HUBUNGAN ANTARA VERBAL ABUSE ORANG TUA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AGRESIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 129 JAKARTA TAHUN 2012 Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh: Sri Kuspartianingsih 108104000016
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sri Kuspartianingsih
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 10 September 1989
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Kp. Lanji No.244 RT 05/06, Papanggo, Tanjung Priuk, Jakarta Utara, DKI Jakarta
Telepon
: 085780087807
E-mail
:
[email protected] /
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. TK Latihan Negeri Papanggo
(1994-1995)
2. SDN Papanggo 01
(1995-2001)
3. SLTPN 129 Jakarta
(2001-2004)
4. SMAN 80 Jakarta
(2004-2007)
5. S1 Keperawatan (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) (2008-2012)
Pengalaman Organisasi: 1. Rohani Islam (ROHIS) sebagai Pengurus Harian Besar Islam (2005 – 2006) 2. Tabloid Bismillah sebagai anggota redaksi tabloid (2006 – 2007)
vi
3. BEM Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai anggota Departemen Kajian dan Stategi (2008 – 2010) 4. BEM Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai anggota Departemen Kemahasiswaan (2010 – 2012)
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop: 1. Pelatihan “Eksplorasi Potensi Diri Islami” Tahun 2008 2. Pelatihan Sirkumsisi “Menumbuhkan Insan Cita yang Terampil dan Peduli Masyarakat” Tahun 2009 3. Pelatihan “Basic Wound Closure Course” Tahun 2009 4. Seminar Kesehatan “The Power of Herbal” Tahun 2009 5. Dialog Interaktif “Polemik Imunisasi di Indonesia” Tahun 2009 6. Seminar Keperawatan ““Cultural Approach in Holistic Nursing Care in Globalization Era” Tahun 2009 7. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010 8. Seminar Profesi ”Keperawatan Islami, Penerapan dalam Praktek dan Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia” Tahun 2010 9. Sertifikat Simposium Nasional “Perspektif Islam dalam Membangun Karakter Bangsa pada Era Milenium Kesehatan” Tahun 2010 10. Pelatihan Kepemimpinan dan Manajerial Mahasiswa Nasional V ILMIKI “The Leader of Ability, Revolusionist, Excellent, Morality, and Authority to be Great Organization” Tahun 2010 11. Seminar Nasional Keperawatan “Geriatric Care sebagai Upaya Optimalisasi Kebutuhan Lansia di Indonesia” Tahun 2010 12. Pelatihan Nursing Camp “Memaksimalkan Peran Organisasi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2011 13. Workshop Nasional dan Peringatan Hari Perawat Sedunia Tahun 2011 14. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Oktober 2012 Sri Kuspartianingsih, NIM: 108104000016 Hubungan antara Verbal Abuse Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Remaja Agresif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 129 Jakarta Tahun 2012 xix + 80 halaman + 7 tabel + 2 bagan + 8 lampiran
ABSTRAK Verbal abuse merupakan kekerasan berupa kata-kata kasar tanpa menyentuh fisik, seperti kata-kata yang memfitnah, mengancam, menakutkan, dan menghina. Verbal abuse yang dilakukan orang tua dapat menimbulkan masalah perilaku pada remaja termasuk perilaku agresif bahkan cenderung berkembang hingga dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di SMPN 129 Jakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 43 orang remaja dengan usia 12-14 tahun di SMPN 129 Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Instrumen penelitian ini berupa self report questionnaire yang terdiri dari kuesioner perilaku verbal abuse orang tua dan kuesioner perilaku agresif remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk perilaku agresif didapatkan data 100% responden berperilaku agresif dari ringan hingga berat dan 79,1% menerima verbal abuse dari orang tuanya. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua dengan perilaku agresif remaja di SMPN 129 Jakarta (p value=0,024). Hasil dari penelitian ini memperkuat konsep tentang dampak verbal abuse yang dilakukan orang tua terhadap faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif pada remaja. Sehingga diperlukan upaya dari sekolah untuk mengatasi perilaku agresif pada siswa khususnya yang mempunyai pengalaman verbal abuse dari orang tuanya seperti melakukan pendekatan konseling atau meningkatkan kerja sama antara guru BP dengan siswa dan pendekatan langsung kepada orang tua mereka. Kata kunci: Verbal Abuse, Perilaku Agresif, Remaja Daftar Bacaan: 49 (1997 – 2012)
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduates Thesis, October 2012 Sri Kuspartianingsih, NIM: 108104000016 Relationship between Verbal Abuse by Parents with Aggressive Behavior of Aggressive Adolescents in Sekolah Menengah Pertama Negeri 129 Jakarta Year 2012 xix + 80 pages + 7 tables + 2 charts + 8 attachments ABSTRACT Verbal abuse is a form of violence rant without physical contact, as words are slandering, threatening, intimidating, and insulting. Verbal abuse from the parents can cause behavioral problems in adolescents, including aggressive behavior and even tend to grow into adulthood. The aim of this research was to know the relation between verbal abuse by parents with aggressive behavior in adolescents in SMPN 129 Jakarta. This type of research is a quantitative approach with crosssectional taken in 43 adolescents aged 12-14 years at SMP 129 Jakarta, that was conducted in June 2012. This research instrument is self-report questionnaire consisting of parental verbal abuse questionnaires and adolescent aggressive behavior questionnaires. The results showed that for the aggressive behavior of the data obtained 100% of respondents aggressive behavior from mild to severe, and 79.1% received verbal abuse from parents. Result of statistical test using chi square with and α=0,05 obtained that there were significant relationship between verbal abuse by parents with adolescent aggressive behavior in SMPN 129 Jakarta (p value = 0.024). The results of this study reinforce the concept of the impact of verbal abuse from the parents as the predisposition factors of aggressive behavior in adolescents. So that the necessary efforts of the school to overcome students' with aggressive behavior in especially who have experience of verbal abuse from his parents as counseling approach or improve cooperation between the student and the counselor direct approach to their parents. Key Words: Verbal Abuse, Aggressive Behavior, Adolescents References: 49 (1997 – 2012)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Verbal Abuse Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Remaja Agresif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 129 Jakarta Tahun 2012. Skripsi ini tentunya tidak akan selesai, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. (hc). M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan, pengarahan, perhatian, dan semangat kepada penyusun. 3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing I, yang telah memberikan pengarahan, perhatian, bimbingan, dan semangat kepada penyusun, serta kesabarannya dalam membimbing. 4. Ibu Yuli Amran, S.KM, M.KM selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan, perhatian, bimbingan dan semangat kepada penyusun, serta kesabarannya dalam membimbing.
x
5. Bapak dan Mama tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada henti, doa disetiap langkah anaknya, dan pengorbanan yang luar biasa serta tulus sehingga semua terasa lebih ringan. 6. Adik-adikku tercinta Nur Dwi Lestari dan Alwi Muhammad Tegar yang selalu membantu dalam proses penelitian, teman setia, dan doa yang tiada pernah berhenti. 7. Sahabat-sahabat tercinta d’9 (Kiki, Ovi, Piah, Selly, Sri, Ifat, Ika, Ecil), Shela, Rini,
Kiki, dan Desi atas kasih sayang, semangat, motivasi, dan selalu
menemani dalam setiap langkah untuk meraih gelar S.Kep ini. 8. Teman spesial ku Ns. Ady Irawan AM, S.Kep yang selalu memberikan semangat dan masukannya disetiap saat sehingga membuat kisah tersendiri dalam hidup. 9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan bantuannya kepada penyusun. 10. Teman-teman PSIK 2008 yang telah memberikan masukan dan semangat kepada penyusun. 11. Teman-teman, adik-adik, dan kakak-kakak BEMJ Ilmu Keperawatan yang memberi pelajaran yang tidak didapatkan di bangku akademik yang telah menjadikan pribadi penyusun menjadi pribadi yang lebih baik. 12. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan penelitian ini.
xi
Penyusun menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya. Wasalamu’alaikum wr.wb
Ciputat, 9 Oktober 2012
Penyusun
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i Lembar Persetujuan .......................................................................................... ii Lembar Pengesahan .......................................................................................... iii Lembar Pernyataan ............................................................................................ v Riwayat Hidup ................................................................................................... vi Abstrak ............................................................................................................... viii Abstract .............................................................................................................. ix Kata Pengantar .................................................................................................. x Daftar Isi ........................................................................................................... xiii Daftar Tabel ...................................................................................................... xvii Daftar Gambar dan Bagan ............................................................................. xviii Daftar Lampiran ................................................................................................xix BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5 C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 1. Tujuan Umum ........................................................................... 7 2. Tujuan Khusus .......................................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8 F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
xiii
A. Remaja .............................................................................................. 9 1. Definisi remaja ............................................................................. 9 2. Klasifikasi remaja ........................................................................ 9 3. Ciri-ciri remaja ............................................................................ 10 4. Tugas perkembangan remaja ....................................................... 13 5. Masalah pada remaja ................................................................... 14 B. Perilaku Agresif ............................................................................... 19 1. Definisi perilaku agresif .............................................................. 19 2. Penyebab perilaku agresif ............................................................. 19 3. Dampak perilaku agresif .............................................................. 27 4. Bentuk perilaku agresif ................................................................. 28 C. Verbal Abuse .................................................................................... 31 1. Definisi verbal abuse .................................................................... 31 2. Karakteristik verbal abuse ........................................................... 32 3. Bentuk verbal abuse ..................................................................... 33 4. Akibat verbal abuse ..................................................................... 34 5. Faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan verbal abuse .............................................................. 37 D. Penelitian Terkait ............................................................................ 40 E. Kerangka Teori ................................................................................. 41 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............... 42 A. Kerangka Konsep ............................................................................. 42 B. Hipotesis ........................................................................................... 43 C. Definisi Operasional ......................................................................... 44
xiv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 46 A. Desain Penelitian .............................................................................. 46 B. Lokasi penelitian .............................................................................. 46 1. Tempat .......................................................................................... 46 2. Waktu ........................................................................................... 46 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 47 1. Populasi ........................................................................................ 47 2. Sampel ......................................................................................... 47 D. Instrumen Penelitian ......................................................................... 48 E. Uji Validitas Dan Reliabilitas .......................................................... 52 1. Uji validitas................................................................................... 52 2. Uji reliabilitas ............................................................................... 53 F. Pengolahan Data................................................................................ 54 G. Analisis Data .................................................................................... 55 H. Etika Penelitian ................................................................................ 57 BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 58 A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................ 58 B. Karakteristik Responden ................................................................... 59 1. Umur ........................................................................................... 59 2. Jenis Kelamin .............................................................................. 60 3. Kelas ............................................................................................ 60 C. Analisa Univariat .............................................................................. 61 1. Verbal abuse orang tua................................................................ 61 2. Perilaku Agresif remaja............................................................... 61
