HUBUNGAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DENGAN KELIMPAHAN ASTEROIDEA DI PULAU MENJANGAN KECIL KARIMUNJAWA JEPARA PROPOSAL PENELITIAN
Oleh : Himawan Bagus Saputra 26010113140063
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
Scanned by CamScanner
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal penelitian dengan judul “Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Asteroidea di Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa Jepara”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Suryanti, M.Pi. selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 2. Churun Ain, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing anggota atas bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 3. Semua pihak yang selalu mendukung dan membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih kurang sempurna. Karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan penulisan laporan ini sangat penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat.
Semarang, April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
DAFTAR ISI .................................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Pendekatan Masalah ....................................................................... 1.3. Tujuan ............................................................................................ 1.4. Manfaat ........................................................................................... 1.5. Waktu dan Tempat .........................................................................
1 1 5 8 8 8
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1. Bintang Laut (Asteroidea) .............................................................. 2.1.1. Anatomi Bintang Laut (Asteroidea) .................................... 2.1.2.Habitat dan Adaptasi Bintang Laut (Asteroidea) .................. 2.2. Kelimpahan ..................................................................................... 2.2.1. Kelimpahan Relatif ............................................................. 2.2.2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman ............ 2.3. Sedimen Pantai ............................................................................... 2.4. Bahan Organik................................................................................... III. MATERI DAN METODE .................................................................... 3.1. Materi ............................................................................................. 3.1.1. Alat dan Bahan ............................................................... 3.2. Metode ........................................................................................... 3.2.1. Penentuan Lokasi Pengambilan sampel ......................... 3.2.2. Teknik Sampling ............................................................ 3.2.3. Identifikasi Spesies ......................................................... 3.2.4. Analisis Bahan Organik Sedimen ................................... 3.3. Analisi Data ................................................................................... 3.3.1. Indeks Keanekaragaman ................................................. 3.3.2. Indeks Keseragaman ....................................................... 3.3.3. Kelimpahan Relatif ......................................................... 3.3.4. Pola Sebaran ................................................................... 3.3.5. Analisis Korelasi Linier Sederhana ................................
9 9 10 11 13 13 13 15 16 17 17 17 18 18 18 19 20 21 21 22 23 23 24
II.
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
ix
25
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan laut.
Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk. Komponen hayati dan nir-hayati secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem, yang dikenal dengan ekosistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Ngangi 2003 dalam Permadi et al., 2015). . Zona intertidal merupakan zona antara zona supralitoral dan zona infralitoral. Menurut (Campbell dalam Leiwakabessy, 1999 dalam Sriyanti dan A. Salmanu, 2014) membagi zona intertidal menjadi 3 bagian yaitu: 1) zona intertidal atas (upper intertidal zone), 2) zona intertidal tengah (middle intertidal zone), dan 3) zona intertidal bawah (lower intertidal zone). Ketiga zona intertidal ini memiliki karakteristik lingkungan yang berbedabeda. Penyebaran tumbuhan lamun pada ketiga zona intertidal ini pun berbeda-beda. Daerah intertidal merupakan daerah yang paling sempit namun memiliki keragaman dan kelimpahan organisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan habitathabitat laut lainnya.Kelompok organisme intertidal umumnya terdiri dari lamun (sea grass), rumput laut (seaweed), komunitas karang (coral community), dan biota yang berasosiasi dengan karang dan lamun. Keragaman dan sebaran
2
