Jurnal Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email :
[email protected]
ABSTRAK
Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik. Jika flebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena akan tersumbat dan tidak dapat terpenuhi, untuk itu selama pemberian terapi cairan intravena pasien harus mendapat pengawasan dan observasi yang ketat. Tujuan penelitian ini adalah mengobservasi hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas krian Sidoarjo. Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel. Populasinya seluruh pasien di puskesmas krian Sidoarjo selama bulan Mei-Juni. Sampel yang digunakan seluruh Pasien Yang Terpasang Infus Selama Bulan Mei-Juni di Puskesmas Krian Sidoarjo. Yang berjumlah 20 responden, dengan metode Aksidental Sampling, variabelnya adalah perawatan infus dan terjadinya flebitis. Data yang terkumpul melalui lembar observasi dianalisa dengan teknik korelasi uji kolerasi spearman’s rho. Dengan alpha 0,05. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 20 responden 12 (60%) di lakukan sebagaian besar perawatan infus, 2 (10%) dilakukan semua perawatan infus, 2 (10%) tidak di lakukan perawatan infus. Sedangkan 20 responden sebanyak 14 (70%) tidak terjadi flebitis, 6 (30%) terjadi flebitis. Dari hasil uji Spearman's rho diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Yang artinya ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas krian Sidoarjo. Melihat dari hasil penelitian ini maka perawatan infus lebih di lakukan menurut SOP, untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya flebitis.
Kata Kunci : Perawatan infus, flebitis
Halaman | 57
Jurnal Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
PENDAHULUAN Infus cairan intravena (Intravenous fluids infution) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian terapi cairan intravena merupakan suatu keharusan untuk di berikan pada pasien yang mengalami kehilangan darah atau kehilangan cairan, gangguan kesadaran, dan dehidrasi (M.Bouwhuizen 2002). Menurut Hinlay dalam Asrin, Triyanto, & Upoyo (2006), 60 % pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan melalui infus. Akan tetapi pemberian terapi cairan intravena dapat menimbulkan berbagai bahaya, termasuk komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal yang sering terjadi adalah flebitis (Brunner & Suddartths, 2001). Di Puskesmas Krian sidoarjo diketahui bahwa masih banyak pasien yang mengalami flebitis saat mendapatkan terapi cairan melalui infus. Angka kejadian infeksi melalui jarum infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dilaporkan terdapat 53,8% penderita yang mengalami flebitis akibat pemasangan infus ketika dirawat di rumah sakit (Widiyanto, 2002). Kejadian flebitis di RSUP. Dr. Sardjito Jogjakarta mencapai 27,19 % (Baticola, 2002), Sedangkan Saryati (2002) menemukan kasus flebitis di RSUD Purworejo sebanyak 18,8% kasus (http://wwwsehat grup.com). Pada studi pendahuluan data yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan perawat di Puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan oktober 2010 terdapat 20 pasien yang terpasang infus, dari ke 20 pasien tersebut terdapat 12 pasien yang mengalami flebitis, dari data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pasien yang mengalami flebitis pada saat mendapatkan terapi cairan melalui infus. Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik (Brunner & Suddrths, 2001). Jika flebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena akan tersumbat dan tidak dapat terpenuhi, untuk itu selama pemberian terapi cairan intravena pasien harus mendapat pengawasan dan observasi yang ketat (Kusyati Eni.NS. 2006). Penyebab flebitis adalah iritasi fena oleh alat-
alat intravena, obat-obatan, dan infeksi (Brunner & Suddarths, 2001). Meskipun setiap ruangan mempunyai protap cara pemasangan dan perawatan infus, namun dalam pelaksanaannya perawatan infus seperti memeriksa tempat penusukan setiap hari, mengganti balutan pada pasien yang terpasang infus, dan lainlain, dalam kenyataannya masih ada yang tidak melakukannya. perawatan infus merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya flebitis. Pencegahan flebitis tidak hanya berfokus pada saat pemasangan infus saja, akan tetapi sesudah pemasangan infus harus di lindungi sepenuhnya dari terjadinya komplikasi. Mencegah dan minimalkan efek dari terapi intravena terutama terjadinya flebitis maka perawatan infus harus di upayakan secara optimal. Perawat yang memperhatikan prinsip aseptik, dapat mengurangi kejadian flebitis (Brunner & Suddarths, 2001). Tujuan penelitian ini diantaranya adalah : 1. Mengidentifikasi perawatan infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. 