ISSN 2089-1482
VOLUME 3 NOMOR 1
April 2013
Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
Rafael Purtomo Somaji
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo)
Noor Salim
Identifikasi Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember)
Andri Purnomo
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada UKM Daun Agel Handicraft Di Bangkalan
Wenny Istigfarini dan H.Setiyo Budiadi
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur
Sarwedi dan Nugroho
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism
Kusuma Wulandari
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha
R. Andi Sularso
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Di Kabupaten Sidoarjo
Dhiah Fitrayati dan Sasongko
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (LQ 45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda
Kamarul Imam
Analisis Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember
Nanik Istiyani
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabuapten Banyuwangi
Moch. Syaharudin
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Fivien Muslihatinningsih
IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA CABANG JEMBER
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
Cabang Jember ISSN 2089-1482 Volume 3 Nomor 1, April 2013
Ketua Redaksi/Pedanggung Jawab Prof. Dr. H. Moh. Saleh, M.Sc Sekretaris Drs. H. Sonny Sumarsono, MM Editor Ahli Dr. Siti Komariyah, SE, M.Si Dr. Zainuri, SE, MSi Dr. Sumani, SE. Msi Drs. Hendrawan Santoso P, SE, MSi, Ak
Alamat Redaksi Sekretariat/Redaksi: Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl Kalimantan Kampus No.37 Tegalboto Jember 68121 Telp. (0331) 337990- Fax (0331) 332150 E-mail :
[email protected]
Jurnal Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jember (ISEI-Jember) diterbitkan oleh Alumni Fakultas Ekonomi yang berdomisili di Kabupaten Jember dan sekitarnya, sebagai media profesi ilmiah, penyebaran informasi dan forum pembahasan masalah-masalah Pembangunan Ekonomi. Terbit 2 (dua) kali setahun setiap bulan Oktober dan April. Penyunting ISEI Jember menerima tulisan yang belum pernah dimuat media lain berupa hasil penelitian, ulasan atas suatu permasalahan Ekonomi atau gagasan orisinil dengan substansi pokok terkait dengan upaya untuk memajukan pembangunan ekonomi serta kesehjateraan masyarakat.
DAFTAR ISI Analisis Resolusi Konflik Eksplorasi Tambang Emas Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Rafael Purtomo Somaji
1 - 20
Kajian Manajemen Transportasi Pada Daerah Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Probolinggo) Noor Salim
21 - 40
Identifikasi Faktor Penyebab Dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Jember (Studi Kasus Kemiskinan Di Wilayah Utara Kabupaten Jember) Andri Purnomo
41 - 52
Analisis Strtategi Fungsi Produksi Pada Ukm Daun Agel Handicraft Di Bangkalan Wenny Istigfarini Dan Setiyo Budiadi
53 - 69
Pengaruh Ketahanan Sektor Basis Terhadap Inflasi Di Jawa Timur Sarwedi dan Nugroho
70 - 86
Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism Kusuma Wulandari
87 - 100
Pengaruh Etika Confucius, Kewirausahaan, Kemampuan Usaha Customer Satisfaction Dan Perceived Image Terhadap Kinerja Usaha R. Andi Sularso
101 – 109
Alternatif Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Di Sub Satuan Wilayah Pembangunan Iii Kabupaten Sidoarjo Dhiah Fitrayati dan Sasongko
111 - 126
Pembentukan Portfolio Optimal Reksadana Saham Blue Chip (Lq45) Dengan Pendekatan Goal Programing Pada Kondisi Pasar Saham Berbeda Kamarul Imam, I Ktut Mawi Dwipayana dan Priyo Hutomo
127 - 144
Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kota Jember Nanik Istiyani
145 - 158
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Unit Penjualan Motor Di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Moch. Syaharuddin
159 - 176
Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Jember Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Fivien Muslihatinningsih
177 - 190
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
PENGEMBANGAN POTENSI KAWASAN WISATA BAHARI WATU ULO SEBAGAI MODEL PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (ECOTOURISM DEVELOPMENT MODEL BASED ON COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) IN WATU ULO MARINE TOURISM AREA OF JEMBER REGENCY) Kusuma Wulandari Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Jember 68121/HP. 081358546880
Abstract The research focus was on the ecotourism development based on community based tourism (CBT) of Watu Ulo marine tourism area in Jember Regency of east java. The research outcome constituted a model of ecotourism development based on local cmmunities. This concept was supported by that of ecotourism, sustainable tourism, institutional concept, and the concept of social empowerment. The research used qualitative method with naturalistic paradigm. The data were collected with observing the tourism potency, in-depth-interviewing the related parties such as manager, tourism service, chamber of national park, and local society. The aspects of study included: 1) ecoturism market aspect, 2) ecoturism product, 3) stakeholders institution development, 4) local society involvement, and 5) ecoturism