IDENTIFIKASI SOSIAL EKONOMI DAN KETENAGAKERJAAN PETANI GARAM DI KABUPATEN BIREUEN Oleh : T. Iskandar Ben Hasan (Dosen Prodi EKP Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala) ABSTRACT As for intention of this research to know to identify the social economy and labor force salt farmer at Bireuen. Respondent within this research were women and men amounting to 42 people and having a domicile at Regency Bireuen. Data come from result of research of field and reference that relevant with this research. Result of this research indicate that the earnings of salt farmer at district Jeunib lower compare with income salt maker at district Jangka at Regency Bireuen. That was caused by salt production at district Jeunib still cultivate traditional methods while salt production at district Jangka more modern that is utilized seed which imported from Madura. This groups of salt maker only employ the slimmer labour that is come from its own family. This was caused by the project still be pertained into traditional small industry. Keywords : social economy identification , labor force
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian diartikan sebagai strategi pembangunan pedesaan terpadu yang berwawasan lingkungan, bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan dan perubahan sosial ekonomi secara bertahap dari agraris menuju agraris industri (agroindustri). Pembangunan merupakan satu upaya pemerintah guna mengembangkan ekonomi dan mempertinggi pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan mengembangkan usahausaha yang terdapat dalam masyarakat, baik pada sektor pertanian, sektor industri ataupun sektor jasa. Pada sektor industri sendiri di Indonesia diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin serta memberi kesempatan pada pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah untuk memperluas dan meningkatkan usahanya. Sehingga perkembangan ekonomi, pemeratan pembangunan serta pemerataan pembagian pendapatan masyarakat tercapai. Apabila hal tersebut dapat terwujud maka akan mempertinggi pendapatan kelompokkelompok masyarakat yang penghasilannya rendah sepeti nelayan, pengrajin, petani garam, buruh tani, dan sebagainya yang umumnya mereka tinggal didaerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Adapun salah satu kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan yang masih rendah salah satunya para petani garam. Daerah –daerah penghasil garam beryodium di beberapa wilayah di Indonesia antara lain berada di Bali, Jawa Tengah (daerah Pati dan Rembang), Jawa Timur (daerah Gresik dan Madura), Nusa Tengara Barat (daerah Bima), Sumatra Utara ( daerah Belawan dan Asahan ), dan Sulawesi Selatan (Jereponto). Sedangkan daerah penghasil garam lainnya seperti di Nusa Tengara Timur ( daerah Alor ), dan Provinsi Aceh ( daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Bireuen). Belum mampu menghasilkan garam beryodium karena belum memiliki alat yodiumnisasi untuk membuat garam beryodium. Provinsi Aceh mempunyai potensi sumber daya kelautan yang sangat mendukung.
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Usaha pembuatan garam yang dikerjakan oleh petani garam merupakan warisan turuntemurun dari para orang tua mereka. Yang mana telah dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya di daerah pesisir untuk memproduksi garam masak. Garam merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok sehari-hari dan tidak dapat disubstitusikan, karena garam memiliki cita rasa yang berbeda dan mempunyai fungsi yang penting dibandingkan dengan penyedap rasa yang lainnya. Garam juga menduduki fungsi penting sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri seperti industri kertas, industri kecap dan sebagainya. Dengan demikian garam merupakan salah satu komoditi yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Provinsi Aceh terutama di Kabupaten Bireuen merupakan daerah yang cukup potensial untuk perkembangan usaha pembuatan garam yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat yang tinggal di daerah ini. Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten yang terletak tidak jauh dari selat malaka sehingga keadaan tanah di sekitar lancang sira (Pondok Garam) banyak mengandung garam. Hal inilah yang membuat masyarakat disekitar Kabupaten Bireuen banyak yang bekerja sebagai petani garam. Mereka bekerja secara sendiri-sendiri pada lancang sira (Pondok Garam) milik mereka dan hanya menghasilkan garam tradisional. Daerah penghasil garam di Provinsi Aceh tersebar di Sembilan Kabupaten yaitu terdiri dari Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Tamiang dan Bireuen. Usaha sentra pembuatan garam di Kabupaten Bireuen terdiri dari beberapa desa yaitu, Jangka Alue Bie, Tanoh Anoe, Gampong Tanjongan, Alue Buya, Blang Lancang, Matang Teungoh, Dan Gampong Lancang, garam dihasilkan dari desa-desa di Kabupaten Bireuen dan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Garam sangat dibutuhkan oleh setiap orang, karena merupakan salah satu bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Pengertian garam di sini adalah garam konsumsi, yaitu
