ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN 2014 Anasatia Nuansa Fitri Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
[email protected] Abstrak Analisis waktu tunggu operasi elektif memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya untuk pasien operasi elektif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu operasi elektif pasien khususnya dari rawat inap dan untuk mengetahui penyebab lamanya waktu tunggu dilihat dari input, proses dan output. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pencatatan waktu, telaah dokumen dan wawancara mendalam. Waktu tunggu dihitung 2 kali, yaitu ketika pasien di poliklinik dan ketika pasien di rawat inap. Hasil penelitian didapatkan rata-rata waktu tunggu operasi elektif (dari poliklinik) yaitu 5.39 hari, dan 0.32 hari (dari rawat inap). Lamanya waktu tunggu operasi elektif dipengaruhi oleh kekurangan kamar perawatan, kamar dan alat operasi, kekurangan SDM medis operasi, serta kondisi fisik pasien. Kesimpulan pada penelitian ini adalah waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap masih cukup lama, yaitu 5.39 hari yang melebihi standar SPM Rumah Sakit. Kata Kunci: operasi, operasi elektif, waktu tunggu.
Abstract The purpose of analysis of waiting time for elective surgery is to improve hospitals’s quality in service especially for elective surgery patients. This research is done to measure the average waiting time for elective surgery of inpatient and to know the factors influencing the wait time, measured from the input, process and output. This research is a qualitative and quantitative research with cross-sectional design. Data collecting is done by observating, time writing, document analysis and indepth interview. Waiting time is measured 2 times, first is when the patient is at outpatient unit and the second is when the patient is at inpatient unit. The result states that the average waiting time (from outpatient unit) is 5,39 days while from inpatient unit is 0.32 days. Waiting time for elective surgery is influenced by these factors: lack of nursing room, operating room and operating tools; lack oh medikal human resource; and patient’s physical condition. The summary of this research is that waiting time for elective surgery of inpatients is still considerably long, which is 5.39 days. Key Words: elective surgery, surgery, waiting time. Universitas Indonesia
1 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Pendahuluan Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia yang hidup di dunia. Negara Republik Indonesia menjamin kesehatan masyarakatnya sebagaimana yang tercantum pada UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin agar tiap-tiap penduduk Indonesia memiliki akses yang mudah terhadap kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat adalah dengan diselenggarakannya Jaminan Kesehatan Nasional pada tahun 2014. Rumah sakit khususnya rumah sakit pemerintah memiliki kewajiban untuk menjadi anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Dampak dari penyelenggaraan JKN pada tahun 2014 adalah terjadinya peningkatan jumlah pasien terutama jumlah pasien operasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Setiap tahunnya di RS Kanker “Dharmais” memang terjadi peningkatan jumlah pasien operasi. Namun antrian semakin bertambah sejak diselenggarakannya JKN pada tahun 2014. Berikut merupakan pertumbuhan pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”. Tabel Pertumbuhan Pasien Operasi Tahun 2010-2013
REALISASI No.
TAHUN
1
2010 2011
TARGET (JML) 2397 2619
2012 2013
2419 2481
2 3 4
2197 2294
PRESENTASE (%) 91,7 87,6
2343 3067
96,9 123,7
JML PASIEN
PENINGKATAN/ PENURUNAN (%) 4,42% 2,14% 30,9%
Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”
1000 800 600 400 200 0 Oktober 13
Nopember Desember 13 13 Kemoterapi
Januari 14
Februari 14
Operasi
Maret 14
PKU
Sumber: Data Seksi Admission RS Kanker “Dharmais” 2013-2014 Gambar Kenaikan Jumlah Pasien Operasi Setelah Pelaksanaan JKN
Universitas Indonesia
2 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa antrian pasien operasi meningkat setelah dilaksanakannya JKN. Antrian dalam hal ini merupakan jumlah pasien yang dijadwalkan untuk dilaksanakan operasi per hari namun belum dilaksanakan. Adapun penjadwalan operasi dilakukan oleh dokter tanpa melihat kelengkapan administrasi pasien operasi. Tabel Realisasi Operasi per Hari Januari-Maret 2014
Rencana Batal Tambahan Terlaksana
Januari
Februari
14,05 3,76 2,71 12,05
15,8 4,95 3,6 14,45
Maret (s.d tgl 20) 18,21 7,5 4,29 10,5
Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”
Dapat disimpulkan pada triwulan pertama tahun 2014, rata-rata pelaksanaan operasi di Instalasi Bedah Sentral per harinya yaitu sebanyak 14 kali. Dibandingkan dengan antrian pasien operasi yang mencapai 110 orang per harinya, hal ini merupakan suatu gap atau kesenjangan yang cukup besar. Artinya kapasitas operasi yang dapat dilaksanakan oleh rumah sakit masih jauh mengalami kekurangan dibandingkan dengan antrian pasien yang ada. Selain itu, rata-rata pembatalan operasi per hari hingga tanggal 20 Maret 2014 adalah 5 kali, dan angka pembatalan harian per bulan mengalami kenaikan. Hal ini berpengaruh terhadap waktu tunggu operasi elektif karena dengan dibatalkannya suatu operasi elektif menyebabkan waktu tunggu yang semakin panjang. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai analisis waktu tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker “Dharmais” tahun 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran waktu tunggu operasi elektif untuk pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais” serta penyebab lamanya waktu tunggu tersebut.
