9
Karsidi, http://createpdf.adobe.com/?language=ENU : 15.
10
Ibid., h. 95.
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
47
tradisi julo-julo di tengah ekonomi modern. Isi artikel tersebut adalah: Dalam kehidupan tradisi kultural masyarakat Melayu, kegiatan julo-julo merupakan aktivitas sosial yang sudah lama berkembang di tengah masyarakatnya. Dalam bahasa Aceh, misalnya julo-julo berarti simpan pinjam yang dilakukan secara berkelompok menggambarkan sebuah kerja sama dan saling bantu sesama anggota. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, julo-julo juga telah lama berkembang baik dengan pelbagai penamaan dan varian. Lumbung pitih nagari (lumbung uang desa), yang pernah berkembang di tengah masyarakat nagari-nagari di Minangkabau, juga dijalankan dengan pola julo-julo. Julo-julo dalam perjalanan masyarakat kultural Minangkabau, bukan saja dalam jenis pengumpulan uang saja, tapi juga muncul bercocok tanam dengan cara bajulo-julo. Masyarakat Minangkabau sering melakukan bajulo-julo batanam padi, maiiriak, dan memasang tali bandar. Pada batas ini, kegiatan bajulo-julo lebih mengedapnkan kebersamaan dan sosial. Kelompok julo-julo dibangun berdasarkan kriteria anggotanya seperti kelompok ibu rumah tangga, pelajar/ mahasiswa, pedagang kaki lima, pedagang ikan, tukang ojek dan kelompok lainnya yang mempunyai sebuah ikatan. Modal utama untuk bergabung dalam kelompok julo-julo adalah saling percaya, tepat waktu, konsisten, komitmen, hemat dan mempunyai pekerjaan. Kini, saat era perkembangan zaman demikian pesat, teknologi informasi telah memudahkan Dan memanjakan manusia, ternyata tradisi bajulo-julo masih tetap bertahan dengan penyesuaian perkembangan zamannya. Banyak jenis berupa uang, emas, beras, piring atau perlengakapan rumah tangga lainnya dan bisa juga berbentuk jasa. Kegiatan julo-julo atau dalam tradisi masyarakat tanah Jawa dikenal dengan arisan, saat ini menjamur dikalangan pedagang Pasar Siteba Padang. Keberadaan julo-julo ini sangat membantu kelancaran usaha para pedagang dan keuangan rumah tangga. Terkait dengan usaha dagangan, julo-julo biasanya dalm bentuk uang. Biasanya julo-julo dalam bentuk “cabut” dan “tembak”. JuloJurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
48 Rina El Maza
julo tembak ini tidak memerlukan banyak orang, hanya harus ada kesepakatan antara anggota julo-julo dengan sipemegang julo-julo. Berbeda dengan julo-julo cabut, yang memang mengumpulkan beberapa orang untuk bisa ikut julo-julo ini. Dua jenis julo-julo inilah yang berkembang di tengah pedagang Pasar Siteba karena dinilai eisien. Tujuan para pedagang ikut julo-julo untuk penambahan modal dagangan ataupun kebutuhan konsumtif. B. Faktor-Faktor Masyarakat Memilih Kredit Julo-julo Tembak Kredit julo-julo ini lebih banyak diminati oleh masyarakat ekonomi lemah dari segi ekonomi. Muhammad Teguh menyebutkan dalam penelitiannya terdapat enam faktor yang mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap kredit informal yaitu : 1). Adanya retristik (pembatasan) yang dibuat oleh lembaga keuangan formal melalui peraturan-peraturan yang diterapkan oleh lembaga tersebut. 2). Adanya keahlian tertentu dari pembeli kredit informal dalam menanggapi kebutuahan masyarakat. 3). Akibat ketidaksabaran masyaarakat. 4). Keperluan-keperluan mendesak dari masyarakat. 