1
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah
banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan, diantaranya mengawetkan pakan, mengurangi anti nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai keterbatasan dalam menghasilkan enzim tertentu untuk mendegradasi pakan. Fermentasi merupakan alternatif murah dan mudah untuk diterapkan sebagai teknologi pengolahan pakan. Salah salah satu faktor penting dalam fermentasi yang harus diperhatikan adalah lama fermentasi. Lama waktu proses fermentasi secara mikrobiologis berkaitan dengan pertumbuhan mikroba dan kesempatannya untuk merombak komponen yang ada dalam substrat menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna sehingga berpengaruh terhadap kandungan gizi produk akhir. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti menghasilkan nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan asal karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut. Saat ini telah berkembang kombinasi penggunaan antara kultur bakteri dengan kultur khamir, salah satunya adalah bakteri Bacillus licheniformis dengan Saccharomyces cereviseae yang umum juga digunakan sebagai probiotik untuk ternak. Pemilihan Bacillus licheniformis dan Saccharomyces cereviseae pada proses fermentasi didasarkan atas kemampuannnya memproduksi enzim. Bacillus
2
licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi serta potensial menghasilkan enzim kitinase, sedangkan Saccharomyces cereviseae merupakan khamir yang mempunyai keunggulan yaitu pertumbuhannya cepat, cepat beradaptasi, dan mudah diperoleh. Khamir ini memiliki aktifitas sekunder untuk merombak serat suatu bahan pakan, selain itu Saccharomyces cereviseae mampu menghasilkan enzim kitinase, sehingga substrat yang cocok dan dapat digunakan adalah limbah udang. Pemilihan substrat limbah udang didasarkan pada potensi produksi dan nutrien yang dimiliki sehingga dapat dijadikan bahan pakan alternatif. Potensi nutrien limbah udang yaitu 25-40% protein, 45-50% kalsium karbonat, dan 1520% kitin, akan tetapi pemanfaatan nutriennya terutama protein sulit untuk dicerna karena berikatan dengan kitin sehingga dengan teknologi fermentasi dapat memperbaiki kualitas nutrien limbah udang. Penggunaan bakteri Bacillus licheniformis yang dilanjutkan dengan Saccharomyces cereviseae atau secara bertahap didasarkan karena kedua mikroba potensial menghasilkan enzim untuk merombak substrat limbah udang akan tetapi menghendaki kondisi lingkungan yang berbeda. Diharapkan dengan fermentasi bertahap ini kerja kedua mikroba untuk mendegradasi senyawa komplek kitin pada limbah udang dapat saling menunjang. Nutrien-nutrien sederhana hasil perombakan oleh mikroba diharapkan mampu menjadi sumber protein dan energi yang efektif untuk dicerna. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Lama Fermentasi oleh Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada Limbah Udang terhadap Kandungan Protein dan Glukosa Produk.”
3
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasikan permasalahan
sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaruh lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa produk
2.
Pada lama waktu fermentasi berapa oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang yang menghasilkan kandungan protein dan glukosa produk tertinggi.
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa produk.
2.
Mendapatkan lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang yang menghasilkan kandungan protein dan glukosa produk tertinggi.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah
mengenai lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa serta pemanfaatan produknya yang dapat dijadikan bahan pakan alternatif untuk pakan unggas.
