TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH TECHNICAL INFUSION SETUP ASEPTIC PHLEBITIS EVENTS IN CHILDREN RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH Eli Yana1;Nurlela Hasan2 Bagian Keilmuan Keperawatan Anak, Mahasiswa program studi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh E-mail:
[email protected] E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kejadian flebitis disebabkan oleh adanya koloni bakteri, biasanya terjadi karena teknik aseptik yang salah, sehingga masuknya bakteri pada saat penusukan infus.Hal ini sesuai dengan studi pendahuluan, didapatkan perawat yang tidak menggunakan sarung tangan dan prosedur aseptik yang tidak sesuai SOP. Penelitian ini menggunakan jenis penelitiandeskriptifkorelasidengan pendekatan cross sectional yang bertujuanuntuk mengetahui hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan di Ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang dilakukan pemasangan infus di Ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini secara accidental sampling sebanyak 114 responden.Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan palpasi dengan analisa univariat dan bivariat.Hasil penelitian didapatkan ada hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan dengan nilai P-value 0.000 < α 0.05 atau H0 di tolak.Bagi Rumah Sakit diharapkan untuk meningkatkan peran perawat dalam pencegahan flebitis khususnya melalui penerapan prinsip tehnik aseptik saat melakukan pemasangan infus. Kata Kunci
:
Tehnik Aseptik, Pemasangan Infus, Flebitis, Anak
ABSTRACT The incidence of phlebitis caused by bacterial colonies, usually occurs due to incorrect aseptic technique, so that the entry of bacteria at the time of the stabbing infusion. This is according to a preliminary study, it was found that nurses did not wear gloves and aseptic procedures are not appropriate SOP. This research uses correlation analytic research with cross sectional approach that aims to determine the relationship aseptic infusion technique with the incidence of phlebitis in children who received fluid therapy in patient wards of Children's Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Year 2016. The population in this study were all patients of child-infusion in patient wards of Children's Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The sampling technique in this research is accidental sampling as many as 114 respondents. The data collection is done by observation and palpation with univariate and bivariate analysis. The result showed no relationship aseptic infusion techniques the incidence of phlebitis in children who received fluid therapy with P-value 0.000 <α 0:05 or H0 is rejected. For Hospitals are expected to increase the role of nurses in the prevention of phlebitis in particular through the implementation of the principles of aseptic technique when performing infusion.
Keywords
:
Aseptic Technique, Installation Infusion, phlebitis, child
1
PENDAHULUAN Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit yang merupakan prosedur yang beresiko tinggi terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau berbagai permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi, bahkan tidak terjadi (Priharjo, 2008). Salah satu kejadian infeksi yang sering didapatkan dari terapi intravena yaitu kejadian flebitis yang merupakan peradangan vena yang disebabkan iritasi kimia, bakterial dan mekanis (Perry & Potter, 2005).Penyebab yang paling sering adalah karena adanya koloni bakteri, biasanya terjadi karena teknik aseptik yang salah, sehingga masuknya bakteri pada saat penusukan infus, hal ini akan menimbulkan gejala seperti nyeri yang terlokalisasi, pembengkakan, kulit kemerahan, dan panas tubuh cukup tinggi. Kejadian flebitis juga sering terjadi akibat cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, dan pemasangan jalur intra vena yang tidak sesuai.Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena.(Smeltzer & Bare, 2002). Prevalensi kejadian flebitis di Indonesia belum menunjukkan angka yang pasti, karena penelitian yang berkaitan dengan terapi intravena dan publikasinya masih jarang. Angka kejadian plebitis di ruang rawat penyakit dalam di RSCM Jakarta yaitu sebanyak 109 pasien yang mendapat cairan intravena ditemukan 11 kasus plebitis. Sedangkan angka kejadian plebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada tahun 2006
