HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH DI USIA MUDA
OLEH SISCA RATNA AYUNINGTYAS 802011070
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUKKEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda dibawah ini : Nama : Sisca Ratna Ayuningtyas NIM : 802011070 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul : HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH DI USIA MUDA Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih media/ mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Salatiga
Pada tanggal : 26 Agustus 2015 Yang menyatakan,
Sisca Ratna Ayuningtyas
Mengetahui, Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Sisca Ratna Ayuningtyas
NIM
: 802011070
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul : HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH DI USIA MUDA Yang dibimbing oleh : 1. Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang lain saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambaran serta simbol yang saya akui selah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 26 Agustus 2015 Yang memberi pernyataan
Sisca Ratna Ayuningtyas
LEMBAR PENGESAHAN HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH DI USIA MUDA Oleh Sisca Ratna Ayuningtyas 802011070 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 26 Agustus 2015 Oleh : Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Diketahui oleh,
Disahkan oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA. FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH DI USIA MUDA
Sisca Ratna Ayuningtyas Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 pasangan suami istri yang pada saat menikah berusia 15-19 tahun yang bertempat tinggal di Salatiga. Pengambilan sampel yakni Snowball dengan alat ukur skala dukungan sosial dan skala kepuasan pernikahan. Berdasarkan hasil perhitungan antara variabel dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,649; p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan.
Kata Kunci : Dukungan Sosial Keluarga, Kepuasan Pernikahan.
i
Abstract
This research aims to determine the relationship between social support of family with marital satisfaction on couples who are married in young age. The subject in this research are 30 couples which is husband and wife who are married on 15 – 19 years old, that are living in Salatiga. For taking sample is used snowball measuring instrument scale social support and marriage satisfaction scale. Based on calculations result between family social support variable with marriage satisfaction, result value coefficient colerasion in the amount of 0,649 : p = 0,000 (p < 0,05). It is show that there is a significant positive relationship between family social support with marriage satisfaction.
Keyword : Family social support, Marriage satisfaction.
ii
1 PENDAHULUAN Pernikahan memang hal yang sangat dinantikan bagi setiap orang, baik pria maupun wanita. Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia. Selain sebagai pemenuhan kebutuhan seksual, pernikahan juga dapat memenuhi kebutuhan psikologis seseorang, seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dan rasa ingin dihargai (Walgito, 2002). Kebutuhan tersebut secara umum melatarbelakangi seseorang untuk menikah, namun demikian hal yang perlu dipertimbangkan adalah masalah kesiapan individu itu sendiri untuk melakukan pernikahan. Dalam undang-undang perkawinan tahun 1974 bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan tersebut tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis maupun mental. Namun tentu saja pelaksanaan undang-undang tersebut tidak bisa dimaknai dan dilaksanakan secara langsung begitu saja, karena dalam prakteknya usia 19 tahun bagi pria dan wanita, masih masuk dalam kategori usia dewasa muda (lead adolescent). Pada usia ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa dan memasuki tahapan proses penemuan jati diri. Dari sisi psikologis, memang wajar kalau banyak yang merasa khawatir, bahwa pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang berujung perceraian, karena kurang siapnya mental dari kedua pasangan yang masih belum dewasa betul. Pernikahan usia muda adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum 1
2 siap untuk melaksanakan pernikahan. Diharapkan pernikahan akan memberikan nilainilai yang positif, sehingga diperlukan syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan agama maupun hukum. Hal ini tidak lain adalah agar setiap pernikahan akan memberikan manfaat baik bagi individu maupun lingkungan sosialnya. Manfaat menikah lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan religi seseorang, yaitu dengan melakukan pernikahan maka salah satu aspek dalam agama dapat dipenuhi sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh individu yang bersangkutan (Walgito, 2002). Namun demikian terdapat beberapa kasus dimana perkawinan dilakukan pada kondisi yang belum siap seperti pernikahan dibawah umur atau pada usia remaja. Beberapa hal yang terkait dengan fenomena mengenai jumlah pernikahan remaja diantaranya dikemukakan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Sudibyo Alimoeso, mengungkapkan akibat tren menikah dini yang meningkat, kini rata-rata kelahiran pada remaja (Age Specific Fertility Rate/ASFR) usia 15-19 tahun di Indonesia meningkat dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada 2007 menjadi 45 per 1.000 di 2012. (Metro News.com, 12 Juli 2013). Hal ini selaras dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang menyatakan 46% perempuan Indonesia menikah sebelum berusia 20 tahun. Sementara data BPS 2010 tentang usia perkawinan pertama di Indonesia menunjukkan sebanyak 12% perempuan ternyata sudah / pernah menikah diusia 10 hingga 15 tahun. Selain itu, sebanyak 32% perempuan yang pernah menikah melakukan pernikahan pertamanya di usia 16-19 tahun. Artinya sekitar 45% perempuan Indonesia sudah / pernah menikah pada usia di bawah 20 tahun (Kompas 11 Juli 2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Weinstein, Powers dan Laverghetta (2010) menunjukkan bahwa usia ketika menikah pertama kali berpengaruh terhadap kepuasan
