e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENERAPAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NO. 1 SEMBIRAN KECAMATAN TEJAKULA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 I Gde Agus Darmawan¹, Wyn Romi Sudhita², I Gde Wawan Sudatha³ ¹Jurusan PGSD, ²,³Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA setelah diterapkan pendekatan sains teknologi masyarakat pada siswa kelas IV di Sekolah Dasar No. 1 Sembiran kecamatan Tejakula kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian ini adalah 28 orang siswa kelas IV Sekolah Dasar Nomor 1 Sembiran yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa perempuan. Penelitian Tindakan Kelas ini dirancang dalam dua siklus yang terdiri dari siklus I dan siklus II, setiap siklus dari rancangan ini terdiri dari lima tahapan yaitu : 1) Tahap refleksi awal, 2) tahap perencanaan tindakan (planning), 3) tahap pelaksanaan tindakan (acting), 4) tahap observasi (observing) dan evaluasi (evaluating), dan 5) tahap refleksi (reflecting). Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan metode tes. Kemudian data dianalisis dengan tekhnik deskriptif kuantitatif Hasil penelitian ini adalah : 1) pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa 66,94 dan ketuntasan belajar 46,42%, 2) Pada siklus II dengan peningkatan hasil belajar siswa menjadi 74,83 dan ketuntasan belajar 89,29%., 3) peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II : 46,42 % siklus I dan 89,29 % siklus II. Dalam siklus II ternyata ada peningkatan 42,87 %. Kata-kata kunci : sains teknologi masyarakat, hasil belajar.
Abstract he purpose of this study were: Knowing the increase in the learning outcomes of students in learning science as applied method of Science Technology Society in class IV semester academic year 2013/2014 on the basis of the number 1 Sembiran elementary school Districts Tejakula Buleleng Regency. This research is Classroom Action Research ( CAR ) with the subject of this study is 28 Elementary School fourth grade students of Sembiran elementary school consisting of 12 boys and 16 girls . Classroom Action Research is designed in two cycles consisting of the first cycle and second cycle , each cycle of this design consists of five stages , namely : 1 ) first reflection, 2) the action planning stage ( planning) , 3 ) the implementation phase of the action ( acting ) , 4 ) observation phase ( observing ) and evaluation ( evaluating ) , and 5 ) the stage of reflection ( reflecting ) . Data was collected through observation and testing methods . Then the data were analyzed with descriptive quantitative techniques.The results of this study are : 1 ) in the first cycle of student learning average of 66,94 and a mastery of learning outcomes study 46,42 % , 2 ) In the second cycle of which is also coupled with improved learning outcomes be 74,.83 and 89,29 % mastery learning . , 3 ) an increase learning outcomes from cycle I to cycle II : 46,42 % and 89,29 % first cycle second cycle . In the second cycle turns out there is an increase of 42,87%. Keywords : science technology society, learning outcomes
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tujuannya untuk mewujudkan terjadi perubahan prilaku kearah yang lebih baik. Perubahan prilaku kearah yang lebih baik dapat diwujudkan dalam pemberian pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang gejala alam proses kehidupan mahluk yang ada di muka bumi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan seharihari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah. Penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari perlu dilakukan secara bijaksana. Hal tersebut bertujuan agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat). Pembelajaran ini diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA yang diharapkan di atas ternyata tidak ditemukan pada pelaksanaan pembelajaran kelas IV di SD No. 1 Sembiran. Selama ini dalam pembelajaran tentang IPA di Sekolah Dasar, banyak guru yang tidak menerangkan IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. Ketika proses pembelajaran, guru hanya berkomunikasi dua arah, mengajar bukan semata memberikan informasi tanpa