garam NaCl (Natrium Clorida) yang diperoleh dengan cara proses penguapan air laut maupun cara lain, dan aman digunakan sebagai bahan makanan. Yodium merupakan salah satu mikronutrien penting untuk tubuh manusia. Kekurangan zat tersebut dapat mengakibatkan berbagai ganguan yang dikenal sebagai GAKY (Ganguan Akibat Kekurangan Natrium).Akibat kekurangan garam beryodium yang paling banyak dikenal adalah pembesaran kelenjar gondok. Zat yodium juga sangat bermanfaat untuk mencegah kekerdilan, keguguran, dan kematian setelah melahirkan serta gangguan kemanpuan otak dengan penurunan daya kecerdasan otak ( IQ ). Proses pembuatan garam di Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Bireuen pada umumnya sama dan masih sangat tradisional, yaitu tanah tanah digaruk dengan mengunakan cangkul garpu (Creuh), kemudian dijemur pada terik matahari, selanjutnya tanah ditumpuk menjadi dua tumpukkan yang dialasi dengan pelepah kelapa dan sebelah menyebelah diantara kolam kecil yang telah dibuat terlebih dahulu. Kemudian tumpukkan tanah tersebut satu persatu disiram air laut, sehingga air tirisan mengalir ke dalam kolam kecil. Air hasil tirisan selanjutnya diangkat untuk disimpan didalam sebuah bak yang terbuat dari kayu dan dilapisi oleh terpal plastik hitam. Kemudian air tersebut diambil sebahagian dan dimasak dengan mengunakan kayu bakar sampai kering sehingga terlihat butiran-butiran warna putih yang berbentuk kristal yang disebut dengan garam. Harga garam yang relatif murah dibandingkan dengan garam yang telah ditambah zat yodium. Dalam sehari para petani dapat menghasilkan garam mencapai 30 Kg. Dengan harga pasaran sebesar Rp 2.500/Kg. Biasanya garam dipasarkan di seputaran kota Bireuen dan sekitarnya. Dalam sebulan mereka hanya berproduksi selama 10-20 hari saja, hal ini dikarenakan keadaan cuaca atau iklim yang cenderung berubah setiap saat.
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Dengan harga garam yang relatif murah maka berdampak pada keadaan ekonomi sehari-hari para petani garam. Dimana pendapatan yang diterima tidak mencukupi pengeluaran kebutuhan hidup mereka. Tingginya biaya pengeluaran sama sekali tidak didukung dengan hasil produksi yang mereka hasilkan. Harga kayu bakar yang menjadi kebutuhan memasak yang biasanya Rp 140.000-, naik menjadi Rp 160.000,/truk Colt. Hal ini membuat para petani kewalahan dalam mengeluarkan modal untuk memproduksi garam. Kendala yang dihadapi oleh petani garam di Kabupaten Bireuen adalah keadaan alam yang cenderung berubah tiba-tiba, modal yang tidak memadai dan meningkatnya harga barang kebutuhan memproduksi garam serta kebutuhan hidup petani sendiri, sarana tanggul pemecah ombak yang terdapat di sepanjang pantai yang belum permanen sehingga apabila air pasang maka akan ikut menengelamkan ladang garam para petani. Serta pemasaran hasil garam yang tidak memiliki suatu wadah seperti koperasi untuk menampung hasil produksi. Hingga saat ini hasil produksi garam di Kabupaten Bireuen masih di bawah yang diharapkan. Dimana mutu garam itu sendiri kurang diperhatikan. Hal ini disebakan karena cara pengolahan yang masih tradisional dan tidak memperhatikan kebersihan produksi garam itu sendiri. Disamping biaya produksi yang sangat tinggi. Dengan melihat keadaan itu maka proses pengaraman di Kabupaten Bireuen perlu diperbaiki, yakni dengan pengalihan ke teknologi penggaraman. Pengertian Tenaga Kerja dan Modal Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam keseluruhan proses produksi. Menurut Mulyadi (2007 : 59) yang dikatakan tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka, dan jika mereka mau berpatisipasi dalam aktifitas tersebut. Menurut Simanjuntak (1998 : 2) tenaga kerja
mencakup penduduk yang sudah bekerja atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Bagi para pencari kerja, yang bersekolah dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap sewaktuwaktu dapat bekerja. Setiap negara memberikan batasan umur yang berbeda dalam hal penetapan tenaga kerja. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum. Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenaga tenaga kerja (Dumairy, 1996 : 74). Tenaga kerja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu: 1. Angkatan kerja yaitu tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. 2. Bukan angkatan kerja yaitu tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang-orang yang kegiatan bersekolah, mengurus rumah tangga serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya. Menurut Sukirno (2003 : 7) dari segi keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan kepada kepada tiga golongan berikut: 1. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikannya dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. 2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu, dan ahli merepasi TV dan radio. 3. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang tertentu seperti dokter, akuntan, ahli ekonomi, dan insinyur.
