Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
IDENTIFICATION OF SCORE OF FOOD SECURITY AND GERM RATE OF FOOD SERVING FOR PATIENTS OF CLASS III AT PANEMBAHAN SENOPATI HOSPITAL BANTUL Linda Pratiwi1, Elza Ismail2, Devillya Puspita Dewi3 ABSTRACT Background: Foods are fundamental human need for survival. Foods can bring disease, particularly foods that are contaminated during the process of storage, cooking or serving. Food provision in a hospital is a promotive, preventive, curative and rehabilitative aspect; thus it has to consider food security and quality. High score of food security is a crucial aspect that helps the healing of patients. In another aspect, medication of diseases also has to be supported by food provision with low germ rate. Therefore, food security and quality in food provision in hospital should be guaranteed. Aim: To find out score of food security and germ rate of foods served to patients at Panembahan Senopati Hospital Bantul. Method: Observational study with retrospective studies. The study design was quantitative analysis. The research was conducted at the Regional General Hospital Panembahan Senopati Bantul. Result: Score of food security at Panembahan Senopati Hospital Bantul in general belonged to alarming but was still safe to consume. Some foods were fairly safe. Germ rate was relatively high; this was caused by inappropriate selection, storage at high germ rate and less attention to staff hygiene. Conclution: Food security at Panembahan Senopati Hospital belonged to alarming category but was still safe. Quality of food based on germ rate was in good category because it was still below the national standard of germ rate. Keywords: scores of food safety, the number of germs 1
Student of Nutrition Study Program Respati Yogyakarta University Lecture of Politeknik Kesehatan Yogyakarta 3 Lecture of Nutrition Study Program Respati Yogyakarta Universi 2
INTISARI Latar Belakang: Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup. Makanan dapat menimbulkan penyakit. Penyebab penyakit tersebut biasanya terkontaminasi pada saat makanan dalam proses penyimpanan, pengolahan, maupun ketika disajikan. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit merupakan upaya aspek promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitative sehingga penyelenggaraan makanan harus menjaga keamanan dan mutu makanan. Skor Keamanan Pangan yang tinggi merupakan aspek penting dalam membantu kesembuhan penyakit pasien. Disisi lain penyembuhan penyakit juga perlu didukung dengan pemberian pangan pada pasien dengan angka kuman yang rendah. Sehingga kemanan dan mutu pangan dalam penyelebggaraan makanan di rumah sakit dapat terjamin. Tujuan: Untuk mengetahui mengetahui skor keamanan pangan dan angka kuman pada makanan yang disajikan pada pasien Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. Metode Penelitian: Penelitian observasional dengan studi retrospektif. Desain penelitian adalah analisis kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. Hasil: Skor Keamanan Pangan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul secara keseluruhan termasuk dalam kategori rawan akan tetapi masih aman untuk dikonsumsi, walaupun ada juga kemanan makanan yang termasuk dalam katagori keamanan pangan sedang. Angka Kuman yang ada pada bahan makanan relatif tinggi, dimana hal ini sebabkan oleh pemilihan bahan makanan yang kurang tepat, penyimpanan yang cenderung masuknya kuman tinggi dan hygiene pekerja yang masih kurang diperhatikan. Kesimpulan: Keamanan pangan berdasarkan penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP) di RSUD Panembahan Senopati Bantul masih tergolong dalam kategori keamanan pangan rawan tetapi masih aman untuk dikonsumsi. Mutu pangan berdasarkan angka kuman di RSUD Panembahan Senopati Bantul masih dalam kategori baik karena angka kuman dalam makanan masih dibawah SNI angka kuman.
59
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
Kata Kunci: Skor Keamanan Pangan, Angka Kuman
PENDAHULUAN
akan dapat menghasilkan produk pangan yang
A. Latar Belakang
berkulitas
Makanan merupakan
dan
yang
penting
aman
untuk
salah satu
dikonsumsi. Salah satu cara untuk menentukan
kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup.
keamanan pangan yaitu dengan skor keamanan
Agar
pangan
manusia
tersebut dapat
hidup
sehat,
makanan yang dikonsumsi haruslah memenuhi (1)
persayaratan
kesehatan .
menimbulkan
penyakit.
