Hubungan Motivasi Pasien TB Paru... - Jaka Prasetya
HUBUNGAN MOTIVASI PASIEN TB PARU DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGIKUTI PROGRAM PENGOBATAN SISTEM DOTS DI WILAYAH PUSKESMAS GENUK SEMARANG
Jaka Prasetya *) *) Staf pengajar Fakultas Kesehatan UDINUS
ABSTRACT Background: The obstacles in the treatment of pulmonary TB were drop-out caused by a lack of motivation pulmonary Tuberculosis patients to treatment and duration of treatment programs, except that the number of drugs to drink also affects compliance and regularity of taking medications that patients often quit from treatment program before the treatment is complete. The purpose of this study to determine the relationship between motivation pulmonary tuberculosis patients with compliance in the treatment program DOTS system in Genuk Public Health Center, Semarang. Method: The design of research is quantitative, with non-experimental method and observational approach. The samples of study were 58 pulmonary tuberculosis patients as respondents who expressed a positive smear or smear negative but positively radiology photos. Analysis of the relationship was done by Chi Square test. Result: The relationship between the variables in accordance with the results obtained by statistical analysis (p value) = 0.0001<á = 0.05, indicated a significant association between motivation of pulmonary tuberculosis patients motivated with compliance in following the DOTS treatment program. Keywords: Motivation, Compliance, DOTS treatment program.
PENDAHULUAN Tuberkulosis / TB Paru merupakan satu penyakit menular yang hingga saat ini masih tinggi angka kesakitan dan kematiannya serta menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak kasus baru muncul dan proporsinya lebih besar pada kelompok masyarakat yang tidak mampu. Penyakit ini masih menjadi masalah dunia, satu masalah yang
46
ditimbulkannya adalah karena masih rendahnya cakupan program dalam pengobatan penderita. Kendala dalam pengobatan Tuberkulosis / TB paru adalah motivasi yang kurang dari penderita, putus berobat yang disebabkan karena pengobatan yang memerlukan waktu lama, jumlah dosis sekali minum akan mempengaruhi kepatuhan, keteraturan dan keinginan untuk
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 minum obat sehingga seringkali penderita menghentikan pengobatan sebelum masa pengobatan selesai. Menurut WHO (1999) Indonesia berada pada peringkat terbesar ketiga setelah Cina dan India dengan prevalensi 583.000 kasus baru setiap tahun di Indonesia, sedangkan angka kematian akibat penyakit TBC di Indonesia diperkirakan 175.000 orang / tahun. Menurut Kresnajaya (2003), sementara jumlah penderita TB Paru berdasarkan catatan dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2003 mencapai 53.448 orang. Dikota Semarang jumlah penderita yang diduga TB Paru adalah 1.240 orang, sedangkan diwilayah Puskesmas Genuk Semarang Timur, diperkirakan suspect TB Paru sebanyak 369 orang, dari perkiraan BTA Positif dan foto rongten positif 58 orang serta 47 orang dinyatakan Droup Out. Data ini menunjukkan bahwa motivasi pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru adalah penting, sehingga kalo sudah ada dorongan, keinginan yang timbul dalam diri penderita maka akan melaksanakan ketentuan yang harus dilakukan oleh penderita, guna kesembuhan penyakit yang dideritanya. Sehubungan denan program pengobatan TB Paru dibutuhkan waktu yang relative lama, maka dibutuhkan adanya penyebarluasan informasi tentang program pengobatan TB Paru, baik pada penderita maupun keluarga. Lewat Gerakan Terpadu Nasional (GERDUNAS) TB Paru, pemerintah menyebarluaskan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), dengan tujuan program tersebut bias menjadikan satu persepsi, baik oleh penderita maupun PMO (Pengawas Menelan Obat). Strategi DOTS merupakan strategi yang direkomendasikan WHO, dalam pengendalian Tuberkulosis Nasional untuk mencapai kesembuhan minimal 85% penderita BTA positif yang diobati. Hal yang menghambat dalam pencegahan TB Paru karena masih besarnya pengaruh
