I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani perawatan ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), melaporkan bahwa keharmonisan wajah dikaitkan dengan hubungan morfologi dan proporsi hidung, bibir dan dagu. Keseimbangan antara struktur hidung, bibir dan dagu dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian profil muka dalam diagnosis ortodontik, selain memperhitungkan kedudukan anteroposterior juga melihat kedudukan dagu terhadap kepala (Bibby, 1979). Perubahan
yang
disebabkan
oleh
perawatan
ortodontik
selain
mempengaruhi jaringan keras juga mempengaruhi profil jaringan lunak fasial khususnya di area bibir, sudut nasolabial, sudut labiomental dan area disekeliling dagu. Hal ini disebabkan oleh komponen pada struktur jaringan keras di bawahnya, yang akan mengalami perubahan karena perawatan ortodontik. (Kusnoto, 1994). Menurut Subtelny (1959), dagu tersusun atas jaringan keras dan jaringan lunak, yang mana pertumbuhan jaringan lunak dagu erat hubungannya dengan pertumbuhan jaringan keras dagu. Hasil pertumbuhan akan menyebabkan jaringan keras dagu dan jaringan lunak yang menutupinya cenderung bertambah maju dalam hubungannya dengan kranium, perubahan posisi mandibula tersebut akan menentukan profil muka.
1
2
Posisi mandibula sangat berperan dalam menentukan profil “ideal” wajah seseorang. Bentuk wajah yang dikatakan ideal oleh kebanyakan orang adalah posisi mandibula ortognatik, bukan posisi retrusi atau protusi (Downs sit Kusnoto, 1977). Kusnoto H (1977), menyatakan bahwa ada 2 faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi profil muka yakni : 1) Facial Angle yakni posisi relatif anteroposterior dari mandibula dan 2) Angle of Convexity yang menunjukkan derajat protrusif dari maksila ditinjau dari seluruh profil. Metode pengukuran sefalometri memperhitungkan kedudukan dagu agar dapat mencerminkan gambaran profil jaringan keras yang sebenarnya (Linquist, 1978). Ramos dan Martinelli (2004), memperhitungkan kedudukan dagu terhadap kepala yang dapat digunakan untuk menilai kedudukan mandibula. Reamer (1985) dan Phan dkk. (2004), menentukan perubahan posisi mandibula dengan melihat perubahan posisi Pogonion (Pog). Pengukuran linear horizontal atau sagital pogonion terhadap sumbu vertikal menunjukkan pergerakan mandibula ke muka atau ke belakang. Pengukuran linear vertikal pogonion terhadap sumbu horizontal menunjukkan pergerakan mandibula ke depan atau ke bawah. Analisis perubahan posisi mandibula terhadap profil jaringan keras wajah diukur berdasarkan hubungan maksilo-mandibular dan kedudukan dagu terhadap basis kranium (Jacobson dan Sadowsky, 1995). Penentuan posisi dagu ke bawah, ke depan atau ke depan terhadap wajah atas menggunakan sudut
Y-axis.
Penurunan
Y-axis
pada
sefalogram
lateral
dapat
diinterpretasikan lebih besarnya pola pertumbuhan horizontal daripada pola pertumbuhan vertikal. Peningkatan Y-axis menunjukkan pertumbuhan vertikal
3
melebihi pertumbuhan horizontal mandibula (Jacobson, 1995). Steiner menggunakan sudut SND untuk menyatakan lokasi dari mandibula terhadap kranium dan SND ini lebih tepat daripada SNB dan SN-Pg (Kusnoto, 1977). Maloklusi kelas III merupakan maloklusi yang bersifat progresif pada rahang bawah yang bila tidak dirawat secara intensif dan sedini mungkin, maloklusi akan berkembang terus semakin memburuk dan mengakibatkan cacat muka (Jacobson dkk, 1974). Profil wajah yang cekung sangat mudah diidentifikasi, sehingga pasien dapat mengalami penderitaan psikososial sejak masa anak. Profil wajah pasien dengan deformitas kelas III skeletal selalu menjadi alasan utama yang digunakan untuk mencari perawatan (Lin dan Gu, 2003). Karakteristik kelas III adalah dagu yang menonjol, sejumlah penulis menganggap bahwa prognatisme merupakan ekspresi pertumbuhan yang melewati batas normal, sedangkan penulis lain meyakini bahwa deformitas tersebut menggambarkan perubahan pola pertumbuhan (Jacobson dkk, 1974). Pola pertumbuhan mandibula ke bawah dan depan lebih cepat daripada wajah bagian tengah, pertumbuhan mandibula ke arah horisontal lebih dominan dan cenderung memperparah maloklusi kelas III. Pola pertumbuhan tersebut akan menyebabkan mandibula lebih maju daripada maksila (Graber dan Swain, 1985). Pemeriksaan klinis pada pasien maloklusi kelas III skeletal menunjukkan profil muka cekung, area nasomaksila retrusif, sepertiga muka bagian bawah menonjol dan bibir bawah lebih protrusi daripada bibir atas (Ngan dkk., 1996). Pemeriksaan intra oral menunjukkan hubungan molar klas III, disertai gigitan silang anterior dan transversal bilateral (Jacobson dkk., 2005). Pemeriksaan
4
sefalometri pada pasien maloklusi kelas III skeletal menunjukkan basis kranium lebih pendek, letak sendi temporomandibular dan fossa glenoidea lebih ke anterior, sudut gonion, sudut bidang mandibula serta tinggi muka anterior bawah lebih besar dari normal (Mouakeh, 2001). Prinsip dasar perawatan maloklusi kelas III adalah memperbaiki relasi skeletal dalam arah anteroposterior (Kusnoto, 1994).
