MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PENGHAPUSAN BARANG MILIK DAERAH DI KABUPATEN BANGGAI Supervision Mechanism of the Regional People's House of Representatives on the Nullification of Regional Owned Goods at Banggai Regency I Wayan Suasta, Achmad Ruslan dan Marthen Arie
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis Mekanisme Pengawasan DPRD terhadap Penghapusan barang Milik Daerah Kabupaten Banggai dan faktor-faktor penghambat terhadap Pengawasan DPRD. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Luwuk Banggai. Metode penelitian yang digunakan adalah sosiologis yuridis yang mengkaji kesesuaian antara mekanisme pengawasan dan pelaksanaan pengawasan oleh DPRD. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Banggai hanya sekedar berorientasi pada bagaimana penghapusan ditetapkan, apakah disetujui atau tidak dan belum melakukan pengawasan yang efektif. Kenyataan tersebut karena dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai penghambat fungsi pengawasan DPRD. Pertama: karena adanya kekosongan sistem hukum yang berlaku sebagai alat untuk mengatur sistem pemerintahan. Kedua: DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan sebagai mandate dari rakyat agar menjaga kelangsungan dan menghindari penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak taat asas dan lebih mengutamakan kepentingannya (pribadi dan partai politik) dibanding kepentingan yang utama yaitu kepentingan rakyat yang memberi mandat. Ketiga: karena posisi atau keudukan DPRD yang tidak lebih tinggi dibanding eksekutif yang diawasi serta karena faktor internal DPRD baik yang menyangkut mentalitas dan tanggung jawabnya yang masih rendah maupun adanya upaya sistematis untuk mengurangi fungsi dan peran DPRD. Karena itu DPRD sebagai lembaga pemerintah daerah yang memiliki fungsi legislativ, anggaran dan fungsi pengawasan belum mencerminkan pemerintahan yang baik khususnya di bidang fungsi pengawasan. Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Penghapusan Barang
ABSTRACT The research aimed at investigating and analyzing supervision mechanism of the Regional People's House of Representives (RPHR) on the nullification of the regional owned goods, Banggai Regency, and the inhibiting factors towards the supervision of the RPHR. The research was carried out at Luwuk Banggai Regency. The research used a socio-juridical method which studied the congruity between the supervision mechanism and supervision implementation by the RPHR. Data used in the research were primary and secondary data. Whereas, the data analysis method used was a descriptive method. The result of the research reveals that supervision function of the RPHR of Banggai Regency are only oriented on how the nullification is determined, whether it has or not been agreed on, RPHR have not carried out the effective supervision.The fact is influenced by several factors as the inhibitions of the RPHR's supervision function. First, because there is a legal system vacuum used as an instrument to control the governmental system. Second, RPHR in carrying out supervision function as a mandate from the people maintain a continuation and avoid a deviation in the regional governmental implementation, inconsistency, focus more on the their own interest (individuals and political parties) rather than the primary interest, i.e. the interest of the people who give them the mandate. Third, because of the position or status of RPHR is not higher
1
than the executives supervised, and because of the internal factor of RPHR either concerning mentality and responsibility that are still low or the systematic effort to decrease the function and role of RPHR. Therefore, RPHR as the regional governmental institution having legislative, budgeting, and supervision functions have not reflected a good governance particularly in the field of supervision function. Key Words : Supervision the Regional People's House, nullification Goods
