KIOS PASAR SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT Nurul Masfuhah Kantor Notaris PPAT Sufie Ethika, SH. Jl. KH. Wahid Hasyim 76 Jombang Email:
[email protected]
Abstract This journal aims to identify and analyze the market stalls as the object of credit guarantees. This research is a normative juridical research (Normative Legal Research) by using the conceptual legislation approach, assisted with legal materials that will be described, and analyzed in relation to one another. Guarantee intimately is related to loans. Good guarantee should be able to provide a sense of security, provide legal certainty and to provide legal protection for creditors. There are various forms of guarantees given debtors, including in the form of a market stall. Market stall in law collateral material can not be categorized as immovable, for to be categorized as “things” it has not met the elements contained in Book II of the Civil Code and market stalls only permits the use of the place alone where they do not deliver relations material, therefore there is no direct relationship between traders as the object (the market stalls are used). So that when the market stalls used as a guarantee of legal protection for the loan, the creditor itself is weak because the market stall can not be bound by the guarantee institution in Indonesia. Key words: creditor, collateral, market stall
Abstrak Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kios pasar sebagai objek jaminan kredit. Jenis penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif (Normatif Legal Research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang bersifat konseptual. Kemudian dibantu dengan bahan-bahan hukum yang akan diuraikan, dideskripsikan, dan dianalisis keterkaitan satu sama lain. Jaminan berkaitan erat sekali dengan pemberian kredit. Jaminan yang baik haruslah yang dapat memberikan rasa aman, memberikan kepastian hukum dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi kreditor. Ada berbagai macam bentuk jaminan yang diberikan debitor, diantaranya berupa kios pasar. Kios pasar di dalam hukum jaminan kebendaan tidak bisa dikategorikan sebagai benda tidak bergerak karena kios pasar untuk dapat dikategorikan sebagai “benda” belum memenuhi unsur yang ada dalam Buku II KUHPerdata, yang mana kios pasar hanya merupakan ijin pemakaian tempat semata dimana tidak melahirkan hubungan kebendaan, oleh karena tidak ada hubungan langsung antara pedagang dengan bendanya (kios pasar yang dipakainya). Sehingga apabila kios pasar dijadikan suatu jaminan kredit maka perlindungan hukum untuk kreditor itu sendiri lemah karena kios pasar tidak dapat diikat dengan lembaga penjamin yang ada di Indonesia. Kata kunci: kreditor, jaminan, kios pasar
252
DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.6
253
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
Latar Belakang
Jaminan Pemberian Kredit tertanggal 28
Jaminan mempunyai peranan yang sangat
Pebruari 1991 menyebutkan bahwa, “suatu
penting dalam kegiatan perkreditan di bank
bentuk keyakinan kreditor atas kesanggupan
karena pemberian pinjaman modal dari
Debitor dalam pelunasan kreditnya sesuai
lembaga keuangan (baik bank maupun non
dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian
bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan
pokoknya.”
yang harus dipenuhi oleh debitor selaku
Dalam
Pasal
1131
KUHPerdata
pencari modal kalau ingin mendapatkan
menyatakan, bahwa, “segala suatu kebendaan
pinjaman dari lembaga keuangan tersebut.
si berhutang, baik yang bergerak maupun
Berkenaan dengan jaminan, hal ini
yang tak bergerak, baik yang sudah ada
berkaitan erat dengan pemberian kredit.
maupun yang baru akan ada dikemudian hari,
Karena jaminan merupakan sesuatu yang
menjadi tanggungan untuk segala perikatan
diberikan oleh Debitor kepada Kreditor untuk
perseorangan.” Ketentuan tersebut, jelaslah
menimbulkan
Debitor
merupakan suatu bentuk ketentuan yang
akan memenuhi prestasi atau kewajiban
memberikan perlindungan kepada Kreditor
yang timbul dari suatu perikatan, yang mana
dalam perjanjian kredit. Hal mana juga
kewajiban tersebut dapat dinilai dengan
lebih detail di jelaskan dalam Pasal 1132
uang sehingga fungsi jaminan dalam hal ini
KUHPerdata
yang
sangatlah penting.
“Kebendaan
tersebut
keyakinan
bahwa
menyatakan,
bersama-sama
haruslah yang dapat memberikan rasa aman
mengutangkan
dan memberikan kepastian hukum sehingga
penjualan benda-benda itu di bagi-bagi
kredit yang telah diberikan kepada Debitor
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar
dapat diperoleh tepat pada waktu seperti
kecilnya piutang masing-masing, kecuali
yang tertuang dalam perjanjian pokoknya.
apabila diantara para berpiutang itu ada
Sedangkan bagi Debitor, jaminan yang baik
alasan-alasan yang sah untuk di dahulukan.”
Kreditor,
jaminan
yang
adalah suatu bentuk jaminan yang tidak akan
Ketentuan
kreditor
jaminan
baik
Bagi
bagi
menjadi
bahwa,
kepadanya;
yang tersebut
atau
pendapatan
termuat diatas
yang
dalam
mengganggu jalannya usaha yang mereka
KUHPerdata
merupakan
lakukan.
suatu bentuk jaminan umum yang lahir dari
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
undang-undang dimana ketentuan tersebut
Perdata pada Pasal 1131 dan Pasal 1132
berlaku untuk semua kreditor. Kreditor disini
serta Pasal 8 UU Perbankan tercantum kata
mempunyai kedudukan antara kreditor yang
“jaminan.” Pengertian jaminan ini juga
satu dengan kreditor yang lain (asas paritas
terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank
creditorum). Sehingga apabila seorang debitor
Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR Tentang
cidera janji atau wanprestasi, maka hasil
254
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
penjualan kekayaan debitor dibagikan secara
Tanggungan dan KUHPerdata tersebut diatas,
seimbang menurut besarnya utang masing-
terdapat pula undang-undang lain mengenai
masing kreditor, kecuali kreditor tersebut
jaminan, yaitu tentang fidusia yang diatur
mempunyai alasan-alasan yang tepat dan sah
dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
untuk mendapat pelunasan yang didahulukan.1
Tentang Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia
Didalam Pasal 8 UU Perbankan, ada dua
merupakan hak jaminan atas benda bergerak
macam jaminan, yaitu: jaminan pokok yaitu
baik yang berwujud maupun yang tidak
suatu barang, suatu surat berharga atau garansi
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
yang berkaitan langsung dengan objek yang dananya dibiayai dengan kredit yang diperoleh debitor pada umumnya berupa seperti barangbarang atau proyek-proyek yang dibeli dan dibiayai dengan kredit tersebut dan jaminan tambahan yaitu kebalikan dari jaminan pokok yang mana jaminan tersebut tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai oleh kredit tersebut yang ditambah dengan dengan agunan. Saat ini banyak ragam atau macam jaminan yang diberikan oleh Debitor kepada Kreditor sehingga pemerintah mengatur hak jaminan dalam undang-undang tersendiri, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang mana sering disebut Undang-undang Hak
Tanggungan.