xv
D. Analisa Bivariat ................................................................................. 62 BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 65 A. Analisa Univariat .............................................................................. 65 1. Gambaran karakteristik responden di SMPN 129 Jakarta ......... 65 2. Gambaran verbal abuse orang tua di SMPN 129 Jakarta ........... 66 3. Gambaran perilaku agresif remaja di SMPN 129 Jakarta ........... 70 B. Analisa Bivariat ................................................................................. 74 C. Keterbatasan Peneliti ......................................................................... 76 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 78 A. Kesimpulan ....................................................................................... 78 1. Perilaku verbal abuse orang tua .................................................. 78 2. Perilaku agresif remaja ................................................................ 78 3. Hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja .................................................................... 79 B. Saran .................................................................................................. 79 1. Bagi sekolah ( SMPN 129 Jakarta) ............................................. 79 2. Bagi institusi perawat .................................................................. 80 3. Bagi peneliti lain ......................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 44 2. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur .................. 59 3. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..... 60 4. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas ................... 60 5. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Verbal Abuse Orang Tua Siswa SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 ...................................... 61 6. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Lansia Berdasarkan Status Pendidikan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Agresif Remaja di SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 .................................... 62 7. Tabel 5.6 Hubungan Antara Verbal Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja di SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 ............................ 63
xvii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
1. Bagan 2.1 Kerangka Teori ..................................................................... 41 2. Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................. 42
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden dan Kuesioner Penelitian 2. Lampiran 2 R Tabel, Hasil Uji Validitas dan Reabilitas 3. Lampiran 3 Hasil Penelitian 4. Lampiran 4 Surat Ijin Studi Pendahuluan 5. Lampiran 5 Surat Ijin Uji Validitas 6. Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Fenomena yang terjadi belakangan ini sering sekali memprihatinkan terutama masalah tindak kekerasan yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Hal ini dibuktikan pada data dari pengaduan langsung ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2008 ada 580 kasus dan pada tahun 2009 ada 595 kasus, sekitar 2,59% peningkatan yang terjadi, dan hal itu belum termasuk laporan melalui e-mail dan telepon (KPAI, 2010). Ditambah lagi laporan melalui hotline service Komisi Nasional Perlindung Anak (Komnaspa) yang berupa pengaduan langsung, telepon, surat-menyurat maupun email, mengalami peningkatan sebesar 98% dari tahun 2010 yang hanya 1.234 kasus meningkat hingga 2.386 kasus pada tahun 2011 (Komnaspa, 2011). Kekerasan pada anak yang disebut juga child abuse merupakan bentuk perlakuan kekerasan terhadap anak-anak. Segala jenis tindak kekerasan pada anak merupakan tindakan yang merenggut semua hak anak (Hamid, 2008). Lawson (2006 dalam Rakhmat, 2007), mengelompokkan kekerasan pada anak menjadi empat, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Apabila seorang anak mendapatkan salah satu saja dari keempat kekerasan itu yang dilakukan secara terus-menerus maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan menyebabkan gangguan psikologis dan tidak dapat
1
2
dibayangkan apabila anak tersebut mendapatkan keempat dari jenis kekerasan itu (Rakhmat, 2007). Tindak kekerasan kepada anak-anak akan direkam di bawah alam sadar mereka, sehingga dapat terbawa hingga dewasa kelak (Sirotnak & Krugman, 2002). Hal ini diperkuat oleh penelitian Arsih (2010) tentang “studi fenomenologis: verbal abuse” pada remaja dengan subjek empat orang remaja SMP dengan usia 13-15 tahun yang pernah mendapatkan verbal abuse. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa saat mereka mendapatkan kekerasan verbal timbul perasaan sedih pada mereka, dendam dan ingin membalas. Hal itu mengakibatkan respon ingin menghiraukan orang yang melakukan verbal abuse dan ingin membantah. Ditambah lagi dampak psikis yang timbul yaitu perasaan kecewa dan sakit hati. Dampak tersebut dapat terus terbawa hingga mereka dewasa kelak. Berdasarkan beberapa penelitian psikiatri menunjukkan bahwa verbal abuse dapat menyebabkan kerusakkan psikis dan emosional yang lebih berat (Wicaksana, 2008). Hal ini terjadi karena verbal abuse menimbulkan dampak psikis berupa rasa ketakutan yang terus membayangi. Padahal masa remaja merupakan periode yang penting, karena dalam perkembangan fisik yang cepat dan harus disertai dengan perkembangan mental yang baik pula. Apabila rasa ketakutan yang ditimbulkan akibat verbal abuse terjadi pada remaja, maka penyesuaian perkembangan mental akan terganggu sehingga dalam pembentukkan sikap, nilai, dan minat baru pun ikut terganggu (Hurlock, 1999). Berbeda dengan kekerasan fisik yang menimbulkan luka yang jelas
3
dapat diobati, namun pada verbal abuse yang timbul adalah masalah psikis yang menimbulkan trauma yang sulit untuk dihilangkan (Pratiwi, 2006). Demikian pula dengan akibat dari verbal abuse yang dapat menimbulkan problem perilaku yang terjadi pada remaja berupa kecemasan, depresi,
menarik
diri
dan
keluhan
somatik,
masalah
kemampuan
memperhatikan, perilaku agresif dan melawan hukum, dan pada remaja pun lebih potensial berperilaku merusak diri (Rusmil, 2007). Kekerasan yang terjadi pada anak di masa kecil memiliki dampak yang lebih kuat dalam menimbulkan perilaku agresif, terlebih bila orang tua yang melakukannya. Anak yang menjadi korban kekerasan orang tuanya maka secara otomatis akan berperilaku agresif juga. Bahkan cenderung mengembangkan perilaku kekerasan yang dialaminya sampai ia kelak dewasa (Anantasari, 2006). Demikian juga dengan penelitian Suryaningsih dan Anggraini (2004) tentang hubungan kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif dengan subjek siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin tinggi pula perilaku agresif anak. Menurut DSM-IV American Psychiatric Association membagi perilaku agresif terhadap orang lain menjadi enam, yaitu sering mengganggu, mengancam, atau mengintimidasi orang lain, sering memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata yang dapat membahayakan fisik orang lain, mengancam orang lain secara fisik, mencuri yang menimbulkan korban, memaksa orang lain untuk melakukan aktifitas seksual dengannya (Windiani dan Soetjiningsih, 2007).
4
Banyak remaja membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka ketahui sebagai perbuatan yang salah termasuk perilaku agresif. Hal ini berkaitan dengan beratnya tugas perkembangan remaja yang menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Dilain hal, beberapa remaja yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua (Hurlock, 1999). Pada remaja terjadi proses pembentukkan identitas diri, yang merupakan proses kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dari kehidupan individu, hal inilah yang akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan (Marheni, 2007). Penting bagi seorang perawat untuk memahami landasan teoritis dari suatu fenomena yang menjadi bidang kajiannya misalnya fenomena penganiayaan pada anak. Landasan teoritis tersebut digunakan sebagai kerangka kerja keperawatan tentang anak teraniaya dan terlantar yang merupakan fenomena multifaktor yang melibatkan orang tua, keluarga, budaya, anak, dan stress dalam rentang mulai dari yang berperilaku normal hingga tindak penganiayaan (Milor, 2001 dalam Hamid, 2008). Dalam penelitian ini peneliti mengambil area penelitian di SMPN 129 Jakarta di Tanjung Priok, karena berdasarkan pengamatan awal oleh peneliti, menunjukkan walaupun terdapat penurunan angka pelanggaran peraturan tata tertib sekolah sebanyak 23,49 % dari tahun 2010 hingga 2011, namun jenis tata tertib yang dilanggar pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang merupakan jenis pelanggaran berat seperti kasus pelecehan, pemalakan,
5
pemukulan antar teman, bahkan tawuran yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh siswa SMP tersebut. Jenis- jenis pelanggaran yang berat itulah yang merupakan perilaku agresif pada siswa SMP yang tergolong masih remaja. Selain itu dari hasil wawancara awal terhadap sepuluh orang siswa yang melanggar peraturan dari jenis yang paling ringan seperti terlambat sekolah hingga yang paling berat yaitu pernah mengikuti tawuran, didapatkan hasil tujuh orang dari sepuluh orang atau sekitar 70% mengaku pernah mendapatkan tindakan verbal abuse dari orang tua mereka berupa mencela anak, mengecilkan anak, dan intimidasi. Bahkan mereka merasakan sakit hati yang mendalam dan ada beberapa yang sampai ingin membantah, saat mendapatkan perilaku verbal abuse dari orang tuanya, namun mereka tidak bisa melakukannya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan oleh peneliti dan ditambah dengan penelitian sebelumnya yang hanya mampu mengungkapkan hubungan antara verbal abuse terhadap perkembangan psikis seperti penelitian Arsih (2010) dan pada penelitian Suryaningsih dan Anggraini (2004) yang hanya mengungkapkan hubungan antara kekerasan orang tua dengan perilaku agresif. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan antara verbal abuse dengan perilaku agresif pada remaja di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan pada latar belakang, yaitu: 1. Menurut Rakhmat (2007) apabila seorang anak mendapatkan salah satu dari tindak kekerasan orang tua seperti verbal abuse
yang dilakukan
6
secara terus-menerus maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan mengalami gangguan psikologis. 2. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arsih (2010) pada remaja usia 13 – 14 tahun menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan verbal abuse timbul perasaan kecewa dan sakit hati. Hal itu menimbulkan respon ingin menghiraukan dan ingin membantah. Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih dan Anggarini (2004) pada siswa SMP Negeri 2 Ungaran menunjukkan bahwa semakin tinggi kekerasan yang dilakukan oleh orang tua maka semakin tinggi pula perilaku agresif anak tersebut. 3. Menurut Rusmil (2007) akibat dari verbal abuse dapat menimbulkan problem perilaku berupa kecemasan, depresi, menarik diri dan keluhan somatik, masalah kemampuan memperhatikan, perilaku agresif dan melawan hukum. 4. Menurut Hurlock (1999) masa remaja merupakan periode yang penting karena dalam perkembangan fisik yang cepat harus disertai dengan perkembangan mental yang baik pula sehingga jika ada rasa ketakutan yang ditimbulkan akibat verbal abuse maka penyesuaian perkembangan seorang remaja akan terganggu. 5. Pada studi pendahuluan yang telah dijelaskan di latar belakang, didapatkan hasil bahwa walaupun terdapat penurunan angka pelanggaran peraturan tata tertib sekolah sebanyak 23,49% namun jenis tata tertib yang dilanggar oleh siswa SMP Negeri 129 Jakarta sepanjang tahun 2010 hingga 2011 mengalami peningkatan seperti kasus pelecehan, pemalakan, pemukulan
7
antar teman, bahkan tawuran. Selain itu dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap sepuluh orang siswa yang melanggar peraturan, didapatkan hasil tujuh orang dari sepuluh orang atau sekitar 70% mengaku pernah mendapatkan tindakan verbal abuse dari orang tua mereka seperti mencela anak, mengecilkan anak, dan intimidasi. Dari uraian diatas memperkuat dugaan peneliti bahwa ada hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif siswa yang tergolong remaja tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk membuktikan secara signifikan bahwa ada hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif remaja di SMPN129 Jakarta. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja? 2. Bagaimana gambaran bentuk verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua? 3. Apakah ada hubungan antara verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua dengan perilaku agresif pada anak usia remaja ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi bentuk perilaku agresif yang dilakukan remaja. b. Mengidentifikasi bentuk verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua. c. Mengidentifikasi hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja.