5). Adanya persepsi masyarakat yang lebih berorientasi pada kebutuhan sekarang daripada di masa depan 6). Tidak adanya alternatif lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber dana. Berdasarkan faktor-faktor diatas masyarakat ekonomi lemah hendaknya mendapatkan perhatian dan concern yang lebih serius untuk membantu meningkatkan perekonomian. Soerjono Soekanto menguraikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarkat adalah tentang kemiskinan. Kemiskinan diartikan suatu keadaan dimana seseorang tidak snggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun isiknya dalam kelompok tersebut.11 Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa ketergantungan masyarakat ekonomi lemah kepada pihak lain sangat kuat. Ungkapan “kemiskinan” pada kutipan diatas identik dengan Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT Raja Graindo Persada, 1990), h. 15. 11
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
49
ekonomi lemah yang dikatakan target empuk dari pelaku rentenir atau julo-julo tembak. Disamping ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam menjatuhkan pilihan mereka untuk memanfaatkan jasa lembaga keuangan informal tersebut terdapat pula beberapa faktor yang menyebabkan rentenir sebagai lembaga pembiayaan non formal tetap eksis sampai sekarang khususnya dikalangan masyarakat miskin dan lemah yaitu:12 a. Simpel, tidak birokratis dan berbelit-belit sangat mempertimbangkan aspek momentum, artinya rentenir mampu memberikan dana nasabahnya disaat yang tepat. b. Pendekatan budaya setempat, artinya rentenir datang sebagai kawan/kolega. c. Bertransaksi dengan didasari oleh saling kenal dan saling percaya. d. Pemahaman mendalam terhadap bisnis si nasabah. Artinya rentenir tahu kapan waktunya panen, kapan menjual, kapan butuh uang, resiko, bahkan hingga tingkat keuntungan yang akan diperoleh kilennya. e. Progresif dan proaktif artinya lebih sering rentenir terjun langsung ke lokasi usaha si calon nasabah. C. Konsepsi Utang Piutang Menurut Hukum Islam Transaksi kredit dalam masyarakat dikenal dengan kredit yaitu menjual barang dengan tiada pembayaran tunai. Jadi pembayarannya ditangguhkan. Dan juga memberi/mendapat pinjaman uang, 13 dalam banyak tulisan kredit berasal dari kata credo artinya memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan. Istilah credo semakna dengan istilah iqih yaitu Qard yang berarti meminjamkan uang ataupun barang atas dasar kepercayaan.14 Menurut ilmu iqih bahwa orang yang meminjam uang tidak boleh meminta manfaat apapun dari yang dipinjamnya, termasuk janji dari sipeminjam untuk membayar lebih. Qaedah ikih 12 Rentenir, Antara Hujatan dan Sanjungan, (Harian Kompas, Senin, 23/09/2008), h. 15. 13 W.J.S Parwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976), h. 526. 14 Lihat Ibn Rushd, Bidayah Al Mujtahid, (Indonesia; Dar Ihya’ al-Kutub al ‘Arabiyyah, tt), h. 178 dan Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 109.
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
50 Rina El Maza
mengatakan: Kullu Qardin Jarro Nafngan Fahuwa Riba Setiap qard atau hutang yang meminta manfaat adalah 15 riba. Pembahasan tentang riba16 al qur’an menjelaskan dalam irman Allah swt sebagai berikut: Artinya: (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan).
