perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008
Skripsi Oleh : Sholeh Wibawa K 5404056
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008
SKRIPSI
Disusun Oleh : Sholeh Wibawa K 5404056
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Wakino, M.S NIP. 19521103 197603 1 003
Rahning Utomowati, S.Si NIP. 19671114 199903 2 001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : ...………………………. Tanggal
: ....………………………
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
………………………….....…..
: Drs. Partoso Hadi, M.Si
Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si
…………………………….......
Anggota I : Drs. Wakino, M.S
…………………………….......
Anggota II : Rahning Utomowati, Ssi
….……………....……………..
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd commit to user NIP. 19600727 198702 1 001 iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Sholeh Wibawa. PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Mei 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (2) Karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (3) Efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif geografis dengan analisis peta dan analisis tabel. Populasi adalah penerima BLT sebanyak 3.927 KK dan sampel yang digunakan adalah 161 responden untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan 35 responden untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Data yang diperoleh, kemudian diolah dan diklasifikasikan untuk dapat dianalisis sebarannya. Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah karakteristik sosial ekonomi yang tercantum pada Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yang terdiri dari luas lantai setiap anggota keluarga, jenis lantai bangunan, jenis dinding, fasilitas buang air besar, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, kemampuan mengkonsumsi protein hewani, kemampuan membeli pakaian, konsumsi makanan, kemampuan berobat, sumber dan penghasilan kepala keluarga, tingkat pendidikan, dan kepemilikan barang berharga atau modal. Efektivitas penyaluran BLT berdasarkan analisis dari data karakteristik penerima BLT. Efektivitas penyaluran BLT diketahui dari perbandingan jumlah penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori rendah. Banyak sedikitnya jumlah penerima BLT di setiap desa berdasarkan jumlah keluarga miskin dan jumlah keluarga (jumlah KK) yang dimiliki setiap desa. Jumlah KK yang besar pada akan berpengaruh pada jumlah keluarga miskin yang terdapat pada desa tersebut. (2) berdasarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %) (3) efektivitas penyaluran BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 kurang efektif. .
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Sholeh Wibawa. DIRECT CASH ASSISTANCE (BLT) RECEIVER MAPPING IN DISTRICT GATAK REGENCY OF SUKOHARJO IN 2008. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, 2010. The purposes of this research are to know: (1) distribution of BLT receiver in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (2) characteristic of BLT receiver in Subdistrict Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (3) and the effectiveness of BLT distributions in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. This research uses the geographical descriptive method with map and tables analysis. BLT population is 3.927 of family leader, 161 respondents as characteristic of BLT receiver sample and 35 respondents as effectivveness of BLT distribution sample. Technigue sampling use puposive sampling technique and the data collecting technique is used interview and observation. The received data can be manner and to be classified to get distribution analysis. Social economic characteristic that is researched is the social economic characteristic which is available in field execution guidance of KSK/PKSK/and PCL that consist of the wide floor type of each family, type of building floor, type of wall, toilet facility, light source, mineral water source, fuels for cook, the ability to consume animal protein, to buy clothes, ability to consume food, ability to buy medicine, the source of family leader income, education stratification, luxurious stuff ownership. Effectiveness of BLT distribution known from comparison the BLT receiver based on criteria of BLT receiver and sufficiency of calorie. Based on this result can be conclude: (1) distribution of BLT receiver in Subdistrict Gatak included in low category, less or many BLT receiver in each village based on the poor family number and family number in every villages, (2) based on social economic characteristic of BLT receiver in Subdistrict Gatak in 2008 obtained 19 poor family (18,63 %), 67 near poor family (41,61 %), and 64 not poor family (39,75 %). (3) Effectiveness of BLT receiver in Subdistrict Gatak in 2008 is not effective.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Alloh tidak akan membebankan suatu beban, kecuali sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al Baqoroh : 286) “Yang bisa kita lakukan sebagai manusia ialah mencoba dan tidak takut untuk melangkah, karena tidak semua hal akan datang menghampiri kita” (Anonim) “Semua itu indah bila kita mensyukuri….” (Penulis)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan ucapan syukur Allhamdulillah karya ini kupersembahkan untuk: Bapak dan Ibuku yang tercinta. Adik-adikku yang aku sayangi. Seseorang yang selalu mendukungku. Sahabat Geografi ’04. Almamater. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Banyak hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bimbingan, petunjuk, bantuan, dan saran-saran yang bermanfaat dari berbagai pihak sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan rasa syukur, hormat dan bahagia disampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah mengkomunikasikan dengan pihak luar UNS. 2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Wakino, M.S, selaku Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, selaku Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Ibu Dosen Program Studi Geografi atas bimbingan dan bekal ilmu yang telah diberikan selama belajar. 7. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian. 8. Camat Gatak beserta jajarannya, Kepala Desa di Kecamtan Gatak dan jajarannya, dan warga Kecamatan Gatak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Sahabatku Arief, Sukma, Habib, Eka, Linda, Prawita, dan seluruh anak geografi angkatan 04, Thank’s for all. Terima kasih atas bantuan, motivasi dan kerjasamanya selama ini. 10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan yang sepadan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amiin.
Surakarta,
Mei 2010
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. vi HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR PETA .............................................................................................. xvi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 7 A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 7 1. Pemetaan ..................................................................................... 7 2. Kemiskinan ................................................................................. 12 3. Bantuan Langsung Tunai (BLT) ................................................. 20 4. Efektivitas Penyaluran BLT ........................................................ 23 B. Penelitian Yang Relevan ..................................................................... 24 C. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 29 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 32 A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 32 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................................ 33 C. Sumber Data ........................................................................................ 33 D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ............................................. 35 E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 38 F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 30 G. Prosedur Penelitian .............................................................................. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 44 A. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................... 44 1. Letak ........................................................................................... 44 2. Luas ............................................................................................ 44 3. Penggunaan Lahan ...................................................................... 46 4. Keadaan Penduduk ...................................................................... 50 a. Jumlah dan Persebaran Penduduk ........................................ 50 b. Kepadatan Penduduk ............................................................ 51 c. Komposisi Penduduk ............................................................ 49 5. Penduduk Miskin dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak ....... 56 B. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................... 62 1. Persebaran Penerima BLT .......................................................... 62 2. Karakteristik Penerima BLT ....................................................... 73 a. Luas Lantai Setiap Anggota Keluarga .................................. 73 b. Jenis Lantai Bangunan .......................................................... 74 c. Jenis Dinding ........................................................................ 75 d. Fasilitas Bauang Air Besar ................................................... 76 e. Sumber Penerangan .............................................................. 77 f. Sumber Air Minum .............................................................. 78 g. Bahan Bakar Memasak ......................................................... 79 h. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani ...................... 80 i. Kemampuan Membeli pakaian ............................................. 81 commit to user j. Konsumsi Makanan .............................................................. 82 xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
k. Kemampuan Berobat ............................................................ 83 l. Sumber dan Penghasilan Kepala Keluarga .......................... 85 m. Tingkat Pendidikan ............................................................... 87 n. Barang Berharga atau Modal ................................................ 88 3. Efektivitas Penyaluran BLT ........................................................ 92 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................ 103 A. Kesimpulan ......................................................................................... 103 B. Implikasi .............................................................................................. 103 C. Saran .................................................................................................... 104 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106 LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf ............................ 11
Tabel 2.
Penelitian yang Relevan. ............................................................... 26
Tabel 3.
Tahap Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 31
Tabel 4.
Persebaran Sampel Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008..................................................................................... 36
Tabel 5.
Pembagian Luas Kecamatan Gatak .............................................. 42
Tabel 6.
Penggunaan Lahan di Kecamamatan Gatak .................................. 47
Tabel 7.
Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007 50
Tabel 8.
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Gatak tahun 2007 ................ 51
Tabel 9.
Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gatak Tahun 2007 ....................................................... 54
Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 56 Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Gatak Tahun 2007 ......................................................................... 59 Tabel 12. Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2007 ............. 63 Tabel 13. Jumlah Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 66 Tabel 14. Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 72 Tabel 15. Jenis lantai yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 75 Tabel 16. Jenis Dinding yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 76 Tabel 17. Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ...................................................... 77 Tabel 18. Sumber Penerangan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008..................................................................................... 78 commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 19. Sumber Air minum Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 79 Tabel 20. Bahan bakar unutk Memasak Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 80 Tabel 21. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani (dalam 1 minggu) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......................... 81 Tabel 22. Kemampuan Membeli Pakaian (dalam 1 minggu) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................. 79 Tabel 23. Kemampuan Makan (dalam 1 hari) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .......................................................................... 83 Tabel 24. Kemampuan Berobat Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 84 Tabel 25. Jenis mata Pencaharian Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ....................................................... 85 Tabel 26. Penghasilan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 86 Tabel 27. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .......................................................................... 87 Tabel 28. Barang Berharga dan Barang Modal yang Dimilki Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ....................................................... 88 Tabel 29. Skor Karakteristik Sosial Ekonomi RTS BLT .............................. 89 Tabel 30. Klasifikasi Keluarga Miskin Sesuai RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................................................... 90 Tabel 31. Klasifikasi RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .............. 93 Tabel 32. Jumlah Penerima BLT yang Layak Menerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. ......................................................................... 97 Tabel 33. Perhitungan Jumlah Kalori dengan Nilai Tukar Rupiah ................. 101 Tabel 34. Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Jumlah Kalori ...... 102 Tabel 35. Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kriteria Penerima BLT dan Kecukupan Jumlah Kalori ............................................. 103 commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PETA
Halaman Peta 1.
Persebaran Sampel Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................ 37
Peta 2
Administrasi Kecamatan Gatak ...................................................... 45
Peta 3.
Penggunaan Lahan Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................ 49
Peta 4.
Kepadatan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2010 ..................... 53
Peta 5.
Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 ...... 57
Peta 6.
Matapencaharian Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 .......... 60
Peta 7.
Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......... 65
Peta 8.
Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 67
Peta 9.
Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................................................ 71
Peta 10. Persebaran Kelas Sosial Ekonomi Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................................................................... 91 Peta 11. Kelayakan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 95 Peta 12. Kesesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 96 Peta 13. Rekomendasi Pendataan Ulang Penduduk Miskin Kecamatan Gatak Tahun 2008 ..................................................................................... 105
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran .............................................. 31 Gambar 2. Penggunaan Lahan Sawah di Kecamatan Gatak ........................... ..48 Gambar 3. Alur Pembuatan Peta Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008.............................................. 70
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Permohonan Ijin Menyusun Skripsi
Lampiran 2.
Ijin Penyusunan Skripsi
Lampiran 3.
Permohonan Ijin Research / Try Out
Lampiran 4.
Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5.
Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Sukoharjo
Lampiran 6.
Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Kecamatan Gatak
Lampiran 7.
Daftar Nama Responden
Lampiran 8.
Lembar Wawancara dan Observasi
Lampiran 9.
Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 10. Perhitungan Luas Lantai per Anggota Keluarga Lampiran 11. Klasifikasi Sosial Ekonomi Penerima BLT Lampiran 12. Lembar Wawancara (data tambahan) Lampiran 13. Daftar Nama, Jumlah Pemasukan dan Pengeluaran Responden Lampiran 14. Penghitungan Pendapatan Per Orang Per Bulan Lampiran 15. Perbandingan Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kriteria Penerima BLT dan Jumlah Kalori Lampiran 16. Perhitungan Kepadatan Penduduk Tahun 2010
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di Jawa Tengah pada bulan Juli 2005 tercatat 6.533.500 jiwa (20,49 %) penduduk miskin sedangkan pada bulan Juli 2007 tercatat 6.556.000 jiwa penduduk miskin (http://jateng.bps.go.id/, 28 Agustus 2008). Selama periode Juli 2005 – Maret 2007 terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 22.500 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut tersebar di daerah pedesaan (16.000 jiwa) dan daerah perkotaan (6.500 jiwa). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah, dalam dua tahun tersebut sebagian besar penduduk miskin berada di daerah pedesaan. Kemiskinan merupakan masalah yang sering terjadi di masyarakat dalam sebuah Negara. Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah: 1. Kesempatan kerja. Seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan dia tidak memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala setengah menganggur. 2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya relatif tinggi maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin. 3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah. 4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan. Petani yang tidak memiliki lahan bisa digolongkan miskin dengan pendapatan yang lebih kecil dari pemilik lahan. 5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara commit to user penghasilan laki-laki dengan penghasilan perempuan.
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.
Salah satu penyebab meningkatnya penduduk miskin adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tanggal 1 September 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban APBN khususnya subsidi BBM. Kenaikan BBM tersebut menjadi salah satu penyebab meningkatnya penduduk miskin dari tahun 2005 ke tahun 2007. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 belum mengalami penurunan tetapi harga minyak mentah mengalami peningkatan lagi. Sejak Januari sampai Oktober 2007, harga minyak tidak pernah mengalami penurunan dalam pergerakan bulanan. Bahkan, bila dibanding harga pada tahun 2000 yang masih USD 27,00 per barel, harga minyak dunia pada 7 Juni 2008 sudah mencapai $ 138,54 per barel (http://muttaqiena.blogspot.com, 24 September 2008). Untuk menyelamatkan APBN dan perekonomian nasional, maka setelah melalui pertimbangan yang seksama pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral no.16/2008 menaikkan harga premium, solar, dan minyak tanah yang mulai berlaku pada 24 mei 2008 (www.esdm.go.id, 6 September 2008). Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Masyarakat
miskin dengan penghasilan rendah yang paling
merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah terutama masyarakat miskin pemerintah mengadakan program kompensasi salah satunya adalah program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program BLT bersifat sementara (selama 1 tahun), diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp. 100.000,00 per bulan per Rumah Tangga Sasaran (RTS). Bentuk BLT adalah uang tunai yang diberikan commit daya to user dengan tujuan untuk mencegah turunnya beli masyarakat miskin.
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
BLT merupakan program kompensasi jangka pendek akibat kenaikan harga BBM. Program BLT bertujuan untuk: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. 3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Sasaran BLT adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. (www.depsos.go.id,6 September 2008).
Penerima bantuan BLT adalah rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Dalam program BLT tahun 2008 kriteria rumah tangga miskin yang digunakan untuk menentukan kebijakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kabupaten Sukoharjo termasuk ke dalam salah satu kabupaten yang terbebani atas kenaikan harga bahan bakar minyak. Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Sukoharjo terdapat 73.401 dari 3.157.816 yang terdapat di Propinsi Jawa Tengah (www.kompensasi.info, 20 Oktober 2008). Penyaluran BLT di Kabupaten Sukoharjo dilakukan secara bergilir sesuai jadwal di 167 Balai Desa lokasi penyaluran BLT. Masing-masing warga menerima Rp. 100.000,00 setiap bulan. Kecamatan Gatak merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai luas 19,45 km2 dan dihuni oleh 44.220 jiwa dengan kepadatan penduduk rata – rata 227 jiwa/km2. Di kecamatan ini terdapat 14 desa yaitu: Desa Blimbing: Desa Geneng, Desa Jati, Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan, Desa Luwang, Desa Mayang, Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa Trangsan, Desa Trosemi, dan Desa Wironanggan. Berdasarkan pada data penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 jumlah penerima BLT terdapat 3.927 KK. Jumlah ini cukup besar bila dibanding dengan kecamatan-kecamatan lain yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini menandakan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
di Kecamatan Gatak masih banyak rumah tangga yang termasuk dalam rumah tangga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Data RTS BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak hanya tersedia dalam bentuk tabel. Data dalam bentuk tabel cukup mudah dibaca akan tetapi data itu mempunyai kelemahan yaitu data tersebut tidak bisa memberikan gambaran mengenai distribusi spasial. Alat bantu yang baik untuk mengetahui distribusi spasial adalah peta. Dari peta dapat diketahui persebaran RTS BLT yang ada di Kecamatan Gatak sehingga informasi yang ditampilkan lebih jelas dan lebih mudah dipahami. Penerima BLT yang ada di Kecamatan Gatak adalah keluarga yang sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin diketahui dari karakteristik sosial ekonomi keluarga tersebut. Dalam penyaluran BLT karakteristik yang menjadi tolak ukur dalam menentukan status ekonomi masyarakat adalah karakteristik yang tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yang terdiri dari 14 kriteria. Semua kriteria tersebut perlu diteliti apakah sesuai dengan penerima BLT di Kecamatan Gatak. Karena setiap kriteria dalam Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL mempunyai nilai dalam menentukan status ekonomi rumah tangga sasaran BLT. Setelah dilakukan penelitian mengenai karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak maka akan dapat diketahui efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008. Efektivitas penyaluran BLT yang dimaksud adalah apakah penyaluran BLT sesuai dengan sasaran BLT yaitu keluarga yang sangat miskin, miskin dan sangat miskin. Efektivitas penyaluran BLT perlu diteliti untuk mengetahui apakah penyaluran BLT di Kecamatan Gatak sudah sesuai dengan sasaran BLT dan dapat menjadi alat banding untuk program-program kompensasi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga program-program pengentasan pemerintah dapat sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran. Sesuai permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persebaran penerima BLT, karakteristik penerima user BLT dan efektivitas penyaluran commit BLT ditoKecamatan Gatak tahun 2008 dengan
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
judul: "Pemetaan Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008".