Makanan Makanan
(SKP),
dipengaruhi
oleh
dimana
dalam
empat
peubah
penilaiannya keamanan
dapat
pangan, yaitu pemilihan dan penyimpanan bahan
biasanya
makanan, higiene pekerja, pengolahan pangan,
terkontaminasi pada penyimpanan, pengolahan,
dan distribusi pangan(5).
maupun ketika disajikan. Selain berasal dari
Berdasarkan latar belakang diatas
makanan, terjadnya kontaminasi dapat terjadi
penulis ingin mengetahui penerapan SKP dan
melalui air (2).
jumlah angka kuman di Instalasi Gizi RSUD
Penyelenggaraan makanan
di rumah
Panembahan Senopati Bantul sehingga dapat
sakit merupakan salah satu upaya peningkatan
diketahui keamanan pangan dan mutu pangan
kesehatan dan gizi masyarakat. Penyelenggaraan
bagi pasien
makanan di rumah sakit jika dibandingkan dengan
Panembahan Senopati Bantul.
penyelenggaraan
makanan
sangatlah
Berdasarkan latar belakang diatas
komplek karena merupakan perpaduan antara
rumusan masalah penelitian yaitu bagaimanakah
aspek
penerapan SKP (Skor Keamanan Pangan) dan
promotif,
lainnya
yang ada di Instalasi Gizi RSUD
preventif,
kuratif
dan
(3)
rehabilitatif .
jumlah angka kuman pada penyelenggaraan
Proses pembuatan makanan akan rentan
makanan untuk pasien kelas III di RSUD
sekali terpapar oleh mikroorganisme, terutama
Panembahan Senopati Bantul?. Tujuan penelitian
bakteri, termasuk bakteri yang bersifat patogen.
ini yaitu mengetahui kriteria keamanan pangan
Karena bakteri patogen ditemukan dimana saja
dan mutu pangan berdasarkan penerapan SKP
yaitu tanah, air, udara, tanaman, manusia, maupun
(Skor Keamanan Pangan) serta jumlah angka
peralatan untuk memproses makanan, hingga
kuman pada penyelenggaraan makanan untuk
(4)
proses distribusinya . Jika hygiene sanitasi makanan dapat
pasien kelas III di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
terjaga dengan baik maka sebuah institusi tersebut
METODE PENELITIAN
Kesehatan Daerah Yogyakarta. Sampel dari
Jenis penelitian ini yaitu observasional
penelitian ini berupa lauk hewani (ayam, ikan),
dengan rancangan cros sectional. Penelitian ini
lauk nabati (tempe, tahu), sayur (sawi dan
bersifat diskriptif. Penelitian dilakukan di RSUD
bayam). Variabel dalam penelitian adalah Skor
Panembahan Senopati Bantul dan Laboratorium
Keamanan Pangan (SKP) dan Jumlah angka
60
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
kuman. Definisi penelitian antara lain: Skor angka
cawan petri, rak tabung, pipet 1ml, gelas beker,
kuman dengan parameter skor dan skala rasio,
termos es dan sampel makanan yang digunakan
Angka kuman dengan parameter skor angka
untuk uji angka kuman. Data yang diperoleh
kuman (kolono/g) dan skala rasio, Keamanan
dalam penellitian diolah dengan menghitung rata-
produk pangan dengan parameter kriteria Skor
rata
Keamanan Pangan dan skala ordinal, mutu
dikategorikan menurut kategori Skor Keamanan
pangan dengan parameter skor angka kuman dan
Pangan. Untuk hasil laboratorium dikumpulkan
skala ordinal. Alat dan bahan yang digunakan
dan dilakukan editing data. Data SKP dan jumlah
dalam penelitian ini antaralain form SKP untuk
angka kuman dipresentasikan dengan table,
mengetahui skor keamanan pangan, tabung reaksi
gambar, dan data dianalisis secara diskriptif
dari
setiap
criteria
dan
kemudian
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Skor Keamanan Pangan (SKP) Berdasarkan Kriteria Tabel 1. Skor Keamanan Pangan No
Jenis Sampel
1.
Ayam Bumbu Sate PPBm HGP PBM DM Pepes Ikan PPBm HGP PBM DM Tahu Goreng PPBm HGP PBM DM Tempe Goreng PPBm HGP PBM DM Sup Bayam PPBm HGP PBM DM
2.
3.
4.
5.
6.
