HUBUNGAN TUTUPAN KARANG DENGAN BIODIVERSITAS ECHINODERMATA DI PULAU KARIMUN, KARIMUNJAWA
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh: Ainun Fitriyah 26010113140070
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
Scanned by CamScanner
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal penelitian dengan judul “Hubungan Tutupan Karang Dengan Biodiversitas Echinodermata di Pulau Karimun, Karimunjawa”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Suryanti, M.Pi. selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 2. Ir. Siti Rudiyanti, M.Si selaku dosen pembimbing anggota atas bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 3. Semua pihak yang selalu mendukung dan membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih kurang sempurna. Karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan penulisan laporan ini sangat penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat.
Semarang, April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PENGESAHAN .............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vi
I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Pendekatan Masalah ........................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 1.5. Waktu dan Tempat ...........................................................................
1 1 3 4 5 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Terumbu Karang ............................................................................. 2.2. Echinodermata ................................................................................ 2.3. Kualitas Lingkungan Perairan .........................................................
6 6 7 9
III. MATERI DAN METODE ................................................................... 3.1. Materi ............................................................................................ 3.1.1. Alat ...................................................................................... 3.2. Metode ........................................................................................... 3.2.1. Pengambilan Data ............................................................... 3.2.2. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel .............................. 3.2.3. Pendataan Penutupan Terumbu Karang .............................. 3.2.4. Pendataan Biodiversitas Echinodermata .............................. 3.2.5. Pengukuran Kualitas Perairan .............................................
12 12 12 12 13 13 14 16 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
20
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria Penelitian Kondisi Terumbu Karang Berdasarkan Persentase Tutupan Karang .....................................................................................................
7
2. Alat Yang Digunakan Pada Penelitian ......................................................
11
3. Jenis Life Form Karang dan Pengkodean yang Digunakan dalam Penelitian 14 4. Kisaran Stabilitas Perairan Berdasarkan Indeks Keanekaragaman ...........
v
16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Pendekatan Masalah .....................................................................
vi
4
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kawasan terumbu karang merupakan kawasan yang diketahui memiliki
nilai produktifitas dan manfaat yang tinggi diantara tiga ekosistem vital yang ada di daerah pantai (hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang), baik itu manfaat di dalam lingkungan perairan maupun manfaat bagi kehidupan manusia sehari-hari. Ekosistem terumbu karang merupakan kawasan yang penting dan sangat berjasa bagi keseimbangan perairan begitu juga bagi daratan. Secara alami terumbu karang dijadikan tempat tinggal dan mencari makan bagi ikan-ikan karang,
juga
berperan
sebagai
pemecah
gelombang
yang
berguna
mempertahankan garis pantai. Keberadaan ekosistem terumbu karang bermanfaat bagi organisme perairan serta masyarakat. Terumbu karang merupakan habitat yang baik bagi ikan-ikan kecil yang membutuhkan perlindungan dari predator, area bertelur serta mencari makan. Selain itu berperan memecah dan menahan laju gelombang laut yang menghantam pantai, juga berperan sebagai penghasil oksigen terlarut dalam perairan yang di produksi oleh zooxanthella yang bersimbiosis dengan hewan karang. Bagi masyarakat sendiri terumbu karang berperan sebagai penahan gelombang, kawasan untuk menangkap ikan, zat kapurnya dapat digunakan sebagai bahan bangunan, obat-obatan, serta dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari dan edukasi.