Undang-undang
Hak
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditor lainnya.2 Semakin ramainya roda perekonomian di sektor mikro yakni pasar tradisional menimbulkan perputaran uang dan usaha dalam pasar tradisional turut melaju pesat dan tidak dapat dipandang sebelah mata. Fenomena ini yang kemudian dimanfaatkan oleh dunia perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Akan tetapi, kendala penyaluran kredit oleh lembaga keuangan perbankan terhadap pelaku usaha di pasar tradisional adalah mengenai jaminan. Para pelaku usaha di pasar
Tanggungan ini berlaku sebagai pengganti
tradisional yang menginginkan tambahan
lembaga jaminan hipotik dan creditverband,
modal usaha tidak semuanya mempunyai
dan untuk sementara ini ketentuan mengenai
jaminan berupa benda atau barang yang
gadai masih tetap merujuk pada KUHPerdata.
lembaga penjaminannya telah diatur dalam
Pengaturan
jaminan
selain
yang
peraturan perundang-undangan. Tidak jarang
tertuang dalam Undang-undang tentang Hak
para pelaku usaha atau calon Debitor ini hanya
1 Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2 Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
255
mempunyai jaminan berupa tempat mereka
Perda tentang Retribusi Pelayanan Pasar di
berdagang atau berjualan yang mereka sebut
Indonesia yakni misalnya Perda Kabupaten
dengan kios pasar.
Berau Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 1 Angka
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
17 menyebut “Kartu Bukti Pedagang yang
kios sendiri merupakan kata benda yang
selanjutnya disingkat KBP adalah bukti diri
memiliki arti rumah kecil (tempat berjualan
bagi pedagang yang diberi hak penggunaan
buku, koran, dsb).3 Sedangkan pengertian kios
kios atau los.” Sedangkan Perda Kabupaten
pasar lebih banyak dimuat dalam Peraturan
Bengkayang Nomor 6 Tahun 2010 Pasal 1
Daerah tentang Retribusi Pelayanan Pasar di
Angka 16 menyebutkan, “Surat Penunjukan
daerah-daerah seluruh Indonesia.4
Tempat Usaha selanjutnya disingkat SPTU
Keberadaan kios pasar yang memiliki
adalah surat izin yang dikeluarkan oleh
nilai ekonomis tersebut, dapat diterima oleh
Pemerintah Daerah atas pemakaian kios/ios
Kreditor atau pihak bank sebagai jaminan
dan/atau bangunan darurat milik pemerintah,”
fidusia. Padahal kios pasar yang dimiliki oleh
serta Perda Kabupaten Jombang Nomor 25
para pedagang adalah milik pemerintah daerah
tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan
setempat dan bukan milik pedagang. Akan
Pasar Pasal 1 Angka 20 menyatakan, “Bukti
tetapi, pemerintah daerah setempat memberi
Pemakaian Tempat Usaha (BPTU) adalah
ijin kepada para pedagang untuk menempati
bukti diri yang diberikan kepada pedagang
kios pasar tersebut untuk berdagang atau
untuk memakai tempat berjualan pada ruko,
berjualan. Ijin yang diberikan oleh pemerintah
toko, kios/bedak”. Seperti yang tertera didalam
daerah kepada para pedagang itu diwujudkan
sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan
dalam bentuk tertulis. Nama ijin tertulis
tanah didalam KBP, SPTU, atau BPTU,
atas penggunaan kios beraneka ragam dan
tersebut juga memuat data-data tentang kios
tidak ada yang baku. Hal ini dikarenakan
tersebut seperti nama pemilik kios, luas kios,
disesuaikan dan merupakan kewenangan
lokasi kios serta jangka waktu berakhirnya
pemerintah daerah dalam memberikan nama
kios tersebut.
ijin.
Padahal secara teori kios pasar bukanlah
Sebagai contoh ada beberapa nama
merupakan objek jaminan menurut hukum
ijin penggunaan kios pasar pada beberapa
kebendaan yang berlaku di Indonesia karena
3 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 442. 4 Misalnya saja pada beberapa Perda tentang Retribusi Pelayanan Pasar mengenai pengertian kios atau kios pasar sebagai berikut, PerDa Kab. Jombang Nomor 25 Tahun 2010 Pasal 1 Angka 15, PerDa Kab. Kotawaringin Barat Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 1 Angka 8 dan Perda Kota Bengkulu Nomor 7 Tahun 2013, Pasal 1 Angka 13, “Kios pasar adalah bangunan semi permanen di dalam Pasar yang beratap dan dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langit-langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan.” Serta Perda Kab. Berau Nomor 13 Tahun 2011, “Kios adalah lahan dasaran berbentuk bangunan tetap, beratap dan dipisahkan dengan dinding pemisah mulai lantai sampai dengan langit-langit serta dilengkapi dengan pintu.”
256
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
undang-undang tentang jaminan yang ada
yang
selama ini belum ada yang mengaturnya secara
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
jelas karena kios pasar hanya merupakan ijin
yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
memakai bangunan saja. Meski demikian
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
banyak pemerintah daerah di Indonesia yang
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
memberikan regulasi tentang kios pasar ini
ketentuan-ketentuan
dimana regulasi tersebut menyatakan kios
Maka sangat jelas hak pakai yang dimaksud
pasar dapat dipindahtangankan kepada pihak
dalam pasal diatas adalah hak pakai atas tanah.
lain setelah mendapat persetujuan dari Bupati
Alasan mendasar permasalahan ini adalah
berwenang
memberikannya
atau pejabat yang ditunjuk yang mana hal
kekaburan
dan
tersebut adalah pemerintah daerah.
pengikatan
jaminan
undang-undang
ketidakpastian berupa
atau
ini.”
mengenai kios
pasar
Kreditor, disamping melihat sisi ekonomis
dikarenakan ketidak jelasan status hak yang
dari kios pasar itu sendiri, regulasi pemerintah
melekat pada kios pasar itu sendiri. Kekaburan
daerah inilah yang membuat kreditor yakin
norma mengakibatkan tidak adanya kepastian
bahwa kios pasar dapat di jadikan jaminan
hukum.
kredit.