tour planning. The analysis was done institutional analysis, stakeholders analysis, ecoturism sufficient criteria analysis. Keywords: Marine tourism, development ecotourism and community based tourism 1. Pendahuluan Pariwisata adalah suatu kegiatan ekspor, tetapi komoditas goes where. Sebagai kegiatan ekspor, komoditas yang dijual tidak dibawa ke luar negeri tetapi pembeli atau konsumen yang harus datang. Perkembangan pesat dibidang pariwisata seolah tak terbendung karena semua pihak berlomba untuk memanfaatkan peluang bisnis di bidang pariwisata (Pitana : 2002). Demikian pula, akibat perkembangan pariwisata yang tanpa perencanaan dengan baik, dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks. Dari segi ekonomi ketidakmerataan manfaat (enequity) terlihat dalam distribusi antar lapisan masyarakat (vertical enequity) maupun antar daerah (spacial enequity) artinya masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang mendapatkan manfaat, sementara yang lain tidak mendapatkan manfaat. Dalam beberapa kasus terjadi proses marjinalisasi yang pada akhirnya menjadi suatu proses kemiskinan terstuktur dalam masyarakat (Pitana : 2002). Kenyataannya masyarakat lokal menjadi penonton pasif atas kemewahan orang lain yang sering terjadi dalam komonitas masyarakat daerah tujuan wisata saat ini. Pengembangan pariwisata harus mampu memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Hal ini sangat penting guna menjamin kelestarian lingkungan dan ekosistemnya serta kelangsungan pariwisata itu sendiri 87
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
(sustainability tourism). Penting untuk mengupayakan adanya pemerataan manfaat (equity) antar lapisan masyarakat (vertical equity) maupun antar daerah (spacial equity). Dalam konsep pariwisata berkelanjutan maka yang menjadi ukuran keberhasilannya adalah adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal (improvement quality of life). Dalam kaitan dengan tujuan pengembangan pariwisata, maka sangat penting untuk melakukan kajian-kajian tentang potensi aset wisata yang ada, fasilitas pendukung, kesiapan masyarakat setempat dalam menciptakan sadar wisata dan sapta pesona. Beberapa pertimbangan yang melatar belakangi penelitian pariwisata di kawasan wisata bahari Watu Ulo Jember adalah memperhatikan keadaan wilayah (biogeologi, morfologi, klimatologi, hidrologi dan demografi), serta perkembangan kota di bidang pemerintahan, pendidikan, industri dan perhubungan, maka menempatkan Kabupaten Jember memiliki kedudukan strategis bagi pengembangan kepariwisataan. Wisata Watu Ulo sebagai ikon pariwisata pantai di Jember memiliki peluang yang sangat positif, mengingat kawasan ini berada di jalur strategis yakni jalur lintas selatan (JLS) yang kini sedang dibangun, sehingga aksesibilitas bagi tujuan wisata ke depan sangat luar biasa. Permasalahan dalam penelitian ini dapat ditunjukan pada model perumusan permasalahan penelitian berikut ini.
LINGKUNGAN EKOWISATA
Gambar 1. Rumusan Permasalahan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian adalah Bagaimana kearifan local yang dapat dipergunakan untuk mendukung Pengembangan kawasan wisata bahari Watu Ulo Kabupaten Jember?
88
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
2. Tujuan penulisan Berdasarkan pada pertanyaan penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menyusun suatu rancangan kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat kawasan wisata bahari watu ulo Jember dengan memperhatikan modal social yang ada dan eksis dalam masyarakat. Dengan demikian, maka diharapkan akan mampu menumbuh-kembangkan destinasi wisata yang menarik, unggul dan memiliki peran yang strategis bagi kemajuan kepariwisataan Kabupaten Jember.
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan paradigma naturalistik sehingga hasil deskripsinya bersifat komprehensif. Pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan emik (emic view/persepsi informan) dan pendekatan etik (etic view/interpretasi peneliti berdasarkan konsep/teori dan hasil-hasil kajian yang relevan). Studi ini diarahkan pada penelitian kaji tindak (action research) dan kemitraan yang mengarah pada satu pemecahan masalah (problem solving) yang dikehendaki. Permasalahan yang ingin dicarikan pemecahan adalah pengembangan ekowisata kawasan wisata bahari Watu Ulo Jember. Kajian ini meliputi lingkup pengembangan potensi dan peluang serta kebijakan ekowisata kawasan wisata bahari yang berbasis pada masyarakat. Fokus pada peranan masyarakat khususnya masyarakat lokal karena mereka harus diberi porsi pertama dan utama. Orientasi ini mengacu pada paradigma pembangunan berkelanjutan dan paradigma pariwisata berbasis masyarakat. Dari sisi permintaan (demand side) kecenderungan wisatawan pada jenis wisata minat khusus. Motif wisata yang demikian akan sangat kondusif bagi pengembangan ekowisata guna meraih benefit secara ekonomis dan ekologis. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Dusun Watu Ulo dan Kampung Mayangan Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. Kawasan ini sudah dikenal sebagai destinasi/tujuan wisata Jember, baik oleh masyarakat Jember maupun masyarakat di luar Jember. Wisata Watu Ulo sudah dikenal oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara karena masih berdekatan dengan kawasan taman nasional Meru Betiri. Jarak ke Watu Ulo dari kota Jember kurang lebih 40 km dapat ditempuh dalam waktu 45 menit. Fasilitas jalan hotmix dan tersedia angkutan umum maupun menggunakan kendaraan pribadi. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif maupun data kuantitatif yang diperoleh dari sumber data primer maupun data sekunder. Informan adalah pihak-pihak yang terkait dalam lingkup aktivitas di kawasan wisata bahari Watu Ulo Jember, tokoh masyarakat, para pelaku/penyedia jasa wisata, wisatawan dan stakeholders lain yang diperoleh melalui teknik snowball. Data diraih dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi. Validasi data dilakukan dengan teknik trianggulasi (cross check) dan verifikasi (re-check) dan atau perpanjangan waktu penelitian. Analisis yang digunakan adalah analisis domain dan taksonomis, analisis kausalitas (causal analysis), analisis penjelasan sosial (sosial explanation analysis), dan analisis historis (historical analysis). Pendekatan yang digunakan dalam analisis adalah thick description (deskripsi mendalam-terfokus) dan relasi antar gejala dalam suatu kesatuan. Untuk selanjutnya digunakan model analisis kebijakan (bidang pengembangan ekowisata) melalui metode FGD (focus group discussion) para pakar dan pihak berkompeten dibidang pemberdayaan masyarakat dan ekowisata. 89
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
4. Hasil Analisis dan Pembahasan 4.1 Kearifan Lokal Masyarakat Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo Jember. Kearifan local adalah nilai-nilai lokal yang dimiliki oleh suatu masyrakat local setempat, yang diyakini dan dianut dalam melaksanakan aktifitas kehidupannya terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kehidupan dan keberlangsungan bersama masyarakat. Nilai kearifan local yang dimiliki oleh masyarakat kawasan wisata Bahari Watu Ulo dalam konteks ini berkaitan pula dengan pengelolaan SDA yang mereka miliki. Nilai kearifan local yang dibahas dalam konteks ini erat kaitannya dengan modal social yang dimiliki oleh masyarakat kawasan wisata bahari Watu Ulo. Kearifan local yang ada di masyrakat terwadahi atau masuk dalam modal social yang dimiliki masyarakat setemapat. Sehingga dikatakan antara modal social dan kearifan local dalam pembahasan konteks ini adalah sama. Hal ini senada dengan pernyataan, Komunitas nelayan memiliki sejumlah potensi khususnya modal sosial yang membuat bagi warganya dapat bertahan hidup bahkan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masa kini.Proses-proses sosial yang berlangsung selama ini mencerminkan kuatnya modal sosial yang dimiliki oleh komunitas nelayan.Modal sosial tersebut dapat dilihat dari system kerja, hubungan sosial dan aktivitas sosial lainnya.Komuitas nelayan memiliki kesadaran kolektif yang tinggi, karena system kekerabatan yang ada yang mencerminkan bahwa komunitas nelayan dibangun karena mata pencaharian tapi juga oleh ikatan darah dan perkawinan. Komunitas nelayan memiliki system nilai(kearifan local), system religi (agama dan kepercayaan) dan sistem kerja (mekanisme dan cara) dalam pemenuhan kebutuhannya. Potensi modal sosial yang dimiliki oleh komunitas nelayan merupakan potensi dasar yang dapat mengungkit dan mengungkap potensi modal lainnya. Seperti potensi kerjsama, kerja keras, kepercayaan dan kejujuran bahkan potensi kelembagaan berupa organisasi kemasyarakatan baik bentukan masyarakat sendiri maupun bentukan pemerintah. (dalam Suparman, 2012) Komunitas nelayan juga memiliki potensi jaringan dan akses berupa hubugan dan komunikasi dengan dunia luar sebagaimana layaknya pelaut pada umumnya yang mrnjangkau batas geografis dan batas wilayah bahkan batas Negara/bangsa.Potensi ini menjadi pengalaman tersendiri yang dapat memperkuat potensi modal manusia berupa keterampilan dan wawasan mereka dalam menata hidup dan kehidupannya.Komunitas nelayan pada umumnya memiliki tradisi yang dapat menjadi media dalam menumbuhkan kerjasama dan kebersamaan.Oleh karena itu komunitas nelayan memiliki ciri dan karakteristik sebagaimana Tonnies dengan gemeinchaftnya, Durkheim dengan solidaritas mekaniknya.Semua potensi internal dan eksternal yang menjadi peluang bagi komunitas nelayan memberi warna dalam dinamika kehidupannya. (Dalam Suparman,2012) Modal social yang dimiliki oleh masyarakat kawasan wisata Bahari Watu Ulo sebagai berikut: Nilai yang dianut Nilai adalah kepercayaan yang sudah diyakini oleh masyrakat kawasan wisata Watu Ulo yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Nilai yang ada berkaitan dengan aktifitas kehidupan masyarakat yang terwadahi dalam Kegiatan;
90
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
