Implementasi Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial Santunan Kematian di Kota Depok Tahun 2010-2014 Nama Penulis: Reinhard Wynner Letare Simatupang Dosen Pembimbing: Zuliansyah Putra Zulkarnain Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok merupakan salah satu kebijakan yang dilaksanakan dalam membantu masyarakat miskin di Depok terhindar dari kemungkinan terkena dampak risiko sosial yang ditimbulkan dari pembiayaan prosesi kematian. Kebijakan ini mulai sepenuhnya dikelola oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok sejak tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok tahun 2010-2014 dan mendeskripsikan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaannya. Pendekatan penelitian ini ialah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi belum berlangsung dengan baik dan terdapat faktor-faktor penghambat yang diklasifikasikan dalam faktor internal dan faktor eksternal. Implementasi kebijakan dilihat dari aspek organisasi, interpretai, dan aplikasi. Kata Kunci : Santunan Kematian, Implementasi Kebijakan, Depok Abstract Social assistance of death compensation in Depok is one of policy which is conducted in order to help poor people in Depok to avoid the possibility of social risk impact caused by funeral ceremony cost. The policy has been fully implemented by Social Development Division of Labor and Social Department in Depok since 2010. This research aims to describe the implementation of death compensation policy in Depok from 2010 to 2014 and also describe the factors which hinder the implementation of death compensation policy. This research is conducted through a qualitative approach with in depth interview method and literature review. The result of this research shows that the implementation has not occurred well and there are some factors hindering the implementation which are classified into internal and external factors. The policy implementation is observed from organizational aspect, interpretation aspect and application aspect. Key Words: Death Compensation, Policy Implementation Pendahuluan Kota Depok sebagai salah salah kota di Jawa Barat dalam beberapa media elektronik yang ada menyatakan bahwa selama tahun 2012 Depok tercatat memiliki tingkat inflasi tertinggi di Jawa Barat. Tercatat, dalam satu tahun inflasi Kota Depok mencapai 4,11%, juga tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 tepatnya bulan November Kota Depok memiliki inflasi tertinggi
di
antara
kabupaten
dan
kota
di
Jawa
Barat,
dengan
1,08%
(www.depokkota.bps.go.id, 2014). Alasan utama yang menyebabkan inflasi yang tinggi yaitu kenaikan harga beberapa komoditi seperti nasi, beras, daging sapi, mie, bawang putih,
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
bawang merah, tahu mentah dan jeruk (www.okezone.com, 2013). Selain tingkat inflasi yang tinggi, Kota Depok sebagai penyangga kota besar Jakarta juga mengakibatkan terjadinya cepat dan tingginya tingkat perpindahan penduduk sebagai tempat tinggal ke Kota Depok sehingga
hal
ini
berpengaruh
pada
standar
hidup
yang
semakin
tinggi
(www.depokkota.bps.go.id, 2014). Tingkat inflasi yang tinggi, tingkat perpindahan penduduk yang tinggi dan cepat, serta standar hidup yang semakin tinggi mengakibatkan kemampuan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar dan dapat hidup layak semakin terancam. Kondisi ini mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Kota Depok bertambah dari tahun 2010-2013. Dari data BPS Kota Depok dikatakan bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin mencapai 310.279 orang, pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 321.102 orang (www.depokkota.bps.go.id, 2014). Selain itu, persentase penduduk menengah ke atas di Kota Depok juga tidak terlalu signifikan. Jika melihat pada data tahun 2009, pendapatan perkapita Kota Depok hanya sebesar Rp.6.784.681,-/orang/tahun, atau kira-kira hanya sebesar Rp.565.390,-/orang/bulan. Angka ini jauh di bawah upah minimum regional Kota Depok yang telah mencapai Rp.1.157.000,-/bulan (www.depokkota.bps.go.id, 2014). Belum lagi jika melihat distribusi pendapatan di Kota Depok yang tidak merata (www.kompasiana.com, 2012). Jadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar warga Kota Depok berada dalam kelompok ekonomi menengah ke bawah. Dalam menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Kota Depok telah mengerjakan berbagai macam program pengentasan kemiskinan seperti perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), penuntasan gizi buruk, dan pelatihan tenaga kerja (www.sindonews.com, 2013). Kota Depok juga mengambil sebuah kebijakan yang cukup unik dalam membantu masyarakat miskinnya yakni kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian. Ada beberapa hal yang menarik dari penerapan kebijakan ini. Pertama, bantuan sosial santunan kematian pada dasarnya tidak berangkat dari program yang dikaji oleh pemerintah Kota Depok dalam menyikapi masalah kemiskinan di Kota Depok. Santunan kematian berangkat sebagai realisasi dari janji politik walikota terpilih. Santunan kematian sudah menjadi sebuah kontrak politik yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Kota Depokn di bawah kepemimpinan Walikota Nur Mahmudi Ismail. Hal ini mengakibatkan kebijakan ini tidak berangkat dari Perpres Nomor 15 Tahun 2010. Kebijakan santunan kematian pertama sekali dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Depok Tahun 2006-2011 (www.detiknews.com, 2010). Kedua, santunan kematian sebagai bantuan sosial memiliki mekanisme pengajuan yang secara administratif lebih mudah, tepat sasaran, dan meminimalisir penyalahgunaan sumber daya karena dari peraturannya secara jelas dan tegas
