Ill. METODOLOGI PENELlTlAN
1. Acuan-kerja Penelitian
Acuan-ketja penelitian ini mencakup dua unsur pokok yaitu hipotesa-hipotesa pengarah dan batas-batas (limitasi) analisis. Dengan hipotesa pengarah dimaksudkan di sini bukanlah "kebenarankebenaran sementarawmelainkan pedoman yang memberi arah dalam keja penelitian, sejak tahap kerja lapangan sampai tahap penulisan laporan (Thomas dikutip Creswell, 1994: 70). Rumusarmya berubah sesuai dengan tuntutan perkembangan studi, sehingga bentuk akhir rumusan tersebut barn dapat ditemukan justeru pada tahap analisis data dan penulisan laporan. Dengan menekankan fungsi pengarah pada hipotesa, sekaligus hendak dikatakan bahwa penelitian ini tidak dimaksudkan untuk verifikasi suatu teori atau hipotesa.
Penelitian ini bukanlah penelitian verifikatif yang kaku dan
tertutup, mdainkan penelitian deskriptifeksplanatif yang luwes dan terbuka untuk berkembang. Selanjutnya, dengan batas-batas analisis dimaksudkan adalah semacam kerangka yang memberi pumpunan untuk keja analisis.
1.l.Beberapa hipotesa pengarah Berdasar kesimpulan-kesimpulan teoritis/empiris di muka serta akumulasi pengetahuan lapangan pada subyek peneliti, di sini dirumuskan sejumlah pernyataan spesifik berkenaan dengan gejala pembentukan golongan pengusaha tenun di Balige.
Rangkaian petanyan inilah yang
berfungsi sebagai hipotesa pengarah yang menuntun peneliti dalam bekerja. 1.1 .l. Kernunculan golongan pengusaha tenun dalam masyarakat Batak Toba di Balige
kkenaan dengan dua aspek pokok dalam proses kemunculan golongan pengusaha tenun Balige, yaitu asai-uwl sosial pengusaha dan peranan ragam kekuatan sosial dalam proses ' kemunculannya, dirumuskan hipotesa-hitesa pengarah sebagai berikut: (1) Mengenai asal-usul sosial golongan pengusaha tenun: Stnrktur sosial asli masyarakat Batak
Toba Balige didtga mencakup dua gdongan sosial yang dapat diientifikasi sebagai elit dan non-
e l l sosial tradisional. Elit sosial tradisional diduga memiliki akses ekonomi dan politik yang lebih besar dibanding non-elit sosial, sehingga peluang golongan tersebut pertarna uhtuk muncul sebagai
dit ekonorni modern dengan basis usaha luar-pertanian juga menjadi lebih besar
dibanding gdongan tersebut terakhir.
Besar dugaan bahwa golongan pengusaha tenun
"modem" di Balige terutama berasal dari golongan dit sosial tradisional yang sebelumnya telah behasil tampil sebagai elit ekonomi modem dengan basis usaha perdagangan/jasa. (2) Mengenai mekanisrne sosial kemunculan golongan pengusaha tenun: Kernunculan golongan
pengusaha tenun dalarn rnasyarakat Batak Toba Balige diduga merupakan hasil rekayasa sosial oleh pemerintah sejak masa Pemerintahan Kolonial, Pemerintahan Soekamo, sampai rnasa Pemerintahan Soeharto. berhasit
Besar dugaan bahwa rekayasa sosial oieh pemerintah tersebut telah
mendorong kemunculan golongan pengusaha tenun
terutama karena di dalam
masyarakat Batak Toba Balige sendiri sudah terdapat prakondisi bagi munculnya produksi kapitalis yaitu unsur-unsur pembentukan modal uang dan pembentukan golongan buruh potensil.
1.1.2.