1
2
Ekosistem terumbu karang merupakan kawasan yang rentan akan tekanan. Kawasan terumbu karang di Karimunjawa merupakan kawasan taman nasional yang berada di dalam perlindungan dan pengelolaan pemerintah. Berbagai macam bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun wisatawan secara langsung maupun tidak langsung, beberapa membawa dampak bagi kualitas lingkungan perairan terumbu karang. Dampak tersebut sering kali diartikan sebagai dampak buruk seperti perubahan kualitas perairan, pemutihan karang, dan berdampak kepada berbagai biota-biota yang hidup bergantung kepada ekosistem terumbu karang. Ikan-ikan karang dan juga biota-biota lain dari filum echinodermata seperti bintang laut, bulu babi, bintang ular, hidup bergantung dalam ekosistem terumbu karang. Filum echinodermata merupakan hewan invertebrata yang memiliki duri pada bagian permukaan tubuhnya, dan hidup pada dasar perairan. Terdiri dari lima kelas, yaitu asteroidea (bintang laut), ophiuroidea (bintang mengular), echinoidea (bulu babi), holothuroidea (timun laut atau teripang), dan crinoidea (lili laut). Yang mana masing-masing kelas memiliki perannya sendiri-sendiri terhadap ekologi laut (Triana et.al., 2015). Berbagai macam bentuk kegiatan manusia yang dilakukan di perairan ataupun daratan dapat membawa dampak kepada kehidupan di perairan laut, diantaranya dapat mempengaruhi tutupan terumbu karang dan juga biodiversitas atau keanekaragaman biota seperti filum echinodermata. Perbedaan presentase tutupan karang pada tiap zona memiliki hubungan dengan biodiversitas dari filum echinodermata tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini dikaji mengenai
3
hubungan dari tutupan terumbu karang dengan perbedaan dari biodiversitas echinodermata pada daerah yang diamati. Hubungan antara terumbu karang dan echinodermata memiliki keterkaitan yang kuat dan saling menguntungkan bagi hewan karang dan echinodermata, menurut Suryanti dan Ruswahyuni (2014), phylum Echinodermata memiliki peranan cukup besar pada ekosistem terumbu karang dan lamun, terutama peranannya dalam jaringan makanan yang memiliki berbagai kedudukan, meliputi herbivora, karnivora, ataupun sebagai pemakan dentritus. Dengan diketahuinya biodiversitas echinodermata dan kondisi terumbu karang di perairan yang diamati diharapkan dapat berguna untuk pengelolaan sumberdaya dari echinodermata tersebut, mengingat beberapa biota dari kelas teripang dan bulu babi cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu penelitian yang telah dilakukan untuk melihat densitas teripang yang ada di perairan Karimunjawa, menurut Sulardiono dan Boedi (2014), penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis tutupan karang dengan densitas teripang, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi pengelolaan sumberdaya teripang di perairan Karimunjawa.
1.2.
Pendekatan Masalah Ekosistem terumbu karang merupakan satu dari ekosistem penting di
pesisir pantai karena menjadi sumber kehidupan bagi berbagai biota laut dan juga manfaat-manfaat lainnya. Salah satu wilayah yang memiliki ekosistem terumbu karang di perairannya adalah Taman Nasional Karimunjawa, tepatnya berada di pulau Karimunjawa. Pada ekosistem terumbu karang tersebut hidup pula berbagai
4
biota yang berasosiasi dengan karang, salah satunya adalah dari filum Echinodermata. Adanya echinodermata dalam ekosistem tersebut memiliki peran dan hubungannya masing-masing di dalam ekosistem, contohnya kaitannya dengan persen tutupan karang. Maka dari itu perlu diketahui seperti apa hubungan dari tutupan karang dengan biodiversitas echinodermata di perairan di Taman Nasional Karimunjawa. Skema pendekatan masalah penelitian tersaji pada gambar 1.
Pulau Karimunjawa
Terumbu Karang
Biodiversitas Echinodermata
Analisis Data
Hasil
Kesimpulan
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah Penelitian.
5
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian “Hubungan Tutupan Karang Dengan Biodiversitas
Echinodermata di Pulau Karimun ” adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui persentase tutupan terumbu karang;
2.
Mengetahui biodiversitas echinodermata di Pulau Karimun;
3.
Mengetahui hubungan antara tutupan terumbu karang dengan biodiversitas echinodermata di Pulau Karimun.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kondisi dan
hubungan
kondisi
tutupan
terumbu
karang
dengan
biodiversitas
atau
keanekaragaman echinodermata ditinjau pada perairan Pulau Karimun sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pengelolaan lingkungan perairan Karimunjawa agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
1.5.