organisme sangat berkaitan dengan keragaman karakteristik habitat dan sangat dipengaruhi oleh ketergenangan air laut. Keragaman habitat akan menentukan komunitas dan biota yang berasosiasi dengan sistem ekologi di daerah pasang surut. Kepulauan Karimunjawa secara administratif masuk ke dalam wilayah kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang memilikikawasan ekosistem asli. Kepulauan Karimunjawa terletak di sebelah Timur Laut kota Semarang tepatnya pada posisi 500 40’39’’ - 50 55’ 00’’ LS dan 1100 05’ 57’’ – 1100 31’ 15’’ BT. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999 dinyatakan bahwa kawasan Cagar Alam Karimunjawa dan sekitarnya yang terletak di Kabupaten Dati II Jepara Propinsi Dati I Jawa Tengah. Kepulauan Karimunjawa termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, terdiri dari tiga desa yaitu Desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Luas wilayah daratan dan perairan Taman Nasional Karimunjawa adalah 111.625 hektar, berupa gugusan pulau sebanyak 22 buah. Dari 22 pulau tersebut terdapat empat pulau berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Taman nasional ini dikelola dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam di kepulauan Karimunjawa yang telah ada yaitu kegiatan konservasi, kegiatan penangkapan ikan, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, wisata laut, transportasi laut, dan pemanfaatan lahan (pulau) untuk pembangunan penginapan resort, cottage, hotel (Yusuf, 2013). Pada umumnya
3
tipe dasar perairan di Kepulauan Karimunjawa mulai dari tepi pulau adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan lumpur berpasir ( BTNKJ, 2004 ). Pulau Menjangan Kecil terletak di sebelah selatan Pulau Karimunjawa. Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu tujuan wisata laut yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan pasir putihnya, termasuk kekayaan jenis biota yang terdapat di perairan menjangan kecil. Pulau menjangan kecil memiliki dua wilayah yaitu: wilayah darat merupakan dataran rendah yang memiliki tingkat kelerengan tergolong datar agak miring dengan derajat kelerengan 0 – 5 % dan wilayah perairan yang merupakan slope sangat miring dengan derajat kelerengan 5 – 12 %. Slope ini ditempati oleh terumbu karang dengan kedalaman 0 – 25 m. terumbu karang pada beberapa sisi pulau dapat tumbuh dengan baik. Morfologi pantai pada Pulau Menjangan Kecil masuk dalam jenis pantai berterumbu karang. Pantai jenis ini terbentuk karena aktivitas binatang karang dan jasad renik lainya. Biasanya di pantai yang tipenya berterumbu karang memiliki kondisi yang mendukung hidupnya binatang yang berasosiasi dengan karang dengan ciri – ciri perairanya jernih, suhu tidak lebih dari 180C kadar garam antara 27 – 38 ppt. Banyaknya
terumbu
karang
mempengaruhi
kualitas
air
dan
keanekaragaman biota karang. Hewan yang berasosiasi dengan terumbu karang yaitu ikan karang dan Echinodermata. Echinodermata merupakan hewan invertebrata yang memiliki duri pada permukaan kulitnya. Filum Echinodermata
4
terdiri atas 5 kelas, yaitu Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidea (bintang mengular), Echinoidea (bulu babi), Holothuroidea (timun laut), dan Crinoidea (lili laut). Masing-masing dari kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut. Ophiuroidea (bintang mengular) dan Asteroidea (bintang laut) (Triana et al., 2015). Asteroidea atau bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata. Hewan ini umumnya berbentuk menjari dan mempunyai skeleton eksternal yang disusun oleh lempengan-lempengan (plates). Lempengan-lempengan skeleton ini dibentuk dari bahan kristal kalsit, yang menyebabkan tubuh bintang laut kaku dan keras saat kering (Brusca & Brusca 1990 dalam Ramadhan, 2008). Di Indonesia diperkirakan ada 64 jenis bintang laut. Hewan - hewan ini umumnya ditemukan pada daerah berpasir seperti anggota Astropecten, daerah padang lamun seperti anggota Protoreaster dan daerah berkarang atau terumbu karang seperti jenis Acanthaster planci yang dikenal sebagai pemangsa polip koral. Seringkali bintang laut ditemukan mempunyai lima lengan, kadang juga terlihat hanya empat bahkan enam lengan. Jika salah satu lengan terputus maka lengan baru akan terbentuk dengan segera karena adanya daya regenerasi hewan ini. Secara umum, hewan ini mempunyai badan relatif tipis. Jika pada bagian dorsal ditemukan madreporit dan anus maka pada ventral ditemukan mulut serta kaki tabung (kaki ambulakral) pada setiap lengannya. Madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin (Fitriana, 2010). Beberapa jenis bintang laut menyukai dasar berlumpur, ini berkaitan dengan kebiasaan makannya sebagai
5
pemakan endapan (deposit feeder). Anggota yang lain menyukai perairan yang bersih dan jernih. Pada ekosistem pantai, Kandungan bahan organik yang terdapat pada sedimen berpengaruh terhadap persebaran Bintang Laut yang memiliki kebiasaan makannya sebagai pemakan endapan (deposit feeder). Bahan organik merupakan sumber nutrient yang penting, yang sangat dibutuhkan oleh organisme laut. Melalui proses dekomposisi oleh organisme pengurai, bahan organik di perairan akan dirombak untuk menjadi bahan anorganik sebagai nutrien penting di perairan. Selanjutnya nutrient tersebut akan dipergunakan dalam proses produksi oleh produsen perairan dan sangat menentukan produktivitas primer di perairan tersebut. Suplai bahan organik selain dari daratan juga merupakan hasil metabolisme organisme laut. Proses produksi fitoplankton, rumput laut atau organisme laut lainnya merupakan sumber bahan organik utama di perairan (Hutomo dan Azkab, 1987 ; Fortes, 1990 dalam Riniatsih, 2015). 1.2.