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Tenaga kerja sektor perikanan meliputi tiga kategori, yaitu tenaga kerja yang bekerja di perikanan laut, perikanan perairan umum, dan perikanan budidaya, baik untuk budi daya perairan tawar, pantai (tambak), maupun budi daya laut ( mariculture) (Mulyadi, 2007 : 21 ). Selain tenaga kerja dan tanah, modal juga termaksuk faktor produksi yang utama. Modal merupakan modal yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa butuhkan. Modal juga dikenal dengan istilah investasi yang merupakan sejumlah dana yang digunakan untuk kegiatan produksi. Menurut Dornbusch dan Fisher (1997 : 268) menjelaskan investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan barang dan mempertahankan stok barang modal, yang terdiri dari mesin, kantor dan produkproduk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Modal juga dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambahkan kemampuan untuk memproduksi barang-barang dan jasajasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang dan modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Menurut Mulyadi (2007 : 86) penilaian terhadap modal usaha petani garam dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu pertama, penilaian didasarkan kepada nilai alat-alat yang baru. Kedua, berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat. Ketiga, dengan menaksir nilai alat pada waktu sekarang. Pengertian Pendidikan Definisi pendidikan dalam arti sempit adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubunganhubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Pendidikan dalam arti luas adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Undang-Undang No.2/1989 menegaskan bahwa cita-cita pendidikan nasional adalah sebagai berikut: „‟Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian. yaitu : 1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. 2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan teknik yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan modern dan kegiatan-kegiatan lainnya. 3. Pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan dapat menjadi perangsang untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam bidang teknik, ekonomi dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya. Teori Produksi Perusahaan didirikan adalah untuk memenuhi keinginan masyarakat dalam memperoleh barang dan jasa, dalam mewujudkan perusahaan harus menggunakan faktor-faktor produksi. Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai pengunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi lainnya
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
sama sekali berbeda baik dalam pengetian apa, dan dimana atau kapan komoditikomoditi itu dialokasikan maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu (Millers, dan Meiners, 2000 : 251). Menurut Millers dengan Mainers (2000 : 251) istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa, karena istilah “komoditi“ memang mengacu kepada barang dan jasa bahkan sebenarnya perbedaan antara barang dan jasa itu sendiri dari sudut pandang ekonomi, sangat tipis kedua-duanya dan sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja salah satu teori pembangunan masyarakat adalah melihat adanya proses modernisasi serta teknologi yang dihasilkan. Proses modernisasi merupakan salah satu adaptasi masyarakat kapitalis dalam memenuhi dan mengembangkan fungsi faktor produksi untuk mengatasi tuntunan pasar untuk masyarakat petani garam kaum kapitalis memegang peranan dalam menguasai faktor produksi dengan menumbuh kembangkan dan menyesuaikan pemakaian teknologi dalam proses produksi. (Mulyadi, 2007:180). Para petani garam sebagai pengusaha atau pelaku usaha taninya harus mengkombinasikan faktor-faktor produksi sangat penting karena hal ini merupakan strategi untuk mencapai hasil yang optimal juga. Dalam hal ini diperlukan keterampilan dan wawasan berpikir petani berdasarkan pengalaman yang diterima petani garam tersebut. Pengertian Pendapatan Pada dasarnya pembangunan bidang ekonomi diarahkan pada peningkatan hasilhasil produksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan masyarakat nasional berarti nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam waktu tertentu. Menurut Ackley (1992 : 34). Pendapatan seorang anggota masyarakat atau individu berarti seluruh penghasilan yang diperolehnya dan jasa-jasa produksi yang diberikan kepada suatu waktu yang diperolehnya dari harta kekayaan.
Besar kecilnya pendapatan yang diterima petani garam tergantung dalam pengelolaan faktor produksinya, penerimaan, dan pengeluarannya. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi pendapatan petani garam yaitu, iklim, tenaga kerja, modal, dan jenis peralatan yang digunakan untuk memasak garam. Pendapatan petani garam tergantung posisi yang mereka duduki. Rata-rata pekerja di pondok garam akan mendapatkan hasil jauh lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pemilik. Dengan demikian ratarata pemilik usaha pondok garam menerima sekitar enam puluh lima persen dari keseluruhan hasil produksinya ( Mulyadi, 2007 : 77 ). Pendapatan keluarga petani garam tradisional sangat beragam. Jumlah pendapatan petani garam dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Misalnya untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan kayu bakar untuk memasak pembuatan garam dan ada juga untuk biaya cicilan hutang. Para petani garam tradisonal biasanya mempunyai hutang baik kepada tengkulak maupun kepada orang yang mereka pinjami karena tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Kehidupan masyarakat petani garam tradisional tidak lepas dari modal tenaga dan peralatan yang sederhana, berpendidikan rendah dan minimnya informasi pasar. Pendapatan petani garam sangat tergantung pada hasil produksinya. Apalagi petani garam tradisional yang hanya menggunakan peralatan tradisional seperti kayu bakar dan tungku besar untuk memasak dalam produksi garam memiliki pendapatan lebih sedikit dari pada petani garam yang menggunakan mesin atau pengunaan teknologi penggaraman dan memiliki tenaga kerja yang terampil. Pada umumnya para petani garam masih mengalami keterbatasan teknologi penggaraman. Dengan peralatan yang sederhana, wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya disekitar tempat tinggalnya. Di samping itu, ketergantungan terhadap, musim yang sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat petani garam dapat berproduksi, terutama pada musim hujan turun, yang
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
terjadi setiap saat. Akibatnya, selain hasil produksi garam terbatas, dengan kesederhanaan peralatan masak yang dimiliki, pada musim tertentu ada produksi garam yang gagal panen. Kondisi ini merugikan petani garam karena pendapatan riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim panen akan habis dikonsumsi pada saat gagal panen. ( Mulyadi, 2007 : 49-50 ). Kemiskinan Petani Surparlan (2007 : 17) mendefenisikan kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau kelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau kekurangan modal, baik dalam pengertian uang, pengetahuan, kebutuhan sosial, politik, hukum maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, kesempatan berusaha, dan bekerja. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2005) kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan pasar, baik makanan maupun lainnya. Dari definisi diatas bahwa kemiskinan dapat disimpulkan keadaan dimana seseorang yang memiliki pendapatan tetapi pendapatannya tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kemiskinan petani garam disebabkan juga karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan alat teknologi canggih sehingga membuat mereka terpaksa memasak atau produksi garam dengan peralatan yang sederhana dengan proses pembakaran masih mengunakan kayu bakar karena belum ada peralatan teknologi. Selain itu para petani garam tergantung kepada musim. Hal itu dikarenakan keadaan cuaca atau iklim yang cenderung berubah setiap saat. Biasanya hasil produksinya masih dijual dengan harga murah. Dari permasalahan di atas banyak hal yang dilakukan pemerintah dalam hal pemberantasan kemiskinan petani garam, salah satunya yaitu pemberian bantuan pinjaman modal kepada petani garam yang membutuhkannya. Menurut (Mulyadi 2007 :
53) perlu adanya lembaga ekonomi formal apapun namanya yang berfungsi : 1. Menutup utang petani garam kepada tengkulak dan mengalihkan pinjaman itu sebagai pinjaman kepada lembaga. 2. Memberikan kredit kepada petani dalam bentuk uang maupun barang. 3. Mengadakan pembelian hasil produksi. Kerangka Pemikiran Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di lihat pada gambar berikut yaitu : Gambar Kerangka Pemikiran IDENTIFIKASI
Usia
Luas Lahan
Pendapatan Pendidikan Harga Jual
Biaya Produksi
Tenaga Kerja
Sosial Ekonomi
Sebahagian masyarakat di Kabupaten Bireuen khususnya yang tinggal di daerah pesisir pantai banyak yang berprofesi sebagai petani garam di Lancang Sira (Pondok Garam ) di desa masing-masing. Usaha pondok garam ini merupakan salah satu industri kecil yang dapat membantu perekonomian petani garam tersebut. Dalam melaksanakan usaha ini, petani garam dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan proses produksi garam berdasarkan tingkat kemampuan yang di pengaruhi oleh kondisi Sosial Ekonomi yaitu : Usia, Pendapatan, Harga Jual, Biaya Produksi, Luas Lahan, Pendidikan, dan Tenaga Kerja. Hal ini perlu di perhatikan agar setiap petani garam selalu berusaha agar hasil produksinya dapat di tingkatkan untuk menambah pendapatan dan mensejahterakan hidup petani garam itu sendiri.