mengembangkan kemampuan fisik dan pengembangan diri. Guru belum sepenuhnya bisa mengaktifkan siswa, hal ini dikarenakan guru masih menerapkan metode pembelajaran yang bersifat konvensional. Disamping itu, siswa tidak melihat adanya keterkaitan konsep-konsep IPA yang diterima di kelas dengan fenomena teknologi di lingkungannya. Guru jarang menampilkan pembelajaran konsep IPA dalam konteks teknologi masyarakat. Selain itu, kurangnya penggunaan media dikarenakan keterbatasan media dalam pembelajaran IPA. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi ketika guru mengajar ditemukan bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan seorang guru IPA kelas IV di SD No. 1 Sembiran yaitu Ibu Ni Komang Sri Budiasih, S.Pd. Hasil dari wawancara tersebut diperoleh sejumlah informasi. Permasalahan yang mendasar yaitu rendahnya hasil belajar IPA dan kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran IPA. Penggunaan model mengajar yang kurang menarik. Tampak jelas bahwa guru pada saat mengajar lebih banyak menggunakan metode ceramah. Hal tersebut mengakibatkan siswa merasa jenuh, bengong, dan kelihatan tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran. Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai rata-rata kelas. Selain itu, berdasarkan hasil pencatatan dokumen dan hasil ulangan harian siswa, banyak siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) IPA yakni 65. Hal ini ditunjukkan oleh hasil ulangan yang telah dilakukan oleh guru masih rendah. Rendahnya hasil belajar terbukti saat diadakan tes awal. Tes awal yang diberikan adalah soal yang kontekstual sesuai dalam lingkungan kehidupan sehari-hari. Soal tersebut mengenai lingkungan tercemar dan cara mengatasinya serta pemanfaatan teknologi untuk mengatasi hal tersebut. Soal yang kontekstual sangat membantu siswa untuk dapat memudahkan siswa menjawab, namun masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Dari 28 orang siswa, hanya 7 orang (33,34%) yang mendapat nilai di atas KKM dan sisanya 21
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
orang (66,66%) mendapat nilai di bawah KKM. Rata-rata hasil tes awal secara keseluruhan hanya mencapai 45,4%. Ini berarti bahwa hasil belajar IPA siswa secara keseluruhan masih tergolong rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu diterapkan alternatif pembelajaran yang bisa menjadi solusi pemecahan masalah tersebut. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan penerapan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) . Penerapan pendekatan STM diyakini dapat menyelesaikan permasalahan tersebut di atas. Yanger (dalam Sujanem dkk, 1994) menyatakan bahwa STM adalah suatu pembelajaran sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. STM menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan sains dan pendalaman sains. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep baru di dalam struktur kognitifnya. Konsep-konsep tersebut disusun melalui pengamatan langsung terhadap fenomena yang dialami dan mengaitkannya dengan pengalaman yang telah dimiliki serta berupaya menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Menurut Mayers (dalam Iskandar, 1996), pendekatan STM efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam diri siswa. Pendekatan ini mengaitkan isuisu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat serta dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa atas konsep-konsep serta dalam menumbuhkembangkan pengetahuan sains dan teknologi siswa. Perwujudan tujuan tersebut ditekankan dalam pengajaran di sekolah untuk selalu dikaitkan dan disepadankan dengan isu-isu sosial di lingkungan siswa bersangkutan. Pendekatan STM dalam pembelajaran IPA adalah pendekatan yang mempersatukan IPA, teknologi dan masyarakat. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran,
evaluasi dan persiapan kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi dan dalam evaluasi. Selanjutnya, Poedjiadi (1994:9) menyatakan bahwa “pendekatan STM menitikberatkan pada penyelesaian masalah dan proses berpikir yang melibatkan transfer jarak jauh”. Artinya, menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada situasi di luar sekolah yaitu yang ada di masyarakat.Pembelajaran dengan menggunakan pedekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yang dilakukan dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan. Suatu kekeliruan apabila seorang guru mengajarkan IPA dengan cara mentransfer saja apa–apa yang disebut di dalam buku teks kepada anak-anak didiknya. Hal ini disebabkan apa yang tersurat di dalam buku teks itu baru merupakan satu sisi atau satu dimensi saja dari IPA yaitu dimensi produk. Buku teks merupakan body of knowledge dari IPA, akumulasi hasil upaya para perintis yang terdahulu; tetapi, sisi lain dari IPA yang tidak kalah pentingnya adalah dimensi proses, maksudnya, proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Pembelajaran dengan pendekatan