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
persebaran
penerima
BLT
di
Kecamatan
Gatak,
BLT
di
Kecamatan
Gatak,
BLT
di
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008? 2. Bagaimana
karakteristik
penerima
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008? 3. Bagaimana
efektivitas
penyaluran
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui persebaran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. 2. Mengetahui
karakteristik
penerima
BLT
di
Kecamatan
Gatak,
BLT
di
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. 3. Mengetahui
efektivitas
penyaluran
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini sebagai bentuk presentasi data yang berupa angka atau tulisan-tulisan tentang informasi persebaran penerima BLT dalam bentuk peta, sehingga dapat digunakan sebagai studi keruangan tentang program commit to user pengentasan kemiskinan, khususnya di Kecamatan Gatak.
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Untuk dunia pendidikan diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan pembelajaran geografi mengenai antroposfer dan aspek kependudukan Kelas IX IPS semester I. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah yang berupa teori-teori dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan. Dengan demikian pemahaman tentang teori akan lebih mendalam. b. Bagi Badan Pusat Statistik Sukoharjo 1. Dapat memberikan masukan dalam pendataan penduduk miskin di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo 2. Dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai program pengentasan kemiskinan di Kecamatan Gatak.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Pemetaan
Peta menurut ICA (1973) dalam Sinaga (1999: 5) adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih di permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau bendabenda angkasa, dan pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Sedangkan menurut Subagio (1996:12) peta adalah gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang disajikan dalam skala tertentu. Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah pengetahuan dan pemahaman geografi bagi pengguna peta. Dalam perencanaan pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum perencanaan tersebut memulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Sinaga (1999: 7) adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu daerah. 2. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang dilakukan. 3. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan. 4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai: 1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang daerah yang akan diteliti. 2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan data yang ditemukan di lapangan. to user 3. Sebagai alat untuk melaporkancommit hasil penelitian.
7
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
a. Jenis-Jenis Peta Berdasarkan sumber datanya peta dikelompokkan ke dalam dua golongan (Subagio, 1996: 2), yaitu : 1. Peta induk. Peta induk adalah peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan dilakukan secara sistematis. Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan dalam pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometris. 2. Peta Turunan Peta turunan adalah peta yang dibuat berdasarkan acuan peta yang sudah ada, sehingga survei langsung ke lapangan tidak diperlukan.
Berdasarkan jenis data yang disajikan, peta dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: 1. Peta topografi, Peta topografi merupakan gambaran sebagian kecil permukaan bumi di atas bidang datar atau bidang yang didatarkan yang dibuat dalam skala tertentu serta dilakukan dengan metode tertentu pula. Karena banyaknya data topografi yang dapat disajikan di atas suatu peta, maka perlu dilakukan pemilihan data yang akan disajikan sehingga kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam pemilihan data tersebut, perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti: skala peta yang akan dibuat, sumber data pemetaan, serta jenis data yang akan disajikan. 2. Peta tematik, Peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan data atau informasi dari suatu konsep atau tema tertentu saja baik itu berupa data kualitatif maupun data kuantitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud dengan data kualitatif adalah data yang menyajikan unsur-unsur topografi berupa gambar atau keterangan seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan unsurcommitbesaran to user tertentu, seperti ketinggian titik, unsur topografi yang menyatakan
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai kontur, jumlah penduduk, dan lain sebagainya.
Berdasarkan
skala
peta
dapat
digolongkan
dalam
4
kelompok
(Sinaga, 1999: 7), yaitu: 1. Skala Sangat Besar Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000. peta dengan skala ini digunakan untuk aplikasi teknik yang membutuhkan informasi yang sangat akurat dan sangat detail. 2. Skala Besar Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000 dan lebih kecil dari 1: 100.000. 3. Skala Sedang Apabila skala peta lebih besar dari 1: 1000.000 dan lebih kecil dari 1: 100.000. 4. Skala Kecil Apabila skala peta lebih kecil dari 1: 1000.000.
b. Skala Peta Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta, globe, model relatif atau penampang melintang dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi. (Prihandito,1989: 9). Sedangkan menurut Sinaga (1999:9) skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak horizontal kedua titik itu di permukaan bumi (dengan satuan yang sama). Jenis-jenis skala peta sebagai berikut: 1. Skala angka / skala pecahan, Skala angka / skala pecahan adalah skala yang dinyatakan dengan angka atau pecahan secara langsung sesuai besaran skala. Contoh: Skala angka (Numeric scale)
=
1: 50000
Skala pecahan (Representative fraction)
=
1/50000
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Skala verbal Skala verbal adalah skala yang dinyatakan dengan menggunakan kalimat. Contoh: 1 inchi to one miles (skala verbal)
= 1: 63660 (skala numerik)
1 inchi to two miles (skala verbal)
= 1: 126720 (skala numerik)
3. Skala grafis Skala grafis adalah suatu bentuk penyajian skala peta di atas garis lurus yang mempunyai panjang tertentu, dan pada sisi garis yang satu dituliskan panjang garis tersebut di peta (dalam satuan cm) serta pada sisi yang lain dituliskan panjang garis tersebut di lapangan (dalam satuan km), sehingga kedua panjang garis tersebut mempunyai perbandingan skala. Contoh: 0 0
1 1
2
3 km
2 3
4
5
=
1: 50000 (skala numerik)
6 cm
c. Simbol-Simbol Peta Peta adalah suatu media komunikasi grafis, berarti informasi yang diberikan dalam peta berupa gambar atau simbol. Dengan demikian simbol dalam peta memegang peranan yang sangat penting. Dalam peta-peta khusus atau tematik, simbol merupakan suatu informasi utama untuk menunjukkan tema suatu peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan suatu gambar atau tanda yang mempunyai makna atau arti. (Sinaga, 1999: 26) Menurut bentuknya, simbol dibedakan menjadi: 1. Simbol titik Simbol titik digunakan untuk menyatakan lokasi atau bentuk unsur-unsur lain yang erat hubungannya dengan skala peta. Besarnya simbol titik dari mulai yang kecil yang dibutuhkan untuk menunjukkan letak sebuah titik sampai pada sebuah simbol yang dengan sengaja dibesarkan untuk menggambarkan sebuah nilai atau ukuran.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Simbol garis Simbol garis digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk garis seperti sungai, jalan, batas administrasi, garis pantai dan lain sebagainya. 3. Simbol luas Simbol luas atau ruang, digunakan untuk mewakili unsur-unsur topografi yang berbentuk luas seperti areal permukiman, danau, daerah administrasi dan lain sebagainya.
Menurut artinya, simbol dibedakan menjadi: 1. Simbol piktoral Simbol piktoral adalah simbol yang melukiskan bentuk asli dari unsur yang diwakilinya. 2. Simbol geometrik Simbol geometrik adalah simbol abstrak yang penggambarannya tidak mirip dengan bentuk asli dari unsur yang diwakilinya. 3. Simbol huruf Simbol huruf adalah yang simbol yang menggunakan huruf atau angka untuk menggambarkan obyek yang diwakili. Biasanya menggunakan huruf pertama atau kedua dari nama obyek yang diwakilinya. Tabel 1. Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf. Bentuk / Simbol Ujud Piktoral Geometrik Huruf / Angka
h Rumah makan
Rumah makan
X
Titik
Pompa bensin
Pompa bensin commit to user
Rm Rumah makan
P Pompa bensin
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V
B Bandara
Bandara
Bandara
Jalan
Batas kabupaten
bb bbb
bbb bbbb
Garis
Sungai
Batas desa
Batas
Sawah Sawah
Sawah
Perkebunan
Perkebunan
Bidang Perkebunan
2.
Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi manusia yang bersangkutan. Kemiskinan menurut Rais (1995: 9) adalah kondisi depresiasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang dimiliki.
Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah kondisi depresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis. Masalah kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial. Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207)
adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Kemiskinan memang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya. Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya tolak ukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang miskin dapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang diperangi kemiskinannya. Tolak ukur yang kedua adalah tolak ukur kebutuhan relatif perkeluarga yang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup dalam tolak ukur kebutuhan relatif per keluarga ini adalah: kebutuhan-kebutuhan yang berkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan dan commit to user untuk pengobatan, biaya-biaya untuk menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi dan memadai.
b. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah: 1. Kesempatan kerja. Seseorang itu tidak mempunyai pekerjaan, sehingga dia tidak memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala setengah menganggur. 2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya cukup tinggi maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin. 3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah. 4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan dia pemilikan dan penguasaan lahan. Petani yang tidak memiliki lahan bisa digolongkan miskin dengan pendapatan yang lebih kecil dari pemilik lahan. 5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara penghasilan laki-laki dengan penghasilan perempuan. 6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama hal ini berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.
Menurut Ghose dan Griffin dalam Suyanto (1995:106) sekurangkurangnya ada empat faktor yang menyebabkan kemiskinan di pedesaan, faktorfaktor tersebut adalah: Pertama, karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi dengan adanya proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat. Jumlah penduduk pedesaan yang terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan bertambahnya tanah commit to tanah user yang dapat dimiliki petani kecil telah menyebabkan semakin berkurangnya
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
sehingga akan terjadi yang disebut dengan shared poverty atau pembagian kemiskinan. Di samping itu tekanan kebutuhan sehari-hari yang terus menerus meningkat dan harga produksi pertanian yang tidak menentu menyebabkan banyak warga desa sedikit demi sedikit terpaksa menjual lahannya untuk menyambung hidup. Kedua, nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sektor pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lainnya termasuk kebutuhan sehari-hari warga. Ketiga, karena lemahnya posisi masyarakat desa khususnya petani dalam rantai perdagangan. Biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah pada pedagang atau tengkulak. Mungkin saja pada saat tertentu harga jual produk pertanian tertentu naik. Tetapi karena sudah terjerat sistem ijon atau karena lemah posisi harga barang maka acap kali tetap harus menanggung kerugian karena harga beli ditekan serendah-rendahnya. Keempat, karena faktor karakter struktur sosial masyarakat pedesaan yang terpolarisasi, warga elit desa yang secara ekonomi mapan dan memiliki akses terhadap kekuasaan dengan mudah dapat mengambil keuntungan dari paket-paket inovasi yang masuk. Sementara, warga desa kebanyakan yang kurang berpendidikan dan miskin harus puas hanya sebagai penonton.
c. Karakteristik Golongan Miskin
Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat dikategorikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta perawatan kesehatan bisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial masyarakat. Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002: 13) adalah: 1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin. Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia commit to user adalah 5,8 orang sedangkan yang bukan miskin adalah 4,5 orang. Banyaknya
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga. Bertambah besarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar pula kecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah anggota rumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.
2. Karakteristik ekonomi dari penduduk miskin Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas pekerjaan kepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha atau bahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi jumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan indikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan sangat besar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah satu karakteristik ekonomi penduduk miskin.
3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga. Pekerjaan
kepala
karyawan/buruh
rumah dan
tangga
terbagi
pengusaha/majikan.
menjadi Pekerjaan
dua
jenis
yaitu:
dengan
status
karyawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga yang memperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari pekerjaannya sebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik, pembantu rumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji. Kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnya sebagai pemilik tanah, nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal dan lain-lain. Di perkotaan dan pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timur Indonesia, maupun di bagian barat Indonesia lebih banyak kepala rumah tangga miskin yang menjadi pengusaha ketimbang yang menjadi buruh.
4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin. commit to user Gambaran tentang pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari kelompok
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
komunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara umum porsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai sebesar 70% dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29, 31%. dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan rumah tangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak kurang dapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus mengambil makanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk kondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya dimana keluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari pendapatannya hanya untuk makan.
5. Karakteristik sosial budaya Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan warga yang tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitas pendidikan lebih lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan pedesaan.
Menurut Sayogyo dalam Suyanto, (1995:5) ada tiga tipe orang miskin, yaitu miskin (poor), sangat miskin (very poor) dan termiskin (poorest). Penggolongan ini berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap tahun. Orang miskin (poor) adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari). Orang sangat miskin (very poor) berpenghasilan antara 240 kg – 320 kg beras/orang/tahun. Orang termiskin (poorest) berpenghasilan berkisar antara 180 kg – 240 kg commit to user beras/orang/tahun.
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
d. Dimensi Kemiskinan Dimensi kemiskinan menurut Ellis G.P.R. dalam Rais (1995: 31) terdiri dari: 1. Ekonomi Dimensi yang paling jelas dalam kemiskinan adalah dari segi ekonomi, dimensi ini menjelma dalam segala kebutuhan ekonomi dan dapat dihitung dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.
2. Sosial budaya Dimensi kemiskinan adalah sosial dan budaya. Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan dapat diketahui dari ketidak-berdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Struktural atau politik Kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur sosial yang paling rendah.
Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam lingkup ekonomi tetapi juga memperhatikan masalah sosial, budaya, dan politik.
e. Kriteria Keluarga Miskin, Penduduk Miskin, dan Rumah Tangga Miskin Menurut PT Pos Indonesia, kriteria keluarga miskin, penduduk miskin, dan rumah tangga miskin adalah sebagai berikut: 1. Kriteria keluarga miskin commit to user Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/rumah tangga
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun nonmakanan. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan
2. Penduduk miskin Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 120.000,00 per orang per bulan. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara Rp. 150.000,00 per orang per bulan. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 sampai 2300 kalori plus kebutuhan dasar non-makanan atau setara Rp. 175.000,00 per orang per bulan
3. Rumah Tangga Miskin Rumah tangga dikatakan Sangat Miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp. 120.000,00 = Rp. 480.000,00 per rumah tangga per bulan. Rumah tangga dikatakan Miskin apabila kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 150.000,00 = Rp. 600.000,00 per rumah tangga per bulan, tetapi di atas Rp. 480.000,00. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rumah tangga dikatakan Mendekati Miskin apabila kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 175.000,00 = Rp. 700.000,00 per rumah tangga per bulan, tetapi di atas Rp. 600.000,00.
3.
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
BLT menurut tim sosialisasi BLT Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) adalah sejumlah uang tunai yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah tangga yang perlu dibantu agar kesejahteraannya tidak menurun jika harga BBM dinaikkan. (www.bappenas.go.id, 6 September 2008). Keputusan menaikkan harga BBM dalam negeri diambil karena biaya subsidi BBM dalam negeri meningkat sangat pesat dengan naiknya harga minyak mentah dunia yang terus naik mencapai di atas US$ 120,00 per barel pada bulan Mei 2008. Dasar hukum pelaksanaan program adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 Tentang Pelaksanaan Program BLT Untuk Rumah Tangga Sasaran. Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin (www.depsos.go.id, 6 September 2008). Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah. Namun demikian pemerintah bertekad untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah terutama masyarakat miskin melalui program kompensasi, yang berupa: 1. Peningkatan program kemiskinan yang bersifat jangka panjang seperti PNPM, program keluarga harapan, program JAMKESNAS, program penyediaan beasiswa, program pelayanan KB bagi PUS, Program KUR dan program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. 2. Program kompensasi jangka pendek yaitu program BLT, perluasan program raskin, program penjualan minyak goreng bersubsidi dan program pasar beras murah untuk buruh, PNS Gol I/II, tenaga honorer serta Tamtama TNI/Polri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Program BLT termasuk program kompensasi jangka pendek yang bersifat sementara, dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp 100.000,00 per bulan per rumah tangga sasaran. Bentuk uang tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga BBM. Data dasar yang digunakan adalah data untuk pelaksanaan BLT tahun 2005-2006 yang telah dimutakhirkan oleh BPS. Di samping itu, PT Pos melakukan penyesuaian sehubungan dengan adanya rumah tangga sasaran yang berpindah alamat, meninggal dunia atau tidak mengambil uang tunai pada program BLT 2005-2006. Tujuan Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. 3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.
Di dalam proses pelaksanaanya, warga masyarakat
yang ingin
mendapatkan BLT harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh BPS. Adapun Kriteria RTS layak BLT adalah: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 M2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah / bambu / kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah / tembok tanpa plester 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga lain commit to menggunakan user 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak listrik
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air hujan 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,00 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD / hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Pembagian keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin adalah sebagai berikut: 1. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 8 poin atau kurang, maka termasuk dalam keluarga tidak miskin 2. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 9 poin sampai dengan 10, maka termasuk dalam keluarga hampir miskin. 3. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 11 poin sampai dengan 12 poin, maka termasuk dalam keluarga miskin. 4. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 13 poin atau lebih, maka termasuk dalam keluarga sangat miskin. ( Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL )
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Efektivitas Penyaluran BLT
Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya. Chester I. Barnard dalam Prawirosentono (1999: 27), menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut: “When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”. (Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak). Dalam bahasa dan kalimat yang mudah hal tersebut dapat dijelaskan bahwa: sesuatu dikatakan efektif apabila tujuan dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan pengertian efektivitas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas penyaluran BLT adalah kesesuaian antara tujuan BLT dan realita yang tercapai oleh program BLT. Yaitu BLT yang menyasar kepada rumah user tangga sangat miskin, miskin, dancommit hampirto miskin.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Penelitian yang Relevan
1. Pemetaan Penerima RASKIN ( Beras Untuk Keluarga Miskin ) Di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun 2005. Penulis : Yuni Sulistyawati Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora pada tahun 2005 mengenai RASKIN. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persebaran keluarga miskin, mengetahui persebaran penerima RASKIN di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005 dan mengetahui efektivitas penyaluran Raskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005. Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya adalah persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap desa dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari jumlah keseluruhan keluarga miskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Persebaran penerima RASKIN tersebut merata di setiap desa. Klasifikasi persebaran penerima RASKIN
adalah kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan Desa Bedingin. Sedangkan yang masuk dalam kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa Gondorio, Desa Wukirsari, dan Desa Prigi. Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora belum efektif karena tidak sesuai dengan kriteria penerima RASKIN dan penyalurannya yang tidak sesuai dengan ketentuan penyaluran RASKIN.