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Sumber dan Jenis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta atau gejala yang ada dalam mencari keterangan secara faktual, baik dengan situasi sosial, ekonomi, dan satu kelompok masyarakat atau daerah. Untuk menunjang kesempurnaan penelitian yang dilakukan, maka peneliti, mengumpulkan data yang diperoleh dari dua sumber, yaitu : 1. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan dan wawancara (interview) dengan mengunakan komunikasi langsung terhadap petani garam dengan bantuan daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu. 2. Data sekunder diperoleh dari literatur pustaka dan lembaga-lembaga atau instasi yang terkait dengan penelitian ini baik instasi pemerintah atau swasta. Populasi dan Sampel Penelitian Pengertian populasi menurut sugiono seperti yang dikutip Ruslan ( 2004 : 133) adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari, objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan pengertian sampel adalah sebahagian angota dari populasi yang dipilih dengan prosedur tertentu dan diharapkan dapat mewakili suatu populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani garam yang ada di Kabupaten Bireuen. Sedangkan untuk pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive random sampling yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian. Menurut Gay dan Diehl seperti yang dikutip Ruslan (2004 : 147), dalam menentukan ukuran sampel penelitian deskriftif antara lain sekurang-kurangnya 100 sampel. Berdasarkan denganpertimbangan waktu, tenaga dan biaya peneliti terbatas dan dapat dianggap memadai sampel sehingga ditetapkan dalam penelitian ini sebanyak 10 % dari 419 kepala keluarga yang bergerak di
bidang usaha lancang sira (Pondok Garam) ini. Yaitu sebanyak 42 responden sebagai sampel. Semua responden ini diharapkan dapat mewakili seluruh populasi yang ada di Kabupaten Bireuen. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Wawancara adalah suatu kegiatan untuk mencari data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan petani garam atau responden yang dapat diangap dapat memberikan data atau keterangan terpecaya. 2. Observasi dan Pengamatan Langsung Observasi adalah kegiatan untuk mencari data dengan jalan mengamati secara langsung beberapa aktifitas dan juga kondisi yang terjadi pada obyek yang diteliti. Observasi atau pengamatan ini dilakukan sebagai pendukung dari kegiatan wawancara atau interview yang telah dilaksanakan. 3. Dokumentasi Dokumensi adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data-data yang tersedia dan laporan-laporan yang relavan dengan obyek penelitian untuk mendukung data yang sudah ada sehingga akan lebih menguatkan hasil akhir yang di dapatkan dalam penelitian ini dan juga akan membantu dalam meningkatkan kualitas dari penelitian ini. Model analisis Data yang digunakan dilapangan diolah dengan cara mentabulasikan dalam bentuk tabel baris yang sesuai dengan kebutuhan analisis. Metode yang digunakanan adalah deskriptif. Definisi Operasional Variabel Adapun batasan operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : a. Usia Usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dimana usia petani garam tersebut menjadi tenaga kerja ditempat
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
b.
c.
d.
e.
f.
g.
