IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI KELURAHAN KAKENTURAN DUA KECAMATAN MAESA KOTA BITUNG
OLEH FRENNY RUMUAT 100813083
ABSTRAKSI Yang melatar belakangi program BLT tidak lain tidak bukan hanyalah kemiskinan di Indonesia, yang makin hari makin bertambah. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk di Indonesia tergolong miskin. Dan angka ini besar kemungkinan akan terus bertambah setiap tahunnya, dikarenakan populasi yang besar penduduk miskin. Artinya seorang penduduk miskin menikah dengan penduduk miskin menikah dengan wanita miskin akan menambah deretan keluarga miskin dan setelah melahirkan keluarga tersebut juga akan menyumbangkan penduduk miskin baru dearahnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena jarang kita jumpai seorang miskin menikah dengan seorang wanita kaya, konglomerat ataupun jutawan, yang bisa mengangkat taraf perekonomiannya. Kemiskinan di Indonesia sudah sangat komplit keberadaannya. Masyarakat tidak hanya miskin dalam artian tidak punya harta benda saja akan tetapi lebih serius lagi masyarakat Indonesia juga miskin pendidikan, miskin ilmu pengetahuan, miskin kesehatan, miskin asupan gizi, serta miskin tempat tinggal. Secara garis besar Bantuan Langsung Tunai (BLT) dapat dipahami sebagai pemberian sejumlah uang (dana tunai) kepada masyarakat miskin setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dengan jalan mengurangi subsidi namun selisih dari subsidi itu diberikan kepada masyarakat miskin.
LATAR BELAKANG Bagi bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila, menggerakkan ekonomi adalah untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama yang dinyatakan dalam Sila
ke Lima dari Pancasila yaitu, “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. selain itu Memajukan Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab pemerintah seperti yang telah tertera dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial “ Salah satu program pemerintah untuk mengurangi kemiskinan atau memajukan kesejahteraan umum adalah dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bantuan langsung tunai (BLT) mulai terlaksana melalui Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 2005 , tentang “pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga miskin” dan Instruksi Presiden Republik Indonesia No.3 Tahun 2008, tentang “pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai untuk rumah tangga sasaran”. Tujuan yang diharapkan melalui kebijakan program ini adalah dapat menjawab persoalan kemiskinan di Indonesia, sebagai akibat dari segenap perubahan yang telah terjadi, baik secara nasional maupun global.Sebagai suatu program dan kebijakan nasional, program BLT mempunyai latar belakang pelaksanaan yang sistimatis, baik secara deskriptif analisis kondisional maupun deskriptif operasional perundang-undangan. Kota Bitung adalah salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara. Kota ini memiliki perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan laut yang mendorong percepatan pembangunan. Kota Bitung terletak di timur laut Tanah Minahasa. Wilayah Kota Bitung terdiri dari wilayah daratan yang berada di kaki gunung Duasudara dan sebuah pulau yang bernama Lembeh. Banyak penduduk Kota Bitung yang berasal dari suku Sangir, sehingga kebudayaan yang ada di Bitung tidak terlepas dari kebudayaan yang ada di wilayah Nusa Utara tersebut. Kota Bitung merupakan kota industri, khususnya industri perikanan.
