1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi penyakit degeneratif di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2015, tercatat 20 juta orang meninggal di dunia karena penyakit jantung koroner akibat hiperkolesterol dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,6 juta kematian di dunia. International Diabetes Federation memperkirakan prevalensi diabetes melitus di dunia mencapai 382 juta pada 2013 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada 2035 dan 175 juta diantaranya belum terdiagnosis sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 angka prevalensi diabetes melitus nasional meningkat dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,4% di tahun 2013 dan prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk atau 330 orang. Di Indonesia, kanker usus besar menempati urutan kedua paling banyak setelah kanker paru-paru pada laki-laki, sedangkan pada perempuan menempati urutan ketiga terbanyak setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Peningkatan prevalensi penyakit degeneratif pada beberapa dekade terakhir ini telah mendorong perubahan sikap masyarakat untuk menyadari akan pentingnya berperilaku sehat. Kesadaran yang meningkat dari waktu ke waktu ini menimbulkan kecenderungan untuk mencegah penyakit dan menerapkan pola hidup sehat dari pada mengobatinya.
2
Saat ini produk pangan tidak hanya dituntut untuk memiliki rasa, kenampakan dan kandungan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan dasar tubuh saja, tetapi diarahkan pada kemampuan memberi manfaat pada kesehatan tubuh, dan bila mungkin mampu mencegah, atau menyembuhkan penyakit. Konsep formulasi pangan diarahkan untuk menghasilkan produk yang memberikan manfaat kesehatan yang dikenal dengan pangan fungsional (functional food), yaitu bahan pangan atau komponen pangan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi tetapi juga memberi manfaat kesehatan. Untuk mendapatkan pangan fungsional dapat dilakukan dengan fortikasi, memperkaya, suplementasi untuk menambah nilai manfaatnya sehingga terdapat komponen bioaktif yang memberi hasil positif dan efek fisiologis yang dikehendaki (IFT). Beberapa studi menunjukkan bahwa asupan tinggi serat pangan memberi efek fisiologis yang menguntungkan bagi kesehatan diantaranya mampu mencegah terjadinya penyakit diabetes (Trowell, 1986; Cho et al., 2013), hiperkolesterol (Anderson, 1994; Baek et.al.,2005; Oboh, 2008) dan
kanker
kolon (Rose et al., 2007; Slavin, 2013). Berdasarkan sifat kelarutannya serat pangan terdiri dari serat larut air (SLA) dan serat tidak larut air (STLA) yang memiliki efek fisiologis yang berbeda bagi kesehatan. SLA lebih berperan pada penurunan laju penyerapan glukosa dan memberikan kontribusi penurunan lipid darah, sedangkan STLA lebih berperan untuk memperpendek waktu transit, meningkatkan berat kering fecal dan lain-lain. Untuk mendapatkan bahan pangan fungsional dengan tinggi serat dapat dilakukan dengan menghilangkan komponen yang bukan dituju yaitu lemak dan
3
protein, sehingga didapatkan karbohidrat komplek yang kaya serat pangan melalui peningkatan prosentase bahan. Penghilangan lemak (defatted) dan penghilangan lemak diikuti penghilangan protein (defatted&deproteinized) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan komponen yang dituju yaitu serat pangan, namun terdapat kemungkinan hilangnya komponen oligosakarida. Serat pangan dan oligosakarida selama proses pengolahan mengalami beberapa perubahan. Kutos et.al., (2003) dan Rehinan et.al., (2004) melaporkan bahwa pengolahan panas dapat menyebabkan penurunan serat pangan total dan serat tidak larut air pada legume. Keles and Sat , (2002) dan Ruperez, (2005) melaporkan bahwa selama proses pengolahan diantaranya perlakuan perendaman dan
pengolahan
panas
menyebabkan
terjadinya
penurunan
kandungan
oligosakarida baik rafinosa, stakiosa maupun verbaskosa pada sejumlah kacangkacangan. Kedelai merupakan salah satu sumber serat pangan dan oligosakarida yang terutama mengandung rafinosa, stakiosa dan verbaskosa. Salah satu kedelai tipe khusus dari Jepang yang dikenal dengan nama edamame memiliki serat pangan, protein, dan lemak yang tinggi dilaporkan oleh Hu et al., (2006) dan Konovsky et al., (1994) Edamame
mempunyai
beberapa
keistimewaan
dibanding
kedelai
umumnya antara lain mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebih berasa manis serta dipanen ketika masih muda. Popularitas edamame saat ini tidak hanya di Jepang, Cina, Thailand, namun di negara barat terutama Amerika Serikat, edamame cukup dikenal dan dapat dijumpai dalam bentuk segar, beku, maupun
4