Waktu dan Tempat Penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei 2017 di Karimunjawa.
Pengukuran tutupan terumbu karang dan biodiversitas Echinodermata dilakukan di pulau Karimun, di Taman Nasional Karimunjawa.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Terumbu Karang Karang merupakan bagian dari filum Coelenterata, kelas Anthozoa yang
berarti bunga. Karang terdapat di laut beriklim sedang dan di laut tropik, hidup melekat pada substrat, dan mempunyai tentakel (Romimohtarto dan Sri, 2009). Terumbu karang bermanfaat bagi kelangsungan hidup organisme bawah laut, dan terumbu karang juga memiliki peranan yang penting bagi keanekaragaman organisme laut (Mandagi et.al., 2015). Karang tidak hanya yang kita kenal sebagai pembentuk terumbu, namun ada pula yang tidak membentuk terumbu yang biasa disebut sebagai karang lunak. Karang lunak adalah koloni polip tanpa kerangka sumbu. Polip-polip tersebut menjulur dari dasar berdaging yang muncul sebagai tangkai dan bergerak-gerak karena arus, sedangkan karang yang mampu membentuk terumbu sering disebut karang batu. Musuh karang umumnya adalah gangguan dari kegiatan manusia dan dari bintang laut yang termasuk filum Echinodermata (Romimohtarto dan Sri, 2009). Manfaat ekologi terumbu karang yang dapat dirasakan antara lain sebagai habitat hidup, tempat berkembang, mencari makan, serta tempat memijah berbagai biota laut. Manfaat ekonomi terumbu karang yaitu sebagai tempat menangkap biota laut untuk konsumsi serta berbagai jenis ikan, dapat dimanfaatkan sebagai perhiasan dan kerajinan tangan, bahan baku farmasi, dan sebagai kawasan wisata atau rekreasi (Rosi et.a.l, 2016). Ekosistem terumbu karang tidak lepas dari keanekaragaman hayati yang tersusun dan saling berkaitan
6
7
di dalam ekosistem tersebut. Keanekaragaman dalam ekosistem terumbu karang terdisi atas hewan karang, ikan, udang (crustacea), moluska, echinodermata, polychaeta, porifera dan coelenterata dan lainnya. Bentuk hubungan antar biota yang hidup di dalam ekosistem terumbu karang dilihat dari adanya keterkaitan antar faktor fisika peraian yang berpengaruh terhadap kelimpahan karang dan menjadi faktor pembatas (Putra et.a.l, 2015). Adanya aktivitas manusia yang berlebihan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan. Pemantauan terhadap kondisi terumbu karang dapat dlihat dari tutupan karang yang dapat dilakukan dengan metode manta tow dan LIT (line intercept transect) (Rosi et.al., 2016). Persentase tutupan karang hidup dihitung berdasarkan pada pengamatan dengan metode line intercept transect (LIT) yaitu dengan menjumlahkan panjang tutupan dengan kategori yang sama kemudian dibagi dengan panjang total transek dan dikali seratus persen, maka akan mendapatkan persentase tutupan karang hidup Putra et.al., (2015). Tabel 1. Kriteria penelitian kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang (SK Meneg. LH no. 04/2001). Persentase tutupan karang hidup (%)
Status kondisi karang
0 – 24,9
Buruk
25 – 49,9
Sedang
50 – 74,9
Baik
75 - 100
Baik sekali
2.2.
