ISSN 2089-1482
VOLUME 3 NOMOR 1
April 2013
Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Rafael Purtomo Somaji
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo)
Noor Salim
Identifikasi Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember)
Andri Purnomo
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada UKM Daun Agel Handicraft Di Bangkalan
Wenny Istigfarini dan H.Setiyo Budiadi
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur
Sarwedi dan Nugroho
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism
Kusuma Wulandari
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha
R. Andi Sularso
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Di Kabupaten Sidoarjo
Dhiah Fitrayati dan Sasongko
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (LQ 45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda
Kamarul Imam
Analisis Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember
Nanik Istiyani
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabuapten Banyuwangi
Moch. Syaharudin
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Fivien Muslihatinningsih
IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA CABANG JEMBER
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
Cabang Jember ISSN 2089-1482 Volume 3 Nomor 1, April 2013
Ketua Redaksi/Pedanggung Jawab Prof. Dr. H. Moh. Saleh, M.Sc Sekretaris Drs. H. Sonny Sumarsono, MM Editor Ahli Dr. Siti Komariyah, SE, M.Si Dr. Zainuri, SE, MSi Dr. Sumani, SE. Msi Drs. Hendrawan Santoso P, SE, MSi, Ak
Alamat Redaksi Sekretariat/Redaksi: Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl Kalimantan Kampus No.37 Tegalboto Jember 68121 Telp. (0331) 337990- Fax (0331) 332150 E-mail :
[email protected]
Jurnal Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jember (ISEI-Jember) diterbitkan oleh Alumni Fakultas Ekonomi yang berdomisili di Kabupaten Jember dan sekitarnya, sebagai media profesi ilmiah, penyebaran informasi dan forum pembahasan masalah-masalah Pembangunan Ekonomi. Terbit 2 (dua) kali setahun setiap bulan Oktober dan April. Penyunting ISEI Jember menerima tulisan yang belum pernah dimuat media lain berupa hasil penelitian, ulasan atas suatu permasalahan Ekonomi atau gagasan orisinil dengan substansi pokok terkait dengan upaya untuk memajukan pembangunan ekonomi serta kesehjateraan masyarakat.
DAFTAR ISI Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Rafael Purtomo Somaji
1 - 20
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo) Noor Salim
21 - 40
Identifikasi Faktor Penyebab Dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember) Andri Purnomo
41 - 52
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada Ukm Daun Agel Handicraft Di Bangkalan Wenny Istigfarini Dan Setiyo Budiadi
53 - 69
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur Sarwedi dan Nugroho
70 - 86
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism Kusuma Wulandari
87 - 100
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha R. Andi Sularso
101 – 109
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Iii Kabupaten Sidoarjo Dhiah Fitrayati dan Sasongko
111 - 126
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (Lq45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda Kamarul Imam, I Ktut Mawi Dwipayana dan Priyo Hutomo
127 - 144
Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember Nanik Istiyani
145 - 158
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Moch. Syaharuddin
159 - 176
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Fivien Muslihatinningsih
177 - 190
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
PEMBENTUKAN PORTFOLIO OPTIMAL REKSADANA SAHAM BLUE CHIP (LQ45) DENGAN PENDEKATAN GOAL PROGRAMING PADA KONDISI PASAR SAHAM BERBEDA (OPTIMAL PORTFOLIO FORMATION OF MUTUAL FUNDS BLUE CHIP STOCKS (LQ45) PROGRAMING GOAL APPROACH TO THE STOCK MARKET CONDITIONS OF DIFFERENT) Kamarul Imam I Ktut Mawi Dwipayana Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Priyo Hutomo Alumni Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Jember
Abstract In the bull market, the optimal portfolio for investors who risk averter, generated as follows (check Table 2): (a) Investment in shares of cement Gresik (SMGR) = USD $ 41,877,560.00; (b) Investment in shares EARTH = USD 58 122 .440,00, and (c) Cash = USD 0.00. Do not invest in shares of other woods third (BBRI, TLKM, and LSIP). Portfolio is optimal, because no violation of the provisions adopted by investors and conventions in force (especially the maximum cash inventory, amounted to USD 20,000,000.00). As for invetor a risk seeker, the resulting optimal portfolio is as follows (check Table 3): (a) Investment in shares of cement Gresik (SMGR) = USD $ 33,877,551.00; (b) Investment in shares EARTH = Rp 66 122. 448.00, and (c) Cash = USD 0.00. In the bull market, stock SMGR and apparently EARTH is invested in stocks for good potential for investors and for investors risk averter risk seekers. At a bearish market, the optimal portfolio for investors who risk averter, generated as follows (check Table 4): (a) Investment in shares BBRI = USD 51,530,569.01; (b) Investment in shares TLKM = Rp 20,000,000.00 (c) Investments in shares EARTH = Rp 8,469,430.99, and (d) Cash = USD 20,000,000.00. In the other two stocks (SMGR and LISP) do not invest. As for invetor a risk seeker, the resulting optimal portfolio is as follows (check Table 5): (a) Investment in shares BBRI = USD $ 29,020,000.00; (b) Investment in shares TLKM = USD 20,000,000.00; (c) Investments in shares EARTH = USD $ 30,980,000.00, and (d) Cash = USD 20,000,000.00. In the other two stocks (SMGR and LISP) do not invest. At a bearish market, stock BBRI, TLKM and EARTH proved to be a good stock for investment potential for investors and for investors risk averter risk seekers. At the moment the market is bearish, need to be backed up cash (USD 20,000,000.00) to ensure liquidity investors are concerned. Keywords: optimal portfolio, mutual funds, blue chip stocks, goal programing and market share of different 127
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
