I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di Indonesia, meskipun telah terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian negara lebih ditopang pada sektor industri dan jasa. Selain dibutuhkan sebagai penyedia pangan nasional, sektor pertanian juga menyerap sebagian besar tenaga kerja. Sektor pertanian mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Hingga saat ini sektor pertanian menyumbang penyerapan tenaga kerja baru setiap tahunnya dan masih menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar angkatan kerja di Indonesia. Bahkan kebutuhan akan pangan nasional, masih menumpukan harapan kepada sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian yang memegang peranan besar untuk produk ekspor Indonesia ialah subsektor perkebunan. Produk perkebunan yang kini tengah menjadi andalan di Indonesia yaitu kopi. Devisa dari kopi menunjukkan perkembangan yang cukup berarti bagi Indonesia. Tahun 1960-an pangsa devisa kopi masih peringkat keenam (Nataatmadja dan Baharsyah, 1982). Pada tahun 1970 hingga 1990-an melonjak tajam dan menjadi peringkat kedua sebelum karet dalam subsektor perkebunan. Pada tahun 1986, kopi menyumbang devisa lebih dari US$ 800 juta (46,7% dari ekspor komoditi pertanian). Sejak tahun 1999, Indonesia termasuk sebagai negara produsen dan pengekspor kopi dunia keempat setelah Brazil, Vietnam, dan Columbia (AEKI, 2013).
1
2
Luas areal perkebunan kopi Indonesia saat ini mencapai 1,2 juta hektar. 96% dari luas areal tersebut merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan swasta dan Pemerintah (PTP Nusantara). Oleh karena itu, produksi kopi Indonesia sangat tergantung oleh perkebunan rakyat. Luas areal yang menghasilkan (produktif) mencapai 920 hektar atau sekitar 77% dari total keseluruhan areal perkebunan kopi. Luas areal perkebunan kopi, dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan khususnya pada perkebunan kopi rakyat. Sebaliknya pada perkebunan swasta dan perkebunan negara tidak menunjukkan perkembangan yang berarti (AEKI, 2013). Berdasarkan
data
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
Kementerian
Pertanian, produksi kopi Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2008 Indonesia mampu memproduksi kopi sebanyak 680 ribu ton dan meningkat sebesar 10,29% menjadi 750 ribu ton pada tahun 2012. Peningkatan tersebut disebabkan karena cuaca yang mendukung untuk pembungaan dan pembentukan buah kopi. Pengaruh cuaca merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi tingkat produksi kopi nasional (Ditjenbun Kementerian Pertanian, 2013). Secara komersial ada dua jenis kopi yang dihasilkan di Indonesia yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Tanaman kopi arabika dapat tumbuh dan berbuah optimal pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kopi robusta pada ketinggian 400 s.d 800 meter dpl. Mengingat di Indonesia lahan dengan ketinggian diatas 1.000 meter di atas permukaan laut pada umumnya berupa hutan, maka perkembangan tanaman kopi arabika terbatas. Produksi kopi arabika menghasilkan hampir 150 ton dari luas areal 250
3
ribu hektar, sedangkan kopi robusta menghasilkan 600 ribu ton dari luas areal 1,05 juta hektar, sehingga total produksi kopi keseluruhan tahun 2012 sebesar 750 ribu ton (AEKI, 2013). Akibat adanya dorongan pertumbuhan kelas menengah dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, kinerja industri pengolahan kopi di dalam negeri mengalami peningkatan yang signifikan. Ekspor produk kopi olahan pada tahun 2011 yang mencapai lebih dari US$ 268,6 juta meningkat menjadi US$ 315,6 juta pada tahun 2012 atau meningkat lebih dari 17,49%. Ekspor produk kopi olahan didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi yang tersebar ke negara tujuan ekspor seperti Mesir, Afrika Selatan, dan Taiwan, serta negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura (Hidayat, 2013). Berbeda dengan ekspor yang meningkat, impor produk kopi olahan turun sangat signifikan. Impor kopi olahan yang mencapai lebih dari US$ 78 juta pada tahun 2011 turun menjadi US$ 63,2 juta pada tahun 2012 atau turun 19,01%. Impor terbesar