At-Thabariy mengingatkan bahwa penyebab ayat itu turun ialah berkaitan dengan kebiasaan orang Arab Jahiliyah dahulu dengan cara “seseorang meminjamkan uangnya dengan jumlah tertentu kepada yang lain, dibayar pada waktu yang ditentukan sesuai dengan kesepakatan. Namun apabila waktu pembayaran yang disepakati sudah tiba maka yang berutang berkata : beri aku penangguhan waktu lagi untuk membayar hutang ini dan akan kutambah pembayarannya dari pokok hutang. Selanjutnya kedua belah pihak itu (yang berhutang dan yang berpiutang) melakukan itu dari waktu ke waktu, sampai terjadi penambahan itu berlipat ganda. Oleh sebab itu Allah melarang melakukan riba yang berlipat ganda ini.17 Dalam persoalan riba sama halnya dengan khamar, telah mendarah daging menyatu dengan masyarakat jahiliyah. Maka Allah yang maha bijaksana memberikan tahapan-tahapan dalam pengharaman riba. Sebagaimana halnya keharaman khamar/arak yang diturunkan secara bertahap, maka pengharaman riba ini juga diturunkan dalam empat tahap. Tahap pertama; Firman Allah dalam surat ar Rum : 39 yang 15
Ali Ahmad As-Salus, Al-Iqtishad Al-Islamiy Wa Al-Qadaya Al-Iqhiyah alMu’asirah, Juz I (Beirut: Muassasah Ar Rayyan, 1996), h. 278. 16 Riba dalam konteks ini adalah riba nasi’ah. Menurut sebagian besar Ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam riba nasi’ah dan riba fadhl. Riba nasi’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mennsyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Aab zaman Jahiliyah. 17 Ibid., As-Salaus, h. 272. ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
51
artinya: (Dan sesuatu riba (tamabahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). Ayat ini diturunkan di Makkah yang menurut zhahirnya tidak ada isyarat yang menunjukkan diharamkannya riba itu. Tetapi yang ada hanya isyarat akan kemurkaan Allah terhadap riba itu, dimana dinyatakan; Riba itu tidak ada pahalanya disisi Allah. Jadi dengan demikian, ayat ini baru berbentuk “peringatan untuk supaya berhenti dari perbuatan riba”. Tahap kedua; Firman Allah dalam surat An Nisa : 160 yang artinya: (Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi kami harmkan atas (memakan makanan)yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah)
Ayat ini diturunkan di Madinah dan merupakan pelajaran yang dikisahkan Allah kepada kita tentang perilaku Yahudi yang dilarang melakukan riba, tetapi justru mereka memakannya bahkan menghalalkannya. Maka sebagai akibat dari itu semua mereka mendapat laknat dan kemurkaan Allah. Jadi larangan riba disini baru berbentuk isyarat, bukan dengan terang-terangan. Sebab ini adalah kisah Yahudi yang bukan merupakan dalil qath’i, bahwa riba itu diharamkan atas orang-orang Islam. Tahap ketiga; irman Allah dalam surat Al baqarah : 130 yang artinya: (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan).
Ayat ini diturunkan di Madinah tepatnya pada tahun ke -3 H dan merupakan larangan secara tegas. Tetapi larangan haramnya baru bersifat “juz’iy” (sebagian), belum “kulliy” (menyeluruh). Karena yang diharamkan dalam ayat ini satu macam riba yaitu riba fahisy (riba paling keji), yaitu sesuatu bentuk riba yang paling Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
52 Rina El Maza
jahat, dimana hutang itu bisa berlipat ganda yang diperbuat oleh orang yang menghutanginya tersebut, yang justru seseorang berhutang adalah karena kebutuhan dan terpaksa. Tahap keempat; pada tahap ini, riba telah diharamkan secara keseluruhan (kulliy), dimna pada periode ini Al qur’an sudah tidak lagi membedakan banyak dan sedikit. Dan ini merupakan ayat yang terakhir turun, dalam irman Allah SWT yang artinya: (Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman).
Ayat ini merupakan tahap terakhir diturunkan tentang pengharaman riba. Yaitu turun pada akhir tahun detik-detik kehidupan Nabi SAW, tepatnya pada tahun ke 10 H.18 Dari tahapan penurunan ayat tentang praktek riba, kemudian dipertegas lagi oleh Rasulllah saw sebagai beikut: (Allah mengutuk pemakan riba, pemberinya, dua saksi dan penulisnya. (HR.Ahmad, Abu Daud dan lainnya). Jelaslah bahwa praktek riba dengan segala macamnya diharamkan berdasarkan nas-nas yang tegas. sed 7. Implementasi Kredit Julo-julo tembak di Pasar Siteba Padang. Maraknya praktek julo-julo tembak dikalangan pedagang ibu-ibu yang berada di pasar Siteba untuk menambah modal dan pengembanga usaha menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Karena letak pasar Siteba berdekatan dengan koperasi syari’ah yang ada di Masjid Al Hidayah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya yaitu BMT yang jarak beradius sekitar dua ratus meter dari lokasi pasar Siteba Padang. Dengan adanya koperasi syari’ah BMT tersebut, seharusnya praktek julo-julo tembak dapat ditekan dan diminimalisir dan seterusnya dapat membantu perekonomian pedagang