usaha pengolahan garam usia dalam bekerja ( tahun ). Pendapatan bersih petani garam. Pendapatan bersih yang dimaksud adalah pendapatan kotor petani garam dari usaha pengolahan garam setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang di keluarkan dengan satuan yang digunakan Rp/bulan. Harga jual Harga jual merupakan jumlah hasil pengolahan garam yang diproduksi dinyatakan dalam satuan Rp/kg. Luas lahan Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas tanah yang digunakan oleh petani garam untuk dijadikan tempat pengolahan garam, satuan yang digunakan adalah hektar ( Ha ). Biaya produksi Biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap yang diukur dalam Rp/Ha/bulan. Tenaga kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor disamping modal yang dimiliki oleh petani garam, baik yang berasal dari keluarga maupun dari luar keluarga dinyatakan dalam satuan HKP/bulan. Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh petani garam ( SD = 1, SLTP = 2, SMA = 3, DIPLOMA = 4, SARJANA=5 ).
Karakteristik Responden Responden Menurut Kelompok Umur Karekteristik Petani garam yang akan di bahas disini meliputi latar belakang individu pembuat garam, proses pembuatan garam, hubungan sosial ekonomi dan ketenagakerjaan para petani garam di Kabupaten Bireuen yang meliputi beberapa desa antara lain desa Jangka Alue Bie, Tanoh Anoe, Gp. Tanjongan, Alue Buya, Blang Lancang, Matang Teungoh, Gampong Lancang.
Pada penelitian ini jumlah sampel yang diambil dari Kabupaten Bireuen sebanyak 42 responden. Penelitian ini dapat menjelaskan mengenai identifikasi sosial ekonomi dan ketenagakerjaan petani garam di Kabupaten Bireuen. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dijelaskan bahwa responden yang berumur antara 20-29 tahun ada 6 orang atau (14,29 persen), yang umur 30-39 tahun ada 8 orang atau (19,04 persen), kemudian yang berumur antara 40-49 tahun ada 9 orang atau (21,43 persen), sedangkan responden yang berumur 50 tahun ada 19 orang atau (45,23 persen). Sehingga dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa para petani garam banyak pada tingkat kelompok umur 50 tahun yaitu dengan persentase 45,23. Hal ini berarti bahwa para petani garam yang lebih aktif banyak pada usia yang lebih tua, karena pada usia ini mereka tidak lagi mempunyai anak balita yang biasanya membutuhkan perhatian dari ibunya baik itu dari segi makanan maupun pengasuhan. Tingkat Pendidikan Pembuat Garam Biasanya para petani garam itu memiliki tingkat pendidikan yang rendah, itu juga dapat terlihat di kabupaten Bireuen. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenjang pendidikan formal yang di tempuh oleh responden, yang tamat SD ada 32 orang atau (76,19 persen), tamat SMP ada 4 orang atau (9,52 persen), dan yang menamatkan SMA ada 6 orang atau (14,28 persen), sedangkan yang Diploma dan Perguruan Tinggi tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa para petani garam banyak yang berpendidikan rendah. Faktor alam dan lingkungan sekitar tempat tinggal di daerah ladang garam berpengaruh kuat sehingga mereka memilih pekerjaan menjadi pembuat garam dan karena tingkat pendidikan mereka yang juga rendah. Jumlah Tanggungan Pembuat Garam Dalam keluarga pembuat garam tentunya juga memperkirakan jumlah tanggungan dalam keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuat
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
