PENGEMBANGAN KURIKULUM (CURRICULUM DEVELOPMENT) I Gde Wawan Sudatha1
A. Pendahuluan Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial daripada program pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai tidak hanya pada memproduksi bahan mata pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Badrun Kartowagiran, 2007: 2). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuain dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Pengembangan kurikulum tidak dapat berhenti pada suatu titik, tetapi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan dan bersifat
komprehensif. Yang merupakan suatu siklus dimana terdapat komponen tujuan, bahan, kegiatan, dan evaluasi.
B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip merupakan pedoman untuk mengarahkan kegiatan orang yang bekerja dalam suatu lapangan tertentu. Kurikulum yang sedang berlaku sekarang di Indonesia adalah Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP), kurikulum tersebut dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip:
1
Dosen Jurusan Teknologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha
1
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan
menjadi
warga
negara
yang
demokratis
serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2. Beragan dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status social ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
2
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi
kurikulum
mencakup
keseluruhan
dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. 6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum
diarahkan
kepada
proses
pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsurunsur
pendidikan
formal,
nonformal
dan
informal,
dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasioanal dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan
dengan
memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional
dan kepentingan daerah harus saling
mengisi
dan
memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006).
3
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan berbagai sistem dan cara, dan dituangkan dalam berbagai model. Para ahli kurikulum sering mengembangakan model yang berbeda. Menurut Ornstein dan Hunkins (2004) mengelompokkan pedekatan pengembangan kurikulum dalam model pendekatan teknik saintifik dan non teknik-non saintifik. Model pendekatan teknik saintifik menyatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah rencana strukturisasi lingkungan belajar dan koordinasi elemen-elemen dari personil, bahan, dan bahan. Yang termasuk pendekatan model ini adalah model Bobbitt dan Charters, model Tyler, model Taba, model Hunkins’s, model Backward Design (Ornstein dan Hunkins: 2004). Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Bobbit dan Charters meliputi empat tahapan, yaitu (1) menentukan tujuan, (2) membagi tujuan kedalam aktivitas dan ide, (3) menganalisis waktu setiap unit kerja, (4) mengumpulkan metode penilaian (Ornstein dan Hunkins: 2004: 196). Pemikiran dari Bobbit dan Charters ini mempengaruhi pertumbuhan kurikulum yang fokus terhadap suatu bidang studi. Model Tyler ini merupakan salah satu model terbaik dari model pendekatan teknik saintifik. Pada tahun 1949, Tyler mempublikasikan Basic Principles of Curriculum and Intruction. Menurut Tyler pengembangan kurikulum mencakup (1) tujuan dari sekolah, (2) pengalaman belajar, (3) mengelola pengalaman belajar, (4) evaluasi dari tujuan tersebut (Ornstein dan Hunkins: 2004: 197). Pemikiran Tyler ini mudah diikuti. Tujuan sangat dipentingkan dalam penyusunan kurikulum. Tujuan tersebut disusun dari tiga sumber, yaitu mata pelajaran, si pebelajar (siswa), dan masyarakat. Tentu dalam melaksanakan pengalaman belajar perlu pula
4
diketahui
pengelolaan
agar
kegiatan
belajarnya
berjalan
efektif.
Selanjutnya dilakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi dapat langsung memperbaiki tujuan pembelajaran, rancangan pengalaman belajar, atau secara bertahap menyempurnakan pembelajaran untuk
kemudian
menyempurnakan tujuan pembelajaran. Bila digambarkan pemikiran Tyler sebagai berikut:
Masyarakat
Mata Pelajaran
Tujuan tentative
Sumber
Screens
Tujuan
Siswa
Memilih pengalaman
Evaluasi
Gambar 1. Model pengembangan kurikulum menurut Tyler (Ornstein dan Hunkins: 2004: 198). Pandangan Tyler tersebut kemudian disempurnakan oleh Taba. Taba mengemukakan pengembangan kurikulum meliputi tujuh langkah, yaitu (1) diagnosis kebutuhan, (2) merumuskan tujuan, (3) memilih konten, (4) mengorganisasi konten, (5) seleksi pengalaman belajar, (6) mengorganisasi pengalaman belajar, dan (7) evaluasi dan cara mengevaluasi. Pandangan Taba ini lebih memusatkan perhatian pada guru. Taba mempercayai peran guru sebagai pengembang kurikulum. Selanjutnya pengembangan
Hunkin’s kurikulum.