Kelangsungan sosial golongan pengusaha tenun dalam masyarakat Batak Toba di Balige Mengenai aspek-aspek pokok kelangwngan sosial golongan pengusaha tenun Balige, yaitu
perihal statuslperanan dan perkernbangan sosial atau secara lebih spesifik
pernudaran
status/peranan golongan'pengusaha tenun itu, dirumwkan hipotesa-hipotesa pengarah sebagai berikut: (1) Mengenai status/peranan sosial golongan pengusaha tenun:
Formasi sosial Balige masa
kokmial dan pasca-kolonial menurut dugaan adalah formasi sosial kapitalis, dimana golongan pengusaha tenun merupakan unsur pendukung cara produksi kapitalis secara langsung di was lokal. Wagai kapitalis lokal yang menguasai alat produksi, golongan pengusaha tenun diduga rnemiliki posisi-tawar yang lebih kuat terhadap kekuasaan, sehingga golongan itu tarnpil sebagai kdas menengah tersend~idi antara kelas penguasa dan kelas petani (rakyat kebanyakan). ' Namun demiian, karena pemerintah memainkan peranan yang benifat menentukan dalam proses hunculan danlatau kelangsungan sosial golongan pengusaha tenun, maka besar
dugaan bahwa golongan sosial t e ~ b u ttiak merepresentasikan suatu "kelas menengah
mandiri" melainkan "klien" bagi pemerintah yang berada pada posisi "patron".
Walaupun
begitu, pada status "klien", golongan pengusaha tenun tenebut diduga sempat tampil sebagai pelopor sekaligus penggerak transformasi sosial di tengah masyarakat Batak Toba Balige. (2) Mengenai perkembangan sosial golongan pengusaha tenun:
Status perkembangan sosial
atau, secara spesifik dalam kasus ini, pemudaran statuslperanan golongan pengusaha tenun Balige -- yang ditandai oleh penciutan populasi dan skala usaha -- diduga berpangkal pada akumulasi permasalahan yang dihadapi golongan tersebut pada aras rnikro yaitu lingkup keluarga pengusaha tenun dan perusahaannya, aras meso yaitu lingkup sosial lokal/regional, dan aras makro yaitu lingkup sosial nasionallglobal. Pada aras mikro gejala pernudaran statuslperanan sosial golongan pengusaha tenun diduga berpangkal pada, pertama, pengamalan etos kerja yang benmplikasi kegagalan suksesi kepemimpinan dalam keluarga dan penciutan skala usaha dan, kedua, reproduksi hubungan kerja pertanian dalam organisasi produksi industri tenun sehingga tidak terbentuk basis yang kondusif untuk perkembangan suatu usaha berwatak kapitalis. Pada aras rneso gejala pemudaran tenebut diduga berpangkalpada dinamika fonasi sosial lokallrasional, yaitu adu kekuatan antara berbagai unsur pendukung ragam cara produksi di lingkup lokai/regional, dimana golongan pengusaha tenun pada posisi kapitalis lokal telah terdesak dalam ajang pasar tenaga kerja, pasar modal, pengembangan produk, dan pemasaran hasil produksi. Sedangkan pada aras makro, yaitu dalam konteks integrasi ke dalam sidern perekonomian nasionalldunia yang bersifat kapitalis, gejala pemudaran tersebut diduga mempakan manifestasi dan "strategi bertahan" gdongan pengusaha tenun Balige pada posisi sebagai kapitalis lokal yang sedang mengalami proses marginalisasi di bawah penetrasi kekuatan kapitalis nasional/intemasional.
1.2. Batas-batas analisis Pertama, masalah sekaligus pumpunan penelitian ini yaitu gejala pembentukan golongan pengusaha lokal pertenunan dilihat sebagai suatu gejala sosiologii yang berlangsungdalam konteks struktur sosial tertentu, dalam ha1 ini struktur sosial masyarakat Batak Toba di Balige. Struktur sosial tersebut di sini diterangkan dengan konsep forrnasi sosial, yaitu artikulasi bwagam cara produksi
'
yang hadir secara berdampingan dan safing terkait dalam suatu rnasyarakat, dimana salah satu cara produksi tampil dominan atas cara lainnya.
Pilihan atas konsep formasi sosial ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa studi ini secara lebih spesifik sebenarnya adalah studi sosiologi sejarah-ekonomi dan, menunrt penilaian saya, konsep tersebut dapat rnernbingkai secara relatif lengkap aspek-aspek struktural dafam sejarah-ekonomi suatu masyarakat. Analisis formasi sosial tersebut rnernungkinkan pernahaman historis mengenai gejala kernunculan dan kdangsungan golongan pengusaha lokal dalam struktur sosial rnasyarakat Batak Toba. Kedua, gejala pembentukan pengusaha lokal pertenunan yang menjadi purnpunan kajian ini bukanlah gejala sosial rnikro/lokal yang terisolir, melainkan terkait dengan sistem perekonornian aras meso, dan nasionalldunia.
