KELIMPAHAN DAN KEBIASAAN MAKAN BULU BABI (SEA URCHIN) DI PERAIRAN PULAU MENJANGAN KECIL, KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JEPARA
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh: MUHAMMAD YUSUF 26010113130039
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Kelimpahan dan Kebiasaan Makan Bulu Babi (Sea Urchin) di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa, Jepara
Nama Mahasiswa
: Muhammad Yusuf
Nomor Induk Mahasiswa
: 26010113130039
Departemen / Program Studi
: Sumberdaya Akuatik / Manajemen Sumberdaya Perairan
Mengesahkan, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Suryanti, M.Pi NIP. 19650706 200212 2 001
ii
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal penelitian dengan judul “Kelimpahan dan Kebiasaan Makan Bulu Babi (Sea Urchin) di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa, Jepara”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Suryanti, M.Pi. selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 2. Dr. Ir. Abdul Ghofar M.Sc. selaku dosen pembimbing anggota atas bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini; 3. Semua pihak yang selalu mendukung dan membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih kurang sempurna. Karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan penulisan laporan ini sangat penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat.
Semarang, April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ... .............................................................................. 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Pendekatan Masalah ....................................................................... 1.3. Rumusan Masalah .......................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.6. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
1 1 3 4 5 5 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Bulu Babi ...................................................................................... 2.1.1. Klasifikasi ............................................................................ 2.1.2. Morfologi ............................................................................. 2.1.3. Kebiasaan Makan ................................................................. 2.2. Distribusi dan Habitat ....................................................................
6 6 6 7 9 9
III. MATERI DAN METODE ................................................................... 3.1. Materi ............................................................................................ 3.1.1. Alat ....................................................................................... 3.1.2. Bahan.................................................................................... 3.2. Metode ........................................................................................... 3.2.1. Sampling Bulu Babi ............................................................ 3.2.2. Pengukuran Kualitas Air ..................................................... 3.2.3. Pengamatan Bulu Babi ......................................................... 3.2.4. Identifikasi Organ Pencernaan ............................................. 3.2.5. Analisis Data ........................................................................
11 11 11 12 12 12 12 12 13 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
15
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat yang digunakan ....................................................................................
11
2. Bahan yang digunakan .................................................................................
12
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Pendekatan Masalah Penelitian ........................................................
4
2. Struktur Lentera Aristoteles pada Bulu Babi ...............................................
8
vi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki panjang garis pantai sepanjang 95.181 km. Salah satu kepulauan yang dimiliki Indonesia yaitu Karimunjawa. Karimunjawa adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dengan luas daratan ±1.500 hektar dan perairan ±110.000 hektar, Karimunjawa kini dikembangkan menjadi pesona wisata Taman Laut yang mulai banyak digemari wisatawan lokal maupun mancanegara. Kepulauan Karimunjawa memiliki 27 pulau, salah satunya yaitu Pulau Karimunjawa. Pulau Karimunjawa merupakan salah satu tujuan wisata laut yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan biota yang berasosiasi dengan terumbu karang. Ekosistem terumbu karang ialah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di salah satu daerah tropis. Produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi merupakan sifat dari ekosistem ini (Nybakken 1992 dalam Purwandatama et al., 2014). Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih, dan merupakan perairan paling produktif di perairan laut tropis, serta memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Salah satu biota laut yang berasosiasi dengan terumbu karang yaitu bulu babi. Bulu babi umumnya hidup di daerah batu karang, lamun, dan juga pasir. Bulu babi hidup berkoloni sebagai bentuk pertahanan diri dari predator, namun ada juga yang hidup menyendiri sehingga menyebabkan bulu babi tersebut rentan terhadap predator. Menurut Anwar et al. (2015), bulu babi merupakan salah satu
