Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
ANALISIS KEBIJAKAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN PESISIR Ode Siti Andini Ladamay, Maria Anityasari, Budisantoso Wirjodirdjo Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Fluktuasi dan ketidakstabilan harga minyak dunia serta pengaruh krisis ekonomi global memberikan tekanan besar kepada perekonomian Indonesia. Sebagai bentuk langkah penyesuaian terhadap harga minyak dunia dan pengurangan beban besaran subsidi, pemerintah pada akhirnya harus menaikkan harga BBM. Kenaikan tersebut berpengaruh besar pada hampir semua sektor, karena memicu peningkatan biaya produksi dan operasional. Salah satu kelompok masyarakat yang memperoleh dampak langsung dari kenaikan harga BBM adalah masyarakat nelayan pesisir. Nelayan adalah komunitas dengan tingkat pendapatan terendah dibandingkan sektor usaha lain. Salah satu tindakan pemerintah untuk meredam gejolak itu adalah dengan menggunakan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dalam penelitian ini akan dilakukan suatu analisis kefektivitasan kebijakan BLT menggunakan sebuah instrumen pemodelan dinamis yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan dimana model tersebut mampu memberikan peringatan dini (early warning) atas dampak kebijakan penentuan harga BBM dalam usaha untuk mengantisipasi terjadinya penurunan tingkat pendapatan kelompok masyarakat nelayan pesisir. Setelah dilakukan validasi, didapatkan kesimpulan bahwa, Pada level harga BBM saat ini (premium Rp 4500,-), kesejahteraan masyarakat nelayan cukup rendah. Adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp. 100.000 tidak signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan. Salah satu solusinya adalah dengan diberikannya subsidi BBM sekitar 28% atau Rp.1.000 agar nelayan tetap dapat mencukupi kebutuhan hidupnya untuk harga saat ini. Kata kunci: BLT, Sistem Dinamik, Nelayan Pesisir.
PENDAHULUAN Permintaan minyak dunia telah meningkat cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan fluktuasi harga yang tidak terkendali. Fenomena fluktuasi harga minyak dunia ini bisa dicermati dalam 10 tahun tahun terakhir. Pada tahun 2007, kondisi ini semakin parah dengan tingkat kenaikan yang sangat tajam, melewati angka US$ 100 per barel, bahkan hampir menyentuh US$140 per barel pada Juni 2008 (Yusgiantoro, 2008). Walaupun tingkat permintaan minyak dunia di 20082009 sempat menurun akibat resesi global yang dipicu oleh melemhanya perekonomian Amerika Serikat, penurunan ini tertutupi oleh meningkatnya konsumsi minyak dari negara–negara seperti Cina, Amerika Latin, India, dan Timur Tengah selama kurun waktu tersebut (Sunarsip, 2008). Gejolak harga minyak mentah dunia dan krisis ekonomi global inilah yang kemudian berpengaruh pada turunnya kondisi ekonomi Indonesia sehingga pemerintah melakukan upaya penyelamatan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) melalui kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) (Bappenas,
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
2008) terhadap harga di luar negeri. Naiknya harga BBM berpengaruh besar pada seluruh sektor, terutama pada turunnya tingkat penghasilan yang diterima. Karenanya, pengaruh kenaikan BBM pada permasalahan kesejahteraan kelompok masyarakat menjadi sangat penting untuk diangkat dalam penelitian. Jumlah masyarakat prasejahtera yang berada dibawah garis kemiskinan berdasarkan data Biro Pusat Statistik Prop. Jatim (2009) mencapai 35 juta orang atau sekitar 15,4% dari jumlah total penduduk Indonesia. Kelompok masyarakat ini memperoleh dampak langsung dari kenaikan harga BBM, khususnya masyarakat nelayan pesisir, dimana BBM merupakan komponen penting dalam kegiatan operasional mereka yang pada akhirnya berpengaruh pada harga jual hasil laut. Di sisi lain, kenaikan biaya operasional tidak diimbangi oleh peningkatan daya beli. Nelayan adalah komunitas dengan tingkat pendapatan terendah dibandingkan sektor usaha lain (BPS Jatim, 2008). Sebagai konsekuensi dari kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri yang ditetapkan stabil, lebih rendah dan tidak mengikuti harga minyak mentah di pasaran internasional maka kenaikan harga minyak mentah dunia mengakibatkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin berat karena pemerintah harus melakukan subsidi. Disisi lain, realitas subsidi BBM justru salah sasaran karena lebih banyak dinikmati oleh kelompok berpendapatan menengah dan atas, yaitu sekitar 20% masyarakat kelompok terkaya menikmati hampir 50% subsidi BBM. Sementara 20% masyarakat termiskin hanya menikmati 5,15% subsidi BBM. Selain itu dengan semakin besarnya subsidi BBM mengakibatkan berbagai program untuk masyarakat miskin menjadi tidak mungkin dilaksanakan (Bappenas, 2009). Kenaikan harga BBM selama ini justru memberikan dampak bagi masyarakat miskin yang rentan ketahanan ekonominya. Harga bahan dasar kebutuhan hidup meningkat tajam sedangkan pendapatan tidak beranjak sehingga daya beli menurun. Untuk mengurangi beban masyarakat miskin, maka salah satu program pemerintah adalah pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Besarnya BLT adalah Rp.100.000 per bulan per rumah tangga sasaran. Bentuk uang tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga BBM (Bappenas, 2009). Penelitian ini akan melakukan kajian analisis efektivitas kebijakan BLT menggunakan sebuah instrumen pemodelan dinamis. Hasil kajian dapat digunakan oleh pembuat kebijakan sebagai bentuk peringatan dini (early warning) atas dampak kebijakan penentuan harga BBM dalam usaha untuk mengantisipasi terjadinya penurunan tingkat pendapatan kelompok masyarakat nelayan pesisir. PENYUSUNAN MODEL SISTEM DINAMIK Model dibuat untuk menganalisis evektifitas dari BLT dan pengaruh perubahan harga BBM terhadap pendapatan masyarakat nelayan pesisir. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 81.000 km garis pantai, dimana sekitar 70% wilayah teritorialnya berupa laut (Simanungkalit dkk., 2002). Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya sebagai nelayan (Pical, 2003). Jumlah nelayan Indonesia mencapai lebih dari 16.2 juta jiwa, dimana 92% adalah nelayan tradisional (Satria, 2010). Menurut Wahyuningsih dkk. (1997) karakteristik masyarakat nelayan pesisir tradisional di Indonesia dapat dijelaskan dalam tiga bagian, yaitu :
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
1) Nelayan juragan, merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu merekrut para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan ini mempunyai tanah yang digarap pada waktu musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli. 2) Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan ini disebut juga nelayan penggarap atau sawi (awak perahu nelayan). Hubungan kerja antara nelayan ini berlaku perjanjian tidak tertulis yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Hasil tangkapan di laut dibagi menurut peraturan tertentu yang berbeda-beda antara juragan yang satu dengan juragan lainnya, setelah dikurangi semua biaya operasi. 3) Nelayan pemilik, merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana, karena itu disebut juga nelayan perorangan atau nelayan miskin. Nelayan ini tidak memiliki tanah untuk digarap pada waktu musim paceklik. Model Analisis BLT Nelayan Pesisir (Stock and Flow Diagram) Stock and flow diagram dibuat berdasarkan diagram sebab akibat dengan variabel simpanan sebagai variabel utama. Model dinamik utama dari pendapatan masyarakat pesisir ditunjukkan pada Gambar 1 Variabel utama selain harga BBM dan subsidi BLT yang dimunculkan adalah pendapatan nelayan yang dilambangkan dengan variabel simpanan untuk masingmasing karakteristik/ jenis nelayan. Simpanan adalah pendapatan bersih nelayan, yaitu jumlah total pendapatan yang sudah dikurangi dengan jumlah total pengeluaran per periode. Simpanan dalam model sistem dinamik merupakan aliran materi (level) yang dipengaruhi oleh laju (rate) pendapatan dikurangi oleh laju pengeluaran. Pengeluaran didapat dari jumlah total biaya kebutuhan sehari-hari, biaya kesehatan, biaya pendidikan, biaya perawatan kapal dan jaring serta biaya operasional untuk berlayar per masing-masing jenis nelayan. Sedangkan pendapatan adalah jumlah total pendapatan yang didapatkan dari hasil melaut dan profesi diluar nelayan baik dari nelayan maupun dari istri nelayan. Pendapatan dari hasil melaut diperoleh dari penjualan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana jumlah hasil tangkapan bergantung pada musim dan seberapa sering nelayan berlayar (periode melaut).