18 Amirah Abd Al-latief Masyhur, Al-Istitsmar Fi Al-Iqtishad Al-Islamiy, (Kairo: Maktabah Madbuliy, 1991), h. 164. ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
53
kecil yang ada di pasar iteba, sekaligus merupakan moto dari lembaga keuangan syari’ah. Hal ini menjadi ironis, ketika para pedagang lebih tertari memilih kredit julo-julo tembak yang notabene tidak ada kepastian baik secara materialistik, maupun secara spiritual daripada mengajukan pembiayaan di koperasi syari’ah dan BMT tersebut. Berdasarkan keterangan dari pedagang yang bernama ibu opet (nama panggilan) salah satu pedagang sayur mengatakan, bahwasanya ia lebih tertarik menggunakan kredit julo-julo tembak daripada di koperasi syari’ah maupun BMT dikarenakan lebih mudah administrasinya dan dana tersebut dapat dicairkan dengan cepat. Berbeda denganpembiayaan koperasi syari’ah yang ada di masjid Nurul Iman, menurut ibu Yuli (pedagang sayuran) administrasinya lebih rumi, karena calon debitur diharuskan mendatangi koperasi pusat yang ada di Lubuk Buaya, harus mengikuti pelatihan selama satu bulan dan untuk pencairan dananya membutuhkan waktu antara dua sampai tiga bulan dan begitu juga pada BMT, yaitu melalui prosedur tertentu, sementara kredit julo-julo tembak tidak ada satupun proses administrasi. Berdasarkaan keterangan ibu Opet, hampir 99 % pedagang yang ada di Pasar Siteba menggunakan julo-julo tembak. Menurutnya praktek julo-julo tembak ini sudah berlangsung kurang lebih 25 tahun lamanya. Dan dalam implementasinya praktek julo-julo ini terdapat dua mekanisme yaitu: 1). Mendatar terlebih dahulu dengan mengisi ormulir pendaftaran pinjaman, maka setelah 15 hari dana tersebut cair. Julo-julo yang pertama ini, dikenakan bunga yang lebih kecil dibandingkan dengan cara yang kedua. Contohnya untuk pinjaman Rp 500.000,00 selama satu bulan, maka setiap harinya diangsur Rp 17.000,00ditambah dengan bunganya antara Rp 1000,00 –RP 2000,00. 2). Dana tersebut bisa langsung dicairkan ketika meminjam tetapi dikenakan bunga yang lebih besar. Contohnya apabila meminjam Rp 500.000,00 dalam jangka waktu Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
54 Rina El Maza
sebulan, maka setiap harinya diangsur antara Rp 20.000,00 sampai Rp 22.000,00 k Kerdit julo-julo tembak ini hanya berlandaskan pada prinsip kepercayaan antara kreditur dan debitur sehingga tidak menggunakan agunan atau jaminan. Namun sebelum pihak kreditur menjambangi calon debiturnya, ia terlebih mempelajari, mengamati serta meyakini bahwa calon debiturnya dapat bertahan sebagai pedagang pada lokasi debitur berdagang, alias tidak sulit mendatanginya ketika melakukan penagihan cicilan bayaran utang kreditnya. Setiap hari pihak kreditur mendatangi debitur yaitu para pedagang ibu-ibu yang terdiri dari pedagang sayur-sayuran, buah-buahan, tempe, cabe, ikan dan lain-lain. Apabila debitur tidak dapat membayar pada saat penagihan, pihak kreditur tidak akan memberikan sangsi. Begitupun juga ketika jatuh tempo, pihak kreditur tidak akan memberikan denda dan memberikan waktu sampai pihak debitur dapat melunasinya. Kemudahan administrasi dan kelonggarana dalam angsuran menjadi daya tarik tersendiri bagi para pedagang yang ada di pasar Siteba khususnya pedagang ibu-ibu dalam praktek julo-julo tembak. Selain itu calon debitur tidak perlu memberikan agunan atau jaminan untuk pinjaman yang diberikan kreditur. Karena salah satu yang menjadi alasan pedagang ibu-ibu adalah agunan. Mayoritas para pedagang ibu-ibu tidak memiliki barang berharga atau surat-surat berharga untuk dijadikan sebagai agunan. Dengan penghasilan yang pas-pasan adanya julo-julo tembak ini sangat membantu usaha para pedagang ibu-ibu untuk mempertahankan usaha dagangannya. D. Motivasi Ibu-ibu Pedagang Pasar Siteba Padang Atas Kredit Uang Julo-julo Tembak Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi ibu-ibu pedagang dalam memanfaatkan jasa julo-julo tembak untuk mendapatkan pinjaman kredit sebagai berikut: a. Faktor kebutuhan talangan modal, yaitu sebagaimana pada uraian terdahulu dkatakan bahwa sasaran peminjam ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
b.