1
2
spesies kunci bagi komunitas terumbu karang. Hal ini karena bulu babi adalah salah satu pengendali populasi mikroalga. Keberadaan bulu babi pada suatu ekosistem tidak lepas juga dari pengaruh faktor fisika kimia pada lingkungan tersebut. Bulu babi termasuk hewan nokturnal atau merupakan hewan yang aktif pada malam hari untuk mencari makan. Bulu babi termasuk hewan omnivora, hal ini karena selain memakan alga yang menempel pada karang, bulu babi juga memakan lamun dan sisa-sisa hewan laut yang telah mati (detritus). Menurut Rumahlatu (2012), bulu babi merupakan salah satu biota yang hidupnya di bawah garis batas surut terendah. Makanan bulu babi adalah alga, lamun, dan hidupnya mengelompok untuk dapat saling melindungi terhadap ancaman musuh. Dalam
penelitian
sebelumnya,
Suryanti
dan
Ruswahyuni
(2014)
mengemukakan kelimpahan bulu babi di ekosistem karang lebih banyak jenis dan jumlah yang diketemukan dibandingkan dengan di ekosistem lamun. Keterkaitan antara bulu babi dan komunitas lamun seperti yang dihasilkan, kepadatan bulu babi yang tinggi cenderung dijumpai pada area dengan kerapatan lamun yang lebih rendah dikarenakan berkaitan dengan kondisi substrat yang lebih kasar serta perairan yang lebih jernih dan sifat bulu babi sebagai grazer yang memanfaatkan lamun tidak hanya sebagai tempat berlindung tetapi secara langsung memakan daun lamun. Kemudian menurut Purwandatama et al. (2014) dikatakan bahwa kelimpahan bulu babi paling banyak ditemukan secara berkelompok di daerah karang bercabang (branching) dan pecahan karang, dan bulu babi paling sedikit ditemukan di daerah karang massive dan pasir. Jadi, dapat diasumsikan bahwa bulu babi (sea urchin) lebih menyukai hidup di daerah karang bercabang serta
3
pecahan karang karena di daerah tersebut terdapat banyak makanan bagi bulu babi dan tempat untuk berlindung bulu babi dari predator yang menyerang. 1.2. Pendekatan Masalah Bulu babi adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Bulu babi berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri – duri panjang yang dapat digerakkan. Bulu babi juga memiliki cangkang yang keras dan bagian dalamnya bersisi lima simetris. Seiring berkembangnya pola pikir masyarakat, kini bulu babi merupakan salah satu jenis Echinodermata yang tingkat penangkapannya meningkat di perairan Indonesia selain teripang. Umumnya nelayan menangkap bulu babi untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi gonadnya yang berkhasiat cukup tinggi. Sehingga, sebelum terjadi eksploitasi terus menerus terhadap bulu babi yang dapat menyebabkan menurunnya jumlah populasi bulu babi di perairan, perlu dilakukan studi terkait jumlah populasi bulu babi di perairan. Kegiatan penelitian ini diperlukan untuk mengetahui populasi bulu babi di perairan Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa yang mencakup kelimpahan yang berdasarkan pada jenis substrat dan kebiasaan makan dari bulu babi. Dalam mengkaji potensi sumberdaya bulu babi perlu diketahui populasi, habitat, dan kebiasaan makan dari bulu babi untuk memperkirakan jumlah stok yang ada di perairan dan juga melihat kondisi dari lingkungan tempat hidup bulu babi.
4
Pulau Menjangan Kecil
Habitat
Substrat
Faktor Pendukung : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. Kelimpahan Bulu Babi 2. Kebiasaan Makan Bulu Babi
Salinitas pH Kecerahan Temperatur Kedalaman Kecepatan Arus
Analisis Data
I N P U T
P R O S E S
Hasil Output Kesimpulan Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah Penelitian 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian mengenai Kelimpahan dan Kebiasaan Makan Bulu Babi (Sea Urchin) di Perairan Pulau Menjangan Kecil, adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh jenis substrat terhadap kelimpahan bulu babi di perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa?
2.
Bagaimana kebiasaan makan bulu babi di perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa?
5
1.4. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui pengaruh jenis substrat terhadap kelimpahan bulu babi di perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa.
2.
