ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ALIRAN INFUS PADA PASIEN PASCA OPERASI MAYOR ELEKTIF Analysis of Factor Affecting The Flow Rate Infution In Patients After Elective Major Surgery Agus Prasetyo¹ *, Suko Pranowo2, Yuni Sapto Edhy Rahayu3 1,2,3
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No.24, Sidanegara, Cilacap * Alamat Korespondensi: prasetyoagus163@ gmail.com
ABSTRAK Kesehatan manusia dapat dipertahankan dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa di dalam tubuh. Klien bedah sangat rentan mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada saat akibat asupan cairan preoperative yang tidak adekuat atau banyaknya kehilangan cairan intraoperative. Pemberian cairan pascaoperative yang bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian morbiditas pasca bedah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dan faktor yang paling dominan, terhadap kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif di RSUD Cilacap. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan dengan observasi gejala atau proses yang terjadi pada keadaan yang nyata dan di observasi langsung oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus dan kepatenan selang. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kelancaran tetesan infus pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus. Kata Kunci: post operasi, cairan, infus ABSTRACT Human health can be maintained by the balance of fluid, electrolyte and acid-base balance in the body. Clients are very susceptible to surgical fluid and electrolyte imbalance due to preoperative fluid intake or inadequate amount of fluid lost during surgery. Varying postoperative fluid administration may contribute to the incidence of postoperative morbidity. The purpose of this study is to identify the most dominant factor, to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery in RSUD Cilacap. This is a type of observational analytic study is conducted by observation of symptoms or processes that occur in a real situation and directly observed by obsever. The results of this study indicate that factors related to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery that is the high of infusion bottle and patency of the infusion set. The most dominant factor affecting the smooth drip major elective postoperative patients in hospitals is the high of infusion bottle. Keywords : postoperative, fluid, infusion
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
1
17% dari pasien mengalami gangguan cairan
PENDAHULUAN Kesehatan manusia dapat dipertahankan
dan elektrolit yang kemudian berujung dengan
dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan
angka
asam basa di dalam tubuh. Kesembangan ini
takiaritmia, yang dikaitkan dengan resep kalium
dipertahankan
pemeliharaan yang tidak memadai, lima pasien
oleh asupan,
distribusi
dan
morbiditas.
Tujuh
pasien
haluaran air dan elektrolit serta pengaturan
mengembangkan
berbagai komponen – komponen tersebut oleh
dengan volume cairan yang berlebihan dan
sistem renal dan paru. Banyak faktor yang dapat
pemberian natrium. Pada penelitian tersebut
menyebabkan ketidakseimbangan, salah satunya
disimpulkan bahwa staff rumah sakit tidak
karena penyakit. (Potter Perry, 2005).
menggunakan informasi keseimbangan cairan
Klien bedah sangat rentan mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat
banyaknya
kehilangan
cairan selama
cairan,
terkait
dan elektrolit yang tersedia ketika melakukan pemberian cairan dan elektrolit. Tanggung jawab yang perlu diperhatikan
asupan cairan preoperative yang tidak adekuat atau
kelebihan
terjadi
bagi perawat pada pasien pasca bedah adalah
pembedahan. Klien biasanya puasa sejak tengah
mempertahankan
malam sampai pagi sebelum pembedahan serta
melalui infus. Perawat menginspeksi tempat
efek anastesi juga bisa memperlambat gerakan
pemasangan jarum infus untuk
peristaltic gastrointestinal.
bahwa kateter infus berada pada posisi yang
Prosedur pembedahan dapat menyebabkan
tepat dalam
kepatenan cairan intravena
vena,
sehingga
memastikan
cairan dapat
banyak kehilangan darah dan cairan tubuh lain.
mengalir dengan lancar. Untuk memastikan
Respon stress akibat pembedahan memperburuk
pemasukan
terjadinya
ketidakseimbangan
dan
menjaga jangan sampai infus cairan berjalan
elektrolit.
