I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan terkini perawatan gigi masyarakat lebih mengarah pada bidang estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat adalah bleaching. Kesuksesan bleaching pada gigi yang mengalami diskolorasi dapat sangat memuaskan pasien dan dokter gigi (Devlin, 2006). Bleaching merupakan tindakan minimal intervensi yang dapat meningkatkan kecerahan warna gigi vital maupun non vital (Bartlett dan Brunton, 2005). Prosedur bleaching lebih konservatif, efektif, sederhana, aman, dan lebih sedikit tindakan invasif yang dilakukan daripada teknik lain seperti veneer dan crown
yang
membutuhkan preparasi gigi (Devlin, 2006; Ferreira dkk., 2011; Arcari dkk., 2007). Bleaching dan restorasi resin komposit dapat digunakan sebagai kombinasi perawatan untuk mendapatkan estetik yang terbaik (Thapa dkk., 2013). Diskolorasi gigi mempengaruhi penampilan seseorang (Summit dkk., 2006). Menurut Bartlett dan Brunton (2005), penyebab diskolorasi gigi dapat diklasifikasikan sebagai faktor lokal dan sistemik. Yang termasuk faktor lokal antara lain trauma dan pewarnaan superfisial. Faktor sistemik dibedakan menjadi 2 yaitu faktor acquired (tetrasiklin, fluorosis) dan faktor herediter (amelogenesis imperfekta,
dentinogenesis
imperfekta).
Menurut
Summit
dkk.
(2006)
berdasarkan lokasi diskolorasi gigi dibagi menjadi 2, yaitu diskolorasi ekstrinsik dan intrinsik. Diskolorasi ekstrinsik adalah diskolorasi akibat stain pada permukaan email gigi dan dapat dihilangkan dengan mudah melalui pembersihan 1
profilaktik (Greenwall, 2001). Penyebab diskolorasi ekstrinsik adalah kebersihan mulut yang buruk, penggunaan tembakau (Moosavi dkk., 2010). Diskolorasi intrinsik adalah diskolorasi yang dapat muncul ketika agen diskolorasi endogen dapat berpenetrasi ke dalam struktur gigi internal (Greenwall, 2001). Penyebab lokal diskolorasi intrinsik gigi adalah nekrosis pulpa, hemorage pulpa, sisa jaringan pulpa setelah perawatan saluran akar, perawatan saluran akar dan pengisian material di koronal, resorpsi akar, dan penuaan (Moosavi dkk., 2010). Gigi non vital sering mengalami diskolorasi sebagai akibat degradasi jaringan pulpa dan darah sehingga menghasilkan warna gelap yang tertahan pada dentin. Molekul warna seperti feri sulfida akan berkurang oleh radikal yang terbentuk selama dekomposisi hidrogen peroksida dan akan terurai menjadi komponen ferous yang tidak berwarna (Devlin, 2006). Secara umum, bleaching dapat diklasifikasikan menjadi pemutihan untuk gigi vital dan non vital. Teknik bleaching untuk gigi vital meliputi in-office bleaching dan home bleaching sedangkan perawatan bleaching untuk gigi non vital meliputi walking bleach, termokatalitik, dan kombinasi (Summit dkk., 2006). Bleaching intrakoronal merupakan perawatan estetik konservatif untuk gigi yang mengalami diskolorasi karena perawatan endodontik (Park dkk., 2013). Bleaching intrakoronal merupakan metode yang sederhana, efektif, dan relatif murah (Teixeira dkk., 2003). Teknik termokatalitik mempunyai efek samping dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal (Summit dkk., 2006). Salah satu teknik yang dapat memutihkan gigi pasca perawatan saluran akar dan lebih aman adalah teknik walking bleach (Kimyai dkk., 2009). Pada teknik walking bleach, bahan 2