mencapai 42,4% (Iradiyanti, 2013). Berdasarkan data surveilans bulan Januari 2016 tentang pemasangan infus rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (2016) di Ruang Rawat Inap Seurune I, didapatkan jumlah flebitis sebanyak 3 orang dari 143 hari pemasangan alat infus, maka didapatkan angka kejadian flebitis yaitu 20,9‰. Sedangkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 April 2016 dengan metode pengamatan terhadap 4 orang perawat yang melakukan pemasangan infus di Ruang Rawat Seurune I, menunjukkan bahwa teknik pemasangan infus tidak sesuai dengan SOP, yaitu perawat tidak menggunakan sarung tangan pada saat tindakan dan melakukan teknik aseptik yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini terjadi karena ketika perawat melakukan pemasangan infus, anak tersebut terus melawan, sehingga perawat tidak melakukan pemasangan infus sesuai dengan SOP, tetapi pemasangan infus tersebut harus diberikan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan anak, tindakan tersebut beresiko terhadap terjadinya flebitis. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu pengamatan yang dilakukan sekali sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh peneliti dengan melihat adanya hubungan antara variabel dependen dan independen (Sugiyono, 2005). Metode deskriptifkorelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016.Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang dilakukan pemasangan infus di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah
2
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sebanyak 392 pasien dari bulan Januari sampai Maret 2016. Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara accidental sampling adalah pengambilan sampel yang kebetulan ada atau tersedia yang sesuai dengan kriteria populasi yaitu pasien anak yang dilakukan pemasangan infus di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. HASIL Penelitian yang dilakukan pada tanggal 01 sampai dengan 31 Juli 2016, dari data yang dikumpulkan dengan 114 pasien anak yang dilakukan pemasangan infus di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Data yang dikumpulkan melalui metode observasi dan akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 1. Frekuensi Karakteristik Responden (n=114) No
1 2 3
1 2
Karakteristik Umur (Depkes, 2009) 0-5 tahun (Balita) 6-11 tahun (KanakKanak) 12-16 tahun (Remaja Awal) Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
f
%
Tabel 2. Frekuensi Pemasangan Berdasarkan SOP ,(n=114) No 1 2
Kategori Tidak sesuai Sesuai Jumlah
f 29 85 114
Infus
% 25.4 74.6 74.6
Diketahui dari tabel 2 di atas bahwa pemasangan infus pada anak di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan bahwa mayoritas sesuai dengan SOP sebanyak 85 responden (74.6%). Tabel 3. Frekuensi Tehnik Aseptik Pada Pemasangan Infus (n=114) No 1 2
Kategori Tidak sesuai sesuai Jumlah
f 29 85 114
% 25.4 74.6 74.6
Diketahui dari tabel 3 di atas bahwa tehnik aseptik pada pemasangan infus pada anak di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan bahwa mayoritas sesuai dengan SOP sebanyak 85 responden (74.6%) Tabel 4. Frekuensi Kejadian Flebitis Pada Pemasangan Infus (n=114)
65 33 16
57.0 29.0 14.0
61 53
53.5 46.5
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas karakteristik responden yaitu berumur balita (0-5 tahun) sebanyak 65 responden (57.0%) dan mayoritas jenis kelamin responden yaitu perempuan sebanyak 61 responden (53.5%).
No 1 2 3
Kategori Tidak ada Stadium dini Flebitis stadium moderat 4 Stadium lanjut Jumlah
f 89 1 11
% 78,1 0,9 9,6
IRF
60,68
13
11,4
114
100.0
Diketahui dari tabel 4 di atas bahwa kejadian flebitis pada anak di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan bahwa mayoritas responden tidak mengalami
3
flebitis sebanyak 89 responden (78.1%) dan angka kejadian flebitis sebanyak 60.68‰ dengan 412 hari pemasangan infus. Diketahui dari hasil penelitian yang telah dilakukanterhadap 84 responden yang sesuai dalam tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan tidak mengalami flebitis sebanyak 84 responden (94.4%) dan mengalami flebitis stadium dini sebanyak 1 responden (5.6%). Berdasarkan hasil uji statistic chi square dengan taraf signifikan 95%, maka dapat nilai p-value 0.000 < α 0.05, hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Berdasarkan hasil penelitiandi Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan ada hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan dengan nilai P-value 0.000 < α 0.05 atau Ho di tolak. Adanya hubungan pada penelitian ini dapat dilihat dari tehnik pemasangan infus yang tidak sesuai SOP yang mengakibatkan terjadinya kejadian flebitis sebesar 60.68‰ atau dibagi menjadi flebitis stadium moderat sebesar 9.6% dan flebitis stadium lanjut sebesar 11.4%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprillin (2011) tentang hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis padapasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo, didapatkan dari hasil uji Spearman's rho diperoleh nilai Sig. (2-tailed) atau p value 0,000 (karena p value < 0,05) maka Ho ditolak dan H1 diterima. Yang artinya ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas krian Sidoarjo.