Pendekatan Masalah Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu bagian dari Kepuluan
Karimunjawa Jepara. Pulau Menjangan Kecil memiliki luas sekitar 43,025 hektar dan berpenghuni. Pulau Menjangan Kecil merupakan dataran rendah yang mempunyai jenis tanah alluvial pantai. kondisi perairan yang masih terjaga menyebabkan masih banyak biota yang bisa kita jumpai di sini. Salah satu yang akan kita amati adalah Bintang Laut (Asteroidea). Kelimpahan Bintang Laut (Asteroidea) dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Reklamasi pantai yang banya dilakukan saat ini terutama pada beberapa pulau berpenghuni di Kepulauan Karimunjawa sangat mengancam kelangsungan hidup
6
Bintang Laut (Asteroidea). Perubahan fungsi lahan akan mengakibatkan hilangnya habitat yang semula mendukung keberadaan Bintang Laut (Asteroidea) telah berfungsi sebagai dermaga dan resort. Keberadaan dari Asteroidea penting sebagai hewan yang berasosiasi dengan terumbu karang, pembersih pantai dari material organik sehingga merupakan salah satu bioindikator laut yang masih bersih. Mempunyai kebiasaan makannya pemakan endapan (deposit feeder) dan oral dari Asteroidea berada di bawah, hewan ini sangat bergantung pada sedimen. Sehingga, selain dari pengaruh faktor manusia, faktor alam yang sangat berpengaruh juga adalah keberadaan bahan organik yang terkandung di dalam sedimen. Sedimen juga sering dikaitkan dengan habitat bagi biota yang juga memiliki peranan sebagai bio-indikator dalam suatu perairan. Tinggi rendahnya kelimpahan Asteroidea dapat menunjukkan tingkat kesuburan pada suatu perairan. Adapun pendekatan masalah dapat dilihat dari Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah.
7
Pulau Menjangan Kecil
Lingkungan Perairan
Sedimen
Bahan Organik
Kecepatan Arus
pH
Salinitas
Suhu
Kecerahan
Kedalaman
I N P U T
Kelimpahan Asteroidea
P R O S E S Analisis data
Hasil
UMPAN BALIK Kesimpulan
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
O U T P U T
8
1.3.
Tujuan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1. Mengetahui pengaruh bahan organik sedimen terhadap kelimpahan Asteroidea di perairan Pulau Menjangan Kecil. 2. Mengetahui hubungan kelimpahan Asteroidea dengan jenis bahan organik yang terkandung dalam sedimen.
1.4.
Manfaat Manfaat dari kegiatan penelitian yang berjudul “Hubungan Kandungan
Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Asteroidea di Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa Jepara” ini adalah mengetahui pola persebaran dari pada Sand dolar yang di pengaruhi oleh substrat dan jenis bahan organik yang terkandung di dalam substrat. Selain itu juga sebagai pertimbangan penting dalam pengelolaan lingkungan perairan yang berkelanjutan, serta menjadikan bahan informasi untuk proses kegiatan ilmiah selanjutnya.
1.5. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017, di Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa, Jawa Tengah. Pengamatan
kelimpahan
Asteroidea dilakukan di lapangan secara langsung, sedangkan pengamatan mengenai bahan organik sedimen dilakukan di Laboratorium Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Semarang
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bintang Laut (Asteroidea) Bintang Laut merupakan hewan yang termasuk dalam kelas Asteroidea
filum Echinodermata. Hewan yang berasosiasi dengan karang ini memiliki empat sampai enam lengan. Bintang laut mempunyai bentuk seperti bintang pentamerous, kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan. Beberapa spesies mempunyai tangan kelipatan 5. Diameter rata-rata antara 10-20 cm, terkecil 1 cm, dan terbesar 100 cm. Mulut terletak di pusat pisin (central disk). Seluruh permukaan pisin pusat dan tangan bagian bawah disebut oral, sedangkan bagian bawah disebut aboral. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada tiap ujung tangan terdapat tentakel dengan bintik pigmen merah. Anus terdapat di tengah pisin aboral, dimana juga terdapat madreporit (Suwignyo et al., 2005 dalam Juariah 2014). Jenis-jenis Echinodermata termasuk Kelas Asteroidea dapat bersifat pemakan seston atau pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata (Katili, 2011). Bintang laut memiliki peranan pada ekosistem terumbu karang, oral berada di bawah berfungsi juga pembersih pantai dari material organik. sehingga merupakan salah satu bioindikator laut yang masih bersih. Terdapat spesies bintang laut tertentu yang dapat merugikan ekosistem terumbu karang. Spesies tertentu ini merupakan predator bagi pertumbuhan terumbu karang, sehingga menjadi masalah yang besar bagi pengelolaaan
10
ekosistem karang. Akan tetapi hanya spesies tertentu yang merugikan ekosistem Meskipun bintang laut memiliki lima lengan yang paling banyak kita ketahui, namun tidak semua dari biota ini yang memiliki lima lengan. Ada beberapa jenis yang memiliki lebih dari lima lengan. Daya berregenerasi yang tinggi di manfaatkan untuk menghindari apabila bintang laut terancam oleh predator, dengan sengaja memutuskan lengannya seperti halnya cicak yang memutuskan ekornya (mimikri). Jika salah satu lengan terputus maka lengan baru akan terbentuk dengan segera karena adanya daya regenerasi (Fitriana, 2010).