Dengan demikian penjelasan rnengenai
pembentukan golongan
pengusaha tenun dalam masyarakat Batak Toba di Balige tidak cukup dijelaskan hanya dengan analisis aras mikrollokal, tetapi juga harus menjangkau analisis aras meso dan analisis aras nasionallglob'al melalui kajian keterkaitannya dengan sistem perekonornian di rnasing-masing aras tersebut. Ketiga, mengingat dua pokok pendirian di atas, rnaka pilihan teori sosial untuk acuan keja dalam penelitian adalah Teori Artikulasi dan Teori Sistem Dunia. Kedua teori ini merupakan aliran "teori sosiologi pembangunan" dari kelompok Teori Pasca Ketergantungan yang muncul sebagai respon ketidakpuasan terhadap kelornpok Teori Ketwgantungan dan Teori Modernisasi.'
Teori
Artikulasi bertitik tolak dari konsep fonasi sosial dan dengan demikian juga konsep cara produksi Karl Marx, sedangkan teori sistem dunia berbicara tentang sistem ekonomi dunia yaitu kapitalisme global sebagai satu-satunya sistem dunia. Teori sistem dunia (kapltalisme global) di sini dipaharni sebagai pendalaman atas konsepsi formasi sosial abad ke-20, mengingat formasi sosial abad ini adalah formasi sosial kapitalisme. Kedua teori ini -- yaitu Teori Artikulasi dan Teori Sistern Dunia -diharapkan mernberi rambu-rambu dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai gejala pembentukan pengusaha lokal pertenunan, dalam masyarakat Batak Toba di Balige.
'
Dengan "tecii sosiologi pembangunan" dimaksudkan di sini adaJah "t&-td pembangunan yang berusaha menyekaikan masatah yang dihadapiokh negm-negara miskin atau negara-negara sedang berkembang, dalam sebuah dunla yang dhiMsi oleh kekuatan ekonomi, ilrnu pengetahuan dan milder negara-mgaia i a d i atau qara-negaa industri rnaju." (Winan, 1985: ix). Pernbahasan mengenai ket'ga khpk t& sosiologi pembangunan (Modemisasi, ,P a m KeWgantungan) t e ~ b utidak t d'sajikan di sini karena sudah banyak diikan da!am hub-bub &. antara lain l i i t Winm (1985) dan Taylor (1979). Ted Artikulau' d i r i pada awalnya dikembangkan para antmpobg Perancsi (a.1. C. Meilaanu dan P.P. Rey). sedangkan teoli sistem dunia dikembangbn I. Wallentein.
2. Paradigma Penelitian
Pilihan metodologi penelitian, dan dengan sendirinya metode penelitian,
senantiasa
mengandung pengertian pilihan paradigma.2 Guba dan Lincoln (1994:109) membedakan paradigma penelitian rnenjadi empat aliran, yaitu positivisme, post-positivisme, kelompok teori kritis (dical
theoy), dan konstruktivisme. Sebagai penuntun keja penelitian ini, walaupun tidak benifat rnutlak, d a i empat paradigma tenebut dipilih tiga paradigma yaitu teori kritis, postpositivisme, dan konstruktivisme dengan dua alaszn. Pertama, penelitian ini tidak diarahkan pada suatu generalisasi dalam konteks verifikasi teori besar sebagaimana tradisi positivisme.
Studi ini memusatkan
perhatian pada upaya "pemahaman" tentang suatu realitas sosiaf tertentu yang terbentuk dalam konteks kesejarahan tertentu (realisme historis), dalam konteks sosial suatu ajang sosial tertentu (relativisme), dan hanya mungkin dipahami secara terbatas (realisme kritis) (lihat Guba dan Lincoln, 1994:109). Alasan kedua, di sini ditegakkan suatu pendirian bahwa apa yang disebut sebagai "realitas sosial" pada dasarnya merupakan hasil intersubyektivitas atau kesepakatan antar-subyek (lihal Lincoln dan Guba, 1985: 83-5). Pendirian ini berangkat dari anggapan bahwa suatu studi ilmiah, baik di bidang ilmu-ilmu alam maupun terlebih ilmu-ilmu sosial, adalah suatu proses interaksi antara -.
peneliti dan tineliti (lihat Perlman, 1995). lika studi ilmiah itu adalah penelitian sosial dimana tejadi interaksi sosial antara manusia; yaitu antara subyek tineliti dan subyek peneliti, maka proses interaksi sosial antara kedua unsur subyek itu tidak lain adalah dialog antar-subyek atau intersubyektivitas. Dalam epistemologi teori kritis, konstruktivisme, dan postpositivisme intersubyektivitas tersebut diterirna sebagai jalan menuju suatu "kesepakatan" yang kemudian disebut sebagai "kebenaran" (lihat Guba dan Lincoln, 1994: 109-1 1).