Sup Sawi PPBm HGP
Kriteria yang harus terpenuhi
I
Pengambilan II
Rata-rata
%
III
0,16 0,14 0,56 0,14
0,16 0,14 0,521 0,117
0,14 0,14 0,521 0,117
0,16 0,14 0,521 0,117
0,15 0,14 0,524 0,117
15% 14% 52,4% 11,7%
0,16 0,14 0,56 0,14
0,13 0,098 0,453 0,088
0,16 0,098 0,386 0,088
0,11 0,077 0,358 0,088
0,13 0,091 0,391 0,088
13% 9,1% 39,1% 8,8%
0,16 0,14 0,56 0,14
0,137 0,077 0,38 0,088
0,137 0,077 0,476 0,132
0,137 0,077 0,408 0,088
0,137 0,077 0,421 0,102
13,7% 7,7% 42,1% 10,2%
0,16 0,14 0,56 0,14
0,16 0,098 0,386 0,088
0,108 0,077 0,358 0,088
0,130 0,098 0,453 0,088
0,132 0,091 0,399 0,088
13,2% 9,1% 39,9% 8,8%
0,16 0,14 0,56 0,14
0,11 0,077 0,498 0,088
0,138 0,049 0,363 0,088
0,138 0,049 0,363 0,088
0,128 0,058 0,408 0,088
12,8% 5,8% 40,8% 8,8%
0,16 0,14
0,16 0,14
0,16 0,14
0,16 0,14
0,16 0,14
16% 14%
61
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
PBM DM Sumber: data primer yang diolah 2014
0,56 0,14
0,521 0,112
ISSN : 1907 - 3887
0,521 0,112
0,53 0,112
0,524 0,112
52,4% 11,2
Berdasarkan Skor Keamanan Pangan
pangan belum tercapai 100% antara PPBm, HGP,
diatas selama tiga kali pengamatan menghasilkan
PBM, dan DM. Perlu diperhatikan pada tahap
penilaian skor yang berbeda-bada unutk PPBm
HGP dan PBM pada pengolahan tahu goreng
ayam bumbu sate pada pengamatan selama tiga
karena hanya mencapai 7,7% dan 42,1% skor
kali pengamatan menghasilkan skor dengan rata-
keamanan pangan yang terpenuhi sedangkan skor
rata 0,15 (15%), HGP dengan rata-rata 0,14
yang tidak memenuhi kriteria mencapai hampir
(14%), PBM dengan rata-rata 0,542 (54,2%) dan
50%.
DM
ini
pengolahan tahu goreng pada tahap HGP dan
menunjukan penilaian skor keamanan pangan
PBM sehingga tercapai keamanan pangan yang
setiap kriteria memenuhi 100% kecuali PBM dan
lebih baik. Penilaian PPBm pada tempe goreng
DM, yang perlu diperhatikan adalah pada kriteria
memiliki rata-rata 0,132 (13,2%), HGP rata-rata
atau tahap PBM yang hanya terpenuhi 0,542
skor 0,091 (9,1%), PBM rata-rata skor 0,399
(54,2%) yang seharusnya kriteria yang harus
(39,9%), dan DM rata-rata skor 0,102 (10,2%).
dipenuhi 0,56 (56%). Pada tahap PBM ada yang
Ini menunjukan belum semua kriteria penilaian
belum terpenuhi sehingga pada pengolahan ayam
memenuhi 100%. Perlu diperhatikan pada tahap
bumbu sate perlu ditingkatkan untuk kemanan
PBM hanya mencapai 0,399 (39,9%) yang
pangan pada tahap pengolahan bahan makanan
seharusnya kriteria yang harus terpenuhi pada
(PBM). Untuk pepes ikan PPBm pepes ikan
tahap PBM yaitu 0,56 (56%). Pada tahap PBM
dengan rata-rata skor 0,13 (13%), HGP dengan
tempe
rata-rata 0,091 (9,1%), PBM dengan rata-rata
terpenuhi dibandingkan dengan tahap PPBm,
0,391 (39,1%) dan DM dengan rata-rata 0,088
HGP dan DM sehingga menyebabkan penilaian
(8,8%). Ini menunjukan semua kriteria penilaian
skor keamanan pangan berkurang. Oleh sebab itu
skor keamanan pangan belum terpenuhi secara
pada pengolahan tempe goreng perlu ditingkatkan
100%. Tetapi perlu diperhatikan pada tahap PBM
untuk kemanan pangan pada tahap pengolahan
hanya terpenuhi 39,1% yang seharusnya kriteria
bahan makanan (PBM).
dengan
rata-rata
0,1117
(11,7%)
yang harus terpenuhi 0,56 (56%) sehingga masih banyak
kriteria
yang
belum
Sehingga
goreng
perlu
masih
ditingkatkan
banyak
yang
saat
belum
PPBm pada sup bayam rata-rata skor
terpenuhi
keamanan pangan 0,128 (12,8%), HGP dengan
dibandingkan dengan PPBm, HGP dan DM.
nilai rata-rata 0,058 (5,8%), PBM dengan skor
Olehkarena itu pada tahap pengolahan pepes ikan
rata-rata 0,408 (40,8%) dan DM 0,088 (8,8%).
perlu ditingkatkan skor keamanan pangan pada
Perlu diperhatikan pada tahap PBM pada
tahap PBM sehingga keamanan pangan semakin
pengolahan tahu goreng karena hanya 40,8% skor
terjamin.
keamanan pangan yang terpenuhi sedangkan skor PPBm tahu goreng 0,137 (13,7%),
yang tidak memenuhi kriteria mencapai 50%.