Mengetahui kebiasaan makan bulu babi di perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi serta menambah pengetahuan tentang kelimpahan dan kebiasaan makan bulu babi di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengelolaan bulu babi di ekosistem terumbu karang maupun ekosistem lamun demi kelestarian bersama. 1.6. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bulu Babi (Echinoidea) 2.1.1. Klasifikasi Bulu babi marga Diadema termasuk kedalam induk bangsa Diadematacea. Klasifikasi bulu babi (D. setosum) menurut Clark (1976) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum
: Echinodermata
Kelas
: Echinoidea
Ordo
: Diadematoida
Famili
: Diadematoidae
Genus
: Diadema
Spesies
: Diadema setosum
Famili Diadematidae mempunyai sekitar 6 Genus yaitu marga Astropyga, Centrostephanus, Chaetodiadema, D. Echinothrix dan Lissodiadema. Genus Diadema merupakan marga yang relatif kecil yaitu dengan 4 jenis. Keempat jenis dari marga Diadema hidup di perairan tropis dan subtropis menurut Sugiarto dan Supardi (1995), yaitu : 1. D. antillarum, hidup di Karibia 2. D. mexicanum, hidup di pantai barat Amerika 3. D. setosum, hidup di Indo Pasifik Barat 4. D. savignyi, hidup di Indo Pasifik Barat
6
7
2.1.2. Morfologi Bulu babi (Diadema setosum) termasuk kedalam kelompok bulu babi yang mempunyai cangkang beraturan (regularia). Bentuk luar cangkang berupa buah delima atau dengan bentuk lebih tertekan/memipih memberikan kesan setengah bola. Sebagaimana bentuk umum bulu babi regularia, cangkang Diadema tersusun dari ratusan keping-keping kecil yang terpolakan dengan arsitektur yang unik. Berbeda dengan kelas Asteroidea dan Ophiuroidea, pada bulu babi tangan yang berpola pentaradial absen sama sekali. Tetapi lempengan-lempengan kapur tetap tersusun dengan pola pentaradial simetri. Lima pasang jalur keping ambulakral tersusun bergantian dengan lima pasang jalur keping interambulakral (Clark dan Rowe, 1971). Tubuh bulu babi terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian oral, aboral, dan bagian diantara oral dan aboral. Pada bagian tengah sisi aboral terdapat sistem apikal dan pada bagian tengah sisi oral terdapat sistem peristomial (Birkeland, 1989). Lempeng-lempeng ambulakral dan interambulakral berada diantara sistem apikal dan sistem peristomial. Di tengah-tengah sistem apikal dan sistem peristomial termasuk lubang anus yang dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk diantaranya adalah keping-keping genital. Salah satu diantara keping genital yang berukuran paling besar merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste vascular system). Sistem ini menjadi ciri khas Filum Echinodermata, berfungsi dalam pergerakan, makan, respirasi, dan ekskresi (Aziz, 1987). Sedangkan pada sistem peristomial terdapat pada selaput kulit tempat menempelnya organ “lentera aristoteles”, yakni semacam rahang yang berfungsi
8
sebagai alat pemotong dan penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip, molusca ataupun jenis bulu babi lainnya. Di sekitar mulut bulu babi beraturan kecuali ordo Cidaroidea terdapat lima pasang insang yang kecil dan berdinding tipis (Aziz, 1987).
Gambar 2. Struktur Lentera Aristoteles pada Bulu Babi Tubuh bulu babi memiliki satu rongga utama yang berisi lentera aristoteles dan organ pencernaan. Lentera aristoteles terdiri dari lima buah gigi yang disatukan oleh suatu substansi berkampur dan dikelilingi oleh otot pengulur dan penarik. Otot ini berperan mengatur pergerakan gigi (Sugiarto dan Supardi, 1995). Lentera aristoteles berfungsi seperti mulut dan gigi yang bertugas mengambil, memotong dan menghaluskan makanan, Esophagus, usus halus, usus besar dan anus tersusun melingkari lentera aristoteles membentuk suatu sistem pencernaan (Thamrin et al., 2011). Pada bulu babi D. setosum kaki tabung memiliki banyak
9
fungsi. Selain untuk bergerak, kaki tabung juga digunakan sebagai indera peraba, organ respirasi dan tempat pengeluaran air dari tubuh (Aziz dan Sugiarto, 1994). 2.1.3. Kebiasaan Makan Pada bulu babi yang hidup di tempat dangkal, makanan utamanya terdiri dari berbagai jenis algae dan lamun (Sugiarto dan Supardi, 1995). Bulu babi marga Diadema menggunakan organ lentera Aristoteles secara aktif untuk memotong dan mengunyah makanannya. Menurut Lawrence (1975) dalam Firmandana et al. (2014), bulu babi jenis D. antillarum dan D. setosum mengkonsumsi lamun, algae coklat, algae benang sebagai makanannya. Pola preferensi pada bulu babi tidaklah begitu jelas, namun ada kecenderungan kesukaan terhadap lamun marga Thalassia dan marga Syringodium. Dalam pencernaan makanan, pada bulu babi terdapat semacam kelenjar penghasil enzim, yaitu proteinase, amilase dan lipase yang membantu sistem pencernaan. Absennya enzim selulose diduga digantikan fungsinya oleh aktifitas bakteri lambung (Aziz, 1987). 2.2. Distribusi dan Habitat Bulu babi hidup pada ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga) dan lamun. Bulu babi dapat ditemui dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan penghuni sejati laut dengan batas toleransi salinitas antara 30 34‰ (Aziz, 1995). Hyman (1955) menambahkan bahwa bulu babi termasuk hewan benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas kedalaman antara 0-8000 m. Karena echinoidae memiliki kemampuan beradaptasi dengan air payau lebih rendah dibandingkan invertebrate lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup pada substrat yang keras, yakni batu-batuan atau terumbu karang dan hanya
10
sebagian kecil yang menghuni substrat pasir dan lumpur, karena pada kondisi demikian kaki tabung sulit untuk mendapatkan tempat melekat. Salah satu habitat yang cocok dengan bulu babi adalah terumbu karang. Terumbu karang adalah ekosistem perairan tropis yang sangat penting dan produktif di lingkungan perairan
(Morgan, 1998 dalam
Munasik, 2012).