2
3 pernikahan yang dirasakan oleh individu. Karena usia pernikahan yang masih terbilang muda belum memiliki kesiapan yang matang baik secara fisik, psikis maupun mental, sehingga dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahannya. Lee (dalam Alder, 2010) menambahkan bahwa mereka yang menikah di usia muda lebih mungkin mengalami kekurangan dalam melaksanakan peran mereka dalam hubungan pernikahan sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam pernikahan, karena umur mereka yang masih dibilang muda mereka belum cukup dewasa dan belum cukup matang untuk menjalankan peran mereka sebagai sepasang suami istri. Berdasarkan pengamatan, ada beberapa pasangan yang belum dapat mencapai kepuasan dalam pernikahannya. Itu disebabkan karena adanya faktor yang memicu ketidakpuasan dalam sebuah pernikahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Archuleta, Britt, Tonn dan Grable (2011), faktor ekonomi dapat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Untuk mampu menghidupi keluarga dengan layak maka pasangan dituntut mapan dari segi ekonomi. Stres yang diakibatkan karena masalah ekonomi atau yang berhubungan dengan dunia kerja berpengaruh terhadap penurunan kepuasan pernikahan (Stone & Shackelford, 2007). Tekanan ekonomi dapat meningkatkan kekerasan terhadap pasangan dan menurunkan kehangatan dalam hubungan. Selain dari segi ekonomi, dari segi komunikasi yang kurang terbuka dan penyesuaian yang kurang baik juga dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan. Kondisi seperti ini dapat memicu ketidakstabilan dalam pernikahan dan menurunkan kepuasan terhadap pernikahan (Kerkmann, Lee, Lown, & Allgood, 2000). Pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau dapat pula bercerai di tengah perjalanannya. Di samping itu banyak bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan dalam kehidupan pernikahan akan lebih berperan dalam menciptakan kebahagiaan hidup secara
3
4 keseluruhan. Seiring dengan berjalannya waktu, dalam kehidupan pernikahan kemungkinan akan muncul berbagai permasalahan, yang sedikit banyak mempengaruhi kepuasan rumah tangga. Orang yang memasuki kehidupan perkawinan pastilah membawa kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri. Individu berharap bisa memenuhinya dalam institusi perkawinan yang dibangun. Untuk mencapai semua kebutuhan tersebut harus didasari dengan adanya dukungan sosial khususnya dari keluarga atau orang terdekat, karena dengan adanya dukungan sosial akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis bagi pasangan untuk mendapatkan kepuasan dalam pernikahannya. Demikian juga yang terjadi pada beberapa pasangan usia muda di daerah sekitar Salatiga, berdasarkan hasil wawancara informal dan hasil observasi, ada beberapa pasangan yang sudah mencapai kepuasan pernikahannya, karena partisipan sudah memenuhi atau sudah mencapai beberapa aspek kepuasan pernikahan dan di samping itu partisipan juga mendapatkan dukungan sosial keluarga yang tinggi sehingga mereka dapat mencapai sebuah kepuasan pernikahan. Tetapi ada juga beberapa partisipan yang belum mencapai kepuasan dalam pernikahannya, karena ada beberapa aspek-aspek pernikahan yang belum mereka capai seperti kurang baik dalam membangun komunikasi dan kedekatan dengan keluarga maupun dengan pasangan, kurang baik dalam mengatur manajemen financial, dan kurang baik dalam melakukan peran sebagai orangtua, sehingga hal itu menunjukkan ada problem dalam kepuasan pernikahannya. Karena untuk dapat mencapai sebuah kepuasan pernikahan tidak hanya dengan dukungan dari kedua pasangan suami istri itu sendiri, tetapi dengan adanya dukungan sosial dari keluarga juga dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahannya. Sebagaimana diungkap Lieberman
4
5 (1992) bahwa secara teoritis adanya dukungan sosial keluarga dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress. Dukungan sosial akan mengubah persepsi individu pada kejadian yang menimbulkan stressfull dan oleh karena itu akan mengurangi potensi terjadinya stres pada individu yang bersangkutan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2011), yang menyatakan ada hubungan antara dukungan sosial pasangan dengan kepuasan pernikahan dengan koefisien korelasi r = 0,561. Lebih lanjut dinyatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang dirasakan akan semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Menurut Rahmi (2011) dalam penelitiannya mengenai dukungan sosial pasangan bahwa dukungan sosial keluarga mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang. Bukti adanya pengaruh kepuasan pernikahan terhadap dukungan sosial keluarga, berarti menghubungkan antara dukungan sosial keluarga menuju ke kepuasan pernikahan pernikahannya. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas maka permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda. Dari latar belakang di atas maka tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda.