garam ada yang memiliki jumlah anak sedikit dan ada juga yang banyak. Namun dalam penelitian ini sebanyak 40,47 persen responden memiliki 3-4 orang tanggungan dan 38,09 persen memiliki lebih dari 5 orang tanggungan dalam keluarganya. Jumlah Tenaga Kerja Pembuat Garam Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan dalam industri tradisional ini tidak banyak. Paling sedikit 1 orang dan paling banyak 3 orang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja dalam industri tradisional garam ini sebanyak 66,66 persen itu hanya memakai 1 orang pekerja yaitu responden itu sendiri yang kebanyakannya adalah wanita, sedangkan selebihnya sebanyak 28,57 persen mempekerjakan 2 orang dan 4,76 persen sebanyak 3 orang. Biasanya para pekerja ini berasal dari keluarga sendiri juga. Biasanya istri atau suami atau juga anak yang ikut bekerja membantu pembuatan garam ini. Luas Lahan Pembuat Garam Luas lahan yang digunakan oleh para petani garam bervariasi. Ada yang sempit dan ada juga yang luas. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada umumnya luas lahan yang dimiliki oleh para petani garam di kabupaten bireuen pada penelitian ini ada antara 5x5 m - 20x20 m sebanyak 30 responden atau (71,42 persen). Luas lahan antara 30x30 m - 40x40 m di digarap oleh 5 responden atau (11,90 persen), sedangkan luas lahan 40x70 m digarap oleh 7 responden atau (16,66 persen). Hal ini menunjukkan bahwa para petani garam di kabupaten bireuen sebanyak 71,42 persen memiliki luas lahan 5x5m – 20x20 m. Hasil Produksi Garam dan Harga Jual Luas lahan yang dimiliki oleh para petani garam tentunya juga digunakan untuk dapat menghasilkan produksi garam. Hasil produksi garam yang dihasilkan oleh para petani garam bervariasi. Dari hasil penelitian maka jelas terlihat juga bahwa dari keseluruhan hasil produksi garam dalam sebulan itu paling banyak 600 kg yang
dihasilkan oleh 8 orang responden atau sama dengan 19,04 persen. Besarnya hasil produksi garam tidak berpengaruh langsung oleh luas lahan yang dimiliki oleh petani garam, akan tetapi ditentukan oleh skala produksi atau luas lahan yang mampu di olah untuk setiap kali proses produksi. Proses Pembuatan Garam Proses pembuatan garam di kabupaten Bireuen pada umumnya sama dan masih sangat tradisional. Ada perbedaan produksi garam di Jeunib dan di Jangka. Jika di Jeunib ( desa Blang Lancang, matang teungoh dan Gampong Lancang) itu produksi garamnya sedikit karena mereka masih memproduksi garam tradisional yaitu dengan cara tanah digaruk dengan menggunakan cangkul garpu (creuh). Kemudian dijemur pada terik matahari dan selanjutnya tanah ditumpuk menjadi dua tumpukan yang dialasi dengan pelepah kelapa dan sebelah menyebelah diantara kolam kecil yang telah dibuat terlebih dahulu. Kemudian tumpukan tanah itu satu persatu disirami dengan air laut, sehingga air tirisan mengalir kedalam kolam kecil. Air tirisan itu selanjutnya diangkat untuk disimpan didalam sebuah bak yang terbuat dari kayu dan dilapisi oleh terpal plastik yang hitam. Kemudian air tersebut diambil sebahagian dan dim,asak dengan menggunakan kayu bakar sampai kering sehingga terlihat butiran-butiran warna putih yang berbentuk Kristal yang disebut garam. Sedangkan produksi garam di Jangka (Jangka Alue Bie, Tanah Anoe , Gp. Tanjongan, dan Alue Buya) itu produksi garamnya banyak karena produksinya menggunakan garam pancing atau bibit garam yang di peroleh dari Madura. Prosesnya garam masak itu di masak pakai air yang dialiri dari air laut atau air hujan yang ditampung atau bisa juga air sumur. Kemudian dimasak lebih kurang 5 jam dalam satu kuali yang besar yang terbuat dari drum besar, setelah masak, air nya menjadi kering sehingga tinggal garam saja. Kemudian di angkat lalu dijemur sesaat selanjutnya di masukkan ke dalam karung
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
yang sudah siap di pasarkan ke pasar atau ke penampung Modal Pembuat Garam Modal awal yang di miliki petani garam ada yang sedikit dan ada juga yang banyak. Paling sedikit modal awal itu adalah Rp. 500.000 dan paling banyak Rp. 17.000.000. Modal awal ini dapat diperoleh dari keluarga sendiri, modal sendiri ataupun dari pinjaman bank. Akan tetapi dalam penelitian ini banyak para responden yang mendapatkan modal awal itu dari modal sendiri. Dimana itu di dapatkan dari tabungan yang selama ini dikumpulkan. Pendapatan dan Pengeluaran Petani Garam Pendapatan para petani garam merupakan hasil perkalian antar tingkat harga per kg dengan kuantitas