kaleng (Czaikoski et.al., 2013). Di Jember terdapat produsen edamame beku yang mengekspor kedelai tersebut ke Jepang. Hal ini membawa edamame semakin dikenal di Indonesia, apalagi produsen edamame di Indonesia saat ini terdapat di beberapa kota antara lain Pekalongan dan Bandung. Penelitian edamame telah banyak dilakukan dengan fokus PUFA , isoflavon yang bermanfaat bagi kesehatan, namun untuk peran serat pangan edamame terhadap kesehatan masih kurang dan belum ada publikasi tentang hal tersebut. Berdasarkan pertimbangan pemikiran tersebut memungkinkan edamame sebagai salah satu alternatif sumber serat pangan dan oligosakarida. Mengingat sampai saat ini belum ada studi tentang eksplorasi edamame sebagai sumber baru serat pangan dan oligosakarida, maka peneliti tertarik untuk mengkaji sifat tersebut pada tepung edamame. Pada penelitian ini dikaji pengembangan produk berbasis tepung edamame yang kaya akan serat pangan dan oligosakarida sebagai pangan fungsional. Produk tersebut diperoleh dengan cara penghilangan lemak yang diikuti penghilangan protein tepung edamame. Dalam bentuk tepung, produk ini dapat digunakan untuk berbagai formula makanan. Oleh karena itu dikaji sifat fisik,
kimia
dan
fisikokimia
tepung
edamame
defatted&deproteinized. Untuk mengetahui efek fisiologisnya
defatted
dan
dilakukan uji
bioassay dengan tikus Sprague dawley. Pengujian yang dilakukan meliputi sifat hipolipidemik, hipoglikemik dan sifat fisik (berat) serta kimia (pH, kadar air, SCFA) digesta caekum. Sebagai pembanding dilakukan pengujian yang sama terhadap tepung produk konvensional yaitu edamame beku dan edamame kaleng. Produk beku dan kaleng telah terdapat dipasaran sehingga ketersediaan dan cara
5
memperolehnya mudah. Dengan demikian dapat dibandingkan apakah usaha pengembangan produk fungsional tersebut dihasilkan produk yang lebih baik dari pada produk yang telah ada dipasaran.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. seberapa besar perubahan kadar serat pangan dan oligosakarida tepung edamame setelah mengalami penghilangan lemak dan penghilangan lemak&protein. 2. bagaimana perubahan sifat fungsional (WHC dan OHC) tepung edamame defatted dan defatted&deproteinized 3. bagaimanakah
efek
fisiologis
tepung
edamame
defatted
dan
defatted&deproteinized terhadap kadar glukosa, profil lipid dan sifat digesta tikus pada tikus Sprague dawley.
C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang eksplorasi edamame sebagai sumber serat pangan dan oligosakarida belum banyak dilakukan. Penelitian pengembangan pangan fungsional dilakukan dengan penghilangan lemak dan penghilangan lemak yang diikuti penghilangan protein, ditujukan untuk memperoleh karbohidrat komplek berupa tepung edamame, yang kaya serat pangan dan oligosakarida. Selanjutnya dipelajari sifat fisik, kimia, dan sifat fisikokimia tepung edamame defatted dan defatted&deproteinzed. Penelitian efek fisiologis serat pangan tepung edamame
6
defatted dan edamame defatted&deproteinized untuk membuktikan dugaandugaan tentang sifat hipolipidemik, hipoglikemik, dan efek positif untuk menjaga kesehatan kolon. Keaslian penelitian ini terletak pada pengembangan produk pangan fungsional dengan cara defatted dan defatted&deproteinized pada tepung edamame sebagai sumber serat pangan dan oligosakarida yang memberikan sifat fungsional dan efek fisiologis meliputi sifat hipolipidemik, hipoglikemik dan efek positif untuk menjaga kesehatan kolon.
D. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan pangan fungsional berbasis edamame sebagai sumber serat pangan dan sumber oligosakarida untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan. Tujuan khusus penelitian ini meliputi : 1. mengetahui perubahan kadar serat pangan dan oligosakarida tepung edamame defatted, defatted&deproteinized serta tepung edamame beku dan kaleng 2. mengetahui perbedaan antara komposisi kimia dan sifat fisikokimia tepung edamame defatted dan defatted&deproteinized dibandingkan dengan edamame mentah, beku, kaleng 3. mengetahui
pengaruh
diet
tepung
edamame
defatted
dan
defatted&deproteinized, edamame beku, kaleng terhadap profil lipid dan kadar gula darah serta sifat digesta tikus dengan uji in vivo pada tikus Sprague dawley.
7
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. diperoleh
informasi
tentang
karakter
edamame
defatted
dan
defatted&deproteinized dibandingkan edamame mentah dan produk olahanan edamame yaitu beku, dan kaleng sebagai sumber serat pangan dan oligosakarida, dan efek fisiologisnya terhadap hewan coba. 2. memberikan informasi tentang karakter tepung edamame defatted dan defatted&deproteinized
sebagai
bahan
pangan
fungsional
yang
memberikan manfaat kesehatan. 3. membuka peluang diversifikasi produk edamame sebagai komponen pangan fungsional bagi produsen 4. memberikan informasi kepada masyarakat alternatif baru sumber serat pangan dan oligosakarida yang bermanfaat bagi kesehatan dari tepung edamame.