HGP 0,077 (7,7%), PBM 0,421 (42,1%) dan DM
Sehingga perlu ditingkatkan saat pengolahan sup
0,102 (10,2%). Ini berarti nilai skor keamanan
bayam pada tahap PBM sehingga tercapai
62
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
keamanan pangan yang lebih baik. Skor PPBm
diperhatikan pada tahap PBM kriteria terpenuhi
sup sawi memiliki rata-rata 0,16 (1,6%), HGP
52,4% dan lebih banyak kriteria yang belum
rata-rata skor 0,14 (14%), PBM rata-rata skor
terpenuhi dibandingkan pada tahap DM, sehingga
0,524 (5,24%) dan DM 0,1117 (11,7%). Ini
perlu ditingkatkannya keamanan pangan pada
menunjukan kriteria skor keamanan pangan sudah
tahap PBM untuk tercapainya keamanan pangan
terpenuhi 100%. Kriteria yang belum terpenuhi
yang
yaitu
pada
tahap
PBM
dan
DM.
lebih
baik.
Perlu
b. Skor Keamanan Pangan (SKP) Keseluruhan
No
Jenis Makanan
Tabel 2. Skor Keamanan Pangan Pengamatan Ke
Rata-rata
I
II
III
1.
Ayam Bumbu Sate
93,80%
91,67%
94,10%
93,3%
2.
Pepes Ikan
87,3 %
73,2 %
63,1 %
74,54 %
3.
Tempe Goreng
73,20 %
63,12 %
87,30 %
74,54 %
4.
Tahu Goreng
67,50 %
82,20 %
71,10 %
73,60 %
5.
Sup Bayam
77,00%
63,80%
63,80%
67,43%
6.
Sup Sawi
93,80 %
93,80 %
94,76 %
94,12 % 79,59 %
Rata-rata keseluruhan Sumber : Data primer yang diolah 2014 Skor
keamanan
pangan
pada
pangan rawan tidak aman dikonsumsi jika skor
penyelenggaraan makanan di RSUD Panembahan
keamanan pangan (SKP) kurang dari 62,17%.
Senopati Bantul dilakukan selama bulan April
Berdasarkan
perhitungan
skor
2011. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
keamanan pangan secara keseluruhan rawan tetapi
bahwa skor keamanan pangan rawan tetapi masih
masih aman untuk dikonsumsi dengan hasil
aman untuk dikonsumsi dan ada pula keamanan
79,58% ini dikarenakan dalam penyelenggaraan
pangan sedang dengan kriteria skor keamanan
makanan masih ada kriteria-kriteria yang masih
pangan baik lebih besar atau sama dengan
belum terpenuhi antara lain :
97,03%, keamanan pangan sedang jika skor
1. Bahan makanan yang disimpan ditempat
keamanan pangan (SKP) lebih atau sama dengan
terbuka.
93,32% - kurang dari 97,02% keamanan pangan
2. Tenaga pengolah ada yang tidak memakai
rawan tetapi masih aman dikonsumsi jika skor
tutup kepala dan tidak mencuci tangan
keamanan pangan (SKP) lebih atau sama dengan
sebelum mengolah makanan.
62,17% - kurang dari 93,32% dan keamanan
63
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
3.
4.
ISSN : 1907 - 3887
Bak sampah yang ada didapur
sebelum membagikan makanan ke
terbuka.
pasien
Petugas
yang
mendistribusikan
makanan tidak mencuci tangan
c. Jumlah Angka Kuman Tabel 3. Kandungan Kuman Hasil Uji Laboratorium No 1.