5
6 TINJAUAN PUSTAKA KEPUASAN PERNIKAHAN Pernikahan merupakan tahapan perkembangan dalam kehidupan seseorang yang memberikan perasaan membahagiakan seperti perasaan dimiliki, dilindungi dan merasa aman. Terdapat beberapa alasan orang menikah, yaitu ingin berbagi, membutuhkan cinta dan kedekatan, mendapatkan dukungan dari orang lain, memiliki pasangan untuk berhubungan seksual, dan untuk memiliki anak (Olson & DeFrain, 2006). Setiap individu tentunya menginginkan perkawinan yang sukses dan sekali dalam hidupnya. Salah satu kriteria yang dapat mempengaruhi kesuksesan dalam perkawinan adalah kepuasan pernikahan. Kata puas sendiri berarti senang, gembira dan sebagainya, karena sudah terpenuhi hasrat hatinya lebih dari cukup. Oleh karena itu, kepuasan pernikahan dapat diartikan sebagai bersifat puas, lega, dan bahagia sehingga tidak ada ketegangan terhadap kehidupan pernikahan yang dijalani pasangan. Menurut Olson dan DeFrain (2006), yang mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai sebuah evaluasi menyeluruh mengenai hubungan pernikahan yang dijalani. Kepuasan pernikahan tidak bersifat stabil tetapi berubah-ubah selama siklus kehidupan pernikahan. Masa awal pernikahan, yaitu 2 sampai 3 tahun pertama mengakibatkan banyaknya perubahan yang membutuhkan penyesuaian. Pada umumnya, pasangan yang menikah akan menyesuaikan diri dengan baik dalam pernikahannya setelah 3 ‐ 4 tahun pernikahan. Dan biasanya kepuasan pernikahan berpuncak pada 5 tahun pertama pernikahan kemudian menurun sampai periode ketika anak‐anak sudah menginjak remaja / dewasa. Pasangan suami istri yang baru menikah tidak selalu memiliki latar belakang yang sama. Penyesuaian dalam pernikahan adalah perubahan dan penyesuaian dalam
6
7 hubungan
dengan
pasangan
dalam
kehidupan
berkomitmen
atau
pernikahan.
Sebagaimana persepsi terhadap hal yang lain kepuasan pernikahan bukanlah suatu hal yang sifatnya permanen akan tetapi dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu, terutama sekali sangat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang dalam kehidupan yang dijalaninya. Di dalam pernikahan, memang dapat tercipta kedekatan dan keintiman, tetapi tidak jarang juga muncul perbedaan pendapat dan konflik. Komunikasi yang terbuka dan efektif juga akan meningkatkan kepuasan pernikahan, karena komunikasi merupakan salah satu faktor yang memainkan peran penting dalam sebuah pernikahan. Pasangan suami istri yang tidak melakukan komunikasi tersebut biasanya akan kehilangan keintiman dari masing-masing pasangannya. Hal tersebut disebabkan karena tiap-tiap pasangan saling berbagi pikiran dan perasaan pribadinya secara jelas dan jujur. Kepuasan pernikahan bukan hanya hasil dari upaya orang lain terhadap diri seseorang, tetapi apa yang dilakukan seseorang terhadap orang lain juga dapat menimbulkan kepuasan tersendiri (Olson dan DeFrain, 2006).
Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan Seorang ahli yang lain yakni Olson dan Fowers (1989) mengemukakan bahwa aspekaspek yang dapat mengukur kepuasan pernikahan meliputi sepuluh aspek yakni : (a) Isu-isu kepribadian. Isu kepribadian yang dimaksud disini adalah persepsi individu dan level kepuasannya dengan karakter pribadi pasangannya yang ditunjukkan dengan tingkah
7
8 laku. Apabila individu merasa senang dengan karakter pribadi dan kebiasaan pasangannya, maka hal itu akan mendukung kepuasan pernikahannya. (b) Komunikasi. Kepuasan pernikahan dilihat dari perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungannya. Orang yang memiliki sikap dan peniliaian positif terhadap komunikasi dalam hubungannya, merasa dimengerti oleh pasangannya, dan melihat diri mereka sendiri dapat menyatakan perasaan dan keyakinan-keyakinannya. (c) Pemecahan masalah. Kepuasan dalam strategi dan proses dalam menyelesaikan masalah atau konflik diantara pasangan maka akan mendukung sebuah kepuasan pernikahan. (d) Manajemen financial. Kepuasan pernikahan dapat dilihat dari bagaimana sikap dan kepedulian seseorang tentang cara pengaturan masalah keuangan dan kepuasannya dengan keadaan ekonomi mereka. (e) Kegiatan di waktu luang. Seseorang yang puas dengan pengaturan aktivitasnya di waktu luang dan intensitas waktu yang dihabiskan bersama pasangannya maka akan menunjukkan kepuasan pernikahan yang baik. (f) Hubungan seksual. Kepuasan dalam hubungan seksual ini dapat dilihat dari sejauh mana pasangan puas dengan ekspresi kasih sayang terhadap satu sama lain, level kenyamanan dalam mendiskusikan isu-isu seksual, sikap terhadap tingkah laku seksual, keputusan kelahiran anak, dan kesetiaan pasangan dalam hal seksual.
8
9 (g) Pengasuhan anak-anak. Pengasuhan seseorang dengan pembagian peran sebagai orang tua dan cara pasangan menangani masalah pengasuhan anak juga dapat menentukan kepuasan pernikahan. Hal tersebut dapat terlihat dari penilaian pasangan tentang dampak anak terhadap hubungan mereka, kepuasan dengan bagaimana peran dan tanggung jawab orang tua dibuat, kesepakatan tentang mendisiplinkan anak, kesesuaian tujuan dan nilai-nilai yang diinginkan untuk anak, persetujuan jumlah anak yang diinginkan. (h) Keluarga dan teman-teman. Penilaian seseorang mengenai hubungannya dengan saudara, orang tua, teman, mertua, ipar, serta teman dari pasangan juga menentukan kepuasan pernikahan. (i) Kesamaan peran. Penilaian yang baik mengenai pembagian tanggung jawab dalam rumah tangga, seperti pekerjaan rumah, peran sebagai orang tua, peran pencari nafkah, dan peran dalam hubungan seksual juga mendukung kepuasan pernikahan. (j) Orientasi agama. Sikap dan kepedulian seseorang dalam hal keyakinan dan praktek keagamaan dalam sebuah keluarga dan kepuasan dengan peran yang diharapkan dari agama terhadap pernikahan juga mendukung kepuasan pernikahan.
Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Papalia dkk (2007) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain adalah :
9
10 1.
Usia saat menikah merupakan salah satu prediktor utama. Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih sukses dalam pernikahan, dari pada yang menikah pada usia yang lebih muda.
2.
Latar belakang pendidikan dan penghasilan, karena pendidikan dan penghasilan adalah saling berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi pada umumnya berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir yang lebih terbuka.
3.
Agama, dimana orang yang memandang agama sebagai hal yang penting, relatif jarang mengalami masalah pernikahan dibandingkan orang yang memandang agama sebagai hal yang tidak penting.
4.
Dukungan emosional, kegagalan dalam pernikahan ini ada kemungkinan terjadi karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional dari lingkungan.
5.
Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih mementingkan ekspresi emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika istri mereka menyenangkan.
6.
Bagaimana menjadi orangtua.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu (a) usia saat menikah, (b) latarbelakang pendidikan dan penghasilan, (c) religiusitas, (d) dukungan emosional, (e) perbedaan harapan, (f) bagaimana menjadi orangtua. DUKUNGAN SOSIAL Ada beberapa definisi dukungan sosial yang dikemukakan oleh para ahli. Masingmasing ahli memberikan definisi yang berbeda namun pada intinya memiliki pengertian
10
11 yang sama. Robert Weiss ( dalam Cutrona, 1994), mendefinisikan bahwa dukungan sosial adalah pertukaran interpersonal dimana salah seorang memberikan bantuan atau pertolongan kepada yang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga atau orang-orang yang dianggap keluarga dan mempunyai ruang lingkup yang sempit. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang menjadi tempat berinteraksi individu yang berada di dalamnya. Dalam keluarga individu mulai melakukan interaksi dengan orang yang berada disekitarnya baik sebagai orangtua maupun anak. Dukungan sosial dapat juga disebut sebagai pemberian rasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis oleh keluarga kepada seseorang untuk menghadapi kecemasan atau stres. Beberapa pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan dapat menjadi dukungan sosial atau tidak tergantung pada sejauhmana individu merasakan hal itu sebagai dukungan sosial.
Aspek-Aspek Dukungan Sosial Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) membagi dukungan sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain. Berikut merupakan enam komponen dukungan sosial menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994) : 1) Reliabel Alliance Pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang
11
12 karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya dalam menghadapi masalah. 2) Guidance Dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian umpan balik atas suatu yang telah dilakukan individu. 3) Reassurance of worth Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu (Cutrona,dkk., 1984). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. 4) Attachment Pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona,dkk., 1984) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. 5) Social Intergration Dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok. 6) Opportunity to Provide Nurturance Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.
Efek Dukungan Sosial Smet (1994) mengemukakan bahwa ada dua model peranan dukungan sosial dalam kehidupan, yaitu model efek langsung ( direct effect ) dan model efek penyangga (
12
13 buffer effect ). Dalam efek langsung tetap berpendapat bahwa dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan tidak perduli banyaknya stres yang dialami seseorang. Menurut efek dukungan sosial yang positif sebanding di bawah intensitasintensitas stres tinggi dan rendah. Contohnya, orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak begitu mudah diserang stres. Sedangkan efek penyangga, dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan melindungi orang itu terhadap efek negatif dari stres berat. Fungsi yang bersifat melindungi ini hanya efektif kalau orang itu menjumpai stres yang kuat. Efek penyangga bekerja paling sedikit dengan dua cara. Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai situasi penuh stres (mereka tahu bahwa mungkin akan ada seorang yang dapat membantu mereka). Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi akan mengubah respon mereka terhadap sumber stres. Kedua segi itu mempengaruhi dampak sumber stres. Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial keluarga adalah tindakan positif dari keluarga yang berfungsi memberi bantuan melalui hubungan interpersonal yang dekat dan dapat menimbulkan kenyamanan baik secara fisik maupun psikologis untuk membantu individu dalam menghadapi suatu masalah. Dengan adanya perasaan di dukung oleh lingkungan membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah terutama pada waktu menghadapi peristiwa yang menekan. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Di Usia Muda Seseorang yang telah melakukan ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai sepasang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, baik yang dilakukan 13