Echinodermata Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma
artinya kulit. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, yang umumnya
8
terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri (Jasin, 1984 dalam Budiman et.al., 2014). Filum echinodermata terdiri atas 5 kelas yaitu Asteroidea (bintang laut), ophiuroidea (bintang mengular), echinoidea (bulu babi), holoturoidea (timun laut), dan crinoidea (lili laut). Masing-masing dari kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut. Asteroidea (bintang laut) dan ophiuroidea (bintang mengular) memiliki peranan sebagai pelindung karang dari pertumbuhan alga yang berlebihan. Holothuroidea dan echinoidea memiliki peranan sebagai pendaur ulang nutrien. Echinodermata juga disebut sebagai kunci ekologi
yang
berperan
dalam
menjaga
keseimbangan
ekosistem
laut
(Raghunathan dan Venkataraman, 2012 dalam Triana et.al., 2015). Peranan dari filum ini di dalam ekologi juga sebagai pemakan alga yang terdapat pada hewan karang, Rusli (2006) dalam Suryanti dan Ruswahyuni (2014) menyatakan sifat bulu babi dapat dikatakan herbivora atau pemakan rumput, dikarenakan pola makan yang umumnya memakan alga yang terdapat pada terumbu karang. Kegiatan memakan alga tersebut menyebabkan adanya penurunan dari jumlah mikroalga yang terdapat di ekosistem terumbu karang dan menyeimbangkan kembali ruang tempat terumbu karang tersebut dapat hidup. Dimana
sebelumnya
diketahui
bahwa
peningkatan
jumlah
menimbulkan perebutan ruang untuk tumbuh bagi hewan karang.
makroalga
9
Filum echinodermata hidup di daerah karang karena daerah ini merupakan salah satu ekosistem penting bagi kehidupan spesies pemakan dentritus dan melindungi dari predator. Sesuai dengan fungsi dan manfaat dari terumbu karang yaitu sebagai tempat berlindung dan sumber makanan bagi beberapa spesies (Yusron, 2006 dalam Budiman et.al., 2014). Echinodermata juga memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan masyarakat, namun masyarakat pada umumnya belum memanfaatkan biota ini sepenuhnya untuk meningkatkan perekonomian ataupun dijadikan sumber bahan pangan (Rivanna dan Siti, 2013). Tinggi atau rendahnya keanekaragaman dari filum echinodermata di suatu perairan diduga disebabkan oleh lingkungan yang kurang sesuai untuk kehidupan echinodermata dan penangkapan yang dilakukan secara terus menerus untuk kepentingan komersil maupun penelitian (Putra et.al., 2012). Keanekaragaman dari filum echinodermata ini ternyata juga dipengaruhi lingkungan yang sesuai, seperti pada daerah terumbu karang hubungannya dengan kelas holoturoidea (timun laut). Menurut Fadli et.al., (2013) dengan mengamati persentase penutupan jenis karang, kelimpahan individu teripang dan kondisi perairan, maka dapat dilihat keterkaitannya antara karang, teripang dan kondisi perairan. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mendukung kehidupan teripang, maka diharapkan dapat
membantu
untuk
usaha
pelestarian
dalam
rangka
pemeliharaan
keseimbangan ekosistem laut (karang).
2.3.
