HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN PERNIKAHAN USIA MUDA (Di Desa Ngepon, Kecamatan Jatirogo ) Kusno Ferianto,S.Kep,Ns STIKES NU Tuban Prodi DIII Kebidanan
ABSTRAK Pernikahan usia muda merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia 25 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun untuk perempuan. Kultur disebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang hal yang wajar jika pernikahan dilakukan pada usia muda. Pernikahan usia muda terjadi karena beberapa faktor salah satunya faktor ekonomi (tingkat pendapatan), oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan pernikahan usia muda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitik dengan pendekatan cross sectional, populasi yang digunakan adalah semua kepala keluarga yang menikahkan anak wanitanya pada tahun 2009 di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo sejumlah 31 orang, dan dalam penelitian ini sampling yang digunakan simple random sampling dengan besar sampel 29 orang. Data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu dengan wawancara, kemudian data yang didapat dianalisis dengan menggunakan Koefisien phi, dan dilanjutkan dengan Student t. Hasil penelitian ini adalah dari 29 responden sebagian besar keluarga yang menikahkan anak wanitanya pada usia di bawah 20 tahun berpendapatan < Rp 870.000,-/bulan yaitu 15 (78,95%). Dan dari analisa data di dapatkan r hitung: 0,479 yang dilanjutkan dengan student t, dengan hasil t hitung (2,835) > dari t tabel (2,052), hal ini berarti terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan pernikahan usia muda. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sebagian besar keluarga menikahkan anak wanitanya pada usia dibawah 20 tahun yaitu 19 (65,52%). Maka dari itu diperlukan solusi untuk mencegahnya yaitu dengan menggerakan program PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan) dan pemberian pendidikan tentang kesehatan reproduksi, dan dampak pernikaan usia muda.
Kata Kunci: Tingkat Pendapatan Keluarga, Pernikahan Usia Muda
PENDAHULUAN Pernikahan usia muda merupakan pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Dalam batasan usia pernikahan yang normal, berdasarkan pernikahan usia sehat yang di buat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah usia 25 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun untuk perempuan. ( BKKBN, 2005). Kultur di sebagaian besar masyarakat indonesia juga masih memandang hal yang wajar jika pernikahan di lakukan pada usia anak-anak. Pernikahan usia muda selalu dikaitkan dengan usia pernikahan yang diperbolehkan oleh UU. Undangundang di negara kita telah mengatur batas usia pernikahan hanya di izinkan jika pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun dan pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun. (Depag, 2004). Kesiapan sosial, kesiapan mental disinilah perlu kiranya kita memperhatikan kondisi pernikahan yang mencukupi untuk dapat di katakan cukup matang dalam persiapan. Dampak pernikahan usia muda banyak menimbulkan masalah terhadap kesehatan reproduksi perempuan, seringkali membahayakan terhadap keselamatan ibu dan bayi, menimbulkan problem sosial dan problem-problem lainnya. secara medis usia bagus untuk hamil 25 – 35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bisa di buahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan
melahirkan serta mempunyai kematangan mental untuk melakukan reproduksi. (Wahid, 2007). Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya di kawinkan dengan orang yang dianggap mampu. Menurut laporan badan perencanaan pembangunan nasional (Bappenas) tentang capaian target tujuan pembangunan milenium (MDGS) Indonesia tahun 2008, sebanyak 34,5% dari 2.049.000 pernikahan yang terjadi setiap tahun merupakan pernikahan usia muda. Di Jawa Timur angkanya bahkan lebih tinggi dari angka rata-rata nasional, sampai 39%. (Bappenas, 2009). Angka statistik pernikahan usia muda dengan pengantin dibawah16 tahun, secara keseluruhan mencapai lebih dari seperempat bahkan sepertiga dari pernikahan yang terjadi. Tepatnya di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan selatan 35,48%, Jambi 30,63%, Jabar 36%, dan Jawa tengah 27,84%. (BKKBN, 2005). Usia nikah pertama di bawah 20 tahun penduduk wanita di Kabupaten Tuban mencapai 35,8%, di Kecamatan Jatirogo mencapai 29,3%, sedangkan di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo tahun 2009 mencapai 32,36%. ( Depag, 2009). Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi usia nikah muda, hal tersebut di karenakan pada keluarga yang berpendapatan rendah maka pernikahan anaknya berarti lepasnya
beban dan taggung jawab untuk membiayai anaknya. (Mulyarto, 1982). Antara pendapatan dengan kejadian pernikahan usia muda mempunyai korelasi positif di mana seorang wanita memliki hubungan sebesar 0,277% dan seorang laki-laki sebesar 0,319%. (Hartono, 1996). Oleh karena itu masih tingginya angka kejadian pernikahan usia muda memiliki dampak sebagai berikut: perkawinan yang tidak lestari, terganggunnya status kesehatan dan meningkatnya angka penyulit kehamilan dan persalinan, bayi lahir cenderung premature, BBLR, gangguan pertumbuhan dan retardasi mental Kasus pernikahan usia muda, juga tidak hanya terjadi pada masyarakat pedesaan, tetapi juga pada masyarakat wilayah perkotaan, yang tingkat ekonominya lebih tinggi, ini terjadi karena mereka tidak punya pilihan lain, mereka tidak bisa memilih untuk bersekolah atau mengembang diharapkan bisa memperbaiki keadaan . Oleh sebab itu untuk mengurangi angka kejadian pernikahan usia muda maka di perlukan solusi untuk mencegahnya yaitu dengan menggerakkan program PUP (Pendewasaan Usia Perkawinan) dan pemberian pendidikan tentang kesehatan reproduksi, dampak pernikahan usia muda. (Mardiya, 2010) Sedangkan untuk mengerakkkan ekonomi rakyat dan menanggulangi kemiskinan terdapat program dari lembaga keuangan yaitu BKD (Badan Kredit Desa) dan P4K (Kredit Kelompok Masyarakat dibawah garis kemiskinan. (Rudjito, 2003). Dengan meningkatnya pendapatan keluaraga di harapkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang pernikahan usia muda akan meningkat pula serta angka kejadian pernikahan usia muda akan menurun.