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
pengeluaran pemilik kapal kursin
rata2 jumlah biaya operasi kursin anggota keluarga per kepala biaya pendidikan
pengeluaran buruh
<simpanan pemilik kapal kursin>
biaya kebutuhan sehari-hari per kepala
multiply satuan2 inflasi perhari
inflasi per tahun
pendapatan pemilik kapal damar
harga BBM premium
simpanan nelayan jaring
simpanan nelayan payang
pendapatan payang
pengeluaran payang
pola konsumsi damar
simpanan buruh damar
pengeluaranburuh damar
<jumlah orang payang per perahu>
multiply satuan perharii
<jumlah orang damar per perahu>
multiply satuan1
pola konsumsi buruh damar
Gambar 1. Model Utama Analisis BLT pada Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Pesisir Tabel 1 Formulasi Model Utama
No
Variabel
1
Simpanan nelayan jaring
2
Pendapatan jaring
3
Pengeluaran jaring
Formulasi Nelayan Jaring
unit
INTEG (pendapatan jaring-pengeluaran jaring,1e+006)
rupiah
(pendapatan perorang nelayan jaring+pendapatan lain jaring)*multiply satuan4 biaya operasi jaring per kepala+biaya pendidikan*INT(rata2 jumlah anggota keluarga/2)+"biaya kebutuhan sehari-hari per kepala"*rata2 jumlah anggota keluarga+biaya kesehatan nelayan jaring
rupiah/ hari rupiah/ hari
Dalam model ini perubahan akan dilakukan pada dua variabel, yaitu perubahan harga BBM seperti pada grafik Gambar 2 serta memasukan unsur BLT pada pendapatan nelayan sebesar Rp 100.000 per bulannya. Sedangkan nelayan yang mendapatkan BLT adalah nelayan buruh dammar dan kursin, nelayan jarring dan nelayan payang.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-4
biaya operasi payang per kepala
simpanan pemilik kapal pengeluaran pemilik damar kapal damar
pendapatan jaring
biaya operasi damar per kepala
pendapatan buruh damar
<simpanan nelayan jaring>
<multiply satuan4>
pengeluaran jaring
rata2 simpanan <simpanan buruh damar>
pola konsumsi nelayan jaring
biaya operasi jaring per kepala
multiply pengaruh harga bbm terhadap kebutuhan sehari2
pola konsumsi nelayan payang multiply satuan3
pendapatan buruh
pola konsumsi buruh kursin
<jumlah orang jaring per perahu>
BLT
simpanan buruh kursin
multiply satuan4
multiply satuan perhari
<Time>
simpanan pemilik kapal kursin pendapatan pemilik kapal kursin
<jumlah orang kursin per kapal>
multiply satuan
pola konsumsi kursin
biaya perawatan kapal dan jaring
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Gambar 2. Perubahan Harga BBM Selama Kurun Waktu 2005-2009 (Sumber: Widarto, 2009)
Perubahan kondisi pada model dilakukan dengan mengubah-ubah nilai parameter pada variabel harga BBM mengikuti perubahan harga selama kurun waktu 2005-2009. Penambahan variabel BLT serta perubahan formulasi pada pendapatan nelayan dapat dilihat pada Gambar 2. Dari perubahan kondisi pada kedua variabel yang dilakukan dihasilkan output simulasi yang berbeda. Tujuan awal pemberian BLT adalah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM untuk menjaga agar pendapatan masyarakat tidak mengalami penurunan yang signifikan dari pendapatan sebelum harga BBM dinaikan. Dari hasil simulasi Gambar 3(a) diketahui bahwa pendapatan buruh nelayan semakin turun bahkan mencapai nilai minus walaupun pemberian BLT sudah dilaksanakan. Penurunan tingkat pendapatan ini disebabkan karena pemberian BLT tidak sebanding dengan efek kenaikan harga BBM pada faktor-faktor lain misalnya pada naiknya harga kebutuhan sehari-hari dan biaya operasional melaut. Biaya kebutuhan sehari-hari per orang seperti yang terlihat pada Gambar 3(b) naik sekitar 45% dari biaya awal Rp 6000 menjadi Rp 8580 pada saat harga BBM Rp 6000. simpanan buruh kursin
biaya kebutuhan sehari-hari per kepala
6M
10,000
3M
8,500
0
7,000
-3 M
5,500
-6 M
4,000
0
100
200
300
400
500 600 Time (day)
simpanan buruh kursin : 5000 simpanan buruh kursin : 5500 simpanan buruh kursin : 6000 simpanan buruh kursin : 4500 simpanan buruh kursin : Current
700
800
900
0