Tinjauan Teoritis 1. Waktu Tunggu Menurut Azwar (1993) yang dikutip dalam Mashuri (2012), waktu tunggu merupakan salah satu dari aspek mutu menurut dimensi pasien. Waktu tunggu dapat bervariasi berdasarkan saat memulai penelitian sampai dengan akhir penelitian. Waktu tunggu operasi Universitas Indonesia
3 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
elektif menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit Badan Layanan Umum 2013 adalah rata-rata lama menunggu sebelum dioperasi elektif dalam hitungan hari. Waktu tunggu sebelum operasi dihitung berdasarkan waktu tunggu pasien sejak diputuskan operasi elektif dan telah dijadwalkan di kamar operasi sampai dilaksanakannya tindakan operasi elektif. Standar waktu tunggu sebelum operasi elektif berdasarkan Indikator Kinerja RS BLU Tahun 2013 adalah 2 (dua) hari. Waktu tunggu operasi elektif menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Miniman Rumah Sakit merupakan tenggang waktu yang dimulai dari dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan. Standar waktu tunggu berdasarkan SPM Rumah Sakit adalah ≤2 (dua) hari. 2. Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Menurut Siregar (2006) yang dikutip oleh Mashuri (2012), terdapat 5 (lima) hal yang menyebabkan keterlambatan penanganan kasus prabedah, yaitu: a. Birokrasi administrasi b. Lamanya pemasangan instrumentasi prabedah c. Penanganan pasien yang tidak terorganisir d. Ketidaksiapan ruang perawatan e. Lamanya penanganan/konsultasi anestesi Dalam penelitian ini Siregar (2006), sebagaimana yang dikutip dalam Mashuri (2012), menyebutkan bahwa penekanan bukanlah pada waktu (golden hour), tetapi pada penanggulangan yang baik untuk mencapai hasil yang maksimal Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), beberapa penyebab keterlambatan operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah adalah sebagai berikut: a. Operator datang terlambat b. Keterlambatan pelaksanaan operasi sebelumnya c. Adanya operasi cito di kamar operasi yang sudah dijadwalkan untuk operasi elektif sebelumnya d. Pasien yang akan dioperasi terlambat diantar ke ruangan operasi dari kamar perawatan. Hal ini dikarenakan persiapan operasi yang belum selesai, yaitu persiapan medis. e. Pasien menunggu kedatangan keluarga f. Problem manajerial Universitas Indonesia
4 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mashuri (2012), waktu tunggu persiapan operasi cito berhubungan erat dengan beberapa factor sebagai berikut: a. Persetujuan operasi b. Kesiapan SDM di kamar operasi c. Kesiapan peralatan operasi Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan Mashuri, terdapat beberapa factor yang berhubungan dengan lamanya persetujuan operasi dari keluarga atau penanggungjawab. Untuk pasien umum, persetujuan keluarga dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan yang berlawanan dengan informasi yang diberikan oleh dokter atau petugas rumah sakit. Sementara untuk pasien jaminan, persetujuan operasi dipengaruhi oleh prosedur-prosedur yang disyaratkan oleh penjamin.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan desain penelitian cross sectional. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menghitung rata-rata waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap peserta BPJS mulai dari penetapan tanggal sampai dilaksanakan operasi di Instalasi Bedah Sentral. Sementara pendekatan kualitatif dilaksanakan untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan lama waktu tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari pencatatan terhadap dokumen registrasi dan pelaksanaan operasi pasien di bagian administrasi Instalasi Bedah Sentral serta rekam medik pasien yang kemudian menjadi acuan untuk menghitung waktu tunggu. Selain itu data primer juga diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan yang telah dipilih oleh peneliti untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai faktor yang berhubungan dengan waktu tunggu operasi elektif berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi dari informan. Data sekunder didapat dari telaah dokumen bagian Admission dan Instalasi Bedah Sentral. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang dilakukan operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam 1 bulan. Pada penelitian ini, populasi yang termasuk berjumlah 295 orang, didapat dari rata-rata pelaksanaan Universitas Indonesia
5 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
operasi elektif untuk pasien rawat inap peserta BPJS per bulan terhitung dari Januari-April 2014. Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: !=
! 1 + !(!)!
Dimana n merupakan jumlah sampel yang diperlukan, N adalah jumlah populasi, serta e adalah persentasi kelonggaran ketidaktelitian akibat kesalahan pengambilan sampel, yaitu 0,1 (10%). Dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan sampel sebanyak 75. Untuk menutupi kemungkinan kesahalah, maka peneliti menambah sampel menjadi 82 pasien. Untuk penelitian kualitatif, informan dipilih berdasarkan purposive sampling, artinya peneliti menentukan siapa dan berapa orang yang dipilih menjadi informan berdasarkan prinsip Adequacy (Kecukupan) dan Appropriateness (Kesesuaian). a. Adequacy (Kecukupan) Informasi yang diperoleh mencakup keseluruhan fenomena yang berkaitan dengan topik dan masalah penelitian, oleh karena itu harus memenuhi karakteristik yang berkaitan dengan penelitian. b. Appropriateness (Kesesuaian) Informan dipilih berdasarkan tingkat pengetahuan sesuai dengan topik atau fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan 8 (delapan) orang informan dalam wawancara mendalam sebagai berikut: 1. Kepala Instalasi Bedah Sentral
: 1 orang
2. Wakil Kepala Instalasi Bedah Sentral
: 1 orang
3. Kepala Ruang Perawatan Operasi
: 1 orang
4. Kepala Seksi Admission
: 1 orang
5. Petugas Admission
: 2 orang
6. Petugas Administrasi Instalasi Bedah Sentral
: 2 orang Jumlah : 8 orang
Untuk penelitian yang bersifat kualitatif, upaya menjaga validitas data dilakukan dengan metode triangulasi. Terdapat beberapa metode triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi data. Pada penelitian ini, peneliti melakukan semua metode triangulasi untuk menjaga keabsahan data.