LATAR BELAKANG MASALAH Sejak diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pe-merintahan Daerah telah terjadi pergeseran paradigma pada tatanan pengelolaan peme-rintahan di daerah. Pergeseran yang paling menonjol adalah terjadinya peralihan titik fokus kekuasaan dari eksekutif ke legislatif. Selama rezim Orde Baru, DPRD ditempatkan sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Akibatnya DPRD tidak mampu melaksanakan dengan baik terhadap tugas dan fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah, tidak mandiri dan berada di bawah atau subordinat dari Pemerintah Daerah. Karena itu, dengan digulirkannya otonomi daerah melalui Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 telah terjadi “revitalisasi” lembaga DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 telah mengatur prinsip/asas-asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama hubungan kewenangan antara DPRD dengan Kepala Daerah denganparadigma baru yaitu demokrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan pimpinan badan eksekutif (kepala daerah) bertanggung jawab kepada DPRD (badan legislatif daerah) dan adanya kewenangan DPRD untuk mengusulkan pemberhentian seorang kepala daerah berdasarkan syarat-syarat dan alasan-alasan tertentu. Dengan bergesernya penguatan kekuatan legislatif (DPRD) tersebut seharusnya menimbulkan konsekuensi logis berupa tuntutan agar para anggota DPRD memiliki ke-mampuan yang memadai dalam menjalankan fungsi utamanya serta menghasilkan kebijakan-kebijakan publik yang berkualitas dan berbobot yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dalam realitasnya, imp-likasi dari penguatan peran dan fungsi DPRD tersebut justru telah disalahgunakan. Seperti adanya praktik kolusi dan korupsi berjamaah yang dilakukan oleh kalangan DPRD termasuk DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan periode 1999-2004 serta praktikpraktik lain sebagaimana disinyalir oleh Indria Samego, bahwa dengan posisi menguatnya fungsi DPRD, DPRD dengan relatif mudah melakukan pemerasan terhadap pihak eksekutif. Bahkan lebih dari itu hubungan antara DPRD dengan kepala daerah karena “Kepala Daerah harus bertanggung jawab kepada DPRD” telah menjadi salah satu sumber potensi konflik serta dijadikan sarana bagi DPRD untuk menjatuhkan kepala daerah. Kepala daerah dan DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28d: Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya. Dan Pasal 54 ayat 3 yang berbunyi: Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004). Larangan-larangan tersebut baik yang ditujukan kepada pemerintah daerah maupun DPRD tidak diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999. Misalnya, seorang Anggota DPRD sebagai anggota Komisi A (bidang pemerintahan) telah berani membuat pernyataan bahwa: “ada bukti kelemahan sistem administrasi pemerintahan Kabupaten ”. Komisi A khawatir kalau aset-aset Pemda tersebut hilang atau dihilangkan (dihapus dari daftar inventaris daerah). Hal tersebut menurutnya tidak boleh terjadi karena di samping tidak dibenarkan menurut ketentuan, juga dikhawatirkan disalahgunakan oleh oknum aparat Pemda. Karena itu seluruh aset atau barang milik daerah harus diinventarisir dan bila sudah tidak digunakan atau akan dihapus dari inventaris barang milik daerah harus ditempuh sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006.
2
Benda atau barang milik daerah adalah benda atau barang yang dibeli atau diperoleh melalui APBD. Seperti tanah, gedung atau sarana transportasi. Keberadaan benda atau barang tersebut dalam pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Begitu juga mengenai bagaimana benda atau barang tersebut bila dihapus dari daftar inventaris barang daerah baik, mekanisme maupun cara penghapusannya seperti dimusnahkan, dihibahkan, dijual maupun dilakukan dengan cara tukar menukar juga telah diatur melalui PeraturanPemerintah Nomor 6 Tahun 2006.Dengan adanya keberanian dan kekritisan serta kevokalan kalangan DPRD baik yang diwujudkan melalui rapatrapat maupun statemen-statemen di berbagai media massa (cetak maupun elektronik) berarti DPRD telah melakukan fungsi pengawasan. Persoalan-nya apakah mekanisme pengawasan yang dilakukan DPRD dapat efektif atau tidak dan apakah fungsi pengawasannya benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat banyak atau hanya sekedar untuk kepentingan pribadinya. Sebab dalam realitasnya ada persoalan yang cukup mengkhawatirkan bagi DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan baik yang berkaitan dengan fungsi pengawasan terhadap mekanisme penghapusan barang milik da-erah maupun terhadap peranannya dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Adanya kekhawatiran pada DPRD dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap penghapusan ben-da/barang milik daerah dipandang tidak efektif khususnya berkaitan erat dengan telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai pengganti terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tersebut