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya terumbu karang tertinggi di dunia. Potensi ini menyokong kehidupan bagi jutaan penduduknya yang hidup di wilayah pesisir (Dahuri dan Dutton, 2000). Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut
(Dahuri, 1999).
Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih, dan merupakan perairan paling produktif di perairan laut tropis, serta memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem organisme yang hidup di dasar perairan yang berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organisme–organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur dan alga yang banyak diantara terumbu karang juga mengandung kapur (Sorokin, 1993 dalam Khairunisa et al., 2012).
11
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu babi yang diambil di lokasi penelitian. Pengamatan terhadap bulu babi terkait dengan pengaruh substrat terhadap kelimpahan. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa. Sampel diambil secara langsung dari alam. 3.1.1. Alat Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian, disajikan pada tabel berikut: Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: No
Nama Alat
1 Kertas label
Ketelitian
Kegunaan
-
Untuk memberi nama plastik
2 Tongkat ukur
1 cm
Untuk mengukur kedalaman
3 Alat snorkling
-
Untuk mempermudah pengamatan
4 Kamera
-
Untuk mendokumentasikan
5 Refraktometer
º/◦◦
Untuk mengukur salinitas
6 Termometer
1oC
Untuk mengukur suhu udara dan air
7 pH paper
-
Untuk mengukur pH air
8 Botol sampel
-
Untuk menempatkan sampel
9 Kuadran transek
1x1m
Untuk membatasi daerah pengamatan
10 Alat tulis
-
Untuk memberi keterangan
11 GPS
-
Untuk menandai lokasi penelitian
12 Sectio kit 13 Mikroskop
-
Untuk membedah bulu babi
-
Untuk mengamati sampel
11
12
3.1.2. Bahan Bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian, disajikan pada tabel berikut: Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: No
Nama Bahan
Kegunaan
1 Formalin
Untuk mengawetkan sampel
2 Aquades
Untuk mengkalibrasi
3.2. Metode 3.2.1. Sampling bulu babi Penelitian ini dilakukan di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode random sampling. Sampling dilakukan di perairan dengan melihat dan mengambil bulu babi yang ada di lapangan. Menurut Martono (2010), random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memerhatikan strata yang ada dalam populasi. Cara ini hanya dapat dilakukan bila sifat anggota populasi adalah homogen atau memiliki karakter yang sama. Artinya, teknik ini memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi yang ada. 3.2.2. Pengukuran kualitas air Pengukuran kualitas air dilakukan untuk mengetahui faktor fisika dan kimia seperti suhu, kecepatan arus, kedalaman, salinitas dan pH. Substrat diambil untuk mengetahui kandungan substrat perairan. 3.2.3. Pengamatan bulu babi Pengamatan bulu babi dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahannya. Pengamatan ditentukan berdasarkan data jenis tekstur substrat
13
dengan kelimpahan pada tiap titik sampling. Sampling menggunakan kuadran transek 1 x 1 m. 3.2.4. Identifikasi organ pencernaan Metode analisis organ pencernaan pada bulu babi dilakukan dengan cara sampel bulu babi yang diperoleh dari hasil penelitian di section bagian tubuhnya menjadi dua bagian, kemudian diambil organ perncernaannya lalu diawetkan dengan formalin 4%. Metode mengidentifikasi jenis makanan, dilakukan dengan cara mengambil usus dan mengeluarkan isi usus tersebut lalu mengencerkan dengan aquades, kemudian mengidentifikasi isi usus yang diambil dengan pipet dan dituangkan dalam Sedgwick rafter kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. 3.2.5. Analisis data Analisis data kelimpahan dilakukan berdasarkan hasil perhitungan: 1.