Meskipun
Pedagang
mempunyai
Dalam penyusunan peraturan perundang-
ijin berupa surat keterangan hak pemakaian
undangan baik oleh Legislatif maupun
tempat berjualan dalam bentuk KBP, SPTU,
Eksekutif pada kenyataannya memerlukan
BPTU atau jenis ijin penggunaan kios pasar
waktu yang lama, sehingga pada saat
lainnya dari pemerintah daerah akan tetapi
peraturan perundang-undangan itu dinyatakan
bukti ini bukan merupakan bukti hak pakai
berlaku maka hal-hal yang hendak diatur oleh
sebagaimana yang dimaksud dan diatur
peraturan tersebut sudah berubah. Selain itu
dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 5
kekaburan norma dapat terjadi karena hal-hal
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
atau keadaan yang terjadi telah diatur dalam
Pokok Agraria (UUPA) yang mana dalam
suatu peraturan perundang-undangan namun
undang-undang tersebut hak pakainya jelas
tidak jelas atau bahkan tidak lengkap.
menggunakan Lembaga jaminan berupa Hak Tanggungan. Menurut
Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekaburan norma terhadap hal-hal yang telah
Pasal
41
Ayat
1
UUPA
atau belum diatur tersebut dapat menimbulkan
menyebutkan bahwa “Hak Pakai adalah hak
ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid)
untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
atau ketidakpastian peraturan perundang-
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara
undangan di masyarakat yang lebih jauh
atau tanah milik orang lain, yang memberi
lagi akan berakibat pada kekacauan hukum
wewenang dan kewajiban yang ditentukan
(rechtsverwarring), dalam arti bahwa selama
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat
tidak diatur berarti boleh, selama belum ada
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
257
tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan
tidak boleh. Hal inilah yang menyebabkan
bahan hukum tersier. Setelah semua bahan
kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat
hukum terkumpul, akan diolah dan dianalisa
mengenai aturan apa yang harus dipakai atau
dengan menghubungkan antara teori dengan
diterapkan. Dalam masyarakat menjadi tidak
hasil
ada kepastian aturan yang diterapkan untuk
dengan menggunakan metode interpretasi
mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi.
restriktif, yaitu suatu metode penafsiran
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif (Normatif Legal Research) yang mempunyai suatu pendekatan dengan mengkaji implementasi keterangan hukum positif
(peraturan
perundang-undangan)
antara pasal yang satu dengan pasal yang lain. “Penelitian hukum normatif ialah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, penelitian hukum normatif mencakup terhadap
asas-asas
hukum,
penelitian
sistematik
hukum,
penelitian
terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.”5 Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk
menjelaskan
dan
menganalisis
permasalahan yang berhubungan dengan kios pasar sebagai objek jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan UU (Statute Approach) dengan menelaah semua UU dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum untuk menemukan ide
penelitian,
selanjutnya
dianalisis
yang memberikan batas-batas jelas dalam memaknai suatu frase yang terdapat dalam pasal maupun dalam penjelasan perundangundangan dan bahan hukum terkait. Bahan hukum primer, sekunder dan tersier dianalisis dengan menggunakan instrument teori untuk membahas dan menjawab permasalahan, yang kemudian diharapkan memperoleh kejelasan dari permasalahan mengenai status hak dari kios pasar dan bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor selaku pemegang jaminan berupa kios pasar tersebut. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan jurnal ini adalah sebagai berikut: Apakah kios pasar bisa dikategorikan sebagai benda dalam hukum kebendaan yang berlaku di Indonesia? Dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah kios pasar itu bisa dikategorikan sebagai benda tidak bergerak dalam hukum kebendaan yang berlaku di Indonesia.
Pembahasan Sebagaimana telah diuraikan pada latar
yang melahirkan konsep-konsep hukum.
belakang tersebut diatas, jaminan kebendaan
Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan
pada
dasarnya
memberikan
kedudukan
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 17.
258
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
yang lebih baik kepada kreditor pemegang
ditemukan dua istilah yaitu, kebendaan (zaak)
jaminan tersebut daripada kreditor-kreditor
dan barang (goed). Ini berarti istilah “benda”
lainnya. Namun demikian, yang menjadi
pengertiannya masih bersifat luas dan abstrak
pertanyaan sebenarnya adalah apakah kios
karena tidak saja meliputi benda berwujud
pasar bisa dikategorikan sebagai benda tidak
tetapi juga benda tidak berwujud. Sedangkan
bergerak dan dijadikan objek jaminan serta
barang mempunyai pengertian yang lebih
diikat dengan lembaga penjaminan yang ada?
sempit karena bersifat konkret dan berwujud
Penulis mencoba menganalisis hal tersebut
artinya dapat dilihat dan diraba. Adapun hak,
satu persatu.
menunjuk pada pengertian benda yang tidak
Benda didalam hukum perdata diatur
berwujud (immaterieel) misalnya, piutang-
dalam Buku II KUHPerdata, tidak sama
piutang atau penagihan-penagihan seperti
dengan benda didalam bidang disiplin ilmu
piutang atas nama (vordering opnaam),
fisika, dimana dikatakan bahwa bulan itu
piutang
adalah benda (angkasa). Sedangkan dalam
(vordering aan toonder) dan piutang atas
pengertian hukum perdata bulan itu bukan
tunjuk (vordering aan order) atau berupa
(belum) dapat dikatakan sebagai benda, karena
hak milik intelektual seperti hak pengarang
tidak/belum ada yang (dapat) memilikinya.
(auteursrecht), hak paten (octrooirecht) dan
atas
bawa/kepada
pembawa
Pengaturan tentang hukum benda dalam
hak merek (merkenrecht).6 Namun berkaitan
Buku II KUHPerdata ini menggunakan sistem
dengan istilah benda dan barang, KUHPerdata
“tertutup”, artinya orang tidak diperbolehkan
tidak secara konsekwen membedakannya
mengadakan hak-hak kebendaan selain dari
karena seringkali mencampuradukkan kedua
yang telah diatur dalam undang-undang ini.
pengertian tersebut.
