II.
2.1
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Dari definisi UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan, PDB HTR dapat
dikategorikan sebagai kredit atau pinjaman karena terdapat persetujuan atau perjanjian pinjam-meminjam antara BLU Pusat P2H yang berperan sebagai Bank dan pihak lain atau petani (kelompok tani sebagai penerima kredit). Menurut
Muljono (2001) dalam kredit tercakup kesepakatan antara
pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dengan beberapa unsur yang tercakup di dalamnya seperti waktu, kepercayaan, penyerahan, resiko, persetujuan dan perjanjian. Hubungan tersebut pada hakekatnya merupakan bentuk kelembagaan (aturan main dan organisasi) dimana pelaku individu mengkombinasikan faktor produksi yang dimiliki dalam suatu proses produksi secara bersama karena adanya kepentingan pihak yang satu dan pihak lainnya (Kasper dan Streit 1998). Hubungan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman
dianalisis
menggunakan teori agensi (agency theory) dari Jensen dan Meckling (1986), analisis dilakukan terhadap perjanjian kerjasama atau akad kredit atau kesepakatan antara keduanya. suatu hubungan
Jensen dan Meckling (1986) mendefinisikan
keagenan sebagai
suatu
kontrak di
mana satu
atau lebih
orang (pemberi kuasa atau prinsipal) melibatkan orang lain (penerima kuasa atau agen) untuk melakukan beberapa tindakan atas nama pemberi kuasa. Pemberi kuasa mendelegasikan beberapa kewenangan dalam pengambilan keputusan kepada penerima kuasa. Pemberi kuasa dapat membatasi keragaman minat dengan membangun insentif yang tepat untuk penerima kuasa dan mendesain biaya pemantauan untuk membatasi aktivitas yang menyimpang dari penerima kuasa, disamping itu pada beberapa situasi pemberi kuasa akan meminta penerima kuasa untuk mengeluarkan sumberdaya (biaya ikatan) untuk menjamin bahwa penerima kuasa tidak akan mengambil tindakan yang akan membahayakan pemberi kuasa, atau memastikan bahwa pemberi kuasa akan diberi kompensasi jika penerima kuasa melakukan tindakan yang menyimpang tersebut. Hubungan pemberi kuasa dan penerima kuasa dalam penelitian ini diartikan sebagai pemberi pinjaman dan
8
penerima pinjaman PDB HTR.
Saling ketergantungan antara pemberi dan
penerima pinjaman menjadi dasar penelitian mengenai kelembagaan PDB HTR, dengan fokus kajian penerima pinjaman adalah petani, dan BLU Pusat P2H sebagai pemberi pinjaman. Dalam hubungan agensi antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman terdapat aturan main yang mengatur hak dan kewajiban pemberi dan penerima pinjaman, terdapat organisasi yang menjalankan dan mengatur perpindahan hak dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman. Bentuk kelembagaan ini yang mengontrol interdependensi antar para pelaku terhadap sesuatu, kondisi atau situasi. Hubungan
pemberi
pinjaman
dan
penerima
pinjaman
dalam
pelaksanaannya sangat bervariasi di lapangan, yaitu sesuai dengan situasi tertentu. Situasi tersebut terjadi karena hubungan penerima dan pemberi pinjaman dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: karakteristik (petani, kredit HTR), aturan yang dipergunakan serta organisasi yang menjalankan (termasuk ruang kebijakan yang tersedia, IDS 2006). Berbagai faktor tersebut bersinergi menghasilkan kinerja tertentu yang diharapkan memberi manfaat bagi pemberi pinjaman dan penerima pinjaman serta tidak ada yang dirugikan sehingga hubungan agensi dapat terus dilakukan (Just et al. 1982). Jika kelembagaan PDB HTR belum mampu mengakomodir karakteristik, dan mengendalikan perilaku para pihak maka kinerja PDB HTR akan mengarah kepada kinerja yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjanto (2003) bahwa kebijakan yang dalam implementasinya belum memberikan dampak positif khususnya bagi petani hendaknya dievaluasi untuk diperbaiki dalam pelaksanaannya. Schaffer (1980) dan Kartodihardjo (1998), menyatakan bahwa lingkungan hanya menyediakan kesempatan (struktur) sedangkan kinerja yang dihasilkan tergantung pada respon (conduct/behavior) dari para pelaku, karena berubahnya kesempatan mengakibatkan berubahnya juga manfaat dan biaya yang harus dibayar oleh para pihak (stakeholders). Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran penelitian.