2. Analisis Kemanfaatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) Tahun 2005-2006. Penulis
: Tri Anggoro
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kwarasan Kabupaten Kebumen kepada 100 responden. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi karakteristik sosial ekonomi RTM penerima BLT bila dilihat dari segi pendidikan, jumlah keluarga, pemanfaat BLT, durasi penggunaan dana BLT, dan pemanfaatan dana BLT di Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, mengetahui pengaruh pendidikan dan jumlah keluarga terhadap kemanfaatan commitKuwarasan to user BLT bagi RTM di Kecamatan Kabupaten Kebumen, dan
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengetahui berapa besar tingkat perbedaan antara tingkat pendidikan yang lebih rendah, jumlah keluarga yang lebih sedikit dan jumlah keluarga yang lebih banyak terhadap kemanfaatan BLT bagi RTM di Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Metode Penelitian yang digunakan adalah area probability sampling dan diolah dengan metode binary logit berdasarkan tingkat signifikansi 10% dengan alat bantu Eview’s 4.0. Hasil penelitiannya diketahui bahwa secara individu variabel pendidikan berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi 10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan variabel jumlah keluarga secara individu berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi 1% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. Berdasarkan oods ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan probabilitas kepala rumah tangga yang berpendidikan lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya kemanfaatan BLT bagi kepala rumah tangga dengan pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit dalam menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah 1,37 kali dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga yang lebih banyak.
commit to user
Tabel 2. Penelitian yang Relevan No 1
Penulis
Judul
Metode
Tujuan
Penelitian
Yuni
Pemetaan
1. Mengetahui persebaran
Deskriptif
Sulistyawati
Penerima
keluarga miskin di
Kualitatif
RASKIN
1. Persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap desa dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari
Kecamatan Todanan
jumlah keseluruhan keluarga miskin di Kecamatan
Beras Untuk
Kabupaten Blora tahun
Todanan Kabupaten Blora.
Keluarga
2005.
Miskin ) Di
(
Hasil Penelitian
2. Persebaran penerima RASKIN merata di setiap desa.
2. Mengetahui persebaran
Persebaran penerima RASKIN yang masuk dalam
Kecamatan
penerima RASKIN di
kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Todanan
Kecamatan Todanan
Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan
Kabupaten
Kabupaten Blora tahun
Desa Bedingin. Sedangkan yang masuk dalam
Blora Tahun
2005.
kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa
2005
3. Mengetahui efektivitas
Gondorio, Desa Wukirsari, dan Desa Prigi.
penyaluran Raskin di
3. Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan
Kecamatan Todanan
Todanan Kabupaten Blora belum efektif.
Kabupaten Blora tahun 2005.
26
26
27
2
Tri Anggoro
Analisis
1. Untuk mengetahui kondisi
Area
Secara individu variabel pendidikan berpengaruh
Kemanfaatan
karakteristik sosial
Probability
terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi
Bantuan
ekonomi RTM penerima
Sampling
10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan
Langsung
BLT bila dilihat dari segi
dan diolah
variabel jumlah keluarga secara individu berpengaruh
Tunai (BLT)
pendidikan, jumlah
dengan
terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi 1%
Bagi Rumah
keluarga, pemanfaat BLT,
metode
dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. berdasarkan
Tangga Miskin
durasi penggunaan dana
Binary
oods ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan
(RTM) Tahun
BLT, dan pemanfaatan
Logit
probabilitas kepala rumah tangga yang berpendidikan
2005-2006
dana BLT. 2. Untuk mengetahui
lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya
pengaruh pendidikan dan
kemanfaatan BLT bagi kepala rumah tangga dengan
jumlah keluarga terhadap
pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel
kemanfaatan BLT bagi
jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga
RTM.
yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit dalam
3. Untuk mengetahui berapa
menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah 1,37 kali
besar tingkat perbedaan
dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang
antara tingkat pendidikan
mempunyai anggota keluarga yang lebih banyak.
yang lebih rendah, jumlah keluarga yang lebih sedikit dan jumlah keluarga yang lebih banyak terhadap
27
28
kemanfaatan BLT bagi RTM di Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. 3.
Sholeh
Pemetaan
1. Mengetahui
persebaran Deskriptif
Wibawa
Penerima
BLT di Kecamatan Gatak, Geografis
Bantuan
Kabupaten
Langsung
Tahun 2008?
Sukoharjo
Tunai (BLT)
2. Mengetahui
di Kecamatan
penerima
Gatak ,
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten
Kabupaten
Sukoharjo
Sukoharjo
Tahun 2008?
Tahun 2008.
3. Mengetahui penyaluran
karakteristik BLT
di
efektivitas BLT
di
Kecamatan
Gatak,
Kabupaten
Sukoharjo
Tahun 2008?
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
C.
Kerangka Pemikiran
Kenaikan harga BBM harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan APBN. Dampak dari kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap harga barang di pasar. Masyarakat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan karena harga barang-barang kebutuhan semakin meningkat. Masyarakat kalangan menengah kebawah adalah masyarakat yang paling merasakan dampak kenaikan harga BBM. Angka kemiskinan akhirnya meningkat karena masyarakat dari kalangan menengah kebawah tidak siap untuk menghadapi kenaikan harga BBM. Untuk mengurangi beban masyarakat tersebut pemerintah mengeluarkan suatu program yang bersumber dari subsidi BBM, program tersebut adalah BLT. Penyaluran BLT pada tahun 2008 dilakukan di desa atau kelurahan kepada keluarga misk. Pedoman untuk penentuan RTS BLT adalah berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga. Karakteristik sosial ekonomi RTS penerima BLT meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat, jenis dinding tempat tinggal. fasilitas buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak. kemampuan mengkonsumsi protein hewani (daging / susu / ayam) dalam satu minggu, kemampuan membeli pakaian baru dalam satu tahun, kemampuan untuk makan dalam satu hari, kemampuan berobat di Puskesmas / Poliklinik, sumber penghasilan kepala rumah tangga. pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, kepemilikan tabungan / barang yang mudah dijual. Di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 3.927 KK (30.45 %) menerima BLT dari 12.898 KK. Jumlah penerima BLT pada tahun 2008 sama dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005. Dari fakta tersebut menimbulkan pertanyaan apakah jumlah keluarga miskin dalam rentang waktu selama 3 tahun di Kecamatan Gatak tidak mengalami perubahan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka di lakukan survei untuk mengatahui karakteristik penerima BLT apakah masih sesuai dengan 14 kriteria penerima BLT dan apakah penerima BLT benar-benar keluarga miskin. commit to user
29
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari karakteristik penerima BLT sesuai kriteria penerima BLT akan diketahui kelas sosial ekonomi penerima BLT. Untuk mengukur efektivitas penyaluran BLT dapat dilakukan dengan membandingkan penerima BLT menurut 14 kriteria penerima BLT dan menurut kecukupan jumlah kalori. Data RTS penerima BLT disajikan dalam bentuk peta tematik. Untuk memudahkan analisis keruangan, data penerima BLT perlu diwujudkan dalam bentuk peta. Melalui peta efektivitas
penyalurannya.
dapat diketahui persebaran penerima BLT dan Berikut
adalah
kerangka pemikiran, yaitu:
commit to user
gambar
diagram
alur
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kenaikan Harga BBM
Kebutuhan Masyarakat Sulit Dijangkau
Kemiskinan Meningkat
Jumlah Kepala Keluarga
Persebaran Kepala Keluarga
Program BLT
Persebaran Penerima BLT Tahun 2008
Penerima BLT tahun 2008
Karakteristik Penerima BLT Perbandingan Penerima BLT dan Tidak Menerima BLT Tingkat Sosial Ekonomi
Penerima BLT tahun 2005
Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi berdasarkan Kriteria Penerima BLT dengan Jumlah Kalori
Efektivitas Penyaluran BLT
Gambar 1: Diagram Alur Kerangka Pemikiran
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 14 desa yaitu: Desa Blimbing, Desa Geneng, Desa Jati, Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan, Desa Luwang, Desa Mayang, Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa Trangsan, Desa Trosemi, dan Desa Wironanggan.
2.
Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu lima belas bulan diawali dari penyusunan proposal sampai penulisan laporan penelitian, mulai dari bulan September 2008 sampai bulan November 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian Bulan ke Tahap 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Penyusunan Proposal Penelitian Penyusunan Intrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Penulisan Laporan Penelitian
commit to user
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Bentuk dan Strategi Penelitian
Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja yang sistematis untuk memahami obyek penelitian geografi dengan menggunakan alat dan melalui prosedur ilmiah geografi, agar tujuan penelitian dapat tercapai. Untuk mengetahui persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak, maka dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif geografis yaitu menjelaskan secara spasial persebaran penerima BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak. Strategi penelitian yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tabel dari data primer, dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara kemudian disusun kedalam tabel. Data sekunder berbentuk tabel dan dokumentasi yang diperoleh dari instansi yang terkait dalam pelaksanaan program BLT. Setelah analisis data primer dan data sekunder analisis peta dilakukan untuk mengkaji persebaran penerima BLT.
C.
1.
Sumber Data
Data Primer
Data Primer diperoleh dari wawancara dan observasi tahap pertama dilakukan kepada penerima BLT di 14 desa di Kecamatan Gatak dan wawancara tahap kedua dilakukan kepada penerima BLT di 3 desa. Responden pada tahap kedua adalah keluarga yang sama dengan wawancara dan observasi tahap pertama. Pedoman wawancara disusun dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi adalah sebagai berikut: a. Wawancara Data primer yang diperoleh dari wawancara tahap pertama adalah: 1. Identitas responden yang berupa nama dan alamat. 2. Luas lantai bangunan tempat tinggal. 3. Fasilitas buang air besar. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Sumber air minum. 5. Bahan bakar untuk memasak. 6. Kemampuan mengkonsumsi protein hewani (daging / susu / ayam) dalam satu minggu. 7. Kemampuan membeli pakaian baru dalam satu tahun. 8. Kemampuan untuk makan dalam satu hari. 9. Kemampuan berobat di Puskesmas / Poliklinik 10. Sumber penghasilan kepala rumah tangga. 11. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga. 12. Kepemilikan barang berharga (tabungan, emas, sepeda motor, ternak, atau barang modal lainnya yang bernilai lebih dari Rp. 500.000,00) Data primer yang diperoleh dari wawancara tahap kedua adalah: 13. Identitas responden yang berupa nama dan alamat. 14. Jumlah pendapatan keluarga. 15. Jumlah anggota keluarga yang masih sekolah dan biaya yang mungkin timbul dari kegiatan pendidikan. 16. Jumlah anggota keluarga yang memerlukan perawatan kesehatan secara berkala dan biaya yang mungkin timbul dari perawatan kesehatan.
b. Observasi Data primer yang diperoleh dari observasi adalah: 1. Jenis lantai bangunan tempat. 2. Jenis dinding tempat tinggal. 3. Sumber penerangan rumah tangga.
2.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa se-Kecamatan Gatak, Kantor Kecamatan Gatak, Kantor BPS Sukoharjo. Data tersebut adalah: a. Kantor Desa se-Kecamatan Gatak. Data yang diperoleh adalah: 1. Data penerima BLT se-Kecamatan Gatak tahun 2008. commit to user 2. Monografi Desa tahun 2008.
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kantor Kecamatan Gatak. Data yang diperoleh adalah: 1. Data Jumlah penduduk di Kecamatan Gatak tahun 2007. 2. Data Jumlah KK di Kecamatan Gatak tahun 2007. 3. Luas Kecamatan Gatak.
c. Kantor BPS Sukoharjo. Data yang diperoleh adalah: 1. Data jumlah penerima BLT tahun 2005 di Kecamatan Gatak.
D.
Populasi, Sampel, Teknik Sampling
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008. Jumlah populasi adalah 3.927 KK yang tersebar di 14 desa.
2.
Sampel
Sampel terbagi menjadi 2 kelompok yaitu sampel yang pertama digunakan untuk mengetahui karakteristik penerima BLT dan sampel yang kedua digunakan untuk menentukan efektivitas penyaluran BLT. Untuk mengetahui karakteristik penerima BLT sampel diambil dari 14 desa di Kecamatan Gatak sebanyak 161 orang penerima BLT. sedangkan untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT sampel diambil dari 3 desa yaitu Desa Mayang sebanyak 11 orang, Desa Klaseman sebanyak 13 orang, dan Desa Jati sebanyak 11 orang (sampel adalah orang atau anggota keluarga yang sama dengan sampel yang pertama). Jumlah tersebut diambil dengan pertimbangan karakteristik penduduk di Kecamatan Gatak homogen dan data yang diperoleh sudah cukup lengkap. Jumlah dan nama responden dapat dilihat pada Lampiran 7 sedangkan hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari Lampiran 7 dan Lampiran 9 persebaran sampel pada setiap desa disusun dan disederhanakan menjadi Tabel 4 seperti berikut ini. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Persebaran Sampel di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Sampel
Desa
KK
%
1
Sanggung
13
8,07
2
Kagokan
13
8,07
3
Blimbing
13
8,07
4
Krajan
11
6,83
5
Geneng
9
5,59
6
Jati
11
6,83
7
Trosemi
10
6,21
8
Luwang
11
6,83
9
Klaseman
13
8,07
10
Tempel
13
8,07
11
Sraten
9
5,59
12
Wironanggan
12
7,45
13
Trangsan
12
7,45
14
Mayang
11
6,83
161
100,00
Jumlah Sumber: Hasil wawancara dan observasi
Dari Tabel 4 diketahui jumlah responden pada setiap desa tidak sama. Desa Geneng dan Desa Sraten adalah desa dengan jumlah responden yang paling sedikit yaitu 9 KK. Sedangkan Desa Sanggung, Desa kagokan, Desa Blimbing, Desa Klaseman, dan Desa Tempel adalah desa dengan jumlah responden yang terbanyak yaitu 13 KK. Berikut ini adalah persebaran sampel penerima BLT yang tersaji dalam Peta Sampel Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 (Peta. 1). Peta 1 adalah gambaran persebaran jumlah penerima BLT yang diteliti karakteristik sosial ekonominya secara terperinci.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Teknik Sampling
Sampling diperlukan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penerima BLT dan efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008. Data yang diperoleh adalah data karakteristik sosial ekonomi penerima BLT. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut Narbuko dan Achmadi (2001: 116) merupakan suatu teknik yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang spesifik yang dilihat dalam populasi. Sedangkan menurut Sutopo (2002: 36) pemilihan sampel berdasarkan teknik ini adalah diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Ciri-ciri purposive sampling menurut Moleong (2004: 224) adalah sampel tidak dapat ditarik terlebih dahulu, pemilihan sampel secara berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sampel, dan pemilihan sampel berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Sesuai dengan pengertian dan ciri-ciri purposive sampling diatas maka sampel dalam penelitian adalah penerima BLT dari 14 desa di Kecamatan Gatak. Pengambilan sampel berdasarkan jumlah penerima BLT dengan satuan Rt di setiap desa. Dalam 1 desa dibagi menjadi Rt yang paling rendah, sedang, dan paling tinggi penerima BLT-nya. Apabila informasi yang diperoleh belum cukup maka sampel diambil dari Rt lain sehingga informasi yang diperoleh cukup.
E.
Teknik Pengumpulan Data
1.
Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini observasi bertujuan untuk melihat secara langsung kondisi sosial ekonomi RTS penerima BLT di Kecamatan Gatak. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Wawancara
Wawancara menurut Holland dan Ramazanoglu dalam Blaxter (1996: 153) adalah suatu kegiatan percakapan antara 2 orang atau lebih. Peristiwa ini merupakan peristiwa sosial yang mampu menimbulkan interaksi. Metode wawancara diantaranya dengan cara bertanya dan mendiskusikan suatu isu penting dengan orang lain. Hal ini dapat menjadi suatu teknik yang sangat penting dan sangat berguna ketika data tidak dapat diperoleh secara lengkap dengan metode observasi. Wawancara dilakukan sebanyak 2 kali kepada penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. Wawancara yang pertama dilakukan untuk mengetahui karakteristik penerima BLT. Sampel yang digunakan sebanyak 161 responden dari 14 desa di Kecamatan Gatak. Wawancara yang kedua dilakukan untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT. Sampel yang digunakan sebanyak 35 responden dari 3 desa. Responden pada wawancara kedua adalah responden yang sama (keluarga yang sama) dengan wawancara pertama. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam wawancara dilakukan sesuai dengan pedoman yang telah disusun sebelumnya. Hal ini bertujuan agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan penelitian. Dari kegiatan ini diperoleh informasi tentang karakteristik sosial ekonomi penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori untuk setiap anggota keluarga.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sutopo (2002: 71) digunakan untuk memperjelas deskripsi berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti, sehingga data nyata di lapangan akan lebih jelas untuk diamati dan disaksikan kebenarannya. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data dari instansi terkait yang berupa data jumlah RTS penerima BLT, data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah KK. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
peta
dan
teknik
analisis
tabel.