dipandang telah mengebiri dan mengeliminasi fungsi pengawasan DPRD. Sebab dalam banyak hal yang berkaitan dengan mekanisme penghapusan barang milik daerah tidak menyertakan persetujuan DPRD. Hal tersebut berbeda dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 dan Peraturan Mendagri Nomor 17 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Daerah. Begitu juga terhadap adanya kekhawatiran terhadap peran fungsi pengawasan DPRD. Sebab sebagaimana diyakini ilmuwan politik yang berorientasi pada kelompok “publik choice theory” bahwa: politisi hanyalah alat untuk memperkaya diri, meningkatkan ekonominya (rationale economic) dan jauh dari keinginan membahagiakan rakyat. Karena itu vokalitas anggota DPRD dipahami hanya sekedar untuk menaikkan nilai tawaran, karena semakin dilarang atau semakin ditakuti, yang berarti pula semakin tebal isi amplopnya. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada Kantor DPRD Kabupaten Banggai dengan memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Di Kantor DPRD Kabupaten Banggai akan dijumpai semua Anggota Legislatif yang membidangi Penghapusan benda/barang Milik Daerah; 2. Di Kantor Bupati Banggai akan dijumpai pula bagi pejabat yang membidangi masalah penghapusan benda/barang-barang milik daerah; 3. Dengan mengadakan penelitian di dua kantor tersebut diharapkan penulis akan sudah dapat menggambarkan bagaimana mekanisme terhadap proses dan pelaksanaan peng-hapusan barang milik daerah Kabupaten Banggai. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap data sekunder yang berpegang pada aspek yuridis. Sifat penelitian hukum normatif dipergunakan sebagai media mengkaji obyek penelitian dari aspek pengaturan hukum perundang-undangan mengenai prosedur/mekanisme pengawasan DPRD terhadap keputusan Bupati maupun kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan penghapusan barang milik daerah Kabupaten Banggai.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Mekanisme Penghapusan Barang Kabupaten Banggai
Milik Daerah
Undang-Undang RI No-mor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Kedudukan DPRD Kabupaten telah diatur dalam Pasal 60 yang berbunyi : DPRD Kabupaten merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah Kabupaten. DPRD Kabupaten mempunyai fungsi : 1) Legislasi; yaitu membentuk Peraturan Daerah bersama Bupati 2) Anggaran; yaitu penyusunan dan menetapkan DPRD bersama-sama dengan Pemerintah Daerah yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD. 3) Pengawasan; yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, Peraturan Daerah, dan Keputusan Bupati serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Adapun DPRD Kabupaten mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 62. 1) Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 2) Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama Kepala Daerah. 3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundangundangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah. 4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada Presiden melalui melalui Gubernur. 5) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang mnyangkut kepentingan daerah. 6) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. Sedang hak-hak DPRD telah diatur dalam Pasal 63 dan penjelasannya sebagai berikut : 1) Hak Interpelasi yaitu hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Kepela Daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat. 2) Hak Angket yaitu melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu Kepala Daerah yang penting dan strategis serta berdanpak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3) Hak menyatakan pendapat yaitu hak DPRD dalam menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaian atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. 4) Hak mengajukan pertanyaan yaitu hak anggota DPRD untuk menyampaikan pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis kepada pemerintah daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD. 5) Hak menyampaikan usul dan pendapat yaitu hak anggota DPRD untuk menyampaikan usul secara leluasa kepada pemerintah daerah maupun kepada DPRD sendiri sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menjalankan tugasnya telah diatur sesuai bidang masing-masing. Dalam Pasal 51 ayat (1) dijelaskan bahwa : setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu komisi. Dan ayat (8) menegaskan Bahwa : Komisi-komisi dalam DPRD terdiri dari : Komisi A Bidang Pemerintahan, Komisi B Bidang