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
telah menyatakan bagaimana mekanisme pengajuan, syarat penerima bantuan, besar bantuan, dan pencairan bantuan. Kalau melihat dari mekanisme pengajuan bantuan sosial di Kota Depok sangat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan sumber daya. Mekanismenya adalah suatu proses dimana anggota/kelompok masyarakat mengajukan surat permohonan bantuan sosial kepada Walikota Depok melalui Sekretaris Daerah. Surat permohonan tersebut harus di lampiri dengan proposal yang antara lain memuat latar belakang kegiatan, personil pelaksana kegiatan dan rincian pembiayaan sampai akhirnya Walikota Depok melalui Sekretaris Daerah mendisposisi usulan permohonan bantuan sosial kepada SKPD/Bagian terkait yang kemudian akan memberikan rekomendasi atas permohonan tersebut kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran setelah mendapatkan rekomendasi dari kepala SKPD/Bagian terkait akan melakukan pengujian dan kemudian memerintahkan bendahara pengeluaran untuk memproses Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). SP2D yang besarannya diatas Rp5.000.000, dana tersebut akan ditransfer ke rekening penerima bantuan sosial. Sedangkan untuk SP2D yang besarannya dibawah Rp5.000.000, penerima bantuan dapat mencairkan secara langsung pada kas daerah (www.cecdepok.com, 2012). Melihat mekanisme tersebut dapat dikatakan bahwa peluang untuk penyalahgunaan wewenang lebih besar sehingga keluarnya anggaran tidak tepat guna pun terjadi yang tentunya sangat merugikan pemerintahan Kota Depok. Sebagai salah satu buktinya ialah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Beny Bambang Erawan sebagai mantan anggota DPRD Kota Depok sehingga terjadi kerugian pada anggaran sebesar Rp 800 juta untuk kebutuhan dana bantuan sosial pada bidang kesehatan (www.antikorupsi.org, 2010). Kota Depok telah menerapkan kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian sejak tahun 2007. Pemerintah Kota Depok menyatakan bahwa penerapan kebijakan ini merupakan sebuah upaya Pemerintah Kota Depok dalam mengakomodasi harapan dan kebutuhan masyarakat miskin (menengah ke bawah) dengan didasari oleh nilai keadilan sosial dalam pembangunan. Selain itu, Pemerintah Kota Depok beranggapan bahwa dana santunan kematian dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat (www.depok.go.id, 2010). Dengan didasari oleh nilai keadilan sosial dalam pembangunan, Kota Depok mendasari kebijakan ini dengan nilai-nilai keagamaan. Santunan kematian ini tidak akan diberikan kepada penduduk yang meninggal karena tiga kriteria, yakni bunuh diri, HIV/AIDS karena perilaku menyimpang, atau melakukan tindak pidana (www.depok.go.id, 2010). Melalui kebijakan santunan kematian ini Pemerintah Kota Depok juga ingin memberikan
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
pesan yang jelas kepada warganya yakni tertib administrasi kependudukan, tertib pola hidup dan perilaku yang sehat, serta tertib hukum (www.depok.go.id, 2010). Pelaksanaan santunan kematian dari tahun 2007-2009 dikelola oleh Asuransi Barokah dengan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok. Pelaksanaan selama masa waktu itu menimbulkan pembengkakan APBD karena harus membayar premi asuransi dan lamanya pencairan uang santunan kematian kepada penerima (ahli waris). Oleh karena itu, sejak tahun 2010-2014 pengelolaan santunan kematian sepenuhnya dikembalikan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok yang dipegang oleh Seksi Bina Sosial. Adapun produk hukum yang melandasi pelaksanaan santunan kematian di Kota Depok dari tahun 2010-2014 adalah: 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 3. Peraturan Walikota Depok No 28 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Santunan Kematian (tidak berlaku lagi) 4. Peraturan Walikota Depok No 43 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Santunan Kematian 5. Peraturan Walikota Depok No 40 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Bantuan Sosial 6. Peraturan Walikota Depok No 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Depok No 43 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Santunan Kematian 7. Peraturan Walikota Depok No 28 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Depok No 40 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Bantuan Sosial Berdasarkan produk hukum tersebut, Pemerintah Kota Depok telah menentukan beberapa keputusan mencakup bentuk program, jenis layanan, maupun pengecualian pada beberapa calon penerima layanan. Santunan kematian di Kota Depok diberikan dalam bentuk bantuan sosial. Sedangkan kriteria penduduk yang beresiko sosial (www.depok.go.id, 2010) adalah:
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