8
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan verbal abuse orang tua dan perilaku agresif pada remaja pada penelitian berikutnya. 2. Bagi institusi keperawatan Memberikan informasi dalam mengembangkan terapi modalitas dalam penanganan perilaku agresif pada remaja. 3. Bagi Sekolah (SMPN129 Jakarta) Memberikan informasi bagi sekolah yang bersangkutan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresif pada remaja sehingga sekolah mampu melakukan pendekatan konseling yang tepat. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengenai hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja. Dalam penelitian ini pembatasannya mencakup usia, dan remaja yang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Negri (SMPN) 129 Jakarta. Metode penelitian ini kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer yang berupa kuesioner.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja 1. Definisi remaja Menurut Santrock (2003) Remaja adalah masa transisi dari masa anak ke masa dewasa dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai bagian dari perkembangan identitas. Menurut Wong (2009) remaja merupakan masa transisi dari anak ke dewasa dimana terjadi perubahan-perubahan biologi, psikologi, intelektual, dan ekonomi. Sedangkan menurut Widayatun (2009), masa remaja sering disebut storm and drunk yaitu masa bergelombang, masa perpindahan dari masa anak ke masa remaja. Adapun tanda-tanda psikologi dari perkembangan remaja yaitu, sering merasa gelisah, resah, ada konflik batin dengan orang tua, minat meluas, tidak menetap, pergaulan, mulai berkelompok tapi sering ada perasaan asing, mulai mengenal lawan jenis atau pacaran, dan prestasi/pelajaran sekolah mulai tidak stabil. 2. Klasifikasi remaja Masa remaja menurut Wong dan Hockenberry (2003) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Fase remaja awal (Early adolescent) pada usia 11 – 14 tahun. Remaja dikarakteristikan sebagai awal perubahan pada pubertas dan perubahan respon atau perilaku.
9
10
2) Fase remaja pertengahan (Middle adolescent) pada usia 15 – 17 tahun. Remaja dikarakteristikan dengan transisi atau peralihan yang berorientasi atau lebih dominan terhadap kawan atau pekerjaan rumah seperti bermusik, cara berpakaian, penampilan, berbahasa, dan perilaku. 3) Fase remaja akhir (Late adolescent) pada usia 18 – 20 tahun. Remaja dikarakteristikan dengan perubahan atau transisi menuju kedewasaan untuk dapat peran, mulai bekerja, dan perkembangan hubungan seperti orang dewasa. 3. Ciri-ciri remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan,
masa
remaja
mempunyai
ciri-ciri
tertentu
yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, diantaranya yaitu (Hurlock, 1999): 1) Masa remaja sebagai periode yang penting Pada masa remaja terdapat dua perubahan yaitu perubahan fisik dan psikologis. Kedua perkembang tersebut harus sinergi karena pada masa awal remaja perkembangan fisik dan perkembang mental terjadi dengan cepat. Hal-hal itulah yang menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. 2) Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan bagi remaja adalah apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Namun perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan
11
meninggalkan bekas dan akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru. Struktur psikis pada remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Namun status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. 3) Masa remaja sebagai periode perubahan Terdapat empat perubahan yang hampir bersifat universal, pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan kebebasan dan menuntut mendapatkannya, tetapi mereka ketakutan untuk bertanggung jawab dan meragukan kemampuan untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. 4) Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode pasti mempunyai masalahnya sendiri, namun pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini membuat banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
12
5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas Menurut teori psikososial Erikson (1968) identitas versus kekacauan identitas merupakan tahap perkembangan kelima yang dialami oleh remaja. Pada saat ini individu dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya (Santrock, 2003). Dalam usaha pencarian identitas diri inilah yang dapat mempengaruhi perilaku remaja. 6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan streotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak. Streotip ini mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Menerima streotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan antara orang tua dengan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk mengatasi berbagai masalahnya. 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Hal ini menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja
akan
sakit
hati
dan
kecewa
apabila
orang
lain
13
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri. 8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. 4. Tugas perkembangan remaja Remaja menurut Soetjiningsih (2007) mempunyai dua tugas utama, yaitu: 1)
Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dengan orang tuanya. Pada masa inilah ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua. Sementara orang tua masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya. Pada awal usia remaja, perjuangan kemandiriannya ditandai dengan perubahan dari sifat tergantung kepada orang tua menjadi tidak tergantung. Salah satu contohnya adalah remaja mulai tidak mau mendengar nasehat dan kritik dari orang tua.
14
2)
Membentuk
identitas
untuk
tercapainya
integrasi
diri
dan
kematangan pribadi Proses pembentukkan identitas diri adalah proses yang panjang dan kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dari kehidupan individu. Erickson mengatakan bahwa pada saat remaja timbul sebuah pertanyaan penting yaitu “Siapakah Aku?”. Hal inilah yang membuat remaja berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dari orang tua karena mereka ingin mencari identitas. 5. Masalah pada remaja Salah satu ciri dari remaja menurut Hurlock (1999) merupakan usia yang bermasalah. Hal ini karena begitu beratnya pertumbuhan dan perkembangan seksual normalnya sehingga dalam mengatasi masalah terkadang remaja mengalami kegagalan. Masalah yang timbul pun bervariasi dalam hal tingkat keparahannya dan tingkat perkembangan remaja (Santrock, 2003). Beberapa masalah remaja menurut Santrock berlangsung dalam jangka waktu yang singkat namun ada beberapa masalah lainnya yang dapat bertahan selama bertahun-tahun. Sedangkan menurut Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (2008) adanya hambatan dalam tahap perkembangan dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa bila tidak terselesaikan dengan baik. Beberapa masalah yang dapat timbul pada remaja diantaranya, yaitu:
15
1) Alkohol dan obat-obatan terlarang Beberapa remaja sudah mulai menggunakan alkohol dan mengonsumsi obat-obatan terlarang dengan alasan dapat mengurangi ketegangan dan frustasi, menghilangkan kebosanan dan rasa lelah sehingga dapat membantu remaja dalam melarikan diri dari kenyataan hidup yang keras (Santrock, 2003). Lebih lanjut Santrock menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa
percaya
diri,
solidaritas, adaptasi
dengan
lingkungan, maupun untuk kompensasi. Berikut merupakan penyebab remaja mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang: a. Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol, dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian, dan perpisahan orang tua. b. Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan
obat-obatan
sebagai
simbol
penolakan
atas
standar
konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis. c. Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, dan kemampuan koping yang buruk. d. Cinta dan hubungan heteroseksual e. Permasalahan seksual
16
f. Permasalahan moral, nilai, dan agama 2) Kenakalan remaja Ketika masa remaja, kemampuan mengontrol diri sangat diperlukan karena dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu keinginannya semakin bergejolak terutama dorongan seksual dan dorongan agresif. Jika seorang remaja tidak mempunyai kontrol diri yang baik, dia akan dikuasai oleh dorongan-dorongan ini sehingga timbulah bentuk kenakalan
remaja
(Sukmono,
2011).
Menurut
Windiani
dan
Soetjiningsih (2007) batasan kenakalan remaja dan gangguan tingkah laku keduanya sama yaitu meliputi berbagai masalah neuropsikiatri. Menurut DSM-IV American Psychiatric Association, diagnosis gangguan tingkah laku dapat ditegakkan sesuai kriteria sebagai berikut (Soetjiningsih, 2007): a. Pola perilaku berulang dan menetap, dimana terdapat tiga atau lebih perilaku dibawah ini dan paling tidak terjadi selama dua belas bulan terakhir atau minimal terdapat satu kriteria perilaku didalam enam bulan terakhir. a) Perilaku agresif terhadap orang lain dan binatang b) Merusak hak milik orang lain c) Berbohong atau mencuri d) Pelanggaran serius terhadap peraturan b. Gangguan perilaku ini menyebabkan terjadinya gangguan sosial, akademik, atau fungsi pekerjaannya secara signifikan.
17
c. Jika individu berumur 18 tahun atau lebih, tidak memenuhi kriteria gangguan kepribadian antisosial. Penyebab dari kenakalan remaja menurut Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (2008) yaitu terganggunya daya penyesuaian sosial remaja, yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, diantaranya: a. Faktor genetik/biologik/konstitusional misalnya: a) Gangguan tingkah laku tak berkelompok yang sudah mulai terlihat pada masa kanak, dan semakin parah dengan bertambah nya usia yang antara lain terlihat pada sikap kejam terhadap binatang, dan suka main api. b) Kepribadian organik berupa perilaku impulsif, mudah marah, dan tak berfikir panjang, hal tersebut terjadi sesudah adanya kerusakan permanen pada otak. c) Gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas, yaitu gangguan yang diakibatkan kerusakan minimal pada otak. b. Faktor pola asuh orang-tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, misalnya: orang tua yang permisif, otoriter dan masa bodoh, orang tua yang melakukan kekerasan pada anak seperti verbal abuse. c. Faktor psikososial misalnya : a) Rasa rendah diri, rasa tidak aman, rasa takut yang dikompensasi dengan berperilaku risiko tinggi.
18
b) Pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba
batas
kemampuannya,
menyebabkan
remaja
berani/nekat c) Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan d) Penanaman nilai yang salah, yaitu orang atau kelompok yang berbeda misalnya seragam sekolah, etnik, agama dianggap “musuh” e) Pengaruh media masa (majalah, film, televisi) dapat memberi contoh yang tidak baik bagi remaja 3) Depresi dan bunuh diri Kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti adanya nilai standar ujian nasional yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bencana yang terjadi dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan dapat menyebabkan remaja mengalami depresi (Susilowati, 2008). Menurut
Isselbacher dkk
(2000) depresi merupakan gambaran yang paling sering ditemukan diantara pasien yang mencoba bunuh diri. Meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko untuk bunuh diri tetap ada (Hinto, 1989 dalam Susilowati, 2008). Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ketiga selama masa remaja (Wong, 2002). Faktor yang lazim dijumpai diantara remaja yang bunuh diri mencakup riwayat bunuh diri anggota keluarga, penyalahgunaan alkohol serta zat, gangguan perilaku, gangguan depresi, keadaan ansietas, dan pernah mengenal seseorang
19
yang berhasil melakukan bunuh diri atau baru mencoba melakukannya (Isselbacher dkk, 2000). B. Perilaku Agresif 1. Definisi perilaku agresif Perilaku agresif selalu dipersepsikan sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut baik verbal ataupun nonverbal yang dengan sengaja ditujukan untuk melukai orang lain baik fisik ataupun nonfisik (Anantasari, 2006). Menurut
Videbeck
(2008)
perilaku
agresif
sama
dengan
permusuhan, yang dibedakan menjadi dua yaitu agresif verbal dan agresif fisik. Agresif verbal adalah emosi yang diungkapkan melalui kata-kata yang melecehkan, tidak adanya kerjasama, pelanggaran aturan atau norma, atau perilaku mengancam (Schultz & Videbeck, 1998). Berbeda dengan agresif verbal, agresif fisik merupakan perilaku menyerang atau melukai orang lain atau mencakup perusakan properti. Secara keseluruhan Videbeck beranggapan perilaku agresif itu ditujukan untuk menyakiti atau menghukum orang lain atau memaksa seseorang untuk patuh. 2. Penyebab perilaku agresif Perilaku agresif banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menstimulus kejadiannya, antara lain: 1) Faktor biologis Davidoff (1991 dalam Mutadin, 2002) menyatakan bahwa ada beberapa faktor biologis yang dapat mempengaruhi perilaku agresif individu, diantaranya adalah gen, sistem otak, dan kimia darah.
20
Berbagai penelitian telah mencoba menelaah tentang keberadaan gen
dalam
pengaruhnya
terhadap
perilaku
agresif.