Selain itu, hukum benda bersifat memaksa
Hal lain yang perlu mendapat perhatian
(dwingend recht), artinya harus dipatuhi,
terkait dengan pengertian kebendaan dalam
tidak boleh disimpangi, termasuk membuat
pasal 499 KUHPerdata adalah kata “dapat”
peraturan baru yang menyimpang dari yang
yang tercantum dalam pasal tersebut. Menurut
telah ditetapkan.
Mariam Darus Badrulzaman, kata tersebut
Definisi mengenai kebendaan tercantum
mempunyai arti yang penting karena membuka
sebagai
berbagai kemungkinan yaitu pada saat-saat
berikut: “menurut paham undang-undang
tertentu “sesuatu” itu belum berstatus objek
yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap
hukum, namun pada saat-saat lain merupakan
barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
objek hukum, seperti aliran listrik. Adapun
oleh hak milik.” Dari definisi tersebut,
untuk menjadi objek hukum harus memenuhi
dalam
pasal
499
KUHPerdata
6 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan Jilid I, Cetakan KeIII, (Jakarta: Ind-Hill Co, 2002), hlm. 19-20.
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
syarat-syarat
tertentu
yaitu,
penguasaan
manusia, nilai ekonomis dan karenanya dapat dijadikan objek (perbuatan) hukum.7
259
intinya dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang materiil8. Perumusan mengenai pengertian benda
Unsur yang tidak kalah pentingnya adalah
para sarjana berpendapat dan mengemukakan
dari definisi kebendaan mengenai “dikuasai
pengertian tersebut antara lain sebagai
oleh hak milik”, yang mana pengertian hak
berikut9:
milik dalam pasal 570 KUHPerdata adalah:
a. Menurut H.F.A Vollmar, benda dalam
“Hak
milik adalah hak untuk menikmati
arti dapat diraba atau berwujud adalah
kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa,
di dalamnya termasuk segala sesuatu
dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan
yang mempunyai harga, yang dapat
itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak
ditundukkan
bersalahan
dengan
undang-undang
atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.” Dengan
demikian,
“sesuatu”
dapat
dianggap sebagai kebendaan apabila “sesuatu” itu (pada dasarnya) dapat dikuasai oleh hak milik. Pengertian dapat menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya bisa diartikan dalam dua arti. Pertama adalah dalam arti dapat memperlainkan (vervreem den), membebani, menyewakan dan lain-lain yang mana intinya dapat melakukan perbuatan hukum terhadap sesuatu benda (zaak). Kedua adalah dalam arti dapat memetik buahnya, memakainya, merusak, memelihara dan lain-lain yang mana
dibawah
penguasaan
manusia dan yang merupakan suatu keseluruhan. b. Menurut Paul Scholten, “zaak is ieder deel der stoffelijke natuur, dat vor uitsluitende heerschappij van den mensch vatbaar en voor hem van waarde is en dat door het recht al seen geheel wordt beschouwd”. Terjemahan bebasnya kira-kira adalah: Benda ialah setiap bagian dari alam yang berwujud yang semata-mata dapat dikuasai manusia, berharga untuknya dan yang oleh hukum dipandang sebagai satu kesatuan. c. Menurut Sardjono, benda adalah segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang setidak-tidaknya
mempunyai
nilai
efektif, berdiri sendiri dan merupakan satu keseluruhan, bukan merupakan bagian-bagian yang terlepas satu sama lainnya.
7 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 35. 8 Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hlm. 42. 9 Frieda Husni Hasbullah, op.cit., hlm. 27-28.
260
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
Dari pengertian yang dikemukakan para
Untuk kebendaan tidak bergerak, menurut
ahli hukum tersebut diatas, “sesuatu” dapat
pasal-pasal 506, 507 dan 508 KUHPerdata di
disebut benda jika dapat dikuasai manusia,
bagi kedalam tiga golongan, yaitu11:
dapat diraba maupun tidak, dapat dinilai
a. Barang yang bersifat (uit haar aard)
dengan uang atau setidak-tidaknya mempunyai
tak bergerak karena sifatnya. Barang ini
harga perasaan (affeksi) dan merupakan satu
dapat diklasifikasikan menjadi:
kesatuan serta bersifat mandiri.
1. Tanah,
Benda didalam KUHPerdata di bedakan
2. Segala sesuatu yang bergandengan
menjadi beberapa macam, antara lain :
dengan tanah secara tumbuh disitu,
a. Benda-bendabertubuh/berwujud(lichamelijke
yaitu secara berakar atau bercabang
zaken) dan benda tak bertubuh/tak
(wortel of takvast) seperti tanaman-
berwujud (onlichamelijke zaken) diatur
tanaman, buah-buahan yang belum
dalam pasal 503 KUHPerdata.
dipetik,
10
b. Benda-benda yang jika dipakai dapat habis
(verbruikbaar)
dan
benda-
3. Segala sesuatu yang bergandengan dengan
tanah
secara
didirikan
benda yang dipakai tidak dapat habis
disitu
(onverbruikbaar) diatur dalam pasal 505
tanah (cement) atau paku (aard-of
KUHPerdata.
nagelvast);
dengan
mempergunakan
c. Benda yang sudah ada (tagenwoordige
b. Barang yang ditujukan supaya menjadi,
zaken) dan benda-benda yang masih aka
oleh karena dipakai terus menerus,
nada (toekomstige zaken).
dengan barang-barang tak bergerak (door
d. Benda di dalam perdagangan (zaken in de handel) dan benda diluar perdagangan (zaken buiten de handel).
bes temming), seperti: 1. Dari suatu pabrik segala mesin-mesin, ketel-ketel dan alat-alat lain, yang
e. Benda yang dapat dibagi (deelbare zaken)
dimaksudkan supaya terus menerus
dan benda-benda yang tidak dapat dibagi
berada disitu untuk dipergunakan
(ondeelbare zaken).
dalam menjalankan pabrik,
f.
Benda-benda
yang
dapat
diganti
2. Dalam suatu rumah tempat tinggal,
(wisseling zaken) dan benda-benda yang
segala kaca, lukisan dan lain-lain yang
tidak dapat diganti (onwisseling zaken).
alat-alatnya untuk menggantungkan
g. Benda-benda bergerak (roerend zaken) dan
benda-benda
tidak
bergerak
barang-barang itu, merupakan bagian dari dinding,
(onroerend zaken). 10 Ibid. 11 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: Intermasa, 1979), hlm. 14-15.