Serta didukung oleh penelitian Komaling (2014), tentang hubungan lamanya pemasangan infus (intravena) dengan kejadian flebitis pada pasien di Irina F. BLU. RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji chi-square (X2), pada tingkat kemaknaan 95% (α 0,05) menunjukkan nilai p=0,000, nilai ini lebih kecil dari α=0,05.sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan lamanya pemasangan infus (intravena) dengan kejadian flebitis pada pasien di IRINA F BLU. RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hinlay (2006), komplikasi dari pemasangan infus salah satunya flebitis yaitu inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Keterlibatan perawat dalam pemasangan infus memiliki implikasi tanggung jawab dalam mencegah terjadinya komplikasi plebitis dan ketidaknyamanan pada pasien, terutama dalam hal keterampilan pemasangan kanula secara aseptik dan tepat, sehingga mengurangi risiko terjadinya kegagalan pemasangan (Wahyunah, 2011). Menurut Perry & Potter (2005), upaya yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya plebitis adalah perawat melakukan teknik aseptik saat pemasangan infus dan saat memberikan obat melalui selang seperti perawat cuci tangan dan menggunakan cairan antiseptik, mempertahankan sterilitas sistem infus saat mengganti selang, larutan dan balutan. Teknik aseptik mengacu pada praktek yang digunakan untuk menghindari kontaminasi organisme patogen. Hal ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa hanya peralatan steril (Wilson 2006). Sedangkan sebagian jenis kelamin responden yaitu perempuan sebesar 46.5% dan laki-laki sebesar 53.5%. Menurut Ruswoko (2006) menemukan kenyataan
4
bahwa jenis kelamin juga memiliki hubungan dengan flebitis yang mana terjadi lebih banyak pada perempuan karena dipengaruhi kekuatan otot, kelenturan dan kekenyalan kulit, serta jaringan adiposa subcutis yang berkurang. Menurut pendapat peneliti bahwa tingginya angka kejadian flebitis pasca pemasangan infus diakibatkan dari pelaksanaan tehnik aseptik yang tidak sesuai dengan SOP, hal ini dapat dilihat dari prosedur kebersihan tangan petugas sebelum dan sesudah melakukan palpasi, prosedur preparasi kulit yang belum sesuai dengan standar, tidak menggunakan sarung tangan steril, tidak melakukan penutupan area tusukan dengan kassa steril dan pengantian infus set lebih dari 3 hari, hal ini yang dapat meningkatkan kejadian flebitis pada anak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan ada hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan dengan nilai Pvalue 0.000 < α 0.05 atau Ho di tolak. Bagi rumah sakit, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan informasi tambahan bagi perawat dan rumah sakit untuk lebih meningkatkan peran perawat dalam pencegahan flebitis khususnya melalui penerapan prinsip tehnik aseptik saat melakukan pemasangan infus yang dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan mengenai flebitis, meningkatkan jumlah tenaga perawat sehingga diharapkan mengurangi beban kerja, serta melakukan evaluasi terkait penerapan SOP pemasangan infus dengan tehnik aseptik saat melakukan pemasangan infus.Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi bagi ilmu keperawatan, khususnya mengenai hubungan tehnik aseptik pada pemasangan infus dengan kejadian flebitis pada anak yang mendapatkan terapi cairan di Ruang Rawat Inap Seurune I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016, Bagipeneliti selanjutnya.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan penerapan tehnik aseptik pada pemasangan infus oleh perawat. REFERENSI Kemenkes RI. (2011). Petunjuk praktis surveilans infeksi rumah sakit. Jakarta: Kemeterian Kesehatan RI Komaling, C.M. (2014), Hubungan lamanya pemasangan infus (intravena) dengan kejadian flebitis pada pasien di Irina F. BLU.RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal keperawatan. 2 (1), 1-6. Menteri Dalam Negeri No 52. (2011). Standar operasional prosedur di lingkungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Republik Indonesia Notoatmodjo.(2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Perry, A. G & Potter, P. A. (2005).Bukusaku ketrampilan dan prosedur dasar.Edisi 5, Jakarta: EGC. Priharjo, R. (2008). Tehnik dasar pemberian obat bagi perawat. Jakarta: EGC RSUD dr. Zainoel Abidin (2015). SOP pemasangan infus. No. Dokumen ZA. MDGs.01.26 Ruswoko, A. (2006). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Flebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr.Moewardi Surakarta.Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5
Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu Seleky. (2016), pengaruh teknik penyuntikan intravena dengan cara mengalirkan aliran infus terhadap kejadian flebitis di ruang perawatan bougenvile rsud tobelo, Program Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran. ejournal Keperawatan (e-Kp), 4 (1) Setiadi.(2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002).Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Jakarta: EGC. Sugiyono. (2005). Metode penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta Tietjen L, Bossemeyer .D, & McIntosh.(2004). Panduan pencegahan infeksi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Edisi 1 Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiryohardjo. Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Wahyunah (2011). Hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis dankenyamanan pasien di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten Indramayu, TesisMagister Ilmu Keperawatan, UI, Jakarta. Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
6