c.
d.
e.
f.
55
dari praktek julo-julo ini ialah para pedagang yang berekonomi lemah, konsekwensi logisnya mereka sangat butuh dengan bantuan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam buku sosiologinya. Faktor keterpaksaan oleh keadaan ekonomi yang menuntut tidak ada jalan lain, maksudnya mereka butuh pinjaman dana dalam waktu cepat, karena kondisi dagangannya nyaris gulung tikar alias berhenti. Disamping itu mereka tidak punya pilihan disebabkan tidak mau banyak urusan yang dianggap melelahkan dan menyebalkan. Faktor administrasi yang mudah, artinya dalam urusan dagangan ini mereka (debitur) tidak mau terlibat dengan surat-surat, identitas diri, persyaratan-persyaratan dan lain-lain yang ada kaitannya dengan administrasi suatu akad. Dalam praktek julo-julo ini, bagian catat mencatat dan tulis menulis itu semua tugas pihak kreditur, sementara pihak debitur hanya menerima sejumlah uang sesuai kesepakatan, kemudian mencicil setiap harinya juga berdasarkan kesepakatan. Faktor waktu/ kesempatan yang tersedia bagi mereka (pedagang), tidak ada yaitu sebagaimana uraian terdahulu dikatakan bahwa pihak yang terlibat dalam praktek julo-julo ini, baik sebagai debitur maupun selaku kreditur adalah kaum ibu. Hal ini cukup rasional ketika debitur mengatakan tidak punya kesempatan berurusan yang sangat menyita waktu, apalgi keluar rumah. Ini dikarenakan ibu-ibu pedagang memiliki peran ganda yaitu mengurus keluarga dan berdagang. Faktor pendidikan, maksudnya debitur rata-rata berpendidikan sekolah dasar dan lanjutan menengah, dari hasil wawancara pengetahuan mereka relatif kurang untuk kemajuan dan pengembangan dalam usaha dagangannya kedepan. Faktor-faktor diatas senada dengan ungkapan Muhammad Teguh dalam buku metodologi penelitian ekonomi, selain pihak debitur, informasi dari pihak kredit juga dibutuhkan Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
56 Rina El Maza
untuk dapat menambah sekaligus memperkaya serta memperkuat data tentang kondisi dan keadaan yang melatarbelakangi pihak debitur untuk terlibat sebagai pelaku julo-julo tembak, juga untuk menambah data sebagai faktor yang mempengaruhi pihak debitur untuk terlibat sebagai pelaku julo-julo tembak, juga untuk menambah data sebagai faktor yang mempengaruhi pihak debitur, sehingga mereka dapat bertahan sampai puluhan tahun sebagai debitur dari julo-julo tembak. Dari hasil wawancara dengan ibu ibu pelaku praktek julojulo tembak yang disebut pihak kreditur untuk melakukan usaha ini ialah, sebagai beikut: 1). Faktor kemanusiaan yaitu membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. 2). Faktor kepedulian, artinya para kreditur betul-betul peduli berempaty terhadap situasi dan kondisi dari pihak-pihak tertentu, sehingga mampu mengatasi problem mereka. 3). Faktor rasionalitas, maksudnya para pihak debitur dapat dikatakan semuanya kaum ibu, sementara pihak kreditur juga ibu-ibu membuat mereka lebih mudah berasimilasi dan berbagi, sehingga dpat menimbulkan suatu kondisi adanya saling keterkaitan dan kepercayaan. 4). Faktor kebutuhan, disamping dapat membantu orangorang yang memang membutuhkan juga dapat menjadi income (pemasukan) buat keluarganya. 5). Faktor privatisasi, yaitu terdorong untuk melakukan praktek ini karena kebutuhan personaliti orangnya. Disebabkan kurang merasa nyaman kalau hanya berdiam di rumah tanpa ada aktivitas yang berarti di luar. Faktor-faktor diatas tentunya dapat memotivasi kreditur untuk bertahan menekuni usaha praktek julo-julo tersebut, selama faktor-faktor tersebut masih eksis selama itu pula praktek usaha ini dapat bertahan. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan dengan pihak debitur dan kreditur dapat disimpulkan beberapa ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
57