garam. Tingkat harga garam juga di pengaruhi oleh musim. Jika musim hujan maka harga garam mahal karena pengrajin garam tidak bisa memproduksi garam yang banyak disebabkan tidak adanya kayu bakar , karena pada saat hujan kayu tidak bisa diangkut dari pegunungan oleh para toke kaye (agen kayu bakar). Pada saat curah hujan harganya berkisar antara Rp.4.000 – Rp.5.000, namun jika cuaca cerah harga berkisar Rp. 2.000 - Rp. 2.500 per bambu atau kaleng, namun jika produksi garam melimpah harganya juga bisa menurun. Pendapatan yang diperoleh oleh pengrajin garam tergantung juga dari berapa banyak produksi garam yang dihasilkan dalam sebulan. Dalam membuat garam ini juga diperlukan beberapa bahan baku diantara nya yaitu ember, kayu bakar, gayung sendok garpu (creuh), paci, drum biru besar terpal atau plastik hitam, karung biru, timba, dan kuali besar atau belanga. Pekerjaan membuat garam sangat bergantung pada musim. Oleh karena itu pendapatan yang diperoleh juga bergantung dari hasil produksi garam itu semua. Pada penelitian ini ada perbedaan antara pendapatan yang diperoleh oleh petani daerah Jeunib dan daerah Jangka. Pada daerah Jeunib pendapatan rata-rata perbulan
yang didapat sekitar Rp. 400.000 – Rp. 1.600.000, itu dikarenakan proses pembuatan garam disitu juga masih tradisional. Sedangkan di daerah Jangka pendapatan perbulan rata-rata yang diperoleh antara Rp. 1.000.000 – Rp.8.000.000, dan ini juga dikarenakan prosesnya yang sedikit lebih modern yaitu dengan menggunakan bibit yang didatangkan dari Madura. Pada penelitian ini adapun pengeluaran para petani garam ini tiap bulannya rata-rata berkisar antara Rp. 500.000 - Rp. 5.000.000. besarnya biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, mulai dari pangan perlengkapan rumah tangga, biaya kesehatan, biaya sekolah, iuran rutin, telpon, transportasi dan tabungan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Tingkat pendapatan petani garam di daerah Jeunib ( desa Blang Lancang, Matang Teungoh dan Gampong Lancang) lebih rendah, dibandingkan dengan pendapatan petani garam didaerah Jangka ( desa Jangka Alue Bie, Tanoh Anoe, Gp. Tanjongan, dan Alue Buya). b. Daerah Jeunib produksi garamnya masih memakai cara tradisional sedangkan produksi garam dijangka lebih sedikit modern karena memakai bibit yang didatangkan dari Madura. c. Daerah Jangka lebih banyak responden yang memperoleh bantuan dari pemerintah sedangkan daerah Jeunib responden yang menerima bantuan dari pemerintah lebih sedikit. Saran a. Diharapkan kepada para pengrajin garam agar bisa lebih berani dalam berusaha yaitu dengan cara meningkatkan jumlah modal. b. Diharapkan pemerintah dapat memberikan tambahan modal kepada
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
pengrajin garam untuk dapat meningkatkan produksi garam terutama di daerah Jeunib. DAFTAR PUSTAKA Ackley, Gardner, (1992) Teori Ekonomi Makro ( Terjemahan ). Erlangga : Jakarta Dornbusch, Rudinger dan Fisher, Stanley, (1997). Makro Ekonomi. Erlangga : Jakarta. Dumairy, (1996). Perekonomian Indonesia. Erlangga : Jakarta. Miller, Roger Leroy dan Roger E. Meiners, (2000). Teori Mikroekonomi Intermediate. Grafindo : Jakarta. Mulyadi, S, ( 2007). Ekonomi Kelautan. Grafindo : Jakarta. Ruslan, Rosady. ( 2004 ) Metode Penelitian Publik Relation dan Komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers PT Raja Grafindo Persada. Simanjuntak, Payaman J, (1998). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta. Sukirno, Sadono, (2006). Ekonomi Pembangunan. Kencana : Jakarta. Suparlan, Parsudi, (2000). Kemiskinan Perkotaan dan Alternatif Penanganannya. Ditujukkan Dalam Seminar Forum Perkotaan. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. Suryana, (2000). Ekonomi pembangunan. Salemba Empat : Jakarta. Sugiarto, Tedy Herlambang, Brastoro, Rachmat Sudjana, Said Kelana, (2002). Ekonomi Mikro, Sebuah Kajian Konfrehensif. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.