261
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
3. Dari suatu perkebunan, segala sesuatu
1. Barang-barang yang bersifat bergerak
yang dipergunakan selaku rabuk bagi
dalam arti, barang-barang itu dapat
tanah, burung-burung merpati yang
dipindahkan tempat (verplaatsbaar),
secara besar-besaran dikumpulkan
2. Beberapa hak atas barang bergerak,
di tanah itu (duivenvlucht), sarang-
seperti: a. Hak memetik hasil (vruchtgebruik) dan hak memakai (gebruik),
sarang burung senlowo (eetbare vogenestjes) selama belum dipetik, ikan-ikan ditambak. 4. Barang-barang runtuhan dari suatu bangunan,
apabila
dimaksudkan
untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan itu; c. Beberapa hak-hak atas barang-barang tak bergerak tersebut diatas, seperti: 1. Hak memetik hasil (vruchtgebruik) pemilikan
terhadap
c. Hak menuntut di depan hakim supaya uang tunai atau barang-barang bergerak diserahkan pada penggugat, d. Saham-saham dari perseroan dagang, e. Tanda-tanda pinjaman suatu negara, baik negara sendiri maupun negara asing. Pembedaan-pembedaan tersebut diatas
atau hak memakai (gebruik), 2. Hak
b. Hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang;
pekarangan
mempunyai akibat-akibat yang sangat penting
tetangga
dalam hukum karena berkaitan dengan cara
pekarangan
penguasaan (bezit), penyerahan (levering),
(erfdienstbaarheden). 3. Hak “opstal” yaitu hak mempunyai
daluwarsa
(verjaring)
dan
pembebanan
bangunan diatas tanah milik orang
(bezwaring)
lain.
dengan penjelasan sebagai berikut:
atas
benda-benda
tersebut,
4. Hak “erfpacht” yaitu hak menguasai
1. Mengenai bezit misalnya terhadap barang
tanah seperti pemilik sendiri dengan
bergerak berlaku asas seperti yang
membayar sejumlah uang “canon”
tercantum dalam pasal 1977 KUHPerdata
selaku pengakuan hak milik sejati.
yaitu bezitter dari barang bergerak adalah
5. Hak atas “grondrente” yaitu hasil
sebagai eigenaar dari barang tersebut.
tanah dalam wujud buah-buahan atau uang. 6. Hak
menuntut
didepan
hakim
supaya barang-barang tak bergerak diserahkan pada penggugat. Adapun untuk benda bergerak, dalam pasal-pasal 509, 510 dan 511 KUHPerdata digolongkan sebagai berikut 12: 12 Ibid., hlm. 15-16.
Sedangkan
kalau
mengenai
barang
bergerak tidak demikian halnya. 2. Mengenai
levering
terhadap
benda
bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama.
262
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
3. Mengenai verjaring ini juga berlainan.
Bagian-bagian itu bukan zaak dalam
Terhadap benda-benda bergerak itu tidak
arti zakenrecht, akan tetapi bagian tersebut
dikenal verjaring sebab bezit disini sama
dapat disewakan dengan kata lain dapat
dengan eigendom atas benda bergerak itu,
dijadikan objek verbintenis. Bagian-bagian
sedang untuk benda-benda tak bergerak
itu adalah zaak juga tapi dalam lapangan
mengenal adanya verjaring.
verbintenissenrecht14. (bezwaring)
Dengan demikian yang dimaksud dengan
terhadap benda bergerak harus dilakukan
hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak
4. Mengenai
pembebanan
dengan pand
sedang terhadap benda
tak bergerak harus dilakukan dengan pand sedang dan bisa dilakukan dengan Hipotik13. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, didalam bukunya juga mengatakan betapa pentingnya membedakan antara zaak dalam hukum benda dan zaak dalam hukum perikatan. Zaak dalam hukum benda terhadap itu dapat dilakukan penyerahan dan umumnya dapat menjadi objek dari hak milik. Tetapi apabila sesuatu bukanlah zaak dalam arti demikian, maka itu tidak berarti bahwa tidak dapat menjadi objek daripada hukum perutangan. Apakah kamar atau tingkat kedua (loteng) dari rumah yang bertingkat itu merupakan suatu zaak sendiri? Jika
dianggap
sebagai
rumah,
dan
dikatakan bukan zaak tersendiri, maka berarti bahwa terhadap bagian-bagian tersebut tidak dapat dilakukan penyerahan; bagian-bagian itu tidak dapat dijadikan objek dari eigendom. Sehingga yang dapat dijadikan objek dari eigendom adalah rumahnya. 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, op.cit., hlm. 22-23. 14 Ibid., hlm. 17. 15 Ibid., hlm. 24. 16 Ibid. 17 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm. 30-31.
atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga15. Jadi hak kebendaan itu adalah hak mutlak (hak absoluut). Dalam hukum perdata hak mutlak, terdiri atas:16 a. Hak kepribadian, misalnya: hak atas namanya,
kehormatannya,
hidup,
kemerdekaan dan lain-lain. b. Hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga, yaitu hak-hak yang timbul karena adanya hubungan antara suami isteri, karena adanya hubungan antara orang tua dan anak c. Hak mutlak atas sesuatu benda, inilah yang disebut hak kebendaan. Adapun ciri-ciri dari hak kebendaan, yaitu17: 1. Hak kebendaan adalah absolut. Artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang hak berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya. 2. Hak kebendaan jangka waktunya tidak terbatas.
263
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
3. Hak kebendaan itu mempunyai hak yang mengikuti. Artinya hak it uterus
1.
Gadai Berdasarkan
ketentuan
Pasal
1150
mengikuti bendanya dimana barang itu
KUHPerdata, yang dimaksud dengan gadai
berada. Hak it uterus saja mengikuti
adalah: “sesuatu hak yang diperoleh seseorang
orang yang mempunyainya. Jika ada
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang
beberapa hak kebendaan diletakkan atas
diserahkan kepadanya oleh seorang berutang
suatu benda, maka kekuatan hak itu
atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang
ditentukan oleh urutan waktunya.