14 secara hukum maupun secara adat / kepercayaan dapat dikatakan sebagai pernikahan. Apabila suatu pernikahan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki usia yang relatif muda maka hal itu dapat dikatakan dengan pernikahan dini. Usia yang relatif muda yang dimaksud tersebut adalah usia pubertas yaitu usia antara 15-19 tahun. Sehingga seorang remaja yang berusia antara 15-19 tahun yang telah melakukan ikatan lahir batin sebagai sepasang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga dikatakan sebagai pernikahan dini atau pernikahan muda. Suatu pernikahan yang memuaskan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Landis (dalam Lailatushifah, 1998) kunci agar suatu pernikahan dapat menghasilkan sesuatu yang memuaskan adalah adanya kerjasama dari kedua pasangan. Dalam menjalin kerjasama demi tercapainya tujuan bersama, maka sepasang suami istri dituntut untuk dapat berkomunikasi dan menyesuaikan diri antara satu dengan yang lain. Kepuasan pernikahan seseorang ditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan orang yang bersangkutan. Persepsi individu terhadap situasi yang dialami sehari-hari itu menjadi dasar penilaian terhadap kepuasan pernikahannya. Kepuasan pernikahan seseorang merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi pernikahan yang dipersepsikan masing-masing pasangan. Untuk mencapai kepuasan pernikahan tersebut terdapat tiga kebutuhan yang juga menjadi aspek kepuasan pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan memiliki kepuasan, yaitu kebutuhan materil, kebutuhan seksual, dan kebutuhan psikologis (Saxton,1986). Untuk mencapai semua kebutuhan tersebut harus di dasari dengan adanya dukungan sosial khususnya dari keluarga maupun kedua pasangan itu sendiri, karena dengan adanya dukungan sosial akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis bagi pasangan untuk mendapatkan
14
15 kepuasan dalam pernikahannya. Sebagaimana diungkap Lieberman (1992) bahwa secara teoritis adanya dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stres. Dukungan sosial akan mengubah persepsi individu pada kejadian yang menimbulkan stressfull dan oleh karena itu dengan adanya dukungan sosial akan mengurangi potensi terjadinya stres pada individu yang bersangkutan. Dengan adanya dukungan sosial yang tinggi, maka disitu akan tercapai suatu kepuasan dalam pernikahan. Tidak hanya pasangan yang menikah dengan usia yang ideal saja yang mungkin dapat mencapai suatu kepuasan dalam pernikahan, tetapi pasangan yang menikah di usia muda juga dapat mencapai kepuasan tersebut.
HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang diberikan, maka semakin tinggi kepuasan pernikahannya.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Dukungan Sosial Keluarga sedangkan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kepuasan Pernikahan.
15
16 Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah 60 orang (suami istri) yang menikah muda di Salatiga dan sekitarnya, dengan mendatangi rumah partisipan dan memberikan angket penelitian kepada partisipan yang sebagian besar partisipan masih bertempat tinggal bersama orangtuanya. Informasi tentang partisipan sebagian diperoleh dari teman dan sebagian dari partisipan sebelumnya. Penelitian menggunakan teknik snowball yang kriterianya adalah orang-orang yang menikah di usia muda (15 - 19 tahun) dengan usia pernikahan 1 - 5 tahun. Alat Ukur Penelitian Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala Dukungan Sosial dan skala Kepuasan Pernikahan. Skala Kepuasan Pernikahan menggunakan skala yang disusun oleh Olson dan Fowers (1989) yang terdiri dari 10 aspek yaitu Isu-isu kepribadian, komunikasi, pemecahan masalah, manajemen financial, kegiatan di waktu luang, hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman, kesamaan peran dan orientasi agama. Sedangkan skala Dukungan Sosial menggunakan skala yang disusun oleh Weiss (dalam Cutrona, 1994) yang terdiri dari 6 komponen yaitu Reliabel Alliance, Guidance, Reassurance of worth, Attachment, Social Intergration, Opportunity to Provide Nurturance. Setiap skala terdiri atas dua item yaitu item favourable dan item unfavourable. Dalam masing-masing item disediakan empat pilihan jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Berdasarkan seleksi item skala kepuasan pernikahan yang semula tersusun 15 item sesudah dilakukan pengujian daya diskriminasi menjadi 11 item (4 item gugur) yang 16
17 kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh hasil r = 0,688 , dan berdasarkan seleksi item skala dukungan sosial keluarga yang semula tersusun 23 item sesudah dilakukan pengujian daya diskriminasi menjadi 12 item (11 item gugur) yang kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh hasil r = 0,720. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai tanggal 23 - 31 Juli 2015 peneliti mulai melakukan penelitian secara individual dengan mendatangi rumah partisipan dan memberikan angket penelitian kepada partisipan. Pengumpulan data dilakukan di kota Salatiga dan sekitarnya dengan partisipan 60 orang (suami istri). Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian diolah menggunakan bantuan program computer SPSS 16.0 for windows. Teknik Analisis Data Metode analisis data menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda. Analisis data dilakukan dengan bantuan program bantu komputer SPSS 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Variabel dukungan sosial keluarga mempunyai 12 item yang baik dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor 17
18 tertinggi yaitu 48 dan skor terendahnya adalah 12. Sedangkan kepuasan pernikahan mempunyai 11 item valid dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi yaitu 44 dan skor terendahnya adalah 11. Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Rumus untuk mencari interval yang digunakan untuk menentukan kategori tersebut yaitu :
Dukungan Sosial Keluarga Berdasarkan jumlah item skala dukungan sosial keluarga yaitu 12 item dengan rentang nilai 1 - 4 dan dibuat dalam lima kategori, diperoleh intervalnya 7,2 interval, maka kategorisasinya sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kategorisasi pengukuran skala dukungan sosial keluarga NO
INTERVAL
KATEGORI
1
40,8 < x ≤ 48
Sangat Tinggi
2
33,6 < x ≤ 40,8
Tinggi
3
26,4 < x ≤ 33,6
4 5
N
PERSENTASE
21
35 %
38
63,33 %
Sedang
1
1,66%
19,2 < x ≤ 26,4
Rendah
0
0%
12 < x ≤ 19,2
Sangat Rendah
0
0%
60
100 %
JUMLAH
18
MEAN
40,48
19 Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala dukungan sosial keluarga di atas, menunjukkan bahwa rata-rata sebesar 63,33% dukungan sosial keluarga berada pada kategori tinggi.