9
Struktur:
Substansi kebijakan PDB HTR termasuk peraturanperundangan dan kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman serta kemampuan organisasi pengelola
Situasi:
(Karakteristik petani – kredit – HTR)
Perilaku:
(persepsi dan perilaku para pihak)
Kinerja
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 1 diatas menggambarkan hubungan antara situasi, struktur, perilaku dan kinerja, dimana struktur yang dibuat sebaiknya mempertimbangkan situasi atau karakteristik yang melekat pada subyek yang diatur, karena struktur akan mempengaruhi respon atau perilaku dari para pihak dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkan. Tujuan rekomendasi kebijakannya adalah untuk memperbaiki kelembagaan PDB HTR melalui struktur yang sesuai dengan karakteristik dan persepsi para pihak sehingga mampu mengarahkan perilaku para pihak ke arah kinerja yang diharapkan. 2.2
Tempat, Waktu Penelitian, Narasumber dan Responden
2.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di: (1) Propinsi Riau (Kabupaten Kuansing), (2) Propinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Tanah Laut), dari November 2008 sampai April 2009,
dan (3) Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor), pada Mei
2009 sampai Februari 2011.
Penelitian ini merupakan bagian dari kerja sama
proyek antara CIFOR, IPB dan Lembaga penelitian yang ada di Riau (Kabupaten Kuansing) dan di Kalimantan Selatan yaitu Forestry Research Institutes (FRI) atau Regional Offices of Forestry Research and Development Agency (FORDA) atau Litbang.
10
Pemilihan tempat penelitian dilakukan melalui aktivitas rapid appraisal di seluruh Indonesia dan mengumpulkan data awal dari beberapa tempat penelitian melalui wawancara dengan beberapa informan kunci, dan beberapa kepala rumah tangga.
Kabupaten Kuansing dan Kabupaten Tanah Laut dipilih karena: (1)
adanya industri pengolahan yang menggunakan bahan baku kayu, baik kayu yang berotasi panjang untuk industri pengolahan kayu (wood working) maupun kayu yang berotasi pendek untuk industri pulp, (2) adanya kompetisi penggunaan lahan seperti untuk kelapa sawit atau hutan tanaman rakyat berdasarkan rencana yang telah disusun oleh Kementerian Kehutanan, (3) lokasi penelitian memiliki jenis kayu berotasi pendek seperti Akasia (Acacia mangium) untuk industri pulp di Propinsi Riau dan adanya jenis kayu yang berotasi panjang seperti Mahoni (Swietenia macrophilla) dan Jabon (Antocephalus cadamba) untuk Industri pengolahan kayu (Wood Working) di Propinsi Kalimantan Selatan, (4) kedua propinsi dipilih karena telah dicadangkan untuk lokasi HTR, dan (5) adanya petani dalam jumlah yang cukup dan melakukan penanaman tanaman hutan. Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat dipilih karena terdapat program PUAP yang dijadikan sebagai contoh pinjaman khsususnya dalam penerapan teori agensi. 2.2.2 Narasumber dan Responden Wawancara serta kuisioner dilakukan dengan metode purposive terhadap para pihak terkait pinjaman HTR, seperti ketua kelompok tani, petani, penyuluh di dua propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut (Propinsi Kalimantan Selatan) dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing (Propinsi Riau), Kepala BRI, Askrindo, BP2HP, BPDAS, PT RAPP, PT Hendratna, dan PT Hutan Rindang Banoa serta pakar. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi yang berhubungan dengan pendapat para pihak terhadap segala aspek yang berkaitan dengan skema PDB HTR, sedangkan di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat responden yang dipilih adalah petani penerima pinjaman PUAP, penyuluh, Penyelia Mitra Tani (PMT), dan kepala seksi yang membawahi program PUAP. Jumlah narasumber dan responden yang dimintai keterangan 355 orang yang terdiri atas: petani, Kementerian Kehutanan pusat, dan unit kerja daerah,
11
lembaga keuangan formal dan non formal, akademisi, peneliti, dan perusahaan. Detil narasumber dan responden pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi Penelitian
Narasumber dan responden
Kegiatan dan Lokasi
Narasumber dan Responden
Kuisioner terbuka dan tertutup FGD Propinsi dan wawancara mendalam
Petani
Kuisioner terbuka dan tertutup FGD Propinsi dan wawancara mendalam
Petani Para Pihak diluar petani (lembaga keuangan formal dan non formal, LSM, lembaga penelitian, akademisi, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten, perusahaan)