Dalam
kenyataannya, banyak hal yang membuktikan bahwa gen memiliki pengaruh terhadap pembentukkan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif (Davidoff). Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya didapatkan hasil bahwa faktor keturunan menunjukkan hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibanding betinanya (Krahe, 2005). Selain itu berbagai
ahli
penelitian berpendapat
bahwa
kecenderungan berperilaku agresif merupakan bagian sifat bawaan genetika individu. Hal ini dinyatakan bahwa individu-individu yang berhubungan secara genetika memiliki kecenderungan agresif yang satu sama lain lebih serupa dibanding individu-individu yang tidak berhubungan secara genetis (Krahe, 2005). Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresif menunjukkan dapat
memperkuat
atau
menghambat
sirkuit
neural
yang
mengendalikan agresif. Pada hewan sederhana, marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman (Mutadin, 2002) Presscot (1991 dalam Mutadin) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresif sedangkan
orang
yang tidak
pernah
mengalami
kesenangan,
21
kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresif). Presscot menyakini bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak akibat kurang rangsangan sewaktu bayi (Mu’tadin). Selain itu Videbeck (2008) juga beranggapan bahwa serotonin merupakan inhibitor utama pada perilaku agresif. Jadi, apabila kadar serotonin didalam tubuh rendah maka akan menyebabkan peningkatan perilaku agresif. Selain itu, peningkatan aktivitas dopamine dan norepinefrin di otak dikaitkan dengan peningkatan perilaku yang impulsive (Kavoussi et al., 1997 dalam Videbeck). Lalu kerusakkan terjadi pada sistem limbik, lobus frontal, dan lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasi agresi sehingga timbul perilaku agresif. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresif. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan), maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Kenyataan mencoba mengungkap bahwa pada anak banteng jantan yang sudah dikebiri akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang tengah mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa
22
perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan (Mutadin, 2002). 2) Faktor psikologis Setiap manusia akan mengekspresikan diri sesuai dengan usia perkembangannya. Contohnya seperti
bayi
dan toddler
yang
mengekspresikan dirinya dengan suara keras dan intens. Ketika anak tumbuh dewasa diharapkan dapat mengembangkan kontrol implusnya (kemampuan untuk menunda terpenuhinya keinginan) dan perilaku yang tepat secara sosial. Kegagalan dalam mengembangkan kualitas tersebut dapat menyebabkan individu yang impulsive, mudah frustasi, dan rentan terhadap perilaku agresif (Videbeck, 2008). Psikologis individu dalam kenyataan juga memiliki peranan untuk memunculkan perilaku agresif. Hal ini remaja dalam fasenya, mereka seringkali mengalami gangguan psikis (misalnya tersinggung) sehubungan dengan perkembangan pribadi yang semakin pesat, karena menghadapi berbagai hal yang dapat menjadikan hambatan baginya. Akibatnya, ini akan menjadi salah satu penyebab yang mendukung terjadinya perilaku agresif. Kondisi ini diantaranya adalah frustasi dan marah (Mutadin, 2002). Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan
tertentu.
Akibat
frustasi,
individu
cenderung
akan
menyalurkan melalui tindakan-tindakan negatif. Mereka cenderung
23
lebih sensitif, menjadi mudah marah, dan berperilaku agresif (Mutadin). Marah menurut Davidoff (1991 dalam Mutadin) merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahan, yang ternyata salah atau juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif (Mutadin) 3) Faktor situasional Faktor situasional merupakan stimulus yang muncul pada situasi tertentu yang mengarahkan perhatian individu kearah agresi sebagai respon potensial. Faktor-faktor ini diantaranya adalah alkohol dan temperatur/suhu (Krahe, 2005). Alkohol memberikan pengaruh perilaku agresif untuk situasisituasi tertentu pada individu. Ada berbagai temuan yang menyatakan bahwa alkohol memperlihatkan memainkan peranan penting dalam praktik kriminalitas dengan kekerasan, termasuk pembunuhan. Alkohol juga telah ditengarai sebagai faktor sentral dalam berbagai macam agresif kelompok (kolektif), seperti agresif huru-hara maupun agresif geng (vandalisne) (Krahe). Suhu (temperatur) adalah keadaan cuaca di suatu wilayah tertentu. Berbagai pandangan menyatakan bahwa suhu suatu
24
lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial, berupa peningkatan agresifitas (Mutadin). Anderson et al (1997) menyatakan bahwa temperature tinggi yang tidak nyaman meningkatkan motif maupun perilaku agresif (Krahe). Hal ini sesuai dengan laporan dari US Riot Comission pada tahun 1968 bahwa dalam musim panas rangkaian kerusuhan dan agresifitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibanding dengan musim-musim lainnya (Fisher et al , 1992 dalam Mutadin). 4) Faktor sosial Berbagai kondisi sosial yang merugikan ditelaah sebagai penyebab potensial timbulnya tingkah laku agresif pada individu (Krahe, 2005). Termasuk faktor sosial sebagai berikut: a. Keluarga Keluarga yang mendasari segala segi perkembangan pribadi seorang anak. Pengaruh-pengaruh orang yang tinggal di sekeliling sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja, apakah hal itu memberi pengaruh baik ataupun buruk (Tambunan, 1997). Diantaranya pengaruh-pengaruh tersebut adalah kondisi-kondisi, seperti (Monks et al, 2004): a) Kemiskinan dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar. b) Kenakalan yang terdapat di lingkungan rumah tangga diantara orang tua dan saudara.
25
c) Rumah tangga yang berantakan karena kematian salah seorang dari orang tua, perpisahan ibu dan ayah, perceraian atau karena melarikan diri dari rumah. d) Kurangnya keamanan jiwa disebabkan orang tua yang terus bertengkar dan kurangnya stabilitas emosi. e) Tidak terdapatnya penyesuaian pendidikan, disiplin, dan tujuan hidup yang dicita-citakan oleh orang tua untuk anaknya. f) Orang tua yang tidak menaruh perhatian terhadap anak, tidak sempat menanamkan kasih sayang dan tidak pula dapat menyatakan penghargaan atas prestasi yang diperoleh anak di sekolah yang merupakan salah satu bentuk dari verbal abuse. Dalam teori sosial Behrman et al (2000) menyatakan bahwa salah satu yang mengakibatkan peningkatan agresif pada anak dan remaja
adalah
hilangnya
pola keluarga tradisional
dalam
pemeliharaan anak dalam sistem kekeluargaan. Adanya persepsi tentang perbedaan atau jurang pemisah (generation gap) antara anak dengan orang tuanya memang tidak dapat dipungkiri masih banyak melekat dibenak orang tua yang merasa bahwa segala aturan yang mereka tetapkan meski dipatuhi dan ditaati anakanaknya dan demi kebaikan anak-anaknya kelak di kemudian hari (Mutadin, 2002). Hal ini pun karena kekurangsesuaian antara keinginan anak dan orang tua seringkali berakibat terhadap bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal disebabkan banyak tidak
26
menyambungnya atau bahkan tidak jarang malah menimbulkan pertengkaran dari kedua pihak. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresif pada anak (Gunarsa, 2003). b. Masyarakat Setiap orang sangat akrab dengan lingkungan masyarakat dimana ia bertempat tinggal. Anak remaja sebagai anggota masyarakat
selalu
mendapat
pengaruh
masyarakat
dan
lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh dominan adalah perubahan sosial kehidupan masyarakat yang
ditandai
menimbulkan pekerjaan, diskriminasi,
dengan ketegangan,
persaingan korupsi,
peristiwa-peristiwa seperti dalam
revolusi,
yang
ketidakpuasan
perekonomian,
pengangguran,
mass
sering
terjadinya
media
(missal
pornografi, pornoaksi), fasilitas rekreasi (seperti play station), dan penyelenggaraan klub-klub malam, seperti diskotik (Krahe, 2005 dan Videbeck, 2008). Dalam teori sosialnya, Behrman et all (2000) menyatakan bahwa pergaulan modern, rusaknya nilai kegotongroyongan secara umum, dan kelainan sosial baik pada individu maupun kelompok besar dapat mengakibatkan peningkatan agresif pada anak dan remaja. Menurut Anantasari (2006) perilaku agresif tidak hanya timbul karena menonton tindak kekerasan di televisi atau melihat perkelahian di
27
lingkungan rumahnya, tetapi juga karena seseorang menjadi korban kekerasan dari salah satu atau bahkan kedua orang tuanya. Beliau juga menjelaskan proses dari perilaku agresif, yaitu: 1) Anak meniru perilaku agresif yang dilihatnya, atau adanya imitasi. Hal ini terjadi karena seorang anak memiliki kecenderungan yang besar sekali untuk meniru. 2) Pembentukkan kerangka pikir anak bahwa perilaku agresif adalah hal yang lumrah bahkan perlu dilakukan. Hal ini terjadi ketika orang tua sering memaki, sehingga anak cenderung menganggap makian sebagai hal yang lumrah dan melakukan hal yang sama kepada orang lain. 3) Kekerasan yang dilihat atau dialami anak secara terus-menerus akan membentuk pola pikir pada anak bahwa lingkungan sekitarnya bukanlah tempat yang aman baginya. Sehingga anak ini akan cenderung curiga dan menyebabkan timbulnya perilaku agresif. 4) Anak yang mengalami kekerasan terus-menerus cenderung memiliki harga diri rendah. Harga diri rendah menimbulkan sikap negatif dan mengurangi koping saat frustasi. Hal ini yang akan meningkatkan kecenderungan berperilaku agresif pada anak. 3. Dampak perilaku agresif Dampak utama dari perilaku agresif adalah anak tidak mampu berteman dengan teman sebaya atau lingkungan. Padahal dengan hal ini, perilaku agresif akan semakin ditampilkan karena mereka tidak dapat diterima oleh teman-temannya (Saefi, 2010). Menurut Handayani (2004,
28
dalam Maryanti, 2012) perilaku agresif akan berpengaruh terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain, seperti: 1) Dampak bagi dirinya sendiri yaitu akan dijauhi oleh teman-temannya dan memiliki konsep diri yang buruk, anak akan dicap sebagai anak yang nakal sehingga membuatnya merasa kurang aman dan kurang bahagia. 2) Dampak bagi orang lain (lingkungan), yaitu dapat menimbulkan ketakutan bagi anak-anak lain dan akan tercipta hubungan sosial yang kurang sehat dengan teman-teman sebayanya. Selain itu, dapat mengganggu ketenangan lingkungan karena biasanya anak yang berperilaku agresif memiliki kecenderungan untuk merusak sesuatu yang disekitarnya. 4. Bentuk perilaku agresif Beberapa bentuk perilaku agresif dalam hal ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Agresif di ruang publik a. Bullying Bullying
merupakan suatu
tindakan
yang melibatkan
kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya. Tindakan ini bisa berupa mengganggu, melecehkan, merendahkan, mengintimidasi, dan menganiaya (Krahe, 2005)
29
Olweus (1994 dalam Krahe) berpendapat bahwa seseorang dianggap menjadi korban bullying, bila ia dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih, yang dilakukan berulangulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan selama jangka waktu cukup lama, sehingga korbanya terus-menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Bullying dapat berbentuk tindakan langsung maupun tidak langsung. Bullying langsung mencakup pelecehan fisik terhadap korbannya, sementara bullying tidak langsung terdiri atas berbagai strategi yang menyebabkan targetnya terasing dan terkucil secara sosial (Krahe, 2005). b. Agresif kolektif Agresif kolektif merupakan tindakan yang mencakup berbagai macam bentuk perilaku agresif yang dilakukan kelompok atau individu sebagi bagian kelompok. Agresif kolektif seringkali diarahkan pada kelompok lain dan bukan pada sasaran individual. Bentuk-bentuk agresif kolektif diantaranya adalah aksi huru-hara dan kekerasan geng (Krahe). Aksi huru-hara (rioting) didefinisikan sebagai tindakan kolektif bermusuhan yang dilakukan kelompok yang terdiri atas 50 orang atau lebih, yang menyerang orang secara fisik atau memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan (Krahe).