1000 rupiah rupiah rupiah rupiah rupiah
100
200
300
400
500 600 Time (day)
"biaya kebutuhan sehari-hari per kepala" : 5000 "biaya kebutuhan sehari-hari per kepala" : 5500 "biaya kebutuhan sehari-hari per kepala" : 6000 "biaya kebutuhan sehari-hari per kepala" : 4500 "biaya kebutuhan sehari-hari per kepala" : Current
(a)
700
800
900 1000
rupiah/(day*orang) rupiah/(day*orang) rupiah/(day*orang) rupiah/(day*orang) rupiah/(day*orang)
(b)
Gambar 3 (a) Hasil Simulasi Skenario BLT untuk Buruh Kursin (b) Kenaikan Biaya Kebutuhan Sehari-hari per Orang.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Namun, program BLT tidak disarankan untuk dilaksanakan apalagi secara terus menerus. Selain tidak mendidik, program ini hanya akan menimbulkan efek ketergantungan dan tidak adanya kemauan untuk berusaha. Pemberian Subsidi Khusus untuk Nelayan lama berlayar jaring <musim>
kebutuhan BBM jaring
multiply keberangkatan nelayan berdasarkan musim
biaya berangkat jaring
kebutuhan BBM kursin
ekspektasi biaya perawatan alat untuk jaring untuk tiap akan brangkat
kebutuhan air per hari per orang dalam rupiah kebutuhan makan per hari per orang ekspektasi biaya perawatan alat untuk kursin tiap akan brangkat
biaya berangkat kursin
harga BBM solar
jumlah orang jaring per perahu
pulse 15 hari sekali <subsidi khusus BBM nelayan>
jumlah orang kursin per kapal
jumlah orang lama berlayar payang per perahu kursin kebutuhan BBM payang
biaya berangkat payang
lama berlayar payang
<multiply keberangkatan nelayan berdasarkan musim>
biaya berangkat damar
kebutuhan BBM damar lama berlyar damar
ekspektasi biaya perawatan alatuntuk payang tiap akan brangkat
jumlah orang damar per perahu
ekspektasi biaya perawatan alat untuk damar tiap akan brangkat
Gambar 4. Model Skenario BBM Khusus Nelayan
Pemberian subsidi khusus ini adalah dengan mengubah harga BBM pada model sesuai dengan harga BBM subsidi, dimana nilainya bisa sama dengan harga saat ini yaitu Rp. 4.500 dan atau dengan menambah subsidi dari harga saat ini yaitu menurunkan harga BBM kurang dari Rp.4.500. Perubahan harga dilakukan dengan mengubah-ubah jumlah subsidi yang akan diberikan kepada nelayan sehingga diketahui berapa kira-kira jumlah subsidi yang harus diberikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap simpanan nelayan. Batas simpanan pada model yang dijadikan patokan penambahan subsidi BBM adalah saat dimana simpanan nelayan tidak mencapai nilai minus dan atau pada saat simpanan dapat kembali pada posisi seimbang. Harga BBM yang terpengaruh adalah BBM untuk jenis solar yang memang diperlukan untuk operasional nelayan dan hanya berlaku untuk nelayan, artinya harga BBM ditempat lain tidak akan ikut berubah. Langkah ini dilakukan dengan menambahkan variabel subsidi pada model Gambar 4 di atas yang kemudian berpengaruh pada biaya operasional melaut. Berdasarkan Gambar 5, dengan menambah subsidi sekitar 12% dari harga BBM saat ini (Rp.4.500) hanya menaikan simpanan nelayan sekitar 1%. Subsidi harus dinaikan setidaknya sekitar 28% atau sekitar Rp.1.000 agar nelayan tetap dapat mencukupi kebutuhannya, yaitu simpanan tidak berada di daerah minus, simpanan sama dengan nol dan atau simpanan dapat kembali ke posisi minimal nol rupiah walaupun sudah berada di daerah minus.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
simpanan nelayan jaring 8M 4M 0 -4 M -8 M 0
100
200
300
400
500 600 Time (day)
simpanan nelayan jaring : Current simpanan nelayan jaring : 2000 simpanan nelayan jaring : 1500 simpanan nelayan jaring : 1000 simpanan nelayan jaring : 500
700
800
900
1000 rupiah rupiah rupiah rupiah rupiah
Gambar 5. Hasil Simulasi Skenario untuk BBM Subsidi