Metode sampling yang digunakan adalah sampling Jenuh yaitu tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi di gunakan sebagai sampel. Hal ini sering di gunakan bila sampel kurang dari 30 orang. Variabel ini biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain. (Nursalam, 2008 : 97) Dalam penelitian ini variabel independentnya adalah tingkat pendapatan keluarga.Variabel dependennya adalah kejadian pernikahan usia muda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen berupa lembar untuk wawancara terpimpin. Dan menggunakan data sekunder yang diambil dari register laporan KUA tahun 2009 di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo, kemudian disusun dalam daftar list sesuai dengan register jumlah umur pernikahan di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo. Penelitian ini dilakukan di Desa Ngepon dan, Kecamatan Jatirogo dimulai pada bulan Juni tahun 2010. Adapun pemilihan lokasi didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain: 1. Pernikahan usia muda di Desa Ngepon, Kecamatan Jatirogo masih tinggi bila di bandingkan dengan Desa lain di Kecamatan Jatirogo. 2. Lokasi mudah di jangkau. 3. Adanya kesediaan dari perangkat Desa Ngepon untuk memberikan kemudahan terhadap penelitian yang di lakukan. Peneliti melakukan pendekatan pada responden dan meminta persetujuan (informed consent), kemudian peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada responden untuk mendapatkan jawaban
METODE PENELITIAN
HASIL DAN ANALISA DATA
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik, yaitu metode penelitian yang merupakan suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. (Sugiyono, 2008) Dan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu desain yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. (Nursalam, 2008) Pada penelitian ini populasinya adalah semua kepala keluarga yang menikahkan anak wanitanya pada tahun 2009 di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo sebanyak 31 orang. Sampelnya adalah semua kepala keluarga yang menikahkan anak wanitanya pada tahun 2009 di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo sebanyak 31 orang. Besarnya sampel berjumlah 31 orang
Tehnik yang digunakan untuk pengolahan data adalah dengan menggunakan Uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 di mana x2 hitung > x2 table maka ho di tolak artinya ada hubungan yang signifikan dan jika x2 hitung < x2 table maka ho di terima artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Syarat Uji Chi Square adalah data dalam bentuk kategori, data di ambil dalam bentuk random/ acak, di peroleh dari data diskret. Rumus yang digunakan
x
2
∑ (Fo − Fe) =
Fe =
Fe ∑ b.∑ k
N
2
x2 N + x2 m −1 Cmaks = m C1 =
Keterangan : C = koefisien konfigurasi Fo = hasil frekuensi Fe = hasil harapan Σb = jumlah baris Σk = jumlah kolom m = maksimum jumlah baris / kolom
Tabel 3 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Pernikahan usia Muda di Desa Ngepon Kecamatan Jatirogo pada tahun 2009. Tingkat Pendapatan Usia Jumlah (%) No < Rp > Rp Menikah 870.000,- (%) 870.000,- (%) <20 1 tahun 17 80,95 4 19,05 21 100 ≥20 2 tahun 3 30,00 7 70,00 10 100 Jumlah
20 2
Data Hasil Penelitian Tingkat Pendapatan Responden Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 31 orang. Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekwensi berdasarkan karakteristik tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1 Distribusi tingkat pendapatan responden Desa Ngepon, Kecamatan Jatirogo Tahun 2009 No Tingkat Jumlah Prosentase pendapatan (%) 1.