Karena
beresiko
lambat. Catatan asupan dan haluaran yang
cairan dan
akurat membantu mengkaji fungsi ginjal dan
mengalami
klien
cairan
bedah
ketidak seimbangan
elektrolit, maka salah satu tugas penting bagi
cairan
yang
adekuat,
perawat
sirkulasi. (Potter Perry, 2005)
perawat adalah mengkaji status hidrasi dan
Beberapa kasus pasien yang meninggal
memonitor fungsi jantung dan neurologi untuk
dunia pasca operasi di RSUD Cilacap pada
melihat adanya
tahun
tanda – tanda
perubahan
2012
belum terungkap
penyebabnya
sampai saat ini. Hasil observasi penulis juga
elektrolit. (Potter Perry, 2005) yang
menemukan bahwa pasien – pasien pasca
bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian
operasi tidak mendapatkan perawatan hidrasi
morbiditas pascaoperasi. Pada penelitian yang
cairan yang memadai di ruang recovery room
dilakukan oleh SR Walsh,
(RR). Ruang lingkup
Pemberian
cairan
pascaoperasi
CJ Walsh di
Colorectal Unit, Arrowe Park Hospital, Upton,
operasi
Wirral, UK pada tahun 2005 ditemukan bahwa
kelancaran tetesan
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
yang
kerja perawat
meliputi
pasca
mengobservasi
infus dan status hidrasi 2
Pada penelitian ini yang menjadi populasi
pasien yang secara definitive kehilangan cairan saat
menjalani
operasi
masih
jarang
target adalah seluruh pasien pasca operasi mayor
diperhatikan mulai dari ruang RR sampai ke
elektif di RSUD Cilacap tahun 2013. Tekhnik
ruang rawat inap.
yang digunakan
Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD Cilacap didapatkan bahwa dari
dalam pengambilan
sampel
adalah random sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Pengumpulan
5 pasien pasca operasi ditemukan bahwa 3
data
primer
dilakukan
pasien tidak mendapatkan cairan dan elektrolit
dengan cara melakukan observasi pada sampel
yang sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Dari
penelitian meliputi posisi lengan bawah, posisi
1 flabot infus yang seharusnya habis dalam 8
dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi
jam, ternyata baru bisa dihabiskan sampai
atau kebocoran slang. Sedangkan data sekunder
dengan 12 jam. 2 pasien lainnya mendapatkan
diperoleh dengan cara peneliti mempelajari
cairan dan elektrolit melebihi dosis. Dari 1
lembar status pasien meliputi dosis cairan yang
flabot infus yang seharusnya dihabiskan dalam
diberikan
8 jam, ternyata dihabiskan dalam waktu 6 jam.
digunakan. Observasi dilakukan langsung oleh
Penulis juga menemukan 4 dari 5 pasien pasca
peneliti setelah sebelumnya antara
operasi mengalami keadaan menggigil saat tiba
melakukan penyamaan persepsi tentang proses
di ruang rawat inap, hal tersebut kemungkinan
dan hasil observasi masing–masing variabel.
dan
ukuran
angiocath
peneliti
Data dianalisis dengan analisis univariat,
juga disebabkan oleh ketidakseimbangan status
bivariat dan multivariat. Berdasarkan
hidrasi pasca operasi.
yang
hasil
melatarbelakangi
analisis bivariat, faktor yang mempunyai p ≤
dilakukannya penelitian analisis faktor–faktor
0.25 akan dilanjutkan ke analisis multivariat,
yang mempengaruhi kecepatan aliran infus pada
sedangkan faktor yang memiliki p ≥ 0.25 tidak
pasien pasca operasi elektif mayor di RSUD
dilanjutkan ke analisis multivariat (Ummah,
Cilacap tahun 2013.
2010). Analisis multivariat dengan uji regresi
METODE
logistik
Uraian
Peneliti observasional
diatas,
menggunakan analitik.
jenis
menggunakan
metode
backward
penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor determinan
Peneliti melihat data yang
mempengaruhi
kelancaran
infus.
kondisi–kondisi yang mempengaruhi kecapatan Digunakan metode ini dengan tujuan supaya aliran infus meliputi posisi lengan bawah, posisi variabel dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi (hubungan
yang
mempunyai
nilai
p
besar
paling lemah) akan dikeluarkan
atau kebocoran cairan, dan ukuran angiocath secara bertahap dari analisis, sehingga akan kemudian melihat akibat yang terjadi pada diperoleh variabel yang mempunyai nilai p kecepatan aliran infus pasien pasca operasi paling kecil (hubungan paling kuat). Untuk mayor elektif. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
selanjutnya variabel yang mempunyai nilai p 3
paling kecil disebut juga dengan determinan
didapatkan bahwa 51% posisi selang infus pada
(Ummah 2010).