a. Pengajian Tahlil dan Yasin Kalau ada tetangga yang meninggal itu tetangga pada datang untuk pengajian yasin dan tahlil itu semua tetangga datang sampai 7 hari. Kegiatan ini tanpa diundang para tetangga itu langsung datang. Terus tuan rumah memberi hidangan apa saja yang dia mampu meskipun sebenarnya gak dikasih tidak apa-apa. Kelompok pengajian yasinan dan tahlilan yang diadakan pada malam Jum’at legi. Kegiatanya membaca surat yasin dan tahlilan. Tujuannya seperti acara pengajian manakipan, mendo’akan orang yang sudah meninggal, memohon keselamatan dan rizeki pada Allah agar kerja di laut diberi kemudahan. b. Gotong-Royong Menggali kuburan itu semuanya atas gotong-royong tetangga dekat. Bagi tentangga yang di tinggal mati itu tetangga yang lain membantu memberi beras 2 kg atau 1, setengah kg. Kalau memberi uang itu antara Rp 5-10 ribu. Siapapun orangnya baik punya maupun gak punya itu pasti di tolong dan dibantu. Jadi dasranya kerukunannya satu sama lain. c. Pengajian Manakip Kelompok pengajian manakip, pengajian yang diadakan khusus tiap malam minggu. Acara pengajian manakip itu secara khusus untuk berdzikir dan mendo’akan orang-orang yang mati. Angotanya 40 orang, tidak ada arisan, tetapi pengajian ini dijadikan sarana untuk sumbang menyumbang apabila ada anggota lain ada yang punya hajat. Ketuanya Pak Suyitno. d. Pengajian dhiba’aan, Khataman Qur’an, diadakan setiap Jum’at legi, kalau di musholla lingkungan saya ini. Kelompok pengajian sholatan, tawassul, tujuannya sama seperti yang di atas. Tujuannya, untuk memohon keselamatan dunia dan akhirat pada Allah, selain itu agar desa kita dijauhkan dari malapetaka dan kita dihindarkan penyakit ta’un. Di dusun Watu Ulo payangan, terdapat tiga kelompok pengajian perempuan; 1) kelompok pengajian yasin tahlil dan dhibaan muslimatan Dilaksankan pada malam hari Jum’at. Anggota pengajian ini terdiri dari ibu-ibu dan remaja putri dusun Watu Ulo. Jumlah anggota pengajian sebanyak 60 orang; 2) kelompok pengajian yasinan dilaksanakan pada malam senin, anggotanya sebanyak 50 orang. Pengajian ini lebih diutamakan untuk remaja putri namun ada sebagian ibu-ibu yang datang; 3) Kelompok pengajian I’tiba atau dhibaan muslimatan, dalam pengajian ini tidak menggunakan yasin dan tahlil tetapi menyanyikan lagu-lagu pujian pada Nabi besar Muhammad S.A.W. Kegiatan pengajian ini dilaksanakan pada hari Minggu malan Senin anggotanya sekitar 40 orang. Anggota kelompoknya terdiri remaja putri dan Ibu-ibu. Ketua kelompok pengajian dipimpin langsung Ibu Muslikha. Budaya yang dikembangkan Budaya disini mengandung penegertian kebiasaan yang sudah diciptakan oleh suatu masyrakat sekitar yang mengadung nilai keindahan yang berkaitan dengan lingkungan dan kebiasan mereka. Yang termasuk budaya yang ada di masyarakat kawasan wisata bahari Watu Ulo adalah: 91
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
a. Gotong-royong 1) Gotong-royong dalam membangun membangun masjid, terutama waktu ngecor. Biasanya pengumuman disiarkan lewat speaker oleh Pak Kyai Yasin, dan orangorang pada datang membantu. Itu kemarinn baru gotong royong masji Al-Amin. Kalau gotong-royong Agustusan itu warga Watu Ulo kampungan tidak ada. 2) Gotong-royong pada Maulud Nabi Muhammad Tidak semua orang mengadakan kecuali orang-orang yang mampu saja. Acara mauludan, itu pengajian. 3) Gotong-royong Petik laut, Semuanya ditarik sumbangan, untuk perahu kecil Rp 25 ribu kalau perahu payang Rp 250 ribu. Uang sumbangan petik laut ini diambilkan dari potong tengah. Model sumbangan sumbangan ini dengan sistem menyicil. Untuk perahu kecil biasanya dicicil 2 kali, sedangkan kalau payang saya belum tahu. Kalau yang menarik sumbangan itu Pak Sarito selaku ketua nelayan payangan. Kalau pada saat hasil tangkapan ikan banyak, biasanya nelayan menambah acara petik laut seperti hiburan orkes dangdut. b. Sumbangan Pada acara hajatan 1) Sumbangan acara perkawinan tetangga juga nyumbang seperti becek orang perkawinan. Sumbangan tetangga yang masih keluarga itu Rp 10-15 ribu. Kadang sebagian bawah barang seperti beras, gula, mie, dan lainnya. Sumbangan dari tetangga ini dicatat dan suatu saat dikembalikan apabila tetangga lain mepunyai hajat. kalau hajatan perkawinan, itu yang perempuan selain membawa barang itu juga memebawa uang namanya di sini becek. Kalau diundang untuk membatu acara perkawinan biasanya membawa sumbagannya lebih dari yang diundang bisa. Jadi kalau di sini menyumbang itu disesuaikan dengan kondisi pemberian barang yang didapatkan. 2) Sumbangan acara khitanan Kalau di sini ada acara khitanan itu kebetulan orang kaya itu ramai. Orang yang punya hajat itu biasanya mengundang tetangga dan tetangganya pasti datang. Kalau undangan itu bisa tertulis dan lisan. Kalau undangan itu disampaikan lewat tulisan itu disampaikan ketetangga-tetangganya. Kalau lewat lisan itu biayanya bisa disampaikan lewat istri atau suaminya yang punya hajat. Sumbangan dalam tradisi khitanan itu bisa Rp 10-15 ribu. Selain membawa uang itu membawa barang seperti beras 1,5-2 kg. tapi sebenarnya ini gantian saumpama suatu saat tetangga lainnya yang mengadakan hajatan ya harus dikembalikan sesuai pemberian tetangganya. Pemberian itu bisa lebih tinggi dari yang pernah diberikan juga tidak apa-apa. Tradisi sumbang-menyumbang itu masih sangat kuat di sini. Apalagi kalau yang mengadakan hajatan itu masih saudara dekatnya sendiri malah sumbangannya lebih besar. Kalau yang lain seperti hanya 20 ribu, maka yang masih ada hubungannya dengan keluarganya itu bisa 50 ribu. Kalau sekarang itu menyumbang 10 ribu malu, karena sekarang barang-barang itu mahal.