Adapun klasifikasi Bintang laut (Asteroidea) menurut Gosner (1971) dalam Juariah (2014) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum
: Echinodermata
Class
: Stelleroidea
Subclass : Asteroidaea Ordo
: Forcipulatida
Family
: Asteriidae
Genus
: Asterias
2.1.1. Anatomi Bintang Laut (Asteroidea) Bintang laut (Asteroidea) memiliki rongga tubuh yang berada di tengah tengah kelima lenganya dan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang jelas. Oksigen diambil ke dalam cairan rongga tubuh tubuh bintang laut dan CO2 dibuang melalui dorongan keluar dari dinding tubuh yang dikenal sebagai papula
11
atau insang kulit. Sifat pembuluh air pada bintang laut sangat spesifik. Air masuk kedalam saluran batu melalui madreporit menuju saluran cincin. Selanjutnya air masuk kedalam saluran meruji menuju ke masing-masing lengan di atas alur ambulakral. Air kemudian masuk ke saluran lateral menuju kaki tabung. Anatomi dari kelas Asteroidea setiap spesimen berbeda – beda. Perbedaan yang sangat menonjol yaitu terlihat dari jumlah madreporit dan ukuran lengan. Tidak hanya madreporit dan ukuran lengan di spesimen lain perbedaan yang menonjol dari spesimen yang lain yaitu keberadaan tuberkula terbatas di bagian distal (Puspitasari et al., 2012).
2.1.2. Habitat dan Adaptasi Bintang Laut (Asteroidea) Distribusi suatu organisme perairan dapat di pengaruhi oleh perpindahan suatu organismee dari suatu tempat ke tempat lain (migrasi) yang memungkinkan dipengaruhi oleh adanya faktor seperti suhu,daratan,bentuk dasar laut,dan arah arus. Komponen tersebut akan berpengaruh terhadap distribusi suatu spesies sehingga akan mempengaruhi kelimpahannya di suatu perairan. Bintang laut Sebagian besar terdapat ditemukan di daerah tropis Indo Pasifik. Banyaknya Terumbu karang menjadi faktor kelimpahan bintang laut di daerah Indo Pasifik. Seringkali biota ini di ketemukan di dekat terumbu karang atau berasosiasi dengan terumbu karang dan terumbu karang merupakan sumber makanan dari bintang laut. Menurut Lariman (2010) dalam Djibran et al., (2014) salah satu spesies asteroidea ditemukan bersama dan berlimpah pada permukaan yang keras, berbatu, berpasir, atau di dasar yang lunak. Spesies yang lain ditemukan berada di dasar laut yang berbatu. Spesies Asteroidea umumnya soliter
12
tetapi pada kondisi ekologi tertentu bintang laut menghindari sinar matahari langsung atau pengeringan yang berlebihan, beberapa individu berkumpul pada tempat yang sama demi pertahanan. Asteroidea bergerak merayap di atas dasar substrat dengan kecepatan yang agak lambat. Habitat dari bintang laut membentang dari zona intertidal, yaitu pantai yang terkena udara saat air surut dan zona abyssal yang berada di bawah air selama pasang. Tidak hanya di zoana intertidal dan zona abyssal, bintang laut sering diketemukan di lubang – lubang kecil. Semua filum Echinodermata memiliki peran dalam ekosistem laut baik ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Bintang laut disebut sebagai kunci ekologi yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. (Raghunathan dan Venkataraman 2012 dalam Triana et al., 2015). Pasir merupakan habitat dari biota yang memiliki kebiasaan makanya pemakan endapan (deposit feeder). Bahan organik yang terdapat dalam substrat pasir pada ekosistem lamun kandungannya sangat tinggi. Tidak jarang kita temukan bintang laut terdapat pada ekosistem lamun. Menurut (Ingmanson and Wallace, 1989 dalam Hermanto dan K. Manengkey, 2010) Dasar laut merupakan daerah yang luas dan pada daerah ini mengandung bahan organik. Milyaran mikroorganisme berada dan hidup pada permukaan dasar laut, di sini mereka berkembang, melaku-kan reproduksi, sampai akhirnya mati. Mikrooganisme yang mati akan terdekomposisi menjadi endapan. Bintang laut mencari makanan menggunakan sistem amburakral, saluran yang digunakan untuk bergerak dan bernafas. Air yang masuk dari madreporit akan masuk ke saluran – saluran dari sistem amburakral dan akan di dorong keluar oleh kaki tabung.
13
2.2.