18
Jawa Barat
Kuisioner terbuka dan tertutup
Petani
27
Kementerian Pertanian
Kuisioner terbuka dan tertutup
Para pihak diluar petani (penyuluh, PMT, Kepala seksi)
Kementerian Kehutanan
Kuisioner terbuka dan tertutup
Kepala Pusat, Staf (BLURLPS-BUK-Biro KeuanganBiro Kepegawaian-Biro Hukum)
17
Pakar
Kuisioner terbuka dan tertutup
Akademisi, peneliti, birokrat, APHI
8
Riau
Kalimantan Selatan
Total
Para Pihak diluar petani (lembaga keuangan formal dan non formal, LSM, lembaga penelitian, akademisi, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten, perusahaan)
Jumlah (orang) 103 21
153
8
355
Pemilihan responden petani di Propinsi Riau dan Kalimantan Selatan adalah berdasarkan tingkat kesejahteraan berdasarkan persepsi masyarakat di kecamatan yang bersangkutan (Lampiran 13). Persentase tingkatan kesejahteraan yang diambil sebagai responden adalah sebagai berikut: masyarakat prasejahtera (7%), sedang (82%) dan Sejahtera (11%). Data yang diambil meliputi kegiatan
12
mereka dalam melakukan penananam tanaman hutan seperti kayu, dan pandangan serta perilaku petani terhadap kredit. Sedangkan petani di Jawa Barat yang terpilih adalah pengurus Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan penerima pinjaman PUAP. 2.3
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu
metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan data primer1 dilakukan melalui pencatatan, observasi dan wawancara mendalam, serta Grup Diskusi Terfokus (GDT) atau Focus Group Discussion (FGD)2 di Provinsi Kalimantan Selatan, dan Riau. Wawancara mendalam dilakukan dengan metode purposive terhadap pihak terkait kredit untuk pengembangan HTR seperti ketua kelompok tani, petani, penyuluh di tiga provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut (Kalimantan Selatan) dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing (Provinsi Riau), Kepala BRI, Askrindo, BP2HP, BPDAS, PT RAPP, PT Hendratna, dan PT Hutan Rindang Banoa serta Pakar. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi yang berhubungan dengan pendapat para pihak terhadap aspek yang berkaitan dengan kelembagaan kredit untuk mendukung pengembangan HTR. FGD yang dilakukan di 2 provinsi dihadiri oleh lembaga keuangan formal (Bank BRI, Bank BPD), lembaga penjamin kredit seperti ASKRINDO (Asuransi Kredit Indonesia), perusahaan (PT Arara Abadi, PT NPM, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, PT Hendratna, PT Hutan Rindang Banoa), Dinas Kehutanan provinsi dan Kabupaten, BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), lembaga penelitian (Litbang, CIFOR), akademisi (IPB, Universitas Lancang Kuning, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Riau), Instansi lain diluar Dinas Kehutanan (Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan Daerah), dan LSM (Scale up).
1
Sebagian data primer diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim CIFOR, tim IPB, dan tim Litbang di Provinsi Riau dan Kalimantan Selatan. 2 Focus Groups Discussion (FGD) menurut Bungin (2007) adalah sebuah tenik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman suatu kelompok. FGD dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
13
2.4
Metode Analisis Data
2.4.1 Pendekatan untuk Mengetahui Kinerja Kelembagaan PDB HTR Kinerja kelembagaan
PDB HTR.
Identifikasi
data dan analisis
menggunakan analisis deskriptif, tabulasi dan grafis berdasarkan hasil olahan data yang diberikan responden atau hasil pengumpulan data sekunder, data yang terindentifikasi dari laporan evaluasi kinerja BLU Pusat P2H secara tertulis ataupun tidak tertulis. Kinerja yang dikaji adalah kesesuaian antara target dan pelaksanaan yang ditetapkan oleh BLU Pusat P2H. 2.4.2 Pendekatan untuk Memahami Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PDB HTR Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PDB HTR. Analisis dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Syukur 1993; Chaves et al . 1996; Mayrowani 1998; Windarti 2000; Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009. Identifikasi meliputi peraturan-perundangan, surat perjanjian kerjasama (kontrak dalam akad kredit maupun sebelum akad, organisasi pengelola PDB HTR, karakteristik kredit dan HTR, persepsi petani terhadap PDB HTR, jenis konflik (ingkar janji atau perilaku oportunis yang mungkin dan sudah terjadi.