1. Pendahuluan Tidak jarang investor yang kebingungan pada saat akan melakukan investasi atas dana yang dimiliki, khususnya ketika tingkat bunga deposito atau tabungan/simpanan pada bank mengalami penurunan. Sementara kebutuhan terus mengalami kenaikan dan dana yang dimiliki tidak bertambah. Untuk itu dalam konteks ekonomi individu atau keluarga, menghadapi suku bunga simpanan yang rendah perlu memunculkan suatu kreativitas dan keberanian dalam berinvestasi. Selain investasi pada aset tetap seperti tanah dan rumah, masyarakat perlu untuk berani mencari dan mencoba produk investasi yang dapat menghasilkan return yang besar dalam tempo yang singkat. Pandangan ini membuat investasi di sektor finansial mulai berkembang. Slogan dalam berinvestasi “dont put all of your eggs in one basket”, mengindikasikan bahwa dalam berinvestasi dibutuhkan diversifikasi, yaitu sebuah strategi investasi dengan menempatkan dana dalam berbagai instrumen investasi yang memiliki tingkat resiko dan potensi keuntungan berbeda. Strategi ini biasa disebut dengan alokasi aset (asset allocation). Alokasi aset ini lebih fokus terhadap penempatan dana di berbagai instrumen investasi. Konsekuensinya, investor perlu membangun suatu portfolio aset, yakni sekumpulan aset dengan berbagai profil resiko yang berbeda seperti saham, obligasi, deposito, dan lain-lain. Reksadana muncul sebagai solusi agar pemodal tak lagi kesulitan dalam berinvestasi di sektor finansial. Kesulitan berupa dana yang terbatas, keterbatasan pengetahuan dan informasi, kurangnya waktu dan tenaga untuk memonitor portfolio, dan resiko-resiko lain dapat diatasi dengan reksadana. Pengalihan investasi masyarakat dalam produk reksadana yang dimulai akhir Tahun 2001, didorong oleh trend penurunan SBI sebesar 718 basis poin dari 17.62% pada Desember 2001 menjadi 10.44% pada Mei 2003; menyebabkan bank-bank menurunkan suku bunga simpan, khususnya untuk deposito (Sugiarto, 2003). Dengan turunnya suku bunga deposito tersebut, investor mulai mencari bentuk alternatif penanaman dana yang lebih menarik dengan rate of return yang lebih tinggi, salah satunya reksadana. Sebagai gambaran, penduduk Indonesia saat ini lebih dari 200 juta jiwa, namun dana yang terkumpul dalam reksadana baru sekitar Rp 91 triliun saja hingga Tahun 2007 hampir menyamai level tertinggi sebelum krisis moneter yang mencapai Rp. 109 triliun (Wiguna, 2008). Itu artinya reksadana masih merupakan wahana yang bagus dan potensial untuk berinvestasi. Walaupun secara fundamental reksadana tidak dijamin oleh pemerintah karena tidak termasuk dalam program blanket guarantee, namun tetap saja lebih menarik daripada deposito (terutama ketika suku bunga perbankan mengalami penurunan), karena secara struktural mampu menghasilkan keuntungan yang lebih baik dalam jangka panjang, ditambah dengan faktor pembebasan pajak 20.00% final khususnya bagi produk reksadana yang berumur kurang dari 5 tahun (PP No. 6/2002). Menurut portfolio investasinya, reksadana dibagi menjadi empat jenis dasar reksadana, yaitu Reksadana Pasar Uang, Reksadana Pendapatan Tetap, Reksadana Saham, dan Reksadana Campuran a) Reksadana Pasar Uang. Reksadana yang mayoritas alokasi investasinya pada efek pasar uang, yaitu efek utang berjangka kurang dari satu tahun seperti SBI, deposito, dan sebagainya. Tingkat resiko (dan return) relatif paling rendah. Reksadana ini cocok untuk jangka pendek sebagai pelengkap tabungan atau deposito. Tidak ada biaya pembelian dan penjualan kembali. NAB/NAV per UP selalu “di-reset” Rp 1.000,00 setiap harinya. 128
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
b) Reksadana Pendapatan Tetap. Reksadana yang setidaknya 80.00% alokasi investasinya pada efek utang jangka panjang. Potensi resiko dan return lebih besar daripada tabungan, deposito, atau reksadana pasar uang. Cocok untuk investasi jangka menengah (kurang dari 5 tahun). Ada sebagian reksadana yang membagikan keuntungan berupa dividen secara berkala. c) Reksadana Saham. Reksadana yang melakukan investasi sekurangnya 80.00% dari portfolio ke efek ekuitas (saham). Dibanding reksadana lain, potensi resiko dan return relatif paling tinggi dan cocok untuk jangka panjang (3 tahun atau lebih). d) Reksadana Campuran Alokasi aset merupakan kombinasi antara efek ekuitas dan efek hutang yang tidak termasuk dalam kategori di atas. Potensi resiko dan return biasanya berada di antara reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham. Ada juga beberapa jenis reksadana lain seperti reksadana terproteksi, reksadana index fund, reksadana LQ45 ETF, dan reksadana internasional yang sangat beragam. Dalam bertransaksi di pasar modal, seorang investor akan dihadapkan pada berbagai jenis resiko. Untuk itu pemodal perlu menentukan apa tujuan investasinya, dan berapa banyak investasai tersebut akan dilakukan. Karena ada hubungan positip antara resiko dan keuntungan investasi. Pemodal yang bersedia menanggung resiko lebih besar, akan mengalokasikan dananya pada sebagian besar sekuritas yang lebih beresiko. Dengan demikian portfolio investasinya mungkin akan terdiri dari saham. Resiko tidak dapat dihindari dalam tindakan investasi. Namun demikian, resiko dapat diminimalkan dalam tindakan investasi. Tindakan untuk meminimalkan resiko salah satunya dengan menggunakan Portfolio Investasi. Portfolio Investasi dapat diartikan sebagai tindakan membagi modal yang tersedia pada jenis-jenis investasi tertentu agar diperoleh resiko yang minimal. Keputusan pengalokasian modal ke dalam usulan-usulan investasi yang manfaatnya akan direalisasikan di masa yang akan datang harus dipertimbangkan dengan cermat. Pembentukan portfolio dilakukan dengan memilih banyak sekuritas (diversifikasi) yang dikumpulkan dalam satu jenis produk investasi untuk mengurangi resiko yang ditanggung. Pemilihan sekuritas ini dipengaruhi antara lain oleh preferensi resiko, pola kebutuhan kas, status pajak dan sebagainya; namun harus berorientasi kepada ”tetap menghasilkan utilitas tertinggi”. Untuk itu seorang investor perlu memikirkan suatu model atau perhitungan yang dapat menemukan komposisi portfolio yang akan memberikan keuntungan yang optimal pada suatu titik resiko tertentu. Perkembangan teori penilaian portfolio modern dimulai oleh Harry Markowitz (1952), yaitu tentang bagaimana menciptakan portfolio efisien untuk mendapatkan return harapan tertinggi pada tingkat resiko tertentu, yang dianggap rumit pada saat itu karena belum ada perkembangan alat hitung elektonik (seperti program komputer worksheet saat ini). Kemudian dilanjutkan oleh Sharpe (1964), Lintner (1965), dan Mossin (1966) yang mengemukakan teori model penetapan atau penilaian harga aset modal (Capital Asset Pricing Model/CAPM), di mana resiko diukur dengan menggunakan beta (merupakan resiko sistematis saham), yaitu tingkat resiko yang tidak dapat dihindari setelah melakukan portfolio saham. Sedangkan Fama dan French (1992) dalam modelnya mengemukakan bahwa faktor beta saja tidak cukup untuk menjelaskan hubungan anta resiko dan return. Keduanya menyatakan bahwa faktor beta saham, book to market ratio dan ukuran perusahaan 129
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