Kelimpahan Kelimpahan organisme adalah jumlah individu pada suatu area. Cara
menghitung kelimpahan yang paling akurat adalah dengan cara menghitung setiap individu pada area tersebut. Menurut Anggoro (1984) dalam Asmoro et al., (2016) Kelimpahan organisme di dalam perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan volume atau umumnya dinyatakan sebagai individu per liter. Sedangkan kelimpahannya dapat diketahui melalui analisis densitas, dimana densitas tersebut data diartikan sebagai jumlah individu persatuan area. Kelimpahan suatu biota dipengaruhi oleh natalitas, mortalitas, kompetisi, predasi, kualitas air, ketersedian pakan di habitat, dan kegiatan manusia. Oragnisme yang memiliki pertumbuhan dan reproduksi yang tinggi akan membahayakan ekosistem sekitar. Kelimpahan organisme secara berlebihan akan menjadikan ekosistem tidak seimbang (Napitupulu et al., 2013). 2.2.1. Kelimpahan Relatif Kelimpahan relatif adalah persentase dari jumlah individu suatu spesies terhadap jumlah total individu yang terdapat di daerah tertentu. Kelimpahan relatif dan kelimpahan jenis dapat dipakai untuk mengestimasikan kualitas perairan karena adanya ketidakseimbangan lingkungan fisika, kimia, dan biologi akan mempengaruhi kelimpahan organisme (Odum, 1993). 2.2.2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Keanekaragaman
jenis
merupakan
karakteristik
tingkatan
dalam
komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies
14
dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Menurut Soegianto (1994) dalam Katili (2011) karagaman jenis adalah sebagai suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya. Hal ini dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas memiliki keanekaragaman tinggi jika disusun oleh banyak spesies dengan keme-limpahan spesies yang sama dan jika komunitas disusun oleh spesies yang rendah dan terdapat sedikit spesies dominan, Menurut Odum (1971) dalam Aziz et al., (2015), mengelompokkan tinggi rendahnya keanekaragaman berdasrkan nilai indeks keanekaragaman (H’) sebagai berikut : H’> 3,0
menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
H’ 1,6 - 3,0
menunjukkan keanekaragaman tinggi
H’ 1,0 – 1,5
menunjukkan keanekaragaman sedang
H’ < 1 menunjukkan keanekaragaman rendah Nilai indeks keanekaragaman dipengaruhi oleh kelimpahan setiap spesies. Keseragaman besar berarti kelimpahan setiap spesies relatif seimbang. Semakin kecil nilai indeks keseragaman berarti ada kecenderungan suatu komunitas didominasi oleh spesies tertentu. Untuk mengetahui keseragaman (e) jenis dalam suatu perairan dapat diketahui dari indeks keseragaman. e < 0,4
: Keseragaman populasi kecil
0,4 < e < 0,6 : Keseragaman populasi sedang e > 0,6
: Keseragaman populasi tinggi
15
2.3.
Sedimen Pantai Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan material batuan yang telah
diangkut oleh tenaga air atau angin. Pada saat pengikisan terjadi, air membawa batuan mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai di laut. Pada saat kekuatan pengangkutannya berkurang atau habis, batuan diendapkan di daerah aliran air. Karena itu pengendapan ini bisa terjadi di sungai, danau, dan di laut. Batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser (es yang mengalir secara lambat). Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. Di padang pasir misalnya, timbunan pasir yang luas dapat dihembuskan angin dan berpindah ke tempat lain. Sedangkan gletser, walaupun lambat gerakannya, tetapi memiliki daya angkut besar (Anwas, 1994 dalam Khatib et al., 2013). Sedimen adalah material bahan padat, berasal dari batuan yang mengalami proses pelapukan, peluluhan (disintegration), pengangkutan oleh air, angin dan gaya gravitasi, serta pengendapan atau terkumpul oleh proses atau agen alam sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi (Bates dan Jackson, 1987 dalam Vijaya et al.,2010). Pecahan mineral, atau material organik yang ditransfortasikan dari berbagai sumber dan diendapkan merupakan proses terbentuknya sedimen. Menurut Korwa et al., (2013) ada dua macam transpor sedimen di pantai yaitu transport sepanjang pantai (longshore transport) dan transport tegak lurus pantai (onshoreoffshore
16
transport). Transpor sedimen di pantai dapat juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia sebagai agen geomorfik.
2.4.
Bahan Organik Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik
di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan menjadi faktor kualitas perairan pada suatu lingkungan. Bahan organik dalam jumlah tertentu akan berguna bagi perairan, tetapi apabila jumlah yang masuk melebihi daya dukung perairan maka akan mengganggu perairan itu sendiri. Gangguan tersebut berupa pendangkalan dan penurunan mutu air (Odum, 1997 dalam Sari et al., 2014). Menurut Hawari et al., (2005) bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota laut yang pada umumnya terdapat pada substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap bahan organik sangat besar. Oleh sebab itu, keberadaan bahan organik penting artinya bagi kehidupan organisme benthos diperairan. Benthos dapat dijadikan sebagai indikator perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keseimbangan perairan. tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organisme-organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi (Zulkifli et al., 2009 dalam Perdana et al., 2013).
17
III. MATERI DAN METODE
3.1.
Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bintang laut
(Asteroidea) dan bahan organik sedimen pasir yang diambil di Pulau Menjangan Kecil Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara. 3.1.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian No. Nama alat Ketelitian atau ukuran
Kegunaan
1.
Furnace
-
Untuk memanaskan sedimen
2.
Crusible
-
Untuk tempat sedimen uji
3.
pH meter
-
4.
Termommeter
1°C
5.
Currentmeter
1 cm
6.
Refraktometer
1‰
Untuk mengukur derajat keasaman Untuk mengukur suhu udara dan suhu air Untuk mengukur kecepatan arus Untuk mengukur salinitas air
7.