30
Geng adalah sebuah kelompok sebaya dengan rerata umur sama, yang memamerkan permanentasi tertentu, terlibat dalam kegiatan kriminal dan memiliki representasi keanggotaan simbolis tertentu. Kekerasan geng ini biasa diwujudkan dengan membuat keonaran-keonaran yang dapat mengganggu keadaan sekitar seperti pemukulan terhadap seseorang tanpa suatu alasan yang jelas dan biasanya terjadi secara tiba-tiba, pemerasan, perusakan fasilitas baik itu milik umum maupun perseorang/individual dan berbagai keonaran lainnya (Krahe, 2005). c. Pembunuhan Pembunuhan adalah tindakan agresif hingga merenggut nyawa orang lain atau menyebabkan kematian si korban. Tindakan ini tergolong paling ekstrim dibanding bentuk-bentuk agresif lain. Perbuatan ini misalnya dengan menembak, memanah atau menusuk dan motif lainnya hingga menyebabkan terbunuhnya si korban (Sudarsono, 2004) 2) Agresif seksual Agresif seksual merupakan suatu tindakan meliputi berbagai kegiatan seksual yang dipaksakan, termasuk hubungan seksual, seks oral, mencium, petting dan penggunaan berbagai strategi koersif, seperti ancaman atau penggunaan berbagai strategi koersif, seperti ancaman
atau
penggunaan
kekuatan
fisik,
mengeksploitasi
ketidakmampuan korban untuk menolak atau menekan secara verbal (Krahe).
31
Belknap et al (1999 dalam Krahe) menyatakan bahwa agresif seksual berarti juga memasukkan perhatian yang tidak dikehendaki, misalnya dalam bentuk pelecehan seksual, stalking (memperlihatkan penis yang ereksi) ataupun telepon cabul (Krahe). C. Verbal Abuse 1. Definisi verbal abuse Verbal abuse atau lebih dikenal dengan kekerasan verbal merupakan “kekerasan terhadap perasaan”.
Memuntahkan kata-kata kasar tanpa
menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan orang lain merupakan kekerasan verbal (Sutikno, 2010). Kekerasan verbal biasanya terjadi ketika ibu sedang sibuk dan anaknya meminta perhatian namun si ibu malah menyuruh anaknya untuk “diam” atau “jangan menangis” bahkan dapat mengeluarkan kata-kata “kamu
bodoh”,
“kamu
cerewet”,
“kamu
kurang
ajar”,
“kamu
menyebalkan”, atau yang lainnya. Kata-kata seperti itulah yang dapat diingat oleh sang anak, bila dilakukan secara berlangsung oleh ibu (Rakhmat, 2007). Tidak hanya seorang ibu yang bisa melakukan verbal abuse, seorang ayah pun bisa melakukan verbal abuse ketika ia merasa kesal. “Anak jadah, pakai kuping mu untuk mendengarkan nasihat orang tua. Muak aku melihat perangai mu itu…” adalah contoh verbal abuse ketika seorang ayah merasa kesal karena nasihatnya tidak didengarkan oleh anaknya (Sutikno, 2010).
32
2. Karakteristik verbal abuse Anderson (2011) membagi karakteristik dari verbal abuse menjadi tujuh, yaitu: 1) Verbal abuse sangat menyakitkan dan selalu mencela sifat dan kemampuan. 2) Verbal abuse dapat bersifat terbuka seperti luapan kemarahan atau memanggil nama dengan sebutan tidak baik dan tertutup seperti ungkapan atau komentar tajam yang menyakiti hati korban. 3) Verbal abuse merupakan manipulasi dan mengontrol. Komentar yang merendahkan mungkin terdengar sangat jujur dan mengenai sasaran. Tetapi tujuannya adalah untuk memanipulasi dan mengontrol. 4) Verbal abuse merupakan perlakuan jahat secara diam-diam. Verbal abuse menyusutkan rasa percaya diri seseorang. 5) Verbal abuse tidak dapat diprediksikan. Pada kenyataannya, tidak dapat diprediksikan merupakan satu dari beberapa karakteristik verbal abuse yang sangat signifikan. Hal ini dapat melalui mencaci maki, merendahkan, dan komentar yang menyakitkan. 6) Verbal abuse mengekspresikan pesan ganda. Tidak ada kesesuaian antara tujuan dari ucapan kasar dan bagaimana perasaannya. Sebagai contoh, mungkin terdengar sangat jujur dan baik ketika mengucapkan apa yang salah dengan seseorang. 7) Verbal abuse selalu meningkat sedikit demi sedikit, meningkat dalam intensitasnya, frekuensi, dan jenisnya. Verbal abuse mungkin dimulai dengan merendahkan dengan tersembunyi seperti bercanda.
33
3. Bentuk verbal abuse Sutikno (2010) menjelaskan bahwa bentuk dari verbal abuse itu merupakan kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan orang lain. Bahkan Rahmat (2007) menambahkan bahwa ancaman atau intimidasi, merusak hak dan perlindungan korban, menjatuhkan mental korban, perkataan yang menyakitkan dan melecehkan, atau memaki-maki dan berteriak-teriak keras juga sudah dikategorikan sebagai bentuk kekerasan yang bersifat verbal. Christianti (2008) lebih memerinci bentuk dari verbal abuse adalah sebagai berikut: 1) Tidak sayang dan dingin Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), dan kata-kata sayang. 2) Intimidasi Tindakan intimidasi bisa berupa : berteriak, menjerit, mengancam anak, dan menggertak anak. 3) Mengecilkan atau mempermalukan anak Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti: merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan.
34
4) Kebiasaan mencela anak Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan anak. 5) Tidak mengindahkan atau menolak anak Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak. 6) Hukuman ekstrim Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror. 4. Akibat verbal abuse Soetjiningsih (2007) beranggapan bahwa kekerasan yang dialami oleh anak secara umum dapat berdampak pada fisik dan psikologis dengan berbagai intensitas berat dan ringannya. Lebih spesifik lagi Wicaksana (2008) mempertegas bahwa akibat dari tindakan verbal abuse yaitu terhadap perkembangan psikis dan emosional lebih berat. Verbal abuse sangat berpengaruh pada anak terutama perkembangan psikologisnya, berikut merupakan dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal menurut Soetjiningsih (1999 dan 2007), diantaranya yaitu: 1) Gangguan emosi Terdapat beberapa gangguan emosi pada korban kekerasan orang tua, seperti terhambatnya perkembangan konsep diri yang positif, lambat dalam mengatasi sifat agresif, ganggguan perkembangan hubungan
35
sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri. Dapat pula terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum, dan sebagainya. 2) Konsep diri rendah Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, dan tidak mampu menyenangi aktifitas. 3) Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. Hal serupa dinyatakan pula oleh Anantasari (2006) kekerasan yang dialami oleh anak, baik secara langsung maupun tidak, cenderung mendorong munculnya kekerasan atau perilaku agresif oleh anak. 4) Hubungan sosial Pada anak-anak dengan gangguan hubungan sosial sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang-orang dewasa. Mereka mempunyai teman sedikit dan suka menganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal
36
lainnnya. Menurut Rakhmat (2007) dapat pula timbul kepribadian sociopath atau antisocial personality disorder. Penyebab utama dari kepribadian ini adalah emotional child abuse yang dalam bentuk umumnya sering disebut juga dengan verbal abuse. Perilaku ini dapat terlihat dengan sering bolos, mencuri, bohong, bergaul dengan orang jahat, kejam pada binatang, dan prestasi sekolah yang buruk. 5) Bunuh diri Menurut Soetjiningsih (2007) tindak kekerasan pada anak akan menyebabkan stres mental yang dialami oleh remaja. Stres mental ini apabila tidak tertangani maka akan berkembang menjadi percobaan bunuh diri sehingga akan menyebabkan perilaku bunuh diri oleh remaja. 6) Akibat lain Akibat lain dari perlakuan salah menurut Soetjiningsih, anak akan melakukan hal sama dikemudian hari terhadap anak-anaknya kelak. Hal ini dipertegas oleh Rakmat (2007) bahwa semua tindakan kekerasan kepada anak-anak akan direkam dalam bawah sadar dan akan di bawa hingga dewasa dan cenderung akan menjadi agresif. Bahkan setelah mereka menjadi orang tua sifat tersebut masih melekat dan mereka melakukan hal yang sama kepada anak mereka sehingga terlahir pula anak yang bersifat agresif.
37
5. Faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan verbal abuse Ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan verbal abuse, diantaranya: 1) Faktor Interna a. Faktor pengetahuan orang tua Kebanyakan orang tua tidak begitu mengetahui atau mengenal informasi mengenai kebutuhan perkembangan anak, misalnya anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi karena sempitnya pengetahuan orang tua anak dipaksa melakukan dan ketika memang belum bisa dilakukan, orang tua menjadi marah, membentak, dan mencaci anak. Orang tua yang mempunyai harapan-harapan yang tidak realistik terhadap perilaku anak berperan memperbesar tindakan kekerasan pada anak. Serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak dan minimnya pengetahuan agama orang tua
melatarbelakangi
kekerasan pada anak karena orang tua kurang berpendidikan (Arimurti, 2005). b. Faktor pengalaman orang tua Orang tua yang sewaktu kecilnya mendapat perlakuan salah merupakan situasi pencetus terjadinya kekerasan pada anak (Soetjiningsih, 1999). Semua tindakan kepada anak akan direkam dalam alam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai pada masa dewasa. Anak yang mendapat perilaku kejam dari orang tuanya akan menjadi agresif dan setelah menjadi orang tua, ia akan
38
berlaku kejam pula pada anaknya. Orang tua yang agresif akan melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif pula. Gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil (Rahmat, 2007). 2) Faktor Ekstern a. Faktor ekonomi Sebagian besar kekerasan rumah tangga dipicu faktor kemiskinan, dan tekanan hidup atau ekonomi (Sirotnak & Krugman, 2002). Pengangguran, PHK, dan beban hidup lain kian memperparah kondisi itu. Faktor kemiskinan dan tekanan hidup yang
selalu
meningkat,
disertai
dengan
kemarahan
atau
kekecewaan pada pasangan karena ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah sekali melimpahkan emosi kepada orang sekitarnya. Anak sebagai makhluk lemah, rentan, dan dianggap sepenuhnya milik orang tua, sehingga menjadikan anak paling mudah menjadi sasaran dalam meluapkan kemarahannya.
Kemiskinan sangat
berhubungan
dengan penyebab kekerasan pada anak karena bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya dan disebabkan mereka mempunyai jalan yang terbatas dalam mencari sumber ekonomi untuk mendukung saat stres (Charles dalam Behrman et al 2000). Halhal seperti diatas itulah yang dapat menyebabkan terjadinya verbal abuse terhadap anak.