Dengan ini hendak dikatakan bahwa kebenaran tentang
Dengan paradigma dimaMkan di sini adalah seperangkat key&nan&yakinan d a w atau pandangan dunia (wdoi4m) tentang sifat dunia, tempat i n d i i u di dalamnya, dan rrntang kemungldnan hubungan temadap dunia terrebut beserta bagii-baglannya. la mencakup umurunsur ontologi. epistemologi dan metcddcgi tenendin yang satu sama bjn saling terkait, dakm arti pilihan ontologi mengamhkan pilihan epish&qi yang sdanjutnya mengarahkan pilihan metodologi. Ontolcgi mmcakup p e r d i i tentang bentuk dan sifat realitas wrta ha1apa ymg &pal diketahui mengenai p pdkian tentang ski huhngsn aniara pen& dan tin& m a ha1 ymg dapat r e a l i tersebut. E p i i b g i d diketahui dad tineli. Sedmgkan Ntodolcgi nrnakup pmditian tmiang cara peneliti mendapatkan apa saja y a q dia yakini dapat diketahui d d timlki (lihai Guba dan Lincoln. 1994:107-9).
Realeme hatoris merupakan ontologi teori loitis, relativiime adalah ontologi konst~ktivkme,dan realisme Mi merupakan ontologi p o s t p s i t i .
realitas sosial adalah suatu konstruksi sosial yang dibentuk melalui intersubyektivitas.
Dalam
prakteknya, intersubyektivitas ini tidak hanya melibatkan dua pihak, yaitu subyek tineliii dan subyek peneliti, tetapi juga unsur kin (Bah. lawa: orang lain) yang rnenjadi subyek ketiga. Unsur fan ini mencakup para anggota kelompok "kelompok sejawat" (peer group) dan 'kelompok rujukan" (referencegroup) bagi peneliti. Di dalarn "kelompok rujukan" tercakup anggota komisi pembimbing dan orang-orang lain yang hadir secara tidak langsung dalam bentuk "informasin yang juga telah dikemas secara subyektif dalam wujud laporan, dokumen, buku, dan lain-lain. Dialog intensif dengan subyek ketiga ini dilakukan oleh peneliti sendiri.
3. Metode Penelitian Pilihan paradigma penelitian di atas jelas mengarahkan penelitian ini pada praktek pendekatan kualitatif. Dengan demikian, sebagaimana sifat khas penelitian kualitatif, maka penelitian ini juga bersifat multi-paradigma, multi-disiplin, dan multi-metode. Sifat multi-paradigma -- yaitu paduan teori kritis, post-positivisme dan konstruktivisme - sudah ditunjukkan di atas, sedangkan sifat rnultidisiplin dan multi-metode akan dijelaskan di bawah ini.