merupakan variabel penjelas yang menjadi proksi resiko suatu saham terhadap tingkat keuntungan investor. Model lainnya yaitu Arbitrage Pricing Theory (APT) mengemukakan bahwa ukuran resiko suatu saham tidak hanya dijelaskan dengan beta saham tersebut, namun oleh banyak faktor yang mempengaruhi hubungan antara resiko dan return. Para pemodal melakukan diversifikasi investasi karena ingin mengurangi resiko yang harus ditanggung. Sementara tingkat keuntungan yang diharapkan dari portfolio merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat keuntungan yang diharapkan dari masing-masing saham yang membentuk portfolio tersebut, deviasi standard portfolio lebih kecil dari rata-rata tertimbang sejauh koefisien korelasi antar saham yang membentuk portfolio tersebut lebih kecil dari satu. Semakin rendah koefisien korelasi, semakin efektif penurunan deviasi standard. Dengan memperbesar jumlah saham pada portfolio, diperkirakan deviasi standard portfolio tersebut akan tergantung pada kovarians saham-saham yang membentuk portfolio tersebut. Hal inilah yang memyebabkan mengapa dengan menambah jumlah saham dalam portfolio, hanya menurunkan deviasi standard portfolio tetapi tidak pernah bisa menghilangkannya. Mathematical programming merupakan suatu teknik matematika yang didesain untuk membantu para pembuat keputusan dalam merencanakan, dan membuat keputusan tentang penggunaan sumber daya ekonomi yang dimiliki. Secara umum, mathematical programming yang dapat digunakan dalam pembuatan keputusan dengan mempertimbangkan prioritas kepentingan setiap tujuan, salah satunya adalah goal programing (GP). Goal programing terfokus pada bagaimana mendapatkan solusi atau keputusan yang dapat meminimumkan ketidaktercapaian target-target berbagao tujuan, agar dapat memuaskan pihak-pihak yang terkait dengan tujuan keputusan. Asumsi dasar dalam membuat formulasi model goal programing adalah : (a) kepastian, (b) proporsionalitas dalam fungsi tujuan dan kendala, (c) additivitas, (e) divisibilitas dan (f) azas non negatif. Goal Programming digunakan dalam penelitian ini sebagai pendekatan untuk menghasilkan solusi optimal bagi investor pada situasi pasar I dan bearish. Berdasarkan ulasan dan pandangan-pandangan di atas, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimana menyusun portfolio investasi saham optimal ?; dan (2) bagaimana melakukan simulasi dan pengujian terhadap berbagai setting prioritas untuk menghasilkan portfolio investasi saham optimal? 2. Metode Penelitian Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Menurut Sudman dan Blair dalam Istijanto (2006:49), penelitian eksperimen merupakan riset yang berusaha memanipulasi satu atau lebih variabel dependen. Metode eksperimen dilakukan dengan maksud untuk mencoba menemukan portfolio optimal dari berbagai susunan prioritas portfolio reksadana saham. Solusi optimal tersebut kemudian dianalisis kepekaannya terhadap perubahan kondisi bursa. Kasus yang diamati terjadi pada perusahaan X di Surabaya. Manajer investasi harus menentukan investasi optimal dalam sekuritas yang merupakan 45 saham blue chip yang masuk dalam kategori Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Dari berbagai pertimbangan dari ke 45 saham LQ45 tersebut, perusahaan telah menentukan lima saham terbaik saja untuk dimasukkan dalam kombinasi portfolio yang didasarkan atas dinamika yang terjadi di dalam pasar saham. Ke lima saham LQ45 yang dimaksud tersebut adalah : (1) BBRI, (2) TLKM, (3) SMGR, (4) BUMI, dan (5) LSIP. Dari kelima saham dalam Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia pada periode perdagangan 3 Agustus 2009 sampai dengan 29 Januari 2010, 130
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
digunakan sebagai obyek yang diamati dalam penelitian ini. Pemilihan kelima saham terbaik didasarkan pada pernyataan Manurung (2008:107), yaitu : ”strategi pengelolaan portfolio aktif, jumlah saham dalam portfolio tidak perlu banyak tetapi perlu diversifikasi”. Artinya, semakin banyak saham dalam portfolio akan mengorbankan berbagai hal yang tidak menguntungkan, misalnya analisis harus lebih besar dari normalnya, biaya yang semakin membengkak dan sebagainya. Manurung (2008:108-110) pernah melakukan penelitian terhadap 30 saham berdasarkan kapitalisasi pasar di bursa Indonesia dengan metode tertentu, menunjukkan hasil bahwa resiko portfolio sampai dengan sembilan saham mengalami penurunan yang cukup tajam. Data sekunder diunduh dari Bursa Efek Indonesia, dengan alamat PT Bursa Efek Indonesia > Home (http://www.idx.co.id/index-En.html); pada periode perdagangan 3 Agustus 2009 sampai dengan 29 Januari 2010, meliputi harga-harga saham, Indeks LQ45, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Data penelitian ini diunduh setiap minggu berdasar harga saham pada saat penutupan (closing price). Analisis data akan dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. Formulasi model Goal Programming Fenomena ekonomi dunia yang terjadi secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap pergerakan bursa direpresentasikan dalam suatu bentuk variabel keputusan. Koefisien-koefisien dalam model akan diestimasi dengan menggunakan data sekunder yang ada. Berikut ini adalah spesifikasi dari formulasi model goal programming dalam pembentukan portfolio optimal reksadana saham blue chip (LQ45) : (a) Fungsi tujuan : I
Minimumkan:
di
di
i
Di mana: d- merepresentasikan penyimpangan di bawah target (tujuan). d+ merepresentasikan penyimpangan di atas target (tujuan). i adalah urutan target (tujuan), mulai dari 1,2,…,i. (b) Fungsi kendala : Fungsi kendala terdiri dari kendala pertumbuhan nilai aktiva bersih, resiko saham ( i), investasi dalam kas untuk likuiditas modal, dan proporsi portfolio yang akan dipengaruhi oleh kombinasi kelima saham komponen portfolio LQ45. 1) Kendala resiko saham ( i) komponen portfolio maksimal dua kali resiko pasar ( m). 2 x pasar i .X i + d 1 - d 1 Di mana: = jumlah total resiko ( ) portofolio saham. i .X i 2x
pasar = kombinasi resiko dari total/masing-masing saham yang dapat diterima, maksimal 2 x resiko pasar. 2) Kendala Pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih (NAB) minimal 20.00% per tahun. 1.20 x Total Fund (TF) NABi .Xi + d 2 - d 2 Di mana: NABi .Xi = persentase total pertumbuhan NAB portfolio saham. 131
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
1.20 x TF
= pertumbuhan 20.00% dari total dana yang diinvestasi-kan dalam saham. (3) Investasi berbentuk kas maksimal 20,00%. Untuk menjaga likuiditas modal. TF - ( Pi .X i ) d 3- - d 3 0.20 x TF Di mana: ( Pi . X i ) jumlah total dana yang berbentuk portfolio saham. 0.20 x TF = 20.00% dari total dana. (4) Pada saat pasar meningkat (bullish market), investasi pasar dengan resiko tertinggi sebesar minimal 20.00% dari total dana. Sedang saat pasar menurun (bearish market), investasi pasar dengan resiko terendah sebesar minimal 20,00% dari total dana. Xi, > 0.20 x TF, jika pasar bullish. Xi, < 0.20 x TF, jika pasar bearish.. (5) Biaya transaksi setiap investasi saham sebesar 0.17% dari total investasinya. Dengan total dana sebesar Rp 100.000.000,00, maka target biaya transaksi = Rp 170.000,00. 170.000 ci(Pi .X i ) d -4 - d 4 Di mana ci = persentase biaya transaksi saham ke-i. Selanjutnya fungsi optimasi ini akan diaplikasikan dalam program Quantitative Management (QM). c. Penyusunan beberapa set prioritas Tahap ini merupakan tahap formulasi prioritas. Formulasi set prioritas akan dikaitkan dengan faktor pendukung dan kendala yang membayangi setiap pergerakan saham. Dengan demikian, semua kendala yang ada akan menjadi goal constraint. d. Tahap analisis/simulasi set prioritas Tahap ini adalah tahap untuk memperoleh hasil dari variabel keputusan dalam model pada tahap pertama. Dari setiap set prioritas akan diperoleh suatu set hasil. e. Penentuan set prioritas yang terbaik Tahap ini dimaksudkan untuk membandingkan hasil optimal pada set proritas yang telah diperoleh pada tahap ketiga. Penentuan set prioritas terbaik didasarkan pada kriteria banyaknya tujuan yang tercapai dalam suatu set prioritas tertentu. Pada akhirnya, tahap ini akan memberikan urutan set prioritas mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk.