Universitas Indonesia
6 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
1. Triangulasi Sumber Peneliti menggunakan beberapa sumber dalam penelitian ini, yakni telaah dokumen dan dibandingkan dengan fakta yang ada. Peneliti mencocokkan data yang ada pada dokumen dengan hasil wawancara mendalam terhadap informan penelitian. 2. Triangulasi Metode Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan telaah dokumen, wawancara mendalam serta observasi untuk melihat apakah data yang diperoleh konsisten atau tidak.
Hasil Penelitian Sampel pada penelitian ini terdiri atas 82 pasien rawat inap yang dilaksanakan operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”. Adapun karakteristik sampel adalah sebagai berikut. Tabel Karakteristik Pasien Berdasarkan Kelas Perawatan
Kelas Perawatan
Frekuensi
Persen
VVIP VIP I II
1 5 9 7
1,2 6,1 11 8,5
IIIA
9
11
IIIB Tulip I
21 3
25,6 3,7
Tulip II
13
15,9
Tulip III Total
14 82
17,1 100
Berdasarkan table dapat dilihat bahwa pasien paling banyak berasal dari kelas perawatan IIIB. Kelas perawatan ini merupakan kelas perawatan khusus untuk pasien BPJS PBI. Dari tabel, jenis kamar perawatan Tulip merupakan kamar yang khusus menampung pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”. Berdasarkan jenis pembayaran, karakteristik sampel adalah sebagai berikut: Tabel Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Pembayaran
Universitas Indonesia
7 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Jenis Pembayaran Pribadi Perusahaan BPJS Total
Frekuensi 10 4 68 82
Persen 12,2 4,9 82,9 100
Dari tabel dapat dilihat bahwa pasien BPJS memiliki proporsi yang lebih banyak dibanding pasien lainnya, yaitu 68 pasien atau 82,9% dari total sampel. Untuk penelitian kualitatif, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 8 orang informan yang memiliki karakteristik sebagai berikut. Tabel Karakteristik Informan Penelitian
No
Jabatan
Jenis Kelamin Laki-‐Laki
4 5 6 7
Kepala Instalasi Bedah Sentral Kepala Seksi Admission Wakil Kepala Instalasi Bedah Sentral Kepala Ruangan Operasi Petugas Admission 1 Petugas Admission 2 Petugas Administrasi IBS 1
8
Petugas Administrasi IBS 2
1 2 3
Perempuan Laki-‐Laki Perempuan Laki-‐Laki Perempuan Perempuan Perempuan
Pendidikan Lama /Spesialisasi Kerja Bedah 26 Tahun Onkologi S2 20 Tahun S1 19 Tahun S1 21 Tahun S1 21 Tahun SMA 17 Tahun SMA 21 Tahun S1
21 Tahun
Kode Informan I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8
Kesiapan SDM Sumber daya manusia terkait operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral terdiri dari petugas administrasi, dokter bedah dan anestesi serta perawat bedah dan perawat anestesi dengan kuantitas sebagai berikut. Tabel Jumlah Sumber Daya Manusia di IBS
No
SDM
Jumlah
1 2
Petugas Administrasi Dokter Bedah
3 24
3
Dokter Anestesi
7
4
Perawat Bedah
16
5
Perawat Anestesi
7
Petugas administrasi yang ada pada saat ini berjumlah 3 orang namun pada saat pengumpulan data, peneliti hanya melihat 2 orang petugas administrasi dan berdasarkan Universitas Indonesia
8 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
wawancara, informan mengatakan bahwa 1 orang petugas tengah cuti karena sakit. Perawat bedah pada saat ini berjumlah 16 orang dan perawat anestesi berjumlah 7 orang. Jumlah perawat yang ada dirasa masih kurang terutama untuk perawat anestesi. Berdasarkan observasi, kamar yang aktif berjumlah 5. Apabila 5 kamar digunakan pada saat bersamaan, dibutuhkan minimal 5 perawat anestesi dan 10 sampai 15 perawat bedah karena untuk 1 tindakan membutuhkan 1 perawat anestesi dan 2 sampai 3 perawat bedah yang mendampingi dokter bedah maupun dokter anestesi. Belum memperkirakan ada kemungkinan perawat yang libur atau tidak masuk dan waktu yang dibutuhkan untuk turn over setiap tindakan, sehingga jumlah yang ada pada saat ini dirasa terbatas. Kekurangan perawat yang ada sangat dirasakan ketika ada perawat yang libur atau ada perawat yang mengikuti acara seperti pelatihan akreditasi, sehingga operator yang harusnya memiliki perawat pendamping bedah hanya didampingi oleh perawat keliling atau perawat instrument. Jumlah dokter yang ada, baik dokter bedah maupun dokter anestesi yang ada juga masih dirasa kurang. Hal ini terutama karena dokter juga harus melayani pasien di poliklinik RS Kanker “Dharmais”. Kekurangan SDM yang ada pada saat ini menyebabkan seringnya terjadi lembur di Instalasi Bedah Sentral. Rumah Sakit belum memberlakukan sistem shift di IBS karena dianggap sistem shift belum diperlukan di IBS. Namun pada kenyataan yang ada, lembur seringkali terjadi di IBS. Setelah diberlakukan pembatasan 15 operasi per hari, informan mengatakan seharusnya bisa