budaya masyarakat Indonesia yang malu apabila dinyatakan menderita TB Paru, serta motivasi dan keinginan berobat dari penderita sendiri kurang dan pengetahuan masyarakat Indonesia yang rata-rata masih kurang paham betul terhadap penyakit TB Paru dan program pengobatannya, hal ini merupakan salah satu factor penyulit terdeteksinya penyakit TB Paru. Menurut Spencer bahwa perilaku yang baik didukung dari motivasi yang tinggi, tanpa motivasi orang tidak akan dapat berbuat apa - apa dan tidak akan bergerak. Motivasi merupakan tenaga penggerak, dengan adanya motivasi manusia akan lebih cepat melakukan kegiatan, hal ini penting dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Motivasi merupakan kunci menuju keberhasilan semakin tinggi motivasi maka semakin patuh, dalam hal ini adalah kepatuhan meminum obat dalam program pengobatan. Sementara kendala pengobatan TB Paru di Indonesia meliputi kondisi ekonomi masyarakat dan kepatuhan menjalani pengobatan yang masih rendah, sehingga banyak penderita yang Droup Out dari pengobatan. Pengobatan TB Paru memerlukan jangka waktu yang lama antara 6 sampai 9 bulan, hal ini yang menjadikan penderita mempunyai motivasi atau keinginan yang kurang karena putus asa, serta resiko tinggi tidak patuh bila dalam berobat dan meminum obat. Untuk menjamin keteraturan, keinginan dalam berobat dan meminum obat diperlukan suatu motivasi baik internal maupun eksternal dan PMO, yang berperan dalam mengawasi penderita setiap minum obat. Dengan didampingi PMO dalam setiap berobat dan minum obat diharapkan angka kesembuhan minimal 85 % dari kasus baru BTA positif. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara motivasi pasien TB Paru dengan kepatuhan dalam
47
Hubungan Motivasi Pasien TB Paru... - Jaka Prasetya mengikuti program pengobatan sistem DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien yang mengikuti program pengobatan sistem DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang. b. Mengetahui motivasi pasien TB Paru dalam mengikuti program pengobatan system DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang. c. Mengetahui tingkat kepatuhan penderita dalam mengikuti program pengobatan system DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang. d. Mengetahui hubungan antara motivasi dengan kepatuhan dalam mengikuti program pengobatan penderita TB Paru. METODE PENELITIAN Pada Penelitian ini digunakan desain Non Eksperimen dengan studi korelasional yaitu suatu desain yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variable. Alasan penggunaan desain ini untuk menyelidiki hubungan antara motivasi (variabel bebas) dengan kepatuhan minum obat (variabel terikat) melalui pengujian hipotesis. Disamping itu juga menggunakan pendekatan observasi, karena untuk membuktikan keabsahan data. Khususnya untuk mengukur kepatuhan penderita, peneliti tidak hanya menggunakan kuesioner saja tetapi harus di cross-chek kan dengan catatan medik (Kartu TB-01 dan tatalaksana berobat untuk penderita). HASIL PENELITIAN Hasil penelitian meliputi tiga unsur pokok yaitu motivasi, kepatuhan dan program pengobatan sistem DOTS. Dan diperoleh gambaran karakteristik sample : jenis
48
kelamin, pendidikan, umur, status perkawinan, status pekerjaan dan tingkat social ekonomi keluarga. Karakteristik Sampel Pasien TB paru dalam penelitian sejumlah 58 responden, dibahas berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, umur, status perkawinan, status pekerjaan dan tingkat social ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar berusia 36-45 tahun (50,00%), pada usia ini merupakan usia produktif sehingga mudah terserang berbagai penyakit, bahwa usia yang semakin tinggi dan bertambah tua maka daya tahan tubuh atau imunitas pada seseorang akan semakin menurun sehingga mudah terserang penyakit. sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (62,06%), hal ini disebabkan laki-laki sering merokok yang berresiko terjadinya penyakit TB Paru, dari penelitian menunjukkan bahwa adanya penyakit yang menyerang jenis kelamin tettyentu, dalam hal ini dipengaruhi oleh perokok, peminum alcohol, pekerja berat, pekerjaan yang berbahaya. sedangkan tingkat pendidikan didominasi oleh SD yaitu 70,69%, ini menunjukkan rendahnya pendidikan mempengaruhi pengetahuan responden untuk menuju hal yang lebih baik, sedangkan perkawinan sebagian besar responden sudah kawin atau berkeluarga yaitu 84,49%, hal ini disebabkan banyaknya anggota dalam keluarga atau rumah tangga sehingga menyebabakan kurangnya perhatian dalam menjaga kesehatan keluarga. Dalam pekerjaan menunjukkan bahwa penderita TB Paru didominasi oleh karyawan pabrik sebesar 62,06%, hal ini disebabkan karena lingkungan pabrik yang tidak memungkinkan dan tercemarnya polusi udara sehingga dapat menyebabkan beberapa penyakit salah satunya adalah TB Paru. Jenis pekerjaan akan berakibat terhadap penyakit – penyakit tertentu diantaranya factor lingkungan pabrik yang berhubungan dengan berbagai macam
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 penyakit missal zat kimia, debu, asap, gas beracun, lingkungan kotor banyaknya kuman atau bakteri. Tingkat social ekonomi menunjukkan bahwa mayoritas penyakit TB Paru menyerang pada tingkat ekonomi yang rendah sebesar 50,00%. Hal ini menunjukkan dengan tingkat social yang rendah mengakibatkan kurangnya kesejahteraan dalam kehidupan dan menjaga kesehatan.