92
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
3) Sumbangan Pada acara petik laut Kalau utuk petik lau itu setiap nelayan di tarik sumbangan. Kalau untuk perahu besar itu sumbangannya Rp 250 ribu/per perahu, sedangkan perahu jukung antara Rp 50-75 ribu/perahu. Yang menarik sumbangan dari nelayan itu tokoh nelayan. Kalau di Watu Ulo ini biasanya yang narik mas Surito. Bapak Sarito ini sebagai ketua kelompok nelayan juga tokoh nelayan, sedangkan ketua II Pak Haji Syahri. Ikatan Kelompok Sosial Ikatan kelompok disini berkaitan dengan institusi nonformal yang menjadi wadah masyarakat nelayan di desa Watu Ulo dalam menjalankan aktifitas kegiatannya sehari-hari. Didalam juga berisi tentang kharismatik seseorang. 1. Kelompok nelayan mina Mutiara. Kelompok ini beranggotakan nelayan pancingan perahu jukung.. Ketua kelompoknya Pak Syamhuri. Sekretarisnya Pak Indar, dan saya sebagai bendaharanya. Angotanya khusus kelompok perahu jukung pancingan. Jumlah anggotanya 40 orang. Pertemuan diadakan setiap satu bulan sekali. Setiap anggota diwajibkan membawa uang sebesar Rp 5 ribu setiap kali pertemuan. Uang ini di kumpulkan untuk kas kelompok. Sedangkan kalau untuk konsumsi pertemuan per anggota di tarik iuran Rp 1000. Uang kas ini digunakan untuk keperluan anggotanya. Misalnya, ada anggota kelompok yang jaringnya rusak atau hilang maka bisa pinjam uang ke kelompok nelayan ini melaui bendaharanya. Uang kas sekarang sudah terkumpul sebesar Rp 500 ribu. Uang kas ini hanya untuk keperluan kerja di laut, selain itu tidak boleh. Misalnya ada anggota kelompok yang sakit maka dia tidak bisa pinjam. Kelompok nelayan pancingan Mina Mutiara ssudah berdiri 6 bulan yang lalu. Jadi sudah 6 kali pertemuan.Latar belakang didirikannya kelompok nelayan mini mutiara ini karena dulu peranah ada sumbangan dari pemerintah, seperti pancing dan jaring sering tidak sampai ke nelayan. Bantuan ini tidak sampai ke nelayan karena tidak ada kelompok. Dan bantuan ini cenderung di korupsi oleh aparat desa. Sedangkan katanya aparat pemerintah kalau ada bantuan itu kerepotan untuk membagikan karena jalurnya ke nelayan tidak ada. Maka akhirnya dibentuk kelompok nelayan. Sekarang ini banyak berdiri kelompok-kelompok nelayan. Yang saya tahu kelompok nelayan di Watu Ulo itu ada tiga. Masyarakat dusun Watu Ulo ini sebenarnya sudah ter-kelompok-kelopok-kan pengelompokka ini ada yang di dasari oleh pekerjaan. Misalnya, ketika tadi saya di warung kopi tidak berani bicara masalah orang yang kerja dengan menggunakan masker dan potassium karena di sebelah warung itu juragan udang yang membiayai orang yang mencari udang dengan menggunkan masker dan potassium, kalau saya tadi bicara tentang potasium malah bisa bertengkar. 2. Percaya pada Kyai Kalau di dusun Watu Ulo ini orang yang paling dihormati itu kyai. Setelah kyai ya para sesepuh. Kalau kepala dusun yang dekat dengan warga saja tidak dihormati, apalagi aparat desa. Watak orang dusun Watu Ulo itu suka iri pada tetangganya, apalagi kalau tetangganya sukses itu iri. Dulu itu pernah ada kepala dusunnya tetapi karena ada tetangga yang iri pada dia akhirnya meninggalnya tidak wajar. Selain itu kalau ada tetangganya yang hidupnya sukses atau hidupnya enak itu tetangga yang lainnya pasti iri hati. Kalau aparat desa dengan nelayan itu jarang ketemu dan kalau 93
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
ada bantuan itu sering bohong. Bantuan itu hanya di berikan pada saudaranya yang dekat. Kalau sama orang kaya itu lihat-lihat dulu apakah orang kayanya itu dengki atau suka menolong orang lain. Kalau orang kaya dan sifatnya dengki orang sini tidak suka, tapi kalau orang kaya suka menolong dan sopan itu dihormati sama nelayan. Kedudukan kyai yang dihormati itu bisa bergeser kalau kalu dia berbuat salah, seperti kyai yang melakukan zina itu hukumannya lebih berat. Masyarakat langsung tidak percaya, kalau ada kyai yang seperti itu. Kalau kyai itu dihormati karena ilmu agamanya, sedangkan orang kaya itu karena hartanya, tetapi kalau kebanyakan warga dusun Watu Ulo ini lebih percaya pada ilmunya kyai daripada sama harta. Tapi ilmu ada dua, kalau ilmunya itu ilmu hitam ya masyarakat tidak