STM, siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat mereka gunakan, menjadi lebih ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini, memandang guru sebagai fasilitator/penuntun, dan lebih banyak bertanya di mana pertanyaan itu digunakan untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan dan materi STM, terampil dalam mengajukan sebab dan akibat dari hasil pengamatan dan penuh dengan ideide murni.Anak usia SD adalah anak yang sedang mengalami pertumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional, maupun pertumbuhan badaniah. Suatu kenyataan bahwa kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut adalah tidak sama. Ada yang pertumbuhan badannya lebih cepat. Demikian situasinya sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Inilah suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
anak SD walaupun mereka dalam usia yang sama. Hal inilah yang harus diperhitungkan dan dicermati oleh guru untuk memulai pembelajaran.Selain itu, guru juga harus memahami tingkat perkembangan intelektual anak. Belajar bukan hanya sekedar mengingat, melainkan lebih luas dari itu yakni mengalami dan hasil belajar bukan hanya penguasaan hasil latihan tetapi perubahan tingkah laku. Sedangkan mengajar merupakan penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan yang dimaksud terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi, seperti tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa sebagai objek yang akan berperan serta dalam jalinan hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, dan sarana prasarana belajar yang tersedia. Komponen-komponen itulah yang saling berinteraksi sebagai suatu sistem, dan saling pengaruh mempengaruhi.Karenanya, setiap peristiwa mengajar memiliki profil yang unik.Setiap profil sistem lingkungan pun mencapai volume hasil yang berbeda atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu harus diciptakan sistem lingkungan belajar tertentu. Mayers (2000:47) menyatakan, “Pendekatan STM efektif untuk penguasaan konsep dalam diri murid”. Dalam ranah penerapan atau aplikasi murid-murid yang diberikan pendekatan STM menunjukan kemampuan menerapkan konsep-konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ranah sikap, hasil penelitian menunjukan bahwa murid-murid yang diberikan pendekatan STM mempunyai sikap yang lebih positif terhadap pembelajaran IPA. Pinick (2006:48) menyatakan bahwa “sikap murid terhadap IPA dan teknologi meningkatkan secara dramatis di dalam kelas STM”. Yager (dalam Tim Penyusun, 2006). Pendekatan efektif mempunyai ciriciri yaitu berangkat dari masalah-masalah dan isu-isu sosial sebagai fokus. Pelaksanaan mencakup latih keputusan mengambil strategi. Relevan dengan kebutuhan masyarakat dan murid. Penerapan teknologi dan IPA. Pemecahan
masalah ditetapkan pada kerjasama. Penekanan pada dimensi IPA yang beraneka ragam. Evaluasi yang didasarkan kepada kemampuan untuk mendapat dan menggunakan informasi. Wahyudin (2006:49) menyatakan guru seharusnya: (1) mempunyai pandangan yang luas tentang sains. (2) mengajar dengan berbagi strategi baru dan kelas sehingga mengerti mengenai kecakapan, latar belakang, dan minat siswa. (3) memahami kadang-kadang guru sendiri tidak selalu berfungsi sebagai sumber informasi. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan dalam pembelajaran dengan menggunaan pendekatan STM sesuai dengan usul hasil seminar literasi IPA dan teknologi siswa pendidikan dasar dilaksanakan 13 Agustus 1996 di Jakarta Poedjiadi A (dalam Yuliani, 2010:10),yaitu melalui tahap-tahap: (1) Tahap apersepsi, inisiasi, invitasi atau eksplorasi, (2) Tahap pembentukan konsep, (3) Tahap aplikasi, (4) Tahap pemantapan konsep, (5) Tahap melaksanakan evaluasi. Poedjiadi (dalamYuliani,2010) menyatakan bahwa pendekatan STM tampak apabila dalam pembelajaran seorang guru melaksanakan kegiatankegiatan seperti berikut: (1) Dalam melaksanakan pembelarajaran seorang guru sering menunjukkan kaitan antara konsep yang dikaji dengan kegunaan atau masalah yang ada di masyarakat, (2) sebelum memulai pembahasan konsepkonsep tertentu sesuai GBPP, guru menggali tentang isu atau masalah aktual yang ada dilingkungan peserta didik yang relevan dengan konsep-konsep yang akan dibahas. Kalau usaha guru tidak berhasil, guru dapat menunjukan adanya isu atau masalah tersebut, kemudian diadakan pembelajaran melalui berbagai metode misalnya diskusi, praktikum, demonstrasi, karya wisata, observasi dilapangan dan lain-lain untuk mengembangkan konsep.Tahap berikutnya adalah pemecahan masalah atau menganalisis isu yang telah dikemukakan pada awal pembelajaran.Selama kegiatan ini guru dapat melaksanakan kegiatan pemantapan konsep, artinya memperbaiki kesalahan konsep yang tidak kalah pentingnya adalah tapah evaluasi, 3) guru membuat program STM kemudian digunakakan sebagi