ditangani dengan baik dan lembur dapat ditekan. Salah satu penyebab terjadinya lembur selain kekurangan SDM adalah kurangnya manajemen waktu beberapa SDM. Seringkali terjadi operasi yang seharusnya dilaksanakan pada jam tertentu, dapat mundur 1 sampai 2 jam berkutnya karena maish menunggu SDM pelaksana operasi. Kejadian lembur dapat ditekan dengan kedisiplinan SDM yang ada terhadap waktu, karena pada jadwal operasi per hari sudah diperhitungkan waktu pelaksanaan operasi dan jeda yang diperlukan. Menurut Ilyas (2004), ketersediaan SDM yang cukup dan diikuti dengan kualitas yang tinggi, professional sesuai dengan fungsi dan tugasnya merupakan salah satu indicator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien. Kurangnya jumlah SDM yang ada di Instalasi Bedah Sentral dapat mempengaruhi proses pelayanan terhadap pasien, yang menyebabkan tidak optimalnya pelayanan kepada pasien. Menurut Giddings (2005) dan Hanaffi (2005) yang dikutip oleh Anggita (2012), masalah jumlah SDM yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisa mempengaruhi waktu tunggu. Menurut observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis, masalah kekurangan SDM memiliki pengaruh terhadap waktu Universitas Indonesia
9 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
tunggu namun tidak signifikan. Kekurangan SDM berdampak pada mundurnya pelaksanaan operasi dan terganggunya proses di dalam kamar operasi. Kualitas SDM yang ada di IBS sudah sesuai dengan persyaratan secara kualitatif yaitu SDM yang sudah memiliki pengalaman yang dan keterampilan yang cukup terkait pembedahan atau anestesi. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM yang ada adalah dengan pelatihan dan pendidikan. Instalasi Bedah Sentral mengadakan pelatihan rutin setiap tahunnya yang bersifat wajib, yaitu Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS). Namun informan mengeluhkan bahwa pelatihan yang ada pada saat ini dirasa masih kurang. Karena keterbatasan dana, tidak semua perawat dapat mengikuti pelatihan tersebut setiap tahun, perawat yang sudah mengikuti di tahun sebelumnya tidak diikutkan dalam pelatihan di tahun berikutnya. Selain pelatihan yang ada, masih dibutuhkan seminar ataupun symposium untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan perawat. Oleh karena tidak adanya anggaran diklat untuk perawat di IBS, sampai saat ini perawat yang ada belum bisa mengikuti symposium dan seminar. Untuk mengatasi keterbatasan dana, pihak IBS sudah mencari sponsor untuk mengadakan pelatihan rutin setiap tahun. Persiapan Administrasi Gambar Flowchart Alur Administrasi Pasien
umum
Poliklinik
jaminan
Kasir
APJ
Admission
Rawat Inap
Mendapat jadwal di Administrasi IBS
Pelaksanaan Operasi di IBS
Rawat Inap
HCU/ICU
Universitas Indonesia
10 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Berdasarkan observasi yang dilakukan dan wawancara mendalam terhadap informan, perbedaan administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien BPJS dengan pasien lainnya adalah berkas STBO. Untuk pasien BPJS atau jaminan lainnya, harus melakukan pengurusan STBO ke bagian Administrasi Pasien Jaminan (APJ) untuk mendapatkan stempel. Sementara untuk pasien umum, pengurusan biaya dilakukan di kasir dan kemudian akan diberikan surat keterangan oleh kasir. Berdasarkan wawancara, untuk pendaftaran di admission, pasien harus menyerahkan surat pengantar rawat dari dokter serta STBO yang sudah diberi stempel atau surat bukti pembayaran dari kasir. Sementara untuk pendaftaran di administrasi IBS pasien harus ada STBO serta SIT baru bisa dimasukkan ke daftar pasien operasi. Menyertakan lembar STBO pada saat pendaftaran di administrasi IBS bersifa wajib sehingga pasien tidak bisa didaftarkan untuk operasi apabila belum memiliki STBO. Informan menyatakan bahwa kebijakan bahwa pasien yang akan mendaftar harus memiliki STBO terlebih dahulu diterapkan mulai bulan Mei 2014. Penetapan kebijakan ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pembatalan operasi yang cukup banyak sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut. Sebelumnya masih terdapat kejadian dimana operator meminta agar pasiennya dimasukkan dalam daftar operasi padahal pasien tersebut belum ada STBO. Kejadian lain adalah terkadang operator menginginkan pasien dilaksanakan operasi pada hari itu juga, namun terpaksa ditolak karena pasien belum memiliki STBO dan belum melengkapi persyaratan medis. Informan menyatakan bahwa IBS sudah berupaya meminimalisir masalah tersebut dengan memberikan pengertian kepada operator mengenai persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien sebelum bisa dilaksanakan operasi. Persiapan Medis Beberapa persiapan medis yang dilakukan terhadap pasien sebelum operasi adalah sebagai berikut: 1. Konsultasi Jantung 2. Konsultasi Anestesi 3. Pemeriksaan Radiologi 4. Pemeriksaan Laboratorium 5. Persiapan Saluran Pencernaan dan Pernapasan Adapun persiapan medis yang harus dilakukan oleh masing-masing pasien itu berbeda tergantung pada tingkat kompleksitas operasi dan risiko anestesi pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sangkot (2010), beberapa faktor yang menyebabkan perubahan jadwal operasi elektif adalah kondisi klinis pasien serta pasien masih memerlukan Universitas Indonesia