4
Perekonomian, komisi C bidang Keuangan, komisi D Bidang Pembangunan dan Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat. Pelaksanaan Pengawas-an DPRD Dalam pelasanaan pengawasan dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Pemantauan terhadap Surat Keputusan Bupati / Peraturan Bupati tentang penghapusan benda/barang milik dan 2. Melakukan rapat dengar pendapat dengan eksekutif (SKPD , 3. Melakukan peninjauan lapangan bersma eksekutif 4. Mencermati laporan keterangan pertanggung-jawaban kepala daerah Pelaksanaan mekanisme pengawasan 1. Untuk barang bergerak dengan cara membaca surat tembusan SK Penghapusan dari Bupati (sebagai pemberitahuan) 2. Untuk barang tidak begerak, dilakukan melalui pemantauan terhadap kebijakan DPRD terhadap persetujuan atas per-mohonan Kepala Daerah dengan mekanisme sebagai berikut : 1) Bupati mengajukan surat permohonan persetujuan peng-hapusan kepada Ketua DPRD. 2) Ketua DPRD mendisposisi surat Bupati tersebut agar dibahas di Komisi yang membidangi (Komisi A dan Komisi C) dan diketahui Wakil Katua DPRD yang membidangi. 3) Komisi A dan Komisi C membahas dan melaporkan kepada Ketua DPRD. 4) Ketua DPRD men-disposisi kepada Panitia Musyawarah untuk mengagendakan rapat. 5) Dilakukan rapat paripurna tentang persetujuan peng-hapusan. Dalam menganalisis mengenai bagaimana fungsi pengawasan DPRD terhadap mekanisme penghapusan barang milik daerah Kabupaten Banggai lebih difokuskan pada apakah DPRD telah melakukan fungsi pengawasan dengan baik. Untuk mengukur apakah DPRD telah melakukan fungsi pengawasan dengan baik, dapat dilihat dari apakah DPRD telah menggunanakan hak-haknya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya serta apakah DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan menggunakan cara – cara yang efektif. Dilihat dari fungsi pengawasan DPRD terhadap penghapusan barang milik daerah sejak Tahun 2009 hingga sekarang (Th. 2010 ), “fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Banggai” masih diklasifikasikan rendah. begitu juga dalam pelaksanaan pengawasan yang belum mencerminkan pemerintahan yang baik dibidang pengawasan. Selama Tahun 2009 hingga sekarang (Th. 2010) Pemerintah Daerah baru melaksanakan penghapusan barang-barang bergerak melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Banggai Nomor : 186.35/2222/Bag Kumdang . Sedang penghapusan barang yang tidak bergerak melalui Penyerahan Pengelolaan dan Pembiayaan Daerah (P3D), pelepasan tanah milik Pemda Kabupaten Banggai yang dikuasai oleh Pemda Kabupaten Banggai, dan barang tidak bergerak lainya masih dalam proses pembahasan. (Untuk penghapusan P3D dan pelepasan tanah, hingga penelitian dilakukan telah dibahas di Komisi A dan hasilnya sudah dilaporkan kepada Ketua DPRD. Sedang untuk tukar guling tanah masih belum ada kata sepakat dalam pembahasan si Komisi A. Dalam penghapusan barang bergerak milik daerah melalui Bupati Nomor : 186.35/222/Kumdang Tentang Penjualan barang inventaris dan barang lainnya milik/di bawah penguasaan Pemerintah Kabupaten Banggai dengan cara penunjukan langsung, DPRD tidak memahami. hal tersebut disadari karena “penghapusan barang bergerak” tersebut tidak memerlukan persetujuan DPRD. Akibatnya DPRD tidak memahami. dan bila ada Tembusan atau Salinan SK Bupati tersebut yang disampaikan kepada Ketua DPRD t idak ditindak lanjuti. Seperti didisposisi kepada pimpinan dewan yang membidangi atau kepada Komisi A dan Komisi C agar mengetahui. Memang dalam pelaksanaan penghapusan terhadap barang yang bergerak sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh pihak eksekutif telah memenuhi ketentuan Kepmendagri Nomor 152 Tahun 2004.dan Permendagri 17 Tahun 2007 Baik yang menyangkut mekanisme /tata cara penghapusan dan pelaksanaannya. Tetapi target dan hasilnya belum maksimal. Bahkan masih
5