3. Hasil Analisis dan Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, di mana tujuan utama dari penelitian ini, adalah : bagaimana membentuk portfolio saham LQ45 optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan dana yang akan diinvestasikan, target-target atau tujuan return, resiko, jaminan likuiditas dan pembiayaan transaksi pembelian saham. Algoritma dilakukan dengan model portfolio optimal pada saat pasar meningkat (bullish market) dan pada saat pasar menurun (bearish market). Pembandingan kedua model ini merupakan alternatif yang bisa dipilih investor pada kondisi pasar saham yang berbeda. Pada setiap model alternatif kondisi pasar tersebut kemudian dianalisis kepekaannya (sensitivity analysis) dengan setting prirotas tujuan yang berbeda, khususnya untuk prioritas resiko dan return 132
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
(NAB). Prioritas kedua tujuan ini menempati urutan pertama dan kedua, namun bisa pula urutannya sebaliknya, karena return dan resiko dapat dianggap salah satu lebih penting dari lainnya tergantung pada kondisi investor (risk averter atau risk seeker). Dengan demikian, pada tahap optimasi goal programming, ada empat formulasi model yang dianalisis, yaitu : a) Model Alternatif-1, model pada pasar bullish, dengan prioritas-1 resiko return portfolio dan prioritas-2 return portfolio; b) Model Alternatif-2, model pada pasar bullish, dengan prioritas-1 return portfolio dan prioritas-2 resiko return portfolio; c) Model Alternatif-3, model pada bearish, dengan prioritas-1 resiko return portfolio dan prioritas-2 return portfolio; dan d) Model Alternatif-4, model pada pasar bearish, dengan prioritas-1 return portfolio dan prioritas-2 resiko return portfolio. Resiko return portfolio yang dimaksud adalah resiko return portfolio dengan komposisi optimal saham-saham LQ45 terpilih. Return portfolio diproksikan melalui nilai aktiva bersih (NAB). Kelima saham LQ45 yang terpilih sebagai komponen portfolio adalah : (1) BBRI, (2) TLKM, (3) SMGR, (4) BUMI, dan (5) LSIP. Data dari kelima saham dalam Indeks LQ45 di BEI tersebut pada periode perdagangan tanggal 3 Agustus 2009 sampai dengan 29 Januari 2010 adalah : IHSG, dan closing price saham yang bersangkutan. Analisis deskriptif statistik dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kencenderungan karakteristik masing-masing saham LQ45 yang terpilih ditinjau dari apek closing price dan resiko return sahamnya. Ringkasan hasil analisis deskriptif statistik terhadap data yang dimaksud disarikan pada tabel berikut : Tabel 1. Statistik Deskriptif IHSG dan Closing Price Lima Saham LQ45 Periode Hari Perdagangan Saham di BEI Tgl. 3 Agustus 2009 - 29 Januari 2010. Rata-rata IHSG No. Emiten Saham LQ45 Closing Price (Rp) BEI 1 BBRI 5.956,00 2.078,63 2 TLKM 7.996,00 2.078,63 3 SMGR 4.814,00 2.078,63 4 BUMI 3.688,80 2.078,63 5 LISP 6.876,00 2.078,63 Sumber : data sekunder diolah, 2011 Rata-rata closing price dan IHSG dihitung dengan rata-rata aritmatik dengan formula perhitungannya : X = ( Xi)/n, di mana Xi adalah closing price pada hari perdagangan ke-i, n = banyaknya hari perdagangan saham yang diamati. Secara grafis posisi rata-rata closing price ke lima saham LQ45 terhadap rata-rata IHSG pada hari perdagangan yang diamati (tanggal 3 Agustus 2009 sampai dengan tanggal 29 Januari 2010), dapat dilihat pada gambar berikut :
133
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
IHSG
Gambar 1. Grafik Posisi Rata-Rata Closing Price Kelima Saham LQ45 Terhadap Rata-rata ISHG Sumber : data sekunder diolah, 2011.