4
1.5
Kerangka Pemikiran Fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang sudah
umum digunakan. Pada proses fermentasi, inokulum memegang peranan penting karena menghasilkan enzim untuk merombak substrat menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Proporsi penggunaan inokulum dalam proses fermentasi memiliki batasan, berkisar antara 1-5 persen dari volume total media (Judoamidjojo dkk., 1989). Faktor penting lainnya dalam proses fermentasi adalah lama fermentasi, yang berkaitan dengan waktu pertumbuhan mikroba dan kesempatannya untuk merombak komponen yang ada dalam substrat menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Mikroba dalam fermentasi merupakan faktor utama. Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikroba harus mampu menghasilkan perubahanperubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan, enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan. Enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk pengolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Limbah udang yang berupa kepala, kulit, ekor, dan kaki dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kandungan nutrien yang dikandungnya cukup baik, yaitu 25-40% protein, 45-50% kalsium karbonat, 15-20% kitin, akan tetapi faktor pembatas dalam pemanfaatannya sebagai pakan adalah adanya kitin. Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, crustaceae, dan hewan-hewan lain sejenis) yang yang tersusun atas residu N-asetilglukosamin dengan ikatan glikosidik β (1,4) pada komplek protein (Minoru, dkk., 2002). Kitin menjadi faktor pembatas
5
enzim pencernaan untuk mencerna protein karena mengikat protein yang menyebabkan kecernaan rendah saat dikonsumsi ternak sehingga pemanfaatannya belum optimal dibanding dengan potensi nilai gizinya. Maka dari itu dapat dilakukan fermentasi untuk memperbaiki kandungan nutriennya dengan menggunakan Bacillus licheniformis yang dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae. Fermentasi pertama dilakukan oleh bakteri Bacillus licheniformis yang merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi serta potensial menghasilkan enzim kitinase sehingga substrat limbah udang yang memiliki kandungan protein cukup baik dapat memacu pertumbuhan Bacillus lichenoformis secara optimal.
Bacillus licheniformis
mampu memproduksi enzim kitinase secara maksimum pada kondisi fermentasi
72
jam
dan suhu 55oC (Natsir, dkk., 2012).
waktu
Selama proses
fermentasi, produksi enzim kitinase dari bakteri ini dapat mengkatalisis dan mendegradasi (pemecahan) kitin dengan memotong ikatan glikosidik antara Nasetilglukosamin (monomer penyusun kitin), kemudian enzim protease yang dihasilkannya dapat memecah protein yang tadinya terikat dengan kitin menjadi molekul yang lebih sederhana, sehingga dapat meningkatkan kandungan protein dan glukosa hasil fermentasi. Fermentasi berikutnya adalah dilanjutkan dengan menggunakan khamir Saccharomyces cereviseae yang merupakan mikroorganisme uniseluler yang masuk dalam kingdom fungi, anaerob fakultatif, dengan kondisi lingkungan pH 3,8-5,6 dan suhu 30oC. Saccharomyces cereviseae termasuk salah satu mikroba yang umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan lainnya. Pemberian Saccharomyces cereviseae sebagai probiotik
6
pada ayam mampu menurunkan kuman E. Coli dan meningkatkan bobot badan (Kompiang, 2002). Saccharomyces cereviseae potensial menghasilkan enzim kitinase. Diharapkan selama proses fermentasi, Saccharomyces cereviseae mampu meneruskan kerja bakteri Bacillus licheniformis dalam mendegradasi kitin yang terdiri dari monomer N-asetil glukosamin (2-acetamina-2-deoksi-D-Glukosa) menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu glukosa sebagai nutrien sumber energi yang dapat lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ternak monogastrik. Penelitian mengenai fermentasi menggunakan Bacillus licheniformis pada tepung bulu ayam selama 72 jam mampu meningkatkan kadar protein dengan nilai 84,08% (Mulia, dkk., 2013). Perolehan kandungan protein kasar tertinggi pada fermentasi buah ketapang oleh Bacillus licheniformis yaitu pada dosis inokulum Bacillus licheniformis 3% dan lama fermentasi 72 jam (Aang, dkk., 2012). Berdasarkan penelitian, kemampuan Bacillus licheniformis memproduksi enzim protease dengan aktivitas tertinggi sebesar 150,52 U/mL dari 66,79 U/mL diperoleh dalam waktu 2 hari inkubasi (Soeka, dkk., 2011). Potensi khamir Saccharomyces cereviseae dalam menghasilkan enzim kitinase ditunjukkan dengan aktivitas intraselularnya 4,256 unit/g dan aktivitas ekstraselularnya 2,181 unit/g (Ahmad, 2007). Fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada pembuatan probiotik sebagai feed suplement efektif menghasilkan kandungan protein dan serat kasar produk terbaik diperoleh dengan lama fermentasi 3 hari (Haetami, dkk., 2008). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diperoleh hipotesis bahwa fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae
7
pada fermentasi limbah udang berpengaruh terhadap kandungan protein dan glukosa produk yang dihasilkan. 1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Maret sampai dengan 18
April 2016 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non Ruminansia, dan Industri
Makanan
Ternak
Jatinangor, Sumedang.
Fakultas
Peternakan
Universitas
Padjadjaran,