Penghasilan akan erat kaitannya dengan kemampuan orang untuk memenuhi gizi, perumahan yang sehat, pakaian dan kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Terkait dengan social ekonomi yang rendah maka yang paling penting adalah tindakan pencegahan daripada pengobatan, juga perlu upaya pencegahan yang lebih intensive dari pemerintah terhadap
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan karakteristik Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Usia, Perkawinan, Pekerjaan, Tingkat Sosial Ekonomi No 1
Status Perkawinan Jenis Kelamin - Perempuan - Laki-laki
Frekuensi
Persen (%)
22 36
37,94 62,06
2
Tingkat Pendidikan - Tidak sekolah - Lulusan SD - Lulus SLTP - Lulus SLTA
3 41 8 6
5,17 70,69 13,79 10,35
3
Usia - < 25 tahun - 26 – 35 tahun - 36 – 45 tahun - 46 – 55 tahun
3 14 29 12
5,17 24,14 50,00 20,69
4
Perkawinan - Tidak kawin - Kawin - Janda - Duda
3 49 4 2
5,17 84,49 6,89 3,45
5
Pekerjaan - PNS - Wiraswasta - Karyawan pabrik - Ibu rumah tangga
2 6 36 14
3,45 10,35 62,06 24,14
6
Tingkat Sosial Ekonomi - < Rp 300.000 - Rp 300.000 – Rp 500.000 - Rp 500.000 – Rp 1000.000 - Tidak menjawab
24 29 2 3
41,38 50,00 3,45 5,17
49
Hubungan Motivasi Pasien TB Paru... - Jaka Prasetya keluarga dengan social ekonomi rendah. Berdasarkan table diatas menyatakan adanya hubugan yang bermakna antara motivasi pasien TB Paru dengan kepatuhan dalam mengikuti program pengobatan system DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang, yang dihubungkan dengan (p value) = 0.0001 lebih kecil daripada alpha = 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak, berarti ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan.
klien TB Paru dalam mengikuti program pengobatan sistem DOTS, ternyata motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keinginan dari dalam diri sendiri, pengetahuan individu, tingkat pendidikan, pengelolaan diri dan usia. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor ekonomi, agama, faktor pendukung keluarga dan perawat. Motivasi penderita TB Paru dipengaruhi oleh dua hal tersebut yaitu dari dalam diri penderita TB Paru itu sendiri dengan adanya dorongan, keinginan untuk berobat atau melakukan sesuatu yang lebih baik dan dukungan dari keluarga, masyarakat maupun petugas kesehatan dalam menangani kasus penyakit TB Paru tersebut melalui pendidikan kesehatan, memberi support, dorongan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Motivasi dikatakan baik bilamana seseorang mampu untuk mengendalikan dirinya menuju hal yang baik. Untuk meningkatkan motivasi maka perlu adanya penyuluhan tentang penyakit dan bahayanya penyakit tersebut terhadap ancaman kehidupan manusia.