Melihat tingkat kesejahteraan di kota Bitung tepatnya di kecamtan Maesa kelurahan Kakenturan dua mempunyai persoalan yang cukup kompleks mengenai kemiskinan atau penyandang masalah kesejahteraan sosial. Untuk itu penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari tahu sejauh mana implementasi kebijakan Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Kakenturan dua Kecamatan Maesa Kota Bitung. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang maka dirumuskanlah permasalahan akan diteliti yaitu : Bagaimanakah implementasi kebijakan Bantuan Langsung Tunai pada pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan di kota Bitung Kecamatan Maesa Kelurahan Kakenturan dua ? GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Bitung adalah salah satu kota di provinsiSulawesi Utara. Kota ini memiliki perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan laut yang mendorong percepatan pembangunan. Kota Bitung terletak di timur laut Tanah Minahasa. Wilayah Kota Bitung terdiri dari wilayah daratan yang berada di kaki gunung Duasudara dan sebuah pulau yang bernama Lembeh. Banyak penduduk Kota Bitung yang berasal dari suku Sangir, sehingga kebudayaan yang ada di Bitung tidak terlepas dari kebudayaan yang ada di wilayah Nusa Utara tersebut. Kota Bitung merupakan kota industri, khususnya industri perikanan. Dasar hukum kota Bitung Undang-Undang no 7 tahun 1990. Luas kota Bitung 304 km2, dengan populasi penduduk total 175.137 jiwa
(2010)
kepadatan
penduduk 576,11 jiwa/km2. Berdasarkan Perda kota Bitung no 03 tahun 2007 tentang perubahan nama, pemekaran serta pembentukan kecamatan dan kelurahan di kota bitung, dan berdasarkan peraturan Walikota Bitung no 5 tahun 2007 tentang peresmian hasil pemekaran, wilayah kota Bitung mengalami pemekaran menjadi 8 kecamatan dan terdiri dari 69 kelurahan. Terdiri dari :
1. Kecamatan Ranowulu meliputi 11 kelurahan 2. Kecamatan Matuari meliputi 8 kelurahan 3. Kecamatan Girian meliputi 7 kelurahan 4. Kecamatan Madidir meliputi 8 kelurahan 5. Kecamatan Maesa meliputi 8 kelurahan 6. Kecamatan Aertembaga meliputi 10 kelurahan 7. Kecamatan Lembeh Utara meliputi 10 kelurahan 8. Kecamatan Lembeh Selatan meliputi 7 kelurahan PEMBAHASAN Dalam pelaksanaan struktur organisasi tidak selalu berjalan lancar, pasti akan ada yang menjadi faktor penghambatnya, begitu pula dengan implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kelurahan Kakenturan dua Kecamatan Maesa Kota Bitung, sebagian penduduk atau masyarakat miskin tidak menerima Bantuan tersebut dengan alasan tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sedangkan fakta di lapangan yang saya temukan masyarakat yang mampu atau dengan kata lain Kepala keluarganya memiliki penghasilan tetap setiap bulannya menerima bantuan tersebut. Pada umumnya pencairan BLT dilakukan di kantor pos terdekat setiap hari kerja, ataupun setiap hari apabila keadaan mendesak. Pencairan dijadwalkan setiap hari yang ditentukan dan diatur pada hari tersebut masyarakat dari kelurahan mana yang akan dicairkan dana BLT nya, dan tidak akan dilayani bagi masyarakat dari luar kecamatan/kelurahan yang telah ditentukan. Pemerintah telah menginformasikan kepada masyarakatnya untuk datang dan mengambil data BLT nya pada hari yang ditentukan dikantor pos terdekat, dengan membawah persyaratan – persyaratan yang telah ditentukan. Menurut hasil penelitian di lapangan ada 11 keluarga tidak mampu yang tidak menerima BLT, sebagian dari keluarga ini menolak untuk diwanwancarai. Hasil ini saya ketahui melalui wawancara dengan masyarakat kelurahan Kakenturan dua
yang bersedia untuk di wawancarai dan dianggap mengetahui tentang pendataan penerima BLT tersebut. Dampak BLT terhadap kesejahteraan rakyat ini terlihat pada prioritas masyarakat miskin dimana prioritas penggunaan uang BLT paling utama adalah sembako. Hal ini menunjukan bahwa BLT belum efisien dalam memenuhi kebutuhan masyarakat miskin karena prioritas utama dari BLT tersebut masih untuk kebutuhan dasar. Namun BLT tersebut memiliki manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat miskin terutama dalam pemenuhan kebutuhan. Selain itu BLT tidak terpengaruh terhadap kinerja masyarakat miskin karena masyarakat miskin tidak bisa hidup jika hanya menggantungakan penerimaannya pada BLT. Banyak kelemahan-kelemahan dan masalah – masalah yang ditimbulkan oleh kebijakan BLT ini, antara lain : 1. Kebijakan
BLT
bukan kebijakan
yang efektif dan
efisien untuk