Indeks Kelimpahan Odum (1971)
Keterangan: B = kelimpahan individu / m2 T = luas 1 m2 (10000 cm2) A = luas transek pengambilan (m2) P = jumlah individu spesies ke-i S = jumlah transek Untuk menganalisa kebiasaan makan bulu babi digunakan metode sebagai berikut:
14
1.
Metode frekuensi kejadian (Effendie, 1979)
Keterangan: Fr = Frekuensi kejadian satu macam makanan Li = Jumlah makanan per jenis dalam organ perncernaan Lt = Jumlah total organ pencernaan yang berisi makanan 2.
Metode Index of Preponderance (Effendie, 2002)
Keterangan : IP = Indeks utama (Index of Preponderance) ni = Persentase volume satu macam makanan oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan Σ (ni x oi) = Jumlah ni x oi dari semua jenis makanan Isi pencernaan bulu babi terdiri dari organisme kecil sehingga mengalami keterbatasan dalam menentukan volume masing – masing makanan, sehingga dilakukan modifikasi rumus Indeks of Preponderance, untuk menentukan Indeks of Preponderance menggunakan metode numerical. IP dihitung dengan rumus:
ni = Persentase numerical satu macam makanan
15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., Muzahar, Ita K. 2015. Bioekologi Bulu Babi (Echinoidea) di Perairan Laut Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Aziz, A. 1987. Makanan dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi. Oseana, 12 (4): 91 – 100 Aziz, A. dan H. Sugiarto. 1994. Fauna Echinodermata Padang Lamun di Pantai Lombok Selatan. Dalam: W. Kiswara, M.K. Moosa dan M. Hutomo (eds.), Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun di Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta: 52 – 63 Aziz, A. 1995. Beberapa Catatan Mengenai Fauna Echinodermata di Lombok. Pengembangan dan Manfaat Potensi Kelautan, Potensi Biota, Teknik Budidaya dan Kualitas Perairan. Oseanologi LIPI Jakarta Birkeland, C. 1989. The Influence of Echinoderm on Coral Reef Communities. In:M. Jangoux and J.M. Lawrence (eds.) Echinoderms Studies. Vol. 3. Balkema, Rotterdam, Netherland Clark, A. M. 1976. Tropical Epizoic Echinoderms and Their Distribution. Micronesica, 12(1): 111 -117 Clark, A. M. and F. W. E. Rowe. 1971. Monograph of Shallow Water Indo West Echinoderms. Trustees of the British Museum (Natural History). London. 238 p. Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta. Dahuri, R. and I.M. Dutton. 2000. Integrated Coastal and Marine Management Enters a New Era in Indonesia. Integrated Coastal Zone Management, 1: 11-16 Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Firmandana, T.C., Suryanti, Ruswahyuni. 2014. Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) Pada Ekosistem Karang Dan Lamun Di Perairan Pantai Sundak, Yogyakarta. Journal of Maquares, 3 (4) : 41-50
15
16
Hyman, L.H. 1955. The Invertebrates, Vol. IV : Echinodermata. McGraw-Hill Book Company, New York. Khairunisa, N. A., Hikmat K., Tatang S.E., Suhartati M. N. 2012. Kondisi Perairan Terumbu Karang dengan Foraminifera Bentik Sebagai Bioindikator Berdasarkan Foram Index di Kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelauan Tropis. 4 (2) : 335345 Martono, N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Munasik, Ambariyanto, A. Sabdono, Diah Permata W, OK. Radjasa, R Pribadi. 2012. Sebaran Spasial Karang Keras (Scleractinia) di Pulau Panjang, Jawa Tengah. 1 : 16-24 Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd ed. W.B. Saundes Company. Tokyo, Japan. 574 p. Purwandatama, R.W., Churun A’in, Suryanti. 2014. Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) Pada Karang Massive Dan Branching Di Daerah Rataan Dan Tubir Di Legon Boyo, Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa. Journal of Maquares, 3 (1) : 17-26 Rumahlatu, D. 2012. Aktivitas Makan dan Pertumbuhan Bulu Babi Deadema setosum Akibat Paparan Logam Berat Kadmium. Jurnal Ilmu Kelautan, 17 (4) : 183-189 Sugiarto dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga Diadema. Oseana, XX (4) : 34-41 Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) pada Karang dan Lamun di Pancuran Belakang, Karimunjawa Jepara. Jurnal Saintek Perikanan, 10 (1) : 63-67 Thamrin, Y., J. Setiawan dan S. H. Siregar. 2011. Analisis Bulu Babi Diadema setosum Pada Kondisi Terumbu Karang Berbeda di Desa Mapur Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, 5 (1) : 45-48