Dari Gambar 1 tersebut, tampak saham TELKOM merupakan saham dengan rata-rata closing price tertinggi, diikuti saham LSIP, saham BBRI, saham SMGR dan saham BUMI. Keseluruhan rata-rata closing price ke lima saham tersebut jauh berada posisi di atas IHSG yang hanya Rp 2.078,63. Ini mengindikasikan pemilihan kelima saham LQ45 tersebut sebagai saham yang dipertimbangkan sebagai portfolio masih terkatagori sebagai keputusan yang tepat. Perhitungan tingkat resiko return saham ( saham) LQ45 komponen portfolio yang dipertimbangkan, dilakukan dengan pendekatan regresional; yaitu meregresikan gerakan closing price selama hari perdagangan saham yang diamati (periksa Lampiran 2). Hasil perhitungan resiko return saham dengan pendekatan regresional tersebut adalah : BBRI = 1.72; TLKM = 0.72; SMGR = 0.84; BUMI = 2.92 dan LSIP = 1.13. Sedang resiko pasar, diasumsikan sebagai resiko portfolio, dan dihitung menggunakan cara yang sama dengan perhitungan resiko masing-masing saham LQ45 terpilih, yaitu sebesar = 0.22 (periksa Lampiran 2). Dari aspek resiko return saham tersebut, dapat dibuat grafik yang dapat menjelaskan perbandingan tingkat resiko dari kelima saham LQ45 dengan resiko portfolio (yang diproksikan sebagai resiko pasar); seperti yang terlihat pada gambar berikut :
134
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
saham portfolio
Gambar 2 Posisi Resiko Kelima Saham LQ45 Sumber : data sekunder diolah, 2011. Dari Gambar 2 tersebut, tampak bahwa tingkat resiko return saham terendah adalah saham TELKOM, berikutnya saham SMGR, saham LISP, saham BBRI dan yang tertinggi adalah resiko saham BUMI. Kelima saham memiliki resiko return saham ( saham) yang di atas portfolio-nya. Kombinasi proporsi investasi pada kelima saham secara optimal dapat dilakukan untuk menekan resiko portfolio dan meningkatkan return portfolio, dengan pendekatan goal programming. Kondisi pada saat manajer investasi membuat keputusan untuk menanamkan dana kurang produktif pada portfolio adalah : a) total dan yang dianggap kurang produktif dan akan diinvestasikan dalam portfolio adalah sebesar Rp 100.000.000,00; b) untuk menjaga likuditas perusahaan, dari dana sebesar Rp 100.000.000,00 tersebut dapat disisakan paling banyak Rp 20.000.000,00 (20.00%) dalam bentuk uang tunai (cash); c) komposisi saham dalam portfolio yang terbentuk disyaratkan tidak menghasilkan resiko return saham dua kali lebih tinggi dari resiko pasarnya; d) tergantung kepada kondisi perdagangan saham di BEI, pada saat pasar meningkat atau menguat (bullish market), saham dengan resiko return saham terendah akan diinvestasi sebanyak paling sedikit Rp 20.000.000,00. Sebaliknya, pada saat pasar menurun atau melemah (bearish market), saham dengan resiko return saham terendah akan diinvestasi sebanyak paling banyak Rp 20.000.000,00. ini merupakan konvensi yang dianut oleh para investor saham profesional;
135
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
e) biaya transaksi investasi saham sebesar 0.17% dari jumlah investasinya, sesuai ketentuan yang berlaku pada salah satu broker saham yang terbesar (broker-X) di pasar saham Indonesia (BEI).. Kelima kondisi ini menjadi pertimbangan utama dalam mengkomposisi saham-saham LQ45 ke dalam portfolio yang akan dibentuk. Analisis goal programming diaplikasi dengan mempertimbangkan perbedaan prioritas tujuan-tujuan dalam pembentukan portfolio. Analisis Goal Programming atau GP diaplikasi dalam empat tahap, yaitu: (1) formulasi model Goal Programming; (2) penyusunan set prioritas; (3) analisis/simulasi set prioritas; dan (4) keputusan optimal melalui penentuan set prioritas yang terbaik. 1. Formulasi model. Ada empat formulasi model GP yang dianalisis, yaitu : (a) Model Alternatif-1, model pada pasar bullish, dengan prioritas-1 resiko return portfolio dan prioritas-2 return portfolio. Fungsi tujuan : Zmin = P1(d1+) + P2(d2-) + P3(d3-) + P4(d4-) Fungsi kendala : (1) 0.28 X1 - 0.83 X2 + 1.62 X3 - 0.69 X4 - 0.38 X5 + d1- - d1+ = 0.44 (2) 1.2 X1 + 1.2 X2 + 1.2 X3 + 1.2 X4 + 1.2 X5 + d2- - d2+ = 120,000,000 (3) X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + d3- - d3+ = 80,000,000 (4) 0.0017 X1 + 0.0017 X2 + 0.0017 X3 + 0.0017 X4 + 0.0017 X5 = 170,000 (5) X4 + d4- - d4+ = 20,000,000 (6) X1, X2, X3, X4, X5, X6 > 0 (azas non negatif). Penjelasan : Fungsi tujuan dengan prioritas-1 meminimumkan kelebihan resiko return saham dari target resiko pasar (= 2 x 0.22 = 0.44). Kendala untuk prioritas-2 ini adalah meminimumkan kekurangan return dari target perkembangan NAB (= 20.00% dari total dana yang diinvestasikan). Ini menunjukkan sikap investor yang lebih mementingkan untuk menghindari resiko (risk averter). Prioritas-3 meminimumkan kelebihan investasi dalam kas dari targetnya (= Rp 20.000.000,00), dan prioritas-4 meminimumkan kekurangan target investasi saham dengan resiko tertinggi pada saat pasar bullish. d1+ = penyimpangan kelebihan dari target resiko return saham portfolio, d1- = penyimpangan kekurangan dari target resiko return saham portfolio, d2+ = penyimpangan kelebihan dari target return saham portfolio, d2- = penyimpangan kekurangan dari target return saham portfolio, d3+ = penyimpangan kelebihan dari target investasi dalam bentuk uang tunai, d3- = penyimpangan kekurangan dari target investasi dalam bentuk uang tunai, d4+= penyimpangan kelebihan dari target investasi pada saham resiko tertinggi, d4- = penyimpangan kekurangan dari target investasi pada saham resiko tertinggi, Kendala nomor (4) yang berkaitan dengan biaya transaksi tidak diprioritaskan mengingat jumlahnya kecil saja. Agar resiko return saham pada masing-masing komponen portfolio memiliki kesetaraan nilai (value equality) untuk dibandingkan, maka resiko return saham aktual distandarisasi menjadi nilai standardized dengan cara mengkurangkan rata-rata resiko return kelima saham LQ45 tersebut terhadap resiko return aktual masing-masing 136
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
saham, kemudian membaginya dengan standard deviasi resiko return kelima saham. Secara matematis standardized resiko return saham dihitung dengan formula sebagai berikut (Dayan, 1999:201) : Standardized i = ( i - )/ . Di mana i = resiko return aktual saham LQ45 ke-i, i = resiko return aktual masing-masing saham ke-i, = rata-rata resiko return kelima saham LQ45, = standard deviasi resiko return kelima saham LQ45. Hasil iterasi formulai model alternatif-1 mencapai tingkat optimal dengan komposisi saham portfolio sebagai berikut: Tabel 2. Solusi Optimal Alternatif-1. No. Komponen Portfolio 1 BBRI (X1) 2 TLKM (X2) 3 SMGR (X3) 4 BUMI (X4) 5 LSIP (X5) 6 Cash (X6) Total Sumber : data sekunder diolah, 2011