Kualitas Lingkungan Perairan Pengamatan kualitas lingkungan perairan merupakan salah satu faktor
yang sangat
penting terhadap kehidupan terumbu karang. Karena kualitas
10
perairan yang baik atau sesuai merupakan salah satu fasilitas yang memungkinkan terumbu karang dapat hidup di wilayah tersebut, tumbuh dan berkembang dengan baik, begitu pula dengan berbagai flora dan fauna yang hidup di dalamnya (Souhoka dan Simon, 2013). Parameter lingkungan perairan yang sesuai dan baik menjadi faktor pendukung sehingga persebaran dan ketersediaan makanan juga merata (Putra et.al., 2012). Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang membawa dampak besar terhadap kesehatan kondisi perairan, menurut Purwanto et.al., (2010) pengaruh pemanasan global pada ekosistem terumbu karang diduga telah menyebabkan sering munculnya pemutihan karang dalam tiga dekade terakhir. Kenaikan suhu lingkungan dari suhu toleransi karang berpengaruh terhadap zooxanthellae di dalam karang karena zooxanthellae sangat sensitif terhadap perubahan parameter lingkungan. Hal serupa disampaikan Tito et.al., (2013) pemutihan karang ini dapat terjadi karena banyak faktor, antara lain perubahan suhu yang signifikan dan perubahan salinitas. Perubahan dan perkembangan karang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kedalaman, suhu perairan, salinitas, sedimentasi dan aspek biologis lain. Kedalaman sangat berhubungan dengan kecerahan perairan. Kedalaman yang tinggi membuat penetrasi cahaya semakin tinggi, faktor ini sangat berhubungan dengan ketersediaan cahaya dan tingkat kecerahan perairan. Sedangkan kecerahan perairan berhubungan dengan kesuburan perairan yaitu berlangsungnya kegiatan fotosintesis oleh plankton yang membutuhkan sinar matahari. Kecerahan yang mencapai kedalaman jauh ke dasar perairan
11
memungkinkan masih berlangsungnya kegiatan fotosintesis oleh plankton sampai ke dasar perairan (Saputra, 2001 dalam Satria et.al., 2014). Berdasarkan aspek fisik, kerusakan terumbu karang dapat terjadi karena beberapa hal, seperti adanya gelombang besar yang memporak-poranda terumbu karang, adanya peningkatan suhu yang menyebabkan bleaching. Kasus El-Nino yang dilaporkan bahwa pada tahun 1982-1983 terjadi kematian hingga 50-99% di di perairan Pasifik Timur. Sedangkan penyebab kematian hewan karang dari aspek kimia adalah adanya polutan dari aktivitas manusia di daratan yang menyebabkan eutrofikasi, sedimentasi, dan masuknya air tawar yang berlebihan dari darat menyebabkan perubahan salinitas dan pH melalui proses run-off (Purnomo dan Mohammad, 2008).
III.
3.1.
MATERI DAN METODE
Materi Materi yang diamati dalam penelitian ini adalah terumbu karang dan filum
Echinodermata yang terdapat pada perairan yang akan diamati, pengamatan dilakukan pada kedalaman 100 cm, 150 cm, dan 200 cm. Adapun bahan dan alat pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian sebagai berikut: 3.1.1. Alat Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian, disajikan pada tabel berikut: Tabel 2. Alat yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut: No
Nama Alat
Kegunaan
1 Roll meter
1 cm
Untuk membatasi area sampling
2 Secchi disc
1 cm
Untuk mengukur kecerahan dan kedalaman
3 Perlengkapan Snorkeling
-
Untuk mempermudah pengamatan
4 Kamera bawah air
-
Untuk mendokumentasikan
5 Refraktometer
%
Untuk mengukur salinitas
6 Termometer
-
Untuk mengukur suhu udara dan air
7 pH paper
-
Untuk mengukur pH air
8 Alat tulis
-
Untuk mencatat data yang diambil
9 Kuadran transek
-
Untuk menghitung bulu babi
-
Untuk menandai garis transek
10 Tali rafia
3.2.
Ketelitian
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
yang memiliki tujuan untuk menggambarkan keadaan suatu objek dalam
12
13
pengamatan. Obyek yang diamati yaitu persentase tutupan karang dan keanekaragaman atau biodiversitas filum echinodermata pada perairan, kemudian dilihat perbandingan antara beda tutupan karang dan hubungannya dengan keanekaragaman dari filum echinodermata tersebut. 3.2.1. Pengambilan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan suatu data yang diperoleh secara langsung dari hasil sampling di lapangan. Data tersebut digunakan peneliti sebagai sumber kajian penelitian untuk memperoleh hasil dan kesimpulan dalam penelitian. 3.2.2. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Lokasi penelitian yang akan diamati pulau Karimun, wilayah perairan yang akan diamati berada di bagian selatan dari pulau karimun. Penentuan lokasi pengamatan akan ditentukan menggunakan GPS (global positioning system) dengan menggunakan metode random sampling. Sementara dalam penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode Stratified Random Sampling, yaitu pengambilan air sampel secara terstratifikasi dengan membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen. Menurut Nurhayati (2008), metode pengambilan sampel acak terstratifikasi adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata kemudian diambil secara acak dari tiap strata tersebut dan dibuat perkiraan untuk mewakili strata tersebut dan dibuat perkiraan untuk mewakili strata yang bersangkutan. Strata yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedalaman.
