III.
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat
Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban dengan ELISA reader dilakukan di Laboratorium Biologi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta sedangkan uji biologi dilaksanakan di Jagalan RT 01/RW 15, Jebres, Surakarta, dari bulan April 2015 sampai Oktober 2015. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timun (Cucumis sativus), pare (Momordica charantia), semangka (Citrullus lanatus) dan melon (Cucumis melo) terinfeksi CMV, tanaman indikator Chenopodium amaranticolor, tanah kompos, bufer fosfat (pH 7), akuades, alkohol, kapas, karborundum 600 mesh larutan ECL 1x (pH 7) 6 ml, larutan PBST (Phosphate Buffered Saline Solution with Tween 20) 1x (pH 7) sebanyak 1000 ml, larutan GEB (General Extract Buffer) 100 ml, antibody (botol A), enzim alkaline fosfat (botol B), larutan PNP 1x (pH 7) 6 ml, tablet PNP 6 mg, daun padi (kontrol negatif), daun cabai terdeteksi CMV (kontrol positif) dan antibody-coated 96-well microtiter plates. 2. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, alat tulis, kamera, gelas ukur, mortar, pestle, kapas steril, beker glass, autoklaf, silet, sungkup kaca, mikropipet, tip mikropipet, tisu ELISA, kotak kedap udara untuk inkubasi dan mesin ELISA reader untuk mengukur absorban hasil uji ELISA dengan panjang gelombang 402 nm. C. Metode Penelitian Penelitian berupa survei dengan cara pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dan berupa konfirmasi deteksi CMV dengan uji penularan mekanik ke tanaman indikator dan uji serologi TAS-ELISA. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel tanaman secara sengaja yang 11
12 menunjukan gejala CMV. Pengambilan sampel tanaman timun, pare, semangka dan melon yang terinfeksi dilakukan di 10 kecamatan dari 17 kecamatan di kabupaten
Karanganyar.
Kecamatan
yang
dipilih
meliputi
Tasikmadu,
Mojogedang, Kerjo, Ngargoyoso, Karangpandan, Matesih, Tawangmangu, Jumantono, Jumapolo dan Jatiyoso. Masing-masing kecamatan diambil 5 sampel sehingga keseluruhan didapatkan 50 lokasi pengambilan sampel. Lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Setiap sampel diambil pada lahan yang berbeda. Apabila dalam satu kecamatan hanya terdapat satu lahan untuk satu spesies tanaman, maka pengambilan 2 sampel spesies dilakukan pada satu lahan dengan purposive. Tanaman sampel yang diambil yaitu tanaman bergejala kuat yang tidak saling berdekatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara: 1. Daun yang diambil adalah daun bergejala yang paling muda 2. Memotong bagian tangkai daun yang hendak dijadikan sampel 3. Setelah dipotong tangkainya, daun sampel langsung dibagi menjadi dua untuk penularan mekanik ke tanaman indikator dan uji ELISA. Pemotongan dilakukan dengan kondisi steril
13 4. Kemudian masing-masing bagian sampel daun dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diberi label Setelah pengambilan sampel, selanjutnya menghitung intensitas penyakit. Intensitas penyakit terdiri dari keparahan penyakit (severitas penyakit) dan kejadian penyakit (insidensi penyakit). Keparahan penyakit merupakan proporsi area (bagian) tanaman yang sakit dalam satu tanaman. Menurut Abadi (2010), perhitungan keparahan penyakit (SP) yang disebabkan oleh virus dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut: Jumlah organ sakit
IP = Jumlah keseluruhan organ x 100% Kejadian penyakit merupakan proporsi tanaman yang terserang penyakit dalam suatu populasi tanaman tertentu. Kejadian penyakit (IP) dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut: KP =
𝑛 𝑁
x 100%
Keterangan : n = jumlah tanaman sakit N= jumlah tanaman sehat Setelah pengambilan sampel dan perhitungan intensitas, dilakukan deteksi secara biologi dengan uji tanaman indikator dan deteksi secara biomolekuler dengan uji serologi TAS-ELISA. Deteksi melalui tanaman indikator dilakukan dengan menginokulasi 50 sap sampel terinfeksi ke tanaman indikator Chenopodium amaranticolor dengan ulangan sebanyak 3 kali. Penularan mekanik ke tanaman indikator bertujuan untuk membuktikan gejala pada tanaman sampel di lapang disebabkan oleh virus, bukan karena cekaman lingkungan, kekurangan unsur hara maupun sifat genetik. Tahapan penularan mekanik diuraikan sebagai berikut : 1. Persiapan Tanaman Indikator dan Sungkup Kasa Benih tanaman indikator diperoleh dari laboratorium virologi Universitas Gadjah Mada, kemudian dikecambahkan. Media tanam yang digunakan adalah tanah kompos yang sebelumnya sudah disterilkan. Penanaman dilakukan setelah seluruh polybag selesai diisi media tanam dan disesuaikan pada waktu inokulasi