Analisis
peta
dengan
cara
mengklasifikasikan data sesuai sifat datanya agar dapat diketahui data mana yang perlu dipetakan. Overlay peta juga dilakukan untuk mendapat peta baru yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan analisis tabel dengan cara mentabulasikan data primer dan sekunder ke dalam tabel.
1.
Persebaran Penerima BLT
Teknik analisis data untuk mengetahui persebaran penerima BLT adalah teknik analisis peta. Data yang dianalisa adalah data penerima BLT sebanyak 3.927 KK dan data jumlah KK Kecamatan Gatak sebanyak 12.898 KK. Data penerima BLT diolah dan diklasifikasikan dengan rumus strugess. Peta yang dihasilkan adalah Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan data jumlah KK menghasilkan Peta Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008. Dari dua peta diatas dilakukan overlay yang menghasilkan Peta Perbandingan Jumlah KK dan penerima BLT Kecamatan Gatak tahun 2008. Dari peta ini diketahui persebaran dan perbandingan antara jumlah KK dan penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
2.
Karakteristik Penerima BLT
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui karakteristik penerima BLT adalah teknik analisis tabel dan teknis analisis peta. Data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara diolah dengan cara tabulasi. Hasil dari pengolahan data dengan tabulasi menggambarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak dengan satuan indikator penilaian karakteristik sosial ekonomi. Data karakteristik sosial ekonomi penerima BLT kemudian diberi nilai commit to user KSK / PKSK / dan PCL untuk sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Lapangan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengelompokkan keluarga tidak miskin, hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Data karakteristik sosial ekonomi yang telah diberi nilai kemudian dianalis dengan teknik analisis peta. Peta yang dihasilkan adalah Peta Kelas Sosial Ekonomi Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008.
3.
Efektivitas Penyaluran BLT
Dasar acuan untuk menentukan tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah teori keluarga miskin menurut sayogyo. Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT adalah teknik analisis tabel. Sumber data untuk menentukan efektivitas adalah data hasil observasi dan wawancara. Efektivitas penyaluran BLT diperoleh dengan cara membandingkan kelas sosial ekonomi penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan kemampuan mencukupi kebutuhan kalori per angota keluarga per hari. Hasil dari wawancara dan wawancara dibandingkan untuk mengatahui apakah penerima BLT pada tahun 2008 telah sesuai dengan tujuan BLT dan apakah indikator berdasarkan kriteria penerima BLT sudah tepat dan sesuai dengan tujuan BLT. Untuk mengukur tingkat efektivitas penyaluran BLT dapat digunakan rumus:
Setelah diketahui nilai efektifitas dalam prosentase diketahui, maka penyataan tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah sebagai berikut: Apabila efektifitas penyaluran BLT 00,00% - 50,00% maka tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah tidak efektif. Apabila efektifitas penyaluran BLT 50,01% - 100,00% maka tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah efektif.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Prosedur Penelitian 1.
Persiapan
Tahap ini merupakan kegiatan paling awal sebelum penelitian. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber yang berhubungan dengan daerah penelitian ataupun masalah penelitian. Hal ini dilakukan dengan melakukan studi pustaka untuk berbagai literatur, laporan, majalah,dan berbagai buku. 2.
Penyusunan Proposal Penelitian
Penyusunan proposal merupakan tahap awal dari penelitian. Dalam proposal terdapat
tiga Bab yang mendasari penelitian, yaitu pendahuluan,
landasan teori dan metode penelitian. 3.
Penyusunan Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara dan lembar observasi. Pada survei yang pertama, pedoman wawancara dan lembar observasi disusun berdasarkan daftar pertanyaan dalam Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL dengan pertimbangan kesesuaian indikator untuk mengetahui karakteristik penerima BLT. Pada survei yang kedua hanya dilakukan wawancara. Pedoman wawancara dibuat untuk menetahui karakteristik sosial ekonomi penerima BLT berdasarkan kecukupan Jumlah Kalori setiap anggota keluarga per hari. Cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap informasi-informasi yang ada di lapangan dan mengumpulkan data berupa catatan-catatan tertulis dari lembaga atau instansi yang menunjang dalam penelitian ini. Data ini bersifat sebagai pelengkap atau pendukung informasi dari data primer. 4. Pengumpulan
data
Pengumpulan Data
dengan
teknik
dokumentasi
dilakukan
untuk
memberikan informasi awal dan gambaran mengenai keadaan di lapangan. Data commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi berasal dari instansi yang berkompeten dalam penyaluran BLT. Selanjutnya, dilakukan observasi dan wawancara langsung ke lapangan dengan lembar observasi dan pedoman wawancara yang telah disusun untuk mengetahui informasi-informasi diperlukan. Data yang diperoleh berasal dari responden yaitu penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
5. Tahap
analisis
data
Analisis Data
adalah
kegiatan
menganalisis
data
dan
mengorganisasikan data yang diperoleh. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif geografis, analisis dilakukan setelah data diperoleh melalui Observasi dan Wawancara dan didukung dengan data dari instansi terkait terkumpul. Data Penerima BLT tahun 2008 dari desa se-Kecamatan Gatak diolah menjadi Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008. Data hasil observasi dan wawancara diolah menjadi Peta Kelas Sosial Ekonomi Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta Kelayakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. Dari Peta Kelayakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 kemudian diolah lagi menjadi Peta Kesesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak tahun 2008. Dari peta ini diketahui tingkat kesesuaian peneriam BLT dengan kriteria Penerima BLT. Efektivitas penerima BLT Kecamatan Gatak tahun 2008 diketahui dengan cara membandingkan antara indikator kelas sosial ekonomi berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori untuk setiap anggota keluarga per hari.
6.
Tahap Penyusunan Laporan Penelitian
Pada Tahap ini laporan penelitian disusun dalam bentuk skripsi yang dilengkapi dengan peta, tabel dan lampiran. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
1. Letak a. Letak Astronomis Secara Astronomis Kecamatan Gatak berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1408-334 Kartasura dan lembar 1408-343 Surakarta Skala 1 : 25.000 tahun 2001 terletak antara 07o 34’ 02” LS – 07o 37’ 8” LS dan 110o 42’ 9” BT – 110o 46’ 21” BT atau dalam koordinat UTM terletak pada 9157840 mU – 9163560 mU dan 467200 mT – 474920 mT. b. Letak Administratif Kecamatan Gatak secara administratif termasuk dalam Kabupaten Sukoharjo, yang terletak 24 Km dari ibukota Kabupaten Sukoharjo. Batas-batas Kecamatan Gatak adalah : Sebelah Utara
: Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Timur
: Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan
: Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten
Sebelah Barat
: Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali
Untuk lebih jelasnya, luas administrasi Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Peta 2. 2. Luas Luas Kecamatan Gatak tercatat 19,47 km2 yang terbagi kedalam 14 desa. Desa Trangsan merupakan desa terluas yaitu 2,49 km2 sedangkan desa yang mempunyai luas terkecil adalah Desa Klaseman dengan luas 0,91 km2. Adapun luas dari 14 desa yang tersebar di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabel 5. commit to user 44
45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5. Pembagian Luas Kecamatan Gatak
Luas Wilayah No
Nama Desa km
2
(%)
1
Sanggung
0,96
4,91
2
Kagokan
0,96
4,91
3
Blimbing
2,29
11,75
4
Krajan
1,91
9,83
5
Geneng
1,43
7,33
6
Jati
1,15
5,91
7
Trosemi
1,24
6,39
8
Luwang
1,28
6,58
9
Klaseman
0,91
4,68
10
Tempel
1,02
5,26
11
Sraten
0,96
4,94
12
Wironanggan
1,26
6,49
13
Trangsan
2,49
12,78
14
Mayang
1,61
8,24
Jumlah
19,47
100,00
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007 Desa Trangsan merupakan desa yang mempunyai luas terbesar yaitu 2,49 km2 kemudian Desa Blimbing menempati urutan kedua dengan luas 2,29 km2. Sedangkan desa yang paling kecil adalah Desa Klaseman dengan luas 0., 91 km2. 3. Penggunaan Lahan Bentuk penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Gatak adalah sawah, kebun campur, dan pemukiman. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di commit Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabelto6.user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kecamatan Gatak No
Desa
Penggunaan Lahan (Km2 ) Kebun Pemukiman Sawah Jumlah Campur
1 Sanggung
0,278
0,000
0,757
1,036
2 Kagokan
0,295
0,000
0,731
1,026
3 Blimbing
0,757
0,055
1,910
2,723
4 Krajan
0,548
0,009
1,373
1,930
5 Geneng
0,449
0,000
1,020
1,469
6 Jati
0,277
0,000
1,018
1,294
7 Trosemi
0,346
0,017
0,647
1,010
8 Luwang
0,375
0,006
0,599
0,980
9 Klaseman
0,229
0,000
0,707
0,936
10 Tempel
0,220
0,000
0,803
1,023
11 Sraten
0,391
0,007
0,647
1,044
12 Wironanggan
0,494
0,000
0,882
1,376
13 Trangsan
0,914
0,015
1,608
2,538
14 Mayang
0,404
0,053
1,274
1,731
Jumlah 5,978 0,162 13,975 20,116 Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1408 – 334 Tahun 2001 dan Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1408 – 343 Tahun 2001
Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Gatak di dominasi oleh sawah yaitu sebesar 13.975 km2 atau 69.5 % dari total luas yang dimiliki Kecamatan Gatak. Sawah yang ada di Kecamatan Gatak seluruhnya adalah sawah irigasi. Dalam satu tahun pertanian di Kecamatan Gatak mampu panen sebanyak 3 kali yaitu 2 kali panen padi pada musim penghujan dan diselingi oleh tanaman palawija pada musim kemarau. Palawija yang dihasilkan adalah jagung ,dan tembakau. Selain itu palawija yang ditanam adalah semangka atau melon, tetapi jumlahnya hanya sedikit. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan lahan yang terbesar setelah sawah adalah pemukiman yaitu 5,978 km2 atau 29.7 %. Sedangkan penggunaan lahan yang paling kecil adalah kebun kebun campur yaitu 0,162 km2. Kebun campur adalah tanah yang terdapat diluar pemukiman biasanya ditanami randu, jati, mangga, pisang atau tumbuhan lainnya.
Gambar 2. Penggunaan Lahan Sawah di Kecamatan Gatak
Penggunaan lahan di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Peta 3, Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Gatak Tahun 2008.
commit to user
49
Peta 2
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Keadaan Penduduk
a. Jumlah dan Persebaran Penduduk Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2007, jumlah penduduk di Kecamatan Gatak sebanyak 47.694 jiwa yang terdiri dari 23.648 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 24.046 jiwa dengan jenis kelamin perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007 No
Nama Desa
1 Sanggung
L
Jumlah Penduduk (jiwa) P Jumlah
%
1.131
1.133
2.264
4,75
2 Kagokan
905
909
1.814
3,80
3 Blimbing
2.635
2.579
5.214
10,93
4 Krajan
2.447
2.424
4.871
10,21
5 Geneng
1.453
1.924
3.377
7,08
6 Jati
1.293
1.244
2.537
5,32
7 Trosemi
1.304
1.292
2.596
5,44
8 Luwang
1.770
1.784
3.554
7,45
865
907
1.772
3,72
929
888
1.817
3,81
11 Sraten
1.622
1.558
3.180
6,67
12 Wironanggan
2.107
2.030
4.137
8,67
13 Trangsan
3.237
3.307
6.544
13,72
14 Mayang
1.950
2.067
4.017
8,42
23.648
24.046
47.694
100,00
9 Klaseman 10 Tempel
Jumlah
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007
Dari Tabel 7 dapat diketahui jumlah penduduk yang paling banyak commit to user terdapat di Desa Trangsan yaitu 6.544 jiwa, terdiri dari 3.237 jiwa penduduk
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
laki-laki dan 3.307 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan desa yang paling sedikit penduduknya adalah Desa Klaseman yaitu 1.772 jiwa yang terdiri dari 865 jiwa penduduk laki-laki dan 907 jiwa penduduk perempuan.
b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan luas yang dimiliki desa/kelurahan. Kepadatan penduduk di Kecamatan Gatak adalah 2.449 jiwa/km2 yang tersebar di 14 desa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007 No
Nama Desa
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)
1 Sanggung
0,957
2.264
2.366
2 Kagokan
0,956
1.814
1.897
3 Blimbing
2,288
5.214
2.279
4 Krajan
1,914
4.871
2.545
5 Geneng
1,427
3.377
2.367
6 Jati
1,151
2.537
2.204
7 Trosemi
1,244
2.596
2.087
8 Luwang
1,281
3.554
2.774
9 Klaseman
0,912
1.772
1.943
10 Tempel
1,024
1.817
1.774
11 Sraten
0,961
3.180
3.309
12 Wironanggan
1,263
4.137
3.276
13 Trangsan
2,489
6.544
2.629
14 Mayang
1,605
4.017
2.503
19,472
47.694
2.449
Jumlah
Sumber : Survei tahun 2010
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan kepadatan setiap poligon pemukiman dapat dilihat pada Lampiran 16. Menghitung kepadatan penduduk dengan metode ini lebih tepat karena luas yang dihitung hanyalah luas pemukiman saja. Dari 16 dapat diketahui kepadatan penduduk di Kecamatan Gatak cukup bervariasi, untuk memudahkan dalam membuat peta, kepadatan penduduk dikelompokkan menjadi 5 kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: i = Kelas Interval Diketahui : Batas Atas
= 13.646
Batas bawah
= 822
Jumlah Kelas
=5
Kelas interval adalah:
Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas jumlah KK dapat di lihat seperti berikut ini: Sangat jarang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 822 jiwa/km2 – 3.386 jiwa/km2 Jarang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 3.387 jiwa/km2 – 5.951 jiwa/km2 Sedang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 5.952 jiwa/km2 – 8.516 jiwa/km2 Padat, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 8.517 jiwa/km2 – 11.081 jiwa/km2 Sangat padat, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 11.082 jiwa/km2 – 13.646 jiwa/km2 commit to user
53
Peta 3
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Komposisi Penduduk 1) Komposisi Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Gatak Tahun 2007 Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kecamatan Gatak, dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini ;
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gatak Tahun 2007 Jumlah Penduduk (jiwa) No
Kelompok Umur
L
P
Jumlah
(%)
1
0-4
1.842
1.710
3.552
7,45
2
5-9
1.818
1.675
3.493
7,32
3
10 -14
1.877
1.784
3.661
7,68
4
15 - 19
1.921
1.855
3.776
7,92
5
20 - 24
2.299
2.262
4.561
9,56
6
25 - 29
2.239
2.261
4.500
9,44
7
30 - 34
1.978
2.130
4.108
8,61
8
35 - 39
1.829
1.902
3.731
7,82
9
40 - 44
1.630
1.767
3.397
7,12
10
45 - 49
1.371
1.389
2.760
5,79
11
50 - 54
1.160
1.114
2.274
4,77
12
55 - 59
839
897
1.736
3,64
13
60 - 64
782
865
1.647
3,45
14
65- 69
699
816
1.515
3,18
15
70 - 74
565
718
1.283
2,69
16
75+
799
901
1.700
3,56
23.648
24.046
47.694
100,00
Jumlah
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007 commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin merupakan variabel penting dalam demografi yang dapat memberikan gambaran adanya penduduk usia produktif dan penduduk usia non produktif. Dengan mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, maka dapat dihitung rasio beban tanggungan (Dependensi Rasio). Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kelompok umur 20 – 24 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak jumlahnya yaitu 4.561 atau 9.56%. Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit jumlahnya yaitu kelompok umur 70 – 74 tahun atau 2.69%.