dialami produk kopi instan (Hidayat, 2013). Provinsi Bali sebagai salah satu daerah pariwisata ternama di Indonesia mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal produksi kopi. Produksi perkebunan kopi di Bali mengalami peningkatan sebesar 20,53% dalam empat tahun terakhir, yaitu tahun 2010 mampu memproduksi sebanyak 14.363 ton dan meningkat menjadi 17.315 ton pada tahun 2013. Produksi kopi tertinggi tahun 2013 ada di Kabupaten Buleleng, yaitu 7.063 ton atau 40,79% dari total produksi kopi di Bali. Kabupaten Tabanan menduduki urutan kedua dengan produksi sebesar 5.937 ton dan produksi terendah ada di Kabupaten Klungkung dengan
4
37,71 ton. Adanya dukungan cuaca dan kontur alam yang baik, sehingga sangat potensial untuk pengembangan perkebunan kopi di Bali (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014). Sama halnya dengan produksi kopi, konsumen kopi dewasa ini juga mengalami perubahan yang signifikan. Harian Kompas (30 Januari 2012) menyatakan kebiasaan minum kopi di Indonesia mulai meningkat hingga 0,9 kg per kapita per tahun. Awalnya, penikmat kopi di Indonesia merupakan kalangan orang tua dan pekerja kasar seperti kuli bangunan dan buruh proyek. Namun seiring berjalannya waktu telah terjadi pergeseran citra dan pandangan masyarakat tentang konsumsi kopi tersebut. Kini penikmat kopi hampir tidak pandang usia lagi mulai dari remaja hingga orang dewasa bahkan manula, serta tidak memandang sektor apa yang digelutinya. Terlebih lagi adanya desakan modernisasi, kopi kini telah menjadi bagian dari gaya hidup setiap lapisan masyarakat, serta dengan semakin banyaknya kafe khusus kopi (coffee shop) dan inovasi dalam pembuatan kopi, sehingga melahirkan semakin banyak pecandu kopi di dunia ini. Konsumen mendatangi gerai kopi bukan semata-mata ingin minum kopi, melainkan karena ada sentuhan emosi yang dihadirkan gerainya. Entah itu perasaan bangga, gengsi, atau kehangatan (Herlyana, 2012). Demikian pesatnya perkembangan produksi kopi di Indonesia sudah tentu ditunjang penuh oleh usaha dan industri rumah tangga penghasil kopi. Strata industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional. Salah satunya adalah usaha penggilingan kopi pada UD. Lumbung Mas.
5
UD. Lumbung Mas merupakan salah satu produsen kopi bubuk di Bali. UD. Lumbung Mas berlokasi di Banjar Pande, Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Bali. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk dengan merek dagang “Lumbung Mas”. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksinya adalah berupa kopi biji (green beans). Bahan baku ini didapatkan dari petani kopi ataupun pedagang pengumpul yang tersebar di beberapa daerah di Bali. Berikut ini merupakan data produksi dan penjualan kopi yang dilakukan oleh UD. Lumbung Mas dari tahun 2000 hingga 2014. Tabel 1. Data Produksi dan Penjualan Kopi Bubuk Lumbung Mas pada UD. Lumbung Mas Produksi Penjualan Sisa stok Persentase (kg) (kg) (kg) (%) 2000 98.210 97.478 732 0,75 2001 111.933 110.838 1.095 0,98 2002 111.933 110.108 1.825 1,63 2003 27.983 25.428 2.555 9,13 2004 28.060 24.400 3.660 13,04 2005 27.983 25.063 2.920 10,43 2006 27.983 25.420 2.563 9,16 2007 30.782 29.087 1.695 5,51 2008 29.463 28.931 532 1,81 2009 40.576 39.481 1.095 2,70 2010 40.576 38.951 1.625 4,00 2011 41.975 40.050 1.925 4,59 2012 42.090 40.626 1.464 3,48 2013 41.975 41.610 365 0,87 2014* 25.530 24.990 540 2,12 Sumber : Data sekunder UD. Lumbung Mas (2014) yang sudah diolah Catatan : *sampai bulan Juni Tahun
Berdasarkan data yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah produksi dan penjualan yang cukup tajam pada tahun 2003. Anjloknya produksi dan pemasaran di tahun ini diakibatkan oleh adanya dampak
6
tidak langsung dari tragedi bom Bali I. Pasca tragedi ini, Bali semakin menjadi perhatian
dunia
dan
banyak
pemodal-pemodal
domestik
yang
mulai