bleaching seperti hidrogen peroksida 35% diletakkan di dalam kamar pulpa dan didiamkan selama 3-7 hari kemudian diulang 2-4 x kunjungan sampai hasil yang diinginkan (Timpawat dkk., 2005; Aschheim dan Dale., 2001; Plotino dkk., 2008). Setelah dilakukan bleaching intrakoronal, akses kavitas harus direstorasi dengan bahan bonding dan resin komposit untuk mencegah rekontaminasi gigi oleh bakteri dan substansi pewarnaan (Moosavi dkk., 2010), serta merupakan salah satu prasyarat restorasi untuk mencegah kebocoran mikro (Turkun dan Turkun, 2004). Walaupun bleaching intrakoronal sudah dapat menunjukkan hasil dalam jangka waktu pendek, namun seiring berjalannya waktu warna gigi dapat mengalami relaps. Dalam 1-5 tahun sejak proses bleaching, hanya 35-50% gigi yang masih memuaskan secara estetik. Regresi warna dapat muncul karena kebocoran cairan pada gigi yang telah dilakukan bleaching dan kavitas yang dilakukan restorasi. Selain itu, restorasi koronal yang gagal menyediakan penutupan kerapatan dengan baik dapat membuat pergerakan mikroorganisme atau toksin mikroorganisme sepanjang dinding saluran akar yang dapat menghasilkan kegagalan perawatan. Penelitian kebocoran mikro menunjukkan bahwa teknik walking bleach mempunyai efek samping pada penutupan celah restorasi dan gigi (Turkun dan Turkun, 2004). Ada berbagai pilihan bahan bleaching intrakoronal, yaitu hidrogen peroksida 30%, sodium perborat dan hidrogen peroksida 30%, sodium perborat dan air, 10% karbamid peroksida, dan hidrogen peroksida 35% (Summit dkk., 2006). Penggunaan hidrogen peroksida 35% sebagai agen tunggal pada bleaching 3
intrakoronal menunjukkan hasil yang memuaskan (Feiz dkk., 2011). Hidrogen peroksida 35% lebih banyak digunakan pada teknik walking bleach. Namun, pemakaian hidrogen peroksida konsentrasi tinggi dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal (Cavalli dkk., 2009). Hidrogen peroksida telah digunakan sebagai bahan pemutih gigi lebih dari 1 abad, aman, dan merupakan bahan utama pemutih gigi yang efektif (Ferreira dkk., 2011; Souza-Gabriel dkk., 2011). Hidrogen peroksida merupakan molekul dengan berat jenis rendah yang dapat berpenetrasi ke dalam email dan dentin (Bartlett dan Brunton, 2005). Pada reaksi redox , peroksida (agen oksidasi) akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas yang diproduksi oleh peroksida adalah HO2 (perhidroksil) sebagai radikal bebas kuat dan O- (onasen) sebagai radikal bebas lemah. Radikal bebas tidak memiliki pasangan elektron sehingga tidak stabil. Radikal bebas ini akan berikatan dengan molekul-molekul organik warna untuk mendapat bentuk yang stabil. Hal ini akan mengurangi absorpsi energi molekul organik di email dan melepas zat warna sehingga proses bleaching berjalan (Patil, 2002). Bahan pemutih gigi mempunyai efek samping terhadap gigi, yaitu perubahan fisik terhadap email (Thapa dkk., 2013). Perubahan struktur email menjadi lebih porus, kehilangan prisma email, dan penurunan kekerasan mikro email dan dentin (Turkun dan Turkun, 2004). Selain itu, terjadi perubahan kadar kalsium, fosfor, sulfur, dan potasium dalam jaringan gigi. Perubahan rasio Ca dan P mengindikasikan perubahan komponen organik hidroksiapatit (Feiz dkk., 2011). Bahan pemutih gigi juga mempunyai efek samping terhadap kekuatan bonding