Perawatan kelas III
biasanya meliputi modifikasi pertumbuhan atau menggunakan face mask untuk protraksi maksila, kompensasi dento alveolar atau perawatan kamuflase yang melibatkan pencabutan gigi dan bedah ortognatik (Profit dan Fields, 2000). Perawatan maloklusi kelas III pada pasien dewasa terbatas pada kombinasi perawatan ortodontik dan pembedahan atau perawatan ortodontik kamuflase dengan pencabutan gigi, tergantung keparahan maloklusi (Daher dkk, 2007). Sebagian besar pasien lebih suka dilakukan perawatan ortodontik daripada pembedahan karena resiko bedah dan biaya yang mahal, sehingga diperlukan kompensasi dentoalveolar tanpa mengoreksi deformitas skeletal (Janson dkk., 2005).
Perawatan kamuflase non pembedahan pada pasien dewasa dengan
maloklusi kelas III memerlukan pencabutan dua gigi premolar mandibula atau empat gigi premolar untuk memberikan ruang retraksi gigi incisivus mandibula (Proffit dan Fields, 2000). Salah satu pilihan perawatan ortodontik untuk maloklusi kelas III adalah alat cekat teknik Begg. Prinsip perawatan teknik Begg adalah mekanisme gaya differensial dengan menggunakan gaya yang ringan dan kontinyu. Tahapan dalam perawatan maloklusi kelas III adalah general alignment, koreksi reverse overjet
5
dan overbite (Fletcher, 1981). Overbite normal diperoleh dengan menggunakan elastik intermaksiler kelas III, sedangkan
reverse overjet dikoreksi melalui
protraksi insisivus atas dan retraksi insisivus bawah (Rosedano, 1974). Penggunaan elastik intermaksiler kelas III menyebabkan rotasi maksila ke anterior, ekstrusi gigi molar atas, retrusi gigi insisivus bawah, rotasi mandibula searah jarum jam dan perubahan posisi kondilus (Caputo dkk., 1979). Perubahan posisi kondilus ditandai dengan pergerakan titik kondilion ke anterior sehingga secara tidak langsung menyebabkan posisi mandibula ke posterior yang akan berpengaruh terhadap posisi dagu (Vardimon dkk., 1998). Rotasi mandibula searah jarum jam menyebabkan perubahan sudut bidang mandibula dan posisi anteroposterior titik pogonion (Gianelly dan Goldman, 1971).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah posisi jaringan keras dagu lebih ke posterior setelah perawatan
maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik
Begg? 2. Apakah perawatan Begg?
posisi jaringan keras
dagu
lebih ke inferior setelah
maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik
6
3. Apakah perawatan
posisi jaringan lunak dagu
lebih ke posterior setelah
maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik
Begg? 4. Apakah perawatan
posisi
jaringan lunak dagu lebih
ke inferior setelah
maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik
Begg? 5. Apakah posisi dagu dilihat dari sudut SND berotasi searah jarum jam setelah perawatan maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik Begg? 6. Apakah posisi dagu dilihat dari sudut Y-axis berotasi searah jarum jam setelah perawatan maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik Begg?
C. Keaslian penelitian Janson dkk (2005) melakukan penelitian skeletal pada
tentang perubahan dento
perawatan ortodontik pada maloklusi kelas III dengan braket
straight wire. Hasil penelitian menunjukkan perubahan maksila dan mandibula yaitu pada titik A, titik pogonion, sudut bidang mandibula dan tinggi wajah anterior bawah dan rotasi mandibula searah jarum jam. Lin dan Gu (2003), meneliti tentang pengaruh perawatan ortodontik pada maloklusi kelas III pada masa gigi permanen dengan perawatan non bedah menggunakan
teknik straight wire dan teknik Begg terhadap perubahan
7
dentoskeletal, hasilnya terjadi perubahan jaringan keras
dan jaringan lunak,
sehingga profil wajah yang cekung berubah menjadi lurus. Chew (2005), meneliti tentang pengaruh perubahan jaringan lunak yang disebabkan oleh jaringan keras pada perawatan klas III dengan bedah bimaksiler. Korelasi yang kuat antara jaringan lunak dan jaringan keras lebih nyata pada mandibula dibandingkan dengan maksila. Sepengetahuan penulis hingga saat ini belum ada penelitian
mengenai perubahan posisi dagu setelah perawatan
maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik Begg.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan posisi jaringan keras dan jaringan lunak dagu setelah perawatan maloklusi kelas III skeletal dengan alat cekat teknik Begg.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Memberikan informasi tentang perubahan posisi jaringan keras dan jaringan lunak dagu pada perawatan kelas III skeletal dengan teknik Begg. 2. Bahan pertimbangan rencana perawatan untuk memprediksi perubahan posisi jaringan keras dan jaringan lunak dagu pada maloklusi kelas III skeletal ketika dilakukan perawatan aktif. 3. Evaluasi hasil perawatan pada akhir perawatan kamuflase maloklusi kelas III skeletal.