dapat diklasifikasikan ada unsur nepotisme antara pihak eksekutif (penjual) dengan calon pembeli. beberapa indikator seperti dilakukan penunjukan secara langsung dan tidak melalui penjualan secara lelang (walaupun terbatas). Sehingga hanya orang-orang tertentu yang membeli (bahkan orang dalam atau para pegawai).yang telah lebih dahulu mengusai barang yang akan dihapus tersebut sehingga Akibatnya harga tidak sesuai dengan standar pasar. Adapun mengenai penghapusan barang tidak bergerak baik yang berupa penyerahan (P3D) dan pelepasan tanah milik Kabupaten Banggai dalam pembahasan – pembahasan di Komisi A tidak dapat respon yang berarti dari para anggota Komisi A. Mereka lebih banyak menyetujui terhadap usulan eksekutif. Hanya beberapa memiliki apresiasi cukup menonjol. Sedang untuk ruislagh (tukar guling) masih dalam pembahasan Komisi A dan belum ada kata sepakat. Dari uraian mengenai bagaimana fungsi pengawasan DPRD terhadap mekanisme penghapusan barang milik daerah dapat disarikan disimpulkan sebagai berikut. Pertama : Dalam menjalankan fungsi pemngawasan, tidak semua penghapusan barang milik daerah diawasi oleh DPRD. Sebab disamping ada penghapusan barang milik daerah yang tidak memerlukan persetujuan DPRD (yang mengakibatkan menjadikan ketidak-tahuan DPRD terhadap penghapusan barang milik daerah). Kedua : DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan hanya lebih menekankan pada “bagaimana kebijakan” mekanisme penghapusan. Artinya DPRD lebih menekankana apakakah setuju atau tidak terhadap usulan yang disampaikan oleh pihak eksekutif. Belum mengarah pada bagaimana cara melakukan pengawasan dan mengevaluasi melalui laporan keterangan pertanggung - jawaban yang disampaikan oleh Bupati Ketiga : Funsi pengawasan DPRD terhadap penghapusan barang milik Daerah belum mencerminkan pengawasan yang baik karena DPRD dan anggota DPRD belum menggunakan hak – haknya secara baik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dibidang pengawasan. Karena itu kedudukan DPRD yang dinyatakan dalam Pasal 60 UU RI Nomor 22 Tahun 2003, Bahwa DPRD Kabupaten merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintah daerah, belum dapat dikategorikan sebagai pemerintahan yang baik khususnya dibidang fungsi pengawasan. Faktor – Faktor Penghambat Fungsi Pengawasan DPRD Untuk mengetahui faktor penghambat fungsi pengawasan DPRD, perlu dilihat dari data-data emprik baik yang menyangkut pelaksanaan penghapusan benda milik daerah maupun eksistensi DPRD termasuk hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan DPRD baik secara langsung maupun tidak langsung Pemerintah Kabupaten / kota sangat menharapkan segera pelaksanaan penyerahan aset dan dalam ranmgka kepastian Hukum serta pengolahan barang Daerah agar lebih Efisien. Salah satu tujuan utama pengawasan eksternal adalah untuk memberikan pendapat terhadap kelayakan suatu pertanggung jawaban.karena itu krateria yang digunakan DPRD dalam melakukan pengawasan adalah standart akuntansi yang berlaku dan peraturan perundang-undangan. Bila mencermati terhadap sistim hukum yang berlaku yaitu suatu kesatuan peraturan sebagai alat untuk mengatur sistim pemerintahan khususnya dibidang penghapusan benda atau barang milik daerah sudah seharusnya ketentuan – ketentuan mulai dari undang-undang dasar 1945 hingga peraturan Daerah memiliki keterkaitan dan kesinambungan serta tidak saling bertentangan. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang pembendaharaan Negara mengemanatkan kepada Guber-nur/Bupati/walikota untuk mene-tapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah ( Pasal 43 ayat 1 ). Adapun begitu juga dalam peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang pengelolaan barang milik Negara / Daerah telah mengatur bagaimana mekanisme penghapusan barang. Hanya saja secara teknis tentang bagaimana pelaksanaan penghapusan barang milik daerah belum diatur melalui peraturan Presiden dan peraturan Daerah Kabupaten Banggai. Akibatnya, karena terjadi kekosongan pera-turan,antara eksekutif dan legeslatif sering bersitegang mengenai landasan hukum terhadap penghapusan benda milik daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah didalam menjalankan tugas pengawasan harus berdasarka pada ketentuan perundang-undangan baik peraturan pemerintah maupun peraturan Daerah. Dengan
6
landasan tersebut akan mempermudah dalam menilai karna mempunyai tolak ukur yang jelas. Disamping memiliki tolak ukur yang pasti,DPRD dalam pengawasan terhadap eksekutif, juga harus taat pada asas-asas pengawasa. Dimana pengawasan sebagai kegiatan untuk memenuhi dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan apakah sudah sesuai dengan semes-tinya.Karena itu DPRD harus melakukan kegiatan pengawasan dengan menilai suatu pelaksanaan tugas penghapusan benda / barang milik daerah secara de facto dan mengambarkan ( mengukur ) aspakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan tolak ukur ( rencana ) yang telah ditetapkan. Semestinya fungsi pengwasan bagi DPRD merupakan hal yang sangat penting sebagai