motivasi, lebih spesiik yang mendorong ibu-ibu pedagang pasar Siteba Padang dalam memilih kredit uang melalui julo-julo tembak yaitu: a. Kebutuhan hidup b. Pencairan dana dengan cepat sesuai dengan kebutuhan mendadak. c. Prosedur yang sederhana dan tidak diperlukan pengisian formulir permohonan d. Tidak adanya agunan dan tidak ada denda apabila terlambat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang ibu-ibu di pasar Siteba dapat dikemukakan dampak bagi debitur adalah: 1. Dampak positif yaitu pedagang tersebut masih dapat melanjutkan usahanya dan bertahan untuk berdagang dan dapat membantu pendapatan keluarga. Disamping itu tidak lagi menjadi beban ikiran, darimana modal didapatkan sekiranya dagangan mereka macet, bahkan hampir gulung tikar sekalipun, karena pihak kreditur akan memberikan pinjaman lagi kepada mereka walaupun piutang yang lama belum lunas dibayar, hal tersebut sesuai dengan kesepakatan. 2. Dampak negatifnya adalah pedagang tersebut merasa cemas menunggu kedatangan kreditur untuk menagih di saat usahanya sedang sepi atau ketika tidak ada jual beli. Karena dalam hal ini pihak kreditur tidak mau tau dengan kondisi dagangan debiturnya. Selain itu status keberadaan julojulo tersebut dalam pandangan agama Islam ada pendapat yang membolehkan dan ada yang tidak. Sementara mereka membesarkan anak-anaknya dari hasil usaha dagang yang menggunakan jasa julo-julo. Itu artinya dalam keseharian mereka ada kepastian bantuan modal usahanya, namun yang tidak kalah penting kegundahan dan ketentrman batin mereka yang berstdatus muslim terusik. Selain itu terdapat perbandingan tentang cicilan yang harus dikeluarkan oleh debitur setiap hari dengan perbandingan hutang Rp 1.000.000,00 dicicil setiap hari sebanyak Rp 20.000 selama 60 hari. (terkadang ada yang mencicil Rp 30.000,00, bahkan ada Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
58 Rina El Maza
yang mencicil Rp 40.000,00) tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Dan setiap pedagang yang diwawancarai merasakan kesulitan dan kewalahan karena pendapatan /keuntungan satu hari itu kurang lebih berkisar Rp 75.000,00. Sementara keesokan harinya para pedagang ibu-ibu harus membeli barang dagangannya kembali, dengan kondisi sehingga tidak jarang mereka menambah hutang baru, sebelum yang lama lunas. Kondisi ini disebabkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga untuk kebutuhan sekolah anak-anak mereka. Konsekwensi logis akibat praktek julo-julo tembak tersebut, bahwa setiap pedagang kecil/ekonomi lemah yang memanfaatkan jasa julo-julo ini tidak akan dapat mengembangkan usahanya kedepan. Ini terbukti dari setiap informan yang diwawancarai mengatakan, sudah bertahun tahun berjualan, bahkan ada yang sampai dua puluh lima tahun belum dapat mengembangkan usahanya, bahkan ada yang menurun. Kondisi ini disebabkan dunia jual beli berluktuasi, terkadang mendapatkan keuntungan begitupun sebalinya, terkadang laris dan dan sepi dari aktiitas jual beli, sementara para peminjam modal tidak mau dengan kondisi tersebut. Dari penjelasan terdahulu, dapat diambil benang merah faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu-ibu pedagang kecil untuk memilih kredit julo-julo tembak adalah sebagai berikut : 1. Faktor eksternal a. Faktor kondisi Kondisi pendapatan yang tidak menentu dan tingginya biaya hidup memaksa para pedagang ibu-ibu untuk membantu perekonomian keluarga. Berdagang adalah usaha yang dilakukan para ibu-ibu untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Kekurangan modal menjadi faktor para pedagang ibu-ibu lebih memilih menggunakan kredit julo-julo tembak untuk dapat memenuhi modal berdagang daripada mengajukan kredit diperbankan ataupun lembaga mikro seperti koperasi dan BMT. b. Faktor lingkungan Menjamurnya praktek julo-julo tembak dikalangan ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Kredit Julo-Julo Tembak Pedagang Kecil....