Indikasi perilaku oportunis
selanjutnya memberikan gambaran komitmen para pihak
dalam menegakkan
kontrak (Salim, 2002; Nugroho, 2003; Gibbons, 1998; 2005; Ostrom, 2005; Yustika, 2006).
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja akan
menggunakan analisis isi3 (Irawan 2007),
analisis isi ditujukan khususnya
terhadap peraturan-perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR.
Analisis
ruang kebijakan seperti diskursus atau naratif, aktor atau jaringan, politik atau interest (IDS 2006), hubungan agensi (Jensen dan Meckling 1986; Prihadi 2010), dan analisis deskriptif (Bungin 2007).
3
Analisis isi dipahami sebagai penelitian objektif dan sistematik dan menggambarkan secara kuantitatif isi-isi pernyataan suatu komunikasi. Analisis isi adalah salah satu teknik analisis terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak (buku, artikel atau jurnal, koran, majalah), dan bahan non cetak seperti gambar, benda-benda
14
2.4.3 Perbandingan PDB HTR dan Model Pinjaman Perbandingan PDB HTR dan model pinjaman. Analisis ini akan menggunakan teori perbandingan institusi dari Hirakuri (2003). Data yang dikaji meliputi peraturan-perundangan, kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman, organisasi pengelola, karakteristik dan persepsi petani Responden PDB HTR diwawancara dalam kaitannya dengan karakteristik responden yang meliputi pendidikan, usia, pengalaman menanam kayu, keinginan menanam kayu, jumlah pinjaman PDB HTR, tujuan peminjaman, jarak ke tempat peminjaman, jangka waktu pengembalian, jumlah anggota kelompok PDB HTR, aturan yang sebaiknya ada, tanggung renteng, sanksi, reward, luas yang mampu dikelola, jaminan, keharusan membuat laporan, waktu pembayaran, tujuan pinjaman, kemampuan membayar utang, penyuluhan PDB HTR, dan tata cara peminjaman di Bank. Selain itu dikumpulkan juga persepsi responden tentang PUAP, diantaranya: peran PUAP dalam pemenuhan modal, sumber informasi PUAP, kemudahan prosedur, keikutsertaan dalam penetapan prosedur, kesesuaian kredit, agunan, waktu pengembalian, tingkat bunga, waktu pencairan pinjaman, persepsi terhadap waktu pencairan, pelayanan, besaran kredit, ketepatan penyaluran, asuransi pinjaman, kesediaan membayar premi, biaya administrasi, fasilitas kantor, keluhan tentang PUAP, dan keinginan meminjam dana PUAP lebih dari satu kali. Mengkaji lingkungan fisik responden PUAP meliputi: kemudahan memperoleh barang, jarak ke pasar, sarana angkutan, pengetahuan pengembalian kredit anggota lain, dan pengetahuan peminjaman dari bank anggota Gapoktan lain. Aksesibilitas peserta PUAP terhadap pasar, meliputi: biaya angkutan, jumlah pembeli, keterlibatan pemda, penyuluh, dan ketua Gapoktan, yang meliputi: kunjungan aparat pemda kabupaten, kunjungan camat, kunjungan lurah atau kades, kunjungan ketua Gapoktan, dan kunjungan penyuluh.
Dimensi usaha
anggota Gapoktan meliputi, usaha lain di luar pertanian, jenis usaha peminjam dana PUAP, lama menjalankan usaha, harapan anggota kelompok terhadap kelompoknya. Kekuatan pendampingan meliputi:
bahan-bahan penyuluh,
15
kemampuan penyuluh, jumlah kunjungan anggota Gapoktan terhadap pencarian informasi atau kebiasaan membaca, dan pengalaman mengikuti penyuluhan. 2.4.4 Pendekatan untuk Menentukan Skema Kredit yang Optimal Skema PDB HTR optimal untuk petani disusun berdasarkan pendapat para pakar yang berasal dari praktisi keuangan mikro, birokrat, akademisi, dan peneliti. Skema ini awalnya disusun berdasarkan insentif pemungkin dan variabel, kemudian skema pendanaan tersebut diolah menggunakan PHA (Proses Hirarki Analitik). Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan solusi skema pendanaan optimum untuk para pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan hubungan pinjam-meminjam dapat terus dilakukan. A.