2) Kelompok Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gatak Tahun 2008 Tingkat pendidikan dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam mengukur tingkat kualitas kehidupan dari masyarakat tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dapat dikatakan bahwa kualitas hidupnya semakin tinggi dibanding dengan mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Komposisi penduduk di daerah penelitian menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. Dari Tabel 10 diketahui lulusan yang terbanyak adalah tamat SMP atau sederajat (10.192 jiwa) sedangkan jumlah terkecil adalah tamat perguruan tinggi. Tingkat pendidikan lain-lain pada Tabel 9 adalah penduduk yang sekolah di pondok pesantren dan pendidikan nonformal lainnya. Sedangkan belum sekolah adalah asosiasi penduduk yang belum cukup umur untuk sekolah dan penduduk yang tidak sempat mengenyam pendidikan. Persebaran tingkat pendidikan di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Peta 4. Dari Peta 4 dapat dijelaskan persebaran tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Gatak menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Gatak cukup tinggi karena sebagian besar penduduknya telah lulus pendidikan dasar 9 tahun. commit to user
56
Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Nama Desa
1 Sanggung
Belum Sekolah 209
TK
SD
SMP
SMA
AKADEMI
PT
Lain - Lain
Jumlah
158
760
544
527
15
6
45
2.264
2 Kagokan
163
45
416
473
375
33
22
287
1.814
3 Blimbing
448
1.385
1.272
672
891
38
100
408
5.214
4 Krajan
386
463
1.048
745
858
15
13
1.343
4.871
5 Geneng
412
270
761
757
735
31
25
386
3.377
6 Jati
207
87
609
308
280
26
14
1.006
2.537
7 Trosemi
251
82
117
869
756
21
36
464
2.596
8 Luwang
374
74
209
850
445
42
78
1.482
3.554
9 Klaseman
156
42
672
490
321
45
30
16
1.772
10 Tempel
113
168
326
268
822
85
35
11 Sraten
198
84
553
520
707
235
12 Wironanggan
355
216
1.052
1.180
358
1.167
336
1.070
1.440
328
182
897
-
1.817
130
753
3.180
69
41
866
4.137
1.483
93
66
889
6.544
1.076
1.253
28
31
222
4.017
Jumlah 4.767 3.592 9.762 10.192 Sumber : Monografi Desa se-Kecamatan Gatak Tahun 2008
9.811
776
627
8.167
47.694
13 Trangsan 14 Mayang
51
57
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
3) Kelompok Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Gatak Tahun 2008 Mata pencaharian menggambarkan aktivitas penduduk setempat dalam memenuhi kebutuhan hidup misalnya sebagai petani, pedagang, pegawai negeri dan lain-lain. Jenis mata pencaharian penduduk dalam suatu tempat sangat erat kaitannya dengan jumlah pendapatan yang diperoleh penduduk. Jenis mata pencaharian yang baik misalnya PNS, TNI, Wiraswasta dll akan mampu memberikan penghasilan yang cukup, sedangkan mata yang kurang baik misalnya buruh akan memberikan penghasilan yang kurang. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat diketahui jenis mata pencaharian tertinggi adalah karyawan swasta yaitu 3.849 jiwa urutan ke dua adalah buruh tani yaitu 3.336 jiwa dan mata pencaharian yang paling rendah adalah usaha di bidang pengangkutan / transportasi dan TNI masing-masing 221 jiwa. Kelompok mata pencaharian dikelompokkan menjadi lebih sederhana lagi yaitu kelompok PNS dan TNI, kelompok Wiraswasta dan Dagang, kelompok Karyawan Swasta, kelompok Petani, kelompok Buruh, dan kelompok lain-lain yang terdiri dari Tukang, pensiunan dan usaha dalam bidang transportasi. Pengelompokan ini bertujuan untuk memudahkan dalam membuat peta dan menghindari informasi yang ditampilkan oleh peta bertabrakan atau rumit. Sehingga informasi yang ditampilkan oleh peta mudah dipahami. Peta Matapencaharian Penduduk Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Peta 6. Dari Peta 6 diketahui persebaran buruh cukup merata di Kecamatan Gatak, hampir di setiap desa jumlah buruh merupakan jumlah yang terbesar kecuali Desa Sanggung, Blimbing, dan Desa Krajan. Hal ini menunjukkan matapencaharian penduduk di Kecamatan Gatak kurang baik. Karena matapencaharian sebagai buruh penghasilannya relatif kecil bila dibandingkan dengan matapencaharian lain. commit to user
59
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Gatak Tahun 2007
No Nama Desa
PNS
Pensiun Karyaw Petani an / an Sendiri Purnawi Swasta rawan
TNI
Buruh Tani
Wiraswasta
Buruh Buruh PertuDagang Banguna PengangIndustri kangan n kutan
Jumlah
35
6
12
155
16
25
17
20
0
19
20
11
336
2 Kagokan
43
4
44
233
192
118
75
5
107
34
0
0
855
3 Blimbing
172
31
33
312
269
119
64
85
31
35
37
25
1,213
4 Krajan
76
11
37
185
210
274
1314
243
120
207
8
164
2,849
5 Geneng
34
4
7
131
195
92
48
27
95
105
18
58
814
6 Jati
30
5
12
52
185
201
56
49
15
35
2
13
655
7 Trosemi
57
26
13
213
241
291
40
57
213
145
5
59
1,360
8 Luwang
113
15
68
550
214
103
105
52
625
381
6
25
2,257
79
8
37
78
208
370
32
11
202
86
6
41
1,158
10 Tempel
74
4
14
55
183
312
23
55
67
25
2
25
839
11 Sraten
112
21
65
101
140
270
97
18
75
57
25
29
1,010
12 Wironanggan
108
35
45
77
280
347
31
29
96
250
7
20
1,325
13 Trangsan
127
18
38
650
356
564
74
25
150
250
85
125
2,462
14 Mayang
31
33
11
1057
203
250
0
7
124
773
0
204
2,693
9 Klaseman
Jumlah
1,091
221
436
3,849
2,892
Sumber : Monografi Desa se-Kecamatan Gatak Tahun 2008
3,336
1,976
683
1,920
2,402
221
799
19,826
54
1 Sanggung
60
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
5. Penduduk Miskin dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan dapat menjadi sesuatu yang mampu meningkatkan kualitas hidup penduduk. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu bertahan dan beradaptasi dengan perubahan keadaan sosial ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan penduduk yang tingkat pendidikannya rendah. Di Kecamatan Gatak sebagian besar penduduk miskin mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Penduduk dengan tingkat pendidikan rendah ini sulit untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Terutama dalam mendapatkan atau menciptakan sebuah pekerjaan yang layak sehingga pendapatan yang diperoleh mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di Kecamatan Gatak jenis mata pencaharian sangat erat kaitannya dengan fenomena kemiskinan. Sebagian besar penduduk miskin bermata pencaharian sebagai buruh. Baik sebagai buruh tani, buruh bangunan maupun buruh serabutan yaitu pekerja kasar yang mengerjakan apa saja apabila ada yang membutuhkan jasanya. Selain buruh, mata pencaharian lain yang di geluti penduduk miskin di Kecamatan Gatak adalah sebagai pedagang kecil yang biasa menjajakan dagangannya dengan cara keliling. Selain jenis mata pencaharian, jumlah anggota keluarga juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan di Kecamatan Gatak. Jumlah anak yang banyak akan menambah beban KK dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang cukup baik dan pendapatan yang seharusnya cukup menjadi tidak cukup. Penduduk miskin di Kecamatan Gatak banyak yang mempunyai tanah dan bangunan yang luas. Tanah dan bangunan ini dimiliki merupakan warisan dari commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang tua dengan harga jual yang rendah karena di daerah pedesaan. Sebagian bangunan biasanya ditempati oleh beberapa KK. Keluarga penerima BLT adalah keluarga yang terdaftar dalam pendataan pada tahun 2005 yang telah dimutakhirkan oleh BPS dan di verifikasi oleh PT Pos Indonesia. Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 adalah 3.927 KK. Jumlah ini sama dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005. Menurut pamong desa dan BPS Sukoharjo, penerima BLT pada tahun 2005 dan 2008 sama karena tidak ada pendataan lagi untuk penyaluran BLT tahun 2008 sehingga penduduk yang pindah alamat dan meninggal dunia ada yang menerima BLT. Untuk penduduk yang meninggal dunia BLT diberikan kepada ahli warisnya. Data yang tidak tidak diperbarui selama kurun waktu 3 tahun dapat menyebabkan tingkat efektivitas penyaluran BLT menurun karena terdapat perubahan status ekonomi dan jumlah penduduk. Perubahan tersebut sangat berpengaruh pada jumlah penduduk miskin.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Persebaran Penerima BLT
Satuan penerima BLT adalah kepala keluarga (KK), oleh sebab itu sebelum membahas persebaran penerima BLT akan dibahas persebaran KK di Kecamatan Gatak. KK adalah laki-laki atau perempuan yang berstatus kawin, atau janda/duda yang menjadi kepala (bertanggungjawab) terhadap keluarga. Anggota keluarga terdiri dari istri/suami dan anak-anak. Untuk mengetahui persebaran kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat diketahui jumlah KK di Kecamatan Gatak terdapat 12.898 KK. Jumlah KK terbanyak terdapat di Desa Trangsan yaitu 1.909 KK (14,80 %). Sedangkan jumlah kepala keluarga terendah terdapat di Desa Klaseman yaitu 440 KK (3,41 %). commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 12. Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2007 Jumlah No Desa KK %
1 Sanggung
629
4,88
2 Kagokan
557
4,32
3 Blimbing
1.465
11,36
4 Krajan
1.313
10,18
5 Geneng
947
7,34
6 Jati
676
5,24
7 Trosemi
731
5,67
8 Luwang
890
6,90
9 Klaseman
440
3,41
10 Tempel
479
3,71
11 Sraten
864
6,70
12 Wironanggan
1.025
7,95
13 Trangsan
1.909
14,80
973
7,54
12.898
100,00
14 Mayang Jumlah
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka Tahun 2007
Jumlah KK di Kecamatan Gatak cukup bervariasi, untuk memudahkan dalam membuat peta, jumlah persebaran KK dikelompokkan menjadi 5 kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: i = Kelas Interval
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Diketahui : Batas Atas
= 1.909
Batas bawah
= 440
Jumlah Kelas
=5
Kelas interval adalah:
Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas jumlah KK dapat di lihat seperti berikut ini: Sangat rendah, yaitu apabila jumlah KK antara 440 KK – 733 KK Rendah, yaitu apabila jumlah KK antara 734 KK – 1.027 KK Sedang, yaitu apabila jumlah KK antara 1.028 KK – 1.321 KK Tinggi, yaitu apabila jumlah KK antara 1.322 KK – 1.615 KK Sangat tinggi, yaitu apabila jumlah KK antara 1.616 KK – 1.909 KK Setelah terbagi ke dalam 5 kelas maka jumlah KK dapat ditampilkan dalam Peta 7 Dari Peta 7 dapat diketahui jumlah KK yang termasuk dalam kelas sangat rendah adalah Desa Klaseman, Desa Tempel, Desa Sanggung, Desa Kagokan, Desa Jati, dan Desa Trosemi. Desa Sraten, Desa Luwang, Desa Geneng, Desa Wironanggan, dan Desa Mayang termasuk dalam kelas rendah. Desa yang termasuk dalam kelas sedang adalah Desa Krajan, dan Desa Blimbing termasuk dalam kelas tinggi. Sedangkan Desa Trangsan termasuk dalam kelas sangat tinggi. Jumlah KK di Kecamatan Gatak dipengaruhi oleh luas dan jumlah penduduk yang dimiliki oleh desa setempat.
commit to user
65
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kaitannya dengan program BLT, jumlah KK yang ada di Kecamatan Gatak terbagi dalam KK yang menerima BLT dan KK yang tidak menerima BLT. Pada tahun 2008 di Kecamatan Gatak terdapat 3.927 KK penerima BLT yang tersebar kedalam 14 Desa. Berikut ini adalah jumlah penerima BLT yang tersaji dalam Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah KK Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
No
Desa
Penerima BLT KK
%
1 Sanggung
221
5,63
2 Kagokan
191
4,86
3 Blimbing
419
10,67
4 Krajan
325
8,28
5 Geneng
216
5,50
6 Jati
202
5,14
7 Trosemi
242
6,16
8 Luwang
379
9,65
9 Klaseman
239
6,09
10 Tempel
236
6,01
11 Sraten
236
6,01
12 Wironanggan
412
10,49
13 Trangsan
458
11,66
14 Mayang
151
3,85
3.927
100,00
Jumlah
Sumber : Data BLTdiketahui Tahun 2008 se-Kecamatan Gataktertinggi Dari TabelPenerima di atas dapat jumlah penerima BLT
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa penerima BLT tertinggi adalah Desa Trangsan yaitu sebesar 458 KK. Sedangkan penerima BLT terendah adalah Desa Mayang. Jumlah penerima BLTcommit pada to setiap user desa mencerminkan banyaknya
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah KK miskin yang ada di desa tersebut. Jumlah KK miskin di setiap desa tidak dapat hitung berdasarkan luas desa tetapi berdasarkan kelas sosial ekonomi KK. Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada setiap desa sangat bervariasi. Data harus dibagi dalam 5 kelas untuk penentuan klasifikasi jumlah penerima BLT, dalam menentukan ukuran kelas interval jumlah penerima BLT menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: i = Kelas Interval Diketahui : Batas Atas
= 458
Batas bawah
= 151
Jumlah Kelas
=5
Kelas interval adalah:
Dari hasil penghitungan di atas maka pembagian kelas penerima BLT adalah sebagai berikut: Sangat rendah, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 151 – 212 KK. Rendah, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 213 – 273 KK. Sedang, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 274 – 335 KK. Tinggi, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 336 – 396 KK. Sangat Tinggi, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 397– 458 KK. Untuk mengetahui persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Peta 8. commit to user
68
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari Peta persebaran penerima BLT (Peta 8) dapat diketahui bahwa persebaran jumlah penerima BLT terendah terdapat di Desa Kagokan, Desa Jati, dan Desa Mayang. Jumlah penerima BLT yang rendah terdapat di Desa Sanggung, Desa Tempel, Desa Sraten, dan Desa Geneng, Desa Klaseman, Desa Trosemi termasuk dalam kategori rendah. Desa Krajan termasuk dalam kategori sedang dan Desa Desa Luwang termasuk dalam kategori Tinggi. Sedangkan Desa Wironanggan, Desa Blimbing, dan Desa Trangsan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Dari uraian di atas diketahui bahwa setiap desa mempunyai jumlah penerima BLT yang berbeda. Perbedaan jumlah penerima BLT di setiap desa disebabkan oleh perbedaan jumlah keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Keberadaan keluarga miskin sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan yang diperoleh oleh keluarga tersebut. Jenis matapencaharian dan jam kerja berpengarruh langsung kepada jumlah pendapatan penduduk. Penduduk yang berprofesi sebagai buruh tani tentunya tidak akan mempunyai pendapatan yang lebih besar daripada karyawan swasta atau PNS. Hal ini disebabkan karena penghargaan untuk tenaga buruh yang lebih kecil dan jam kerja yang tidak menentu. Selain itu, tingkat pendidikan penduduk, dan jumlah anggota keluarga menjadi pemicu kemiskinan di Kecamatan Gatak. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup penduduk. Jumlah anggota keluarga dapat menjadi pemicu kemiskinan karena jumlah anggota keluarga yang besar tentunya memperbesar beban keluarga. Misalnya, pendapatan dalam 1 hari yang seharusnya cukup untuk 4 orang tetapi karena jumlah anggota keluarga 6 orang maka pendapatan tersebut menjadi kurang dan akhirnya menyebabkan kemiskinan. Untuk mengetahui perbandingan antara jumlah KK dan penerima BLT, maka dibuat Peta Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008. Peta tersebut diperoleh dengan cara meng-overlay Peta Persebaran Kepala Keluarga di Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta Persebaran Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. Alur pembuatan Peta dapat dilihat pada Gambar 3. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peta Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008
Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008
Overlay
Gambar 3. Alur pembuatan Peta Perbandingan Jumlah Penerima BLT dan Tidak Menerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 Berikut ini adalah hasil dari overlay di atas (Peta 9).
commit to user
71
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari Peta 9 diketahui terdapat 9 kategori (variasi ) antara jumlah KK dan penerima BLT. Variasi tersebut menjelaskan bahwa jumlah KK yang besar pada suatu desa tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah penerima BLT. Hanya 6 Desa yang berbanding lurus antara jumlah KK dan Penerima BLT. Berikut ini adalah 9 kategori (variasi) hasil overlay Peta Persebaran Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 yang tersaji dalam Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
No
Kategori
Desa
Jumlah Desa
1
Jumlah KK Sangat Rendah dan Penerima BLT Sangat Rendah
Kagokan, Jati
2
2
Jumlah KK Sangat Rendah dan Penerima BLT Rendah
Sanggung, Tempel, Klaseman, Trosemi
4
3
Jumlah KK Rendah dan Penerima BLT Sangat Rendah
Mayang
1
4
Jumlah KK Rendah dan Penerima BLT Rendah
Sraten, Geneng
2
5
Jumlah KK Rendah dan Penerima BLT Tinggi
Luwang
1
6
Jumlah KK Rendah dan Penerima BLT Sangat Tinggi
Wironanggan
1
7
Jumlah KK Sedang dan Penerima BLT Sedang
Krajan
1
8
Jumlah KK Tinggi dan Penerima BLT Sangat Tinggi
Blimbing
1
9
Jumlah KK Sangat Tinggi dan Penerima BLT Sangat Tinggi
Trangsan
1 14
Sumber : Peta Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2007 commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variasi perbandingan jumlah KK dan penerima BLT di atas disebabkan karena perbedaan luas, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin yang berbeda pada setiap desa. Tetapi, dalam pelaksanaan penyaluran BLT ada indikasi bahwa banyak penduduk yang memiskinkan diri agar memperoleh BLT. Selain itu, banyak terjadi kesalahan pada waktu pendataan penerima BLT tahun 2005. Menurut sumber yang dapat dipercaya, beberapa kesalahan tersebut disebabkan karena penguasaan petugas pendataan yang kurang dan sebagian lagi adalah pelanggaran prosedur pendataan.