59
pedagang ibu-ibu yang ada di Pasar Siteba, juga dapat menarik calon debitur baru dari kalangan pedagang yang kekurangan modal dengan memilih kredit julo-julo tembak sebagai problem solving terhadap masalah keuangan. c. Faktor pemerintah Kurangnya perhatian pemerintah untuk membantu masyarakat ekonomi lemah terutama pedagang kecil, membuat para pedagang ibu-ibu yang ada di Pasar Siteba tidak bisa lepas dari praktek julo-julo tembak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membantu permodalan usahanya. d. Faktor lembaga keuangan bank dan non bank Fungsi lembaga keuangan bnk dannon bank dalam penyaluran dana untuk mensejahterakan masyarakat, sering kali tidak dirasakan oleh masyarakat ekonomi lemah. Karena penyaluran kredit masyarakat, khususnya para pedagang kecil dihadapkan pada persyaratan dan prosedur yang rumit dan tidak mampu di penuhi pedagang ibu-ibu. Misalnya harus adanya agunan, dan pencairan dananya membutuhkan waktu yang lama. 2. Faktor internal a. Minimnya tingkat Ekonomi b. Minimnya tingkat pendidikan c. Minimnya pengetahuan agama Simpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latarbelakang debitur menggunakan jasa keuangan informal kredit julo-julo tembak adalah adanya retristik (pembatasan) yang dibuat lembaga keuangan formal melalui peraturan-peraturan yang diaplikasikan oleh lembaga tersebut, adanya keahlian dari pihak kreditur, pendekatan budaya setempat dimana pihak kreditur datang sebagai kawan/kolega yang menimbulkan rasa simpati sehingga dapat menjadi daya tarik untuk pihak calon debitur , progresif dan pro-aktif yang dilakukan pihak kreditur dengan mendatangi calon debitur, adanya keperluan mendesak dari pihak calon debitur sehingga memaksa mereka menggunakan Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
60 Rina El Maza
kredit julo-julo tembak. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibuibu pedagang sebagai debitur tetap pada kredit julo-julo tembak adalah adanya faktor eksternal yaitu kondisi debitur sebagai pelaku ekonomi untuk membantu perekonomian keluarga, faktor lingkungan, pemerintah dan faktor lembaga keuangan bank dan non bank. Kemudian faktor internal yaitu minimnya tingkat ekonomi, tingkat pendidikan dan pengetahuan agama.
DAFTAR PUSTAKA Al-latief Masyhur, Amirah Abd, al-Istitsmar Fi al-Iqtishad al-Islamiy, (Kairo: Maktabah Al-Salus, Ahmad, Ali, Al-Iqtisyad al-Islamiy Wa al-Qadhaya alFiqhiyah al-Mu’asyarah, Juz 1, (Beirut: Muassasah Ar Rayyan, 1996), Karim , Adiwarman, Ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani, 2001) Karsidi, http://createpdf.adobe.com/?language=ENU : 15 Madbuliy, 1991) Parwadarminta, W.J.S, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976) Rentenir, Antara Hujatan dan Sanjungan, (Harian Kompas, Senin, 23/09/2008) Rushd, Ibn, Bidayah Al Mujtahid, (Indonesia; Dar Ihya’ al Kutub al ‘Arabiyyah, tt), Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT Raja Graindo Persada, 1990) Teguh,Muhammad, Metodologi Rajawali Press, 1999)
ADZKIYA MARET 2016
Penelitian
Ekonomi,
(Jakarta: