ISSN 2089-1482
VOLUME 3 NOMOR 1
April 2013
Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Rafael Purtomo Somaji
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo)
Noor Salim
Identifikasi Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember)
Andri Purnomo
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada UKM Daun Agel Handicraft Di Bangkalan
Wenny Istigfarini dan H.Setiyo Budiadi
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur
Sarwedi dan Nugroho
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism
Kusuma Wulandari
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha
R. Andi Sularso
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Di Kabupaten Sidoarjo
Dhiah Fitrayati dan Sasongko
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (LQ 45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda
Kamarul Imam
Analisis Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember
Nanik Istiyani
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabuapten Banyuwangi
Moch. Syaharudin
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Fivien Muslihatinningsih
IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA CABANG JEMBER
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
Cabang Jember ISSN 2089-1482 Volume 3 Nomor 1, April 2013
Ketua Redaksi/Pedanggung Jawab Prof. Dr. H. Moh. Saleh, M.Sc Sekretaris Drs. H. Sonny Sumarsono, MM Editor Ahli Dr. Siti Komariyah, SE, M.Si Dr. Zainuri, SE, MSi Dr. Sumani, SE. Msi Drs. Hendrawan Santoso P, SE, MSi, Ak
Alamat Redaksi Sekretariat/Redaksi: Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl Kalimantan Kampus No.37 Tegalboto Jember 68121 Telp. (0331) 337990- Fax (0331) 332150 E-mail :
[email protected]
Jurnal Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jember (ISEI-Jember) diterbitkan oleh Alumni Fakultas Ekonomi yang berdomisili di Kabupaten Jember dan sekitarnya, sebagai media profesi ilmiah, penyebaran informasi dan forum pembahasan masalah-masalah Pembangunan Ekonomi. Terbit 2 (dua) kali setahun setiap bulan Oktober dan April. Penyunting ISEI Jember menerima tulisan yang belum pernah dimuat media lain berupa hasil penelitian, ulasan atas suatu permasalahan Ekonomi atau gagasan orisinil dengan substansi pokok terkait dengan upaya untuk memajukan pembangunan ekonomi serta kesehjateraan masyarakat.
DAFTAR ISI Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Rafael Purtomo Somaji
1 - 20
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo) Noor Salim
21 - 40
Identifikasi Faktor Penyebab Dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember) Andri Purnomo
41 - 52
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada Ukm Daun Agel Handicraft Di Bangkalan Wenny Istigfarini Dan Setiyo Budiadi
53 - 69
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur Sarwedi dan Nugroho
70 - 86
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism Kusuma Wulandari
87 - 100
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha R. Andi Sularso
101 – 109
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Iii Kabupaten Sidoarjo Dhiah Fitrayati dan Sasongko
111 - 126
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (Lq45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda Kamarul Imam, I Ktut Mawi Dwipayana dan Priyo Hutomo
127 - 144
Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember Nanik Istiyani
145 - 158
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Moch. Syaharuddin
159 - 176
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Fivien Muslihatinningsih
177 - 190
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH KABUPATEN JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH (REGIONAL ANALYSIS OF INDEPENDENCE JEMBER DISTRICT BEFORE AND AFTER REGIONAL AUTONOMY) Fivien Muslihatinningsih Staf Pengajar Jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl. Kalimantan No. 37 Jember Telp.0331-337990/ HP.085736172747
Abstract The purpose of this study was to assess the level of independence of the region in the implementation of regional autonomy in Jember after active enacted in 2001. The method of analysis used is the comparative analysis that compares the respective economic indicators that support after the implementation of regional autonomy with prior to the implementation of regional autonomy. In this study, which examined economic indicators such as level of independence of the visible area of Routine Capabilities Index (IKR) and Tax Effort. Furthermore, to determine the performance of the economy significantly different (significan) or not significantly different (non significan), used statistical test is the t-test. With the criteria testing α = 5%, the ratio of the probability of significant if> 0.05 (H0 is rejected), if <0.05 (H1 accepted). Based on the analysis, for the level of independence of the visible area of Routine Capabilities Index (IKR) showed a decline after regional autonomy, while the Tax Effort showed increased after decentralization. For economic performance and the level of independence of the Regional Tax Effort showed an increase after the implementation of regional autonomy than before the implementation of regional autonomy (H0 rejected H1 accepted) Keywords: Autonomy, Independence Regional Level, Ability Index Routine and Tax Effort
1.
Pendahulan Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakat bersama untuk mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada dimana kelanjutannya terciptanya integritas antara pemerintah daerah dengan swasta untuk membuka lapangan kerja baru sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi daerah dapat tercapai. Ciri pembangunan suatu daerah atau wilayah ditunjukan oleh sumbangan masingmasing sektor ekonomi secara utuh. Menurut Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan yang berlaku dalam wujud otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab 177
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, sesuai dengan prinsip-prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dengan titik berat penerapannya pada daerah kabupaten atau kota. Tujuan Otonomi Daerah adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tim Lapera, 2000:82). Untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah diperlukan kewenangan secara proporsional yang diwujudkan dengan pengawasan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah serta dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan penyelenggaraan otonomi Daerah dilaksanakan dengan peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Marsono, 1999:119). Indikator penting keberhasilan penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah kemampuan daerah dalam bidang penerimaan keuangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah masing-masing. Penerimaan daerah yang berasal dari potensi daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh oleh daerah dan dipergunakan oleh daerah untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, PAD yang digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah menunjukkan kualitas suatu daerah dalam kemandirianya untuk mengelola rumah tangganya sendiri. Pendapatan ini seharusnya menjadi tolak ukur kemamuan masing-masing pemerintah daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Dengan demikian masyarakat suatu daerah akan mengetahui berapa besar potensi daerahnya untuk berkembang di masa mendatang. Pendapatan Asli Daerah yang tinggi diharapkan akan mendorong pelaksanaan pembangunan yang lancar dan terbiayai merupakan semakin baiknya indikator pembangunan daerah tersebut. Salah satu indikator pembangunan daerah untuk menunjukkan kinerja ekonomi daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya sebagian besar sumber keuangan daerah Kabupaten Jember masih berasal dari bantuan pemerintah pusat. Bantuan tersebut berupa dana perimbangan yang terdiri atas bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tingginya sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat terhadap total penerimaan daerah Kabupaten Jember, menunjukkan bahwa sifat kemandirian dalam bidang keuangan untuk membiayai kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan masih rendah. Tujuan dari penelitian tentang tingkat kemandirian daerah Kabupaten Jember adalah: a) untuk mengetahui perbedaan perubahan tingkat kemandirian daerah sebelum dan sesudah terjadinya Otonomi daerah b) untuk mengetahui tingkat kemampuan daerah dalam menggali potensi pajak yang ada di Kabupaten Jember sebelum dan sesudah pelaksanaan Otonomi Daerah
178
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
2.
Tinjauan Pustaka 2.1 Kebijakan Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pengertian tersebut daerah diberi wewenang untuk berbagai urusan pemerintahan dan berhak untuk mempunyai organisasi sendiri mengangkat pegawai sendiri serta menggali sumber-sumber pendapatan sendiri (Soemodiningrat, 1998:3). Tujuan utama penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah (Kaloh, 2002:34), antara lain : a) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat; b) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengolahan sumber daya daerah; c) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kebijakan pemberian Otonomi Daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal (Kaloh, 2002:35) antara lain, yaitu : a) otonomi daerah merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat dan masalah pembangunan sumber daya manusia; b) otonomi daerah merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. 2.2
Tingkat Kemandirian Daerah
Salah satu kriteria dasar untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri ( kemandirian daerah) adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan, dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor essensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya (Kaho, 1998:123). Sebagaimana diatur dalam pasal 3 dan 4 Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang menyatakan pelaksanaan desentralisasi daerah berhak atas sumber-sumber penerimaan berupa: a) Pendapatan Asli Daerah. b) Dana Perimbangan. c) Pinjaman Daerah. d) Lain-Lain Penerimaan Yang Sah. Untuk mengetahui tingkat kemampuan PAD dalam membiayai pengeluaran rutinnya digunakan metode perhitungan Indek Kemampuan Rutin (IKR) daerah (Esmara Larasati, 1986:226). IKR diperoleh dengan cara melakukan perbandingan antara besarnya total PAD dengan total pengeluaran rutin daerah setiap tahunnya. Secara sistematis IKR dapat dipormulasikan sebagai berikut: IKR =
179
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Indek Kemampuan Rutin (IKR) merupakan angka yang menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan paling minimal melalui PAD yang diperoleh. Apabila angka IKR lebih besar atau sama dengan seratus persen maka pendapatan yang diperoleh dapat membiayai kebutuhan pengeluaran rutin daerah tersebut. Sedangkan apabila angka IKR kurang dari seratus persen maka PAD tidak dapat memenuhi kebutuhan pengeluaran daerah yang bersangkutan. Semakin besar pengeluaran rutin yang dapat dibiayai oleh PAD yang dimiliki maka angka IKR suatu daerah semakin tinggi, sehingga tingkat kemandirian suatu daerah menjadi semakin besar. Tax Effort Tax Effort merupakan metode yang digunakan untuk dapat menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan dana pembangunannya melalui pajak (Hera Susanti, Moh Ikhsan, Widyanti, 1990:56) Di Negara manapun, pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar. Pajak memiliki fungsi sebagai berikut (Suparmoko, 2002:66): Disamping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (Fungsi Budget) yaitu digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatankegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin, pajak juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (Fungsi Regulator/Pengatur) guna menuju pada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan redistribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi atau meluas menjadi mengatur kegiatan-kegiatan produsen maupun konsumen dalam mencapai tujuan masing-masing. 2.3
Pada era Otonomi Daerah dan Desentaralisasi Fiskal, pemberian Taxing Power yang lebih besar kepada daerah menjadi signifikan dan berarti guna mendorong kemandirian daerah( Business News,2002). Diharapkan dengan adanya hal ini, maka daerah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pemerinyah pusat. Pemberian Taxing Power kepada daerah diharapkan akan dapat meningkatkan Pendapan Asli Daerahnya dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan kemandirian daerah. 3.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah diskriptif komparatif yaitu penelitian yang berupaya untuk memberikan gambaran atau penjelasan tentang indikator-indikator yang mendukung kemandirian daerah Kabupaten Jember dan membandingkan kemandirian daerah setelah pelaksaaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah. Untuk menguji perbedaan kinerja ekonomi sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah digunakan comparative analysis yaitu membandingkan masing-masing indikator yang mendukung setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah, selanjutnya untuk mengetahui kinerja ekonomi berbeda nyata (significan) atau tidak berbeda nyata (non significan) tersebut digunakan test statistik yaitu uji-t. 3.1 Tingkat Kemandirian Daerah Untuk mengetahui tingkat kemandirian Pendapatan Asli Daerah digunakan metode Indek Kemampuan Rutin (IKR) (Esmara Larasati, 1986:226):
180
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
IKR = Dimana: a. Perhitungan Jumlah Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang berasal dari potensi daerah tersebut yang terdiri dari (a) pajak daerah, (b) retribusi daerah, (c) laba usaha daerah, (d) penerimaan dari dinas-dinas, (e) dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. (BPS, 2001). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Laba Badan Usaha Milik Negara + Penerimaan Dari Dinas-Dinas + Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. b. Perhitungan Jumlah Pengeluaran Rutin Daerah Pengeluaran rutin daerah merupakan biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk membiayai (1) belanja pegawai, (2) belanja barang, (3) biaya pemeliharaan, (4) biaya perjalanan dinas, (5) belanja lain-lain, (6) angsuran pinjaman/hutang dan bunga, (7) ganjaran subsidi dan sumbangan kepada daerah bawahan, (8) pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, (9) dana pensiunan/bantuan dana, dan (10) pengeluaran tidak tersangka (BPS, 2001). Dirumuskan sebagai berikut: Pengeluaran Rutin Daerah = Belanja Pegawai + Belanja Barang + Biaya Pemeliharaan + Biaya Perjalanan Dinas + Belanja Lain-Lain + Angsuran Pinjaman/Hutang dan Bunga + Ganjaran/Subsidi dan Sumbangan Kepada Daerah Bawahan + Pengeluaran yang Tidak Termasuk Bagian Lain + Dana Pensiunan/Bantuan Dana + Pengeluaran Tidak Tersangka IKR ≥ 100 :Pemerintah Daerah telah mampu membiayai seluruh pengeluaran rutin dengan PAD nya IKR ≤ 100 :Pemerintah Daerah belum mampu membiayai seluruh pengeluaran rutin dengan PAD nya 3.2 Tax Effort Untuk mengetahui tingkat Tax Effort di Kabupaten Jember menggunakan rumus (Hera Susanti, Moh Ikhsan, Widyanti, 1995:66): TE = Dimana: TE : Tax Effort Penerimaan Pajak : Seluruh penerimaan daerah yang berasal dari pajak, antara lain penerimaan pajak daerah dan bagi hasil pajak. PDRB : Produk Domestik Regional Bruto Semakin besar nilai Tax Effort, semakin besar pula kemampuan pemerintah untuk menjaring dananya melalui pajak.
181
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Dengan menggunakan level of significan 95% sesuai dengan degree of freedom (n1i + n2i) - 2 pengambilan keputusan dilakukan sebagai berikut : Untuk mengetahui kinerja ekonomi berbeda nyata (significan) atau tidak berbeda nyata (non significan), digunakan test statistik yaitu uji-t. Dengan kriteria pengujian α= 5%, perbandingan probabilitas signifikan jika > 0,05 (H0 ditolak) berarti tidak terdapat peningkatan rata-rata kinerja ekonomi setelah Otonomi Daerah dengan sebelum Otonomi Daerah., jika < 0,05 (H1 diterima) berarti terdapat peningkatan rata-rata kinerja ekonomi setelah otoda dengan sebelum otoda.
4.
Hasil Analisis dan Pembahasan
4.1 Kondisi Perekonomian Kabupaten Jember Kriteria utama keberhasilan pembangunan daerah adalah dalam bentuk PDRB secara sektoral maupun perkapita. PDRB secara agregatif menunjukan kemampuan suatu produksi daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Pertumbuhan PDRB yang sangat cepat mempunyai manfaat yang cukup besar dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Peningkatan pertumbuhan PDRB merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah. Keadaan perkembangan PDRB setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah dalam kurun waktu tahun 1991 – 2009 ditunjukkan tabel 1. Tabel 1. Perkembangan PDRB Atas dasar Harga Konstan Kabupaten Jember Tahun 1991 – 2009 Perkembangan PDRB Tahun (milyar rupiah) (milyar rupiah) Persentase 1991 1.278,21 1992 1.426,40 148,19 10,39 1993 1.697,84 271,44 15,99 1994 1.839,18 141,34 7,68 1995 1.997,71 158,53 7,94 1996 2.171,24 173,53 7,99 1997 2.269,52 98,28 4,33 1998 2.097,00 -172,52 -8,23 1999 2.137,25 40,25 1,89 2000 6.674,65 4537,40 67,98 2001 6.899,42 224,77 3,26 2002 7.171,22 271,80 3,79 2003 7.458,78 287,56 3,86 2004 7.804,93 346,15 4,44 2005 8.196,10 391,17 4,77 2006 8.706,37 510,27 5,86 2007 9.227,89 521,52 5,65 2008 9.784,13 556,24 5,69 2009 10.326,74 542,61 5,25 Jumlah 99.164,58 Rata-rata 5.219,19 Sumber: BPS Kabupaten Jember, 2010
182
9.048,53 476,24
158,53 8,34
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Berdasarkan table 1 menunjukkan bahwa pada tahun 1991 – 2009 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember mengalami peningkatan. Pada tahun 1991 PDRB di Kabupaten Jember menunjukkan nilai Rp.1.278,21 milyar atau hingga tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi Rp. 10.326,74 milyar. Perkembangan PDRB tertinggi di Kabupaten Jember terjadi pada tahun 2000 yang sebesar Rp.4537,40 milyar dari tahun sebelumnya, sedangkan perkembangan PDRB terendah terjadi pada tahun 1998 yang mengalami penurunan sebesar Rp.172,52 milyar dari tahun sebelumnya. Kondisi tersebut sebagai akibat dari keadaan perekonomian nasional yang pada saat itu terkena krisis moneter. Perkembangan PDRB setelah pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 2001 – 2009) di Kabupaten Jember tiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,73%. Namun PDRB sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 1991 – 2000) lebih tinggi perkembangannya dibandingkan setelah pelaksanaan Otonomi Daerah yang rata-rata tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 12,88%. Selain PDRB, kondisi perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan investasi yang ada daerah tersebut. Investasi memiliki peranan penting bagi pembangunan ekonomi. Di setiap daerah dalam melakukan proses pembangunan selalu membutuhkan dana yang cukup besar sehingga pemerintah daerah harus berusaha untuk mencari sumber dana yang dapat mendukung secara penuh keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut. Namun banyak kendala yang membuat Pemerintah Kabupaten Jember kesulitan untuk menarik para investor. Kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Jember adalah kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau proyek yang sesuai, kesulitan memperoleh bahan baku, faktor keamanan dan stabilitas politik menjadi salah satu faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Kabupaten Jember. Menyadari kenyataan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan iklim investasi di Kabupaten Jember yang kondusif agar timbul kecenderungan para investor untuk mau menanamkan modalnya di tempat yang paling menguntungkan. Pada tabel 2 dapat kita lihat perkembangan investasi di Kabupaten Jember yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Tabel 2. Perkembangan Investasi di Kabupaten Jember tahun 2001-2009 Klasifikasi Golongan Perusahaan Jml Tenaga Tahun Nilai Investasi Kerja Besar Menengah Kecil 2001 5 65 480 35.608.986.181 2.845 2002 13 79 661 49.852.581.468 3.983 2003 6 58 795 64.096.175.940 5.576 2004 13 58 882 56.096.175.940 4.438 2005 15 78 903 137.785.065.000 5.279 2006 14 79 1103 232.925.100.000 7.367 2007 13 61 910 149.905.500.000 5.370 2008 19 126 1090 212.094.000.000 5.962 2009 50 104 715 227.420.180.000 5.072 Sumber: BPS Kabupaten Jember, 2010 Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai investasi pada tahun 2001 sebesar Rp. 35.608.986.181 yang dapat menyerap 2.845 tenaga kerja di Kabupaten Jember. Pada tahun 2009 nilai investasi di Kabupaten Jember sebesar Rp. 227.420.180.000 yang dapat menyerap 183
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
5.072 tenaga kerja. Nilai investasi tertinggi di Kabupaten Jember terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 232.925.100.000 yang dapat mengurangi jumlah pengangguran sebanyak 7.367 orang. Hal ini dikarenakan makin stabilnya keadaan perekonomian di Kabupaten Jember. 4.2
Gambaran Umum Tingkat Kemandirian Daerah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah memberikan implikasi berupa timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah dalam melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah secara lebih mandiri dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Pentingnya aspek keuangan bagi daerah merupakan sebuah realitas yang tidak dapat dipungkiri. Aspek ini merupakan salah satu indikator yang penting untuk mengetahui tingkat PAD dan Kemandirian suatu daerah, sehingga kemampuan dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya dapat diketahui. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disajikan besarnya kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pengeluaran rutin melalui PAD dari tahun anggaran 1991-2009 di kabupaten Jember pada tabel 3 dibawah ini: Tabel 3. Indek Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Jember Tahun Anggaran 1991– 2009 Pengeluaran Rutin Tahun Anggaran PAD (000 Rupiah) IKR (%) (000 Rupiah) 1991 5.534.949 11.607.524 47,68 1992 6.023.437 14.565.942 41,35 1993 6.557.551 17.265.450 37,98 1994 8.110.219 19.191.680 42,26 1995 10.709.882 22.695.916 47,19 1996 15.048.073 24.902.551 60,43 1997 13.589.542 28.889.444 47,03 1998 17.467.778 112.607.741 15,51 1999 24.974.915 162.524.086 15,36 2000 16.981.627 148.762.932 11,41 2001 29.735.200 338.589.568 8,78 2002 33.105.211 344.338.428 9,61 2003 37.592.271 399.919.616 9,49 2004 41.520.701 479.642.651 8,66 2005 51.462.940 466.439.327 11,03 2006 66.951.657 464.069.231 11,39 2007 89.304.962 587.866.749 15,19 2008 136.524.604 736.711.560 18,53 2009 146.549.195 865.535.335 16,93 757.744.711 5.246.125.731 475,61 Jumlah 39.881.300,6 276.111.881 25,04 Rata-rata Sumber: BPS Kabupaten Jember, 2010
184
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Pada table 3 diketahui bahwa pada tahun anggaran 1991 sampai dengan tahun 2009 IKR daerah Kabupaten Jember mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi). Pada tahun anggaran 1991 IKR kabupaten Jember sebesar 47,68%, angka ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah kabupaten Jember mampu membiayai pengeluaran rutin daerahnya sebesar 47,68%. Kemampuan tertinggi kabupaten Jember dalam membiayai pengeluaran rutinnya terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar 60,43%. Sedangkan kemampuan terendah kabupaten Jember dalam membiayai kebutuhan rutinnya setiap tahun terjadi pada tahun 2004 yang hanya sebesar 8,66%. Apabila dilihat dari Tingkat Kemandirian Daerah setelah pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 2001-2009) di Kabupaten Jember terjadi peningkatan rata-rata tiap tahunnya sebesar 12,18%. Namun Tingkat Kemandirian Daerah setelah pelaksanaan Otonomi Daerah lebih rendah perkembangannya dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 1991-2000) yaitu sebesar 36,62% setiap tahunnya. 4.3 Tax Effort di Kabupaten Jember pada Kurun Waktu Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Tahun Anggaran 1991 – 2009) Tax Effort merupakan metode perhitungan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam menggali potensi-potensi pajak yang ada. Angka perkembangan Tax Effort berdasarkan pada analisis yang telah dibuat dapat diketahui bagaimana perkembangan Tax Effort di kabupaten Jember. Untuk mengetahui perkembangan Tax Effort Kabupaten Jember dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Nilai Tax Effort di Kabupaten Jember Tahun Anggaran 1991 – 2009 Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Penerimaan Pajak (000)
PDRB (000.000)
Tax Effort (%)
4.380.011 5.576.323 7.063.054 8.786.794 9.836.725 11.783.375 12.649.021 15.687.147 18.572.618 19.852.192 33.664.352 50.474.155 44.788.391 46.289.493 52.912.667 61.248,135 74.746.812 81.250.060 94.497.265
1.277.653 1.426.348 1.696.850 1.838.604 1.996.705 2.170.699 2.269.331 2.097.376 2.136.985 6.673.653 6.899.333 7.171.205 7.457.964 7.803.931 8.195.596 8.705.996 9.226.768 9.783.828 10.326.311
0,00342817 0,00390951 0,00416245 0,00477906 0,00492648 0,00542838 0,0055739 0,00747942 0,00869104 0,00297471 0,00487936 0,00703845 0,00600544 0,00593156 0,00645623 0,00737976 0,00810108 0,00830453 0,00915112 0,11460065 0,006031613
Jumlah Rata-rata Sumber: BPS Kabupaten Jember, 2010
185
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Perkembangan Tax Effort sebelum dilaksanakannya Otonomi Daerah khususnya di tahun anggaran 1991 sebesar 0,00342817 persen. Tingkat kemampuan Tax Effort terendah terjadi pada tahun 2000 yang sebesar 0,00297471 persen, sedangkan kemampuan tertinggi Tax Effort di kabupaten Jember terjadi pada tahun 2009 yang sebesar 0,00915112 persen. Perkembangan Tax Effort setelah pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 2001-2009) di Kabupaten Jember tiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,007027503 persen. Tax Effort setelah pelaksanaan Otonomi di Kabupaten Jember lebih tinggi perkembangannya di bandingkan Tax Effort sebelum pelaksanaan Otonomi daerah (tahun 1991-2000) yang hanya sebesar 0,005135312 persen. 4.4
Analisis Uji Beda Rata-rata dari Masing-masing Indikator Ekonomi
Pengujian terhadap perbandingan kinerja ekonomi setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah dari Tingkat Kemandirian Daerah dan Tax Effort yang mendukung dalam hal ini Indek Kemampuan Rutin (IKR), digunakan analisis komparatif yaitu sebagai metode untuk membandingkan indikator ekonomi yang mendukung setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah, apakah berbeda nyata atau tidak berbeda nyata, sehingga dapat di ketahui bahwa kinerja ekonomi dilihat dari indikator ekonomi yang mendukung IKR dan Tax Effort setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah lebih meningkat. Berdasarkan hasil analisis, semakin meningkat tidaknya kinerja ekonomi dapat diketahui dengan melihat pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hasil Perhitungan Test Statistik Uji-t dari Tingkat Kemandirian Daerah yang mendukung Kinerja Ekonomi dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Jember Levene's Test for Equality of Variances
IKR Equal variances Assumed Equal variances not assumed
F 12,486
Sig ,003
t-test for Equality of Means
t 4,293
df 17
Sig (2tailed) ,000
Mean Difference 24,44111
Std. Error Difference 5,69336
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 12,42916 36,45306
4,514
9,999
,001
24,44111
5,41411
12,37751
36,50471
Sumber: data sekunder diolah, 2010 Berdasarkan Hasil Uji beda rata-rata tingkat kemandirian daerah terhadap kinerja Ekonomi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah menghasilkan perhitungan Uji-t probabilitas dari IKR (Indek Kemampuan Rutin) menunjukkan bahwa (0,000 < 0,05) yang berarti kinerja ekonomi berbeda nyata (signifikan), hal itu berarti terdapat peningkatan rata-rata kinerja ekonomi setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Jember.
186
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Tabel 6. Hasil Perhitungan Test Statistik Uji-t dari Tax Effort yang mendukung Kinerja Ekonomi dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Jember Levene's Test for Equality of Variances
Tax Effort variances Assumed
Equal
F ,334
Sig ,571
t-test for Equality of Means
t -2,583
df 17
Sig (2tailed) ,019
Mean Difference -,001892
Std. Error Difference ,000733
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -,003438 -,000346
-2,622
16,562
,018
-,001892
,000722
-,003418
-,000367
Equal varian ces not assum ed
Sumber: data sekunder diolah, 2010 Berdasarkan Hasil Uji beda rata-rata Tax Effort terhadap kinerja Ekonomi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah menghasilkan perhitungan Uji-t probabilitas sebesar (0,019 < 0,05) yang berarti kinerja ekonomi berbeda nyata (signifikan), hal itu berarti terdapat peningkatan rata-rata kinerja ekonomi setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Jember. 4.5
Pembahasan Hasil Penelitian Evaluasi kinerja ekonomi dapat dijadikan tolak ukur yang menjadi pedoman penyusunan perencanaan pembangunan daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pelaksanaan Otonomi Daerah dari pemerintah Daerah. Oleh karena itu perlu bagi daerah untuk melihat kinerja ekonominya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di era globalisasi sekarang ini, sebagai pertimbangan untuk mengetahui apakah kinerja ekonomi setelah diberlakukan Otonomi Daerah lebih meningkat dengan melihat pada masing-masing indikator yaitu IKR, Tax Effort, maupun indikator makro ekonomi yang mendukung. Kinerja ekonomi meningkat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di suatu daerah dengan menilai dari berbagai indikator ekonomi yang mendukung haruslah dilakukan. Karena adanya tuntutan yang lebih tinggi terhadap kinerja Pemerintah Daerah yang baik. Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi daerah dan akuntabilitas daerah dan tidak hanya disusun dengan satu ukuran. Oleh karena itu perlu ukuran yang berbeda untuk tujuan pengembangan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah ukuran kinerja harus saling mendukung antara unit kerja yang ada dalam satu unit kerja. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kinerja ekonomi Kabupaten Jember setelah pelaksanaan Otonomi Daerah apabila dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah dilihat dari Tingkat Kemandirian Daerah yaitu Indek Kemampuan Rutin (IKR) menunjukkan penurunan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan melihat perbedaan besar rata-rata setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum Otonomi Daerah. Apabila dilihat dari Tingkat Kemandirian Daerah setelah pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 2001-2009) di Kabupaten Jember terjadi peningkatan rata-rata tiap tahunnya sebesar 12,18%. Namun Tingkat Kemandirian Daerah setelah pelaksanaan Otonomi Daerah lebih rendah perkembangannya dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah (tahun 1991-2000) yaitu sebesar 36,62% 187
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
setiap tahunnya. Penurunan Tingkat Kemandirian di Kabupaten Jember tiap tahunnya tidak lepas dari semakin besarnya pengeluaran rutin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai kebutuhannya setiap tahun. Kenaikan terbesar pengeluaran pemerintah kabupaten Jember berasal dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan. Karena hampir 50% anggaran yang didapat pemerintah daerah Kabupaten Jember dialokasikan untuk belanja pegawai. Hal inilah yang membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Laba dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah masih belum mampu untuk membiayai pengeluaran rutin sepenuhnya. Melihat kondisi diatas, Kabupaten Jember kedepannya dapat mengurangi pengeluaran keuangan pemerintah daerah sehingga pelaksanaan Otonomi Daerah untuk hal ini Tingkat Kemandirian Daerah dapat berjalan dengan optimal. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kinerja ekonomi Kabupaten Jember setelah pelaksanaan Otonomi Daerah apabila dibandingkan sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah dilihat dari Tax Effort menunjukkan kenaikan rata-rata setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan melihat perbedaan besar rata-rata setelah pelaksanaan Otonomi Daerah dengan sebelum Otonomi Daerah. Besarnya rata-rata Tax Effort setelah pelaksanaan Otonomi Daerah yaitu 0,007027503% sedangkan sebelum pelaksanaan Otonomi daerah sebesar 0,005135312%. Melihat kenaikan yang ditunjukkan tersebut, diperoleh selisih keduanya yang signifikan yaitu 0,001892191%. Kenaikan Tax Effort di Kabupaten Jember tiap tahunnya tidak lepas dari keberhasilan pemerintah daerah memaksimalkan potensi pajak yang dimiliki oleh Kabupaten Jember untuk memenuhi kebutuhannya setiap tahun. Upaya memaksimalkan penerimaan dari Pajak dilakukan dengan cara Ekstensifikasi dan Intensifikasi. Ekstensifikasi Pajak adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dengan memperluas subyek pajak maupun obyek pajak. Ekstensifikasi pajak terjadi jika peningkatan jumlah rupiah dana yang terhimpun diikuti oleh bertambahnya wajib pajak yang dapat terjaring. Upaya ekstensifikasi dapat dilakukan melalui: kerjasama dengan pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan pemilik paspor untuk mempunyai NPWP, mewajibkan pembeli mobil dan rumah mewah untuk mempunyai NPWP. Intensifikasi pajak diperoleh melalui memaksimalkan perolehan pajak dari wajib pajak yang selama ini sudah terdaftar. Pajak difokuskan pada intensifikasi untuk menggali sumber penerimaan yang belum terungkap. Pemerintah Kabupaten Jember harus melakukan regulasi dalam ketentuan perundang-undangan pajak yang kini telah secara lebih baik menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak dan petugas pajak, hal ini sangat penting karena kontrol internal yang efektif dari sisi kelembagaan akan dapat meminimalkan kebocoran potensi yang seharusnya bisa masuk ke kas negara sebagai Pajak sedangkan dari sisi Wajib Pajak ini berperan banyak dalam membangun kepercayaan mereka. Kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Kabupaten untuk dapat memaksimalkan pendapatan asli daerahnya dari sektor pajak, sehingga akan mengurangi ketergantungan bantuan dari pemerintah pusat. Hal ini di tunjang dari pendapat Walter W. Heller, bahwa dinegara yang sedang berkembang perpajakan lebih berperan positif dalam proses pembentukan modal dan pengembangan teknologi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan masyarakat, maka usaha pembentukan modal hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Dana pembangunan yang dimotori pemerintah ini diperoleh dari perpajakan. Pembentukan modal atau investasi pemerintah antara lain untuk membiayai prasarana 188
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
ekonomi yang dapat merangsang investasi masyarakat atau swasta, baik dalam maupun luar negeri (Kunarjo, 1996).
5.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Tingkat Kemandirian Daerah yang dilihat dari hasil Indek Kemampuan Rutin (IKR) daerah Kabupaten Jember mengalami penurunan setelah diberlakukan otonomi daerah, sedangkan Tax Effort mengalami peningkatan setelah otonomi daerah. b) Kinerja ekonomi Kabupaten Jember setelah otonomi daerah mengalami peningkatan baik dari segi Tingkat Kemandirian Daerah maupun Tax effort.
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Jakarta. 2006. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2006. Jember dalam Angka. Jember: BPS Hera Susanti, dkk. 1995. Indikator-Indikator Makro Ekonomi. Jakarta :Lembaga Penerbit FE UI. Kaho, J.R.1995. Prospek Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta Kunarjo.1996. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Jakarta: UI Press. Larasati, Esmara, dkk.1986. Keuangan Negara. Jakarta: Karunia Edisi Universitas Indonesia Marsono. 1999. Himpunan Peraturan tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Djambatan. Soemodiningrat, G. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. edisi keenam. Yogyakarta: BPFE Tim Lapera. 2000. Otonomi Versi Negara Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Otoriterisme. Jakarta: Lapera Pustaka Utama.
189
Fivien M, Kemandirian Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
190