PEMBAHASAN Motivasi pasien TB Paru dalam mengikuti Program Pengobatan Sistem DOTS. Berdasarkan tinjauan teori motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan keinginan, dorongan perilaku tertentu dan yang memberi arah, ketahanan pada tingkah laku serta respon intrinsic yang mengarahkan perilaku kearah pemuasan kebutuhan atau pencapaian tujuan. Berkaitan dari analisis data melalui statistic, skor rerata motivasi responden TB Paru sebagain besar rendah diperoleh 74,14 % dari 58 responden. Sesuai dengan data hasil penelitian tentang motivasi bahwa motivasi
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi dalam mengikuti Program Pengobatan TB Paru Variabel
Frekuensi
Persentase (%)
- Tinggi
15
25,86%
- Rendah
43
74,14%
58
100%
Motivasi:
Total
Tabel 3. Deskrepsi Motivasi Responden dalam mengikuti Program Pengobatan TB Paru
Variabel
N
Min
Max
Mean
Median
SD
CI 95%
58
44
100
61,53
49,50
21,57
55,86-67,21
Motivasi : - Keseluruhan
50
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 Kepatuhan pasien TB Paru dalam mengikuti Program Pengobatan Sistem DOTS. Dalam penelitian ini dari 58 responden hanya 15 responden (25,86%), yang memenuhi criteria kepatuhan, serta memiliki kartu TB-01 yang selalu dibawa dan merupakan bukti keteraturan dalam minum obat.Angka tersebut sangatlah kecil jika dibandingkan dengan ketidakpatuahn, yaitu 1 : 3. Maka dari itu dalam upaya mengantisipasi ketidakpatuhan kepada penderita TB Paru dalam berobat, perlu adanya penyampaian informasi seakurat mungkin, dengan pendidikan kesehatan atau penyuluhan yang dilakukan oleh setiap UPK (Unit Pelayanan Kesehatan). Sebagaimana hasil penelitian ini yang menunjukkan masih adanya sekitar 74,14% responden, yang memiliki perilaku tidak patuh. Seorang dikatakan patuh apabila memenuhi ketiga criteria yaitu pertama keteraturan berobat sesuai jadwal berobat, yang diprogramkan oleh Puskesmas, kedua pertanyaan tentang keteraturan minum obat,
baik pada tahap intensif maupun pada tahap lanjutan, sesuai program pengobatan yang ditentukan dihadapan Pengawas Menelan Obat (PMO) dan pertanyaan ketiga, pertanyaan tentang keteraturan pemeriksaan dahak ulang selama masa pengobatan untuk melihat kemajuan pengobatan serta akhir pengobatan untuk menentukan hasil pengobatan, disamping itu juga harus dicross chek-kan dengan acuan program pengobatan TB Paru Departemen Kesehatan RI, yaitu dengan menggunakan kartu TB-01 dan disesuaikan juga dengan tata laksana penderita dalam berobat. Penderita TB Paru dikatakan patuh, apabila minum obat dengan jumlah waktu yang sesuai dengan aturan paket obat dan ketepatan waktu dalam mengambil obat ke Puskesmas. Kepatuhan berobat penderita TB Paru adalah upaya penderita minum OAT (Obat Anti Tuberkulosa) secara teratur sesuai standart dari kategori obat yang digunakan. Dikatakan patuh apabila seseorang telah mampu melaksanakan, menjalankan, segala ketentuan yang telah ditetapkan dan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi dalam Program Pengobatan TB Paru Variabel Kepatuhan : - Patuh - Tidak Patuh Total
Frekuensi
Persen (%)
15 43
25,86% 74,14%
58
100%
Tabel 5. Hubungan Antara Motivasi dengan Kepatuhan Pasien TB Paru dalam Program Pengobatan
Kepatuhan Variabel Tingkat Motivasi - Rendah - Tinggi Total
Tidak Patuh
Patuh
Prosentase (%)
43 0 43 (74,14%)
0 15 15 (25,86%)
74,14% 25,86% 100 %
P value X²
58,000
0,0001
51
Hubungan Motivasi Pasien TB Paru... - Jaka Prasetya ditentukan dengan benar dalam hal ini adalah kepatuhan penderita TB paru dalam pelaksanaan mengikuti program pengobatan sistem DOTS. Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan dalam mengikuti Program Pengobatan Sistem DOTS. Dari hasil kuesioner yang dibagikan terhadap 58 responden, dengan metode yang menggunakan chi square untuk mencari hubungan motivasi pasien TB Paru dengan kepatuhan dalam mengikuti program pengobatan sistem DOTS, diperoleh hasil secara statistik dapat dikatakan ada hubungan yang bermakna antara motivasi pasien TB Paru dengan kepatuhan dalam program pengobatan, antara yang patuh dan tidak patuh dengan signifikansi (p value) = 0,0001, alpha = 0,05. Motivasi merupakan kunci menuju keberhasilan semakin tinggi motivasi maka akan semakin patuh, dalam hal ini adalah kepatuhan meminum obat dalam mengikuti program pengobatan sistem DOTS. Maka dari itu dalam upaya mengantisipasi ketidakpatuhan kepada penderita TB Paru dalam berobat, perlu adanya penyampaian informasi seakurat mungkin, dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh setiap UPK (Unit Pelayanan Kesehatan). Hal ini juga diperkuat oleh teori Grenn (1980), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ketidakpatuhan minum obat pada penderita TB Paru dapat dicegah dengan memperhatikan faktor penderita sendiri, faktor keluarga, masyarakat, dan lingkungan serta faktor sarana kesehatan, tersedianya obat yang cukup dan dedikasi petugas kesehatan. Diperkuat lagi oleh teori Robbins (1993) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kunci utama dalam motivasi adalah usaha dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu kemauan untuk berjuang atau berusaha ketingkat yang lebih tinggi menuju tujuan yang dicapai dengan memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan.