KESIMPULAN Penelitian ini melakukan kajian pengaruh BLT terhadap tingkat kesejahteraan nelayan. Dari hasil analisis diatas, pemberian BLT sebesar Rp 100.000,00 berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan. Dari hasil simulasi, diketahui bahwa pendapatan buruh nelayan semakin turun bahkan mencapai nilai minus walaupun pemberian BLT sudah dilaksanakan. Penurunan tingkat pendapatan ini disebabkan karena pemberian BLT tidak sebanding dengan efek kenaikan harga BBM pada faktor-faktor lain misalnya pada naiknya harga kebutuhan sehari-hari dan biaya operasional melaut. Selain itu, penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa penghapusan subsidi BBM akan berdampak kepada penurunan simpanan nelayan hingga mencapai dua kali lipat dari kondisi awal pada saat BBM masih disubsidi. Kondisi ini terjadi karena harga BBM yang cenderung berubah-ubah mengikuti perubahan harga minyak dunia memicu naiknya biaya operasional dan biaya kebutuhan sehari-hari. Ketika harga BBM menjadi sangat mahal, nelayan tidak akan melaut karena biaya operasional menjadi sangat tinggi sehingga pendapatan akan berkurang. Sementara itu, pengeluaran untuk biaya kebutuhan sehari-hari tetap dikeluarkan tetapi dengan jumlah yang lebih tinggi dari kebutuhan awal. Untuk pengembangan penelitian, topik menarik untuk dikaji adalah bagaimana seharusnya pola subsidi yang diberikan pemerintah kepada nelayan terkait dengan kenaikan harga BBM. Kajian ini bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai base model. REFERENSI Bambang, A. N. (2005) Analysis of Family Prosperity and Income Contribution of Fisherman's Wives at Cilacap Village, Cilacap. Journal of Coastal Development, 9, 9-16. Bappeda Kab. Lamongan (2010) Akses secara online pada http://www.bappedalamongan.go.id/ Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan. Diakses pada tanggal Mei 2010. Bappenas (2008) Alternatif Kebijakan untuk Menghadapi Kenaikan Harga Minyak Dunia. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Bappenas (2009) Program Bantuan Langsung Tunai Kepada Rumah Tangga Sasaran. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas. BPS Jatim (2008) Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha. Surabaya, Biro Pusat Statistik Jawa Timur. BPS Jatim (2009) Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur Tahun 2004-2008. Surabaya, Biro Pusat Statistik Jawa Timur. BPS Kab. Lamongan (2009) Lamongan dalam Angka 2009. Lamongan, Biro Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Dep. ESDM (2008) Dibayangi Laju Penurunan Produksi Permintaan Minyak Dunia. Departemen Energi Sumber Daya Mineral, Akses online pada http://www.esdm.go.id, diakses Juli 2009. Disbudpar (2009) Tempat Pelelangan Ikan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lamongan, Akses online pada http://disbudpar-lamongan.web.id, diakses tanggal 26 Mei 2010. Muhammadi, Aminullah, E. & Soesilo, B. (2001) Analisis Sistem Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen, Jakarta, UMJ Press. Pical, V.J. (2003) Sistem Pembinaan Masyarakat Nelayan dalam Perspektif Pembangunan Perikanan yang Berkelanjutan di Indonesia. Program Pasca Sarja, Institut Pertanan Bogor. Satria, Arif (2010) Tepatkah Strategi Modernisasi Nelayan? Antara News. Akses online pada http://www.antaranews.com/ Diakses tanggal 12 Juni 2010. Simanungkalit, Resosudarmo, B. P., Hartono, T., Ahmad, N.I.L., Subiman, Olivia, A., Noegroho (2002) Analisa Penentu Sektor Prioritas Di Kelautan Dan Perikanan Indonesia. Jurnal Pesisir dan lautan Volume 4 No.3 tahun 2002 Sunarsip (2008) Melawan Spekulasi Harga Minyak Dunia. Jakarta, Dimuat pada Koran Jakarta tanggal 24 Juli 2008. Wahyuningsih, Elizabeth, T., Gurning, & Edhie, W. (1997). Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Tengah (Kasus Masyarakat Nelayan Desa Wonokerto Kulon Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini. Jakarta Widarto, M. A. (2009) Akses online pada http://moharifwidarto.com Diakses pada Juni 2010. Yusgiantoro, P. (2008) Harga Minyak Dunia Meluncur ke 50 Dolar. Jakarta, Dimuat pada Harian Suara Karya tanggal 14 Nopember 2008.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-26-8