2. Karakteristik Penerima BLT
Obyek penelitian adalah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada tahun 2008. Karakteristik penerima BLT diketahui dengan survei kepada penerima BLT di Kecamatan Gatak dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak cukup banyak yaitu 3.927 KK. Wawancara dan observasi tidak mungkin dilakukan kepada seluruh populasi. Oleh karena itu, penelitian menggunakan sampel untuk mengetahui karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dengan pertimbangan biaya dan waktu.
a. Luas Lantai Setiap Anggota Keluarga Luas bangunan yang dimiliki oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak antara 15 m2 sampai dengan 200 m2. Dalam kriteria penerima BLT disebutkan bahwa rumah tangga yang berhak menerima BLT maksimal memiliki bangunan 8 m2 untuk masing-masing anggota rumah tangga. Untuk memperoleh nilai luas lantai yang ditempati setiap anggota rumah tangga adalah dengan menggunakan rumus ;
Luas Lantai Setiap ART
Luas Bangunan Jumlah ART
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Dengan rumus di atas, dapat diketahui setiap anggota rumah tangga penerima BLT di Kecamatan Gatak menempati bangunan antara 5 m2 sampai dengan 200 m2 dengan rata-rata setiap anggota rumah tangga menempati bangunan sebesar 18,17 m2. Untuk lebih jelasnya, perhitungan luas lantai setiap anggota rumah tangga (ART) dapat dilihat pada lampiran 10. Jumlah RTS-BLT yang memenuhi kriteria dari segi luas bangunan yaitu 8 m2 ada 28 RTS yang layak dan 133 RTS yang tidak layak menerima BLT. Lahan di pedesaan masih luas dan harganya lebih murah. Hal ini menjadi faktor mengapa bangunan di pedesaan relatif besar dan setiap anggota rumah tangga dapat menempati bangunan lebih dari 8 m2. Sebagian besar bangunan yang ditempati oleh penerima BLT adalah bangunan yang tidak dibangun sendiri melainkan warisan dari orang tua. Banyak bangunan rumah yang dihuni lebih dari 1 keluarga
bahkan ada yang mencapai 4 keluarga. Walaupun bangunan rumah
mereka besar tetapi tidak sedikit yang kondisinya tidak cukup baik karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan renovasi.
b. Jenis Lantai Bangunan. Salah satu kriteria RTS layak BLT adalah jenis lantai bangunan. Jenis lantai bangunan yang dimaksud adalah jenis lantai mayoritas yang ada dalam bangunan tempat tinggal. Jenis lantai bangunan dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu; Kelas rendah apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murahan. Kelas sedang apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan tempat tinggal terbuat dari semen atau ubin. Kelas tinggi apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan tempat tinggal terbuat dari keramik atau marmer. Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL
Untuk mengetahui jenis lantai yang digunakan oleh penerima BLT di commit to user Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini;
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 15. Jenis Lantai yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Jumlah KK (%)
Jenis Lantai
1 Kelas Rendah
21
13,04
2 Kelas Sedang
139
86,34
3 Kelas Tinggi
1
0,62
161
100,00
Jumlah Sumber : Hasil Obeservasi
Jenis lantai bangunan rumah yang sesuai dengan kriteria RTS layak BLT yaitu jenis lantai bangunan yang sebagian besar terbuat dari tanah, bambu atau kayu murahan ( kelas rendah). Dari 161 responden, terdapat 21 responden yang memiliki bangunan dengan jenis lantai kelas rendah, untuk kelas sedang terdapat 139 bangunan dan 1 bangunan dengan kualitas atau kelas lantai tinggi. Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian besar bangunan lantainya terbuat dari semen atau ubin. Semen atau ubin yang digunakan adalah ubin dengan kualitas rendah dengan campuran semen yang sangat sedikit sehingga lantainya sangat lembab dan terkadang basah saat musim penghujan. Di Desa Geneng dan Krajan masih terdapat bangunan rumah yang lantainya terbuat dari tanah. c. Jenis Dinding Jenis dinding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mayoritas jenis dinding
yang
digunakan
oleh
penerima
BLT.
Jenis
dinding
tersebut
dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu; Kelas rendah apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa plester. Kelas menengah apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan commit to user tempat tinggal terbuat dari tembok dengan dilapisi cat atau tanpa cat.
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelas tinggi apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan tempat tinggal dilapisi dengan keramik atau material yang lebih tinggi. Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL Untuk mengetahui jenis dinding yang digunakan oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 16;
Tabel 16. Jenis Dinding yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Jenis Dinding
1 Kelas Rendah 2 Kelas Menengah 3 Kelas Tinggi Jumlah
Jumlah KK % 103
63,98
58
36,02
0
0,00
161
100,00
Sumber : Hasil Observasi
Sebagian besar dinding yang dimiliki oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak adalah dinding dengan kelas yang rendah sebanyak 103 bangunan. Dari bangunan dengan dinding kualitas rendah tersebut ada sebagian bangunan yang masih berupa tembok batu-bata dengan bahan perekat campuran tanah lempung dan pasir. Dinding bangunan yang lain adalah dinding dengan kualitas menengah yaitu sebanyak 58 bangunan. Sebagian besar dinding tersebut merupakan tembok yang belum di cat.
d. Fasilitas Buang Air Besar. Fasilitas buang air besar adalah kepemilikan sarana yang di gunakan penerima BLT dalam rangka membuang hajat. Sarana yang dimaksud adalah WC, kakus atau jamban. Kepemilikan fasilitas buang air besar dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini; commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 17. Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Fasilitas Buang Air Besar
Jumlah KK %
1 Punya
35
21,74
2 Bersama Keluarga Lain
52
32,30
3 Tidak Punya
74
45,96
161
100,00
Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 17 dapat diketahui sebanyak 35 KK (21,74 %) mempunyai fasilitas buang air besar sendiri. 52 KK (32,30 %) bersama keluarga lain yaitu keluarga yang biasa membuang hajat mereka dengan meminjam sarana buang hajat milik tetangga mereka. Sedangkan yang tidak punya fasilitas buang air sendiri sebanyak 74 KK (45,96 %) yaitu keluarga yang lebih memilih menggunakan sungai untuk membuang hajat. Fenomena ini disebabkan karena di Kecamatan Gatak terdapat banyak sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sehingga mereka lebih memilih untuk membuang hajat mereka di sungai daripada meminjam sarana buang air kepada tetangga atau membangun sarana sendiri.
e. Sumber Penerangan. Sumber penerangan adalah penerangan yang biasa digunakan oleh penerima BLT pada malam hari. Sumber penerangan tersebut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu menggunakan listrik dengan meteran, menggunakan listrik tanpa meteran dan tidak menggunakan listrik. Listrik bermeteran adalah menggunakan listrik dengan meteran sendiri atau secara resmi menjadi pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menggunakan listrik tanpa meteran adalah menggunakan listrik tetapi hanya ikut tetangga sehingga tidak menjadi pelangga PLN secara resmi. Sedangakan tidak mengunakan commit listrik to useradalah sumber penerangan yang
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selain listrik. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari lapangan mengenai sumber penerangan penerima BLT. Tabel 18. Sumber Penerangan Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Sumber Penerangan
Jumlah KK %
1 Menggunakan Listrik Dengan Meteran
72
44,72
2 Menggunakan Listrik Tanpa Meteran
87
54,04
2
1,24
161
100,00
3 Tidak Menggunakan Listrik Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 18 dapat diketahui sebagian besar penerima BLT sudah menggunakan listrik untuk penerangan baik yang sudah menggunakan meteran sendiri (72 KK (44.72 %))maupun yang belum menggunakan meteran (87 KK (54.04 %)). Sedangkan yang tidak menggunakan listrik terdapat 2 KK (1.24 %).
f. Sumber Air Minum. Sumber air minum adalah sumber atau asal air minum yang dikonsumsi setiap hari. Sumber air minum dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu; Kelas rendah apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air minum yang berasal dari sumur atau mata air yang tidak terlindung dan air hujan. Kelas menengah apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air minum yang berasal dari sumur terlindung atau mata air terlindung. Kelas tinggi apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air minum yang berasal dari air mineral jadi ( kemasan ) atau PDAM. Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 19. Sumber Air Minum Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Sumber Air Minum
Jumlah KK %
1 Kelas Rendah
84
52,17
2 Kelas Menengah
77
47,83
0
0,00
161
100,00
3 Kelas Tinggi Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Sumber air minum yang digunakan penerima BLT di Kecamatan Gatak pada umumnya berasal dari sumur, baik dari sumur terlindung (77 KK (47.83 %)) maupun dari sumur yang tidak terlindung (84 KK (52.17 %)). Kecamatan Gatak pada umumnya memiliki muka air tanah yang tidak terlalu dalam, sehingga warga lebih memilih air yang berasal dari sumur. Sumur terlindung yang di miliki oleh penerima BLT adalah sumur yang berada didalam rumah atau sumur yang berada di luar rumah dan air yang telah digunakan untuk aktifitas (mencuci, mandi, memasak, dll) tidak masuk kembali kedalam sumur sehingga air yang ada di dalam sumur tidak tercemar oleh limbah rumah tangga dan lebih sehat. Sedangkan sumur yang tidak terlindung adalah sumur yang berada di luar rumah dan air bekas aktifitas dapat masuk kembali kedalam sumur sehingga air sumur dapat tercemar oleh limbah rumah tangga dan kesehatan dari air sumur tersebut akan kurang terjaga.
g. Bahan Bakar untuk Memasak. Bakar bakar untuk memasak sehari-hari para penerima BLT adalah dengan menggunakan minyak tanah atau dengan kayu bakar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20;
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 20. Bahan Bakar untuk Memasak Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Bahan Bakar
Jumlah KK %
1 Gas / Elpiji
0
0,00
2 Listrik
0
0,00
161
100,00
161
100,00
3 Minyak Tanah / Kayu Bakar / Arang Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 20 diketahui seluruh penerima BLT menggunakan minyak tanah atau dengan kayu bakar yang lebih hemat dibandingkan menggunakan listrik atau gas. Kayu bakar sangat mudah untuk didapat di Kecamatan Gatak karena pepohonan dan ranting pohon masih melimpah dan mereka bisa memperoleh bahan bakar tersebut tanpa mengeluarkan biaya. Apabila menggunakan bakar bakar memasak selain kayu, mereka akan mengeluarkan biaya lebih untuk memasak. Selain kayu, bahan memasak yang digemari adalah minyak tanah. Minyak tanah dinilai cukup murah dan cukup praktis karena responden sudah memiliki kompor minyak tanah. Responden tidak menggunakan gas karena tidak punya modal untuk membeli kompor gas dan tabung gas yang harganya sangat tinggi untuk kelas ekonomi menengah kebawah.
h. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani. Protein hewani dalam penelitian ini adalah protein yang berasal dari daging, ayam, dan susu. Sebuah keluarga dinyatakan miskin dari segi kemampuan mengkonsumsi protein hewani apabila keluarga tersebut hanya mengkonsumsi protein hewani 1 kali atau kurang dalam 1 minggu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini; commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 21. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani (dalam 1 minggu) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Konsumsi Protein Hewani
Jumlah KK %
1 1 kali dalam 1 minggu
159
98,76
2 2 kali dalam 1 minggu
2
1,24
3 3 kali atau lebih dalam 1 minggu
0
0,00
161
100,00
Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa hampir seluruh penerima BLT ( 159 KK (98,76 %)) hanya dapat mengkonsumsi daging, ayam, atau susu sebanyak 1 kali atau kurang dalam 1 minggu. Penghematan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dilakukan dengan tidak mengkonsumsi protein hewani. Mereka lebih memilih protein nabati yang berupa tahu atau tempe atau sayuran dengan alasan lebih hemat dibandingkan dengan mengkonsumsi protein hewani. Telur ayam merupakan protein hewani yang sering di konsumsi. Telurtelur ayam ini mereka peroleh dari ayam yang mereka pelihara sendiri dengan jumlah yang tidak banyak. Hampir seluruh keluarga memiliki ayam yang diumbar sehingga mereka tidak memerlukan biaya dalam perawatan ayam-ayam yang responden miliki.
i. Kemampuan Membeli Pakaian. Pakaian merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi tetapi dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama. Yang dimaksudkan kemampuan membeli pakaian dalam penelitian ini adalah kemampuan membeli pakaian dalam kurun waktu 1 tahun oleh salah seorang anggota keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga dalam waktu satu tahun ada yang membeli pakaian, maka keluarga tersebut dinyatakan mampu memebeli pakaian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini; commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 22. Kemampuan Membeli Pakaian (dalam 1 tahun) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Kemampuan Membeli Pakaian
Jumlah KK %
1 1 stel pakaian dalam 1 tahun
160
99,38
2 2 stel pakaian dalam 1 tahun
0
0,00
3 3 stel pakaian atau lebih dalam 1 tahun
1
0,62
161
100,00
Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 22 diketahui hampir seluruh penerima BLT di Kecamatan Gatak hanya membeli 1 stel pakaian atau kurang dalam waktu satu tahun. Pakaian bukanlah menjadi barang yang sangat penting bagi penerima BLT. Kebutuhan akan pakaian di kesampingkan karena keterbatasan ekonomi dan mereka lebih suka menggunakan pakaian yang sederhana. Pakaian yang di beli oleh penerima BLT rata-rata adalah pakaian untuk anak-anak yang masih kecil atau seragam sekolah. Sedangkan orang tua memilih untuk tidak membeli pakaian dan memanfaatkan uang untuk kebutuhan seharihari. sedangkan penerima BLT yang membeli pakaian lebih dari 1 stel dalam 1 tahun adalah penerima BLT yang masih mempunyai anak balita yang mengharuskan membeli pakaian lebih dari 1 dalam waktu 1 tahun.
j. Konsumsi Makanan. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk mempertahankan hidupnya. Konsumsi makanan yang dimaksud adalah kegiatan memenuhi kebutuhan makanan yang dilakukan penerima BLT dalam waktu 1 hari. Di Indonesia, idealnya kegiatan makan dilakukan 3 kali dalam 1 hari. Untuk mengetahui kemampuan mengkonsumsi makanan dalam 1 hari oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini; commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 23. Kemampuan Makan (dalam 1 hari) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Konsumsi Makanan
Jumlah KK %
1 1 kali dalam 1 hari
2
1,24
2 2 kali dalam 1 hari
0
0,00
159
98,76
161
100,00
3 3 atau lebih dalam 1 hari Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Penerima BLT di Kecamatan Gatak pada umumnya mengkonsumsi makanan sebanyak 3 kali dalam sehari (159 KK (98,76)). Sebagian besar keluarga makan makanan seadanya atau tidak memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna. Sedangkan 2 KK (1,24 %) yang makan 1 kali dalam waktu 1 hari adalah mereka yang telah jompo sehingga kebutuhan dan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan berkurang. Jadi dapat dikatakan bahwa kemampuan memenuhi kebutuhan berupa makanan oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak sudah baik hanya saja kualitas makanannya yang sedikit kurang.
k. Kemampuan Berobat. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berharga dan vital dalam kehidupan. Apabila kesehatan terganggu maka segala aktifitas akan terganggu pula sehingga berobat untuk mendapatkan kesehatan kembali akan menjadi sangat penting dan sesegera mungkin harus terpenuhi. Dalam penelitian ini, kemampuan berobat adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan untuk berobat ke Puskesmas atau Poliklinik apabila ada salah seorang anggota keluarga ada yang sakit. Untuk mengetahui kemampuan berobat penerima BLT di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabel 24; commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 24. Kemampuan Berobat Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Kemampuan Berobat
1 Ya
Jumlah KK % 25
15,53
1
0,62
3 Ya, Dengan Jamkesmas
135
83,85
Jumlah
161
100,00
2 Tidak Mampu
Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 24 terdapat 25 KK (15,53 %) yang mampu memenuhi kebutuhan untuk berobat apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, 1 KK (0,62 %) tidak mampu, dan 135 KK (83,85 %) mampu berobat dengan layanan Jamkesmas. Sebagian besar dari KK yang menyatakan mampu untuk berobat adalah KK yang fanatik kepada seorang dokter. Sehingga apabila ada anggota keluarga yang sakit maka akan dibawa kepada dokter yang telah dipercaya karena sugesti yang diyakini yaitu apabila berobat ke dokter tersebut pasti akan segera sembuh. Sebagian lagi adalah KK yang sangat memperhatikan kesehatan dan tidak mempunyai kartu Jamkesmas sehingga mereka rela membayar untuk berobat ke puskesmas atau poliklinik. KK yang menyatakan tidak mampu untuk berobat adalah KK yang tidak mempunyai kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan benar-benar kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga lebih memilih obat tradisional atau dengan obat luar dibandingkan datang ke puskesmas. KK yang menyatakan mampu berobat dengan kartu Jamkesmas menempati jumlah yang tertinggi. Program Jamkesmas adalah jaminan kesehatan bagi keluarga miskin sehingga keluarga miskin mendapatkan layanan untuk mendapatkan pengobatan dengan murah. commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
l. Sumber dan Penghasilan Kepala Keluarga. Pendapatan atau penghasilan keluarga dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian yang di tekuni. Sumber mata pencaharian dalam penelitian ini adalah sumber penghasilan yang dimiliki oleh kepala keluarga. 1). Mata pencaharian Jenis mata pencaharian yang di tekuni oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak terdapat 5 jenis mata pencaharian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini; Tabel 25. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah KK %
1 Buruh
99
61,49
2 Petani
10
6,21
3 Pertukangan
9
5,59
4 Wiraswasta
26
16,15
3
1,86
6 Jompo / Tidak Bekerja
14
8,70
Jumlah
161
100,00
5 Karyawan Swasta
Sumber : Hasil Wawancara
Dari Tabel 25 diketahui lebih dari 50 % mata pencaharian penerima BLT di Kecamatan Gatak adalah buruh ( 99 KK (61,49 %). Yang termasuk dalam buruh dalam penelitian ini adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, buruh industri, dan serabutan (seseorang yang melakukan pekerjaan apa saja). Sebagian besar buruh di Kecamatan Gatak adalah buruh tani karena lahan pertanian di kecamatan ini masih luas. Di Desa Trangsan sebagian besar buruh adalah buruh industri yang bekerja di bidang kerajinan rotan dan di desa lain selain Desa Trangsan bekerja sebagai buruh bangunan. Pertukangan (9 KK (5,59 %)) dan Petani (10 KK (6,21 %)) adalah salah commit to user satu mata pencaharian penerima BLT di Kecamatan Gatak. Mereka dapat
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menerima BLT karena jumlah anggota keluarga mereka yang cukup banyak sehingga mereka menjadi miskin karena jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan wiraswasta (26 KK (16,65 %)) sebagian besar adalah pedagang kecil atau bidang kerajinan dan industri dengan luas usaha masih kecil dengan penghasilan yang relatif kecil. Sebagian lagi adalah penerima BLT yang bekerja sebagai Karyawan Swasta (3 KK (1,86 %)) dan Jompo (14 KK (8.70)) yang sudah tidak mampu lagi untuk bekerja.