pasien adalah tidak paten, terjadi lekukan pada
HASIL
selang,
Hasil
penelitian
dijelaskan
dalam
tertindih
badan
pasien,
selang
melengkung dibawah punksi vena. Hasil analisa
deskripsi di bawah ini.
bivariat didapatkan nilai p = 0.003 (p lebih kecil
Tabel 5.1 Hubungan antara faktor posisi lengan bawah dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan yang bermakna secara statistik antara posisi dan kepatenan
Keadaan Posisi Lengan Bawah Salah Benar
Kecepatan Aliran Infus Tidak Lancar (%) Lancar (%) 24 23 24 29
Total (%) 47 53
Sumber : diolah 2013, P value = 0.564, α=0.05
Hasil observasi pada posisi lengan bawah pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan
selang
infus
dengan
kecepatan
tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor elektif. Tabel 5.3 Hubungan antara faktor tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif. Keadaan Tinggi Botol Infus Salah Benar
Kecepatan Aliran Infus Tidak Lancar (%) Lancar (%) 32 15 16 37
Total (%) 47 53
bahwa 53% posisi lengan bawah yang terpasang infus pada kondisi benar dengan daerah tempat punksi vena berada pada bagian atas saat lengan pasien diatas tempat tidur. Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p = 0.564 (p lebih besar daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara posisi lengan bawah pasien dengan kecepatan tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Hasil observasi pada tinggi botol infus pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan bahwa 53% tinggi botol infus pasien pada posisi benar yaitu setinggi kurang lebih mendekati 1 meter diatas tempat punksi vena. Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p = 0.000 (p lebih kecil daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tinggi botol infus dengan kecepatan tetesan infus pada
Tabel 5.2 Hubungan antara faktor posisi dan kepatenan selang dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif. Keadaan Posisi dan Kepatenan Slang Salah Benar
Sumber : diolah 2013, P value = 0.000, α=0.05
Kecepatan Aliran Infus Tidak Lancar (%) Lancar (%) 32 19 16 33
pasien pasca operasi mayor elektif. Tabel 5.4 Hubungan antara faktor infiltrasi dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Total (%) 51 49
Sumber : diolah 2013, P value = 0.003, α=0.05
Keadaan Infiltrasi Tidak Ada Infiltrasi Ada Infiltrasi
Kecepatan Aliran Infus Tidak Lancar (%) Lancar (%) 28 27 20
25
Total (%) 55 45
Hasil observasi pada posisi dan kepatenan selang infus pasien pasca operasi mayor elektif Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
Sumber : diolah 2013, P value = 0.520, α=0.05
4
Hasil
observasi
pada
infiltrasi
atau
kebocoran selang infus pada pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan bahwa 45% ditemukan terjadi kebocoran yaitu cairan infus mengalir ke jaringan interstitial sekitar punksi, ada tanda infiltrasi seperti
daerah punksi
bengkak, dingin, pucat, tidak nyaman di tempat punksi
intravena.
Hasil
analisa
Tabel 5.6 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selangkepatenan selang, tinggi botol infus dan ukuran angiocath dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif. Parameter Posisi selang Tinggi infus Ukuran Angicath Sumber : diolah 2013
bivariat
Berdasarkan
Sig. 0,100 0,010 0,417
hasil
OR 3,179 4,419 1,468
analisis
didapatkan
didapatkan nilai p = 0.520 (p lebih besar
bahwa ukuran angiocath dikeluarkan dari model
daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada
karena
hubungan yang bermakna secara statistik antara
dilakukan uji dengan model kedua sebagai
infiltrasi atau kebocoran selang infus dengan
berikut:
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
Tabel 5.7 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selangkepatenan selang, tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
operasi mayor elektif. Tabel 5.5 Hubungan antara faktor ukuran angiocath pada vena dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif. Ukuran Angiocath Salah Benar
Kecepatan Aliran Infus Lancar (%) Tidak Lancar (%) 20 15 28 37
Sumber : diolah 2013, P value = 0. 179
Total (%)
pasca
operasi
elektif
didapatkan bahwa 65% ukuran angiocath yang digunakan dalam tindakan pemberian cairan dan elektrolit melalui infus adalah benar. Ukuran angiocath pada pasien dewasa pasca operasi mayor elektif adalah ukuran 18, 20 dan 22. Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p = 0.179 (p lebih besar daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik
antara
ukuran
angiocath
paling
tinggi.