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
suplement pada pokok bahasan yang relevan dengan Garis – Garis Besar Program Pembelajaran ( GBPP). Tanuputra (dalam Wirta, 1999:1) menyatakan bahwa “IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk, proses, dan sebagai aplikasi pengetahuan”. IPA sebagai produk terdiri dari sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari: fakta-fakta, konsep-konsep, prinsipprinsip, teori-teori IPA. Sedangkan IPA sebagai proses terdiri dari keterampilanketerampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para Ilmuan untuk memperoleh produk IPA tersebut di atas. IPA merupakan “bagian kehidupan manusia dari sejak manusia itu mengenal diri dan alam sekitarnya” (Suastra 2009:1). Manusia dan lingkungan merupakan sumber, objek dan subjek IPA. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa IPA merupakan pengalaman individu manusia yang oleh masing-masing individu itu dirasakan atau dimaknai berbeda atau sama. Oleh karena itu, dengan latar belakang pengalaman berbeda, hal serupa mungkin akan dimaknai berbeda oleh individu yang berbeda. Faisher (dalam Suastra, 2009:3) menyatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi”. Carin (dalam Suastra, 2009:3) menyatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, yang di dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”. Perkembangan IPA ditunjukkan tidak hanya oleh kumpulan fakta (produk ilmiah), tetapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan kumpulan ilmu yang mempelajari tentang peristiwaperistiwa/gejala-gejala alam yang di dalamnya terdapat unsur utama yaitu sikap manusia, proses dan produk yang satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Suastra (2009:10) Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan
keteraturan alam ciptaannya, b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, d) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam., e) Meningkatkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan, g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahawa mata pelajaran IPA di sekolah dasar sangat penting untuk diajarkan supaya peserta didik memperoleh keterampilan-keterampilan dan mengembangkan pemahaman konsepkonsep yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Mulai tahun delapan puluhan di Amerika disadari bahwa pendidikan sains perlu dirasakan manfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya. Di Amerika pertama kali dikembangkan program Teaching and Learning About Science and Society yakni dalam pembelajaran seharusnya konsepkonsep dan proses sains seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Setelah diadakan penelitian-penelitian, Nasional Science Teacher Association (NSTA) di Amerika mengusulkan adanya pendekatan Science-Technology-Society (STS) dalam pembelajaran Indonesia pendekatan ini disebut Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Sasaran Sains oleh Yanger, 1992 (dalam Rai, dkk, 1994). Dalam bahasa yang ingin dicapai melalui pendekatan STS adalah meningkatkan minat siswa terhadap IPA serta membentuk manusia yang berpengetahuan sains dan teknologi (Scientific and technology society). Melalui pengajaran IPA dengan pendekaan STM,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
para siswa diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Pendekatan STM merupakan perekat yang mempersatukan IPA, teknologi, dan masyarakat. Model belajar yang berkaitan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat adalah model belajar konstruktivis. Dalam model belajar konstruktivis proses pembelajaran berdasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Menurut pandangan ini pengetahuan dibangun (dikontruksi) pada pikiran siswa sendiri.Siswa itu sendiri yang aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi struktur kognitif yang telah ada pada dirinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaraan. Penekanan tentang belajar mengajar lebih terfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.Sebagai implikasi dari konseptualisasi ini, siswa hendaknya tidak dipandang sebagai penerima pasif dari suatu program intruksional, tetapi harus dilihat sebagai bagian yang aktif dan bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya. Menurut Dimyati dan Moedjiono (dalam Agung 