1. Memiliki Kartu Jamkesmas atau, 2. Memiliki Kartu Jamkesda atau, 3. Terdaftar di PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Adapun jumlah uang santunan kematianyang diberikan yaitu Rp. 2.000.000 yang diberikan dalam bentuk cek dan dapat dicairkan langsung pada hari itu juga di Bank BJB (www.depok.go.id, 2012). Walaupun kebijakan ini sudah cukup lama dilaksanakan, tetapi masih terdapat masalah dalam pelaksanaannya. Berbagai pemberitaan media tentang kebijakan pemberian santunan kematian ini mengatakan bahwa implementasi kebijakan tersebut masih memiliki masalah terkait pencairan uang kepada penerima bantuan sosial. Santunan kematian bagi warga Kota Depok yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sudah dimulai sejak 2007. Pada saat itu harapan ahli waris untuk menerimanya saat itu harus berbelit-belit dan memakan waktu lama karena proses pencairannya dilakukan perusahaan jasa asuransi Barokah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut maka sejak tahun 2010 proses pencairannya dialihkan dan dipegang langsung oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok (www.shnews.com, 2013). Kenyataannya solusi ini tidak menjawab permasalahan tersebut. Setelah dipegang oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial ratusan ahli waris tetap mengeluhkan lamanya proses pencairan dana asuransi kematian itu (www.shnews.com, 2013). Lama pencairan dana santunan kematian ini dibenarkan Kepala Disnakersos Kota Depok, Abdul Haris (www.harianjayapos.com, 2013). Menurutnya, lamanya pencairan uang santunan karena Dinas Tenaga Kerja dan Sosial belum memilih pihak yang akan melaksanakan pencairan uang santunan kematian tersebut. Abdul Haris belum bisa memastikan apakah masih menggunakan jasa asuransi atau tidak, akan tetapi pencairan dana santunan kematian tersebut tetap akan dilelang kepada pihak ketiga. Terkait rencana Dinas Tenaga Kerja dan Sosial yang akan melelang program pencairan uang santunan kematian itu, anggota Komisi A DPRD Kota Depok, Rahmin Siahaan menegaskan, program sosial itu tidak dibenarkan untuk dilelang kepada pihak swasta (www.shnews.com, 2013). Hal yang sama disampaikan anggota Badan Anggaran DPRD Kota Depok, Edi Sitorus. Menurutnya, Pemerintah Kota Depok pernah berbuat kesalahan pada tahun 2009 ketika santunan kematian diasuransikan pada pihak swasta (www.shnews.com, 2013). APBD digunakan untuk membiayai premi masyarakat. Padahal, seharusnya bantuan sosial tidak boleh dikenakan premi (www.harianjayapos.com , 2013). Dengan berbagai dinamika pengelolaan santunan kematian tersebut, terhitung hingga Juni 2014 pelaksanaan dan pengelolaan santunan
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
kematian masih sepenuhnya dipegang oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok. Pokok Permasalahan Berdasarkan paparan tersebut maka peneliti merasa tertarik dan penting untuk melakukan penelitian mengenai hal ini. Peneliti tergerak untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok. Penelitian ini akan memfokuskan kajian untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu 1. Bagaimana implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok? 2. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok? Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menjelaskan implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok. 2. Menjelaskan faktor-faktor faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok. Tinjauan Teoritis Konsep Kebijakan Publik Menurut Thoha, (2003:59) dalam arti yang luas policy mempunyaidua aspek pokok antara lain: 1. Policy merupakan praktika sosial, ia bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan dipergunakan pula untuk kepentingan masyarakat. 2. Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik untuk mendamaikan claim dari pihak-pihak yang konflik, atau untuk menciptakan incentive bagi tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut. Dari dua aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian Thoha berfokus pada policy di satu pihak dapat berbentuk suatu usaha yang komplek dari masyarakat untuk
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
kepentingan masyarakat, di lain pihak policy merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik dan menimbulkan insentif. Harold-Lasswell dalam Thoha (2003:60) menyebutkan: “...policy as a projected program of goals, values, and practices” Pendapat di atas dapat diartikan bahwa policy dapat dirumuskan sebagai suatu program yang diproyeksikan dari tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika. Defenisi dari Lasswell ini memberikan suatu hal yang berfokus pada bahwa kebijakan publik identik dengan nilai-nilai yang mendukung dalam pencapaian tujuan, nilai-nilai yang didalamnya fokus pada kepentingan publik. Adapun Carl Frederick dalam Dye (1981:2) menyebutkan: “it is essential for the policy concept that there be a goal,objective, or purpose” Jika diartikan adalah amat mendasar bagi konsep policy yaitu terdapatnya suatu tujuan, sasaran, atau keinginan. Defenisi dari Carl Friedrich sangat menitikberatkan pada pandangan bahwa kebijakan publik ada untuk mencapai tujuan dari keinginan mereka yang terkena pelaksanaan kebijakan publik. Ahli ilmu politik lainnya Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Dye (1981:2) menyatakan bahwa kebijakan sebagai sesuatu keputusan yang teguh yang disifati oleh adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya yakni bagi orang-orang yang membuatnya dan bagi orang-orang yang melaksanakannya. Lain halnya dengan defenisi yang diberikan oleh Eulau dan Prewitt ini sangat menekankan pada aspek perilaku konsisten dari si pelaksana kebijakan dalam penerapan rutin suatu kebijakan. Adapun pengertian public policy menurut David Easton (1953) mengatakan kebijakan publik adalah alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat, akan tetapi hanya pemerintah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Defenisi Easton menitikberatkan pada pemahaman alokasi nilai yang otoratif untuk seluruh masyarakat. Sedangkan menurut Dye (2008:1), public policy merupakan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to do). Pengertian dari Dye ini berfokus pada pemahaman keberadaan kebijakan publik apakah dibutuhkan atau tidak untuk menjawab kebutuhan publik.