suka tetapi kalau ilmunya itu ilmu yang baik masyarakat pasti suka. Karena dulu ada kyai di sini, namanya Pak Nurrahmad, karena ilmunya sakti, tapi ilmunya itu untuk menggangu orang lain sehingga meresahkan warga dusun Watu Ulo. Bahkan pada waktu itu ada nelayan yang meninggal karena ilmu hitamnya kyai itu. Akhirnya kyai itu di massa sekitar 50 nelayan sampai mati dan mayatnya di buang ke laut. Peristiwa itu terjadi tahun 1999 ketika terjadi isu ninja. Saya itu tahu sendiri peristiwa itu. Waktu itu tidak ada orang yang mau menolong sama sekali. Kyai itu memang sakti. Setelah kyai itu meninggal dusun Watu Ulo ini aman. Pak Nurrahmad itu dulu kyai langgar. 4.2 Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Community Based Tourism di Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo. Pemberdayaan Masyarkat pada dasarnya setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development= CD) (isbandi,2003:292). Merujuk dari pernyataan itu maka pemberdayaan masyarakat mempunyai makna yang sama dengan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan ekowisata berbasis community based adalah sebagai upaya untuk menggali potensi-potensi yang ada dimasyarakat dalam pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat local sebagai aktornya. Sedangkan berkelanjutan dimaknai bahwa kegiatan ini memberikan dampak bagi masyarakat sekitar baik secara ekonomi dengan memperhatikan kelestarian konservasi lingkungan. Dalam pengembangan ekowisata berbasis Community Based Tourism di kawasan wisata bahari Watu Ulo ada beberapa dimensi-dimensi yang perlu diperhatikan sebagai suatu rangkaian untuk mencapai pemberdayaan masyarakat Watu Ulo dalam pengelolaan ekowisata. Dimensi itu antaralai: 1) Modal social masyarakat. Fukuyama (1995, dalam Triyono,2003) bahwa modal social dibentuk dan ditransmisikan melalui mekanisme cultural, seperti agama, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan historis. Mekanisme tersebut mampu membentuk nilai komunitas. Namun demikian, sebagai modal utama terbentuknya modal social adalah kejujuran antar individu (trust) yang terus menerus sehingga menimbulkan ikatan kepentingan dalam komunitas sehingga akan membentuk ikatan kelompok social berdasarkan norma-norma yang disepakati sebagai konsekuensi dari ikatan kepentingan tersebut.
94
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Analisis modal social yang ada pada masyrakat ekowisata bahari watu ulo dapat mengacu pada komponen-komponen modal social antaralain komponen mekanisme cultural, Saling percaya (trust), norma-norma yang dimiliki bersama, dan jaringan social. (Triyono, 2003). a. Mekanisme cultural Agama, Boelears(1984, dalam Triyono,2003) menuliskan bahwa agama islam sangat mewarnai konstruksi kebudayaan bahari/pesisir. Berkembangnya agama-agama telah memunculkannya kepercayaan (trust) masyrakat terhadap toloh-tokoh agama, terutama di wilayah pesisir. Bahkan kepercayaan terhadap tokoh agamatelah memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menyelesaikan berbagai masalah bersasma yang berkembang. Pada masyarakat ekowisata bahari Watu Ulo mekanisme cultural dicirikan dengan adanya budaya yang mencermikan keislaman seperti pengajian tahlilan, pengajian manakipan, pengajian dhibaan. Selain itu masyarakat ekowisata WatuUlo juga sangat mempercayai keberadaan kyai, kyai adalah salah satu sumber pemberi petuah, sumber kekuatan mereka sehingga segala sesuatu langkah dan kegiatan masyarakat sangat bergantung pada nasehat seorang kyai. Seolah-olah Ridho Kyai adalah Ridho sang Maha Kuasa . b. Tradisi dan kebiasaan histori Dalam pandangan tradisi dan kebiasaan histori, manusia belajar dari dua macam hubungan yaitu hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan hubungan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Padangan masyarakat pesisir terhadap alam menyebabkan terbentuknya karakter masyarakat yang selalu berusaha menjaga keserasian alam (laut)nagar dapat menguasai perilaku alam tersebut. Hubungan antar individu masyarakat pesisir juga diwarnai oleh pandangan manusia terhadap laut. Hal ini dapat dilihat pada pola organisasi masyarakat pesisir. (Triyono, 2003) Pada