3.1. Pendekatan utama: sosiologi sejarah dan sejarah sosiologis
Mengingat pilihan paradigma dan bentuk pertanyaan penelitian, maka pilihan strategi yang paling tepat untuk penelitian ini adalah studi kasus.4 Dengan strategi studi kasus, pendekatan ataupun teknik penelitian kualitatif yang rnemungkinkan 'dialog' peneliti-tineliti (teori kritis), 'interaksi antara dan dalam kalangan peneliti dan tineliti'
(konstruktivisme), dapat dipadukan dengan
pengungkapan pandangan emik (post-positivisme) (lihat Guba dan Lincoln, 1994: 109-1 1). Studi Sebenamya ada tiga hungkinan strategi penelih untuk menjwab pertanyan 'mengapa" dan "aimana", yaitu studi h. analisis hiiork, dan ekperimen (Yin, 1996: 9). Namun di sini dipilih hanya metode studi kasus brena m a s a h peneltiin ini, yaitu 'pembentukan golongan pengusaha lokal", mengacu pada kriterk untuk studi kasus y a y tiiakdapat dilepaskan dari IwRdsnyasehingga mustahil untukmelakukan (Yin, 1996: 18). ad& geyb &I mkalnya doperimen. Geyla tenebut, sejauh menyaylad golongan pengusaha tekstil di Balige, juga masih twgohg geyla kontemporer, dnyq mmih M a dakm rentang s e w Indonesia madem clan vebagian dari para pddpl masih hiiup. Dengw demikh metode Kiwis dalam pgertian Yin (1996: 12), yaitu sematamata mendasarkrm diri pada sumbersumber sebnder (dobmen dan peningalan kik) karena Wak ada lagi hksi hidup', Mak @u d'ktykan. Nmun teknik-teknik analis histork tersebut, yaitu a n a l i i dokumen dan pinggalan fisik. akan d i i juga untuk mdRlglrapidua tdmik utama metode shrdi kasus, yaitu pengarnatan dan wawancara.
kasus menurut Yin (1996: 9) juga merupakan strategi penelitian yang paling tepat digunakan jika bentuk pertanyaan
penelitian
adalah "mengapa' (deskriptif) dan "bagaimana' (eksplanasi),
sebagaimana pertanyaan (hipotesa pengarah) penelitian ini. Mengingat gejala 'pembentukan golongan pengusaha lokal" (pengusaha tenun Balige) adalah gejala yang mengandung dimensidimensi struktural (sosiologis) dan prosesual (historis) sekaligus, maka -- agar kedua dimensi itu tertangkap -- pilihan strategi studi kasus tadi haws memadukan dua pendekatan sekaligus yaitu sosiologi sejarah (sejarah struktural) dan sejarah sosiologis (sejarah prosesual). Pendekatan pertama menjelaskan 'mengapa terjadi sesuatu' (konteks msial kejadian) sedangkan yang kedua menjelaskan sesuatu
'bagaimana proses terjadinya
itu' (urutan kejadian) (Kartodirdjo, 1992: 114-5, 146-7)
.
Dengan memadukan kedua
pendekatan tersebut, maka penelitian ini tidak lagi semata-mata studi sosiologi sejarah (/lisoffcal
soc/oIog~yang bersifat statis tetapi lebih dari itu telah menjadi studi sosiologi tentang sejarah sosial dengan tema utama dinarnika pwubahan sosial, termasuk ekonomi dan politik, lmplisit di sini bahwa pendekatan tenebut mengandaikan suatu kajian yang benifat multi-disiplin, dalam ha1 ini melibatkan disiplin ilmu-ilmu sosiologi, sejarah, antropologi, dan ekonomi.
3.2. Metode kasus-historis Dengan memasukkan dimensi sejarah, maka metode penelitian ini dapat disebut sebagai 'metode kasus historis'. Predikat 'historis' di sini rnenekankan bahwa pokok kajian peneltian ini bukan suatu kejadian sosial pada suatu waktu tertentu, melainkan suatu gejala atau proses sosial dalam suatu rentang waktu tertentu. Istilah 'kasus' sendiri memberi pembatasan bahwa proses sosial yang dikaji tidak berada dalam cakupan sejarah non-konternporer (klasik), melainkan dalam cakupan sejarah kontemporer yang sebagian pdakunya masih hidup. Dimensi sejarah dalam studi kasus historis membuka kemungkinan membanding satu dan lain periode pada masyarakat Batak Toba di Balige, dalam rangka melacak gejala perubahan struktural dalam masyarakat tersebut.
Menurut W i r d j o ha1 ini dapaf dilaladan dengan mempehatikanantara !din aspekaspek (a) sistem pmdulcsi h dengan kameniabsi, kcinuniksi, dan ndemisasi tekxdqi, (b) byi-fungsi b a barn ~ gokqw golongan swial, (c) timbulnya elii baru, dan (d) struMurkekrasaanhbeserta &em poliikbw (Kartodirdjo, 1992:lW).
Metode kasus historis dalam penelitian ini memadukan dua aras studi, yaitu aras individu dan aras masyarakat lokal. Dengan dernikian secara teknis studi ini terbagi ke dalam dua bagian yang saling berkaitan yaitu studi riwayat hidup individu dan studi sejarah lokaf atau sejarah masyarakat Balige dalam ha1 ini. Dengan ini sekaligus ditunjukkan bahwa metode kasus historis dalam dirinya benifat multi-metode, yaitu mencakup metode-metode riwayat hidup dan sejarah lokal.
3.2.1. Studi riwayat hidup individu
Berbeda dengan pendekatan
"konvensional", studi riwayat hidup di sini tidak hanya
membatasi diri pada kajian pengalaman individu tineliti sebagai cara memaharni tindakan sosial (lihat Denzin, 1970: 220), tetapi juga -- dan ini suatu "langkah baru" -- mencakup kajian pengalaman individu peneliti.6 "Langkah baru" ini ditempuh sebagai implikasi dari paradigma penelitian yang menghamskan ,dialog antara subyek tineliti dan subyek peneliti.
Dialog tersebut ditakirkan disini
sebagai dialog "riwayat hidup", dimana tineliti dan peneliti saling-membanding pengalaman hidup rnereka -- tentu dalam hal-ha1 yang relevan dengan tujuan penelitian ini -- sampai tercapai suatu kesepakatan tentang "mengapa dan bagaimana" suatu peristiwalgejala sosial terjadi.
3.2.1 .I. Riwayat hidup tineliti
Studi riwayat hidup tineliti di sini rnencakup 12 kasus pengusaha tenun (dan keluarganya) di Balige, dengan perincian sebagai belikul: (a) empat orang pengusaha tenun perintis yaitu Baginda Pipin Siahaan, Toke Karl Sianipar, H.O. Timbang Siahaan, dan Toke Eli Simanjuntak (keempafnya telah meninggal dunia); (b) delapan orang pengusaha tenun pengikutlpenems yang terdiri dari empat orang pengusaha tua
(pengikut) yang masih hidup dan empat orang pengusaha muda (penerus) yang mengantikan
Dengan studi imayat hidup (&%&to/)) indiiu dimaksudkan di sini adalah studi tentang pengabman dan pemahaman dati ski pandang i d i u itu sendin, sebagai suatu metode untuk memahami tindakan sosial. Riwayat hiidup indvidu twselwt mencdrYp tiga aspek yaitu. (a) c e r b individu tRsebut tentang hehiupannya, (b) s ' W wsial dan Mural yang menjadi a j q tindakannya, dan (c) rentetan pengalaman dan situasi masa lalu dakm kehidupannya (Denrin. 1970: 220,222).
posisi ayah rneteka (yang telah meninggal dunia) rnengelola pertenunan bersarna ibu masingrnasing (kelompok pengikut). Studi riwayat hidup 12 kasus tenebut rnengambil tipe riwayat hidup topikal yang meliput suatu aspek atau fase saja dalam kehidupan tineliti ( Alport dikutip Denzin, 1970: 222): aspeklfase yang kait-rnengait dengan profesinya sebagai pengusaha tenun.
yaitu
Tennasuk di sini, tentu
saja, riwayat kelahiran dan perkembangan terakhir usaha pertenunan masingmasing kasus tineliti. Teknik utama pengurnpulan data riwayat hidup individu meliputi wawancara mendalam secara langsung, pengamatan, dan pemanfaatan anipldokumentasi yang relevan.
Dalam ha1 kasus
individu tineliti telah meninggal dunia, yaitu terutarna keempat orang generasi perintis,
selain
mewawancarai orang-orang terdekat dalam kehidupannya (anggota keluarga, teman-teman, dan rnantan pekerjanya), penggalian inforrnasi juga dilakukan dengan rnempelajari arsip pemerintah kolonial.
Secara khusus harus dikatakan di sini bahwa upaya mengagali riwayat hidup pengusaha
tenun generasi perintis tersebut mengalami banyak kesulitan karena beragam faktor antara hin generasi perintis meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan, atau keturunan dan anggota keluarga generasi perintis tidak tinggal lagi di Balige tetapi sudah terpencar ke kota-kota di Sumatera Timur dan Jawa.
3.2.1.2.
Riwayat hidup peneliti Sejauh ini belum ada referensi tentang integrasi riwayat hidup peneliti ke dalarn studi riwayat
hidup, sehingga saya harus rnengernbangkannya sendiri. Rekonstruksi riwayat hidup peneliti dalam hal ini menggunakan teknik "rekoleksi" (ren,lMon), yaitu mengurnpulkan dan menafsirkan kembali pengalaman pribadi peneliti sebagai subyek kebudayaan tertentu, dalam rangka rnemahami ragam aspek sosial dalam komunitas pengemban kebudayaan yang sama.