memperkenalkan Hunkin’s
model
menambahkan
alternatif pentingnya
konseptualisasi serta legalisasi yang melibatkan alam dan nilai. Hunkin’s mengatakan pengembangan kurikulum merupakan proses yang berulang-
5
ulang atau berkesinambungan. Bila digambarkan pemikiran Hunkin’s sebagai berikut:
Konseptualisasi dan legalisasi kurikulum
Diagnosis kurikulum
Memilih pengalaman pengembangan kurikulum
Memilih konten pengembangan kurikulum
Implementasi kurikulum
Evaluasi kurikulum
Maintenance kurikulum
Gambar 2. Model pengembangan kurikulum menurut hunkin’s (Ornstein dan Hunkins: 2004: 199). Model non teknik-non saintifik berorientasi pada hal-hal yang subjektif, pribadi, keindahan, penalaran, dan transaksi belajar. Pada model ini dunia dianggap sebagai suatu benda yang hidup. Dengan demikian, kurikulum merupakan suatu yang dinamis yang selalu berkembang selayaknya benda hidup. Kurikulum bukan merupakan suatu hal yang statis. Pendekatan non teknik-non saintifik dilatari dengan pendekatan kontektual dimana pengambilan keputusan dalam pengembangan kurikulum sangat berorientasi pada peserta didik memalui cara-cara aktif dalam pembelajaran. Di samping model-model tersebut, terdapat pula model yang lain, yaitu pendekatan posmodern. Pada pendekatan posmodern, kurikulum merupakan hal yang dinamis, berdasarkan pada pandangan personal, sosial, dan intelektual yang berbeda. Pandangan posmodern lebih berdasarkan kebenaran yang sesuai dengan keadaan. Dalam pandangan posmodern, penerimaan keragaman ini merupakan motivasi bagi
6
terjadinya dialog dan negosiasi terhadap berbagai pandangan sosial. Walaupun demikian, dalam pengembangan kurikulum diperlukan keseimbangan penerimaan terhadap pandangan posmodern.
D. Penekanan Pengembangan Kurikulum 1. Berpusat Mata Pelajaran Banyak kegiatan pembelajaran disekolah memberi tekanan pada mata pelajaran. Pada berbagai kasus pengembangan kurikulum yang berpusat
pada
mata
pelajaran
biasanya
mencerminkan
kegiatan
pembelajaran yang didikte oleh karakteristik, prosedur, dan struktur konseptual mata pelajaran, serta keterkaitan dengan disiplin ilmu. Menurut
Ornstein
dipertimbangkan
dan dalam
Hunkins
(2004)
pengembangan
komponen
yang
kurikulum
adalah
perlu (1)
kurikukulum konten, (2) pengalaman, dan (3) lingkungan pendidikan. 2. Berpusat Peserta Didik Pengembangan kurikulum yang berpusat peserta didik seperti beriteraksi sosial, keinginan bertanya, dan keinginan berkreasi yang menekankan sifat-sifat alami anak dalam mengembangkan kurikulum. 3. Humanistik Humasistik menekankan fungsi perkembangan peserta didik yang memfokuskan pada hal-hal perasaan, subjektif, pandangan, penghargaan, dan
pertumbuhan.
Kurikulum
humanistik
berusaha
mendorong
penangkapan sumber daya dan potensi pribadi untuk memahami sesuatu dengan pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta tanggung jawab pribadi (Ella Yulaelawati, 2004: 37-38).
E. Pihak-pihak Yang Berperan Dalam Pengembangan Kurikulum Dalam pengembangan kurikulum banyak pihak yang ikut terlibat di dalamnya, yaitu pemerintah, sekolah, dan ahli kurikulum. Semua pihak
7
tersebut tidak dapat melakukan kegiatannya secara sendiri-sendiri, karena antara pihak yang satu dengan pihak yang lain saling terkait. Dari pihak pemerintah merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan suatu kebijakan, pihak sekolah berperan serta memberikan masukan kurikulum apa yang sesuai untuk dilaksanakan sehingga peserta didik memiliki kompetensi tanpa melupakan tantangan global ke depan yang akan dihadapi oleh peserta didik, sedangkan ahli kurikulum berperan penting dalam implementasi dari aktivitas pengembangan kurikulum. Ahli kurikulum merupakan seseorang yang memang ahli dalam mengkreasikan dan implementasikan kurikulum.
F. Penutup Dalam pengembangan kurikulum banyak model pendekatan yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan kurikulum. Hal-hal yang perlu
diperhatikan
dalam
pengembangan
kurikulum
adalah
(1)
merumuskan tujuan pendidikan, (2) menyusun pengalaman belajar, (3) mengelola pengalaman belajar, dan (4) evaluasi. Dalam pengembangan kurikulum perlu memperhatikan basis apa yang akan ditekankan: mata pelajaran, peserta didik,atau humanistik. Kurikulum tanpa konten adalah bukan kurikulum. Kurikulum tanpa pengalaman tidak akan sampai ke siswa. Dan kurikulum tanpa direncanakan tidak akan dapat diimplementasikan oleh guru.
8
G. Daftar Pustaka Achasius Kaber. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Badrun kartowagiran (17 Februari 2007). Panduan Penyusunan KTSP. Makalah disajikan dalam workshop penyusunan KTSP di Yayasan Bopkri Yogyakarta. Ella Yulaelawati. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya Pustaka. Hunkins dan Ornstein. (2004). Curriculum Foundation, Principles, And Issues. Fourt edition. United State of America: Pearson. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 22, Tahun 2006, tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Diambil pada tanggal 30 Maret 2007, dari http://www.puskur.net/inc/si/10PermenNo22Th2006.pdf.
9