masyarakat pesisir Watu Ulo hubungan dengan alam diperlihatkan dengan cara mereka memperlakukan alam dalam pemanfaatan hasil lautnya masyarakat watu ulo sangat keras menetang jika ada anggota masyarakat mencari SDA laut dengan menggunakan potassium atau kompresor. Selain itu acara larung sesaji atau petik laut merupakan suatu upacara yang mereka peruntukan untuk alam sehingga harapan nya hasil SDA laut bias melimpah. c. Saling Percaya pranata Keterikatan saling percaya dapat menjebatani keretakan dalam masyarakat, atau sebaliknya, membawa kesamaan kehendak atau kesamaan etnis dari masing-masing individual untuk menjadi satu jalinan. (Putnam,1998, dalam Triyono 2003). Selanjutnya masyarakat yang mempunyai tingkat social yang tinggi adalah kepercayaan satu individu, atau saling terikat bersama dalam kewajiban, dengan individu lain (Putnam, 1993,1995 dalam Triyono 2003) Pada masyarakat pesisir Watu Ulo saling kepercayaan ini terbentuk dalam ikatan kelompok-kelompok yang sudah dibangun oleh masyarakat seperti kelompok pengajian, pemberian bantuan pada waktu hajatan. Kebersamaan masyarakat itu terbentuk akarena adanya suatu ikatan antara mereka. 95
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
d. Jaringan Sosial yang terbentuk Jaringan social yang terbentuk pada masyrakat pesisir watu ulo karena adanya kerjassama antar anggota, solidaritas, partisipasi dan timbal-balik. Dasar terbentuknya jaringan social adalah kewajiban social yang timbul sebagai akibat perasaan saling percaya antar individu. Jaringan social pada masyarakat pesisir Watu Ulo tampak pada acara pengajian, acara hajatan, gotong royong, kelompok kerja yang mereka bentuk dalam bentuk institusi nonformal, yang semuanya untuk memperteguh eksistensi masyarakat pesisir secara internal. 2) Akses Masyarakat Akses masyarakat dalam upaya pengelolaan sumber daya alam, dalam upaya pengelolaan event kegiatan yang berkaitan dengan wisata. Masyarakat yang berada pada daerah ekowisata haruslah diberikan kesempatan untuk mengelola berbagai event yang berkaitan dengan kegiatan wisata dikawasan wisata Watu Ulo terjadi dalam kurun waktu 1 tahun, yaitu pada waktu Hari Raya Idul fitri. Masyarakat harus bertidak sebagai actor dalam perencanaan, penyelenggaran suatu kegiatan atau suatu pengembangan kawasan wisata. Dalam hal ini akses bermakna keterlibatan masyarakat dalam mengelola obyek wisata. 3) Dukungan Institusi. Dukungan institusi adalahdukungan pemerintah dalam pengelolaan SDA dan bantuan dalam peningkatan kapasitas kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat pesisir Watu ULo. Disini perhatian pemerintah kepada masyarakat pesisir watu ulo sangat dibutuhkan terutama dalam prospek pengembangan daerah wisata watu ulo menjadi daerah kawasan ekowisata. Perencanaa, pelaksanaan untuk menjadikan daerah ekowisata juga harus mendapatkan dukungan institusi baik pada tingkat bawah maupun pada tingkat pucak. Gambar : Model Pemberdayaan Ekowisata Dikawasan Watu Ulo Kabupaten Jember.
Modal sosial masyarakat
Akses masyarakat
Sumber: data primer diolah 2012.
96
Pemberdayaan masyarakat
Dukungan Institusi/Pemerintah
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Pada gambar tersebut menjelaskan bahwa model pemberdayaan ekowisata pada masyarakat pesisir watu Ulo tersusun pada tiga elemen atau dimensi yaitu 1) modal sosial masyarakat yang terdiri atas budaya, kebiasaan, saling percaya dan jaringan kelompok. 2) Akses masyarakat, dalam hal ini bermakna masyarakat dikawasan itulah yang akan menjadi pengelola dalam aktivitas kegiatan ekowisata. 3) Dukungan institusi yang dimaknai bahwa pemerintah sebagai pendukung penuh dalam pembuatan kebijakan untuk terkonsepnya atau terencananya suatu kawasan ekowisata di kawasan pesisir Watu Ulo kabupaten Jember. Ketiga komponen yang tergambar dalam suatu pola segitiga tidak dapat berdiri sendiri arinya setiap slemen atau sudut memberikan makna dan dukungan tersendiri untuk terwujudnya suatu perencanaan kawasan ekowisata yang baik. Sehingga antara ketiga elemen tersebut terintegrasi menjadi satu kesatuan untuk mewujudkan adanya suatu model pemberdayaan di masyarakat kawasan pesisir Watu Ulo Kabupaten Jember.