4
dan kemampuan kerapatan resin komposit ketika prosedur bonding dilakukan secara cepat setelah bleaching (Kimyai dkk., 2009). Hidrogen peroksida mengandung radikal bebas yang merupakan molekul reaktif tinggi, setelah prosedur bleaching selesai residu radikal bebas yaitu oksigen akan tertinggal dalam permukaan gigi yang dapat menyebabkan sistem adhesif inadekuat. Molekul ini akan mengganggu propagasi vinil radikal bebas selama proses penyinaran sehingga menyebabkan terminasi dini pada rantai polimer dan membentuk polimer kualitas rendah sehingga kekuatan bonding menurun (Lima dkk., 2011; Kunt dkk., 2011). Penetrasi dan polimerisasi resin yang inadekuat membuat adhesi yang lemah antara resin dan gigi sehingga dapat membuat kebocoran mikro menjadi tinggi (Kimyai dkk., 2009). Jumlah terbanyak kebocoran mikro terjadi pada restorasi yang diletakkan pada gigi non vital pasca bleaching (Moosavi dkk., 2010; Shinohara dkk., 2005). Residu oksigen pada gigi pasca pemutihan akan menghilang secara perlahanlahan sehingga penundaan restorasi adhesif sangat direkomendasikan untuk menghindari masalah menurunnya kerapatan tumpatan. (Park dkk., 2013). Penundaan waktu penumpatan resin komposit selama 7-14 hari setelah bleaching dapat meningkatkan kemampuan kerapatan tumpatan sama dengan tumpatan pada gigi yang tidak dilakukan bleaching (Lima dkk., 2011). Salah satu cara untuk mengurangi kebocoran mikro pada gigi pasca bleaching dan mempersingkat waktu penundaan tumpatan adalah dengan aplikasi sodium askorbat ke dalam kavitas gigi yang dilakukan bleaching intrakoronal melalui kemampuannya menetralkan radikal oksigen (Park dkk., 2013). Sodium askorbat 5
merupakan antioksidan yang biokompatibel, netral (Uysal dkk., 2010),
tidak
toksik (European Food Safety Authority, 2010), dan tidak ada efek samping biologis (Kunt dkk., 2011).
Antioksidan merupakan substansi yang dapat
bereaksi dengan radikal bebas seperti oksigen yang merupakan hasil degradasi dari hidrogen peroksida, antioksidan tersebut menetralkan sisa radikal bebas yang terperangkap di dalam struktur gigi (Freire dkk., 2009) dan mengembalikan efek oksidasi hidrogen peroksida dalam sistem biologis (Feiz dkk., 2011). Sodium askorbat teroksidasi menjadi dehidroksiaskorbat setelah berkontak dengan permukaan onasen (Oskoee dkk., 2010). Sodium askorbat dapat mengembalikan perubahan potensial redoks pada substrat bonding yang teroksidasi sehingga polimerisasi radikal bebas pada resin dapat berlangsung tanpa terminasi dini (Kimyai dkk., 2009). Selain itu, efek sodium askorbat terhadap gigi pasca bleaching adalah dapat meningkatkan kekerasan mikro email (Oskoee dkk., 2010). Pengaruh sodium askorbat terhadap resin komposit adalah dapat mengembalikan kekuatan geser setelah gigi dilakukan bleaching intrakoronal (Uysal dkk., 2010),
dapat
meningkatkan kemampuan penutupan kerapatan antara resin komposit dan gigi, dan dapat mengurangi kebocoran mikro tumpatan resin komposit (Kimyai dkk., 2009). Sodium askorbat konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling umum digunakan pada berbagai studi (Thapa dkk., 2013). Penggunaan sodium askorbat
25%
direkomendasikan
untuk
gigi
pasca
bleaching
dengan
menggunakan hidrogen peroksida 35% (Freire dkk., 2009).