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang
4. Hak kebendaan memberikan wewenang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang
yang luas kepada pemiliknya. Hak itu
tersebut secara didahulukan daripadanya
dapat
orang-orang berpiutang lainnya…”
dialihkan,
diletakkan
sebagai
jaminan, disewakan atau dipergunakan sendiri. Di dalam buku II KUHPerdata diatur adanya macam-macam hak kebendaan. Akan tetapi
dalam
membahas
macam-macam
hak kebendaan tersebut harus mengingat berlakunya Undang-undang pokok Agraria dan
harus
mengetahui
mana
hak-hak
kebendaan yang masih ada dan yang sudah dicabut berlakunya dari Buku II itu. Hak-hak kebendaan yang sudah dicabut itu tidak lagi termasuk di dalam lapangan keperdataan melainkan menjadi objek dari hukum yang lain yaitu agraria. Hubungan antara hak kebendaan dengan lembaga penjaminan yang ada di Indonesia sangat erat sekali, karena dengan melihat hak yang melekat pada suatu benda dapat menentukan lembaga penjamin yang tepat untuk mengikat benda yang menjadi objek jaminan kredit. Lembaga penjaminan di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
Selanjutnya Pasal 1152 KUHPerdata mengatur sebagai berikut: “Hak Gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh pihak kedua. Tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang. Hak gadai hapus, apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan si penerima gadai.” Pasal
1153
KUHPerdata
mengatur
kemungkinan gadai atas piutang atas nama sebagai berikut: “Hak Gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang
264
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
izinnya si pemberi gadai dapat
Adapun obyek yang dapat dijadikan jaminan hipotik adalah benda-benda tetap/
dimintanya suatu bukti tertulis.” Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut
tidak bergerak dengan mengambil tanah
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-
sebagai pokok dan berdasarkan asas accessie
unsur yang harus dipenuhi dalam rangka gadai
meliputi pula bangunan-bangunan, tanaman-
adalah sebagai berikut:
tanaman yang melekat atau tertanam dan
a. Obyek yang dapat dijaminkan dengan
beberapa
gadai
adalah
berupa
benda-benda
bergerak, baik yang bertubuh (berwujud) ataupun tidak bertubuh. b. Benda yang dijaminkan dengan gadai harus diserahkan kepada kreditur atau kepada pihak ketiga yang disetujui oleh para pihak. Benda yang masih dalam penguasaan si pemberi gadai akan mengakibatkan perjanjian gadai menjadi batal demi hukum. Memperhatikan unsur-unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam rangka gadai, penulis berpandangan bahwa kios pasar sangat sulit diterima sebagai objek yang dapat dijaminkan dengan gadai.
yang
lain
berdasarkan
peruntukkannya. Lebih jelasnya pasal 1164 KUHPerdata mengatur sebagai berikut: “Yang dapat dibebani dengan Hipotik hanyalah: 1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan,
beserta
segala
perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak bergerak; 2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya; 3. Hak menumpang karang dan hak usaha; 4. Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah dalam ujudnya; 5. Bunga sepersepuluh; 6. Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat
2. Hipotik Ketentuan
benda
padanya. pasal
1162
KUHPerdata
Namun
sejak
berlakunya
undang-
merumuskan pengertian Hipotik sebagai
undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
berikut: “Hipotik adalah suatu hak kebendaan
Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda
atas
Yang berkaitan Dengan Tanah, ketentuan
benda-benda
tak
bergerak,
untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi
Hipotik
sebagaimana
tersebut
dalam
pelunasan suatu perikatan.”
Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai
Dengan kata lain Hipotik adalah hak
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas
kebendaan yang memberi kekuasaan langsung
tanah beserta benda-benda yang berkaitan
atas benda tak bergerak, yang mana benda itu
dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi18.
dapat dijadikan jaminan pelunasan sejumlah
Selain objek-objek yang dimaksud dalam
utang.
Buku II KUHPerdata, benda-benda bergerak
18 Ketentuan Bab IX Ketentuan Penutup, Pasal 29 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah.
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
265
ditetapkan
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
sebagai benda yang dijaminkan dengan
dimaksud dalam Indang-undang Nomor 5
Hipotik, yaitu:
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
yang
karena
undang-undang
1. Kapal-kapal Indonesia yang berukuran
Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
paling sedikit 20 M (dua puluh meter
benda-benda lain yang merupakan satu
kubik) isi kotor, yang dapat dibukukan
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
di dalam suatu register kapal menurut
utang tertentu, yang memberikan kedudukan
ketentuan yang akan ditetapkan dalam
yang diutamakan kepada kreditur tertentu
suatu undang-undang19.
terhadap kreditur-kreditur lain.
3
2. Pesawat terbang dan helikopter yang
Adapun hak-hak atas tanah yang dapat
telah mempunyai tanda pendaftaran dan
dijaminkan dengan Hak Tanggungan adalah21:
kebangsaan Indonesia20.
a. Hak Milik;
Ketentuan
pasal
1168
KUHPerdata
b. Hak Guna Usaha;
menyebutkan bahwa Hipotik tidak dapat
c. Hak Guna Bangunan; dan
diletakkan
d. Hak Pakai atas tanah negara.
selainnya
oleh
siapa
yang
berkuasa memindahtangankan benda yang
Selain
yang
disebut
diatas,
Hak
dibebani. Ketentuan ini mensyaratkan adanya
Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak
hubungan
kedudukan
atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan
berkuasa untuk memindahkan objek jaminan
hasil karya yang telah ada dan aka nada yang
hipotik oleh pemberi hipotik. Merujuk pada
merupakan satu kesatuan dengan tanahnya,
ketentuan-ketentuan tersebut diatas, penulis
dan yang merupakan milik pemegang hak
menyimpulkan bahwa kios pasar tidak dapat
atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dijadikan objek jaminan hipotik.
dinyatakan di dalam akta pemberian hak
3.
tanggungan yang bersangkutan.
kepemilikan
dan
Hak tanggungan Hak Tanggungan diatur dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Bendabenda
Yang
berkaitan
Dengan
Tanah
Memperhatikan
ketentuan-ketentuan
tersebut diatas, sudah jelas bahwa kios pasar tidak dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan
karena
kios
pasar
(selanjutnya disebut Undang-undang Hak
merupakan bentuk hak atas tanah.
Tanggungan). Berdasarkan ketentuan pasal
4.