Kepuasan Pernikahan Berdasarkan jumlah item skala kepuasan pernikahan yaitu 11 item dengan rentang nilai 1 - 4 dan dibuat dalam lima kategori, diperoleh intervalnya 6,6 interval, maka kategorisasinya sebagai berikut : Tabel 1.2 Kategorisasi pengukuran skala kepuasan pernikahan NO
INTERVAL
KATEGORI
1
37,4 < x ≤ 44
Sangat Tinggi
2
30,8 < x ≤ 37,4
Tinggi
3
24,2 < x ≤ 30,8
4 5
N
PERSENTASE
21
35 %
36
60 %
Sedang
3
5%
17,6 < x ≤ 24,2
Rendah
0
0%
11 < x ≤ 17,6
Sangat Rendah
0
0%
60
100 %
JUMLAH
MEAN
35,93
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kepuasan pernikahan di atas, menunjukkan bahwa rata-rata sebesar 60% kepuasan pernikahan berada pada kategori tinggi.
Uji Asumsi Dari uji normalitas menunjukkan bahwa, variabel dukungan sosial keluarga memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,576 dengan p atau signifikansi sebesar
19
20 0,894 (p > 0,05) maka distribusi data dukungan sosial keluarga berdistribusi normal. Demikian juga untuk variabel kepuasan pernikahan yang memiliki nilai KolmogorovSmirnov sebesar 0,743 dengan p atau signifikansi sebesar 0,639 (p > 0,05) maka distribusi data kepuasan pernikahan berdistribusi normal.
Tabel Hasil Uji Normalitas antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Unstandardized Residual N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Residual 60
60
.0000000
.0000000
2.30863441
2.28029254
Most Extreme
Absolute
.074
.096
Differences
Positive
.074
.050
Negative
-.072
-.096
Kolmogorov-Smirnov Z
.576
.743
Asymp. Sig. (2-tailed)
.894
.639
a. Test distribution is Normal.
20
21 Dari hasil uji linearitas, maka diperoleh nilai F sebesar 62,367 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda adalah linear.
Tabel Hasil Uji Linearitas antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan ANOVA Table
Sum of Squares KP * Between Groups
df
Mean Square
F
Sig.
(Combined)
361.717
12
30.143
8.432
.000
Linearity
222.949
1
222.949
62.367
.000
138.768
11
12.615
3.529
.001
Within Groups
168.016
47
3.575
Total
529.733
59
DSK
Deviation from Linearity
Uji Hipotesis Uji hipotesis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson hasilnya sebagai berikut.
1) Uji hipotesis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri.
21
22 Tabel Hasil Uji Korelasi Correlations KP KP Pearson Correlation
DSK 1
Sig. (1-tailed)
.000
N DS Pearson Correlation K
.649**
Sig. (1-tailed)
60
60
.649**
1
.000
N
60
60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi antara dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan, sebesar 0,649 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang menikah di usia muda.
Hasil Tambahan 1) Uji hipotesis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suami.
22
23 Tabel Hasil Uji Korelasi Correlations KP KP
DSK
Pearson 1
.660**
Correlation Sig. (1-tailed)
.000
N DSK
30
30
.660**
1
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.000
N
30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi antara dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan, sebesar 0,660 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suami.
2) Uji hipotesis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada istri.
23
24 Tabel Hasil Uji Korelasi Correlations KP KP
DSK
Pearson 1
.531**
Correlation Sig. (1-tailed)
.001
N DSK
30
30
.531**
1
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.001
N
30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi antara dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan, sebesar 0,531 dengan signifikansi = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada istri.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia muda. Hal ini dibuktikan dari hasil pengujian korelasi di dapatkan koefisien korelasi sebesar r = 0,649, p = 0,000 , (p < 0,05), artinya adanya hubungan positif signifikan 24
25 antara dukungan sosial keluarga dengan kepuasan pernikahan, yang berarti semakin tinggi dukungan sosialnya maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Dengan demikian hipotesis diterima. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2011), yang menyatakan ada hubungan antara dukungan sosial pasangan dengan kepuasan pernikahan, hal ini di buktikan dari hasil pengujian korelasi oleh Rahmi (2011) di dapatkan koefisien korelasi sebesar r = 0,561. Lebih lanjut dinyatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang dirasakan akan semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Hal ini juga dapat dilihat dari pasangan (suami istri), jika mereka mendapatkan dukungan yang tinggi maka pasangan akan mudah menerima kepuasan pernikahan, dan dari beberapa aspekaspek dukungan sosial dan kepuasan pernikahan yang sudah mereka capai atau penuhi, mereka akan cenderung mudah mendapatkan kepuasan dalam pernikahannya. Menurut Rahmi (2011) dalam penelitiannya mengenai dukungan sosial pasangan bahwa dukungan sosial keluarga mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang. Bukti adanya pengaruh kepuasan pernikahan terhadap dukungan sosial keluarga, berarti menghubungkan antara dukungan sosial keluarga menuju ke kepuasan pernikahannya. Hal ini semakin menguatkan teori-teori sebelumnya yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah pertukaran interpersonal dimana salah seorang memberikan bantuan atau pertolongan kepada yang lain, seperti yang dinyatakan oleh Robert Weiss ( dalam Cutrona, 1994). Dukungan sosial dapat juga disebut sebagai pemberian rasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis oleh keluarga kepada seseorang untuk menghadapi kecemasan atau stres.