14 supaya bersamaan. Ciri morfologis umum tanaman siap inokulasi adalah minimal kotiledon sudah terbuka diiringi adanya 2 daun primer (sekitar 17-30 HST). Penanaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Pemeliharaan bibit tanaman dilakukan setiap minggu seperti pembersihan gulma, penyiraman tanaman, serta pengendalian OPT penghambat pertumbuhan tanaman. Persiapan sungkup kasa dimulai dari memperbaiki bagian-bagian yang rusak, seperti mengganti kain kasa yang telah rusak dengan yang baru. Serta membersihkannya karena sungkup kasa tersebut sebelumnya digunakan untuk penelitian. Sungkup kasa digunakan supaya serangga yang dapat menjadi vektor penyebaran virus dan faktor lainnya yang menyebabkan data kurang valid dapat terminimalisir. 2. Inokulasi Virus Penginfeksi Cucurbitaceae ke Tanaman Indikator yang sudah siap diinokulasi Inokulasi dilakukan pada tanaman yang diletakkan di sungkup kasa. Sebelum diinokulasikan, daun terinfeksi virus disimpan pada suhu dingin (4oC) dan diaplikasikan sesegera mungkin. Proses inokulasi dimulai dengan penggerusan 5 gram daun terinfeksi virus dengan 10 ml bufer fosfat (pH 7) pada mortar steril. Selanjutnya, suspensi daun diusapkan secara lembut pada tanaman sehat yang sebelumnya telah ditaburi dengan karborundum. Penggunaan karborundum dimaksudkan untuk memberikan luka jalan masuk partikel virus. Daun dibilas dengan akuades setelah inokulasi (Green 1971). 3. Pengamatan Tanaman Indikator Pengamatan pada daun tanaman (gejala perubahan morfologi) dilakukan setiap hari setelah inokulasi mekanik selama 30 hari meliputi saat pertama gejala muncul, tipe gejala, dan sifat gejala. Pengambilan gambar dengan kamera digital dimaksudkan untuk mendokumentasikan gejala tersebut. Setelah dilakukan penularan mekanis, dilanjutkan dengan uji serologi dilakukan dengan metode TAS (Triple Antibody Sandwich)-ELISA sesuai petunjuk prosedur antibodi yang digunakan (Bioreba), dengan tahapan sebagai berikut : 1. Sampel masing-masing daun tanaman yang diperoleh dari lapangan ditimbang sebanyak 0,1 g kemudian dimasukkan ke plastik ELISA. Setelah itu
15 menambahkan larutan GEB (general extract buffer) pada sampel daun sebanyak 1 ml lalu digerus menggunakan botol penggerus. Sap tanaman yang diperoleh dari hasil gerusan daun tersebut dijadikan sebagai antigen untuk mendeteksi keberadaan CMV. 2. Sap tanaman dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 μl kemudian dimasukkan ke dalam kotak lembab dan diinkubasikan semalaman dalam suhu 4oC . 3. Sebelum sumuran plat mikrotiter digunakan kembali, dilanjutkan dengan menyiapkan enzim alkaline fosfat (botol A) dan antibody deteksi (botol B). Antibodi (botol A dan B) masing-masing diencerkan dalam coating buffer dengan konsentrasi 1:100 dan dicampur secara merata ke 6 ml ECI buffer dengan perhitungan setiap botol diambil sebanyak 60 μl. 4. Mencuci kotak lembab yang telah diinkubasi semalaman dengan larutan phosphate buffer saline tween (PBST) sebanyak 7 kali. 5. Setelah dicuci, konjugat enzim yang sudah disiapkan dimasukkan ke plat mikrotiter sebanyak 100 μl per sumur. Lalu menginkubasikan plat dalam kotak lembab selama 2 jam pada suhu kamar (21-24°C). 6. Setelah proses inkubasi selesai, plat mikrotiter dicuci dengan larutan phosphate buffer saline tween (PBST) sebanyak 8 kali. 7. Tablet PNP dilarutkan dalam larutan PNP (1 tablet/5 ml) dan dicampur secara merata. Sebanyak 100 μl larutan PNP dimasukkan ke lubang plat mikrotiter dan diinkubasi pada suhu ruang. 8. Perubahan warna pada setiap lubang plat mikrotiter diamati 30 menit setelah inkubasi. D. Pengamatan Peubah 1. Gejala di lapangan Gejala serangan virus di lapangan diamati secara visual pada bagian daun tanaman
masing-masing
sampel,
menghitung
mendokumentasikan dengan kamera digital. 2. Gejala pada tanaman indikator
intensitas
serangan
serta
16 Gejala diamati secara visual dan ditentukan gejalanya setelah muncul hingga 30 hari setelah inokulasi dan mendokumentasikan dengan kamera digital. 3. Sebaran gejala pada tanaman indikator Menentukan apakah gejala tersebut sistemik ataupun lokal setelah gejala muncul. Gejala lokal didefinisikan sebagai gejala yang muncul hanya pada salah satu bagian tanaman tertentu. Sistemik merupakan gejala yang muncul pada bagian tanaman yang diinokulasi atau pada bagian tanaman yang tidak diinokulasi. 4. Keberadaan Partikel CMV Keberadaan partikel CMV diamati dengan perubahan warna pada setiap sumuran plat mikrotiter yang diamati 30 menit sampai 2 jam setelah inkubasi dan nilai absorban yang ditunjukkan ELISA reader. E. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif/kualitatif dan kuantitatif. Data dianalisis secara deskriptif/kualitatif untuk mendeskripsikan gejala, mendeteksi keberadaan CMV dan sebaran di wilayah Karanganyar. Data dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung persentase kejadian penyakitnya pada daerah pengambilan sampel, yang selanjutnya dilakukan analisis tabulasi data.