Nilai Investasi (Rp) 0,00 0,00 41.877.560,00 58.122.440,00 0,00 0,00 100.000.000,00
Komposisi portfolio ini adalah optimal pada iterasi GP yang ke-5. Terlihat dari Tabel 2 tersebut, bahwa pada saat bullish market, investasi saham BUMI sebesar Rp 58.122.440,00 telah memenuhi konvensi yang dianut para investor di pasar saham, yaitu ”pada saat pasar bullish investasikan sebanyak-banyaknya kepada saham dengan resiko return tertinggi”. Investasi pada saham BUMI ini merupakan investasi tertinggi. Investasi pada saham SMGR terendah (Rp 41.877.560,00). Dana juga tidak diinvestasikan ke dalam saham BBRI, TLKM dan LSIP. Tidak ada dana yang tidak diinvestasi dalam bentuk saham (artinya dalam bentuk kas), yang digunakan untuk menjamin likuiditas modal. Keputusan untuk investor yang berprilaku risk averter pada pasar bullish ini, di mana kas yang dianggap tidak beresiko dimiminimumkan menjadi Rp 0,00; keputusan ini masuk akal, namun tidak memberikan jaminan tambahan untuk menjaga likuiditas modal. (b) Model Alternatif-2, model pada pasar bullish, dengan prioritas-1 return portfolio dan prioritas-2 resiko return portfolio. Model ini semata-mata sama dengan model alternatif-1, namun berbeda pada prioritas1 dan prioritas-2. Prioritas-1 adalah return portfolio dan prioritas-2 adalah resiko return portfolio. Ini menunjukkan sikap investor yang lebih mementingkan untuk berani menghadapi resiko demi mencapai return yang tinggi (risk seeker). Fungsi tujuan : Zmin = P2(d1+) + P1(d2-) + P3(d3-) + P4(d4-) Fungsi kendala : (1) 0.28 X1 - 0.83 X2 + 1.62 X3 - 0.69 X4 - 0.38 X5 + d1- - d1+ = 0.44 (2) 1.2 X1 + 1.2 X2 + 1.2 X3 + 1.2 X4 + 1.2 X5 + d2- - d2+ = 120,000,000 137
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
(3) X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + d3- - d3+ = 80,000,000 (4) 0.0017 X1 + 0,0017 X2 + 0,0017 X3 + 0,0017 X4 + 0,0017 X5 = 170,000 (5) X4 + d4- - d4+ = 20,000,000 (6) X1, X2, X3, X4, X5, X6 > 0 (azas non negatif). Hasil iterasi formulai model alternatif-2 mencapai tingkat optimal dengan komposisi saham portfolio sebagai berikut (Lampiran 3) : Tabel 3 Solusi Optimal Alternatif-2. No. Komponen Portfolio 1 BBRI (X1) 2 TLKM (X2) 3 SMGR (X3) 4 BUMI (X4) 5 LISP (X5) 6 Cash (X6) Total Sumber : data sekunder diolah, 2011
Nilai Investasi (Rp) 0,00 0,00 33.877.551,20 66.122.448,80 0,00 0,00 100.000.000,00
Komposisi portfolio ini adalah optimal pada iterasi GP yang ke-5. Terlihat dari Tabel 3 tersebut, bahwa pada saat bullish market, investasi saham BUMI bagi investor risk seeker sebesar Rp 66.122.488,80 tetap memenuhi konvensi yang dianut para investor di pasar saham dan bahkan makin tinggi dibanding keputusan investor risk averter (Rp 58.122.440,00). Artinya, perbedaan sikap investor yang makin berani menghadapi resiko menyebabkan investasi pada saham dengan resiko return tertinggi menjadi makin besar. Investasi pada saham SMGR menurun (Rp 33.877.551,20) dibanding keputusan investor yang berprilaku risk averter (Rp 41.877.560,00). Dana yang tidak diinvestasi dalam bentuk saham, tetap sebesar Rp 0,00, artinya tetap tidak ada tambahan jaminan likuiditas modal. Dari perbandingan model Alternatif-1 dan Alternatif-2, menunjukkan bahwa pergeseran prioritas-1 dan prioritas-2 secara berbalikan merubah komposisi portfolio optimal. Artinya sikap investor yang berani menghadapi resiko dan invesntor yang menghindar resiko, mempengaruhi keputusan optimal pada pasar bullish. Walaupun perubahan komposisi portfolio merubah nilai nominal investasi pada kedua saham SMGR dan BUMI, namun secara prinsip kedua jenis investor tetap mematuhi konvensi yang menyatakan bahwa : pada saat pasar bullish sebaiknya investasi lebih banyak ke dalam saham dengan resiko return tertinggi. (3) Model Alternatif-3, model pada pasar bearish, dengan prioritas-1 resiko return portfolio dan prioritas-2 return portfolio. Model ini semata-mata sama dengan model alternatif-1 (investor yang risk averter), namun berbeda pada kondisi pasar, yaitu pasar bearish. Prioritas tetap sama dengan model alternatif-1, yaitu : prioritas-1 adalah resiko return portfolio dan prioritas-2 adalah return portfolio. Fungsi tujuan : Zmin = P1(d1+) + P2(d2-) + P3(d3-) + P4(d4-)
138
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Fungsi kendala : (1) 0.28 X1 - 0,83 X2 + 1.62 X3 - 0.69 X4 - 0.38 X5 + d1- - d1+ = 0.44 (2) 1.2 X1 + 1.2 X2 + 1.2 X3 + 1.2 X4 + 1.2 X5 + d2- - d2+ = 120,000,000 (3) X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + d3- - d3+ = 80,000,000 (4) 0.0017 X1 + 0.0017 X2 + 0.0017 X3 + 0.0017 X4 + 0.0017 X5 = 170,000 (5) X2 + d4- - d4+ = 20,000,000 (6) X1, X2, X3, X4, X5, X6 > 0 (azas non negatif). Prioritas-4 tetap meminimumkan d4-, ini menunjukkan bahwa pada pasar bearish ini, investasi saham dengan resiko return terendah paling sedikit ditargetkan Rp 20.000.000,00 (dengan kata lain yang diminimumkan adalah kekurangan dari target investasinya). Hasil iterasi formulai model alternatif-3 mencapai tingkat optimal komposisi saham portfolio sebagai berikut (Lampiran 4) : Tabel 4. Solusi Optimal Alternatif-3. No. Komponen Portfolio 1 BBRI (X1) 2 TLKM (X2) 3 SMGR (X3) 4 BUMI (X4) 5 LISP (X5) 6 Cash (X6) Total Sumber : data sekunder diolah, 2011
Nilai Investasi (Rp) 51.530.569,01 20.000.000,00 0,00 8.469.430,99 0,00 20.000.000,00 100.000.000,00
Komposisi portfolio ini adalah optimal pada iterasi GP yang ke-5. Terlihat dari Tabel 4 tersebut, bahwa pada saat bearish market, investasi saham TLKM sebesar Rp 20.000.000,00 tetap memenuhi konvensi yang dianut para investor di pasar saham. Investasi pada saham BBRI tetap merupakan investasi tertinggi (Rp 51.530.569,01) walaupun lebih kecil jika dibanding pada pasar bullish (Rp 54.020.619,01); investasi pada saham BUMI tetap terendah (Rp 8.469.430,99) namun menjadi lebih tinggi jika dibanding pada pasar bullish (Rp 5.979.380,00). Dana yang tidak diinvestasi dalam bentuk saham, tetap sebesar Rp 20.000.000,00 digunakan untuk menjamin likuiditas modal. (4) Model Alternatif-4, model pada pasar bearish, dengan prioritas-1 return portfolio dan prioritas-2 resiko return portfolio. Model ini semata-mata sama dengan model alternatif-3, namun berbeda pada prioritas-1 dan prioritas-2 (investor yang risk seeker). Prioritas-1 adalah return portfolio dan prioritas-2 adalah resiko return portfolio. Fungsi tujuan : Zmin = P2(d1+) + P1(d2-) + P3(d3-) + P4(d4+)