mandat rakyat dalam menjaga kelangsungan dan menghindari penyimpangan dalam penyelengaraan pemerintah daerah. Arti pentingnya fungsi pengawasan adalah adanya prinsip suatu negara demokrasi dimana kekuasaan berada ditangan rakyat. Karena itu sebenarnya kekuasaan pengawasan pada hakikatnya berada di tangan rakyat. Akan tetapi karena jumlah dan keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan langsunh oleh rakyat, maka dipilihlah wakil-wakil mereka untuk duduk dilembaga perwakilan (DPRD) melalui pemilihan umum. Maka makna dasar dibalik fungsi pengawasan yang milik rakyat itu diperasionalkan melalui wakil-wakilnya di lembaga perwakilan (DPRD) agar rumusan hingga umpan balik dalam siklus kebijakandilaksanakan secara demokratis dan profesional yaitu untuk selalu berorentasi kepada kepentingan rakyat. Akan tetapi, justru disayangkan dimana peran yang sangat strategis, signifikan dan menentukan sebagai pengawas-an dalam penyelengaraan pemerintahan daerah sering menui kritik. Sebab dalam prakteknya fungsi pengawasan DPRD, tidak lebih sekedar sebagai malat yang dipakai untuk memuluskan kepentimnganya ( baik pribadi, golongan maupun partai politiknya ). Realitas DPRD yang memiliki hambata-hambatan dalam menjalankan funsi pengawasan baik yang menyangkut sisti hukum maupun kurangnya ketaatan asas fungsi pengawasa, juga dilandasi adanya kenyataan dalan pelaksanaan fungsi pengawasan dimana hambatan yang cukup signifikan.Sehingga aka mengalami kesulitan bila antar pengawas dan yang diawasi posisinya sejajar aplagi lebih rendah kedudukanya. Dalam Undang- UndangRI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, telah diatur bahwa kedudukan antara DPRD dan Pemerintah Daera adalah sejajar, tetapi dalam realitasnya jusrtu eksekutif lebih tinggi. Indikasi tentang posisioning DPRD yang tidak sejajar dibanding eksekutif seperti sarana dan prasarana kinerja serta anggaran yang tak sebanding dengan eksekutif.apalagi DPRD termasuk anggota-anggotanya masih memiliki kelemahan-kelemahan yang mengakibatkan dapat menghambat fungsi pengawasan. Anggota DPRD Kabupaten Banggai yang berjumlah 35 orang, bila diamati dari tingkat pendidikanya sudah menunjukan proporsi yang idial, sebab mayoritas (71 %) telah menempuh pendidikan diperguruan tinggi. Namun begitu bukan berarti tingkat pendidikan telah menjadi satusatunya atau monopoli tolak ukur kualitas anggota legeslatif . Sebab , fakta dinamika kehidupan politiknya masih kurang bila dikaitkan dengan tingat pendidikan anggota dewan disamping sinergi dan efektifnya infra struktur politik yang ada. DPRD Kabupaten Banggai dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibanya, dibantu oleh sekretariat DPRD sebagai unsur pelayanan administratif terhadap DPRD yang meliputi : Fasilitas rapat aggota, pelaksanaan urusan rumah tangga dan perjalanan dinas anggota serta pengelolaan tata usaha DPRD. Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang sekertaris DPRD dari Pegawai Negri Sipil yang diangkat oleh Gurbernur dengan persetujuan Pimpinan DPRD sekaligus sebagai tempat pertanggung jawabanya. Disamping itu, DPRD dalam melakukan kerja-kerja yang berkaitan dengan kebijakan telah dibantu oleh staf ahli. Masing-masing komisi belum memiliki staf ahli yang telah disesuaikan dengan disiplin ilmunya yang diharapkan dapat membantu tugas utama DPRD untuk membuat keputusan politik yang positif. Substansi dari keputusan politik yang positif adalah mewakili kepentingan dasar dari individu-individu warga negara dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam konteks pem-buatan keputusan politik atau kebijakan publik yang baik, maka DPRD harus mengembangkan komunikasi dengan pemilih. Bahkan wakil rakyat juga perlu
7
mengembangkan dengan media serta kelompok-kelompok ke-pentingan dalam masyarakat se-perti LSM atau organisasi masyarakat. Dengan memiliki jaringan dan hubungan, DPRD dapat memiliki kemudahan-kemudahan dalam mengambil suatu keputusan dan pengawasan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi akan mudah didapatkan dari berbagai pihak utamanya dari media massa bila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penghapusan benda milik daerah. Bila mencermati terhadap kinerja DPRD dibidang pengawasan yang masih rendah, hal tersebut dikarenakan ada banyak faktor yang menghambat. Faktor penghambat fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Banggai dapat diakibatkan oleh kondisi internal dewan itu sendiri dan juga akibat