Stopwatch
1s
8.
Tongkat berskala
9.
Paralon
-
Untuk mengambil sedimen
10.
Sekop
-
11.
Desikator
-
12.
Formalin
-
13.
Botol sampel
-
Untuk menutup sedimen saat pengambilan Untuk mendinginkan crucible setelah dipanaskan Untuk mengawetkan biota sampel Untuk menempatkan biota
1 cm
Untuk mengukur waktu saat menghitung arus Untuk mengukur kedalaman
18
3.2.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
dimana metode yang digunakan akan dapat mendeskripsikan keadaan lokasi tersebut. Menurut Notoatmodjo (2002) dalam Aziz et al., (2015) dalam metode deskriptif, penelitian tidak dilakukan pada seluruh objek yang dikaji, tetapi hanya mengambil dari populasi (sampel). Metode deskriptif, merupakan penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran suatu keadaan secara objektif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian dengan pendekatan survei, yaitu yang dilakukan berdasarkan data yang dipelajari dari data sampel yang diambil dari populasi, sehingga ditemukan kejadian – kejadian relatif, distributif, dan hubungan – hubungan antar variabel Sugiyono (2001) dalam Sofiana et al., (2016). 3.2.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Penentuan lokasi pengambilan sampel
harus memperhatikan kondisi
lingkungan, yang bisa dilakukan dengan cara observasi lapangan di Pulau Menjangan Kecil Taman Nasional Karimunjawa. Penentuan lokasi dilakukan dengan memilih tempat yang akan dijadikan objek penelitian. 3.2.2 Teknik Sampling A. Metode Pengamatan Bintang Laut (Asteroidea) Pengambilan data dilakukan dengan metode random sampling. Random sampling / probability sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah
19
25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. B. Pengukuran Parameter Lingkungan Selain kelimpahan bintang laut (Asteroidea) pada setiap meternya yang pengamatan, beberapa faktor kimia seperti pH dan salinitas serta faktor fisika seperti suhu dan arus juga perlu dilakukan pengukuran untuk mendukung data yang kita dapatkan. Parameter lingkungan seperti salinitas, suhu, kedalaman, dan pH diukur langsung dilokasi penelitian (in situ). Pengukuran dilakukan sebelum pengambilan biota dan sedimen. Uji bahan organik pada sedimen, air, dan identifikasi biota dilakukan di laboratorium. C. Metode Pengambilan Sampel Bahan Organik Sedimen Selain mengamati kelimpahan bintang laut (Asteroidea) yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sedimen laut dengan persebaran bintang laut (Asterooidea). Sehingga, dalam sampling yang dilakukan juga mengambil sampel sedimen laut di setiap titik dari setiap stasiun, dengan metode pengambilan secara random sampling. Pengambilan sampel sedimen menggunakan alat sederhana yang terbuat dari paralon dan cetok pasir. Sedimen yang diambil, dimasukkan ke dalam tempat lain guna dilakukan pengamatan kandungan bahan organik sedimen di laboratorium. 3.2.3
Identifikasi Spesies Identifikasi spesies yang ditemukan di Pulau Menjangan Kecil
Karimunjawa dilakukan dengan menggunakan metode cek list. Metode cek list adalah metode yang digunakan untuk identifikasi spesies dengan mencocokkan
20
gambar yang sudah ada beserta keterangannya. Berikut hal-hal yang diamati pada bintang laut Menurut Puspitasari et al., (2012) :
Terdapatnya duri inferomarginal dan jumlah duri inferomarginal
Jumlah madreporit yang terletak pada sisi aboral dan panjang lengan
Keberadaan tuberkula terbatas dibagian distal, lempeng abactinal atau terdapat di sepanjang lengan.
Lengan tidak berkembang, Pedicellaria berbentuk seperti granula di sisi dorsal dan ventral
Jumlah lengan yang dimiliki.