39
b. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi tindakan kekerasan pada anak (Anderson, 2011). Munculnya masalah lingkungan yang mendadak juga turut berperan untuk timbulnya kekerasan verbal (Soetjiningsih,1999). Orang tua menjadi memiliki masalah berat dalam hubungannya dengan anak-anak mereka. Orang tua menjadi memiliki konsep-konsep yang kuat dan kaku mengenai apa yang benar dan apa yang salah bagi anak-anak mereka. Semakin yakin orang tua atas kebenaran dan nilai-nilai keyakinannya, semakin cenderung orang tua memaksakan kepada anaknya (Stuart dan Sundeen, 2006). c. Faktor sosial budaya Faktor sosial budaya ini meliputi nilai/norma yang ada dimasyarakat, hubungan antar manusia, kemajuan zaman yaitu pendidikan,
hiburan,
olah
raga,
kesehatan,
dan
hukum
(Soetjiningsih, 1999). Norma sosial mempengaruhi tindakan orang tua melakukan verbal abuse karena pada masyarakat tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan anak-anak. Sedang nilainilai sosial disini adalah dalam artian hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hierarki sosial di masyarakat. Atasan tidak boleh dibantah. Orang tua tentu saja wajib ditaati dengan sendirinya. Dalam hierarki seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun. Orang dewasa
40
dapat berlaku apa pun kepada anak-anak termasuk verbal abuse (Rakhmat, 2007). D. Penelitian Terkait Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu Arsih (2010) pada remaja SMP dengan usia 13 – 15 tahun yang pernah mendapatkan verbal abuse menunjukkan bahwa saat mereka mendapatkan verbal abuse timbul perasaan sedih, dendam dan ingin membalas. Hal itu mengakibatkan respon ingin menghiraukan orang yang melakukan verbal abuse dan ingin membantah. Adapun dampak psikis yang timbul yaitu perasaan kecewa dan sakit hati. Dampak tersebut dapat terus terbawa hingga mereka dewasa kelak. Penelitian Suryaningsih dan Anggaraini (2004) pada siswa SMP Negeri 2 Ungaran menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin tinggi pula perilaku agresif siswa. Penelitian Manalu (2011) pada 50 remaja dengan usia 15 – 18 tahun tentang pola asuh orang tua dan perilaku agresif pada remaja di STM Raksana Medan menunjukkan bahwa 86,0% tindakan otoriter yang paling banyak disebabkan oleh orang tua karena tidak pernah bersikap sabar dan ramah pada anaknya dan 100% anak berperilaku agresif. Penelitian Vissing et al. (1991) pada 3.346 orang tua yang memiliki anak di bawah usia 18 tahun yang tinggal satu rumah menemukan 63% pernah melakukan verbal abuse yang mengakibatkan agresif pada anak dan masalah interpersonal.
41
E. Kerangka Teori
Masalah pada remaja: 1. Alkohol dan obat-obatan terlarang 2. Kenakalan remaja (perilaku agresif) 3. Depresi dan bunuh diri
Bentuk-bentuk verbal abuse: 1. Tidak sayang dan dingin 2. Intimidasi 3. Mengecilkan atau mempermalukan anak 4. Mencela anak 5. Menolak anak 6. Hukuman ekstrim
Bentuk-bentuk perilaku agresif: 1. Agresif di ruang publik a. Bullying b. Agresif kolektif c. Pembunuhan 2. Agresif seksual
Penyebab perilaku agresif: 1. Faktor biologis 2. Faktor Psikologis 3. Faktor situasional 4. Faktor sosial a. Keluarga (verbal abuse) b. Masyarakat
Bagan 2.1 Kerangka Teori Modifikasi dari teori: Santrock (2003), Sukmono (2011), Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (2008), Susilowati (2008), Isselbacher dkk (2000), Wong (2002), Krahe (2005), Sudarsono (2004), Mutadin (2002), Davidoff (1991 dalam Mutadin, 2002), Videveck (2008), Anderson et al. (1997), Tambunan (1997), Monks et al (2004), Behrman et al (2000), Gunarsa (2003), Cristianti (2008)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat dalam bab sebelumnya, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku agresif pada remaja adalah verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua. Cristianti (2008) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk dari verbal abuse adalah tidak sayang dan dingin, intimidasi, mengecilkan atau mempermalukan anak, mencela anak, menolak anak, dan hukuman ekstrim. Berdasarkan hal tersebut, maka variabel yang ingin diteliti adalah verbal abuse orang tua sebagai variabel independen dan perilaku agresif remaja sebagai variabel dependen. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel independen
Variabel dependen
Verbal abuse orang tua yang terdiri dari:
Perilaku agresif remaja yang terdiri dari:
1. Tidak sayang dan dingin 2. Intimidasi 3. Mengecilkan atau mempermalukan anak 4. Mencela anak 5. Menolak anak
1. Agresif di ruang publik a. Bullying b. Agresif kolektif 2. Agresif seksual
Bagan 3.1 Kerangka konsep
42
43
B. Hipotesis Dari uraian kerangka konsep yang telah dijabarkan oleh peneliti maka didapatkan suatau hipotesis penelitian yaitu “Ada hubungan antara perilaku verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di SMP Negeri 129 Jakarta”
44
C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Perilaku verbal Perilaku verbal abuse adalah tindakan Menghitung abuse
atau perbuatan yang dapat menyakiti dari anak
secara
psikis
yang
berupa tentang
Alat Ukur skor Kuesioner
Kategori
0: Tidak ada Skala Ordinal
pertanyaan perilaku
tindak verbal
perilaku verbal abuse abuse
kekerasan dalam bentuk ucapan atau verbal abuse orang orang
tua 1
lisan yang berbentuk tidak sayang dan tua menggunakan berisi
11 tindak Verbal
dingin, intimidasi, mengecilkan atau skala Guttman
pertanyaan
mempermalukan anak, mencela anak,
dengan skor
(1) Ya
dan menolak anak, yang dilakukan (0) Tidak pernah
tertinggi
oleh orang tua.
dan
Skala Ukur
≥:
abuse
11 skor
tertendah 0.
Ada
45
Perilaku agresif
Perilaku agresif segala bentuk perilaku Menghitung baik verbal ataupun nonverbal yang dari dengan
sengaja
ditujukan
skor Kuesioner
Perilaku
pertanyaan perilaku
untuk tentang
agresif ringan
perilaku agresif pada : 0 – 3
melukai orang lain baik fisik ataupun agresif
pada remaja berisi Perilaku
nonfisik yang berupa agresif di ruang remaja
8 pertanyaan agresif berat :
publik (bullying dan agresif kolektif) menggunakan
dengan skor 4 – 8
dan agresif seksual.
skala Guttman
tertinggi
(1) Ya
dan
(0) Tidak
tertendah 0.
8 skor
Skala Ordinal
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya berdasarkan data-data numerial (angka) yang diolah dengan metode statistika (Nursalam, 2001). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara variabel independen dan dependen. Pada jenis ini variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada follow up (Hidayat, 2007; Nursalam, 2003). Alasan digunakan desain ini adalah karena penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan antara perilaku verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua (variabel independen) dengan perilaku agresif pada anak usia remaja (variabel dependen). B. Lokasi Penelitian 1. Tempat Penelitian dilaksanakan pada SMPN 129 Jakarta di Tanjung Priok, Jakarta Utara. 2. Waktu Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2012, mulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil sesuai jadwal yang dilampirkan.
46
47
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2004 dalam Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-14 tahun SMPN 129 Jakarta yang berperilaku agresif di sekolah sepanjang tahun 2011 hingga 2012 sebanyak 48 remaja. 2. Sampel Sampel yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling, dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-14 tahun SMPN 129 Jakarta yang berperilaku agresif di sekolah sepanjang tahun 2011 hingga 2012. Dimana jumlah sampel ini nantinya akan berasal dari pemilihan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut: 1) Kriteria inklusi Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
48
a. Remaja yang berusia antara 12 tahun – 14 tahun. b. Remaja yang mempunyai gangguan tingkah laku setidaknya selama 12 bulan terakhir baik tercatat atau tidak didalam buku kasus sekolah. c. Remaja merupakan rekomendasi dari guru badan penyuluhan (BP) atau wali kelas. d. Remaja yang masih mempunyai kedua orang tua. e. Remaja yang tinggal bersama dengan orang tua dan/atau masih berkomunikasi lancar dengan orang tua mereka. f. Remaja yang bersedia dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden. 2) Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Hidayat, 2007). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah subjek penelitian yang menolak berpartisipasi. 3) Besar sampel Besar sampel adalah banyaknya anggota yang dijadikan sampel (Nursalam, 2001). Besar sampel yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 43 sampel. D. Instrumen Penelitian Dalam pengumpulan data, terdapat dua sumber data yang diperoleh yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah laporan dan catatan resmi yang ada baik data dari instansi yang terkait, internet, maupun literatur
49
yang relevan dan sumber lain yang dapat mendukung. Sedangkan data primer adalah data dengan pengisian kuesioner oleh siswa SMPN 129 Jakarta dengan perilaku agresif untuk mendapatkan jawaban yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengajukan izin terlebih dahulu kepada guru bagian kesiswaan SMPN 129 Jakarta untuk diproses ke kepala sekolah kemudian diserahkan tanggung jawab kepada guru badan penyuluhan (BP). Setelah itu peneliti meminta data remaja yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Kemudian dari data tersebut peneliti memilih remaja yang berperilaku agresif. Selain itu peneliti juga melakukan pendekatan kepada guru BP dan wali kelas di sekolahan tersebut untuk mencari data tambahan yang diperlukan oleh peneliti. Setelah mendapatkan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, peneliti mengumpulkan calon responden dalam satu ruangan untuk menjelaskan tujuan, manfaat, dan peran serta selama penelitian, agar selama penelitian dan proses pengambilan data dapat dengan mudah dilaksanakan. Peneliti juga menjelaskan bahwa peneliti menjamin kerahasiaan responden dan responden berhak untuk menolak berpartisipasi dalam penelitian ini. Bila responden
menyetujui
maka
peneliti
meminta
responden
untuk
manandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Kemudian responden diberi kuesioner untuk diisi sendiri. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan menginformasikan agar kuesioner diisi semua. Setelah terisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan
50
diperiksa kembali kelengkapannya. Bila ada yang kurang lengkap diselesaikan saat itu. Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada kerangka konsep yang telah dibuat. Instrumen pengumpulan data terdiri dari 3 bagian, yaitu: a. Data personal responden Identitas siswa meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, kelas, alamat, dan pekerjaan orang tua. b. Kuesioner perilaku verbal abuse orang tua Kuesioner perilaku verbal abuse orang tua bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman perilaku verbal abuse yang pernah dilakukan oleh orang tua remaja sehingga dapat menyebabkan perilaku agresif dan kusioner ini pernah digunakan sebelumnya dalam penelitian Munawati (2011) dengan judul “Hubungan Verbal Abuse Dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Prasekolah Di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011”. Pada kuesioner perilaku verbal abuse orang tua menggunakan Skala Guttman dengan sebelas pertanyaan dengan pilihan ya yang bernilai satu, dan tidak yang bernilai nol. Nilai tertinggi yang diperoleh dari pertanyaan tersebut adalah sebelas dan nilai terendah adalah nol.