Tanggal Uji Jenis Sampel 06 April 2011 Ayam Bumbu Sate 19 April 2011 Ayam Bumbu Sate 26 April 2011 Ayam Bumbu Sate 04 April 2011 Pepes Ikan 2. 14 April 2011 Pepes Ikan 05 Mei 2011 Pepes Ikan 04 April 2011 Tempe Goreng 3. 14 April 2011 Tempe Goreng 05 Mei 2011 Tempe Goreng 05 April 2011 Tahu Goreng 4. 25 April 2011 Tahu Goreng 05 Mei 2011 Tahu Goreng 11 April 2011 Sup Bayam 5. 18 April 2011 Sup Bayam 21 April 2011 Sup Bayam 04 April 2011 Sup Sawi 6. 14 April 2011 Sup Sawi 05 April 2011 Sup Sawi Rata-Rata Keseluruhan Sumber : Data primer yang diolah 2014
Angka Kuman 19,0 x 102 9,6 x 102 3,1 x 102 2,6 x 102 3,5 x 102 2,8 x 102 4,7 x 102 0,7 x 102 3,9 x 102 2,5 x 102 1,2 x 102 1,7 x 102 19 x 102 32 x 102 21 x 102 2,9 x 102 2,1 x 102 2,0 x 102
berdasarkan
siklus
menu
yang
10,6 x 102 2,9 x 102 3,1 x 102 1,8 x 102 24 x 102 1,9 x 102 9,05 x 102
Uji angka kuman dilakukan selama tiga kali
Rata-rata
Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat
telah
dikemukakan bahwa dari masing-masing jenis
ditentukan. Berdasarkan uji angka kuman pada
makanan yang diuji dengan waktu yang berbeda-
menu ayam bumbu sate, pepes ikan, tempe
beda, ternyata menghasilkan angka kuman yang
goreng, tahu goreng, sup bayam dan sup sawi
berbeda-beda. Berdasarkan hasil uji laboratorium
memiliki hasil yang berbeda-beda setiap tiga kali
terhadap 6 (enam) jenis bahan makanan ternyata
ulangan pengambilan sampel ini bisa dikarenakan
kandungan kuman yang melekat pada makanan
kurang sterilnya alat pada saat pengambilan
cukup tinggi. Nilai rata-rata angka kuman jenis
sampel, suhu penyimpanan sampel pada saat
sup bayam 24 x 102 dan sup sawi sebesar 1,9 x
perjalan menuju laboratorium yang kurang sesuai
102.
sehingga menyebabkan kuman berkembang, dan
Nilai ini cukup tinggi namun demikian
alat yang digunakan pada saat pengujian kurang
masih dibawah batas maksimal sesuai dengan SNI
akurat
sebesar 5 x 105. Nilai rata-rata angka kuman jenis
sehingga
bisa
mempengaruhi
hasil
tahu goreng 1,8 x 102 dan tempe goreng sebesar
pengujian angka kuman yang ada.
3,1 x 102. Nilai ini cukup tinggi namun demikian
64
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
masih dibawah batas maksimal sesuai dengan SNI
ISSN : 1907 - 3887
terlebih dahulu dan ikan dalam keadaan bersih
6
sebesar 1,0 x 10 . Nilai rata-rata angka kuman
tanpa
jenis pepes ikan 2,9 x 102 dan ayam bumbu sate
mikrobiologi pada ikan sebagian sudah hilang.
2
insang,
sisik
dan
tulang
sehingga
sebesar 10,6 x 10 . Nilai ini cukup tinggi namun
Pengolahan dan penyajian pepes ikan dibungkus
demikian masih dibawah batas maksimal sesuai
menggunakan daun yang sebelumnya sudah
dengan SNI sebesar 1 x 106.
dibersihkan. Karena pepes ikan dibungkus dengan
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
daun olehkarena itu pepes ikan disajikan dengan
laboratorium dapat dilihat jumlah angka kuman
keadaan tertutup, sehingga dapat terhindar dari
masih dalam batas aman untuk dikonsumsi, ini
mikroorganisme dan suhu pada saat distribusi,
menunjukan mutu makanan di RSUD Senopati
makanan pun bisa terjaga dengan penyajian
Bantul masih dalam keadaan baik. Masalah yang
menggunakan
perlu diperhatikan ialah perbandingan yang sangat
terkontaminasi oleh mikroorganisme, antara lain
2
berbeda antara sup bayam yaitu 24 x 10 , tempe 2
goreng 3,1 x 10 , ayam bumbu sate 10,6 x 10
plato
Pseudomonas,
2
tertutup.
Alcaligenes,
Ikan
dapat
Flavobacterium,
Staphylococcus aerius, Bacillus aerius, E. coli.
2
sedangkan sup sawi 1,9 x 10 , tahu goreng 1,8 x
Pepes
102, dan pepes ikan 2,9 x 102.
ikan
dan
daging
ayam
merupakan makanan yang tinggi akan protein
Angka kuman pepes ikan dan ayam
sehingga kuman atau mikroorganisme dapat
bumbu sate memiliki perbedaan yang signifikan
tumbuh dalam pepes ikan dan ayam bumbu sate.