2. Mengidentifikasi terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. 3. Menganalisasa hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis di Puskesmas Krian Sidoarjo. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan Kohort. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. Pada penelitian ini populasinya adalah semua pasien di puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan MeiJuni 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang terpasang infus di puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan Mei-Juni 2011 sebanyak 20 responden yang di tentukan dengan teknik aksidental sampling. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo adalah berupa lembar observasi. Untuk menentukan hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infuse diklarifikasikan dalam dua atau lebih maka digunakan teknik korelasi uji kolerasi Halaman | 58
Jurnal Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
spreman’s rho. Dengan alpha 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Signifikasi atau bermaknah, apabila p Value < 0,05. Seluruh
pengolaan data diolah dengan sistem komputerisasi dengan bantuan software SPSS.
HASIL PENELITIAN 1. Identifikasi perawatan infus pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. Keterangan Frekuensi Persen Tidak dilakukan 2 10% Dilakukan sebagian kecil 4 20% Dilakukan sebagian besar 12 60% Dilakukan semua 2 10% Total 20 100% Di lihat dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden perawat dilakukan sebagaian besar perawatan infus sebanyak 12 (60%). Dilakukan semua perawatan infus sebanyak 2 (10%). Dan tidak dilakukan perawatan infus sebanyak 2 (10%). 2. Identifikasi terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. Keterangan Frekuensi Persen Terjadi flebitis 6 30% Tidak terjadi flebitis 14 70% Total 20 100% Dari tabel diatas bahwa 20 responden sebanyak, 14 (70%) tidak terjadi flebitis, 6 (30%) terjadi flebitis. 3. Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo Terjadinya flebitispada pasien yang terpasang infus Tidak terjadi Terjadi flebitis flebitis 2 0 100% 0,0% 4 0 100% 0,0% 0 12 0,0% 100% 0 2 0,0% 100% 6 14 30% 70%
Tidak dilakukan Perawatan infus
Dilakukan sebagian kecil Dilakukan sebagian besar Dilakukan semua Total
Total 2 100% 4 100% 12 100% 2 100% 20 100%
Correlations Terjadinya flebitis pada pasien yang Perawatan infus terpasang infus Spearman's rho
Perawatan infus
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**
.902
.
.000
20
20
**
1.000
.000
.
20
20
.902
Halaman | 59
Jurnal Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
Dari hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo”. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar 0,902 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. PEMBAHASAN 1. Perawatan infus Di lihat dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden perawat dilakukan sebagaian besar perawatan infus sebanyak 12 (60%). Dilakukan semua perawatan infus sebanyak 2 (10%). Dan tidak dilakukan perawatan infus sebanyak 2 (10%). Perawatan terapi Intravena Adalah suatu upaya atau cara untuk mencegah masuknya mikroorganisme pada vasikuler sehingga tidak menimbulkan terjadinya infeksi saat terpasang infus dengan cara : Memakai sarung tangan, Membasahi plaster dengan alkohol dan buka balutan dengan menggunakan pinset, Mebersikan bekas plaster, Perawat memeriksa tempat penusukan IV setiap hari, Perawat mengganti seluruh infus set sedikitnya setiap 3 hari, Membersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan NaCL, Mengolesi tempat tusukan dengan iodin, dan Menutup dengan kasa steril dengan rapi. (SOP puskesmas krian). Sementara itu perawatan pada tempat penusukan juga harus dilakukan, antara lain : Balutan steril diperlukan untuk menutup tempat masuk kanula IV periver.Balutan harus di ganti jika balutan menjadi basah, kotor, atau lepas.Beberapa jenis balutan, meliputi balutan trasparan, perban steril, kasa, dan plaster, dapat digunakan sepanjang sterilisasi dapat di pertahankan.(Joanne C. La Rocc, Shirley E. Otto, 1998). Dalam penelitian ini, tugas yang paling penting dari seorang perawat untuk mengobservasi selama pemberian infus pertama adalah reaksi pesien terhadap bahan – bahan yang diberikan atau terhadap daerah yang di berikan (pucat, keringat dingin, denyut jantung lemah),hal ini harus di laporkan pada dokter.. 2. Terjadinya flebitis. Dari tabel 4.2 diatas bahwa 20 responden sebanyak, 14 (70%) tidak terjadi flebitis, 6 (30%) terjadi flebitis. Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia
3.
maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, Flebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998). Hal ini menjadiakan flebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping flebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Jarumi Yati, 2009). Dalam penelitian ini Flebitis terjadi karena adanya mikroorganisme atau bakteri yang masuk melalui lubang tusukan kateter infus. Dalam hal ni stiap hari harus dilakukan observasi untuk mengindari terjadinya flebitis atau masuknya mikroorganisme dan bakteri. Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo. Dari hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya “ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo”. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar 0,902 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. Flebitis merupakan inflamasi vena yang di sebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, flebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan bengkak, terasa hangat di daerah penusukan atau sepanjang vena, infus sering macet. (La Rocca, 1998). Flebitis yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus, merupakan masalah yang serius namun tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya biaya perawatan di akibatkan lamanya perawatan. Kejadian flebitis sangat di pengaruhi oleh ketepatan dalam melaksakan Halaman | 60
Jurnal Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
pemasangan infus kurang dilakukan atau tidak sesuai SOP yang ada di instasi tersebut. KESIMPULAN 1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 responden perawat didapatkan tidak dilakukan perwatan sebanyak 2 (10%), dilakukan sebagian kecil sebanyak 4 (20%), dilakukan sebagian besar sebanyak 12 (60%) dan dilakukan semua 2 (10%). 2. Dari Dari tabel 4.2 diatas bahwa 20 responden sebanyak, 14 (70%) tidak terjadi flebitis, 6 (30%) terjadi flebitis 3. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo dengan nilai koefisien korelasi spearman’s rho sebesar 0,902 dengan tingkat signifikansi 0,000 (P< 0,05).
http://www.sehatgrup.com. Diakses pada tanggal 2 Februari 2010.
pada
http://www.forom.com. Diakses pada tanggal 5 Februari 2010. Joonne C La. Rocca. Shirley E. Otto. (1998).Terapi Intravena. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kusyati, Eni. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Mubarok Iqbal Wahit. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Buku Kedokteran EGC. Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
DAFTAR PUSTAKA
Notoadmodjo , S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Alimul, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika : Jakarta.
Nursalam (2009), konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Asmadi. (2008). Konsep Dan Kebutuhan Dasar Klien. Salembah Medika
Aplikasi Jakarta:
Nursalam (2003), konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Alimul, Azis. (2005), Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC.
Naga, D.S (1992), Pengantar Teori Skor Pada pengukuran. Jakarta:Guna Darma
Alimul, Azis. (2007), Keperawatan. Medika.
Metode Jakarta:
Penelitian Salemba
Alimul, Azis.(2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Darmawan.(2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. http:/www.dinkes.go.id.diakses pada tanggal 10 Januari 2010. http://www.depkesri.go.id , 2005.diakses pada tanggal 20 Februari 2010.
Pitasi Ratih (2006), Kimia dan unsur Air. Jakarta: Panembrama. Perry, Peterson, Potter.(2005). Ketrampilan Dan Prosedur Dasar Intravena. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. P.J.M.Stevens.(2009). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Suddarth, & Brunner. (2001), Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suddarth, & Brunner. (2000), Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Halaman | 61