51
Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal, dengan interval perilaku verbal abuse orang tua adalah sebagai berikut: 0
: Tidak ada tindak verbal abuse
1≥
: Ada tindak verbal abuse
c. Kuesioner perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja Kuesioner perilaku agresif remaja bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja dan kuesioner ini pernah digunakan sebelumnya dalam penelitian Wibawanti (2006) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Agresif Remaja Pada Pelajar Di SMK Brawijaya Ponorogo Jawa Timur”. Pada kuesioner perilaku agresif pada remaja menggunakan Skala Guttman dengan delapan pertanyaan dan pilihan ya (1) yang bernilai satu dan tidak (0) yang bernilai nol. Nilai tertinggi yang dapat diperoleh adalah delapan dan nilai terendah adalah nol. Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal, dimana nilai panjang/lebar kelas interval antar kategori didapatkan dengan menggunakan rumus statistik (Aritonang, dkk., 2005):
Keterangan: P
: Panjang kelas
Rentang kelas : Selisih nilai tertinggi dan nilai terendah Banyak kelas : Banyaknya kategori dalam kuesioner
52
Bila menggunakan rumus tersebut maka akan didapatkan hasil dengan rentang kelas 8 dan banyak kelas 2 sehingga P = 4. Maka didapatkan interval perilaku agresif remaja adalah sebagai berikut: 0–3
: perilaku agresif ringan
4–8
: perilaku agresif berat
E. Uji Validitas Dan Reabilitas 1. Uji validitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2002). Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian validitas kuesioner dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap item pertanyaan dengan skor total tiap kelompok soal dengan menggunakan uji Person Product Momen dengan rumus sebagai berikut : ( √[
) (
( ) ][
)(
) (
) ]
Keterangan : = koefisien korelasi = jumlah skor item = jumlah skor total (item) = jumlah responden Hasil penghitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Jika R hitung lebih besar dari table R tabel pada taraf signifikansi 5% maka instrumen yang diujicobakan dinyatakan valid.
53
Cara pengujian validitas ini dengan melakukan uji korelasi antar nilai tiap item pertanyaan terhadap skor total nilai kelompok. Peneliti melakukan uji coba pada 30 responden, kemudian hasilnya dianalisa dengan menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS 18.00 for windows. Dari hasil analisa tersebut dengan df=28 dan α=5% sehingga didapatkan r table 0,31 dan menunjukkan bahwa nilai r hitung > r tabel pada semua kuesioner yang berarti semua kuesioner valid. 2. Reliabilitas Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2002). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal consistency yaitu melakukan uji coba sekali saja. Kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Rumus : [
][
(
)
]
Keterangan : = Koefisien reliabilitas yang dicari k
= banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir = Varian total
54
Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan antara r tabel dengan r hasil (nilai Alpha). Instrumen dikatakan reliabel jika r hasil (nilai Alpha)>r tabel. Pada kedua kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini pernah digunakan sebelumnya pada penelitian terdahulu walaupun telah diketahui nilai dari alfa cronbach dari masing-masing kuesioner tersebut namun kedua kuesioner ini dilakukan uji realibilitas dan validitas kembali karena peneliti memodifikasi kuesioner tersebut. Pada kuesioner perilaku verbal abuse orang tua yang digunakan sebelumnya dalam penelitian Munawati (2011) dengan judul “Hubungan Verbal Abuse Dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Prasekolah Di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011” diketahui nilai alfa cronbach 0,957. Sedangkan pada kuesioner perilaku agresif remaja yang digunakan sebelumnya dalam penelitian Wibawanti (2006) dengan judul “FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Agresif Remaja Pada Pelajar Di SMK Brawijaya Ponorogo Jawa Timur” diketahui nilai alfa cronbach 0,814. Dari hasil uji realibitas yang telah dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 282 Jakarta terhadap 30 responden didapat nilai Alpha Cronbach (α) dari variabel verbal abuse orang tua sebesar 0,874 dan variabel perilaku agresif remaja sebesar 0,801. Dari kedua hasil uji reabilitas tersebut dapat dinyatakan bahwa kedua kuesioner tersebut realibel dan dapat digunakan.
55
F. Pengolahan Data Proses pengolahan data peneliti menggunakan langkah-langkah pengolahan data diantaranya: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 3. Entry data Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. 4. Cleaning data Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat memasukkan data ke komputer.
56
G. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat yaitu menganalisis variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya. Analisis univariat ini dilakukan pada tiap-tiap variabel penelitian. Dalam penelitian ini analisis digunakan untuk mengetahui proporsi masingmasing variabel yaitu perilaku verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua dan perilaku agresif pada remaja.
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu perilaku verbal abuse dengan variabel dependen yaitu perilaku agresif remaja. Penggunaan uji chi square dikarenakan pada penelitian ini akan dilakukan uji mengenai perbedaan proporsi atau presentasi antara beberapa kelompok untuk mengetahui pengaruh antara variabel yang ada (Nursalam, 2003). Untuk memutuskan apakah ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat maka menggunakan p value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan (alpha) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. apabila p value < 0,05 Ho ditolak dan Ha diterima maka hipotesis terbukti, yang berarti ada hubungan antara variabel bebas dan terikat. Sedangkan bila p value > 0.05 Ho diterima Ha (hipotesis penelitian) ditolak maka hipotesis
57
ditolak yang berarti tidak ada hubungan antar variabel bebas dan terikat. Prosesnya akan dilakukan dengan pembuktian uji chi square yang menggunakan rumus sebagai berikut : (
)
Keterangan : = Nilai observasi = Nilai ekspektasi (nilai harapan) H. Etika Penelitian Penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan etika penelitian yang meliputi : 1. Informed Consent Informed consent merupakan persetujuan antara peneliti dan responden dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilaksanakan. Tujuan informed consent yaitu subjek mengerti maksud dan tujuan dari peneliti. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden. 2. Anonimity (Tanpa Nama) Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dimana responden tidak menuliskan nama responden pada kuesioner dan hanya diberikan kode atau nomor responden. 3. Confidentiality (Kerahasiaan) Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 129 merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional (SSN) yang berlokasi di Jalan Warakas VI, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sarana dan prasarana yang terdapat dalam SMPN 129 Jakarta adalah gedung sekolah dengan luas tanah 3231 m2 dan luas bangunan 2341,20 m2, didalamnya terdapat laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruang media, 14 ruang kelas, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), perpustakaan, ruang konsultasi BP, ruang tata busana, mushola, aula, dan tersedia wifi di sekolah tersebut. Ekstrakurikuler yang ada di SMPN 129 Jakarta adalah paskibra, pramuka, PMR, olahraga (bulu tangkis, voli, dan basket), tari saman, dan marawis. Visi dari SMPN 129 Jakarta adalah unggul dalam IPTEK dan IMTAQ serta menjadi kebanggaan masyarakat dengan indicator unggul dalam UAN, unggul dalam lomba kreativitas, unggul dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, unggul dalam lomba kesenian, unggul dalam lomba olahraga, unggul dalam disiplin, dan unggul dalam kegiatan keagamaan, unggul dalam kepedulian sosial. Sedangkan misi dari SMPN 129 Jakarta adalah melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga siswa berkembang
secara
optimal,
seusai
dengan
potensi
yang
dimiliki,
menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah, mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi
58
59
dirinya sehingga dapat berkembang secara optimal, menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penetapan ilmu pengetahuan dan teknologi, menumbuhkan penghayatan terhadap pelajaran agama yang dianut dan budaya bangsa. Jumlah siswa di SMPN 129 Jakarta ini untuk kelas VII (tujuh) sebanyak 285 siswa, kelas VIII (delapan) sebanyak 314 siswa, dan kelas IX (sembilan) sebanyak 248 siswa, dan total keseluruhan jumlah siswa adalah 847 siswa. Sedangkan populasi dalam penelitian ini merupakan remaja yang berperilaku agresif disekolah yaitu sebanyak 48 siswa kemudian dicari yang sesuai dengan kriteria penelitian ini sehingga didapatkan sampel sebanyak 43 orang.
B. Karakteristik Responden Karakteristik responden dibawah ini adalah karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur, jenis kelamin, kelas dan agama. Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain: 1. Umur Umur remaja yang dipilih adalah menjadi responden dalam penelitian ini adalah umur remaja awal 12 – 14 tahun (menurut Wong dan Hockenberry, 2003) berjumlah 43 responden. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Persentase % 12 tahun
3
7,0
13 tahun
24
55,8
14 tahun
16
37,2
43
100
Total
60
Tabel 5.1 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan umur. Umur 13 tahun memperoleh jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 24 responden (55,8 %). 2. Jenis kelamin Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase % Laki-laki
37
86,0
Perempuan
6
14,0
43
100
Total
Tabel 5.2 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki memperoleh jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 37 responden (86,0 %). 3. Kelas Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Kelas Frekuensi Persentase % Kelas VII (tujuh)
21
48,8
Kelas VIII (delapan)
22
51,2
Total
43
100
Tabel 5.3 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan kelas. Ternyata responden terbesar dalam penelitian ini yaitu responden yang duduk di kelas VIII (delapan) sebanyak 22 responden (51,2 %).
61
C. Analisis Univariat Data univariat ini berkaitan dengan variabel independen berupa verbal abuse dari orang tua dan variabel dependen yakni perilaku agresif remaja yang masing-masing akan digambarkan secara berturut-turut. 1. Verbal abuse orang tua Pada penelitian ini, nilai verbal abuse orang tua diperoleh berdasarkan jumlah dari jawaban responden terhadap kuesioner perilaku verbal abuse orang tua. Analisis univariat variabel verbal abuse orang tua pada siswa SMPN 129 Jakarta, diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Verbal Abuse Orang Tua Siswa SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 Perilaku Verbal Abuse Frekuensi Persentase % Tidak ada verbal abuse
9
20,9
Ada verbal abuse
34
79,1
43
100
Total
Pada analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan verbal abuse orang tua siswa SMPN 129 Jakarta tahun 2012 di temukan bahwa 34 responden (79,1 %) dari 43 responden mengalami verbal abuse dari orang tua mereka. Padahal verbal abuse sendiri menjadi faktor resiko terjadinya perilaku agresif pada remaja. 2. Perilaku agresif remaja Pada penelitian ini, nilai perilaku agresif remaja diperoleh berdasarkan jumlah dari jawaban responden terhadap kuesioner perilaku agresif remaja. Analisis univariat variabel perilaku agresif remaja pada
62
siswa SMPN 129 Jakarta, diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.5 berikut ini. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Agresif Remaja di SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 Perilaku Agresif Remaja Frekuensi Persentase % Perilaku agresif ringan
23
53,5
Perilaku agresif berat
20
46,5
43
100
Total
Pada analisis distribusi frekuensi perilaku agresif pada remaja di SMPN 129 Jakarta yang terdapat pada tabel 5.6 didapatkan data bahwa mayoritas responden memiliki perilaku agresif ringan sebanyak 23 responden dengan presentase 53,5 %.
D. Analisis Bivariat Berdasarkan kerangkan konsep, maka analisis bivariat akan menguji hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel independen adalah verbal abuse orang tua. Sedangkan variabel dependen adalah perilaku agresif remaja. Uji bivariat ini menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 0.05 (α = 5%), untuk melihat besarnya hubungan dilakukan analisis odds rasio (OR) dan besarnya nilai p. Analisis hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di SMPN 129 Jakarta disajikan pada tabel 5.6 berikut ini.
63
Tabel 5.6 Hubungan Antara Verbal Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja di SMPN 129 Jakarta Tahun 2012 Perilaku Agresif Verbal Abuse Orang Tua
Ada verbal abuse Tidak ada verbal abuse Total
Perilaku
Total
Perilaku
OR
P
agresif berat agresif ringan N
%
N
%
N
%
19
55,9
15
44,1
34
100
1
11,1
8
88,9
9
100
20
46,5
23
53,5
43
100
10,133 (1,138 – 90,209)
Data pada tabel 5.6 menunjukan dari 9 responden yang tidak ada verbal abuse dari orang tua mereka didapatkan sebanyak 8 orang (88,9 %) yang berperilaku agresif ringan. Sedangkan dari 34 responden yang ada verbal abuse dari orang tua didapatkan sebanyak 19 responden (55,9 %) yang berperilaku agresif berat. Uji analisa secara statistik antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif remaja menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kesalahan (alpha) 0,05. Dari hasil uji statistik didapat bahwa nilai p=0,024 lebih kecil dari nilai alpha 0,05 sehingga hasil ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di SMPN 129 Jakarta. Dari hasil analisis perbandingan kemungkinan peristiwa yang terjadi dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang sama terjadi di kelompok lain (OR) dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mendapatkan perilaku verbal abuse dari orang tuanya memiliki peluang 10,133 kali lebih besar untuk
0.024
64
berperilaku agresif dibanding remaja yang tidak mendapatkan tindak verbal abuse dari orang tuanya.