6
Sodium askorbat tersedia dalam 2 sediaan, yaitu cairan dan gel. Penggunaan sodium askorbat gel memiliki berbagai kelebihan yaitu mudah diaplikasikan, viskositas tinggi, kontrol lebih baik, lebih murah, dan waktu di kursi gigi lebih pendek (Kimyai dkk, 2009). Sepuluh persen larutan sodium askorbat dapat meningkatkan kerapatan tumpatan resin komposit lebih tinggi dibandingkan penundaan tumpatan resin komposit selama 1 minggu (Turkun dan Turkun, 2004). Sodium askorbat dapat menetralkan efek oksidasi dari bahan pemutih gigi secara sempurna dengan waktu kontak terhadap permukaan gigi paling tidak 1/3 dari waktu bleaching (Park dkk., 2013). Park dkk. (2013) menjelaskan bahwa aplikasi 10% sodium askorbat selama 1 hari dapat mengurangi kebocoran mikro dibandingkan gigi yang langsung dilakukan penumpatan setelah dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan bahan sodium perborat dan hidrogen peroksida 30%. Sepuluh persen sodium askorbat yang diaplikasikan selama 3 hari pada gigi yang dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan bahan sodium perborat dan hidrogen peroksida 30% selama 7 hari terbukti efektif mengurangi kebocoran mikro resin komposit. Penelitian Feiz dkk. (2011) mengenai aplikasi sodium askorbat 10% selama 40 jam pada bleaching intrakoronal menggunakan hidrogen peroksida 35% selama 5 hari dapat mengembalikan kekuatan bonding sama dengan kelompok gigi yang tidak dilakukan bleaching. Penelitian Moosavi dkk. (2010) menjelaskan bahwa penggunaan 10% sodium askorbat gel selama 3 jam pada gigi yang dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan karbamid peroksida 10% dapat efektif
7
mengurangi efek kebocoran mikro dibandingkan dengan gigi yang langsung ditumpat setelah perawatan bleaching intrakoronal. Kaya dan Turkun (2003) meneliti penggunaan 10% larutan sodium askorbat selama 10 menit pada gigi dengan perawatan bleaching menggunakan hidrogen peroksida 35% tidak dapat mengembalikan kekuatan bonding seperti gigi yang tidak dilakukan perawatan bleaching. Demikian juga dengan penelitian Torres dkk. (2006) yang menggunakan 10% larutan sodium askorbat selama 20 menit pada gigi dengan perawatan bleaching menggunakan hidrogen peroksida 35% juga tidak dapat mengembalikan kekuatan bonding seperti gigi yang tidak dilakukan perawatan bleaching. Penelitian Thapa dkk. (2013) menjelaskan aplikasi sodium askorbat 25% selama 10 menit pada gigi pasca bleaching menggunakan 10% karbamid peroksida gel dapat mengembalikan kekuatan bonding dan secara signifikan lebih tinggi dari gigi yang dilakukan bleaching tanpa perlakuan antioksidan. Menurut Briso dkk. (2013) tipe antioksidan, konsentrasi, bentuk, dan lama waktu aplikasi merupakan faktor yang penting dalam peningkatan bonding setelah perawatan bleaching. Resin komposit yang sering digunakan saat ini adalah jenis resin komposit nanofil (Beun dkk., 2006). Dalam kedokteran gigi, restorasi posterior klas I dan II membutuhkan material komposit dengan sifat mekanik yang tinggi seperti kekuatan tensil dan kekuatan kompresif, untuk restorasi anterior dibutuhkan komposit dengan estetik yang superior (Andrade dkk., 2009). Komposit nanofil diperkenalkan di pasaran kedokteran gigi dengan tujuan menyediakan estetik yang lebih baik, permukaan yang lebih halus dan mengkilat, mudah dipoles, modulus 8
tinggi, pengkerutan polimerisasi yang lebih minim, dan resistensi serta daya penggunaan yang lebih baik dan daya atrisi yang lebih rendah (Garcia dkk., 2006). Penelitian Hamouda dkk. (2011) menyebutkan bahwa kebocoran mikro pada resin komposit nanofil lebih rendah dari pada komposit hibrid tapi tidak signifikan berbeda. Deteksi kebocoran mikro disekeliling restorasi secara in vitro telah banyak dilakukan pada berbagai literatur (Federlin dkk., 2002). Evaluasi kebocoran dengan dye merupakan teknik yang paling umum digunakan (Wimonchit dkk., 2002). Larutan warna yang paling sering digunakan adalah metilen biru karena daya penetrasi lebih baik dibandingkan dengan bahan lain, mudah dimanipulasi dan murah (Verissimo dan Vale, 2006). Konsentrasi metilen biru yang paling sering digunakan adalah konsentrasi 2% (Witjaksono dkk., 2007). Gigi direndam dalam metilen biru 2% selama 24 jam. Metode yang paling umum dilakukan untuk mendeteksi kebocoran mikro dengan penetrasi dye adalah teknik longitudinal sectioning, gigi dipotong pada bagian tengah gigi dan diperiksa dengan menggunakan stereomikroskop (Verrisimo dan Vale, 2006). Belum ada penelitian mengenai pengaruh konsentrasi dan lama aplikasi sodium askorbat terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit pasca bleaching intrakoronal dengan hidrogen peroksida 35%.