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan potensi wisata pantai Watu Ulo harus memperhatikan berbagai aspek berikut ini: a) Nilai kearifan local yang dimiliki masyarakat bahari Watu Ulo adalah: Nilai yang dianut yang berupa pengajian yang ada dimasyarakat Watu ULo, gotong royong, Budaya yang ada dimasyarakat, Ikatan sosial yang ada dimasyarakat. b) Model pemberdayaan yang dapat dipakai dalam pengembangan kawasan wisata bahari Watu ULo adalah dengan mengintegrasikan beberapa elemen yang menjadi pondasi dalam modal sosial yaitu: modal sosial yang dimiliki masyarakat, Akses untuk masyarakat dan institusi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, jika ketiganya terintegrasi dengan baik dalam satu kesatuan dalam model pemberdayaan maka pengembangan kawasan wisata bahari Watu Ulo dapat dilaksanakan dengan baik pula. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ada beberapa hal mendasarkan sebagai bahan usulan strategi pengembangan pantai wisata Watu Ulo di pesisir Selatan Kabupaten Jember yaitu: a) Menyusun Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RPKD) bidang pariwisata secara terpadu dan berbasis masyarakat. RKPD ini berisi dokumen Rencana Pengelolaan, Rencana Zonasi dan Rencana Aksi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. RKPD yang disusun akan menjadi acuan dalam setiap proses pengembangan ekowisata dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jember. b)
Perlu dibentuk Lembaga Koordinasi Ekowisata di tingkat Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan instruksi Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.
c)
Penguatan dan pembinaan kelembagaan kelompok masyarakat di tingkat Dusun Watu Ulo sebagai pilar pengelola ekowisata di level terbawah. Pada fase awal kelembagaan yang telah ada diberdayakan dan dibina agar lebih optimal, jika pendekatan ini berjalan efektif bukan tidak mungkin model ini akan menjamur atau diadopsi oleh 97
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
tempat-tempat lain atau dapat dengan sengaja dikembangkan di daerah lain yang memiliki karakteristik dan potensi ekowisata yang diminati oleh wisatawan.
98
d)
Penyusunan paket-paket pantai wisata bahari Watu Ulo berbasis masyarakat dan melakukan pembinaan, pendampingan kepada kelompok masyarakat di tingkat desa, dusun dan kelompok-kelompok masyarakat.
e)
Melakukan kerjasama dengan jejaring ekowisata yang ada di tingkat nasional maupun internasional, biro perjalanan/travelling dan pelaku wisata swasta, sehingga pemasaran potensi obyek ekowisata masyarakat yang pada saat ini masih sangat tergantung pada wisatawan lokal dapat meningkat melalui hubungan kerjasama dengan jejaring ekowisata.
f)
Melakukan perbaikan sarana dan fasilitas pengunjung yang sudah ada sekarang selain itu perlu adanya penambahan atraksi wisata buatan di lokasi wisata pantai Watu Ulo, seperti kolam renang air laut, dunia laut, dan berbagai atraksi lainnya.
g)
Mensinergikan berbagai momentum budaya masyarakat lokal seperti budaya petik laut, dan lain-lain yang selama ini sudah berkembang di masyarakat untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata bagi para pengunjung atau wisatawan baik lokal maupun mancanegara
Jurnal ISEI
Jember
Volume 3 Nomor 1, April 2013
Daftar Pustaka
-------------,2002. WTO-UNEP, International Year Of Ecotourism, http://www.worldtourism.org/sustainable/IYE/WTO-UNEP-Concept-Paper.html. Arief Ahmad, Triyono, Modal Sosial Sebagai Mainstream Pengembangan Masyarakat Pesisir Sebuah Pendekatan Sosial untuk Mendukung Pengembangan Lokal Tipologi Masyarakat Pesisir, Jurnal. Butler, 1980. “Tourist Life Cyrcle”. Dalam Anom, I Putu, 2004. Perencanaan dan Pembangunan Pariwisata. Denpasar: Universitas Udayana. Ceballos, Hector., Lascurain,1993. “Ekoturisme Sebagai Suatu Gejala yang Menyebar Ke Seluruh Dunia”. Dalam Lindberg, at all (Ed). Ekoturisme. Edisi Indonesia, kerjasama PACT dan Yayasan Alami. Jakarta: Yayasan Alami. Hasbullah Jousairi, 2006, Social Capital, MR- United Press Jakarta. Mc.Intyre, George, 1993. The Tourism Industry, the Environment and the Cummunity, Madrid, Spain: World Tourim Organization. Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya : Bandung PAU Studi Sosial UGM. 1997. Wisata Minat Khusus: Laporan Ringkas Studi Rencana Pengembangan Wisata Minat Khusus. Yogyakarta: PAU UGM. Pitana, I Gede, 2002, Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan, Dan Dinamika Masyarakat Bali. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap, Universitas Udayana, Denpasar. Price, E.T., 1965. Values and Concepts in Conservation. Di Dalam Burton, I., R.W. Kates, and L. Burton (Editors), Readings in Resource Management and Conservation. Chicago: The University of Chicago Press. Santosa, Setyanto P., 2008. Pengembangan Pariwisata Indonesia, net.id/ind/setyanto_p._santosa/artikel/.
http://kolom.pacific.
Sastria Dias, Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan Di Wilayah Kabupaten Malang, Jurnal.
99
Kusuma W, Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Watu Ulo
Soekadijo, R.G. 1998. Anatomi Pariwisata. Memahami Pariwisata Sebagai “Systemic Linkage”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Spradley, James P., 1979. The Ethnographi Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston. Sukmana, Oman, Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal (studi Di desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota Batu-Jawa Timur), Jurnal. Suparman, Modal Sosial dalam Komunitas Nelayan, Jurnal. Wildlife & Nature Reserves, 2007. Indonesia Tourism: Special Interest Tours, The Marine World, http://www.indonesia-tourism.com/special/wild.html.
100