Kemudian
Sig. 0.010 0.001
OR 3.182 4.609
Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa p value masing-masing variabel dibawah 0.05,
α=0.05
mayor
Parameter Posisi selang Tinggi infus Sumber : diolah 2013
35 65
Hasil observasi pada ukuran angiocath pada pasien
p value
dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
nilai OR setelah variabel ukuran angiocath dikeluarkan ternyata perubahannya tidak lebih dari 10%. Sehingga hasil uji kedua sudah merupakan hasil akhir yaitu posisi selang 0.010 dan tinggi botol infus 0.001, akan tetapi nilai yang paling rendah adalah tinggi botol infus. Dilihat dari nilai OR juga yang paling besar adalah tinggi infus yaitu 4.609. Sehingga dikatakan
bahwa
variabel
yang
paling
berhubungan dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif di RSUD Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol infus.
5
Hasil penelitian menyimpulkan
PEMBAHASAN
bahwa
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
tinggi botol infus ada hubungannya dengan
posisi lengan bawah tidak ada hubungan dengan
kecepatan alian infus pada pasien pasca operasi
kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi
mayor elektif di RSUD Cilacap. Hal tersebut
mayor elektif di RSUD Cilacap. Hasil penelitian
dimungkinkan karena tinggi botol infus selalu
tersebut dimungkinkan bahwa posisi lengan
berada di atas posisi
bawah pada klien tidak banyak yang berubah,
tergantung
karena klien masih bedrest di tempat tidur.
sehingga aliran akan tetap baik. Tinggi botol
Selain itu klien masih banyak dijaga oleh
infus yang salah terjadi ketidaklancaran aliran,
keluarganya,
sangat
hal itu dimungkinkan karena ada beberapa klien
jika
dimana posisi slang infusnya mengalami ketidak
sehingga
diperhatikan
posisi
keluarganya.
Tetapi
berubahpun posisinya tidak terlalu tinggi karena
baik
pada
tetap
tempatnya,
patenan (tertekuk, tertindih).
kelemahan klien sehingga air tetap mengalir dengan cepat.
dengan
jantung atau
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Potter and Perry (2005) Meninggikan
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan
botol infus beberapa inchi dapat mempercepat
dengan pendapat Potter and Perry (2005) yang
aliran dengan menciptakan tekanan yang lebih
mengatakan
besar.
bahwa kadang kala perubahan
posisi lengan klien mengurangi
kecepatan
Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa
aliran. Sedikit pronasi, supinasi, ekstensi atau
tidak ada hubungan yang bermakna secara
elevasi lengan bawah dapat merubah kecepatan
statistik antara infiltrasi atau kebocoran selang
aliran infus.
infus dengan kecepatan tetesan infus pada
Hasil
penelitian
juga
menyimpulkan
pasien pasca operasi mayor elektif. Hal tersebut
ada
kemungkinan terjadi karena kebocoran terjadi
hubungannya dengan kecepatan aliran infus
tidak pada jarum di dalam pembuluh darah,
pada pasien pasca operasi mayor elektif di
tetapi pada sambungan antara jarum dan selang
RSUD Cilacap. Hal tersebut dimungkinkan
infus, sehingga cairan infus tetap mengalir
karena posisi slang pasien banyak yang tertekan
dengan lancar. Jadi walau terjadi kebocoran
tubuhnya atau posisi slang tidak lurus dengan
maka
posisi vena sehingga aliran akan terhambat.
Ketidaklancaran
bahwa
posisi
dan
kepatenan
slang
aliran
infus
masih
tetap
baik.
aliran infus walau
terjadi
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
kebocoran lebih terpengaruh pada faktor lain
pendapat Potter and Perry (2005) Slang dapat
yaitu tingginya botol infus dan kepatenan selang
tersumbat oleh berat badan klien, lekukan atau
infus. Selain itu walau terjadi pembengkakan
klem
tetapi kemampuan rongga interstisial untuk
yang
dikencangkan
terlalu
keras.
Kecepatan aliran juga berkurang jika sebagian
menampung
sudut slang berada dibawah tempat punksi.
sehingga caian masih dapat mengalir dalam
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
cairan
masih
memungkinkan
6
rongga tersebut, dan pembengakkan tersebut masih
ringan
sehingga
pasien
2.