Rumusan ini mencakup tiga
aspek pokok sebagai berikut:
' Alport (1942) membeQkan tiga tipe rimy& hidup, y&:
(a) k y a t hidup l q k q yang nmlcakup keselumhan pengalaman hidup tindii, (b) riwayat hidup topikal yang b a a n hanya d q a n suatu aspek ataupvn fdse dalam
kehiiupan tineliii. dan (c) tiwayat haup twsunting yaitu h y a t hiiup kngkap ataupun topiM yang telah dibubuhi komentar ataupunpenjelasan deh orang !din (dilaRip W n . 1970: 22 1-3).
(a) Aspek syarat: peneliti juga merupakan subyek kebudayaan dari komunitas/masyarakat yang dikajinya. Syarat ini rnenjamin peneliti dan tineliti rnemiliki relatif kesamaan "bahasa" sehingga resiko salah tafsir dalam upaya memahami makna tindakan sosial dapat dikurangi. (b) Aspek
tujuan: pengumpulan dan penakiran kembali pengalaman pribadi subyek peneliti
bertujuan untuk memaharni beragam aspek sosial dalam komunitas subyek tineliti. (c) Aspek kegiatan: pengumpulan dan penakiran kembali pengalaman pribadi subyek peneliti,
rnencakup keseluruhan pengetahuan, sikap, dan tindakan sosial sebagai subyek budaya tertentu. lntegrasi riwayat hidup peneliti dalam studi riwayat hidup hanya akan efektif jika aspek syarat tersebut di atas terpenuhi, yaitu peneliti dan tineliti memiliki simpul penyatu yaitu kedua pihak merupakan subyek kebudayaan yang sama. Dalam ha1 ini saya memenuhi persyaratan karena merupakan anggota etnis Batak Toba dan, walaupun kini tidak lagi hidup dalam suatu komunitas Batak Toba, masih tetap sebagai subyek kebudayaan Batak Toba. Saya lahir dan besar di daerah Uluan (berbatasan dengan Toba Holbung) dan di daerah Toba Holbung sendiri (di mana Balige terletak).
Saya melewati empat tahun (1 977-1 980) masa pendidikan SLTA di Narumonda, Ponea
(sekitar 20 km dari Balige), dan daiarn empat tahun itu sering berkunjung ke Balige. Hal ini secara keselu~hanmemudahkan saya untuk memahami masyarakat Batak Toba Balige dalam konteks sejarah lokalnya. Untuk memahami aspek-aspek struktur dan budaya masyarakat Batak Toba Balige, saya tidak perlu belajar lagi dari nol, karena untuk sebagian besar hal-ha1 tersebut sudah tertanam dalam din saya melalui proses sosialiisi yang saya alami sebagai warga etnis Batak Toba. Dengan demikian, pemahaman atau penafsiran saya atas tindakan sosial golongan pengusaha tenun dalam konteks sistem sosial Batak Toba menjadi lebih valid, justeru karena saya (sebagai peneliti) dan golongan pengusaha (sebagai tineliti) tersebut merupakan subyek dari kebudayaan Batak Toba yang sama.
3.2.2.