14
3.2.3. Pendataan Penutupan Karang Pendataan penutupan karang dilakukan dengan metode line intercept transect (LIT) yang merupakan garis sebagai garis batas pengukuran atau pengamatan. Menurut (Putra et.al, 2015), metode line intercept transect (LIT) merupakan
metode
pengamatan
life
form
(bentuk
kehidupan)
dengan
menggunakan alat bantu berupa rol meter, tali rafia dan alat bantu lainnya yang dapat digunakan sebagai garis batas pengukuran sepanjang 100 meter. Pengamatan dilakukan sepanjang garis dengan mengamati ukuran pada rol meter yang telah ditandai dengan tali rafia setiap interval atau jarak 1 meter dan mencatat panjang tutupan substrat dasar perairan. Metode pengambilan data menurut English et.al. (1994) dalam Rosi et.al. (2016), menyatakan prosedur pengamatan pada metode transek garis (LIT) yaitu sebagai berikut: - menarik garis transek sejajar garis pantai sepanjang 50 meter pada kedalaman tertentu yang sudah ditentukan mengikuti kontur atau bentuk dari pertumbuhan karang. - mengukur dan mencatat panjang pada garis transek setiap karang berdasarkan bentuk tumbuh serta mencatat organisme lain yang dilalui garis transek dengan tingkat ketelitian 1 cm. Selanjutnya data tutupan karang yang sudah didapat diolah untuk mendapatkan nilai persentase dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : ni = persentase tutupan karang hidup (%)
15
li = panjang setiap lifeform karang hidup (cm) L = panjang total line transect (cm) Dalam pengamatan life form atau bentuk hidup karang menggunakan kode untuk masing-masing bentuk hidup untuk membantu mempermudah dan efisiensi pengamatan. Berdasarkan sumber Yasser (2012), kode untuk pengamatan life form karang tersaji salam tabel berikut : Tabel 3. Jenis Life Form Karang dan Pengkodean yang Digunakan dalam Penelitian. Kategori/jenis lifeform
Kode
Dead coral
Hard coral Acropora
Non acropora
Dead coral Dead coral with algae
DC DCA
Acropora branching Acropora tabulate Acropora encrusting Acropora submassive Acropora digitate Non-acropora branching Non-acropora encrusting Non-acropora foliose Non-acropora massive Non-acropora submassive Non-acropora mushroom Non-acropora millepora Non-acropora heliopora
ACB ACT ACE ACS ACD CB CE CF CM CS CMR CME CHL
Soft coral Sponge Others
SC SP OT
Sand Rubble Rock Silt
S R RCK SI DDD
Other fauna
Abiotic
Missing data
16
3.2.4. Pendataan Biodiversitas Filum Echinodermata Pengamatan terhadap biodiversitas atau biasa disebut keanekaragaman dari filum echinodermata ini dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara sengaja, dengan asumsi bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi dari lokasi penelitian. Menurut Notoatmodjo (2002), metode purposive sampling yaitu penentuan lokasi dan responden dengan beberapa pertimbangan tertentu oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini penentuan sampling ditentukan kedalamannya agar mempermudah dalam melakukan pengamatan. Pengamatan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
keanekaragaman
echinodermata. Adapula beberapa langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan jarak Penentuan jarak ini diperlukan untuk menentukan batasan dalam
melakukan sebuah penelitian. Jarak yang dimaksud yaitu jarak dari bibir pantai ke lokasi penelitian. Jarak tersebut diukur menggunakan rol meter. 2.