menyelesaikan kemiskinan di Indonesia, ini dikarenakan kebijakan ini tidak mampu meningkatkan derajat dan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin. 2. Efektifitas dan efisiensi penggunaan dana BLT yang tidak dapat diukur dan diawasi karena lemahnya fungsi pengawasan pemerintah terhadap kebijakan tersebut. 3. Kebijakan BLT memiliki kecenderungan menjadi pemicu konflik sosial di masyarakat. 4. Validitas data masyarakat miskin yang diragukan sehingga akan berdampak pada ketepatan pemberian dana BLT kepada masyarakat yang berhak 5. Peran aktif masyarakat yang kurang / minim, sehingga optimalisasi kinerja program yang sulit direalisasikan 6. Dari sisi keuangan negara, kebijakan BLT merupakan kebijakan yang bersifat menghambur – hamburkan uang negara karena kebijakan tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan secara berkelanjutan dan tidak mampu menstimulus produktifitas masyarakat miskin. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pada bagian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di tarik kesimpulan : 1. Implementasi Kebijakan pemerintah dalam memberikan bantuan kepada rakyat miskin berupa BLT nampaknya masih menimbulkan dampak negative. Karena pembagian BLT itu sendiri masih belum tepat sasaran pada masyarakat miskin, masih banyak terdapat kekeliruan dalam proses pendataan masyarakat miskin. 2. Kebijakan BLT tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi masyarakat miskin di Kelurahan Kakenturan dua. Ini disebabkan nominal BLT yang diberikan tidak seimbang dengan biaya hidup yang ditanggung oleh masyarakat akibat kenaikan BBM. 3. Kebijakan BLT memiliki kecenderungan menjadi pemicu konflik sosial di masyarakat akibat adanya masyarakat yang derajat ekonomi tinggi menerima BLT sedangkan yang hidup dibawah garis kemiskinan tidak terdaftar sebagai penerima BLT. SARAN Adapun saran – saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian ini, antara lain : 1. Kiranya para petugas pendata / kepala – kepala lingkungan setempat memberitahu kapan akan di laksanakannya pendataan masyarakat miskin. 2. Karena kita tidak ingin masyarakat Indonesia akan selamanya ketergantungan kepada orang lain. Oleh karena itu menurut saya sebaiknya dari pada memberikan BLT lebih baik membangun lapangan kerja sehingga untuk mempekerjakan masyarakat yang miskin dan pengangguran karena apabila tidak sebagai orang yang berekonomi menengah kebawah akan semakin sulit bertahan hidup, sekarang saja sudah banyak fenomena yang mempersulit hidup masyarakat menengah kebawah sebagai contoh banyak di rumah sakit yang menolak pasien hanya karena meraka tidak mampu membayar biaya rumah sakit, ditambah lagi dengan kenaikan harga-harga bahan pokok yang semakin memberatkan masyarakat.
3. Para petugas pendata keluarga penerima BLT harus lebih adil dalam mendata, tidak melakukan nepotisme agar kebijakan bantuan langsung tunai ini dapat tersalur dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Bungin. 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta:Grafindo Persada H, Tanjung. 2003, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfa Beta Moleong, Lexy J,Dr.M.A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan upaya Pemecahanya. Yogyakarta: Pustaka. Dyah Kartika,2007, Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan aplikasi Analisis proses kebijkan publik, Malang. Abdul Wahab, Solichin, 2006. Analisis Kebijakan : dari formulasi ke implementasi kebijakan negara. Jakarta : Bumi Aksara Dunn, N,william, 2006. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi 2), Gadjah Mada University Press. Adi,
Isbandi
Rukminto,
2008,
Intervensi
Komunitas
Pengembangan
Masyarakatsebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Bappenas (2004), dalam Diah, 2007 Bappenas. (2004), Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Desa, Jakarta Pangkerego Sumarauw Aneke, 1993, Cerita Rakyat Minahasa Volume 1, PT Grasindo Hikmat, Harry, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. PT Refika Aditama. Bandung. Pranarka, AMW dan Prijono, Onny S (ed). 1996. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. CSIS. Jakarta. Soegijoko dan Kusbiantoro. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Grasindo. Jakarta. Strahm, Rudolf H. 1999. Kemiskinan Dunia Ketiga Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang. CIDES, Jakarta. Sahdan, G. 2005. “Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal ekonomi rakyat. Jakarta. Poerwardaminta. 2003. “Kamus Umum Bahasa Indonesia”,Balai Pustaka. Indonesia. Arifin, B. Dan D. J. Rachbini. 2001. “ekonomi politik dan kebijakan publik”. Jakarta : INDEF-UI Referensi Peraturan-Peraturan : Pembukaan UUD 1945 Pancasila InPres RI No. 12 Tahun 2005 InPres RI No. 3 Tahun 2008 Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007