3.2.4 Analisis Bahan Organik Sedimen Sample sedimen untuk mengukur kandungan bahan organik didapatkan dengan menggunakan cetok semen atau menggunkan alat pipa paralon yang sudah termodifikasi. Sample yang didapatkan di letakkan dalam wadah kemudian diukur kandungan bahan oraganik di laboratorium. Analisis bahan organik seddimen ini menggunakan metode pengukuran dari (Delgado et al., 1991 dalam Hermanto dan K. Manengkey, 2010) dengan tahapan sebagai berikut : 1. Sampel dimasukkan ke dalam cawan ke-ramik dengan berat 20 gram setiap cawan; 2. Mengeringkan sampel pada oven pengering selama 10 jam dengan suhu
900C, selanjutnya
dilakukan penimbangan (mengawali
pelaksanaan penimbangan sampel terlebih dahulu didinginkan dalam dessicator serta mencatat hasilnya (berat awal);
21
3. Sampel dimasukkan dalam oven pemba-kar selama 5 jam pada suhu 5000C selanjutnya di-dinginkan dalam dessicator, kemudian dilakukan penimbangan untuk menda-patkan berat akhir (setelah pemba-karan). 4. Menimbang sampel setelah berat abu sedimen konstan. Perbedaan berat awal sampel sedimen dan berat abu sedimen merupakan kadar bahan organik. Perhitungan menggunaka rumus : LI = Wo-Wt x 100 % Wo Keterangan :
3.3
LI
: Loss in Ignition atau bahan organik (%)
Wo
: Berat awal (gr)
Wt
: Berat akhir (gr)
Analisis Data
3.3.1. Indeks Keanekaragaman Menurut Fachrul (2007) dalam Riswandha et al., (2015) menjelaskan bahawa indeks keanekaragaman berguna dalam mempelajari gangguan faktor-faktor lingkungan (abiotik) terhadap suatu komunitas, atau untuk mengetahui suksesi atau stabilitas suatu komunitas. Tujuan utama teori informasi Shannon-Wienner adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem. Adapun persamaan Indeks Shannon – Wiener adalah sebagai berikut:
22
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner Pi = ni/N ni = Jumlah individu dari suatu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Indeks keanekaragaman (H’) terdiri dari beberapa kriteria, yaitu : H’ > 3,0
= menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
H’ 1,6 - 3,0
= menunjukkan keanekaragaman tinggi
H’ 1,0 - 1,5
= menunjukkan keanekaragaman sedang
H’ < 1
= menunjukkan keanekaragaman rendah
3.3.2. Indeks Keseragaman Menurut Odum (1993) dalam Riswandha et al., (2015) indeks keseragaman adalah indeks yang menggambarkan ukuran jumlah individu antara spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata penyebaran individu antar spesies, maka keseimbangan fungsi ekosistem semakin mantap. Adapun persamaan Indeks Keseragaman Jenis adalah sebagai berikut:
H’ . H max
E=
Keterangan : E
= Indeks Kemerataan
H max = ln s (s adalah jumlah genera) H’
= Indeks keanekaragama
Indeks keseragaman terdiri dari beberapa kriteria, yaitu : e < 0,4
= keseragaman populasi kecil
23
0,4 < e < 0,6
= keseragaman populasi sedang
e > 0,6
= keseragaman populasi tinggi
3.3.3. Kelimpahan Relatif Untuk menentukan jumlah individu suatu spesies bintang laut terhadap jumlah total individu digunakan Kelimpahan Relatif (KR) (Odum, 1971 dalam Asmoro et al., 2016): KR = Pi x 100% Keterangan : KR : Kelimpahan relatif Pi : Peluang spesies i dari total individu
3.3.4. Pola Sebaran Analisa data untuk menghitung pola sebaran bintang laut (Asteroidea) pada kedalaman dan jarak pantai, dapat diketahui dengan melihat besarnya nilai mean (nilai rata-rata) dan nilai varian (standart error) (Odum, 1971 dalam Asmoro 2016). Untuk mencari besarnya nilai varian digunakan rumus : Untuk mencari nilai mean (m) digunakan rumus: dimana: v = varian n = jumlah individu m = mean N = jumlah seluruh sampel Menurut Odum (1971) dalam Asmoro (2016), pola sebaran individuindividu organisme di alam dibagi menjadi tiga bagian pola dasar yaitu random
24
(acak), uniform (seragam), dan clumped (mengelompok) hasilnya akan mempunyai arti yaitu apabila: v = m berarti distribusinya random (acak) v > m berarti distribusinya clumped (mengelompok) v < m berarti distribusinya uniform (seragam) 3.3.5. Analisis Korelasi Linier Sederhana Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ketentuan nilai r berkisar dari harga (-1≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya bahwa korelasinya negatif sempurna (menyatakan arah hubungan antara X dan Y adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 artinya tidak ada korelasi, r = 1 berarti bahwa korelasinya positif sempurna sempurna , menyatakan arah hubungan antara X dan Y adalah positif dan sangat kuat ( Hasanah, 2013 ). Variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah bahan organik sedimen, sedangkan variabel terikat (y) dalam penelitian ini adalah bintang laut . Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 0,00
- 0,199
= sangat rendah
0,20
- 0,399
= rendah
0,40
- 0,599
= sedang
0,60
- 0,799
= kuat
0,80
- 1,000
= sangat kuat