11 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
pemeriksaan lain. Pada penelitian ini, informan mengatakan bahwa persiapan medis pasien tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap waktu tunggu operasi elektif. Persiapan medis yang harus dilalui oleh pasien biasanya dapat diselesaikan dalam 1 hari. Namun masih ada kejadian dimana pasien dibatalkan operasi akibat kondisi fisik pasien yang menurun. Hal ini merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari atau diperkirakan. SOP dan Kebijakan Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti sudah melihat adanya SOP tertulis yang berbentuk buku di bagian Admission namun belum ada di bagian administrasi IBS. SOP yang ada di IBS terpusat berada di ruangan kepala instalasi. Berdasarkan wawancara, ada petugas yang tidak mengetahui tentang SOP tertulis dan ada yang sudah mengetahui adanya SOP tertulis. Informan yang ada juga sudah mengerti tugas dan aturan kerja masing-masing sesuai dengan SOP yang ada. Untuk bagian Admission, petugas sudah mengetahui persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh pasien untuk dimasukkan dalam daftar tunggu kamar. Sementara untuk bagian administrasi sudah mengetahui kebijakan dan SOP apa saja terkait pendaftaran pasien operasi. Hal ini membuktikan bahwa SOP yang ada telah disosialisasikan dan diterapkan oleh petugas yang ada. Dalam penerapannya, masih terdapat pihak-pihak yang tidak mematuhi kebijakan dan SOP yang ada. Masih ada operator yang tetap ingin mendaftarkan pasien untuk operasi tanpa ada berkas STBO padahal sudah ada kebijakan terkait pendaftaran pasien di IBS. Upaya yang dilakukan oleh IBS untuk meminimalisir kejadian tersebut adalah dengan memberikan peringatan lisan mengenai SOP dan kebijakan yang ada. Untuk evaluasi, IBS belum memiliki tools dan belum melakukan evaluasi secara tertulis terhadap ketepatan pelaksanaan SOP yang ada. Evaluasi yang dilakukan selama ini masih berupa observasi dan pengamatan terhadap pekerjaan sehari-hari. Menurut Notoatmodjo (1992) yang dikutip oleh Anggita (2012), kinerja yang efisien tidak hanya bergantung kepada kemampuan atau keterampilan pekerja, tetapu juga dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah sebuah prosedur kerja yang berisikan uraian tugas yang jelas. Menurut Hapsara (1977) dalam Anggita (2012), petunjuk pelaksanaan merupakan faktor terpenting dalam menentukan arah dan kebijakan serta strategi yang akan dijalankan pada tahun berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian, di Instalasi Bedah Sentral sebaiknya menyebarkan sebuah SOP dan kebijakan tertulis kepada semua petugas yang ada di IBS. Hal ini untuk memastikan semua petugas mengetahui dan memiliki dokumentasi SOP yang ada sehingga pihak yang memaksakan untuk bertindak berlainan dengan SOP dapat dicegah dengan Universitas Indonesia
12 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
memperlihatkan SOP terkait. Mengenai kebijakan-kebijakan yang baru diterapkan agar dibuat sebuah pengumuman atau SOP tertulis dan segera disosialisasikan kepada semua pihak terkait agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan lancer dan pelayanan yang diberikan kepada pasien menjadi lebih optimal. Sarana dan Prasarana Pasien yang akan dilakukan operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral harus terlebih dahulu masuk kamar perawatan di rawat inap. Instalasi Bedah Sentral tidak menerima pendaftaran pasien operasi elektif yang belum mendapatkan kamar, kecuali untuk pasien rawat singkat atau One Day Care yang bisa pulang dalam 1 hari. Permasalahan yang ada di lapangan berdasarkan wawancara dan telaah dokumen pendaftaran pasien di bagian Admission adalah lamanya waktu tunggu masuk kamar untuk semua kamar tidak hanya untuk pasien elektif. Hal ini diakibatkan oleh jumlah kamar yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang mendaftar. Lama perawatan pasien di rawat inap juga menjadi penyebab semakin bertambahnya daftar tunggu pasien. Berikut merupakan rata-rata waktu tunggu masuk kamar perawatan.