untuk ayam bumbu sate, ini dapat disebabkan
Mikroorganisme
karena untuk bahan yang digunakan masih dalam
nutrien nitrogen yang dijadikan sebagai energy
kondisi baik, dan hygiene pekerja juga baik tetapi
untuk bertumbuh dan beberapa mikroorganisme
alat yang digunakan kurang bersih seperti pisau
lain
yang
bisa
mikroorganisme mebutuhkan mineral sedangkan
terkontaminasi kuman yang terdapat dipisau atau
kebutuhan vitamin dan faktor pertumbuhan lain
alat yang lainnya. Awal kontaminasi pada daging
bervariasi(10). Selain itu, waktu tunggu ayam
berasal
bumbu
masih
dari
kotor
sehingga
mikroorganisme
daging
yang
masuk
dapat
sate
atau
kuman
menggunakan
pada
saat
membutuhkan
lemak.
penyajian
Semua
hingga
peredaran darah pada saat pemotongan daging
pendistribusian yang lama menyebabkan makanan
ayam, jika alat-alat yang digunakan untuk
disajikan sudah dalam keadaan dingin. Suhu
memotong
sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah
ayam
tidak
seteril
maka
mikroorganisme akan masuk dalam daging
(10)
.
mikroorganisme pada daging ayam.
Mikroorganisme yang terdapat pada daging ayam antara
lain
Pseudomonas,
Tiap-tiap mikroorganisme memerlukan
Alcaligenes,
pertumbuhan suhu yang maksimal, minimal dan
Staphylococcus aerius, Bacillus aerius, E. coli.
pertumbuhan suhu yang optimal (biasanya lebih
Angka kuman untuk pepes ikan 2,9 x
dekat kesuhu maksimal daripada suhu yang
102 lebih sedikit dibandingkan dengan ayam bumbu sate ini dikarenakan pada pepes ikan menggunakan ikan segar tetapi sudah dibekukan
minimal)(11).
65
Pada menu tahu goreng jumlah angka kuman lebih sedikit dibandingkan dengan tempe
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
goreng yaitu 1,8 x 102 tahu yang digunakan dalam
tempe goreng didistribusi dalam keadaan dingin
keadaan baik, masih segar, tidak busuk dan
yang ini dapat mengakibatkan kuman dalam
keadaan fisik yang tidak rusak. Pemilihan Bahan
makanan dapat berkembang semakin banyak.
makanan yang baik merupakan salah satu cara
Menu sup bayam memiliki angka
untuk meminimalkan pencemaran mikroba dalam
kuman 24 x 102 lebih tinggi dibandingkan dengan
makanan(8).
sup sawi
ini dikarenakan sejak mulai tumbuh
Untuk tahap pengolahan tahu goreng
sayuran berada dalam lingkungan aerobik dan
masih ada hygiene pekerja yang belum terjaga,
berkontak langsung dengan tanah, air dan udara
misalnya masih ada pekerja yang tidak mencuci
sehingga sebagian besar mikroba yang terdapat
tangan
dalam
sebelum
pengolahan
dan
tidak
sayuran
yaitu
yang
terdapat
pada
(6)
menggunakan tutup kepala. Terjadinya paparan
permukaan sayur . Sayur bayam yang memiliki
bakteri patogen dalam rantai makanan melalui
angka kuman lebih tinggi dari makanan yang lain
berbagai cara, yang paling besar adalah kontak
ini disebabkan bisa dikarenakan pada saat
manusia dengan makanan atau kontak manusia
pencucian sayur bayam yang kurang bersih,
(12)
selama proses pengolahan makanan
, sehingga
setelah dicuci bayam disimpan ditempat terbuka,
pengolahan makanan harus benar-benar dijaga
waktu tunggu sayur bayam saat sudah siap
hygiene
hasil
disajikan sampai dengan pendistribusian sayur
pengujian angka kuman mutu untuk tahu goreng
bayam disimpan ditempat terbuka sehingga besar
masih baik untuk dikonsumsi
kemungkinan kuman dapat masuk kedalam
dan
sanitasinya.
Berdasarkan
Angka kuman pada tempe goreng 3,1 x
makanan. Kuman yang terdapat disayur antara
10 hasil ini menunjukan angka kuman tempe
lain Clostridium perfringens yang dibawa oleh
lebih banyak dibandingkan dengan angka kuman
lalat, selain itu Rhizopus, Botrytis, Aspergillus
tahu. Hal ini dikarenakan pada tempe goreng pada
niger(7).