139
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
Fungsi kendala : (1) 0.28 X1 - 0.83 X2 + 1.62 X3 - 0.69 X4 - 0.38 X5 + d1- - d1+ = 0.44 (2) 1.2 X1 + 1.2 X2 + 1.2 X3 + 1.2 X4 + 1.2 X5 + d2- - d2+ = 120,000,000 (3) X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + d3- - d3+ = 80,000,000 (4) 0.0017 X1 + 0.0017 X2 + 0.0017 X3 + 0.0017 X4 + 0.0017 X5 = 170,000 (5) X2 + d4- - d4+ = 20,000,000 (6) X1, X2, X3, X4, X5, X6 > 0 (azas non negatif). Hasil iterasi formulai model alternatif-4 mencapai tingkat optimal komposisi saham portfolio sebagai berikut (Lampiran 5) : Tabel 5. Solusi Optimal Alternatif-4. No. Komponen Portfolio 1 BBRI (X1) 2 TLKM (X2) 3 SMGR (X3) 4 BUMI (X4) 5 LISP (X5) 6 Cash (X6) Total Sumber : data sekunder diolah, 2011
Nilai Investasi (Rp) 29.020.000,00 20.000.000,00 0,00 30.980.000,00 0,00 20.000.000,00 100.000.000,00
Komposisi portfolio ini adalah optimal pada iterasi GP yang ke-5. Terlihat dari Tabel 5 tersebut, bahwa pada saat bearish market, investasi saham TLKM tetap terjaga sebesar Rp 20.000.000,00 dan tetap memenuhi konvensi yang dianut para investor di pasar saham. Investasi pada saham BBRI tidak lagi merupakan investasi tertinggi (Rp 29.020.000,00), dan lebih kecil jika dibanding pada pasar bullish (Rp 54.020.619,01). Investasi pada saham BUMI menjadi tertinggi (Rp 30.980.000,00) dan jauh lebih tinggi jika dibanding pada pasar bullish (Rp 5.979.380,00). Dana yang tidak diinvestasi dalam bentuk saham, tetap sebesar Rp 20.000.000,00 digunakan untuk menjamin likuiditas modal. Dari perbandingan model Alternatif-3 dan Alternatif-4 menunjukkan bahwa pergeseran prioritas-1 dan prioritas-2 secara berbalikan, telah merubah komposisi portfolio optimalnya. Perbanding solusi optimal pada pasar bullish menunjukkan bahwa sikap investor (risk averter atau risk seeker) ternyata tidak merubah komposisi portfolio optimal. Pada pasar bullish, di mana perdagangan saham di BEI sedang bergairah, memberikan peluang yang sama baiknya bagi investor risk averter dan risk seeker. Saham SMGR dan saham BUMI menjadi saham layak untuk dibeli sebagai komponen portfolio dalam jumlah terbesar (artinya kedua saham tersebut menjadi satu-satunya komponen portfolio optimal). Likuiditas cadangan untuk menjaga kelancaran operasional menjadi tidak terjamin, karena portfolio optimal pada pasar bullish bagi investor risk averter dan risk seeker ini tidak memberikan sisa dana untuk dipertahankan sebagai uang tunai (cash). Ini merupakan pelanggaran terhadap tujuan prioritas-3. Namun bagaimanapun, portfolio tersebut adalah portfolio optimal, walaupun ada beberapa prioritas tujuan yang tidak tercapai. Intinya, pada saat pasar bullish, investor dapat mengabaikan resiko likuiditas dalam bentuk uang tunai (cash) yang harus dipertahankan, bagaimanapun sikap investor terhadap resiko. 140
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Saham TLKM merupakan saham yang layak menjadi blue chip pada pasar bearish, in terlihat dari proporsinya yang tetap konstan (Rp 20.000.000,00), demikian pula saham BBRI, juga tetap konstan (Rp 54.020.619,01). Saham SMGR dan LISP tetap tidak menghasilkan portfolio optimal pada pasar bearish. Temuan untuk saham SMGR ini agak mengherankan, karena diketahui bahwa PT Semen Gresik (Persero) sebagai emiten adalah perusahaan yang dikenal memiliki kinerja baik. Ini bisa disebabkan karena perilaku investor atau pialang saham dalam menyikapi gerakan harga saham di pasar sekunder, bahkan di pasar tersier. Pada pasar sekunder dan tersier, pelaku pasar (buyers maupun salers) lebih menganggap saham sekedar komoditi perdagangan seperti barang dagangan lainnya. Khususnya para pembeli saham sangat tertarik pada persoalan bid-ask price untuk memperoleh keuntungan dari naik turunnya harga dalam waktu yang singkat. Kinerja perusahaan emiten tidak sangat menjadi informasi relevan, karena assymetric information dapat tertutupi oleh ulah pialang atau brooker yang tidak rasional. Pada pasar bearish, investor harus lebih berhati-hati terhadap resiko likuiditas operasional perusahaan, ini dapat dilihat bahwa kedua alternatif portfolio optimal tetap mempertahankan kas Rp 20.000.000,00. Saham LISP pada keempat alternatif portfolio optimal tidak pernah menjadi komponen portfolio yang harus diinvestasi. Ini menunjukkan bahwa pemilihan LISP sebagai salah satu bakal komponen untuk portfolio perlu dipertimbangkan lagi. Interaksi naik turunnya harga saham ini dengan saham komponen lain portfolio mungkin menyebabkan saham LISP tersebut bukan saham yang dapat mendukung sebuah portfolio, walaupun kinerja emiten terkatagori baik. Unsystematic risk untuk LISP diperkirakan menghasilkan koefisien korelasi return saham ini dengan keempat saham lainnya (BUMI, SMGR, BBRI dan TLKM) tidak negatif, sebagai salah syarat kelayakan portfolio. Ini memberikan peluang bagi peneliti lain untuk mengkaji hal ini. 4. Kesimpulan Dari rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : a) Penyusunan portfolio investasi saham optimal Pada pasar bullish, portfolio optimal bagi investor yang risk averter, dihasilkan sebagai berikut (periksa Tabel 2) : (a) Investasi pada saham semen Gresik (SMGR) = Rp 41.877.560,00; (b) Investasi pada saham BUMI = Rp 58.122.440,00; dan (c) Kas = Rp 0,00. Tidak dilakukan investasi pada ketiga saham lainnnya (BBRI, TLKM, dan LSIP). Porfolio ini optimal, karena tidak terjadi pelanggaran pada ketentuan yang dianut investor dan konvensi-konvensi yang berlaku (khususnya persediaan kas maksimal, sebesar Rp 20.000.000,00). Sedangkan bagi invetor yang risk seeker, portfolio optimal yang dihasilkan adalah sebagai berikut (periksa Tabel 3) : (a) Investasi pada saham semen Gresik (SMGR) = Rp 33.877.551,00; (b) Investasi pada saham BUMI = Rp 66.122.448,00; dan (c) Kas = Rp 0,00. Pada pasar bullish, saham SMGR dan BUMI ternyata merupakan saham potensial untuk diinvestasi baik bagi investor risk averter maupun bagi investor risk seeker.