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
Konsep Implementasi Kebijakan Publik Jones
(1996:166)
mengemukakan
mengenai
implementasi
kebijakan,
yaitu:
implementation is that set of activities directed toward putting a program into effect (implementasi adalah serangkaian aktivitas atau kegiatan untuk melaksanakan sebuah program yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat tertentu). Pengertian Jones berfokus pada bahwa implementasi kebijakan ialah serangkaian aktifitas. Charles O. Jones mengemukakan teori implementasi kebijakan yang terdiri dari tiga aktivitas utama yang sangat penting dalam implementasi kebijakan publik, yaitu organization, interpretation, and application. Selengkapnya Jones mengemukakan bahwa: Implementation is that set of activities directed toward putting a program into effect. three activities, in particular, are significant : 1. Organization: the establishment or rearrangement of resources, unit and methods for putting a policy into effect 2. Interpretation: the translation of program language (often contaned in a statute) into acceptable and feasible plans and directives 3. Application: the routine provision of service, paymens, or other agree upon objectives of instruments. (Jones, 1984:166) Berdasarkan teori tersebut maka dalam implementasi kebijakan publik terdapat tiga aktivitas utama yang sangat penting. Aktivitas yang pertama adalah organisasi pelaksana kebijakan, yang mencakup pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Kemudian aktivitas yang kedua adalah interpretasi para pelaksana kebijakan, yaitu aktivitas pelaksana kebijakan yang menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan. Terakhir, aktivitas yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan oleh para pelaksana kebijakan yang mencakup ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan dan perengkapan program dari kebijakan publik yang telah ditentukan. Menurut Edward III (1980:1), policy implementation is the stage of policymaking between establishment of policy…and the consequences of the policy for the people whom it affects. Selanjutnya Edward III berpendapat agar implementasi kebijakan dapat sukses dilaksanakan maka ada empat faktor kritis yang harus diperhatikan, yaitu : There are four critical factors or variables in implementing public policy : 1. Communication. 2. Resources. 3. Dispositions. 4. Bureaucratic Structure.
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
(Edward III, 1980:10) Faktor-faktor tersebut harus dipenuhi dalam implementasi suatu kebijakan, karena kekuranglengkapan salah satu faktor akan berpengaruh pada implementasi suatu kebijakan. Penjelasan keempat faktor atau variabel Edward III tersebut secara singkat ialah: 1. Komunikasi Keberhasilan kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 2. Sumber Daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetisi implementor, dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures) atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
Dalam penelitian ini akan menggabungkan teori Jones dengan Edward III karena keduanya sama-sama memiliki perspektif pendekatan top-down. Teori Edward III sangat baik dalam memaparkan faktor atau variabel penting dalam implementasi kebijakan sehingga hal inilah yang akan berkontribusi dalam membantu semakin memahami teori Jones. Dapat dikatakan teori Jones dan Edward III saling melengkapi, dalam hal ini Jones memaparkan aktifitas utama sedangkan Edward III memaparkan faktor penting. Saling melengkapi yang dapat dipahami ialah bahwa dalam aktifitas utama tersebut dipaparkan faktor penting yang mendukung setiap aktifitas utama berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Dalam gambar berikut akan menunjukkan penggabungan hubungan yang saling melengkapi antara teori Jones dengan Edward III.
Gambar Hubungan Penggabungan Teori Jones dan Edward III Sumber: Jones (1984) dan Edward III (1980), diolah oleh peneliti (2014)
Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas soial yang didasari oleh asumsi dasar dari ilmu sosial (Prasetyo dan Jannah, 2005:18). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dan perspektif informan. Karakteristik penelitian kualitatif adalah fleksibel sehingga dengan kefleksibilitasannya tersebut, jalannya penelitian dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada (Prasetyo dan Jannah, 2005). Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Peneliti membatasi informan yang akan
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
diwawancarai pada pihak-pihak yang berkaitan dalam implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian di kota Depok. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pengolahan, penyajian, interpretasi dan analisis data yang diperoleh dari lapangan, dengan tujuan agar data yang disajikan mempunyai makna (Martono, 2011: 143). Analisis data kualitatif yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dengan mengolah dan mempersiapkan data-data yang diperoleh, baik melalui studi lapangan, maupun studi kepustakaan untuk dianalisis. Data yang diperoleh dari informan yang dilakukan melalui wawancara mendalam dibuat dalam bentuk transkripsi wawancara (Creswell, 2010: 286). Data-data yang diperoleh dijabarkan untuk dianalisis sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Penelitian ini kemudian disusun dengan menganalisis data yang penting dan relevan saja untuk menjawab pertanyaan penelitian, sedangkan data yang tidak relevan tidak dianalisis. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dan kemudian ditarik kesimpulan. Selanjutnya, analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan interpretasi atau memaknai data. Interpretasi dalam penelitian kualitatif berarti bahwa peneliti dapat menarik makna dari hasil analisis data. Makna ini dapat berupa pelajaran atau informasi untuk melakukan perbandingan dengan penelitian lain dan pengalaman pribadi (Creswell, 2010: 347). Hasil Penelitian Aspek Organisasi Pelaksanaan pemberian bantuan sosial telah memiliki lembaga birokrasi yakni Seksi Bina Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Depok. Tingkat pendidikan pegawai pada Seksi Bina Sosial cukup baik, dapat dilihat dengan pendidikan yang paling banyak adalah S1 sebanyak empat pegawai, sementara satu lagi lulusan SMA. Jika melihat tingkat pendidikan pegawai pada Seksi Bina Sosial dapat disimpulkan bahwa para pegawainya mampu melaksanakan tugasnya sesuai kapasitas, tugas dan fungsinya masing-masing, dalam hal ini berhubungan dengan pelayanan pemberian bantuan sosial santunan kematian kepada masyarakat Kota Depok yang beresiko sosial. Berdasarkan tingkat golongan pegawai tersebut dapat melihat bahwa dalam menjalankan tugasnya pegawai Seksi Bina Sosial memiliki pengalaman kerja yang berbeda-beda, hal ini dapat membantu pencapaian dalam efektivitas program bantuan sosial santunan kematian, artinya pegawai yang memiliki pengalaman kerja
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
yang lebih lama dapat menyalurkan pengetahuan dan motivasi kerja yang didapat selama masa kerja kepada pegawai yang masih belum beberapa lama bekerja di Seksi Bina Sosial. Dalam menyikapi kecukupan pegawai ini maka dibutuhkan Analisis Beban Kerja agar setiap pegawai memahami beban kerja masing-masing sehingga pekerjaan dilaksanakan sesuai beban kerja. Dalam Seksi Bina Sosial, jumlah pegawai yang hanya empat orang dengan cakupan tugas dan fungsi yang banyak, dalam hal ini tidak hanya mengelola santunan kematian tetapi juga mengelola 28 urusan yang termasuk dalam cakupan bantuan sosial, membuat pegawainya merasa kurang orang dan membuat pelayanan yang diberikan dirasakan kurang maksimal. Ketiadaan Analisis Beban Kerja lah yang membuat pegawai Seksi Bina Sosial dengan cakupan tugas dan fungsi yang banyak akan merasa bahwa pegawai kurang dan akhirnya pelayanan tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Pegawai pada Kantor Seksi Bina Sosial dalam melaksanakan pengerjaannya harus didukung oleh berbagai fasilitas kerja, karena pegawai tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik apabila fasilitas kerja yang diberikan kurang memadai. Fasilitas kerja yang cukup memadai akan membantu dalam kelancaran melaksanakan tugas kerja yang diberikan kepada pegawai. Dalam hal ini pegawai Seksi Bina Sosial sudah didukung oleh fasilitas-fasilitas yang memadai dan ini membuat pekerjaan mereka lebih maksimal baik dalam hal mengelola data begitu juga dengan yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Penataan sumber daya pegawai Seksi Bina Sosial seharusnya didasarkan pada basis kompetensi, tidak semata-mata hanya berdasarkan pengalaman dan lamanya waktu pekerjaan. Dalam pelaksanaan SOP pengurusan santunan kematian, setiap keluhan yang diungkapkan oleh masyarakat seharusnya disikapi pemerintah Kota Depok dengan mekanisme menampungnya dan memasukkannya dalam kotak kritik dan saran sehingga dapat dimungkinkan untuk terjadi perbaikan dalam alur di masa depan, tetapi pada faktanya Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok tidak memiliki mekanisme tersebut. Dalam rangka memberikan pelayanan bantuan sosial kepada masyarakat sebaiknya harus ada satu persepsi atau pemahaman yang sama antara Seksi Bina Sosial dengan dinas-dinas terkait, agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang sama, sehingga semua layanan santunan kematian menjadi lebih jelas dan tidak membingungkan. Dalam hal ini koordinasi diantara sesama pegawai Seksi Bina Sosial telah berjalan dengan baik. Setiap perubahan dalam pengelolan santunan kematian dikomunikasikan oleh Kepala Bidang Sosial, kemudian untuk koordinasi berikutnya diselenggarakan bersama-sama oleh seluruh pegawai yang ada di dalam Seksi Bina Sosial. Seksi Bina Sosial juga melakukan koordinasi dengan dinas-dinas lain dalam pengelolan santunan kematian. Dengan Dinas Kependudukan dalam hal verifikasi KTP
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
dan KK, dengan Dinas Kesehatan dalam hal verifikasi Jamkesmas atau Jamkesda, dan dengan Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset sebagai pemegang uang dan juga petugas verifikasi. Koordinasi ini penting dalam memastikan kevalidan berkas-berkas yang diajukan oleh ahli waris. Aspek Interpretasi Pemahaman terhadap isi dan tujuan santunan kematian yang dikelola oleh Seksi Bina Sosial telah dilakukan. Sejak tahun 2010 telah keluar berbagai perubahan-perubahan peraturan dalam hal pengelolaan bantuan sosial santunan kematian. Perubahan-perubahan peraturan ini bertujuan untuk semakin membuat pelayanan bantuan sosial santunan kematian semakin baik. Dengan demikian, pegawai Seksi Bina Sosial secara otomatis harus mempelajari dan memahami substansi dari setiap peraturan. Tujuan pemberian bantuan sosial santunan kematian ialah membantu masyarakat miskin di Kota Depok terhindar dari kemungkinan terkena dampak risiko sosial dari pembiayaan prosesi kematian salah satu anggota keluarganya. Pemahaman terhadap tujuan ini telah dipahami oleh pegawai Seksi Bina Sosial. Berdasarkan tujuan pemberian bantuan sosial santunan kematian dapat dikatakan bahwa kebijakan ini sudah tepat sebagai kebijakan sosial untuk membantu masyarakat miskin. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan development (pengembangan). Berdasarkan pengertian ini maka santunan kematian memiliki fungsi preventif (pencegahan). Ada dua hal yang perlu dicermati dari pelaksanaan kebijakan ini yakni: 1. Kota Depok secara geografis merupakan daerah sub-urban. Fungsinya secara makro memang menyokong metropolitan Jakarta, sehingga pembangunan kota ini sangat tinggi sebagai daerah tinggal para karyawan dan pelaku bisnis di Jakarta (dormitory city), juga sebagai daerah eksploitasi ekonomi dimana para pelaku bisnis seperti properti dan mega mall (carefour, giant dsb) mempermainkan para target marketnya. Hal ini merupakan kelanjutan dari era pemerintahan Soeharto yang semula kehidupan pertanian sebagai penyokong utama hidup masyarakatnya menjadi berubah drastis karena fungsi penyokong tersebut. Kondisi inilah yang mengakibatkan kemiskinan di Kota Depok lebih banyak disebabkan faktor eksternal. Faktor eksternal berkata bahwa kemiskinan sebagai kesenjangan sosial bukan terjadi karena seseorang malas
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada hambatanhambatan atau tekanan-tekanan struktural seperti fokus pembangunan pemerintahan. Dengan kondisi demikian, seharusnya kebijakan Pemerintah Kota Depok lebih terfokus pada pemberdayaan dan peningkatan kemampuan masyarakat, tidak melulu sekedar membantu keringanan sosial masyarakat. Santunan kematian yang merupakan janji politik yang diusung oleh Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail menunjukkan bahwa pemahaman terhadap kondisi masayarakat miskin Depok dan pengentasan kemiskinannya belum utuh. 2. Keberlanjutan kebijakan santunan kematian perlu dipikirkan mengingat bahwa kebijakan ini pada dasarnya merupakan janji politik Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail. Setelah masa pemerintahannya selesai, apakah kebijakan ini akan tetap berjalan atau tidak menjadi polemik berikutnya. Kebijakan sosial untuk mengatasi dan membantu masyarakat miskin seharusnya ialah kebijakan yang berangkat dari penemuan yang utuh dan riil dari kondisi masyarakat sehingga dapat diciptakan kebijakan yang sesuai kondisi. Kebijakan sosial di Depok seharusnya ditekankan pada peningkatan kualitas masyarakat dan sifatnya berkelanjutan. Perubahan peraturan-peraturan pengelolaan bantuan sosial santunan kematian tersebut telah dipahami isi dan tujuannya oleh pegawai Seksi Bina Sosial. Pemahaman bahwa bantuan sosial santunan kematian merupakan kebijakan yang ditujukan untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam hal pembiayaan prosesi kematian di Kota Depok telah dimengerti oleh pegawai Seksi Bina Sosial. Pemahaman tersebut lebih lanjut secara utuh dipahami dengan mempelajari setiap peraturan-peraturan yang keluar yang mengatur mengenai pengelolan santunan kematian. Pertama-tama dikomunikasikan oleh Kepala Bidang Sosial, yang kemudian dipelajari dan dipahami oleh pegawai Seksi Bina Sosial. Pelaksanaan bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok telah disosialisasikan kepada masyarakat Kota Depok setiap tahunnya. Sosialisasi ini dilaksanakan dengan dua cara yakni sosialisasi langsung dan sosialisasi tidak langsung. Sosialisasi langsung dilaksanakan dengan memberitahukan langsung kepada elemen-elemen pemerintah dan masyarakat seperti camat, lurah, ketua RT/RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader, dan masyarakat. Elemen-elemen pemerintah yakni camat, lurah, dan ketua RT/RW akan meneruskan informasi tersebut kepada masyarakatnya. Sementara sosialisasi tidak langsung yakni dengan pemberitaan di media
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
elektronik dan media massa cetak. Media elektronik melalui pemberitaan di portal resmi pemerintah Kota Depok, portal resmi Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok, korankoran elektronik dengan bekerjasama kepada wartawan-wartawan, dan radio sedang media massa cetak melalui pemberitaan di koran-koran lokal. Namun dalam perjalanannya, sosialisasi tersebut tetap belum berjalan dengan baik dan seperti yang diharapkan. Harapan agar masyarakat Kota Depok mengetahui adanya bantuan sosial santunan kematian dinodai dengan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bantuan sosial santunan kematian. Beberapa penyebab terjadinya hal tersebut ialah: 1. Intensitas sosialisasi kepada masyarakat yang masih sangat kurang. Seksi Bina Sosial yang hanya dua kali dalam setahun mengadakan sosialisasi langsung tentu belum cukup. Intensitas sosialisasi sangat menentukan implementasi berjalan dengan efektif dan diketahui oleh semua masyarakat. 2. Belum efektifnya peran camat, lurah, ketua RT/RW, dan tokoh masyarakat dalam meneruskan informasi mengenai bantuan sosial santunan kematian ini kepada masyarakat setempatnya. Dalam hal ini apakah sama sekali tidak meneruskan informasinya atau tidak secara lengkap meneruskan informasinya. 3. Tidak semua masyarakat Kota Depok melek informasi baik itu informasi dari media elektronik maupun media cetak. Temuan di lapangan menunjukkan warga Kota Depok mengetahui ada santunan kematian setelah diberitahu oleh Bapak RT/RW. Pelaksana kebijakan bantuan sosial santunan kematian yakni pegawai Seksi Bina Sosial telah berusaha sebaik mungkin dalam menjaga konsistensi pelayanan kepada masyarakat. Konsistensi dibutuhkan agar masyarakat tidak dibingungkan. Hal yang paling dijaga konsistensinya oleh pegawai Seksi Bina Sosial adalah ketaatan dan keteraturan atas alur permohonan pengajuan pemberian bantuan sosial santunan kematian. Salah satu hal yang diharapkan dari ketaatan dan keteraturan ini adalah membuat kesadaran administratif kepada masyarakat Kota Depok, tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak masyarakat yang kurang sabar dan menghargai alur yang telah ada. Aspek Aplikasi Aktivitas rutin pelayanan dalam pelaksanaan pemberian bantuan sosial santunan kematian dapat dilihat dari aktivitas keseharian yang dilaksanakan di Kantor Seksi Bina Sosial dan Kantor Unit Layanan Rutin Lantai 1 Gedung Dibale Pemerintahan Kota Depok