Analisis Insentif Untuk mengetahui faktor yang bersifat insentif dan disinsentif terhadap
skema kredit HTR akan dilakukan dengan analisis insentif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelembagaan kredit untuk pengembangan HTR, sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Kesesuaian dengan kondisi dan kebutuhan petani sangat penting sebagai modal bagi petani untuk ikut berpartisipasi dalam program HTR. Analisis dilakukan terhadap hasil yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pakar (wawancara dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi skema kredit berdasarkan faktor insentif dan disinsentif). Hasil wawancara mendalam kemudian diklasifikasikan dan ditabulasikan berdasarkan jawaban pihak, analisis data dilakukan secara deskriptif. Analisis insentif menggunakan tipologi insentif menurut Enters (1999), tipologi tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.
16
Gambar 2 Tipologi insentif menurut Enters(1999) Hasil tipologi insentif menurut Enters (1999) kemudian diverifikasi dengan pendapat para pakar, sehingga diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi skema pendanaan berdasarkan insentif pemungkin dan variabel, aktor yang mempengaruhi, dan alternatif strategi pendanaan yang dapat dipilih. B.
Alternatif Skema Pendanaan Untuk mengetahui alternatif skema pendanaan menurut pakar, digunakan
metode PHA. Metode ini digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang kompleks dengan menyusun suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, faktor yang mempengaruhi, alternatif pilihan dan strategi dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan berbagai prioritas (Saaty 1993). Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dengan memperhatikan pengalaman dan pemahaman responden atas skema kredit HTR. Penentuan prioritas pelaku yang berperan, tujuan, faktor, alternatif dan strategi penentuan skema kredit yang optimal dibagi berdasarkan insentif variabel dan insentif pemungkin, yang digambarkan dalam struktur hirarki seperti diilustrasikan dalam Gambar 3 dan Gambar 4.
17
Gambar 3 Struktur hirarki penentuan skema pendanaan berdasarkan insentif pemungkin
Gambar 4 Struktur hirarki penentuan skema pendanaan berdasarkan insentif variabel.
18
Metode analisis data untuk penelitian ini secara ringkas digambarkan dalam Tabel 2 dibawah. Tabel 2 Tujuan
Sumber data
Kinerja PDB HTR
Laporan Hasil evaluasi kinerja secara tertulis atau tidak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Peraturanperundangan yang meliputi: perumusan kebijakan, persyaratan, prosedur, tata cara penyaluran dan pengembalian PDB HTR, insentif dan penalti, pemantauan dan evaluasi), organisasi (organisasi di level tapak, pembinaan dan pendampingan secara insentif), karakteristik dan persepsi yang meliputi (karakteristik petani dan pinjaman HTR, kemampuan mengelola pinjaman, pemahaman mengenai hak dan kewajiban, pemasaran)
Perbandingan PDB HTR dengan model pinjaman lain Skema pendanaan optimal
Metode analisis data Metode pengumpulan data Dokumentasi data sekunder, wawancara mendalam
Metode Analisis data
Hasil
Analisis deskriptif (Bungin 2007)
Persentase capaian hasil penyaluran dana PDB HTR
Dokumen primer dan sekunder, wawancara, dan FGD
Analisis isi (Irawan 2007), analisis ruang kebijakan (IDS 2006), teori agensi (Jensen and Meckling; Prihadi 2010), analisis deskriptif (Bungin 2007), analisis kebijakan naratif (Van Eesten 2007: Nugroho 2011a)
Faktor penentu keberhasilan kinerja
Peraturan, kesepakatan pinjaman, organisasi, karakteristik, persepsi, kinerja
Dokumentasi data sekunder, wawancara mendalam, studi literatur, dan FGD
Analisis perbandingan institusi (Hirakuri 2003)
Faktor-faktor pembeda capaian kinerja antara 2 program
Insentif pemungkin dan variabel
Wawancara mendalam pakar
Metode AHP (Saaty 1993)
Skema pendanaan yang diharapkan