Jumlah Echinodermata Pengamatan filum echinodermata yang paling penting yaitu mengetahui
berapa jumlahnya pada lokasi sampling. Cara menghitung jumlah echinodermata yaitu menggunakan kuadran transek, dimana kuadran transek ini berukuran 1x1m. Kuadran transek diletakkan mengikuti arah dari line transect atau garis transek. Kemudian dihitung berapa echinodermata yang ada di dalam kuadran yang sudah diletakkan. 3.
Menghitung nilai keanekaragaman
17
Nilai atau indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus ShannonWiener (Odum,1993) : H’ = ∑- Pi Ln Pi Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah seluruh individu dari semua jenis Tabel 4. Kisaran Stabilitas Perairan Berdasarkan Indeks Keanekaragaman No.
Kisaran Stabilitas
Keanekaragaman
1.
0
Rendah (tidak stabil)
2.
1
Sedang
3.
H’>2
Tinggi (stabil)
Selain itu juga dihitung nilai indeks keseragaman dan indeks dominasi dengan rumus menurut Odum (1993) dalam Suryanti dan Ruswahyuni (2014), keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yang berarti komposisi individu tiap jenis yang terdapat dalam suatu komunitas. Untuk menghitung keseragaman jenis dapat dihitung menggunakan rumus Evennes :
e= Keterangan : e
= indeks keseragaman
H’
= indeks keanekaragaman
H max = keanekaragaman jenis maksimum (ln S) Kriteria tingkat keseragaman : e < 0,4 = tingkat keseragaman populasi kecil
18
0,4< e < 0,6 = tingkat keseragaman sedang e > 0,6 = tingkat keseragaman populasi besar
Indeks dominasi yang digunakan untuk menghitung dominasi di dalam sistem tersebut, digunakan rumus :
D = (ni/N)2 Keterangan : D = indeks dominansi ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total spesies
3.2.5. Pengukuran Kualitas Perairan Pengukuran terhadap kualitas lingkungan perairan dilakukan sebagai data pendukung dengan mengukur berdasarkan parameter fisika yaitu meliputi suhu air, kedalaman, kecerahan dan kuat arus air, serta pengukuran terhadap parameter kimia yaitu meliputi salinitas perairan dan derajat keasaman atau pH. Hal ini diperlukan guna memberikan gambaran kondisi lingkungan perairan saat penelitian sedang berlangsung. a. Suhu Pengukuran suhu air menggunakan termometer air raksa 1000C, pengukuran suhu dilakukan dengan memasukan termometer air raksa ke dalam perairan, diamkan selama 2-3 menit. Pengukuran suhu dilakukan pada lokasi sesuai dengan tempat pengamatan tutupan karang dan echinodermata. b. Kecerahan
19
Pengukuran kecerahan dengan menggunakan secchi disc dengan cara memasukkan lempengan secchi disc ke dalam perairan dan lihat posisi lempengan gelap dan remang-remang, setelah itu dimasukkan ke dalam rumus K1+K2/2. c. Kedalaman Pengukuran kedalaman menggunakan secchi disc dengan cara memasukkan kayu secchi disc lalu lihat skala yang tercantum. Kedalaman sangat penting dilakukan, karena kedalaman mempengaruhi tingkat tutupan karang dan keanekaragaman biota di dalamnya. d. Salinitas Pengukuran salinitas dengan menggunakan refraktometer, dengan cara memipetkan 1-2 tetes air sampel ke prisma refraktometer dan lihat skala yang pada eye piece. Sebelum digunakan pastikan refraktometer sudah dikalibrasi dengan akuades. e. pH Pengukuran pH digunakan pH paper dengan cara mencelupkan pH paper pada air sampel setelah itu lihat perubahan warna yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Naional Karimunjawa. 2004. Penataan Zonasi taman Nasional karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Budiman, C C., Pience V M, Marnix L D L, dan Deidy Y K. 2014. Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal MIPA Universitas Sam Ratulangi. Volume 3, nomor 2. Fadli, M., Suryanti, dan Ruswahyuni. 