19
II. METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor. Pemilihan wilayah
dilakukan dengan pertimbangan wilayah tersebut memiliki jumlah angkutan umum kota (angkot) mencapai 3412 pada tahun 2012 (Dishub, 2012). Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2012, meliputi pembuatan kuesioner, pengumpulan data primer, pengumpulan data sekunder, dan pembahasan.
3.2
Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini untuk menjawab bagaimana respon setuju atau tidak kenaikan harga BBM dari pengemudi jasa transportasi angkutan umum (angkot) yang menggunakan bahan bakar bersubsidi jenis premium, diperoleh melalui survey dengan menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data Sekunder diperoleh dari, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan, Direktorat Jendral Minyak dan Gas, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Dinas Perhubungan dan Transportasi kota Bogor, serta Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor.
3.3
Metode Pengumpulan Contoh Metode pengambilan sampel data primer dalam penelitian ini menggunakan
metode Convenience Sampling (Accidental Sampling). Pemilihan teknik ini karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama bagi unsur atau anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Juanda, 2009). Dalam hal ini penentuan sampel berdasarkan kebetulan di mana apabila pengemudi angkutan umum bersedia untuk di wawancarai maka orang tersebut akan menjadi responden. Sampel yang diwawancarai sebanyak 60 sampel. Pengambilan responden 60 orang berdasarkan asumsi kenormalan jumlah data lebih dari sama dengan 30 responden.
20
3.4
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantiatif.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2010 dan SPSS version 16.0 for windows. Metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian No
Analisis besarnya Willingness to Pay pengemudi angkutan umum kota terhadap kenaikan harga BBM Respon kenaikan harga BBM dan faktor-faktor yang memengaruhi respon pengemudi jasa angkutan umum Kota Bogor terhadap kenaikan harga BBM
1
2
3.5
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Metode Analisis
Perhitungan Wawancara dengan dugaan rataan, media kuesioner regresi linear kepada responden berganda Wawancara dengan media kuesioner kepada responden
Analisis regresi logit, crosstabs
Analisis Besaran Willingness To Pay Responden Terhadap Kenaikan Harga BBM Analisis WTP menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method
(CVM) merupakan pendekatan yang pada dasarnya menanyakan secara langsung kepada masyarakat berapa besarnya maksimum Willingness to Pay (WTP) untuk manfaat tambahan dan atau berapa besarnya maksimum Willingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah (Hanley dan Spash, 1993): 1. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Untuk mendapatkan nilai penawaran yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Payment Card (metode nilai kisaran) yaitu responden diberikan nilai kisaran yang mungkin mengindikasikan tipe pengeluaran responden untuk nilai moneter (rupiah ingin dibayar) untuk kesanggupan membayar kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium. Metode ini dipilih karena peneliti ingin lebih menyempitkan pilihan nilai rupiah yang dibayar oleh responden dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
21
2. Memperkirakan Besaran Rata-rata WTP Setelah wawancara dilakukan dengan media kuesioner maka untuk mengetahui berapa besaran kesediaan membayar responden, WTP dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar berada antar jawaban yang dipilih. Dugaan rataan WTP dibagi dengan rumus : WTP =
W i , Pf i
Keterangan : WTP Wi
= Dugaan WTP (rupiah) = Batas bawah WTP pada kelas ke- i
Pf i
= Frekuensi relatif kelas ke-i
n i
= Jumlah kelas = Sampel
3.6
Analisis Crosstabs Fungsi dari analisis crosstabs adalah untuk menggambarkan jumlah data
dan hubungan antarvariabel. Pada uji statistik ditentukan melalui Uji Chi-Square dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolom). Penentuan Uji Chi-Square menggunakan hipotesis yaitu: H 0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden H 1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden Pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada Chi-Square Test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari 0,05 maka H 0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari 0,05 maka H 0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).
3.7
Analisis Model Logit Penentuan tingkat penerimaan responden terhadap pembayaran jasa
lingkungan sebagai upaya konservasi dikumpulkan melalui data binner. Data binner merupakan bentuk data yang menggambarkan pilihan “ya atau tidak”.