faktor eksternal yang mempengaruhinya. a. Faktor Internal penghambat fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banggai , yang meliputi : 1 . Kualitas Anggota DPRD Sumber Daya Manusia (human resourcex) dari anggota legislatif yakni menyangkut tingkat pendidikan formal, pengetahuan, pengalaman, kepemimpinan, keahlian dan kemampuan anggota. Faktor pendidikan memang telah menunjukkan cukup positif karena telah berpendidikan tinggi (71%). Tetapi faktor pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan belum menunjukkan yang diharapkan. Hanya beberapa orang anggota Komisi A yang memahami dan menguasai Kepmendagri 152 Tahun 2004 ,Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 dan PP 6 Tahun 2006. 2. Tanggung jawab anggota DPRD Para anggota DPRD belum memanfaatkan peran pengawasan dengan baik, dan tingkat pertanggung-jawaban terhadap rakyat masih rendah. Salah satu faktor yang dominan menyangkut mentalitas anggota DPRD. Dimana mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dan kepentingan partainya dibanding kepentingan yang utama yaitu menjalankan mandat "pengawasan" rakyat. Akibamya DPRD belum dapat sepenuhnya melaksakan mandat dari rakyat sebagaimana dinyatakan oleh Teguh Yuwono bahwa "sebenamya kekuasaan pengawasan itu berada di tangan rakyat, tetapi karena jumlah dan keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan langsung oleh mereka, maka dipilih wakil-wakil mereka untuk duduk di lembaga legislative melalui pemilihan umum. 3 Sarana dan Anggaran Sarana ini meliputi fasilitas kerja, sarana penelitian dan perpusatakaan yang dapat membantu wawasan dan pengetahuan anggota dewan, kekurangan tenaga sekretariat dan staf ahli yang profesional yang membantu tugas kerja DPRD. Sebab staf ahli yang ada lebih terkesan politis. Disamping itu belum tersedianya sarana yang modern khususnya dalam mendapatkan data-data secara cepat. Di lingkungan DPRD memang telah tersedia bagian-bagian yang mengurus tentang risalah setiap rapat DPRD, tetapi dalam pengelolaannya masih manual, sehingga bila anggota DPRD ingin mendapatkan data-data tentang permasalahan yang sedang dicari memerlukan waktu yang lama. 4. Kurangnya Turba (inspek-si) ke masyarakat pada masa reses Sangat jarang ditemui inspeksi atau peninjauan lapangan yang dilakukan oleh anggota DPRD. Bila ada peninjauan lapangan, cenderung formalitas. Akibatnya tidak me-nyentuh akar permasalahan dan tidak efektif. 5. Pola rekrutmen anggota legislative yang kurang demokratis. Masih banyak penyim-pangan pada pelaksanaan Pemilu Legislatif Tahun 2009. Calon anggota legislatif lebih banyak ditentukan oleh faktor Ketua dan fungsionaris Parpol. Akibatnya ketika menjadi anggota DPRD kurang independen dan lebih loyal pada partai politik dibanding pada konstituennya (rakyat pemilih).
8
b. Faktor ekstemal penghambat fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Banggai yang meliputi : 1) Faktor kebijakan nasional Seringnya pergantian peraturan perundang-undangan menyebabkan tidak maksimalnya pemahaman anggota dewan terhadap suatu peraturan per-undang-undangan, satu pe-raturan belum terealisasi dengan baik, telah ada juklak baru yang segera dilaksanakan juga. Kondisi ini kadang membuat apatisme anggota dewan untuk mengikuti perkembang-an pe-raturan perundang-undangan. Apalagi dengan terbitnya Peraturan Pcmerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pe-ngelolaan Barang Milik Ne-gara/Daerah, yang mem-persempit ruang gerak fung-si pengawasan DPRD. 2) Kurangnya kesadaran Faktor eksternal lainnya adalah terkait erat dengan lembaga eksekutif untuk benar-benar memperlihatkan dan melaksanakan peringatan atau teguran legislatif sebagai lembaga yang berwenang me-lakukan pengawasan. Selama ini hubungan antara eksekutif dan legeslatif cukup bagus. Tetapi faktor lain yang menurut anggota komisi A, eksekutif dalam hal ini Kantor Pengelolaan Barang Daerah (KPBD) belum menunjukkan profesionalisme dalam bekerja. Terbukti ketika melakukan pembahasan-pembahasan dan dengar pendapat dengan Komisi A, ketika mendapatkan per-tanyaan-pertanyaan dari ang-gota Komisi A jawaban yang diberikan eksekutif sering kurang memuaskan anggota DPRD. Bahkan ketika dimintai data tentang asset daerah belum mampu menunjukkan. 