B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan: apakah ada pengaruh konsentrasi sodium askorbat 10% dan 25% serta lama waktu aplikasi 9
sodium askorbat 1 hari dan 3 hari terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit pasca bleaching intrakoronal menggunakan hidrogen peroksida 35%.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi sodium askorbat 10% dan 25% serta lama waktu aplikasi sodium askorbat 1 hari dan 3 hari terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit pasca bleaching intrakoronal menggunakan hidrogen peroksida 35%.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat : 1. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang kedokteran gigi. 2. Memberikan rekomendasi bagi dokter gigi, khususnya di bidang konservasi gigi dalam penggunaan bahan antioksidan setelah melakukan perawatan bleaching intrakoronal. 3. Menjadi dasar acuan penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian Penelitian Park dkk. (2013) mengenai pengaruh lama aplikasi 1 hari dan 3 hari 10% sodium askorbat terhadap pengurangan kebocoran mikro pada restorasi komposit pasca bleaching intrakoronal dengan menggunakan sodium perborat dan hidrogen peroksida 30% menunjukkan aplikasi 1 hari 10% sodium askorbat 10
dapat mengurangi kebocoran mikro dibandingkan kelompok yang langsung dilakukan penumpatan setelah bleaching dan aplikasi 3 hari 10% sodium askorbat menunjukkan keefektifannya dalam mengurangi kebocoran mikro resin komposit yaitu hasil kebocoran mikro 3 hari 10% sodium askorbat sama dengan hasil kebocoran mikro penundaan penumpatan resin komposit selama 7 hari. Selain itu terdapat penelitian Thapa dkk. (2013) yang membandingkan aplikasi 10% sodium askorbat dan 25% sodium askorbat terhadap kekuatan bonding gigi yang telah dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan 10% karbamid peroksida menunjukkan konsentrasi 10% sodium askorbat dan 25% sodium askorbat selama 10 menit dapat meningkatkan kekuatan bonding pada gigi yang telah dilakukan bleaching menggunakan 10% karbamid peroksida. Penelitian Hansen dkk. (2014) mengenai pengaruh aplikasi sodium askorbat 35% selama 1 menit dan 5 menit terhadap kekuatan bonding gigi yang telah dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan hidrogen peroksida 35% menunjukkan konsentrasi 35% selama 1 menit dan 5 menit aplikasi tidak efektif dalam mengembalikan kekuatan bonding pada gigi yang telah dilakukan bleaching intrakoronal menggunakan hidrogen peroksida 35%. Bedanya dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini akan melihat pengaruh konsentrasi sodium askorbat 10% dan 25% serta lama waktu aplikasi sodium askorbat 1 hari dan 3 hari terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit setelah aplikasi hidrogen peroksida 35% pada perawatan bleaching intrakoronal.
11