141
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
Pada pasar bearsih, portfolio optimal bagi investor yang risk averter, dihasilkan sebagai berikut (periksa Tabel 4) : (a) Investasi pada saham BBRI = Rp 51.530.569,01; (b) Investasi pada saham TLKM = Rp 20.000.000,00; (c) Investasi pada saham BUMI = Rp 8.469.430,99; dan (d) Kas = Rp 20.000.000,00. Pada kedua saham lainnya (SMGR dan LISP) tidak dilakukan investasi. Sedangkan bagi invetor yang risk seeker, portfolio optimal yang dihasilkan adalah sebagai berikut (periksa Tabel 5) : (a) Investasi pada saham BBRI = Rp 29.020.000,00; (b) Investasi pada saham TLKM = Rp 20.000.000,00; (c) Investasi pada saham BUMI = Rp 30.980.000,00; dan (d) Kas = Rp 20.000.000,00. Pada kedua saham lainnya (SMGR dan LISP) tidak dilakukan investasi. Pada pasar bearsih, saham BBRI, TLKM dan BUMI ternyata merupakan saham potensial untuk diinvestasikan baik bagi investor risk averter maupun bagi investor risk seeker. Pada saat pasar bearish, perlu dicadangkan kas maksimal (Rp 20.000.000,00) untuk menjamin likuiditas investor yang bersangkutan. b) Hasil simulasi melalui setting prioritas tujuan. Hasil simulasi yang dilakukan dengan merubah berbagai setting prioritas tujuan ternyata tidak memberikan hasil portfolio optimal yang berbeda signifikan dengan portfolio optimal yang awal. Dengan demikian, perubahan prioritas tujuan tidak efektif terhadap perubahan penyebaran investasi kepada masing-masing saham anggota portfolio. Dari kesimpulan di atas, dapat diajukan beberapa saran baik untuk kperluan praktis (investor) maupun untuk keperluan akademis (peneliti lain) sebagai berikut : 1) Untuk investor : portfolio optimal yang dihasilkan pada pasar bearish dan bullish baik untuk investor risk averter dan risk seeker dapat diacu sebagai pedoman untuk membuat keputusan dalam berinvestasi ke dalam sebuah portfolio. 2) Untuk peneliti lain : penggunaan goal programming sebagai pendekatan penyusunan portfolio optimal dapat dikembangkan dengan menambahkan bobot prioritas untuk membanding seberapa lebih pentingnya suatu tujuan jika dibanding dengan tujuan lainnya secara terukur. Dengan demikian tingkat kepentingan suatu tujuan terhadap tujuan yang lain lebih terukur; sehingga hasil analisisnya bisa lebih detil dikaitkan besaran kepentingan antar tujuan tersebut.
142
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Daftar Pustaka Brigham, Eugene dan Luois C. Gapenski. 1993. Manajemen Keuangan. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Elton, J. Edwin dan Martin J. Grubber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. New York: John Wiley and Sons, Inc. Fabozi, J. Frank. 1999. Manajemen Investasi. Edisi Indonesia. Alih bahasa Simona dan Schuster. Buku Satu. Salemba Empat. Judul asli: Investment Management. 1992. Singapore: Prentice Hall Internacional, Inc Fama, E.F and French, K.R. 1992. The Cross Section of Expected Stock Return. Journal of Finance , 47 (2): 427-465. Gladish, B.P.; Jones, D.F.; Tamiz, M.; dan Terol, A.B. 2005. An Interactive Three-Stage Model for Mutual Fund Portfolio Selection. Omega the Internacional Journal of Management Science. Diambil dari www.elsevier.com/locate/omega (29 Juni 2006). Husnan, Suad. 2005. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPPAMP YKPN Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE Kasana, H.S. dan Kumar, K.D.. 2003. Grouping Algorithm for Linear Goal Programming Problem. Asia-Pasific Journal of Operation Research. No. 20. pp 191-220. Lintner, J. 1965. Security Prices, Risk and Maximal Gains From Diversification. Journal of Finance, 47:13-37. Manurung, Adler Haymans. 2008. Reksa Dana Investasiku. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Markowitz, H.M. 1952. Portfolio Selection, Journal of Finance. 7:77-91. McCarl, Bruce A. dan Thomas H. Spreen. 1980. Price Endogenous Mathematical Programming as a Tool for Sector Análisis. American Journal of Agricultural Economics 62 (1):87-102 Mossin, J. 1966. Equilibrium in a Capital Asset Market. Econometrica, Journal of Finance 34:768-783. 143
Kamarul Imam dan IKM Dwipayana, Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana (Lq45)
Pandaraki, K; M. Doumpos dan C. Zopounidis. 2004. Towards a Goal Programming Methodology Costructing Equity Mutual Fund Portfolios. Journal of Asset Management. Vol. 4 No. 6 pp 415-428. Rahardjo, Sapto. 2003. Panduan Investasi Reksadana. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Render, Barry dan Ralp M. Stair, Jr. 2000. Quantitative Analysis For Management. Singapore: Prentice Hall International, Inc Sabardi, Agus. 1994. Manajemen Keuangan. Jilid 1. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Schniederjans, M.J.. 1995. The Life Cycle of Goal Programming Reserach as Recorded in Journal Articles. Operation Research Forum. Vol. 43 No. 3. pp 551-557. Sharma, D.K.; D. Gosh dan D.M. Mattion. 2003. An Aplication of Goal Programming with Penalty Function to Transhipment Model. International of Logistic: Research and Application. Vol. 6 No. 3. pp 125-136. Sharpe, F. Wiliam. 1964. Capital Asset Prices: A Theory Of Market Equilibrium Ander Condition of Risk. Journal of Finance, 19 (3):452-42. Sharpe, F. Wiliam; Gordon J. Alexander dan Jeffery V. Bailey. 1997. Investasi. Edisi Indonesia. Jilid 1. Alih bahasa Henry Njooliangtik dan Agustiono. Jakarta: Prenhalindo. Judul asli: Investment. 1995. Singapore: Prentice Hall Internacional, Inc Sitompul, Asril. 1996. Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya. Bandung: PT. Citra Aditya bakti. Sugiarto, Agus. 2003. Reksa Dana, Perbankan dan Sektor Riil. Kompas, 3 Juli, hal. 1. Taha, Hamdy A. 1998. Operation Research An Introduction. International Edition. Singapore: Prentice-Hall International, Inc. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portfolio. Yogyakarta: BPFE. Wiguna, Harry. 2008. Pajak Reksadana Kontraproduktif. Jawa Pos, 16 Pebruari, hal. 8. Yuliati, Handaru Sri; Handoyo Prasetyo dan Fandy Tjoptono. 1996. Manajemen Portfolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: Andi Offset.
144