3) Media massa. Media massa sebagai alat komunikasi politik atau corong penyuara akuntabilitas demokrasi masih belum maksimal menjadi partners legislatif dalam melakukan fungsi pengawasan. Faktor adanya kekhawatiran bila pemberitaan dapat menyinggung eksekutif terkadang masih ken-tal. Akibatnya, media massa belum merealisasikan fungsi pengawasan secara pro-porsional, serta menjadi media informasi yang meng-hubungkan dewan dengan masyarakat. Upaya Mengatasi Ham-Batan Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Mekanisme Penghapusan Barang Milik Daerah untuk mengefektifkan fungsi pengawasan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, agar dilakukan langkah-langkah: 1) Meningkatkan kualitas SDM legislatif. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang mengembang amanat rakyat, sudah semestinya berusaha meningkatkan kualitasnya baik yang dilakukan secara kelem-bagaan maupun secara personal. Secara kelembagaan dapat dilakukan kegiatan-kegiatan yang diagendakan oleh DPRD sendiri seperti mengintensifkan penyeleng-garaan seminar, semiloka dengan tema-tema aktual serta mendatangkan presentator yang ahli dibidangnya, training legal drafting, tehnik pembuatan APBD, pendalaman teori-teori dan teknik-teknik dalam penga-wasan. 2) Melengkapi sarana dan ang-garan. Kebutuhan akan sarana dan anggaran DPRD sangat berpengaruh besar bagi upaya pemberdayaan pengawasan lem-baga legislatif. Sarana dan anggaran dimaksudkan bukan fasilitas untuk kepentingan pri-badi anggota DPRD tetapi untuk kepentingan kerja. Seperti sarana yang sangat diperlukan adalah per-pustakaan yang memadai dan dokumentasi baik yang me-nyangkut perundang-undangan maupun kinerja DPRD (mengenai keputusan atau kebijakan, dsb) yang mudah diakses secara cepat dan modem. Seperti dibukanya web side. tentang "dapur DPRD". Provinsi Jateng. 3) Meningkatkan aparatur yang profesional dan penuh integritas. Hubungan secara personal dan kelembagaan yang cukup harmonis selama ini sudah seharusnya
9
dijaga dan terus ditingkatkan. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan aparatur yang profesional dan penuh integritas tetap menjadi prioritas utama. Jajaran birokrasi harus diisi oleh mereka yang memiliki ke-mampuan profesionalitas baik, memiliki integritas, ber-jiwa demokratis dan memiliki akuntabilitas yang kuat sehingga memperoleh legitimasi dari rakyat yang dilayaninya. Para pegawai khususnya dilingkungan Kan-tor Pengelolaan Barang Daerah sudah semestinya memiliki keahlian-keahlian secara teknis dan cekatan serta senantiasa komitmen terhadap pekerjaannya dalam melakukan pengelolaan ba-rang milik daerah. Sudah menjadi kebutuhan di Kantor pengelolaan Barang Daerah memiliki dokumentasi terhadap asset daerah dan dokumentasi kegiatan pelaksanaan peng-hapusan yang mudah diakses khususnya bagi kalangan DPRD. 4)
Meningkatkan peran infra struktur politik. Kebutuhan terhadap Infra struktur politik menjadi sangat penting untuk senantiasa melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan daerah. Dengan partisipasi mereka, maka dapat mempercepat proses ter-wujudnya pemerintahan yang baik. Karena itu kebijakan hukum harus memberi peluang terhadap mereka. Masyarakat atau LSM mempunyai hak untuk men-dapatkan informasi, mempunyai hak untuk menyampaikan usulan, dan juga mempunyai hak untuk menyampaikan kritik terhadap berbagai kebijakan dan pelaksanaan yang menyimpang. Karena itu sudah seharusnya me-ningkatkan masyarakat utamanya LSM, dan pers untuk senantiasa berpartisipasidalam melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif maupun legislatif, khususnya dalam pelaksanaan penghapusan benda milik daerah.berpartisipasi dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif maupun legislatif, khususnya dalam pelaksanaan pengha-pusan benda milik daerah.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat kesimpulan yaitu: 1.Bahwa DPRD Kabupaten Banggai belum dapat menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap penghapusan benda milik daerah karena belum memahami mekanisme pengawasan yang menjadi kewenangannya. 2. Faktor penghambat fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Banggai terhadap penghapusan benda milik daerah adalah kurangnay tanggungjawab anggota DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, selain itu dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengurangi kewenangan dalam fungsi pengawasan DPRD. DAFTAR PUSTAKA Azhary, Muhammad Tahir, 2004, Negara Hukum, Prenada Media, Jakarta Muchson, 2000, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Pratun di Indonesia, Liberty, Yogyakarta Teguh Yuwono, 2004, Fungsi Pengawasan DPRD Dalam Konteks Kebijakan Publik Lokal
10