22
Dengan kondisi seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi ini model logit adalah : pi Logit(pi) = log e 1 − pi
Logit(p i ) = β 0 + β 1 JRK i + β 2 USIA i + β 3 JTG i + β 4 JBBM i + β 5 LB i + ε i di mana: Logit(p i )
= Peluang responden setuju atau tidak dengan kenaikan harga BBM (bernilai 1 untuk “setuju” dan bernilai 0 untuk “tidak setuju”)
β0
= Intersep
β 1 , β 2 ,β 3 ,..,β 5
= Koefisien dari regresi
JRΚ
= Jarak tempuh (km)
USIA
= Usia responden (tahun)
JTG
= Jumlah tanggungan (orang)
JBBM
= Jumlah BBM yang digunakan per hari (liter)
LB
= Lama Waktu Berkendaraan per hari (jam)
ε
= Galat Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan
model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik rasio odd, uji G atau likelihood ratio, dan statistik uji Wald. 1. Rasio Odd Rasio odd merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien bertanda positif menunjukan nilai rasio odd yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses (Juanda, 2009). 2. Uji G The log-likelihood biasa dikenal sebagai – 2 LL (- two times the loglikelihood) di mana nilai tersebut dapat memperkirakan distribusi chi-squere (
23
χ 2) dan memungkinkan penentuan level signifikansi. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas secara serentak. Rumus umum untuk uji G atau Likelihood Ratio adalah (Hosmer dan Lemeshow, 1989): G = - 2 ln Pengujian terhadap hipotesis pada uji G adalah sebagai berikut: H 0 : ß 1 = ... = ßn = 0 H 1 : minimal ada satu nilai ß 1 tidak sama dengan nol, dimana i = 1,2,3,...,n Statistik G akan mengikuti sebaran χ
2
dengan derajat bebas α. Kriteria
keputusan yang diambil adalah jika G lebih besar dari χ 2p(a) maka hipotesis nol ditolak. Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan variabel di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model tereduksi (Hosmer dan Lemeshow, 1989). 3. Uji Wald Uji wald digunakan untuk uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel. Dalam pengujian hipotesa, jika koefisien dari variabel penjelas sama dengan nol, hal ini berarti variabel penjelas tidak berpengaruh pada variable respon. Uji wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H 0 jika W lebih besar dari Zα/2 atau p-value kurang dari α. (Hosmer dan Lemeshow, 1989).
3.8
Regresi Linear Berganda Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Untuk itu dilakukan uji untuk terhadap model apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan asumsi klasik. Setiap estimator OLS harus memenuhi kriteria BLUE, yaitu best
(yang
terbaik), linear (merupakan fungsi linear dari sampel), unbiased (rata-rata nilai harapan (E(b i ) harus sama dengan nilai yang sebenarnya (b i )), efficient estimator (memiliki varians yang minimal diantara pemerkiraan lain yang tidak bias)
24
3.8.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikatnya mempunyai distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik, apabila memiliki distribusi normal ataupun mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat gambar histogram, tetapi seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit untuk disimpulkan. Pada penggunakan software SPSS, dapat dilihat berdasarkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada N-par test, jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha, maka data terdistribusi normal.
3.8.2 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel eksogen dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi (antara 0,8 dan 1) tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang signifikan pada taraf uji tertentu dan tanda keofisien regresi dugaan tidak sesuai teori maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah multikolinearitas (Gujarati, 1997). Hal utama yang menyebabkan terjadinya multikolinearitas pada model regresi yaitu kesalah teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang dipergunakan atau terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi. Tindakan perbaikan terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan berbagai alternatif sebagai berikut: 1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya. 2. Mengkombinasikan data cross section dan data time series. 3. Membuang variabel yang berkorelasi. 4. Mentransformasikan data. 5. Mendapatkan tambahan atau baru.
25
3.8.3 Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara error term (εt). Dengan pengertian lain, error term menyebar bebas atau Cov(εi, εj) = E(εi, εj) = 0, untuk semua i ≠ j. Jika antar error term tidak bebas atau E (εi, εj) ≠ 0, untuk semua i ≠ j, maka terdapat masalah autokorelasi (Juanda, 2009). Autokorelasi sering terjadi pada data time series, dimana error term pada suatu periode waktu secara sistematik tergantung kepada error term pada periode-periode waktu yang lain. Konsekuensi dari adanya autokorelasi
yaitu varian yang diperoleh dari
estimasi dengan ECM bersifat under estimate, yaitu nilai varian parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varian yang sebenarnya. Cara mendeteksi ada tidaknya autokorelasi bisa dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DW statistik ), kemudian membandingkannya dengan DW tabel . Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai DW statistik terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel d l dan d u . Pengujian menggunakan hipotesis sebagai berikut (Juanda, 2009): H 0 : Tidak terdapat autokorelasi H 1 : Terdapat autokorelasi Tabel 7. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW < DW < 4 < DW < 2 < DW < < DW < 2 < DW < 0 < DW <
Hasil Tolak
, korelasi serial negatif
Hasil tidak dapat ditentukan Terima
, tidak ada korelasi serial
Terima
, tidak ada korelasi serial
Hasil tidak dapat ditentukan Tolak
, korelasi serial positif
Solusi dari masalah autokorelasi adalah: 1.