DAFTAR PUSTAKA Aziz, Dhany Rosyid, Suryanti, Ruswahyuni. 2015. Perbedaan Kelimpahan Bintang Mengular (Ophiuroidea) Pada Daerah Teluk Dan Daerah Lepas Pantai Pada Perairan Pantai Krakal, Gunung Kidul, Yogyakarta. Journal Of Management Aquatic Of Resources Volume 4, Nomor 2 Halaman 65-74. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam BTNKJ.2004.Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Djibran, Fadilah, Chairunnisah J. L, Abubakar Sidik Katili. 2014. Diversitas Jenis Bintang Laut (Asteroidea) Di Perairan Torosiaje Kecamatan Popoyato Kabupaten Pohuwato. Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo. Fitriana, Narti. 2010.Inventarisasi Bintang Laut (Echinodermata:Asteroidea) Di Pantai Pulau Pari, Kabupaten ADM. Kepualauan Seribu. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta Volume. 3 Nomor 2. Furqon. 2002. Statistik Penerapan Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Hawari ,Akmal, B.Amin,dan Efriyeldi. 2012. Hubungan Antara Bahan Organik Sedimen Dengan Kelimpahan Makrozoobenthos Di Perairan Pantai Pandan Provinsi Sumatera Utara. Fisheries and Marine Science Faculty University of Riau Hermanto, W.K. Manengkey. 2010. Kandungan Bahan Organik Pada Sedimen Di Perairan Teluk Buyat Dan Sekitarnya.VI-3. Juariah, Siti. 2014. Aktivitas Senyawa Antibakteri Bintang Laut (Asterias forbesii) Terhadap Beberapa jenis Bakteri Patogen. Tesis Fakultas MIPA Universitas Sumatra Utara. Katili, Abubakar Sidik. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal Di Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, Volume 8 Nomor 1. Khatib, Anwar, Yolly Adriati, Angga Endy Wahyudi. 2013. Analisis Sedimentasi Dan Alternatif Penangananya Di Pelabuhan selat Baru Bengkalis. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 Universitas Sebelas Maret. Korwa,Junet I.S, Esry T. Opa1 dan R.Djamaludin. 2013. Karakteristik Sedimen Litoral Di Pantai Sindulang Satu Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis.1(1). Napitupulu, Patritia, Hanny Tioho, Agung Windarto. 2013. Struktur Populasi Acanthaster palnci Di Rataan Terumbu Bagian Selatan Pulau Bunaken. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1, Nomor 1.
Odum, E . 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Perdana, Tio, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar. 2013. Kajian Kandungan Bahan Organik Terhadap Kelimpahan Keong Bakau (Telescopium telescopium) Di Perairan Teluk Riau Tanjungpinang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Permadi, Martantya Bagus, Ruswahyuni, Suryanti. 2015. Perbedaan Kelimpahan Teripang (Holothuroidea) Pada Ekosistem Lamun Dan Terumbu Karang Di Pulau Karimunjawa Jepara. Journal Of Management Of Aquatic Resources Volume 5, Nomor 1. Puspitasari, Suryanti, Ruswahyuni. 2012. Studi Taksonomi Bintang Laut (Asteroidea, Echinodermata) Dari Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Journal Management Aquatic Of Resource Volume 1, Nomor 1, Halaman 1-7. Ramadhan, Muhammad Fajri. 2008. Sebaran Lokal Asteroidea (Echinodermata) Di Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepualauan Seribu. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Riniatsih, Ita. 2015. Ditribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) Di Padang Lamun Di perairan Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara. Jurnal Kelautan Tropis Vol. 18(3):121–126. Riswandha, Novrizal Soni, Anhar Solichin, Norma Afiati. 2015. Struktur Komunitas Larva Ikan pada Ekosistem Mangrove dengan Umur Vegetasi yang Berbeda di Desa Timbulsloko, Demak. Journal Of Management Aquatic Of Resources Volume 4, Nomor 4, Halaman 164173 Ruswahyuni. 2008.Struktur Komunitas Makrozoobentos Yang Berasosiasi Dengan Lamun Pada Pantai Berpasir Di Jepara Jurnal Saintek Perikanan Volume 3 Nomor 2 Halaman 33 – 36. Sari, Tiara Asmika, Warsito Atmodjo, Rina Zuraida. 2014. Studi Bahan Organik Total (BOT) Sedimen Dasar Laut di Perairan Nabire, Teluk Cendrawasih Papua JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3 Nomor 1 Halaman 81-86. Sofiana, Ucik Ramita, Bambang Sulardiono, Mustofa Nitisupardjo. 2016. Hubungan Kandungan Bahan Oraganik Sedimen dengan Kelimpahan Infauna pada Kerapatan Lamun yang Berbeda di Pantai Bandengan Jepara Journal Of Management Aquatic Of Resources Volume 5 Nomor 3 Halaman 135-141.
Sriyanti I., A. Salmanu. 2014. Keanekaragaman gastropoda pada Zona Intertidal Tengah (Midle Intertidal Zone) dan Zona Intertidal Bawah (LowerIntertidal Zone) Daerah Padang Lamun Desa Waai Biopendix, 1 (1). Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Triana, Rani. Dewi Elfidasari, Indra Bayu Vimono. 2015. Identifikasi Echinodermata di Selatan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1 Nomor 3 Halaman 455-459. Vijaya,I dan N. Suhartati M. 2010. Tipe Sedimen Permukaan Dasar Laut Selatan Dan Utara Kepulauan Tambelan Perairan Natuna Selatan.Universitas Padjajaran. Yusuf, Muh. 2013. Kondisi Terumbu Karang dan Potensi Ikan di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupatan Jepara. Buletin Oseanografi Marina Volume 2 Halaman 54 – 60.