1 angka 1 Undang-undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang
bukan
Jaminan fidusia Banyak
bank
atau
kreditor
yang
membebankan kios pasar pada lembaga
19 Ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHDagang). 20 Ketentuan Pasal 12 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan. 21 Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan.
266
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
penjamin ini, oleh sebab itu penulis merasa
atas suatu barang sedang barang itu secara
perlu untuk menganalisis lebih dalam tentang
social ekonomis dikuasai oleh orang lain.”23
lembaga penjamin fidusia ini terkait jaminan kios pasar yang diterima oleh kreditor.
Ada dua macam bentuk jaminan fidusia yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum
Pranata jaminan fidusia sudah dikenal
amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang
dan diberlakukan dalam masyarakat hukum
disebut pactum fiduciae yang kemudia diikuti
Romawi. Pranata ini sebelumnya muncul
dengan penyerahan hak atau in iure cessio.24
atas dasar adanya kebutuhan masyarakat
Dalam
bentuk
yang
pertama
atau
akan kredit dengan jaminan barang bergerak
lengkapnya fidusia cum creditare contracta
tanpa (secara fisik) melepaskan barang yang
yang berarti janji kepercayaan yang dibuat
dijadikan jaminan.
dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor
Fidusia berasal dari kata “Fides”, yang berarti kepercayaan, sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan pemberi fidusia (debitor) dengan penerima fidusia (kreditor) merupakan suatu hubungan hukum yang berdasarkan atas kepercayaan.
22
Pemberi
Fidusia percaya bahwa kreditor penerima fidusia mau mengembalikan hak milik yang telah diserahkan kepadanya, setelah debitor melunasi hutangnya. Sebaliknya, kreditor juga percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan
menyalahgunakan
barang
jaminan
yang berada dalam kekuasaannya dan mau memelihara barang tersebut selaku “bapak rumah yang baik”. Konstruksi fidusia yang demikian sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Asser bahwa:”Orang berbicara mengenai suatu hubungan hukum atas dasar fides, bilamana seseorang dalam arti hukum berhak
akan mengalihkan kepemilikan suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor apabila utangnya sudah dibayar lunas25. Fidusia lahir dalam praktek hukum yang dituntun oleh yurisprudensi di negeri Belanda maupun yurisprudensi di Indonesia. Sebagai pranata hukum yang lahir dari praktek, dan tidak mendapat pengaturan yang berarti dalam peraturan perundang-undangan, maka tidak terdapat pengaturan dari segi prosedural dan proses. Karena itu, tidak mengherankan jika kewajiban pendaftaran sebagai salah satu mata rantai dari prosedur lahirnya fidusia tidak diatur, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran tersebut bagi jaminan fidusia.
22 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 113. 23 Nova Faisal, “Tinjauan Yuridis Atas Jaminan Fidusia Berkaitan Dengan Ketentuan Angka 2 Surat Edaran Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor: C.HT.01.10-22 tanggal 15 Maret 2005”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-36, No. 4, (Oktober-Desember 2006): 421. 24 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op.cit., hlm. 114. 25 Ibid.
267
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
Ketidakadaan
kewajiban
pendaftaran
Undang-undang
ini
dimaksudkan
untuk
tersebut sangat dirasakan dalam praktek
menampung kebutuhan masyarakat mengenai
sebagai kelemahan bagi pranata hukum
pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah
fidusia,
menimbulkan
satu sarana untuk membantu kegiatan usaha
ketidakpastian hukum, absennya kewajiban
dan untuk memberikan kepastian hukum
pendaftaran
tersebut
kepada para pihak yang berkepentingan.
menjadikan jaminan fidusia tersebut tidak
Sebelum undang-undang fidusia dibentuk,
memenuhi unsure publisitas, sehingga sulit
pada umumnya benda yang menjadi obyek
dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal
Jaminan Fidusia adalah benda bergerak
sebab
disamping
jaminan
fidusia
yang tidak sehat dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditor, dan lain-lain26. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, pada tahun 1999 pemerintah telah mengeluarkan ketentuan hukum baru terkait dengan jaminan fidusia. Berdasarkan Lembaran Negara nomor 168 tahun 1999, tertanggal 30 September 1999, telah diundangkan di dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Undang-undang Fidusia), yang terhitung sejak saat diundangkannya, maka secara yuridis formal pranata jaminan fidusia yang kita kenal selama ini dimasyarakat, dan diterima dunia perbankan dan peradilan dikenal dengan sebutan “Fiduciaire Eigendoms Overdracht” atau “FEO” (pengalihan hak milik secara kepercayaan), telah resmi masuk dalam hukum positif di Indonesia dengan sebutan Undang-undang Fidusia. Sebagaimana dijelaskan dalam angka 3 Penjelasan Umum Undang-undang Fidusia,
yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory),
benda
dagangan,
piutang,
peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian luas. Hal mana disebutkan pada Pasal 1 Undang-undang Fidusia, yaitu: “Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dan hipotik”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undangundang Fidusia tersebut diatas dapat diketahui bahwa objek jaminan fidusia adalah: 1. Benda bergerak yang meliputi berwujud dan tidak berwujud. 2. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dan hipotik Mengenai pengaturan benda fidusia ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 3 Undang-
26 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis-Jaminan Fidusia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 5.
268
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
undang Fidusia. Dalam ketentuan mengenai benda fidusia juga ditegaskan, bangunan
a. Bahwa hukum itu positif artinya bahwa ia adalah peraturan perundangan
diatas orang lain yang tidak dapat di bebani
b. Bahwa hukum ini didasarkan pada fakta
dengan hak tanggungan berdasarkan undang-
(Taatsachen), bukan suatu rumusan
undang Hak Tanggungan nomor 4 tahun 1996
tentang penilaian yang nanti akan
tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek fidusia. Terhadap benda jaminan fidusia ini hal penting yang perlu dicermati adalah menyangkut prinsip dari benda fidusia itu sendiri yang mana haruslah merupakan benda milik pemberi fidusia dan bukan merupakan benda yang berada dalam status kepemilikan orang lain. Dari pengertian tersebut diatas jelaslah sudah bahwa kios pasar yang di pakai oleh para pedagang tradisional tidak dapat dibebani fidusia jika ditinjau dari pengertian benda dalam Pasal 1 Undang-undang Fidusia karena kios baik bangunan maupun tanahnya bukan milik para pedagang akan tetapi
dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”, “kesopanan” c. Bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping itu juga mudah dijalankan. d. Hukum positif itu boleh sering berubahubah. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa di jawab secara normatif. Kepastian hukum secara normatif merupakan suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur jelas dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
milik pemerintah daerah setempat yang
berbenturan dan menimbulkan konflik norma.