Penghilangan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel endogen.
2.
Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau sebaliknya.
26
3.8.4 Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linear klasik adalah varian residual yang konstan (homoskedastisitas). Rumusan homoskedatisitas adalah sebagai berikut: Var(εi) = E(ε i 2) = σ2 di mana: εi
= unsur disturbance,
σ
= nilai varians. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka varian residual tidak lagi
bersifat konstan disebut dengan heteroskedastisitas. Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas yaitu: a. Estimasi dengan menggunakan ECM tidak akan lagi memiliki varian yang minimum atau estimator tidak efisien. b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. Uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang diamati terjadi heteroskedastisitas atau tidak yaitu dengan uji White Heteroskedasticity. Apabila nilai probability Obs*R-Square lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada model, dan sebaliknya.
3.9
Pengujian Statistik Analisis Regresi
3.9.1 Koefisiensi Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel bebas yang digunakan dengan variabel terikat. Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama. Besarnya R2 berada diantara 0 dan 1 (0
27
3.9.2 Uji F-statistic Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : β 1 = β 2 =…= β k =0 H 1 : minimal ada salah satu β i yang tidak sama dengan nol Tolak H 0 jika F-statistic lebih besar dari F
α(k-1,NT-N-K)
atau Prob(F-
statistic) lebih kecil dari α. Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.
3.9.3 Uji t-statistic Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tolak H 0 jika t-statistic lebih besar dari t
α/2(NT-K-1)
atau (t-statistic) lebih kecil dari
α. Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial memengaruhi variabel dependen.
3.10 Variabel Penelitian Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon (setuju atau tidak setuju) pengemudi angkutan kota (angkot) terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium, sementara variabel-variabel bebas yang digunakan adalah jarak (JRK), usia (USIA), jumlah tanggungan (JTG), jumlah premium per hari (JBBM) serta lamanya berkendara (LB).
28
3.11 Definisi Operasional Penelitian Berikut ini adalah definisi operasional variabel pada penelitian ini: a.
Variabel terikat yang digunkan memiliki jawaban bernilai nol dan satu dimana: • 0 = jika responden tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM • 1 = jika responden setuju terhadap kenaikan harga BBM
b.
Jarak Tempuh (JRK) Mencerminkan jarak yang ditempuh responden selama berkendaraan.
Variabel ini diduga dapat memengaruhi responden untuk merespon setuju atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM, karena semakin jauh jarak yang ditempuh oleh responden peluang tidak setuju akan semakin dengan alasan karena akan memperbesar pengeluaran yang dibutuhkan untuk membeli BBM jenis premium. c.
Usia (USIA) Variabel ini diduga dapat memengaruhi responden untuk merespon setuju
atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM semakin bertambah usia maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan yang dikhususkan untuk usia lanjut. d.
Jumlah Tanggungan (JTG) Variabel ini mencerminkan jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh
responden. Variabel ini diduga berpengaruh karena jumlah tanggungan terkait dengan besarnya pengeluaran responden setiap hari, semakin besar jumlah tanggungan responden maka peluang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM akan semakin besar karena akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan sehari-hari yang harus dikeluarkan oleh responden. e.
Jumlah Pemakaian BBM (JBBM) Variabel ini mencerminkan jumlah BBM jenis premium yang dikonsumsi
oleh responden setiap hari. Variabel ini diduga akan memengaruhi responden terhadap respon setuju atau tidak kenaikan harga BBM. Jika semakin besar jumlah pemakaian BBM maka peluang untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM
29
akan semakin tidak setuju karena akan memperbesar alokasi biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM. f.
Lama Waktu Berkendaraan (LB) Variabel ini melihat lamanya waktu berkendaraan responden dalam satu hari
dengan menggunakan satuan jam. Respon pengemudi yang di analisis pada variabel ini, yaitu semakin lama berkendaraan per hari maka peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM akan semakin tinggi bila dibandingkan dengan respon tidak setuju. Hal tersebut dikarenakan responden akan menerima pendapatan lebih tinggi dengan semakin lamanya waktu berkendaraan.