Studi sejarah lokal Pemahaman mengenai masyarakat lokal merupakan
persyaratan
untuk masuk pada
pernahaman atas tindakan sosial individu yang berada di dalamnya (Denzin. 1970: 221). Riwayat hidup individu pengusaha tenun yang dikumpulkan ddam penelitian ini, hanya mungkin ditakir secwa
bermakna - dalam arti memberi pemahaman tentang gejala pembentukan golongan pengusaha tenun
- apabila sejarah sosial (struktural dan prosesual) masyarakat lokal Balige yang menjadi ajang sosial individu-individu tersebut juga dipahami. Kajiian sejarah sosial memungkinkan perolehan pengetahuan mengenai perubahan sosial di Balige sejak masa kolonial sampai pemerintahan Soeharto, khususnya penrbahan strukturat yang berkaitan dengan kehadiran golongan pengusaha tenun dalam masyarakat tersebut, yaitu: (a) perubahan sistem politik dan struktur kekuasaan dari satu ke lain periode rejirn pemerintah; (b) perubahan dalam forrnasi sosial masyarakat setempat akibat penetrasi kapitalisme sejak masa kolonial; (c) diferensiasi sosial yang ditandai dengan kehadiran golongan dan elit sosial baru dengan peran sosial baru; dan (d) penrbahan di bidang teknologi produksi, transportasi, dan lainnya yang membawa dampak perubahan sosial. Dengan menempatkan riwayat hidup tadi dalam konteks perubahan sosial masyarakat Balige, maka gejala pembentukan golongan pengusaha tenun di sana dapat diterangkan dan dipahami secara memadai. Teknik utama pengurnpulan data sejarah sosial rnasyarakat-lokal ini meliputi: (a) teknik sejarah lisan: inforrnan utama adalah tokoh-tokoh masyarakat yang telah lanjut usia, sedapat mungkin yang pernah mengalami empat zaman (Kolonial, lepang/Revolusi, Pemerintahan Soekamo, Pemerintahan Soeharto); dan (b) studi arsip/dokumentasi dan literatur yang mencakup antara lain analisis isi surat kabar lokal (termasuk terbitan Balige) sejak masa kolonial dan anip/dokumentasi pemerintah kolonial/pasca-kolonial. Dalam konteks dialog antar subyek ,informan lokai dan penulis bahan-bahan anip/dokumen/literatur tenebut ditempatkan sebagai kan atau "subyek ketiga" yang berdidog dengan subyek peneliti.
3.3. Masalah validitas internal
Karena penelitian ini dilakukan dengan pendekatan wbyektif, tentulah timbul pertanyaan sejauh mana validitas internal atau kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, sejauh mana temuan-temuan penelitian ini dapat dipercaya sebagai kebenaran tentang gejala pembentukan golongan pengusaha tenun dalarn rnasyarakat Batak Toba di Balige.
Taraf
kepercayaan atau kredibilitas itu tidak dapat ditetapkan di sini, tetapi upaya saya untuk mencapai
.
kredibilitas yang sebesar mungkin dapat dipaparkan secara ringkas. Disamping kenyataan bahwa saya dan tinelii adalah subyek kebudayaan Batak Toba yang sama, dan ini juga merupakan jaminan tersendiri bagi kredibilitas penelitian, saya telah menempuh sejumlah langkah yang disarankan Lincoln dan Guba (1 985: 301-1 6) untuk lebih meningkatkan lagi kredibilitas penelitian ini, yaitu: (a) Pengamatan berulang: penelitian dilakukan secara bolak-balik ke lapangan (balige) sebanyak empat kali dalam rentang 1996-1998 (pertama AgustustSeptember 1996, kedua Desember 1996, ketiga Pebruari/Maret 1997, keempat Maret 1998).
Hal-ha1 yang dalam kunjungan
terdahulu telah diamati selalu diamati kembali pada kunjungan berikutnya. temuan-temuan dalam kunjungan terdahulu
Dengan cara ini
selalu dikoreksi atau dikonfimasi pada kunjungan
berikutnya. (b) Triangulasi: data penelitian dikumpulkan dari beragam sumber dengan beragam cara.
Selain
dari hasil diskusi intensif dengan delapan orang pengusaha tenun dan empat orang infonan kunci di Balige, data juga dikumpulkan melalui wawancara bebas dengan aparat pemerintah atau instansi terkait (dari kelurahan sampai propinsi), para petani, pedagang, dan pengusaha lainnya yang s y a temui baik secara sengaja maupun secara acak atau kebetulan. Disamping sumbersumber primer itu, saya juga memanfaatkan data dari sumber-sumber sekunder antara lain berupa anip pemerintah kolonial (koleksi Anip Nasional Republik Indonesia, Jakarta), koran terbitan Tapanuli pada masa kolonial (koleksi Perpustakaaan Nasional), statistik pemerintah daerah, dan sejumlah laporan dan buku terkait topik penelitian ini. (c) Masukan tineliti (memberchdj: catataniataan hasil wawancara saya berikan kepada para subyek tineliti untuk diperiksa dan dikomentari.
Dengan cara ini saya dapat mengetahui
kekeliruan dan kekurangan data yang telah saya kumpulkan, sekaligus mendapatkan tambahan masukan "ntuk memperbaiki dan melengkapi data penelitian.