Tabel Waktu Tunggu Masuk Kamar Perawatan
Variabel
Jumlah
Min
Max
Mean
SD
Waktu Tunggu Masuk Kamar Perawatan
82
-‐1
56
7.66
7.629
Sarana dan prasarana untuk operasi maupun penunjang operasi di Instalasi Bedah Sentral masih dirasa kurang. Kamar operasi yang ada pada saat ini berjumlah 6 kamar, dengan 5 kamar yang aktif dan 1 kamar non aktif karena tidak ada alat. Dari 5 kamar operasi aktif terdapat 4 kamar untuk pelaksanaan operasi mayor dan 1 kamar untuk operasi minor. Kamar operasi non aktif berdasarkan keterangan informan akan ditambahkan alat kesehatan pada tahun 2014. Untuk penunjang seperti computer, meja dan printer cukup optimal. Petugas mengeluhkan bahwa printer yang ada butuh penggantian dan telah dilakukan permintaan namun pihak RS belum melakukan pengadaan. Informan mengatakan walaupun terdapat kekurangan alat penunjang, hal ini masih bisa ditoleransi. Menurut Buku Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Kamar Bedah, 2010 (yang dikutip oleh Askar, 2011), jumlah kamar bedah tergantung dari beberapa hal, yaitu: jumlah Universitas Indonesia
13 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
dan lama waktu operasi yang dilakukan; jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi dan fasilitas penunjang; pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera; jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar bedah baik jam per hari dan per minggu; serta sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan penyediaan peralatan. Dari pertimbangan jumlah kamar operasi berdasarkan teori di atas, kamar operasi yang ada pada saat ini masih dirasakan kurang karena jumlah dan lama waktu operasi masih melebihi jam operasional IBS, yaitu dari pukul 8.00 sampai dengan 16.00. Dengan pembagian jumlah operasi per harinya, pasien yang dapat ditampung oleh IBS hanya sampai 15 pasien. Dengan menambah kamar operasi dan alat operasi, IBS dapat menambah kapasitas pasien yang dapat ditampung per harinya. Penjadwalan Operasi Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa yang menentukan jadwal operasi pasien adalah dokter operator. Untuk penjadwalan operasi elektif ada beberapa dokter yang menetapkan tanggal 2 kali, yaitu ketika pasien berada di poliklinik dan ketika pasien sudah masuk kamar perawatan. Ada juga dokter yang menetapkan tanggal operasi setelah pasien masuk kamar perawatan. Hal ini mengakibatkan waktu tunggu operasi elektif dari poliklinik tidak dapat diukur. Sistem penjadwalan operasi yang ada pada saat ini dirasa masih belum optimal. Belum ada suatu standar khusus penjadwalan operasi elektif. Selain itu penjadwalan yang ada pada saat ini masih menggunakan sistem pencatatan manual. Hal ini mengakibatkan masih terdapat pihak-pihak yang menjadwalkan pasien tanpa mengikuti SOP. Koordinasi SDM untuk penjadwalan operasi yaitu pertama kali dokter di poliklinik memutuskan pasien untuk di operasi dan membuat surat pengantar rawat untuk operasi, pada surat ini sebagian dokter menulis tanggal rencana operasi dan sebagian lain tidak mencantumkan. Setelah itu pasien mendaftar untuk masuk kamar ke bagian Admission, rencana masuk kamar pasien yaitu 2 hari sebelum tanggal rencana operasi. Kemudian Admission akan berkoordinasi dengan petugas rawat inap mengenai ketersediaan kamar. Setelah pasien masuk kamar, petugas di rawat inap menghubungi operator untuk memastikan jadwal operasi. Setelah itu petugas rawat inap menghubungi administrasi IBS untuk pendaftaran pasien operasi. Petugas administrasi IBS kemudian akan melihat persyaratan pasien, apabila sudah lengkap maka pasien akan dimasukkan dalam daftar operasi. Selama ini petugas menjadwalkan pasien berdasarkan pasien yang terlebih dahulu mendaftar. Hal ini Universitas Indonesia
14 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
sesuai dengan teori Sobolov et al (2000) yang dikutip oleh Sangkot (2010), bahwa pasien yang memiliki prioritas yang sama dipilih berdasarkan urutan kedatangan mereka. Namun masih ada operator yang mendahulukan pasien umum sebelum pasien BPJS. Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena semua pasien operasi elektif memiliki prioritas yang sama. Pelaksanaan Operasi Cito di Kamar Operasi Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan operasi cito tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap waktu tunggu operasi elektif. Hal ini dikarenakan di IBS jarang terjadi kasus operasi cito yang bersifat life saving. Hal yang dilakukan apabila ada operasi cito adalah dengan menunggu ketersediaan kamar operasi di IBS. Menurut informan, selama ini operasi cito tidak menyebabkan penundaan operasi elektif pada hari berikutnya, walaupun tertunda pada umunya operasi elektif dapat dilakukan di hari yang sama. Instalasi Bedah Sentral tidak memiliki sebuah kamar operasi khusus untuk pelaksanaan operasi cito. Selama ini ruangan operasi yang ada digunakan untuk operasi elektif dan operasi cito. Sebenarnya RS Kanker “Dharmais” sudah memiliki suatu kamar operasi khusus cito di UGD namun tidak dioperasikan. Hal ini karena peralatan yang ada tidak cukup dan masih ada kebingungan penggunaan sumber daya manusia, apakah dari IBS atau dari UGD. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), operasi cito merupakan salah satu penyebab keterlambatan dimulainya operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah. Hal ini karena belum adanya pemisahan kamar operasi untuk operasi elektif dan operasi cito. Meskipun jumlah operasi cito di RS Kanker “Dharmais” masih bisa dibilang jarang, sebaiknya dilakukan pemisahan pelaksanaan operasi elektif dengan operasi cito di kamar yang berbeda. Kamar operasi cito yang ada di UGD sebaiknya mulai dioperasikan dengan menambah alat dan menentukan SDM yang jelas untuk melaksanakan operasi cito di UGD. Hal ini untuk mengantisipasi kejadian cito di masa datang agar tidak tumpang tindih dengan pelaksanaan operasi elektif. Waktu Tunggu Operasi Elektif di Instalasi Bedah Sentral Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dari dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan. Untuk operasi elektif pasien rawat inap, dokter memberikan 2 (dua) jadwal untuk pasien, yang pertama yaitu ketika pasien di poliklinik, dan yang kedua yaitu ketika pasien sudah masuk kamar perawatan di Instalasi Rawat Inap. Dari kedua jadwal tersebut, peneliti membagi rata-rata waktu tunggu operasi elektif menjadi dua, yaitu dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat pasien di Universitas Indonesia
15 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
poliklinik atau sebelum masuk rawat inap, dan dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat pasien sudah masuk kamar perawatan. Tabel berikut menunjukkan rata-rata waktu tunggu pasien operasi elektif untuk pasien rawat inap. Tabel Waktu Tunggu Operasi Elektif
Variabel Waktu Tunggu (dihitung dari Poli) Waktu Tunggu (dihitung dari kamar)
Jumlah 31
Min 0
Max 20
Mean 5.39
SD 4.991
82
-‐2
6
0.32
1.143
Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa waktu tunggu operasi elektif yang menjadi masalah adalah waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik. Rata-rata waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik adalah 5.39 hari dan hal ini melebihi standar yang ada pada SPM. Sedangkan untuk waktu tunggu yang dihitung dari kamar sudah sesuai dengan standar berdasarkan SPM. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar waktu tunggu untuk operasi elektif adalah ≤2 hari. Namun di SPM tidak disebutkan bagaimana perhitungan waktu tunggu, apakah jika operasi sesuai dengan jadwal itu dihitung 0 atau 1 hari. Penelitian ini peneliti memiliki asumsi bahwa apabila operasi dilaksanakan di hari yang sama dengan jadwal yang diberikan, perhitungannya adalah 0 hari, atau tidak ada waktu tunggunya. Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari kamar)
Jenis Pembayaran Pribadi
Jumlah 10
Min 0
Max 0
Mean 0.00
SD .000
Perusahaan
4
0
1
0.25
.500
BPJS
68
-‐2
6
0.37
1.245
Total
82
-‐2
6
0.32
1.143
Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari poli)
Jenis Pembayaran Pribadi
Jumlah 5
Min 0
Max 17
Mean 4.80
SD 7.050
Perusahaan
1
3
3
3.00
.
BPJS
25
0
20
5.60
4.743
Total
31
0
20
5.39
4.991
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu tunggu untuk pasien BPJS cenderung lebih lama dibandingkan dengan pasien lainnya. Dihitung dari kamar perawatan, pasien dengan pembayaran pribadi atau umum memiliki rata-rata waktu tunggu 0 hari. Pasien Universitas Indonesia
16 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
jaminan perusahaan memiliki rata-rata waktu tunggu 0.25 hari dengan rentang waktu 0-1 hari. Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 0.37 hari dengan rentang waktu -2 sampai dengan 6 hari. dihitung dari poliklinik, pasien dengan pembayaran pribadi atau umum memiliki rata-rata waktu tunggu 4.80 hari dengan rentang waktu 0-17 hari. Pasien jaminan perusahaan memiliki waktu tunggu 3 hari. Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 5.6 hari dengan rentang waktu 0 sampai dengan 20 hari. Menurut Wijono (1999) yang dikutip oleh Iksan (2012), waktu tunggu pasien merupakan salah satu indicator tingkat kepuasan pasien. Semakin lama waktu tunggu, semakin rendah tingkat kepuasan pasien, begitu sebaliknya. Menurut Brunicardi (2007) dan Prawirohardjo (2008) dalam Mashuri (2012), waktu tunggu operasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Menurut Braybrooke et. al (2007), semakin lama waktu tunggu operasi maka outcome dari operasi tersebut akan semakin buruk. Waktu tunggu yang lama memiliki pengaruh negative terhadap hasil dari operasi tersebut. Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais” dihitung cukup lama, yaitu rata-rata 5.99 hari dan melebihi standar pada SPM Rumah Sakit. Faktor utama yang menyebabkan lamanya waktu tunggu adalah kurangnya jumlah kamar perawatan sehingga pasien membutuhkan waktu yang lama untuk mengantri masuk kamar rawat inap. Faktor lain yang berhubungan dengan lamanya waktu tunggu adalah masih kurangnya jumlah kamar operasi beserta alat kesehatan di Instalasi Bedah Sentral serta kurangnya SDM pelaksana operasi sehingga IBS membatasi pelaksanaan operasi per hari hanya sampai 15 pasien. Waktu tunggu yang lama dapat mengakibatkan kondisi pasien, terutama pasien kanker semakin memburuk dan berpengaruh terhadap outcome dari operasi yang dilaksanakan.