Ada hubungan
yang bermakna
secara
statistik antara posisi dan kepatenan selang
tidak
infus dengan kecepatan tetesan infus pada
menunjukkan adanya rasa nyeri.
pasien pasca operasi mayor elektif.
bahwa
Hasil penelitian menyimpulkan
tidak ada hubungan yang bermakna secara
3.
Ada hubungan
yang bermakna
secara
dengan
statistik antara tinggi botol infus dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif. Hal ersebut dimunginkan
operasi mayor elektif.
statistik
antara
ukuran
angiocath
karena posisi selang memang paten dan tinggi
4.
Tidak ada hubungan yang bermakna secara
botol infus dalam posisi yang benar. Sehingga
statistik antara infiltrasi atau kebocoran
tekanan tetap tinggi yang didukung patennya
selang infus dengan kecepatan tetesan infus
selang maka aliran akan tetap lancar. Tidak
pada pasien pasca operasi mayor elektif.
adanya pasien yang menggunakan slang besar
5.
Tidak ada hubungan yang bermakna secara
sehingga tekanan yang ada tetap tinggi. Tekanan
statistik antara ukuran angiocath dengan
tinggi terjadi karena ukuran selang yang kecil.
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
Walau selang tertindih tapi dengan tekanan
operasi mayor elektif.
yang tinggi maka aliran tetap akan lancar.
6.
Variabel yang paling dominan berhubungan
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
dengan kecepatan aliran infus pada pasien
pendapat Potter and Perry (2005) Sebuah
pasca operasi mayor elektif di RSUD
ukuran angiocath yang terlalu besar dapat
Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol
menghambat aliran cairan infus.
infus. Berdasarkan dari penelitian ini, maka penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
STIKES
Al-Irsyad
Al-
mengajukan saran sebagai berikut : 1.
Perawat perlu memperhatikan faktor
yang
mempengaruhi
faktor – kelancaran
Islamiyyah Cilacap atas terselenggara
tetesan infus pada pasien post operasi
penelitian ini.
elektif mayor
KESIMPULAN
2. Kelancaran tetesan infus adalah hal penting
Berdasarkan dari penelitian ini, maka dapat
yang harus diperhatikan perawat karena
dibuat kesimpulan semetara sebagai berikut :
kebutuhan rehidrasi cairan pasien pasca
1.
Tidak ada hubungan yang bermakna secara
operasi.
statistik antara posisi lengan bawah pasien
3. Pasien perlu diberikan pengetahuan hal –
dengan kecepatan tetesan infus pada pasien
hal apa saja yang dapat mempengaruhi
pasca operasi mayor elektif.
kecepatan aliran infus.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
7
DAFTAR PUSTAKA Kozier Erb, (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan Praktik vol.2. EGC; Jakarta. Potter, Patricia A, (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan Praktik, EGC, Jakarta. Smeltzer, Suzanne C, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah; EGC; Jakarta Price, Sylvia A, (2006) Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit; EGC; Jakarta S.R. Walsh, E.J. Cook, R.Bentley, N. Farooq, J.Gardner-Thorpe, T. Tang, M.E. Gaunt, E.C. Coveney (2007) Perioperative fluid management: prospective audit. Journal compilation 2007 Blackwell Publishing Ltd Int J Clin Pract, March 2008, 62, 3, 492–497 S.R. Walsh, C.J. Walsh (2005) Intravenous fluid-associated morbidity in postoperative patients. Ann R Coll Surg Engl 2005; 87 S.J.
Warrilow, L. Weinberg, F. Parker, P.Calzavacca, E. Licari, A.Alys, S. Bagshaw, C. Chrisophi, R. Bellomo (2010) Perioperative fluid prescription, complications and outcomes inmajor elective open gastrointestinal surgery. Anaesthe.iia and Intensive Care, Vol 38, No. 2, March 2010
Sudjana, N, (2010) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, pp.85 Suparyanto, (2010) Rancangan Penelitian Ilmiah. Jogjakarta; Pustaka Ilmu, pp.122 Ummah, (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan, Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat, Gombong, pp.158 Yeni C, (2008) Konsep Dasar O Operasi, diperoleh tanggal 2 Februari 2013 (http://www.yenibeth.wordpress.com) Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. V, No. 1. Maret 2014
8