di pergunakan oleh para pedagang untuk
Persoalan kepastian hukum masih menjadi
berjualan berdasarkan ijin tertulis yang bisa
hambatan dalam kegiatan penyelenggaraan
berupa Kartu Bukti Pedagang (KBP), Surat
negara dan pembangunan. Hal tersebut
Penunjukan Tempat Usaha (SPTU) maupun
dikarenakan peraturan yang tumpang tindih,
Bukti Pemakaian Tempat Usaha (BPTU).
tidak konsisten, tidak jelas sehingga terjadi
Kepastian hukum atau Rechtssicherkeit Security, Rechtssicherkeit adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu dituliskan, dipositifkan dan menjadi publik. Kepastian hukum itu adalah Sircherkeit des Rechts Selbst ( kepastian tentang hukum itu sendiri), ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum:27
multitafsir. Berdasarkan
teori
kepastian
hukum
menurut Soerjono Soekanto dan Peter Makmud Marzuki sebagaimana telah disebutkan dan dijelaskan dalam kerangka teori, dimana intinya
bahwa
kepastian
hukum
akan
tercapai apabila tersedia aturan-aturan hukum
27 Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, (Jakarta: UKI Press, 2006), hlm. 135-136.
Nurul Masfuhah, Kios Pasar sebagai Objek Jaminan Kredit
269
yang jelas dan aturan yang bersifat umum
pasar tersebut dengan menggunakan lembaga
membuat individu mengetahui perbuatan apa
penjamin apapun karena kios pasar belum
yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Jika
bisa dikategorikan sebagai benda dan hanya
melihat dari pengertian maupun penjelasan
merupakan ijin memakai bangunan saja
hukum kebendaan bahkan pendapat para
dengan kata lain kios pasar bagi pedagang
sarjana hukum sekalipun kios pasar belum
tidak ada hak pemilikannya.
bisa dikategorikan sebagai “benda” apalagi benda tidak bergerak karena seperti yang
Simpulan
telah di jelaskan diatas pengaturan tentang
Kios
pasar
ditinjau
dari
hukum
hukum benda dalam Buku II KUHPerdata
kebendaan belum bisa dikategorikan sebagai
ini menggunakan sistem tertutup dan bersifat
benda karena kios pasar hanya merupakan
memaksa (dwingend recht).
ijin memakai bangunan saja tidak dapat
Dengan kata lain bahwa hubungan
melahirkan hubungan kebendaan meskipun
pedagang dengan kios
debitor memiliki ijin berupa surat keterangan
pasar yang dipakainya tidak melahirkan
hak pemakaian tempat berjualan dalam bentuk
hubungan kebendaan, oleh karena tidak ada
KBP, SPTU, BPTU atau jenis ijin penggunaan
hubungan langsung antara pedagang dengan
kios pasar lainnya dari pemerintah daerah
bendanya (kios pasar yang dipakainya).
setempat, tetapi tidak secara otomatis akan
Meskipun pedagang memegang ijin tertulis
memberikan suatu hak kebendaan yang
dari
tidak
dapat dipertahankan terhadap setiap orang
menyebabkan para pedagang tersebut menjadi
(droit de suite) karena pengaturan tentang
pemilik kios pasar yang dipakainya. Pemberian
hukum benda dalam Buku II KUHPerdata
ijin tertulis kepada pedagang tersebut tidaklah
menggunakan sistem “tertutup”, artinya orang
memberikan suatu hak kebendaan yang dapat
tidak diperbolehkan mengadakan hak-hak
dipertahankan terhadap setiap orang (droit de
kebendaan selain dari yang telah diatur dalam
suite).
KUHPerdata tersebut dan sifat dari hukum
hukum antara
pemerintah
daerah
setempat
Terkait kios pasar yang dijadikan objek
benda itu sendiri yang mana bersifat memaksa
jaminan dan diterima sebagai jaminan oleh
(dwingend recht), artinya harus dipatuhi,
kreditor maka akibat hukum yang timbul
tidak boleh disimpangi, termasuk membuat
adalah kreditor tidak dapat melakukan
peraturan baru yang menyimpang dari yang
pengikatan jaminan terhadap objek kios
telah ditetapkan.
270
ARENA HUKUM Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016, Halaman 252-270
DAFTAR PUSTAKA Buku Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata
Hak-Hak
Yang
Memberi
Kenikmatan Jilid I. Jakarta: Ind-Hill Co, 2002.
Perbankan. Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia.
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Jakarta:
RajaGrafindo
Persada, 2001.
Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang
_________________. Seri Hukum BisnisJaminan Fidusia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.
Hak Tanggungan. Perda Kabupaten Berau Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar.
Badrulzaman, Mariam Darus. Mencari Sistem
Perda Kabupaten Bengkayang Nomor 6 Tahun
Bandung:
2010 tentang Retribusi Pelayanan
Hukum Benda Nasional. Alumni, 1983.
Pasar.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum
Perda Kabupaten Jombang Nomor 25 tahun
Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta:
2010 tentang Retribusi Pelayanan
Liberty, 1981.
Pasar.
Soekanto,
Soerjono
dan
Sri
Mamudji.
Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Jurnal
Rajawali, 1985.
Faisal, Nova. “Tinjauan Yuridis Atas Jaminan
Rahardjo, Satjipto.
Hukum Dalam Jagat
Ketertiban. Jakarta: UKI Press, 2006. Prodjodikoro,
Wirjono.
Hukum
Perdata
Fidusia Berkaitan Dengan Ketentuan Angka 2 Surat Edaran Departemen Hukum
dan
Hak Asasi
Manusia
Tentang Hak Atas Benda. Jakarta:
Republik
Intermasa, 1979.
Jenderal Administrasi Hukum Umum
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia,
Direktorat
Nomor: C.HT.01.10-22 tanggal 15 Maret 2005”. Jurnal Hukum dan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pembangunan Tahun Ke-36 No. 4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
(Oktober-Desember 2006).
tentang
Perubahan Atas
Undang-