Kesimpulan a. Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais” dapat dibagi menjadi 2 jenis. Pertama waktu tunggu yang dihitung dari pertama kali dokter menetapkan pasien untuk operasi di poliklinik dan yang kedua dihitung dari jadwal yang diberikan dokter ketika pasien sudah masuk ruang perawatan. Namun waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik tidak dapat dihitung untuk semua sampel karena tidak semua dokter mencantumkan tanggal Universitas Indonesia
17 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
rencana operasi di surat pengantar rawat. Rata-rata waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik adalah 5.39 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Rata-rata waktu tunggu yang dihitung dari kamar perawatan adalah 0.32 hari dengan rentang waktu -2 sampai dengan 6 hari. b. Waktu tunggu operasi elektif yang dihitung dari poliklinik untuk pasien BPJS adalah 5.60 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Waktu tunggu pasien BPJS dari sampel penelitian lebih lama dibanding pasien dengan jenis pembayaran lainnya. Waktu tunggu untuk pasien umum dan perusahaan adalah 4.80 hari dan 3.00 hari. Untuk waktu tunggu operasi elektif pasien BPJS yang dihitung dari kamar perawatan juga sedikit lebih lama daripada pasien lainnya. Waktu tunggu untuk pasien BPJS, pasien umum dan perusahaan adalah 0.37 hari, 0 hari dan 0.25 hari. c. Beberapa penyebab lamanya waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap adalah sebagai berikut: 1. Ketersediaan kamar di rawat inap yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada sehingga menyebabkan tingginya daftar tunggu dan berpengaruh terhadap lama waktu tunggu operasi elektif pasien operasi. 2. Ketersediaan kamar operasi di Instalasi Bedah Sentral yang masih sedikit dan SDM yang juga masih dirasa belum cukup sehingga terjadi pembatasan operasi per hari. 3. Penundaan pelaksanaan operasi pasien oleh operator ke hari berikutnya 4. Kondisi fisik pasien yang menurun pada hari jadwal operasi
Saran Bagi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” 1. Perlunya dibuat suatu kebijakan atau SOP tertulis yang berisi pedoman untuk menghitung waktu tunggu operasi elektif untuk mengetahui waktu tunggu operasi pasien dan penyebab lamanya waktu tunggu sehingga dapat mengetahui dimana letak permasalahan yang ada.
Universitas Indonesia
18 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
2. Mengalokasikan anggaran pendidikan dan pelatihan untuk Instalasi Bedah Sentral agar kualitas SDM yang ada semakin baik sehingga pelayanan terhadap pasien juga optimal. 3. Mengupayakan penjadwalan operasi menggunakan sistem computer Bagi Instalasi Bedah Sentral 1. Memperbarui SOP terkait pendaftaran maupun pelaksanaan operasi elektif 2. Sosialisasi SOP yang ada kepada SDM yang terkait 3. Memberikan dokumentasi SOP kepada SDM yang ada 4. Melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap ketepatan pelaksanaan SOP 5. Membuat peraturan yang tertulis atau sistem reward dan punishment yang bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan dan kesadaran SDM yang ada Bagi SDM Medis Operasi 1. Meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan terhadap tanggungjawab dan waktu kerja 2. Mengupayakan agar melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang ada Bagi Penelitian Selanjutnya Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan dalam waktu yang lebih panjang dan agar penelitian dilakukan secara observasi partisipatif dengan mengikuti pasien dari awal ditetapkan operasi sampai dengan pelaksanaan operasi sehingga dapat dilihat dengan jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap sebelum operasi. Perlunya dilakukan analisis yang lebih lanjut dan lebih mendalam terutama terkait sarana yang ada di rawat inap.
Daftar Pustaka Anggita S.P.D. (2012). Skripsi: Analisis Waktu Tunggu Pemberian Informasi Tagihan Pasien Pulang Rawat Inap di RS GRHA Permata Ibu Tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia. Askar, M. (2011). Tesis: Analisis Penyebab Keterlambatan Dimulainya Operasi Elektif di Instalasi Kamar Bedah Rumah Sakit Otorita Batam. Depok: Universitas Indonesia. Universitas Indonesia
19 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Baybrooke, J. et. al. (2007). The Impact of Surgical Wait Time on Patient-Based Outcomes in Posterior Lumbar Spinal Surgery. Published 14 August 2007. Eur Spine Journal. Iksan, A. G. 2012. (Skripsi): Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan (Pagi) di Poliklinik Penyakit Dalam, Paru, dan Jantung RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia. Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit (Teori, Metode dan Formula). Cetakan Ketiga. Depok: FKM UI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Mashuri, A. 2012. (Tesis): Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tunggu Persiapan Operasi Cito Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Karya a I Kabupaten Bekasi Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia. RS Kanker Dharmais. 2014. Data Bagian Admission RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS Kanker Dharmais. RS Kanker Dharmais. 2014. Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS Kanker Dharmais. Sangkot, H. S. 2010. (Tesis): Mortalitas dan Morbiditas Pada Pasien Elektif Dalam Daftar Tunggu Operasi Bedah Pintas Koroner di RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2010. Depok: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
20 Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014