2005:74) bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi mengajar atau tindak belajar. Menurut Nurkancana & Sunartana (1990:11) mendefinisikan bahwa, evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses yang menentukan nilai keberhasilan seseorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu periode tertentu. Nurkancana& Sunarta menekankan bahwa evaluasi belajar itu sendiri merupakan suatu penilaian yang diberikan kepada seseorang setelah menerima pelajaran. Selanjutnya menurut Sudjana (2006:22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam definisinya sudjana menekankan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan seseorang dalam menyerap materi setelah ia mengalami proses pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku seseorang setelah mengalami proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tabrani Rusyan (dalam, Agung 2005:75), belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, dan kecakapan serta kemampuan. Dimyati dan Moedjono, (dalam,Agung2005:75) membagi ciri-ciri belajar ada tiga macam yaitu: (1) hasil belajar memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasanan, ketrampilan, sikap dan cita-cita, (2) adanya perubahan jasmani, (3) memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring. Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri hasil belajar melibatkan perolehan kemampuan-kemampuan yang bukan merupakan yang dibawa sejak lahir.Belajar tergantung pada pengalaman, sebagian dari pengalaman itu merupakan umpan balik dari lingkungan.Belajar berlangsung karena usaha dengan sengaja untuk memproleh kecakapan baru dan membawa perbaikan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut pendapat Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (dalam Agung 2005:74) bahwa ada lima hal yang mempengaruhi keaktifan belajar antara lain: stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguasaan, pemakaian dan penindakan. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal, dan faktor yang bersumber dari luar diri manuasia yang belajar, yang disebut sebagai faktor eksternal. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklafikasikan menjadi dua, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis Mengingat masalah tersebut sangat penting, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: perbedaan hasil belajar IPA
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
anatara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan Pembelajaran dengan pendekatan sains teknologi masyarakat dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dirancang dalam dua siklus yang terdiri dari siklus I dan siklus II, setiap siklus dari rancangan ini terdiri dari empat tahapan yaitu : 1) tahap perencanaan tindakan (planning), 2) tahap pelaksanaan tindakan (acting), 3) tahap observasi (observing) dan evaluasi (evaluating), dan 4) tahap refleksi (reflecting). Tempat pelaksanaan penelitian adalah di SD Negeri 1 Sembiran Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan metode analisis data yaitu teknik analisis deskriptif kuantitatif. Teknik analisis deskriptif kuantitatif merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase, mengenai suatu objek yang diteliti, sehingga diproleh kesimpulan umum. Subjek penelitian ini adalah 28 orang siswa kelas IV SD No. 1 Sembiran yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa perempuan. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Tes
hasil belajar yang digunakan berupa tes pilihan ganda dan tes isian. Penelitian ini menggunakan metode analisis data yaitu teknik analisis deskriptif kuantitatif. Teknik analisis deskriptif kuantitatif merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase, mengenai suatu objek yang diteliti, sehingga diproleh kesimpulan umum. Analisis data dilakukan setelah seluruh data diperoleh. Dalam menganalisis data, menggunakan rumus tingkat ketuntasan individu dan tingkat ketuntasan belajar. Setelah data diperoleh hasil pengamatan dalam penelitian ini maka lebih lanjut diadakan analisis data dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Adapun langkah-langkah analisis data akan menggunakan rumus. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Niliai akhir (NA), mean, Rata-rata Presentase, dan Tingkat Ketuntasan Belajar hasil belajar IPA siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan statistik deskriptif Kuantitatif. Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa dari penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat. Berikut ini rangkuman hasil análisis deskriptif Kuantitatif pada tabel 01.