52
KESIMPULAN 1. Motivasi responden TB Paru dalam mengikuti program pengobatan sistem DOTS, di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang sebagian besar masih rendah. 2. Kepatuhan responden dalam mengikuti program pengobatan system DOTS, di wilayah Puskesmas Genuk Semarang dinyatakan sebagian besar tidak patuh. 3. Adanya hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan dalam mengikuti program pengobatan sistem DOTS. SARAN 1. Dinas Kesehatan Agar para petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan pendidikan kesehatan dan memberi dorongan support kepada para penderita TB Paru secara terpadu dan berkesinambungan. 2. Bagi Ilmu Keperawatan Diharapkan lebih meningkatkan pengelolaan dan tindakan dalam menangani kasus terhadap penderita TB Paru, maupun terhadap hal yang lain dalam ilmu keperawatan terutama dengan meningkatkan motivasi pasien. 3. Bagi Masyarakat Untuk mengoptomalkan pengawas sebaiknya tidak hanya satu orang saja akan tetapi bias seluruh anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Arep Ishak & Tanjung Hendri, (2003). Manajemen Motivasi, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Alimul H.A.Aziz. (2003). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah, Jakarta : Medika Salemba. Bart, S. (1994). Psikologi Kesehatan, Jakarta : PT Ciputra Semarang Grasindo.
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 Depkes, RI. (2000). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan I. Jakarta. Depkes, RI. (2001). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan III. Jakarta. Depkes, RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan VIII. Jakarta. Darsono M. Prof Dr. (2001). Belajar dan Pembelajaran edisi II CV. IKIP Semarang Press. Edyanto, (2001). Hubungan Motivasi Penderita Diabetes Militus dengan Kepatuhan dalam Diit, UGM. Elaine Layne M. (1998). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta EGC.
Komunitas Dan Kesehatan Rumah. Jakarta : EGC. Moekijat. (2002). Dasar – Dasar Motivasi, Bandung : CV. Pioneer Java. Muchlas Makmun Prof Dr. (1999). Perilaku Organisasi edisi II UGM : CV. Aditya Media. Notoatmodjo, Sarwono, (1997). Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, (2001). Metodelogi Riset Keperawatan, Jakarta : CV Sagung Seto. Nursalam, (2001). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Effendy, N. Drs. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat , Edisi II. Cetakan I, Jakarta : EGC.
Nursalam, (2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Gunawan, & Indra, (1996). Usaha – Usaha Pencegahan Penularan Tuberkulosis Yang Dilakukan Oleh Penderita. FKM UNDIP Semarang.
Nursalam, Nurs, M. (Honours). (2002). Manajemen Keperawatan : aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika.
Harun, M., (2001). Hari Tuberkulosis Sedunia, Jurnal dan Farmasi Kedokteran, No.4 th XXIX. Terbit Minggu I.
Purwanto, Heri. (1999). Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan, Cetakan I. Jakarta : EGC.
Handoko, (1995). Motivasi Daya Penggerak Perilaku, Jakarta : Widiya Medika.
Robbins, J. (1993). Manajemen Kepemimpinan dan Strategi Pengorganisasian, Jakarta : PT Binaman Pressindo.
Heppy, (2003). Hubungan Motivasi Klien dengan Ketaatan dalam Program Pengobatan, UGM. Internet, Ditjen PPM dan PPL Depkes RI, Prevalensi Tuberkulosis, 2001. Kresnajaya, (2003). Indonesia Peringkat Ketiga penderita TBC. Accessed Oktober 12, 2003, From http : // www.ppm.plp. Depkes. Go. Id / detil.asp? m : 2 & s : & I = 3 >.
Sir John, C., Norman, H., Fred, M. (2001). Tuberkulosis Klinis. Edisi II. Jakarta : Widiya Medika. Sudiarto, (2002). Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol;. 6 no.1, FIK-UI, Jakarta.
Marcian, S., Ruth, N.K., (1998). Keperawatan
53