2
saat pengolahan bahan yang digunakan masih
Sayur bayam memiliki kadar air (Aw)
segar tetapi ada juga bahan yang sudah dalam
yang tinggi, kadar Aw yang tinggi merupakan
keadaan tidak segar. Keadaan bahan yang kurang
tempat
baik dapat memepengaruhi angka kuman yang
mikrobia. Bakteri atau mikroba membutuhkan air
menempel
dibahan
saat
untuk hidup. Sebagian besar makanan segar
pengolahan
tempe
sanitasi
bernilai Aw mendekati derajat pertumbuhan
pejamah juga ada yang tidak mencuci tagan
normal sebagian besar mikroorganisme (0,97-
sebelum pengolahan sehingga kuman yang ada
0,99) . Makanan segar memiliki nilai Aw sekitar
ditangan bisa menempel dalam makanan yang
0,99-0,96(8).
makanan, goreng
pada
hygiene
yang
kondensif
untuk
pertumbuhan
sudah terolah, tempe goreng disajikan ditempat
Angka kuman untuk sayur sup sawi
terbuka sehingga ini dapat mengakibatkan tempe
66 hanya 1,9 x 102 ini menunjukan bahwa kuman
goreng terhinggapi kuman pada saat penyajian,
yang
ada
dalam
sup
selain itu juga waktu tunggu tempe goreng pada
dibandingkan dengan sup bayam, ini dikarenakan
saat penyajian dan pendistribusian yang membuat
berdasarkan
pengamatan
sawi
dari
lebih
bahan
sedikit
yang
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
digunakan masih dalam keadaan baik, tidak
pembagian dan penyajian makanan (pengaturan
busuk. Sayur sawi yang digunakan juga dicuci
porsi) petugas pembagi makanan melakukannya
terlebih dahulu dengan air mengalir sebelum
sambil mengobrol, hal ini dapat menyebabkan
pengolahan sehingga ini dapat meminilakan
makanan tersebut terpapar kontaminasi bahaya
pekembangan dan pencemaran mikroba. Pada saat
mikrobiologi
pengolahan sup sawi diolah dengan suhu yang
Staphylococcuc aureus.Tetapi pada saat proses
sesuai yaitu diatas titik didih sehingga ini dapat
pendistribusian
meminimalkan
berkembang.
dilakukan pengamanan makanan dengan cara
Pemanasan pada suhu 66 c – 100 c cukup untuk
penyajian makanan dengan menggunakan plato
membunuh bakteri yang ada dalam makanan.
tertutup
Tetapi pada saat penyajian sup sawi disimpan di
menggunakan troli tertutup sehingga mampu
tempat terbuka sehingga mampu terkontaminasi
meminimalkan pencemaran mikroorganisme atau
kuman
yang 0
0
(9)
bakteri yang ada di udara terbuka . Berdasarkan
pengamatan
dan
dari
mulut
makanan
proses
petugas,
ke
misalnya
pasien
distribusi
sudah
dengan
kuman proses
distribusi makanan secara keseluruhan pada saat x 102, tempe goreng 3,1 x 102, pepes ikan 2,9
KESIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
x 102 dan ayam bumbu sate sebesar 10,6 x
dan
pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
102.
sebagai berikut :
menunjukan mutu yang baik.
Ini
menunjukan
mutu
makanan
1. Skor Keamanan Pangan Rumah Sakit Umum
3. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul
makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit
termasuk dalam kategori rawan akan tetapi
Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul,
masih aman untuk dikonsumsi walaupun ada
dalam keadaan aman dan mutu yang baik
makanan
skor
karena skor keamanan pangan maupun angka
keamanan pangan sedang. Untuk jenis Sup
kuman yang terkandung dalam makanan,
Bayam termasuk dalam kategori rawan tapi
masih
aman dikonsumsi dengan skor keamanan
ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional.
juga
yang
menunjukan
dibawah
batas
maksimum
yang
pangan sebesar 67,34 %, pepes ikan 74,54%
Saran
kategori rawan tapi aman dikonsumsi, tempe
1. Dalam penyediaan bahan makanan, sebaiknya
goreng 74,54% kategori rawan tapi aman
jangka waktu penyimpanan maksimal 24 jam.
dikonsumsi, tahu goreng 73,60% kategori
Hal ini dimaksudkan agar ketika sayur akan
aman tapi masih aman dikonsumsi, ayam
diolah masih dalam keadaan segar, selain itu
bumbu sate 93,3% kategori keamanan pangan
setelah sayur dicuci bersih menggunakan air
sedang, sup sawi 94,12% kategori keamanan
mengalir sebaiknya sayur disimpan ditempat
pangan sedang.
tertutup.