2). Pendapatan Sesuai dengan kriteria RTS layak BLT yaitu pendapatan Kepala Keluarga yang kurang dari Rp. 600.000,00 perbulan, maka dalam penelitian ini membagi jumlah pendapat kepala keluarga menjadi 3 kelas yaitu; Kelas rendah yaitu apabila pendapatan kepala keluarga kurang dari Rp. 600.000,00 perbulan. Kelas
menengah
yaitu
apabila
pendapatan
kepala
keluarga
antara
Rp. 600.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00 perbulan. Kelas tinggi
yaitu apabila pendapatan kepala keluarga lebih dari
Rp. 1.000.000,00 perbulan. Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL
Tabel 26. Penghasilan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 Jumlah No Jumlah Penghasilan Kepala Keluarga KK % 1 < Rp. 600.000,00 2 Rp. 600.000,00 - Rp. 1.000.000,00 3 > Rp. 1000.000,00 Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
commit to user
134
83,23
27
16,77
0
0,00
161
100,00
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari Tabel 26 dapat diketahui hampir seluruh penerima BLT di Kecamatan Gatak mempunyai penghasilan lebih kecil dari Rp. 600.000,00 perbulan (134 KK). Berikutnya adalah penerima BLT dengan penghasilan Rp. 600.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00 perbulan (27 KK). Tingkat pendapatan atau penghasilan dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian yang di tekuni. Dari Tabel jenis matapencaharian terdapat 99 KK (61,49 %) dengan mata pencaharian sebagai buruh. Upah tenaga kerja terutama buruh di Kecamatan Gatak masih sangat rendah sehingga penghasilan buruh hanya sedikit. Apabila di kaitkan dengan tingkat pendapatan atau jumlah penghasilan kepala keluarga penerima BLT di Kecamatan Gatak maka, cukup pantas apabila penghasilan penerima BLT sedikit.
m. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan meningkatkan taraf hidupnya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan kepala keluarga penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini; Tabel 27. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
KK
Jumlah %
1 SD atau sederajat
38
23,60
2 SMP atau sederajat
49
30,43
3 SMA atau sederajat
29
18,01
0
0,00
45
27,95
161
100,00
4 Lebih tinggi dari SMA 5 Tidak Tamat SD Jumlah Sumber : Hasil Wawancaracommit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penerima BLT yang tidak tamat SD menempati urutan pertama yaitu 45 KK (27,95 %). Sebagian besar penerima BLT yang tidak tamat SD disebabkan mereka memang tidak mempunyai kesempatan untuk sekolah karena harus bekerja dan sebagian lagi karena tidak minat untuk sekolah. Sedangkan penerima BLT yang tamat SD terdapat 38 KK (23,60 %), tamat SMP terdapat 49 KK (30,43 %), dan tamat SMA terdapat 29 KK (18,01 %).
n. Barang Berharga atau Modal. Barang berharga atau barang modal dalam penelitian ini adalah barang berharga atau barang modal yang mempunyai nilai lebih dari Rp. 500.000,00. Untuk mengetahui barang berharga atau modal yang di miliki oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak dapat di lihat pada Tabel 28 berikut ini;
Tabel 28. Barang Berharga dan Barang Modal yang Dimiliki Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 No
Barang Berharga & Barang Modal
Jumlah KK %
1 Tabungan
0
0,00
24
80,00
3 Emas
0
0,00
4 Ternak
5
16,67
5 Barang Modal Lain
1
3,33
30
100,00
2 Sepeda Motor
Jumlah Sumber : Hasil Wawancara
Dari 161 responden dalam penelitian ini hanya 30 (18,63 %) responden yang memiliki barang berharga atau barang modal. Barang berharga atau modal tersebut adalah sepeda motor, ternak dan barang modal lain. KK yang menyatakan mempunyai sepeda motor sebanyak 24 KK(80,00 %), ternak sebanyak 5 KK (16,67 %), dan barang modal lain sebanyak 1 KK (3,33 %). commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil wawancara dan observasi mengenai karakteristik sosial ekonomi penerima BLT diolah dengan teknik tabulasi untuk mengetahui kelas sosial ekonomi penerima BLT dan dikelompokkan dengan teknik scoring. Setiap pertanyaan dari wawancara dan observasi diberi nilai atau skor berdasarkan pada Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL tahun 2005 yang dirilis oleh BPS. Skor untuk setiap karakteristik penilaian dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Skor Karakteristik Sosial Ekonomi RTS BLT Kriteria
A
B
C
D
E <= 8 m2/Art > 8 m2/Art
Jumlah
Jawaban No 1.
Luas Bangunan.
-
-
-
-
-
1
0
1
2.
Jenis Lantai Bangunan.
1
0
0
-
0
-
-
1
3.
Jenis Dinding
1
0
0
-
-
-
-
1
4.
Fasilitas Buang Air Besar.
0
1
1
-
-
-
-
1
5.
Sumber Penerangan.
0
1
1
-
-
-
-
1
6.
Sumber Air Minum.
1
0
0
-
-
-
-
1
7.
Bahan Bakar untuk Memasak.
0
0
1
-
-
-
-
1
8.
Konsumsi Protein Hewani.
1
0
0
-
-
-
-
9.
Kemampuan Membeli Pakaian.
1
0
0
-
-
-
-
1
10. Konsumsi Makanan.
0
0
1
-
-
-
-
1
11. Kemampuan Berobat.
0
1
1
-
-
-
-
1
1
0
0
-
-
-
-
1
1
0
0
0
1
-
-
1
0
0
0
0
0
-
-
1
12.
Sumber dan Penghasilan Kepala Rumah Tangga.
13. Tingkat Pendidikan 14.
Barang Berharga atau Modal.(*) Jumlah
14
Keterangan: 1. Skor setiap kriteria hanya bernilai satu point. 2. Tanda (*) jawaban bisa lebih dari satu, tetapi apabila tidak diisi maka skor diberi nilai 1. commitLapangan to user KSK/PKSK dan PCL Sumber : Pedoman Pelaksanaan
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dilakukan scoring (Hasil Scoring dapat dilihat pada lampiran 11), kemudian dikelompokkan dalam 4 kelas berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yaitu tidak miskin, hampir miskin, miskin, dan sangat miskin dengan ketentuan seperti berikut ini: 1. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 8 poin atau kurang, maka termasuk dalam keluarga tidak miskin 2. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 9 poin sampai dengan 10, maka termasuk dalam keluarga hampir miskin. 3. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 11 poin sampai dengan 12 poin, maka termasuk dalam keluarga miskin. 4. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 13 poin atau lebih, maka termasuk dalam keluarga sangat miskin. Untuk mengetahui jumlah pada masing-masing kelas dapat dilihat pada Tabel 30.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Sanggung Kagokan Blimbing Krajan Geneng Jati Trosemi Luwang Klaseman Tempel Sraten Wironanggan Trangsan Mayang JUMLAH %
Tidak Miskin
Desa
Hampir Miskin
No
Miskin
Tabel 30. Klasifikasi Keluarga Miskin Sesuai RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 Klasifikasi
1 9 3 1 9 3 3 2 8 1 5 5 4 2 3 2 4 5 1 4 5 1 6 4 5 1 7 1 3 9 2 1 6 5 4 3 2 7 3 1 10 0 30 67 64 18,634 41,615 39,752 commit to user Sumber : Pengolahan data hasil wawancara dan observasi
Jumlah 13 13 13 11 9 11 10 11 13 13 9 12 12 11 161 100
91
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari 161 responden di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %). Dari Peta 10 diketahui bahwa banyak KK yang tidak miskin yang mendapatkan BLT pada tahun 2008. Semua desa terdapat penerima BLT yang tidak miskin kecuali Desa Mayang. Penerima BLT yang tidak miskin yang terbesar terdapat di Desa Tempel dan Desa Blimbing. Sedangkan yang terkecil adalah Desa Mayang. Hal ini disebabkan karena data yang digunakan untuk menentukan RTS layak BLT adalah data tahun 2005. Padahal dalam kurun waktu 3 tahun perubahan tingkat ekonomi sangat mungkin terjadi dan jumlah keluarga miskin juga berubah pada setiap desa. Selain itu, pada waktu pendataan pada tahun 2005 terdapat beberapa kesalahan yang diakibatkan dari penguasaan materi petugas pendataan. Banyak kriteria yang dinilai tidak berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL sehingga jumlah penduduk miskin menjadi banyak.
3. Efektivitas Penyaluran BLT
Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil. Efektivitas penyaluran BLT adalah ketepatsasaran BLT yaitu kesesuaian antara penerima BLT dengan kriteria RTS layak BLT yang terdiri dari 14 kriteria. Dalam penyaluran BLT, bantuan diserahkan kepada kepala keluarga sebagai penanggungjawab keluarga. Menurut pejabat pemerintah desa setempat, terdapat beberapa Kepala Keluarga yang meninggal dunia sehingga nama penanggungjawab atas bantuan tersebut tidak sesuai dengan data penerima BLT. Pasca pendataan tahun 2005, terdapat beberapa KK yang terdaftar sebagai KK baru setelah tahun 2005 dan seharusnya layak mendapatkan BLT tetapi tidak mendapatkan BLT karena tidak terdaftar pada pendataan KSK/PKSK dan PCL tahun 2005. commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebelum penyaluran BLT tahun 2008, pemerintah tidak melakukan pendataan lagi seperti yang dilakukan pada tahun 2005. Sehingga jumlah penerima BLT pada tahun 2008 sama dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005 yaitu 3.927 KK. Nilai tersebut tentunya tidak sesuai dengan keadaan penduduk yang sebenarnya, karena tingkat sosial ekonomi masyarakat dalam kurun waktu 3 tahun bisa berubah, baik berubah menjadi lebih baik maupun menjadi lebih buruk. Ketidaksesuaian status ekonomi dapat dilihat dari karakteristik sosial ekonomi yang terangkum dalam data tingkat sosial ekonomi penerima BLT tahun 2008. Keluarga yang layak menerima BLT adalah keluarga yang termasuk dalam kelas keluarga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Atas dasar tersebut, maka penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat diklasifikasikan menjadi RTS layak BLT dan RTS tidak layak BLT seperti pada Tabel 31.
Tabel 31. Klasifikasi RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Desa
Layak BLT
(%)
Tidak Layak BLT
(%)
Sanggung 10 76,92 3 23,08 Kagokan 10 76,92 3 23,08 Blimbing 5 38,46 8 61,54 Krajan 6 54,55 5 45,45 Geneng 6 66,67 3 33,33 Jati 6 54,55 5 45,45 Trosemi 5 50,00 5 50,00 Luwang 7 63,64 4 36,36 Klaseman 6 46,15 7 53,85 Tempel 4 30,77 9 69,23 Sraten 3 33,33 6 66,67 Wironanggan 9 75,00 3 25,00 Trangsan 9 75,00 3 25,00 Mayang 11 100,00 0 0,00 JUMLAH 97 60,25 64 39,75 Sumber : Pengolahan datacommit hasil wawancara dan observasi to user
Jumlah 13 13 13 11 9 11 10 11 13 13 9 12 12 11 161
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
RTS layak BLT adalah RTS yang termasuk dalam kelompok Keluarga Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin. Sedangkan RTS tidak layak BLT adalah RTS yang tidak termasuk dalam kelompok Keluarga Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin. Dari hasil penelitian kepada 161 responden, terdapat 97 KK yang layak BLT dan 64 KK yang tidak layak BLT. Dari Tabel 31 dapat diketahui jumlah RTS-layak BLT sebanyak 97 KK (60,25 %) dan RTS tidak layak BLT sebanyak 64 KK (39,75 %). Banyaknya jumlah RTS yang tidak layak BLT disebabkan karena perubahan status ekonomi sebagian penerima BLT tersebut, padahal KK tersebut masih terdaftar sebagai RTS layak BLT sehingga walaupun status ekonomi KK tersebut meningkat dan sudah tidak layak menerima BLT tetapi masih tetap menerima BLT. Jumlah RTS tidak layak BLT yang cukup banyak tersebut mengindikasikan ketidaksesuaian penyaluran BLT. Untuk mengetahui persebaran RTS layak BLT dan RTS tidak layak BLT maka dibuat Peta Kelayakan Penerima BLT Tahun 2008 seperti pada Peta 11.
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Dari Peta 11 dapat diketahui jumlah penerima BLT yang tidak layak di Kecamatan Gatak yang paling tinggi terdapat di Desa Tempel dan Desa Blimbing. Hanya Desa Mayang yang seluruh penerima BLT-nya layak mendapatkan BLT. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keluarga yang seharusnya tidak menerima BLT tetapi menerima BLT. Hal ini disebabkan karena tidak ada pembaharuan data penerima BLT pada tahun 2008. Padahal kurun waktu 3 tahun adalah kurun waktu yang cukup lama dan perubahan status ekonomi penduduk dapat berubah. Selain itu, banyak pihak yang meragukan kevalidan data penerima BLT pada tahun 2005 karena pendataan yang kurang efektif. Dalam penyaluran BLT terdapat ketidaksesuaian status ekonomi penerima BLT dengan ketentuan RTS BLT. Sehingga dalam penyaluran BLT tersebut menimbulkan kecemburuan sosial dalam masyarakat seperti yang terjadi pada penyaluran BLT pada tahun 2005. Untuk mengatasi hal tersebut pada setiap Rt mengadakan musyawarah mengenai prosedur pembagian BLT di Rt masingmasing. Hasil musyawarah antara Rt satu dengan Rt yang lain berbeda-beda sesuai dengan kebijakan masyarakat setempat. Kebijakan yang diambil oleh masyarakat melalui musyawarah RT tersebut adalah; 1) Setiap penerima BLT dipotong beberapa persen sesuai dengan kesepakatan untuk dikumpulkan dan kemudian dari hasil tersebut dibagi kepada KK yang dirasa kurang mampu dan pantas mendapatkan BLT. 2) Setiap penerima BLT menyisihkan beberapa rupiah secara suka rela dan dikumpulkan untuk dibagi lagi kepada KK yang dirasa kurang mampu dan pantas mendapatkan BLT. Kebijakan ini cukup tepat dilaksanakan untuk menghindari kecemburuan sosial. Tapi kebijakan ini tidak sesuai dengan ketentuan BLT. Realita prosedur penyaluran BLT tersebut mengindikasikan bahwa dalam penerima BLT tidak sesuai dengan kriteria penerima BLT. Kesesuaian penerima BLT terhadap kriteria penerima BLT dapat diketahui dari data kelayakan penerima BLT dengan asumsi besarnya prosentase penerima BLT yang layak menerima BLT. Besarnya prosentase jumlah penerima BLT yang layak menerima BLT mengindikasikan tingkat keseasuian yang tinggi. Prosentase to user jumlah penerima BLT yang layakcommit BLT kecil mengindikasikan tingkat kesesuaian
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang kecil. Asumsi ini yang menjadi dasar dalam menentukan tingkat kesesuaian penerima BLT terhadap krieria penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008. Jumlah Penerima BLT diperoleh dari data kelayakan penerima BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak dengan sampel sebanyak 161 responden. Prosentase jumlah penerima BLT yang layak menerima BLT dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Jumlah Penerima BLT yang Layak Menerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. No
Desa
1 Sanggung 2 Kagokan
Penerima BLT Jumlah Layak BLT KK KK % 13 10 76,92 13 10 76,92
3 Blimbing
13
5
38,46
4 Krajan 5 Geneng
11 9
6 6
54,55 66,67
6 Jati
11
6
54,55
7 Trosemi 8 Luwang
10 11
5 7
50,00 63,64
9 Klaseman
13
6
46,15
10 Tempel 11 Sraten
13 9
4 3
30,77 33,33
12 Wironanggan
12
9
75,00
13 Trangsan 14 Mayang
12 11
9 11
75,00 100,00
161
97
60,25
JUMLAH
Sumber : Peta Kelayakan Penerima Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 Dari Tabel 32 diketahui prosentase terkecil penerima BLT yang layak menerima BLT terdapat di Desa Tempel (30,77%) sedangkan yang terbesar adalah di Desa Mayang yaitu 100%. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian penerima BLT dengan kriteria penerima BLT pada setiap desa, maka dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai commit to user dengan menggunakan rumus seperti berikut:
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: i = Kelas Interval Diketahui : Kelas tertinggi
= 100,00
Batas bawah
= 30,77
Jumlah Kelas
=3
Kelas interval adalah:
Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas efektivitas dapat di lihat seperti berikut ini: Sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak menerima BLT antara 30,77% – 53,85% Cukup sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak menerima BLT antara 53,86% – 76,93% Tidak Sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak menerima BLT antara 76,94% – 100,00%
Berdasarkan asumsi dan perhitungan untuk menentukan efektivitas di atas maka dapat dibuat Peta Kesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008. Untuk mengetahui persebaran Kesesuaian penerima BLT terhadapa kriteria penrima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Peta 12.