25
26 Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kepuasan pernikahan, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan pernikahan (Wismanto, 2004). Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan dukungan sosial keluarga terhadap kepuasan pernikahan antara suami dan istri memberikan kontribusi sebesar 42,1% (r²). Dan pada hasil tambahan, yang dihasilkan oleh suami mendapatkan dukungan sosial keluarga sebesar 43,56%, sehingga sumbangan efektif dukungan sosial keluarga yang diterima suami terhadap kepuasan pernikahan sebesar 43,56%, dan pada istri mendapatkan dukungan sosial keluarga sebesar 28,19%, sehingga sumbangan efektif dukungan sosial keluarga yang diterima istri terhadap kepuasan pernikahan sebesar 28,19%. Yang dimaksud keluarga disini adalah anggota keluarga terdekat, baik dari orangtua kedua pasangan maupun saudara sekandung. Partisipan dalam penelitian ini adalah 60 orang (suami istri) yang menikah muda di Salatiga dan sekitarnya, dengan mendatangi rumah partisipan dan memberikan angket penelitian kepada partisipan yang sebagian besar partisipan masih bertempat tinggal bersama orangtuanya. Informasi tentang partisipan sebagian diperoleh dari teman dan sebagian dari partisipan sebelumnya. Kriteria penelitiannya adalah orang-orang yang menikah di usia muda (15 19 tahun) dengan usia pernikahan 1 - 5 tahun. Dari hasil data yang diperoleh melalui kuisioner, sebagian besar partisipan memperoleh dukungan sosial keluarga dengan mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Karena dengan individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya dalam menghadapi masalah. Hal ini disebabkan juga dengan partisipan yang masih tinggal 26
27 bersama dengan orangtuanya, sehingga partisipan masih bergantung terhadap orangtuanya. Saat ini kita sering dihadapkan dengan usia rata-rata remaja yang menikah di usia antara 14 - 19 tahun (Widyastuti dkk, 2009). Undang-Undang pernikahan No.1 tahun 1974 memperbolehkan seorang perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia dibawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker serviks serta penyakit menular seksual. Selain menimbulkan beberapa penyakit pernikahan usia muda juga dapat menimbulkan banyaknya kasus perceraian, hal ini dikarenakan kurang siapnya mental dari kedua pasangan yang masih belum dewasa betul. Beberapa ahli menyatakan bahwa pernikahan usia dini sering disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, faktor diri sendiri dan faktor orangtua (Puspitasari, 2006). Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara lanjutan yang dilakukan penulis terhadap partisipan bahwa alasan mereka menikah muda di dasari dengan beberapa alasan, yang pertama karena saling mencintai, keputusan orangtua, ingin cepat mendapatkan keturunan, ingin memperbaiki ekonomi, hamil diluar nikah, target menikah di usia muda, dan yang terakhir agar tidak terjerumus atau menghindari pergaulan bebas. Dari uraian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pernikahan. Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian diatas, bahwa antara dukungan sosial dengan kepuasan pernikahan memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan analisis deskriptif dalam penelitian ini diperoleh data bahwa dukungan sosial keluarga sebesar 63,33% partisipan berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya dukungan sosial 27
28 keluarga pada pasangan yang menikah di usia muda. Begitu juga dengan data kepuasan pernikahan diperoleh sebesar 60% partisipan berada pada kategori tinggi pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasangan yang menikah di usia muda memiliki kepuasan pernikahan yang tergolong tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi terhadap kepuasan pernikahan, sehingga nampak jelas bahwa dukugan sosial keluarga mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan kepuasan pernikahan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara variabel dukungan sosial keluarga dengan variabel kepuasan pernikahan pada pasangan (suami istri) yang menikah di usia muda. Demikian juga khusus pada suami saja dan pada istri saja juga tetap memiliki hubungan yang positif signifikan antara dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan. 2). Sebagian besar pasangan menikah muda ini (63,33%) dalam penelitian ini memiliki tingkat dukungan sosial keluarga yang tergolong tinggi, dan sebagian besar pasangan menikah muda ini (60%) juga memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang tergolong tinggi. Saran Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung di lapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan :
28
29 1. Bagi suami dan istri yang melakukan nikah muda 1)
Bagi pasangan yang sudah terikat dalam ikatan pernikahan usia muda bahwa dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan diharapkan untuk tetap di tingkatkan dan dipertahankan dengan baik, karena dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan pada saat menikah merupakan faktor yang cukup penting dalam mencapai kepuasan pernikahan.