2. Nilai rata-rata angka kuman jenis sup bayam 24 x 102, sup sawi 1,9 x 102, tahu goreng 1,8
67
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
2. Dalam penyajian makanan sebelum distribusi
tahap HGP dan PBM untuk keamanan pangan
makanan sebaiknya disimpan ditempat yang
yang lebih baik. Berdasarkan penilaian skor
tertutup.
keamanan pangan pada pengolahan tempe
3. Berdasarkan penilaian skor keamanan pangan
goreng masih ada kriteria yang belum
pada pengolahan ayam bumbu sate perlu
terpenuhi. Perlu diperhatikan pada tahap PBM
diperhatikan pada tahap PBM karena PBM
karena PBM pada tempe goreng kriteria yang
pada ayam bumbu sate masih ada yang belum
belum terpenuhi lebih banyak dibandingkan
terpenuhi lebih banyak dibandingkan dengan
dengan kriteria pada tahap yang lainnya,
kriteria pada tahap yang lain, sehingga perlu
sehingga perlu ditingkatkan pada tahap PBM
ditingkatkan saat pengolahan ayam bumbu
untuk keamanan pangan yang lebih baik.
sate pada tahap PBM sehingga tercapai
6. Berdasarkan penilaian skor keamanan pangan
keamanan pangan yang lebih baik.
pada sup bayam perlu diperhatikan pada tahap
4. Berdasarkan penilaian skor keamanan pangan
PBM karena PBM pada sup bayam masih ada
pada pengolahan pepes ikan masih ada kriteria
yang
yang belum terpenuhi. Perlu diperhatikan pada
dibandingkan dengan kriteria pada tahap yang
tahap PBM karena PBM pada pepes ikan
lain,
kriteria yang belum terpenuhi lebih banyak
pengolahan sup bayam pada tahap PBM
dibandingkan dengan kriteria pada tahap yang
sehingga tercapai keamanan pangan yang
lainnya, sehingga perlu ditingkatkan pada
lebih baik.
tahap PBM untuk keamanan pangan yang
belum
sehingga
terpenuhi
perlu
lebih
banyak
ditingkatkan
saat
7. Berdasarkan penilaian skor keamanan pangan
lebih baik.
pada sup sawi masih ada kriteria yang belum
5. Berdasarkan kriteria skor keamanan pangan
terpenuhi yaitu pada tahap PBM dimana
pada pengolahan tahu goreng yang perlu
kriteria yang belum terpenuhi pada tahap PBM
diperhatikan pada tahap HGP dan PBM karena
lebih banyak dibandingkan dengan kriteria
pada tahap HGP dan PBM kriteria yang belum
pada tahap yang lainya sehingga perlu
terpenuhi
ditingkatkan lagi keamanan pangan pada tahap
hampir
50%
sehingga
perlu
ditingkatkan kembali keamanan pangan pada
PBM.
DAFTAR PUSTAKA 1. Djariswati, dkk. (2004). Pengetahuan dan Perilaku
Penjamah
Pengolahan Makanan
Tentang
Pangan: 1997, Bogor: Perhimpunan Ahli
Sanitasi
pada Instalasi Gizi
Teknologi Pangan Indonesia. 3. Puspita,
Widyana
Lakshmi.
(2010).
Rumah Sakit di Jakarta, Media Litbang
Penerapan Hazard Analysis Critical Control
Kesehatan (XIV).
Point (HACCP) Terhadap Penurunan Bahaya
2. Fardiaz, S. (1997). Keamanan Makanan
Mikrobiologis Pada Makanan Khusus Anak
Jajanan Tradisional dan Upaya Peningkatan
Berbasis Hewani Di Rumah Sakit Umum
dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Daerah Dr. Soedarso Pontianak, Jurnal Gizi
68
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
Klinik Indonesia Vol. 7, No. 1, Juli 2010: 816. 4. Tanra, A. H, Dasar-dasar Nutrisi Enteral dalam Daldiyono dan Thoha A. R., (1998). Kapita
Selekta
Nutrisi
Klinik.
Jakarta:
Perhimpunan Nutrisi Enteral dan Parenteral Indonesia (PERNEPARI). 5. Mudjajanto, Eddy S. (1999). Keamanan Pangan Pelatihan Pengembangan Teknologi Keamanan Pangan Kudapan, Bogor : Jurusan GMSK
Fakultas
Pertanian
IPB
dan
Dikdasmen Dekdibud. 6. Ansori,
Rahman.
Fermentasi
(1992).
Sayuran
Dan
Teknologi
Buah-Buahan.
Bogor : IPB 7. Michael J, Pelczar. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Pres. 8. Arisman. (2008). Keracunan Makanan Buku Ajar Gizi. Jakarta : EGC 9. Gaman, P., Sherrington. (1993). Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi Dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University. 10. Soeparno.
(1992).
Ilmu
dan
Teknologi
Daging. Yogyakarta : Gajah Mada University 11. Waluyo, L. (2007). Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang : UMM Press. 12. Depkes RI. (2001). Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Dan Minuman bagi Pengusaha.
Jakarta
:
Yayasan
PESAN
69
ISSN : 1907 - 3887
Volume X Nomor 3 Juli 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887