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
Dari Peta 12 dapat diketahui bahwa Desa Mayang adalah desa yang termasuk dalam kategori Sesuai dalam penyaluran BLT tahun 2008. Desa yang termasuk dalam kategori cukup sesuai sebanyak 8 desa yaitu Desa Sanggung, Desa Kagokan, Desa Krajan, Desa Geneng, Desa Jati, Desa Luwang, Desa Wironanggan, dan Desa Trangsan. Desa yang termasuk dalam kategori tidak sesuai sebanyak 5 desa yaitu Desa Blimbing, Desa Trosemi, Desa Klaseman, Desa Tempel, dan Desa Sraten. Dari ulasan di atas, di Kecamatan Gatak terdapat 1 desa yang termasuk dalam kategori sesuai, 8 desa termasuk dalam kagetori cukup sesuai, dan 5 desa termasuk dalam kategori tidak sesuai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 cukup sesuai karena sebagian besar desa (57,14%) di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori cukup sesuai. Efektivitas penyaluran BLT dalam arti penyaluran BLT yang menyasar kepada keluarga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin dapat diketahui dengan cara membandingkan kriteria keluar miskin dengan 14 kriteria penilaian penerima BLT dan konsep keluarga miskin menurut BPS. Konsep ini berdasarkan pada kecukupan jumlah kalori per orang perhari. Untuk membandingkan penerima BLT yang sesuai dengan kriteria BLT dan konsep kemiskinan menurut BPS maka diperlukan data tambahan. Indikator yang digunakan sebagai pembanding adalah pendapatan anggota keluarga (jumlah pemasukan seluruh anggota keluarga dikurangi pengeluaran medis dan pendidikan seluruh anggota keluarga) dibandingkan dengan kecukupan jumlah kalori yang dapat terpenuhi dari pendapatan tersebut. Sampel untuk data tambahan diambil dari 3 desa yang termasuk dalam kategori sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai (kesesuaian penerima BLT dengan kriteria penerima BLT) yaitu Desa Mayang, Desa Jati, dan Desa Klaseman. Maksud dari pengambilan data tambahan dari 3 desa tersebut adalah agar data yang diperoleh dapat mewakili populasi. Data tambahan yang telah diperoleh dapat dilihat pada lampiran 13. Dari data yang telah diperoleh maka dilakukan penghitungan pendapatan commit user(hasil penghitungan dapat dilihat setiap anggota keluarga dalam waktu 1 to bulan
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada Lampiran 14). Hasil penghitungan dalam lampiran 14 diketahui pendapatan tertinggi adalah Rp. 900.000,00 dan pendapatan terendah adalah Rp. 0,00 atau tidak punya pendapatan sama sekali. Kelas sosial ekonomi dapat diketahui dari nilai tukar rupiah terhadap bahan makanan pokok (jumlah kalori yang dapat terpenuhi). Menurut BPS (www.kompensasi.info, 20 Oktober 2008), Keluarga hampir miskin adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 2.100 sampai 2.300 kalori per orang perhari, keluarga miskin adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 1.900 sampai 2.100 kalori per orang perhari, dan keluarga sangat miskin adalah keluarga yang hanya mampu memenuhi kebutuhan kalori kurang dari 1.900 kalori per orang perhari. Kebutuhan kalori dikonver menjadi nilai tukar rupiah terhadap kebutuahan pokok (beras). Kebutuhan 1.900 kalori per orang perhari setara dengan 0,876712 Kg beras per orang per hari (1 kalori = 0,00046142754 Kg beras). Diasumsikan bahwa harga beras pada bulan Juni 2010 adalah Rp. 5.600,00 maka klasifikasi keluarga miskin dapat dilihat pada Tabel 33:
Tabel 33. Perhitungan Jumlah Kalori dengan Nilai Tukar Rupiah
No
Klasifikasi
1 Sangat Miskin
Kemampuan
Pendapatan
Kalori
Rp.
<1.900
<
149.333,33
2 Miskin
1.900 - 2.100
149.333,34 -
165.052,63
3 Hampir Miskin
2.100 - 2.300
165.052,64 -
180.771,93
>
180.771,94
4 Tidak Miskin
>2.300
Sumber : Asumsi Klasifikasi kemiskinan pada Tabel 33 kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan tingkat sosial ekonomi penerima BLT. Data tambahan yang diambil dari 3 desa dikombinasikan dengan klasifikasi kemiskinan berdasarkan kemampuan memenuhi kalori dalam satu hari. Hasil dari perhitungan dapat dilihat commit to user pada Tabel 34 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
102 digilib.uns.ac.id
Tabel 34. Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kecukupan Jumlah Kalori Pendapatan Per Nama Responden Orang Per Bulan Klasifikasi Rp Reso Suto 492.500,00 Tidak Miskin Murtiono 391.000,00 Tidak Miskin Wardoyo Total 187.645,83 Tidak Miskin Ngadisah 297.500,00 Tidak Miskin Atmo Suminto 492.500,00 Tidak Miskin Teguh Wiyono 412.500,00 Tidak Miskin Sakiman 230.937,50 Tidak Miskin Prawiro Sari 418.750,00 Tidak Miskin Lugiyem 520.000,00 Tidak Miskin Arjo Suwito 344.062,50 Tidak Miskin Suyono 216.666,67 Tidak Miskin Suliyem 400.000,00 Tidak Miskin Jati Raharjo - Sangat Miskin Margiyem 900.000,00 Tidak Miskin Suprapto 725.000,00 Tidak Miskin Maryono 865.233,33 Tidak Miskin Mangun Diharjo 500.000,00 Tidak Miskin Endar 512.500,00 Tidak Miskin Suto - Sangat Miskin Kismo Sumarto 379.166,67 Tidak Miskin Muhammad Sidik 286.805,56 Tidak Miskin Nanang Setyo Budi 140.833,33 Sangat Miskin Salamun 336.904,76 Tidak Miskin Sriyono 210.416,67 Tidak Miskin Sajiyoto 250.000,00 Tidak Miskin Somo Tani 250.000,00 Tidak Miskin Kustimantoko 363.333,33 Tidak Miskin Panut - Sangat Miskin Sartono - Sangat Miskin Ngadimin 516.666,67 Tidak Miskin Suwarno 303.000,00 Tidak Miskin Siswo Diyono 300.000,00 Tidak Miskin Rajiman 411.041,67 Tidak Miskin Jiman 250.416,67 Tidak Miskin Supanto 176.666,67 Hampir Miskin commit to user Sumber : Wawancara tahun 2010
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan pada Tabel 34 hampir semua penerima BLT adalah penduduk yang tidak miskin yaitu 29 KK (82,86 %), hampir miskin sebanyak 1 KK (2,86 %), miskin sebanyak 0 KK (0,00 %), dan sangat miskin sebanyak 5 KK (14,29 %). Apabila dinyatakan dengan layak atau tidak layak menerima BLT maka, 29 KK (82,86 %) tidak layak menerima BLT dan 6 KK (17,14 %) layak menerima BLT. Berikut ini adalah perbandingan kelas sosial ekonomi berdasarkan klasifikasi keluarga miskin menurut kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori (Tabel 35). Tabel 35. Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kriteria Penerima BLT dan Jumlah Kalori
2
Jumlah Kalori
1
Kriteria Penerima BLT
No Dasar
Klasifikasi Tidak Miskin Hampir Miskin
Mayang KK % 0
Desa Klaseman KK %
Jati KK
%
0,00
7 53,85
5 45,45
11 100,00
3 23,08
4 36,36
Miskin
0
0,00
3 23,08
2 18,18
Sangat Miskin
0
0,00
0
0
0,00
0,00
Jumlah
11 100,00
13 100,00
11 100,00
Tidak Miskin
11 100,00
10 76,92
8 72,73
Hampir Miskin
0
0,00
0
0,00
1
9,09
Miskin
0
0,00
0
0,00
0
0,00
Sangat Miskin
0
0,00
3 23,08
2 18,18
11 100,00
13 100,00
11 100,00
Jumlah
Sumber : Wawancara dan Observasi
Dari Tabel 35 dapat diketahui bahwa di Desa Mayang berdasarkan kriteria penerima BLT terdapat 11 KK (100,00 %) hampir miskin sedangkan berdasarkan kecukupan jumlah kalori terdapat 11 KK (100,00 %) tidak miskin. Berdasarkan kriteria penerima BLT di Desa Klaseman terdapat 7 KK (53,85 %) tidak miskin, 3 to %) userKK miskin sedangkan berdasarkan (23,08 %) KK hampir miskin, dancommit 3 (23,08
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
kecukupan jumlah kalori terdapat 10 KK (76,92 %) tidak miskin dan 3 KK (23,28 %) sangat Miskin. Berdasarkan kriteria penerima BLT di Desa Jati terdapat 5 KK (45,45 %) tidak miskin, 4 KK (36,36 %) hampir miskin, dan 2 KK (18,18 %) miskin sedangkan berdasarkan kecukupan jumlah kalori terdapat 8 KK (72,73 %)tidak miskin, 1 KK (9,09 %) hampir miskin, dan 2 KK (18,18 %) sangat miskin. Dari data tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara klasifikasi keluarga miskin berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori. Hal ini disebabkan karena perbedaan indikator dari 2 klasifikasi tersebut. Indikator yang digunakan untuk klasifikasi keluarga miskin berdasarkan kriteria penerima BLT terdapat 14 kriteria. Secara garis besar indikator tersebut mewakili penghasilan KK, kecukupan kebutuhan makanan, sandang, papan, sarana / fasilitas, dan kepemilikan barang berharga. Untuk penghasilan hanya sebatas penghasilan KK saja yang diperhitungkan sehingga pemasukan dari anggota keluarga tidak termasuk. Dengan demikian jumlah pendapatan tersebut akan sangat berkurang banyak dan keluarga tersebut akan terkesan sebagai keluarga miskin padahal tidak miskin. kepemilikan rumah, fasilitas, dan barang berharga seharusnya diketahui asalnya. Misalnya rumah yang bagus dengan lantai keramik atau rumah besar belum tentu adalah hasil dari pendapatan keluarga tersebut mungkin bisa berasal dari hibah atau pemberian keluarga lain. Padahal keluarga tersebut sebenarnya adalah keluarga miskin yang pantas menerima BLT. Jadi indikator ini perlu dikaji lebih lanjut agar sasaran BLT tepat pada keluarga yang tepat dan sesuai dengan tujuan BLT. Berdasarkan kemampuan mencukupi kebutuhan kalori setiap anggota keluarga adalah konsep yang tepat dalam menentukan kelas sosial ekonomi. Karena apabila sebuah keluarga telah memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dalam hal ini adalah kecukupan kalori, maka kelarga tersebut akan mempunyai sisa pendapatan yang dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain (selain kebutuahn dasar). Misalnya, keluarga yang telah mencukupi kebutuhan kalori dan mendapatkan sisa penghasilan maka akan sangat mungkin keluarga commitdengan to user membeli atau memilki fasilitastersebut meningkatkan kualitas hidup
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
fasilitas penunjang yang lengkap dan mungkin akan memilki barang berharga. Indikator yang digunakan dalam menentukan kelas sosial ekonomi adalah jumlah pendapatan seluruh angota keluarga dikurangi jumlah pengeluaran pendidikan dan medis (perawatan secara berkala). Sisa dari pendapatan setelah dikurangi biaya pendidikan dan medis kemudian dibagi jumlah seluruh anggota keluarga (baik yang produktif maupun yang tidak produktif) dan hasilnya adalah pendapatan untuk setiap anggota keluarga. Pendapatan setiap anggota tersebut kemudian dihitung apakah telah memenuhi kebutuhan minimal kalori dalam waktu satu hari. Apabila telah tercukupi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga tidak miskin, apabila belum mencukupi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga miskin. Berdasarkan indikator keluarga miskin menurut kecukupan jumlah kalori penyaluran BLT akan lebih tepat dan akan sesuai dengan tujuan BLT. Dari Tabel 36 diatas dapat diketahui jumlah keluarga yang layak menerima BLT menurut kecukupan jumlah kalori terdapat 6 KK dari 35 KK. Untuk mengetahui nilai efektivitas penyaluran BLT digunakan rumus sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan diatas, tingkat efektivitas penyaluran BLT dinyatakan tidak efektif karena nilai efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan commit to user Gatak tahun 2008 kurang dari 50%.
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada Bab IV maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan jumlah penerima BLT di setiap desa persebaran Penerima BLT di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori rendah. Banyak sedikitnya jumlah penerima BLT di setiap desa berdasarkan jumlah keluarga miskin dan jumlah keluarga (jumlah KK) yang dimiliki setiap desa. Jumlah KK yang besar pada berpengaruh pada jumlah keluarga miskin yang terdapat pada desa tersebut. 2. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %). 3. Efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 berdasarkan perbandingan jumlah keluarga yang layakmenerima BLT menurut kriteria penerima BLT dan menurut kecukupan jumlah kalori terdapat perbedaan yang signifikan yaitu 23 KK (65,71%) dan 6 KK (14,14 %). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 kurang tepat sasaran atau kurang efektif.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat diajukan implikasi sebagai berikut: 1. Dapat digunakan untuk pengembangan pembelajaran geografi mengenai antroposfer dan aspek kependudukan Kelas IX IPS semester I. 2. Untuk lembaga pemerintah tingkat desa khususnya di Kecamatan Gatak dapat dijadikan gambaran mengenai persebaran penerima BLT dan tingkat efekfivitas penyaluran BLT tahun 2008 pada setiap desa. Tingkat efektivitas commit to user karakteristik penerima BLT dan penyaluran BLT dipengarui oleh kesesuaian
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kriteria yang digunakan untuk menentukan RTS layak BLT yaitu penduduk hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Dari hasil penelitian diketahui terdapat beberapa desa yang tidak efektif dan cukup efektif. Desa yang termasuk dalam kategori tidak efektif dan cukup efektif sebaiknya melakukan pendataan ulang berkaitan dengan penduduk miskin. Dari pendataan tersebut diharapkan dapat membantu perencanaan program-program pengentasan kemiskinan agar lebih tepat sasaran dan dapat menentukan prioritas pelaksanaan sesuai dengan tujuannya. Rekomendasi pendataan ulang penduduk miskin dapat dilihat pada Peta 13.
C. Saran
1.
Indikator yang digunakan dalam menentukan keluarga miskin perlu ditinjau kembali agar data penduduk miskin lebih valid.
2.
Pihak lembaga pemerintahan tingkat desa maupun tingkat kecamatan perlu menyajikan informasi yang berupa data (tulisan maupun angka) ke dalam bentuk peta agar semua informasi tersebut lebih mudah untuk dipahami karena dengan peta bisa diketahui distribusi spasial dari informasi tersebut.
3.
Pendataan penduduk miskin sebaiknya tidak hanya dilakukan BPS saja tetapi hendaknya pemerintahan desa mengadakan pendataan penduduk miskin secara berkala dengan periode waktu yang lebih singkat. Sehingga apabila ada penyaluran bantuan untuk pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran sesuai dengan prioritas dan tujuan bantuan tersebut.
4.
Penelitian ini masih memiliki kelemahan yaitu populasi dari penelitian ini hanya penerima BLT. Penduduk miskin yang menjadi objek penelitian hanyalah penduduk miskin yang tercatat sebagai penerima BLT. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai penduduk miskin atau
kemiskinan
untuk
pembanding
kemiskinan yang lain. commit to user
dengan
program
pengentasan
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user