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
dari hari Senin- Jumat mulai pukul 09.00-16.00 WIB. Adapun aktivitas rutin pelayanan yang dilaksanakan ialah: 1. Menerima, memeriksa kelengkapan, dan memverifikasi berkas-berkas pengajuan permohonan pemberian bantuan sosial santunan kematian dari ahli waris. 2. Memberikan bukti verifikasi kepada ahli waris jika berkas-berkas dinyatakan sudah lengkap. 3. Membuat daftar penerima bantuan sosial santunan kematian untuk dibuatkan SK Walikota. 4. Memeriksa kembali bukti verifikasi ahli waris. Jika benar telah terdaftar di SK Walikota sebagai penerima bantuan sosial santunan kematian maka akan diarahkan ke Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Depok untuk mengambil cek sebesar Rp 2.000.000;. Cek itu dapat dicairkan secara tunai hari itu juga di Bank Jabar terdekat. Dalam pelaksanaan proses pencairan santunan kematian tidak berjalan dengan baik. Banyak masyarakat mengeluhkan lamanya proses pencairan santunan kematian. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terlambatnya dan masih banyaknya santunan kematian yang belum didapatkan oleh ahli waris, yaitu: 1. Harus dikeluarkannya terlebih dahulu SK Walikota yang berisikan daftar penerima bantuan sosial. SK Walikota dalam sebulan ada satu kali. 2. Anggaran untuk pengelolaan dan pencairan santunan kematian baru bisa penuh diatas bulan Februari atau Maret sehingga masyarakat yang mengurus pada bulan Januari atau Februari maka pencairan santunan kematiannya akan relatif lebih lama. 3. Keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 berdampak pada terlambatnya santunan kematian untuk dicairkan. Bantuan sosial santunan kematian adalah bantuan sosial yang tidak direncanakan. Ketika dalam pelaksanaannya anggarannya habis maka kekurangan anggaran akan dibuat dalam Anggaran Perubahan Tahunan yang persetujuannya di bulan Desember. Sebagai contoh, jika dari bulan Januari sampai bulan Juli anggaran bantuan sosial yang tidak direncanakan sudah habis maka masyarakat yang mengurus santunan kematian dari bulan Agustus sampai Desember dan sudah terdaftar di SK Walikota sebagai penerima santunan kematian harus menunggu sampai tahun depan untuk bisa menerima santunan kematian sebesar Rp 2.000.000;. Dalam pelaksanaan sebuah kebijakan, kekompleksitasan menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Banyak hal yang terjadi mungkin berada diluar peraturan membutuhkan diskresi
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
dan kebijaksanaan dari pelaksana, misalnya seperti kondisi psikologis masyarakat yang dilayani, bisa berupa amarah dan kekesalan yang disampaikan. Dalam pelaksanaan pengelolaan santunan kematian pegawai Seksi Bina Sosial telah dinamis dalam melaksanakan pekerjaannya. Beberapa temuan di lapangan menunjukkan hal tersebut, yakni: 1. Pegawai Seksi Bina Sosial yang hanya berjumlah empat orang dalam pelaksanaannya sering berbagi posisi dan peran karena banyaknya pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat. Jumlah permohonan pengajuan santunan kematian dari tahun 2010 sampai 2014 yang sangat banyak ditambah dengan pelayanan lain yang juga menjadi tanggung jawab Seksi Bina Sosial menuntut para pegawainya untuk bisa mengerjakan posisi dan peran yang berbeda. 2. Jika misalnya berkas permohonan pengajuan santunan kematian kurang maka sebisa mungkin pegawai Seksi Bina Sosial akan memberi waktu kepada ahli waris untuk mencari berkas yang masih kurang tersebut. Jika misalnya berkas tersebut tidak dapat ditemukan, maka pegawai Seksi Bina Sosial akan mengarahkan ahli waris untuk membuat Surat Keterangan atas kondisi tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa afirmasi kebijakan telah dilaksanakan. Afirmasi kebijakan merujuk pada keadilan yang diterima oleh pihak yang membutuhkan layanan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaan kebijakan pemberian bantuan sosial santunan kematian, afirmasi kebijakan telah dengan baik diciptakan yakni bagi masyarakat miskin Kota Depok yang almarhum tidak memiliki KTP atau KK tidak aktif lagi atau tidak terdaftar pada Program Pendataan dan Perlindungan Sosial (PPLS) atau tidak memiliki Jamkesmas atau Kartu Jamkesda tetap dapat mengajukan pengurusan santunan kematian. Hal ini secara lebih lengkap dapat dilihat dari isi Pasal (3) ayat (1) poin (c), ayat (2), dan ayat (3) Perwal Depok Nomor 43 Tahun 2011. Faktor-Faktor Penghambat dalam Implementasi Pemberian Bantuan Sosial Santunan Kematian Berikut dipaparkan faktor-faktor yang mengakibatkan masih terdapatnya masalah dalam implementasi pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok. Faktorfaktor tersebut akan dibagi dalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berarti yang berasal dari lingkungan Seksi Bina Sosial. Faktor eksternal berarti yang berasal dari luar lingkungan Seksi Bina Sosial. yakni: 1. Faktor Internal