2. Bagi orang tua 1) Bagi orang tua yang anaknya telah menikah pada usia muda, hendaknya tetap menjalin hubungan sosial dan menjalin komunikasi yang baik dengan anaknya sampai mereka memasuki usia dewasa dan selalu memberikan dukungan yang positif. 2) Hendaknya perhatikan kesadaran mengenai pernikahan usia muda akan lebih beresiko pada kesehatan. Terutama akan mudah terkena penyakit kanker leher rahim / kanker serviks serta penyakit menular seksual, selain itu banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pernikahan. 3. Bagi peneliti selanjutnya 1) Dalam penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain selain faktor dukungan sosial keluarga dan kepuasan pernikahan, misalnya seperti menikah muda dengan status keyakinan yang berbeda, taraf sosial ekonomi, atau pendidikan. 2) Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk tidak hanya meneliti pada daerahdaerah Salatiga saja, tetapi juga menjangkau daerah-daerah lainnya agar hasil penelitian dapat menggambarkan populasi yang lebih luas.
29
30 DAFTAR PUSTAKA
Alder, E.S. (2010). Age, education level and length of courtship in relation to marital satisfaction. (Tesis, Pacific University, United States). Retrieved from http://commons.pacificu.edu/spp/145 tanggal 6 April 2013 Alfiyah. (2010). Sebab-sebab pernikahan dini. http// alfiyah23.student.umm.ac.id. Diakses tanggal 1 Oktober 2014. Archuleta, K.L., Britt, S.L., Tonn, T.J . & Grable, J.E. (2011). Financial satisfaction and financial stressors in marital satisfaction. Psychology reports, 108, 563-576. DOI:10.2466/07.21.PR0.108.2.563-576. Diakses tanggal 23 Februari 2013 Azwar, S. (2007). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bishop, G.D. (1997). Health psychology: Integrating mind and body. Boston: Allyn & Bacon. Cutrona, C.E. & Russell, D. (1987). The provisions of social relationships and adaptation to stress. Advances in personal relationships, 1, 37 – 67. Greenwich CT: JAI Press. Duffy, Karen. G., & Atwater, Eastwood. (2002). Psychology for living : Adjusment, growth, and behavior today (7nd ed.). New Jersey : Practice Hall Upper Saddle River. Hobfoll, S.E. (1986). Stress, social support and women: the series in clinical and community psychology. New York: Herpe & Row. Kerkmann, B.C., Lee, T.R., Lown, J.M. & Allgood, S.M. (2000). Financial management, financial problems and marital satisfaction among recently married university students. Financial Counseling. 11 (2). 55-65. Retrieved from http://afcpe.org/assets/pdf/vol1126.pdf tanggal 23 Februari 2013 Lieberman, M.A. (1992). The effect of social support on respond on stress. Dalam Bretnitz & Golberger (Eds).Handbook of stress: Theoritical & clinical aspects. London: Collier MacMillan Publisher. Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013). Komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan. Jakarta : Universitas Al Azhar Indonesia. Olson , D . H . & DeFrain, J. (2006). Marriages and families ; Intimacy, diversity, and strength 5th ed. Boston ; McGraw-Hill. Olson, David H dan Fowers, Blaine J. 1989. ENRICH Marital Inventory: A Discriminant Validity and Cross-Validity Assessment. Journal of marital and family therapy, 15 (1), 6579. Ozirney, Henry. (2007). Knot Happy: How Your Marriage Can Be. Oklahoma: Tate Publishing & Enterprises.
30
31 Puspitasari. (2006). Perkawinan usia muda : Faktor pendorong dan dampaknya terhadap pola asuh keluarga (studi kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan : Universitas Negeri Semarang Rahmi, F.H. (2011). Dukungan sosial pasangan dengan kepuasan pernikahan. Surakarta : Universitas Muhammadiyah. Rini, Q.K., & Retnaningsih. (2008). Keterbukaan diri dan kepuasan perkawinan pada pria dewasa awal. Jurnal Psikologi Volume 1 (2), 152-157. Rybash, J.W., Roodin, P.A., & Santrock, J.W. (1991). Adult development and aging. 2nd edition. New York: Wm. C. Brown Publishers. Sarafino, E.P. (1997). Health psychology: Biopsychological interactions (4rd ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Gramedia. Stone, E.A. & Shackelford, T.K. (2007). Marital satisfaction. Encyclopedia of Social Psychology (pp. 541-544). California: Sage. Retrieved from http://www.toddshackelford.com/download/Stone-Shackelford-Marital-Satisfaction2006.pdf tanggal 2 Desember 2013 Gottlieb, B.H. (1983). Social support strategie: Guideliness for mental helth practice. London: Sage Publication. Walgito, B. (2002). Bimbingan dan konseling perkawinan: Undang-undang pernikahan no.1 tahun 1974. Yokyakarta: Andi Offset. Weinstein, L., Powers, J. & Laverghetta, A. (2010). College students’ chronological age predicts marital happiness regardless of length of marriage. College student journal, 44 (22). Retrieved from http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=pbh&AN=51362173&site=ehostlive tanggal 25 April 2013 Wibisono, L. (2001). Pasangan Harmonis Tahan Banting dalam Kumpulan Artikel Psikologi Intisari. Jakarta: Gramedia. Widyastuti Y. A. Rahmawati. Y.E. Purwaningrum. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya Wismanto, Y. B. (2004). Kepuasan Pernikahan ditinjau dari komitmen perkawinan, kesediaan berkorban, kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap perilaku pasangan. Disertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM
31