2013. Kelimpahan Jenis Teripang (Holothuroidea) Di Rataan Terumbu Karang Dan Lereng Terumbu Karang Pantai Pancuran Belakang Pulau Karimunjawa Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares. Volume 2, nomor 3. Mandagi, A., Luther L, dan Altien R. 2015. Identifikasi Tingkat Kesehatan Karang Berdasarkan Coral Health Chart Menggunakan Pengelolaan Citra Digital Dan Metode Kuadrat Terkecil. JdC, Volume 4, nomor 1. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta, 208hal. Nurhayati. 2008. Studi Perbandingan Metode Sampling Antara Simple Random Dengan Stratified Random. Jurnal Basis Data, ICT Research Center UNAS. Volume 2, nomor 1. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga .Gajah mada University Press. Jogjakarta. H. Purnomo, P W dan Mohammad M. 2008. Kondisi Terumbu Karang Di Kepulauan Seribu Dalam Kaitannya Deangan Gradasi Kualitas Perairan. Jurnal Penelitian Perikanan. Volume 11, nomor 2. Purwanto, R F., Galang S P, Ambariyanto, dan Diah P W. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Zooxanthellae Pada Karang Pocillopora damicornis dan Acropora aspera. Seminar Nasional Perikanan. Universitas Diponegoro. Putra, A G., Ruswahyuni, dan Niniek W. 2015. Hubungan Kelimpahan Ikan Dan Tutupan Karang Lunak Dengan Kedalaman Yang Berbeda Di Pulau Menjangan Kecil Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Journal Of Maquares Management Of Aquatic Resources. Volume 4, nomor 2. Putra F E., Arief P, dan Falmi Y. 2012. Keanekaragaman Echinodermata Di Perairan Litoral Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Faculty of Marine Sciences and Fisheries. University of Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang. 20
21
Rivanna C R dan Siti M. 2013. Potensi Phyllum Echinodermata di Pantai Pailus Jepara Sebagai Sumber Bahan Pangan. Pendidikan Biologi IKIP PGRI Seamarang. Romimohtarto, K. Dan Sri J. 2009. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta. Djambatan. Rosi, F., Insafitri, dan Makhfud E. 2016. Persentase Tutupan Dan Tipe Lifeform Terumbu Karang Di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang. Prosidig Seminar Nasional Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura. Satria, G G A., Bambang S, dan Frida P. 2014. Kelimpahan Jenis Teripang Di Perairan Terbuka Dan Perairan Tertutup Pulau Panjang Jepara, Jawa Tengah. Diponegoro Journal Of maquares Management Of Aquatic Resources. Volume 3, nomor 1. Souhoka, J dan Simon I P. 2013. Pemantauan Kondisi Hidrologis Dalam Kaitannya Dengan Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Volume 1, nomor 3. Sulardiono, B. dan Boedi H. 2014. Analisis Densitas Teripang (Holothurians) Berdasarkan Tutupan karang Di Perairan Karimunjawa, Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan. Volume 10, nomor 1. Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) Pada Ekosistem Karang Dan Lamun Di Pancuran Belakang, karimunjawa Jepara. Journal of Fisheries Science And Technology. Volume 10, nomor 1. Tito, C K., Eghbert E A, Nuryani W, Iis T. 2013. Kondisi pH Dan Suhu Air Laut Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Nusa Penida dan Pemuteran, Bali. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik. Balai Penelitian dan Observasi Laut, Perancak-Bali. Triana, R., Dewi E, dan Indra B R. 2015. Identifikasi Echinodermata di Selatan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Volume 1, nomor 3. Widyatmoko, B T., Frida P, dan Agung S. 2012. Kepedulian Masyarakat Dan Efektivitas Kampanye Zona Inti Di Taman Nasional Karimunjawa. Journal of Management of Aquatic Resources. Volume 1, nomor 1. Yasser MF, Muhammad. 2012. Gambaran Sebaran Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Kecamatan Sangkulirang Dan Sandaran Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Volume 18, nomor 2.