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
• Banyaknya dan cepatnya peraturan-peraturan yang keluar sejak tahun 2010, sudah terhitung sebanyak tujuh peraturan, yang bertujuan untuk pengelolaan pelaksanaan pemberian bantuan sosial santunan kematian tidak sebanding dengan upaya penyesuaian yang dilakukan oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok, misalnya untuk sosialisasi kepada masyarakat. • Jumlah pegawai yang cukup terbatas di Seksi Bina Sosial dengan hanya empat orang dianggap tidak cukup memadai dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Kota Depok. Kondisinya ialah selain permohonan pengajuan pemberian bantuan sosial santunan kematian yang banyak tiap tahunnya terhitung dari tahun 2010 hingga Mei 2014, pegawai Seksi Bina Sosial juga memiliki tugas dan fungsi serta pelayanan bantuan sosial diluar santunan kematian. • Harus menunggu keluarnya SK Walikota sekali dalam sebulan mengenai daftar penerima santunan kematian dan harus menunggu penangguhan pencairan uang santunan kematian karena harus dianggarkan terlebih dahulu dalam Anggaran Perubahan Tahunan jika anggaran yang dialokasikan dalam APBD telah habis. • Belum maksimalnya sosialisasi yang dilaksanakan oleh Seksi Bina Sosial dalam menyampaikan informasi-informasi mengenai santunan kematian dan perubahanperubahannya kepada masyarakat. Sosialisasi langsung yang hanya dilakukan dua atau tiga kali dalam setahun tidak cukup. 2. Faktor Eksternal • Kurang menyebarnya informasi mengenai santunan kematian kepada masyarakat. Masih banyak camat, lurah, ketua RT/RW, dan tokoh masyarakat yang tidak meneruskan informasi santunan kematian kepada masy masyarakat atau tidak lengkap dalam menyampaikan informasi santunan kematian kepada masyarakat serta kurangnya media informasi santunan kematian berupa leaflet-leaflet atau baliho di banyak tempat dan lingkungan di wilayah Kota Depok. Kesimpulan Implementasi pemberian bantuan sosial santunan kematian di Kota Depok tahun 2010-2014 belum berlangsung dengan baik. Ini dapat dilihat dari aspek organisasi, interpretasi, dan aplikasi. Aspek organisasi melihat bahwa struktur organisasi telah ada, tingkat pendidikan cukup baik, fasilitas kerja sudah baik, penataan sumber daya telah dilakukan, operasi prosedur
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
standar telah dibuat dan dilaksanakan, dan koordinasi telah berlangsung dengan cukup baik, jumlah pegawai belum memberikan pelayanan terbaik bagi pengelolaan santunan kematian. Aspek interpretasi melihat bahwa pemahaman terhadap isi dan tujuan kebijakan, sosialisasi kepada masyarakat, dan konsistensi pelayanan telah dilaksanakan. Aspek aplikasi berupa aktivitas pelayanan rutin telah dilaksanakan dengan teratur, dinamisnya pelaksanaan pengelolaan santunan kematian dengan didukung komitmen dari pegawai Seksi Bina Sosial, telah mendapat dukungan dan apresiasi atas pelaksanaan pengelolaan santunan kematian oleh masyarakat, DPRD, dan BPK, serta sistem pencairan uang santunan kematian masih bermasalah hingga saat ini. Namun dalam implementasi pemberian bantuan sosial santunan kematian masih menyisakan masalah yang diakibatkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni adaptasi terhadap cepatnya keluar peraturan-peraturan pengelolaan santunan kematian masih lambat, sosialisasi yang masih belum berkala dan terus menerus, harus menunggu SK Walikota keluar, harus menunggu disahkan dulu anggaran perubahan tahunan, dan jumlah pegawai yang masih terbatas. Faktor eksternal yakni kurang menyebarnya informasi kepada masyarakat Kota Depok. Saran 1. Penyebaran informasi dalam bentuk sosialisasi oleh Seksi Bina Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Depok mengenai pemberian bantuan sosial santunan kematian perlu dikemas dan dibuat secara berkala atau secara terus menerus, dengan cakupan yang lebih luas, sehingga masyarakat dapat mengetahui secara utuh dan jelas santunan kematian yang sedang dijalankan, karena sejauh ini masyarakat Kota Depok masih belum mengetahui secara jelas. 2. Perlu dipertimbangkan kebutuhan menambah sumber daya manusia pengelola santunan kematian. Jika tidak bisa merekrut PNS baru, pertimbangan untuk merekrut pegawai biasa perlu dilaksanakan. 3. Mengenai penangguhan pencairan uang santunan kematian karena harus menunggu keluarnya SK Walikota dan persetujuan terhadap Anggaran Perubahan Tahunan menyangkut dengan diskusi perlukah mengamandemen Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
Negeri No 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai peraturan induk yang mengatur mekanisme tersebut. Daftar Pustaka Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dye, Thomas R. 2008. Understanding Public Policy Eleventh Edition. New
Jersey:
Prentice Hall. Edward
III,
George
C.
1980.
Implementing
Public
Policy.
Washington
DC:
Congressional Quarterly Press. Jones, Charles O. 1984. An Introduction to The Study of Public Policy. Third
Edition.
California: Cole Publishing Company. Neuman, W. Laurence. 2007. Basics of Social Research Qualitative and
Quantitative
Approaches. Boston: Allyn and Bacon. Pressman, J. L. dan Aaron Wildavsky. 1973. Implementation: How Great Expectation Washington are Dased in Oakland. London: California Press.
Implementasi kebijakan.…, Simatupang, Reinhard Wynner Letare, FISIP UI, 2014
in