Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
MENINGKATKAN NILAI NUTRISI FESES BROILER DAN FESES PUYUH DENGAN TEKNOLOGI EFEKTIVITAS MIKROORGANISME SEBAGAI BAHAN PAKAN BROILER (Improving the Nutritive Value of Broiler and Quail Faeces Using Effective Microorganism as Broiler Feed Ingredient) NANCY LAHAY dan RINDUWATI Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan
ABSTRACT A study was done to investigate the best level of “Effective Microorganism (EM)” in the broiler and quail faeces as broiler feed. The completely randomized design with 2 factors was employed in this study. The first factor was 5 levelsof EM (1 cc, 2 cc, 3 cc, 4 cc and 5 cc), and the second factor was 2 kinds of faeces (broiler and quail faeces) with 3 replication each. Result showed that the fermented faeces was good in appearance and smell. The color ranged from light brown to dark brown and the smell was specific smell of fermentation result. EM significantly affected (P < 0.01) the nutritive value of fermented product and there was a positive interaction between level of EM and kind of faeces. The higher the level of EM used the higher the nutritive value of faeces was. It is concluded that the fermentation product of both broiler and quail faeces can substitute some of feed ingredient. Key Words: Faeces, Broiler, Quail, Effective Microorganism, Feed ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level Effective Microorganism (EM) terbaik dalam feses broiler dan feses puyuh sebagai bahan pakan terbaik. Penelitian ini diatur berdasarkan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor A adalah 5 level perlakuan EM (1 cc, 2 cc, 3 cc, 4 cc, dan 5 cc) dan faktor B adalah feses broiler dan feses puyuh dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan keadaan umum dari bokashi broiler secara fisik yaitu meliputi warna dan bau cukup baik, yaitu warna bokashi broiler dan bokashi puyuh mulai coklat muda sampai coklat tua, sedangkan baunya memberikan bau yang khas fermentasi. Analisis ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan EM terhadap bokashi broiler dan bokashi puyuh memberikan pengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan nutrisi bokashi broiler dan bokashi puyuh. Ada perbedaan kandungan nutrisi bokashi broiler dan bokashi puyuh, yaitu bokashi puyuh mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan bokashi broiler. Terdapat interaksi antara level EM dan jenis feses, yaitu semakin tinggi level EM maka kandungan nutrisi bokashi broiler dan bokashi puyuh semakin baik. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kandungan nutrisi feses broiler dan puyuh dapat ditingkatkan dengan teknologi EM, dan kandungan nutrisi bokashi broiler dan puyuh meningkat seiring dengan level EM. Dan dengan meningkatnya nilai nutrisi feses broiler dan puyuh, serta hilangnya bau feses sesudah difermentasi menandakan bahwa bokashi broiler maupun puyuh dapat dijadikan substitusi bahan pakan broiler. Kata Kunci: Feses, Broiler, Puyuh, Effective Microorganism, Pakan
PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk akan diiringi oleh peningkatan pemenuhan kebutuhan protein hewani. Oleh karenanya perlu ditingkatkan pengembangan usaha dalam bidang peternakan seperti peningkatan populasi dan produktivitas ternak.
Salah satu jenis ternak yang sangat potensial sebagai sumber protein hewani adalah broiler. Karena broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah besar pada waktu yang relatif singkat. Usaha peternakan unggas di Indonesia secara kuantitas berkembang pesat sehingga
567
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
fluktuasi harga produksi sering terjadi dan sering menciptakan kondisi yang tidak stabil terutama harga pakan yang merupakan faktor penentu keuntungan dalam usaha peternakan unggas. Oleh karena itu, kita perlu mencari sumber bahan pakan inkonvensional. Sumber tersebut sebaiknya memenuhi kriteria lebih murah, berkesinambungan, bergizi baik, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu diantaranya adalah feses ternak unggas (ayam dan puyuh). Feses ayam dan feses puyuh dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler karena cukup mengandung zatzat gizi yang dibutuhkan oleh ternak. Namun karena feses mengandung mikroorganisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan ternak selanjutnya berakibat pada penurunan produksi, sehingga perlu penanganan sebelum dimanfaatkan sebagai pakan. Teknologi Effective Microorganism (EM) mempunyai potensi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang terdapat dalam feses dan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan. Hasil dari pemprosesan feses dengan menggunakan teknologi EM ini dinamakan “bokashi”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat level terbaik pemberian EM terhadap nilai nutrisi bokashi feses puyuh dan feses ayam, dan untuk mengetahui bokashi yang terbaik antara feses puyuh dan feses ayam. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dasar dalam usaha pemanfaatan bahan pakan inkonvensional, dapat merupakan nilai tambah pada usaha peternakan puyuh maupun ayam ras, dan sebagai alternatif dalam penanganan limbah. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan feses puyuh dan feses ayam (keduanya dalam keadaan kering), Efective Microorganism (EM4), dedak padi, gula (molases), air, karung goni, thermometer. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor yaitu pertama adalah perlakuan EM, dan faktor
568
kedua adalah jenis feses (broiler dan puyuh) masing-masing dengan 3 ulangan. Level EM (A) dan feses puyuh dan broiler (B) dengan 3 ulangan. A1B1 = 1 cc EM + feses broiler A1B2 = 1 cc EM + feses puyuh A2B1 = 2 cc EM + feses broiler A2B2 = 2 cc EM + feses puyuh A3B1 = 3 cc EM + feses broiler A3B2 = 3 cc EM + feses puyuh A4B1 = 4 cc EM + feses broiler A4B2 = 4 cc EM + feses puyuh A5B1 = 5 cc EM + feses broiler A5B2 = 5 cc EM + feses puyuh Cara pembuatan bokashi feses puyuh dan bokashi feses ayam adalah sebagai berikut: 1. Larutkan 2 cc EM stok dan 2 cc molases atau 1 sendok makan gula ke dalam 2000 cc air sumur. Diamkan selama 24 jam. 2. 1000 gram feses (ayam atau puyuh) dan 1000 gram dedak dicampur secara merata. 3. Siram larutan EM (langkah 1) secara perlahan-lahan ke dalam adonan (langkah 2) secara merata dan diaduk-aduk sampai kandungan air adonan mencapai 30%. Bila adonan dikepal maka adonan akan megar. 4. Adonan digundukkan di atas ubin yang kering dengan ketinggian 15 – 20°C, kemudian tutup dengan karung goni selama 3 – 4 hari. 5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40 – 50°C. Jika suhu lebih dari 50°C, karung penutup dibuka dan gundukan adonan dibolak balik, kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan. Pengecekan suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer setiap 5 jam. 6. Setelah 4 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pakan broiler. Uji fisik dengan menggunakan alat indra yang biasa disebut dengan pengamatan secara organoleptik, yang meliputi warna dan bau. Uji laboratorium yaitu dengan menganalisa sample dengan analisa proksimat, meliputi analisis serat kasar, protein, lemak, BETN dan abu.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Keadaan umum bokashi
Pengaruh teknologi efective microorganism (EM) terhadap kandungan nutrisi bokashi broiler dan puyuh
Keadaan umum yang diamati dari hasil fermentasi meliputi warna dan bau. Secara umum keadaan fermentasi yang dihasilkan cukup baik. Warna bokashi baik feses broiler maupun puyuh mulai dari coklat muda menjadi coklat tua. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bokashi menjadi lebih baik. Demikian pula bau yang dihasilkan menjadi bau khas fermentasi yang menunjukkan bahwa bokashi broiler dan bokashi puyuh dalam keadaan baik dan tidak menunjukkan adanya kegagalan sebagaimana yang dinyatakan bahwa bokashi yang matang dan siap digunakan akan memberikan bau yang khas sedap, dan bila berbau busuk atau berbau tidak sedap maka pembuatan bokashi tidak berhasil atau gagal (ANONIMUS, 1997). Bokashi dalam penelitian ini mempunyai jamur karena adanya jamur fermentasi terutama Aspergillus dan Penicillium yang dapat menekan bau yang dihasilkan oleh feses tersebut. Jamur fermentasi berfungsi menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat antimikroba, zat-zat tersebut dapat menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan EM terhadap feses berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan nutrisi bokashi broiler dan puyuh. Rata-rata kandungan protein kasar yang tertinggi untuk bokashi broiler adalah A5B1 = 14,083%. Sedangkan untuk bokashi puyuh adalah A5B2 = 22,923%. Kandungan protein kasar bokashi puyuh lebih tinggi dari bokashi broiler disebabkan makanan puyuh mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan broiler, sehingga feses puyuh mengandung protein yang lebih tinggi dan mempunyai bau yang sangat tidak enak dibandingkian dengan feses broiler. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) memperlihatkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata baik pada bokashi broiler maupun pada bokashi puyuh, dengan adanya peningkatan protein kasar seiring dengan peningkatan level pemberian EM. A5B1 dan A5B2 merupakan level yang terbaik. Bakteri forensik yang merupakan salah satu bakteri yang terdapat di dalam EM yang berfungsi menghasilkan asam amino.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Kandungan nutrisi bokashi broiler dan puyuh pada berbagai dosis EM Jenis feses (B) Feses broiler (B1)