mengembangkan usaha di Bali. Berbagai jenis dan merek kopi mulai tumbuh dan berkembang di pasaran. Hal ini tentu menimbulkan persaingan yang semakin ketat pula dalam memasarkan produk kepada konsumen. Menurunnya jumlah penjualan di tahun 2003 ini diikuti oleh pengurangan jumlah produksi pula. Pengurangan jumlah produksi ini merupakan sebuah pengendalian yang dilakukan perusahaan untuk meminimalisir terjadinya kerugian. Seiring berjalannya waktu, perusahaan mulai mengembangkan usahanya lagi untuk mencapai target yang diinginkan. Hingga saat ini perusahaan masih tetap berproduksi walaupun dengan kapasitas yang masih jauh lebih rendah dari tahun sebelum tragedi, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa jumlah produk yang terjual masih cenderung menurun. Perbandingan antara jumlah produksi dengan jumlah penjualan tiap tahunnya selalu mengalami ketimpangan, dimana jumlah penjualan selalu lebih rendah daripada jumlah produksi. Artinya, perusahaan belum mampu memasarkan produknya sesuai dengan target produksi. Perbedaan nilai ini selalu terjadi dari tahun ke tahun yang juga merupakan suatu permasalahan yang dihadapai perusahaan dalam bidang pemasaran. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka sangat penting bagi perusahaan untuk menemukan dan menentukan strategi pemasaran yang paling tepat diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan kondisi saat ini. Perusahaan diharapkan mampu untuk mengembangkan suatu strategi bersaing yang tepat untuk menghadapi segala kemungkinan perubahan - perubahan yang
7
terjadi di lingkungan perusahaan. Dalam menetapkan strategi bersaing yang tepat, perusahaan membutuhkan analisis mengenai lingkungan usahanya, yang meliputi lingkungan eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Melalui analisis lingkungan usaha, perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam strategi bersaing sekaligus juga menghindari serta mengatasi ancaman dan kelemahan perusahaan. Sehingga sangat menarik bagi peneliti untuk mengangkat tema mengenai strategi pemasaran pada UD. Lumbung Mas dengan mengangkat judul “Strategi Pemasaran Kopi Bubuk Lumbung Mas, Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu : 1. Faktor lingkungan internal dan eksternal apakah yang mempengaruhi strategi pemasaran kopi bubuk Lumbung Mas? 2. Bagaimana alternatif strategi yang dapat dipilih oleh UD. Lumbung Mas dalam menjalankan usahanya?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dengan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas adalah : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan dalam kegiatan pemasaran kopi bubuk Lumbung Mas. 2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat dipilih oleh UD. Lumbung Mas berdasarkan hasil analisis.
8
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan peneliti dalam mengobservasi dan menganalisa strategi pemasaran kopi Lumbung Mas dan melakukan interaksi dengan pihak-pihak yang terkait. Manfaat lainnya yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah model alternatif strategi pemasaran yang sesuai, efektif, dan efisien bagi perusahaan dalam upaya peningkatan pangsa pasar perusahaan. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penentuan strategi pemasaran yang efektif dan efisien, sehingga mampu menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Di samping itu, dengan adanya penelitian ini maka akan mendapatkan manfaat teoritis ataupun sebagai referensi bagi penelitian lainnya yang ingin mengadakan penelitian serupa atau berkaitan dengan penelitian ini.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Berikut merupakan batasan yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian : 1. Pembahasan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran jasa perusahaan terhadap kegiatan perusahaan yang bertujuan untuk penyusunan strategi usaha dalam upaya menghadapi persaingan. 2. Analisis lingkungan internal menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan analisis lingkungan eksternal menggunakan matriks EFAS (External Factor Analysis Summary). Kemudian dilanjutkan dengan analisis matriks Internal Eksternal (IE) yang akan memberikan gambaran tentang keadaan perusahaan. Tahap akhir menggunakan analisis SWOT
9
(Strength, Weakness, Opportunity, Threat) untuk memperoleh alternatif strategi. 3. Pembahasan dibatasi pada bidang usaha penggilingan kopi oleh sebuah Perusahaan Dagang (UD).