Tabel 01. Deskripsi Hasil Belajar IPA Siswa dari Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat. No
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
1
Rerata
52,50
66,94
74,83
2
Ketuntasan Belajar
33,34%
46,42%
89,29%
Berdasarkan hasil penelitian di atas, persentase hasil belajar IPA siswa mengenai materi energi dan penggunaannya pada akhir siklus I rata-rata nilai siswa secara klasikal 66,94 dan ketuntasan klasikal 46,42% hasil yang diproleh ini tentu saja belum memenuhi
target yang diharapakan. Untuk ketuntasan hasil belajar secara klasikal belum mencapai minimal 75% dan secara individu belum mencapai minimal 65. Sehingga, perlu dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan pembelajaran siklus selanjutnya.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Dilihat dari hsil refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus I, terlihat adanya kendala-kendala yang muncul dalam proses pelaksanaannya. Kendalakendala tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (a) dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan STM memerlukan waktu ebih banyak, karena berusaha untuk menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tentang isu-isu yang ada disekitarnya, (b) Siswa belum mampu menyelesaikan pengamatan sebelum ada petunjuk dari gurunya, (c) Siswa tidak mampu untuk mengemukakan isi-isu sosial yang sering dialami siswa maupun yang ada di sekitar tempat tinggal, (d) Sulit untuk mengubah kebiasaan belajar siswa dari biasa mendapat arahan dari guru ke menemukan sendiri pada awal kegiatan pembelajaran, (e) Sangat sulitmemotivasi anak yang kurang pandai serta merasa rendah diri dan hanya menggantungkan diri pada pada teman yang pandai, (f) Dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan guru siswa yag pandai saja mau bekerja sedangkan siswa yang kurang pandai hanya menonton dan tidak mau mencoba maupun mengeluarkan pendapat. Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I, peneliti bersama dengan guru mendiskusikan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan diantaranya: (a) meningkatkan motivasi dan bimbingan yang dilakukan oleh guru mengenai materi yang diajarkan, (b) memanfaatkan atau menyinggung fenomena atau kejadian-kejadian yang lebih sering dialami oleh siswa sebagai bahan pelajaran mengenai materi yang diajarkan, (c) memberikan kesempatan untuk menuangkan ide dan kreasinya sendiri. Berdasarkan pelaksanaan pada siklus II, yang merupakan perbaikan tindakan pada siklus I. dari tes hasil belajar IPA siswa mengenai materi energi dan penggunaannya pada akhir siklus II. Kategori rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal mengalami peningkatan sebesar 51,07 dari 66,94 pada siklus I menjadi 74,83 pada siklus II. Dan ketuntasan Klasikal mengalami peningkatan sebesar
42,87% dari 46,42% pada siklus I, menjadi 89,29% pada siklus II. Dengan demikian, pencapaian hasil belajar IPA siswa mengenai materi energi dan penggunaannya sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Untuk hasil belajar siswa baik secara klasikal maupun individu sudah mencapai kriteria yang diharapkan. Terjadinya peningkatan hasil belajar IPA siswa pada materi energi dan penggunaannya dikarenakan siswa sudah mampu menguasai materi pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru. Sebagian besar siswa telah serius dalam diskusi kelompok, sehingga diskusi dalam kelompok dapat berjalan dengan baik. Secara umum, pada pelaksanaan tindakan siklus II tidak lagi muncul kendalakendala seperti pada siklus I. Siswa sudah terbiasa dan telah terlatih belajar dengan mengikuti penerapan pembelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilakukan siswa telah menunjukkan keantusiasan dalam mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan. Antara siswa sudah saling membantu dalam diskusi kelompok. Dalam pelaksanaan siklus II ini sebagaian besar siswa sudah berani mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat dan menanggapi pertanyaan dari guru dan temannya. Seperti yang telah dikemukakan di atas,tentunya hal ini menyebabkan hasil belajar IPA siswa mengenai materi energi dan penggunaannya meningkat dari siklus sbelumnya. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat menuntut siswa agar tidak hanya menerima materi yang diberikan tetapi menemukan konsep dan mampu memecahkan maslah dari materi yang diberikan melalui masalahmaslah aktual yang sering dialami siswa di lingkungan sekitar. Akibatnya, siswa dituntut untuk selalu aktif dalam menggali suatu informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber, baik dari buku-buku sumber relevan, diskusi maupun tanya jawab bersama teman ataupun guru. Ini berarti, siswa aktif menggali pengetahuan sendiri, sehingga pemahaman konsep, kemampuan penalaran dan komunikasi serta pemecahan masalah siswa dapat
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
ditingkatkan yang nantinya berimbas juga pada pengingkatan hasil belajar IPA siswa. Dari paparan di atas, secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil, karena semua kriteria yang ditetapkan telah terpenuhi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendektan Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD No.1 Sembiran Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang disajikan diatas maka dapat ditarik simpulan bahwa Penerapan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD No. 1 Sembiran Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas IV yang berjumlah 28 orang siswa mengalami peningkatan yang cukup besar pada setiap siklus. Sebelum tindakan, nilai rata-rata siswa hanya 52,70 dan ketuntasan klasikal 33,34%. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa hanya 66,94 dan ketuntasan klasikal hanya 46,42%. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa 74,83 dan ketuntasan klasikal mencapai 89,29%. DAFTAR RUJUKAN Agung, Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. Akhmad, Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan Strategi Metode Teknik Taktikdan Model Pembelajaran.http://akhmadsudrajat .wordpress.com. Diaksestanggal 14 Desember 2010. Arnyana.2009. Penelitian Tindakan Kelas Konsep Dasar dan Kerangka Operasional Penyusunan Usulandan Laporan Penelitian. Singaraja: UNDIKSHA.
Arsyad, Azar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. Astuti,
Yuliani. 2010. Implementasi Pendidikan Sains Teknologi Masyarakat Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD. 6 Batur Tahun Ajaran 2010. Skripsi.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Lampiran: Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA Untuk SD/MI. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Iskandar, Srini. 1996. Pendidikan Ilmu Pengetahuan. Departemen Pendidikandan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Nurkancana, Wayan dan PPN.Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Poedjiadi, Anna. 2006. Sains Teknologi Masyarakat. Jakarta: Rosdakarya. Rai, Sujanem, dkk. 1994. Pengembangan Pengajaran IPA dengan Pendekatan STM Di SD. Laporan Penelitian STKIP Singaraja. Sadiman, Arief s, dkk. 2007. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. Suastra. 2009. Pembelajaran IPA Terkini. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Sudarma, I Komang dan Desak Putu Parmiti. 2007. Modul Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sudjana, N. 2006. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo. Sumantri, Muyani dan Johar Permana. 1998/1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Depdikbud Dirjen Dikti. Suyanto. 1997. Pedoman PelaksanaanPenelitian Tindakan Kelas (PTK)., Bagian satu. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Bagian Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (BP3GSD). Tegeh, Made. 2008. Media Pembelajaran. Malang:Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Tim penyusun. 2006. Pendidikan Sains D2 PGSD. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.