Feses puyuh (B2)
Kandungan nutrient (%)
Dosis EM-4 (A) 1
2
3
4
5
PK
7,903
11,006
11,453
12,556
14,083
SK
23,866
25,596
23,310
30,850
25,813
LK
2,340
2,453
2,943
2,556
2,336
Abu
20,876
21,390
18,510
18,473
19,120
BETN
44,980
39,553
43,783
35,563
36,980
PK
17,406
18,360
20,553
21,990
22,923
SK
23,303
23,816
21,640
17,670
18,900
LK
2,800
2,826
3,250
3,230
3,386
Abu
25,906
25,756
25,516
25,206
24,697
BETN
30,583
29,240
29,040
31,903
30,093
Sumber: Data hasil olahan 2007
569
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Pada kandungan serat kasar terlihat adanya variasi hasil analisis ragam. Dari Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan bahwa A3B1 (23,31%) untuk bokashi broiler dan A4B2 (17,67%) merupakan yang terbaik diantara level yang diberikan. Analisis ragam mengenai kandungan nutrisi lainnya seperti lemak, BETN, dan abu juga berpengaruh sangat nyata (P < 0,01). Uji Beda Nyata Terkecil menunjukkan bahwa untuk lemak kasar bokashi broiler terbaik yaitu A1B1, A2B1, dan A5B1. Sedangkan untuk bokash puyuh A1B2. Untuk abu bokashi broiler yaitu A3B1 dan A4B1, dan bokashi puyuh A5B2. BETN bokashi broiler yang terbaik adalah A1B1 dan A3B1 dan bokashi puyuh adalah A1B2 dan A4B2. Sebagaimana diketahui bahwa bokashi merupakan bahan organik yang difermentasikan dengan EM, sementara EM merupakan kultur campuran dari mikroorganisme menguntungkan yang terdapat di alam. EM mengandung jenis mikroorganisme utama yaitu bakteri fotosintetik, ragi, lactobacillus, dan actinomycetes yang bekerja secara sinergis/ saling menunjang (WIDADANA et al., 1996). Lactobacillus yang merupakan salah satu bakteri asam laktat mampu memfermentasi bahan-bahan organik seperti lignin dan selulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang terurai. Lignin dan selulosa merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna (TILMAN et al., 1986). Namun dengan adanya bakteri asam laktat yang mampu memfermentasi lignin dan selulosa menyebabkan daya cerna makanan tersebut menjadi mudah. Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula dan asam laktat sendiri adalah suatu zat yang dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer) oleh sebab itu asam laktat dapat menekankan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik (ANONIMUS, 1997). HIGA (1993) menyatakan bahwa sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah
570
kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Karena produksi asam laktat berjalan secara cepat, maka pertumbuhan mikroba lain yang terdapat dalam feses yang tidak diinginkan dapat terhambat. Menurut WIDADANA et al. (1996) bahwa minuman dan makanan ternak bila dicampur dengan EM akan memperbaiki komposisi dan jumlah mikroorganisme yang berada dalam perut ternak sehingga pertumbuhan dan produksi ternak meningkat. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dari analisis ragam yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) maka disimpulkan: 1. Kandungan nilai nutrisi feses broiler dan puyuh dapat ditingkatkan dengan teknologi efektifitas mikroorganisme. 2. Kandungan nutrisi bokashi broiler dan puyuh meningkat seiring dengan level EM. 3. Dengan meningkatnya kandungan nutrisi feses broiler dan puyuh serta hilangnya bau feses sesudah fermentasi menandakan bahwa bokashi broiler maupun puyuh dapat dijadikan substitusi pada pakan broiler. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1997. Pedoman Penggunaan EM bagi Negara-negara Asia fasifik Nature Agricultur Network (APNAN). Yayasan Bumi Lestari, Jakarta. HIGA, T. 1993. Tanya Jawab tentang Pemanfaatan Effectivitas Mikroorganisme (EM). Majalah Trubus. Agustus. 82: 18 – 20. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKODJO. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. WIDIDANA, G.N. 1993. Pengenalan Effectivitas Mikroorganisme. Majalah Trubus. Agustus 82: 12 – 15.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
DISKUSI Pertanyaan 1. Bagaimana image masyarakat terhadap penelitian ini? 2. Berkaitan dengan flu burung, apakah virus yang ada feses dapat dimatikan oleh EM? Jawaban: 1. Belum diteliti, tetapi tidak bau karena menggunakan EM. 2. Belum diteliti.
571