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghubungkan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 129 Jakarta dengan pengumpulan data menggunakan angket yang dilakukan oleh peneliti kepada 43 responden. Berikut uraian keterbatasan penelitian serta pembahasan dari hasil penelitian yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. A. Analisa Univariat 1. Gambaran karakteristik responden di SMPN 129 Jakarta Karakteristik dari responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, dan kelas. Gambaran umur dari 43 responden penelitian ini sebagian besar berusia 13 tahun yaitu sebesar 24 responden (55,8%). Hal ini sesuai dengan teori tumbuh kembang menurut Harlock (1999) bahwa usia 13 tahun merupakan usia remaja awal yang mempunyai salah satu ciri khas membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka ketahui sebagai perbuatan yang salah termasuk perilaku agresif. Hal ini berkaitan dengan beratnya tugas perkembangan remaja yang menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Dilain hal, beberapa remaja yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua.
65
66
Dari hasil penelitian berdasarkan distribusi jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki sebesar 37 responden (86%). Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial yang sulit dikontrol dibandingkan anak perempuan sehingga anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan kekerasan dan ditujukan ke luar misalnya merusak barang milik orang lain dan berkelahi (Santrock, 2003). Ditambah lagi perilaku agresif pada anak laki-laki relatif tetap sejak masa prasekolah sampai masa remaja, dimana mereka meneruskan perilaku yang dialami sejak kecil hingga sampai remaja. Berbeda dengan perempuan yang kurang menunjukkan perilaku tersebut pada usia lebih tua (Behrman et al, 2000). 2. Gambaran verbal abuse orang tua di SMPN 129 Jakarta Verbal abuse atau lebih dikenal dengan kekerasan verbal merupakan “kekerasan terhadap perasaan”.
Memuntahkan kata-kata kasar tanpa
menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan orang lain (Sutikno, 2010). Verbal abuse biasanya terjadi ketika ibu sedang sibuk dan anaknya meminta perhatian namun si ibu malah menyuruh anaknya untuk “diam” atau “jangan menangis” bahkan dapat mengeluarkan kata-kata “kamu
bodoh”,
“kamu
cerewet”,
“kamu
kurang
ajar”,
“kamu
menyebalkan”, atau yang lainnya. Kata-kata seperti itulah yang dapat diingat oleh sang anak bila dilakukan secara berlangsung oleh ibu (Rakhmat, 2007).
67
Fenomena tentang kekerasan pada anak terbukti pada penelitian ini yaitu didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 43 responden dalam penelitian ini terdapat 34 responden (79,1 %) yang mendapatkan tindak verbal abuse dari orang tua. Angka ini masih tinggi dan dapat terlihat bahwa verbal abuse merupakan salah satu jenis kekerasan yang masih sering dialami oleh remaja. Hal ini serupa dengan penelitian Arsih (2010) tentang studi fenomenologis: kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada remaja dengan subyek empat orang remaja SMP dengan usia 13 – 15 tahun di Semarang, dari keempat responden pada penelitian tersebut mengaku pernah mendapatkan verbal abuse dari orang tua mereka yang berarti 100 % dari seluruh responden. Kesesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian Arsih bisa disebabkan karena karakteristik responden dan tempat penelitian relatif sama. Selain itu hasil dari penelitian Munawati (2011) tentang hubungan verbal abuse dengan perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011 dengan subyek 98 responden ibu yang mempunyai anak usia prasekolah didapatkan hasil 63,3 % (62 responden) menunjukkan ada tindak verbal abuse. Hal ini semakin menegaskan bahwa ternyata dari hasil penelitian terdahulu pun orang tua memang biasa melakukan verbal abuse kepada anak mereka baik disadari ataupun tidak disadari oleh mereka. Berdasarkan penelitian Munawati (2011) ada beberapa penyebab mengapa orang tua melakukan verbal abuse pada anaknya seperti rendahnya tingkat pendidikan orang tua sehingga menyebabkan kurangnya
68
pula pengetahuan orang tua tentang verbal abuse. Rendahnya pendapatan atau status ekonomi orang tua sehingga menurut Amas (2010) banyak kebutuhan anak menjadi tidak terpenuhi dan akhirnya untuk menolak anak, orang tua sering menggunakan kekerasan seperti intimidasi. Sebagian besar orang tua lebih sering mengungkapkan kekesalan dan kemarahan mereka dengan membentak, memarahi, mengancam serta menakuti. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian ini dimana dari lima bentuk verbal abuse yang diteliti, yaitu tidak sayang dan dingin, intimidasi, mengecilkan atau mempermalukan anak, mencela anak, dan tidak mengindahkan atau menolak anak. Dari kelima bentuk yang diteliti, ternyata didapatkan hasil bahwa dari 43 responden dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 23,25 untuk bentuk intimidasi atau sebesar 54,07%, angka ini merupakan angka terbesar bila dibandingkan dengan bentuk verbal abuse yang lain. Intimidasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu), gertakan, dan ancaman. Hal ini dapat dikarenakan orang tua beranggapan bahwa gertakan atau ancaman merupakan senjata yang ampuh untuk kepatuhan anak, namun ternyata hal ini dapat berdampak buruk pada anak mereka. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil, dari 34 responden yang mendapatkan verbal abuse dari orang tua, ternyata ada 16 responden (47,1 %) yang telah mendapatkan verbal abuse sejak usia remaja. Hal ini terjadi karena pada tahap perkembang remaja menurut Rustaman dan Asiah (2007) lebih menitikberatkan pada perubahan psikis. Hal itulah yang
69
menyebabkan remaja terkadang menjadi mudah tersinggung dan emosional ketika mendapatkan tindak verbal abuse. Selain itu, remaja juga dituntut untuk memenuhi salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Tugas perkembangan itulah yang membuat masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dengan orang tuanya, sementara orang tua masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya (Soetjiningsih, 2007). Menurut Hurlock (1999) dampak verbal abuse pada remaja akan mempengaruhi pembentukkan sikap, nilai, dan minat baru. Karena masa remaja merupakan periode yang penting, dimana dalam perkembangan fisik yang cepat dan harus disertai dengan perkembangan mental yang baik pula. Sehingga rasa ketakutan yang ditimbulkan akibat verbal abuse terjadi pada remaja, maka penyesuaian perkembangan mental akan terganggu. Dampak verbal abuse akan lebih parah apabila hal tersebut terjadi pada anak di masa kecil. Hal ini dapat terjadi karena kekerasan yang terjadi pada anak di masa kecil memiliki dampak yang lebih kuat dalam menimbulkan perilaku agresif, terlebih bila orang tua yang melakukannya. Anak yang menjadi korban kekerasan orang tuanya maka secara otomatis akan berperilaku agresif juga. Bahkan cenderung mengembangkan perilaku kekerasan yang dialaminya sampai ia kelak dewasa (Anantasari, 2006).
70
3. Gambaran perilaku agresif remaja di SMPN 129 Jakarta. Untuk mendapatkan data mengenai perilaku agresif, peneliti melihat dari buku catatan hitam guru bimbingan konseling yang menyimpan datadata tentang siswa bermasalah dan juga bertanya dengan beberapa wali kelas tentang siswa yang bermasalah. Hal ini bermanfaat untuk mencocokan antara kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan disi, dengan catatan hitam milik guru. Sehingga siswa yang dipilih menjadi responden merupakan siswa-siswa yang diduga berperilaku agresif. Perilaku agresif selalu dipersepsikan sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut baik verbal ataupun nonverbal yang dengan sengaja ditujukan untuk melukai orang lain baik fisik ataupun nonfisik (Anantasari, 2006). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 43 responden yang diteliti ternyata 100% berperilaku agresif dengan tingkat agresifitas dari ringan hingga berat. Hasil ini berbeda dengan penelitian Pangestu (2010) yang berjudul hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas remaja awal: studi korelasional pada siswa SMP Mutiara 4 Bandung tahun ajaran 2009/2010 pada 75 siswa kelas VII didapatkan hasil terdapat 40 remaja (53%) memiliki agresivitas yang tinggi. Perbedaan dari hasil kedua penelitian tersebut dapat terjadi karena perbedaan karakteristik dari kedua tempat penelitian. Pada penelitian ini tepatnya di SMPN 129 Jakarta merupakan salah satu sekolah yang berstandar nasional atau lebih dikenal dengan sebutan SSN. Sehingga daya saing untuk masuk sekolah tersebut menjadi tinggi dan hanya siswa yang
71
mempunyai kemampuan kognitif yang baiklah yang akan berhasil masuk. Menurut Santrock (2003) sejalan dengan kematangan remaja secara kognitif, sebagian remaja lebih mampu memikirkan perilaku mereka dan memperhatikan akibat panjang dari tindakan mereka. Hal ini yang menjadi alasan bahwa pada siswa SMPN 129 Jakarta lebih dapat memikirkan akibat dari perilaku mereka sehingga siswa yang berperilaku agresif berat pun lebih sedikit. Psikologis individu dalam kenyataan juga memiliki peranan untuk memunculkan perilaku agresif. Hal ini remaja dalam fasenya, mereka seringkali mengalami gangguan psikis (misalnya tersinggung) sehubungan dengan perkembangan pribadi yang semakin pesat, karena menghadapi berbagai hal yang dapat menjadikan hambatan baginya. Akibatnya, ini akan menjadi salah satu penyebab yang mendukung terjadinya perilaku agresif. Kondisi ini diantaranya adalah frustasi dan marah (Mutadin, 2002). Ketika masa remaja, kemampuan mengontrol diri sangat diperlukan karena dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu keinginannya semakin bergejolak terutama dorongan seksual dan dorongan agresif. Jika seorang remaja tidak mempunyai kontrol diri yang baik, dia akan dikuasai oleh dorongan-dorongan ini sehingga timbulah bentuk kenakalan remaja yang salah satunya adalah gangguan tingkah laku (Sukmono, 2011). Menurut Videbeck (2008) individu yang mengalami gangguan tingkah laku mempunyai sedikit rasa empati terhadap orang lain dan marah yang meledak-ledak.
72
Kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseorang tidak dihormati, atau ketika harapan individu tidak terpenuhi. Namun kemarahan dapat menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika seseorang mengungkapkannya secara tidak tepat yang dapat menimbulkan permusuhan dan agresif. Hal ini sering terjadi pada anak-anak dan remaja karena mereka tidak dapat mengungkapkan perasaan yang intens secara verbal dan ketika menghadapi konflik emosional sehingga terjadilah perilaku agresif baik verbal ataupun fisik (Videbeck, 2008). Menurut Anantasari (2006) Perilaku agresif selalu dipersepsikan sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut baik verbal ataupun nonverbal yang dengan sengaja ditujukan untuk melukai orang lain baik fisik ataupun nonfisik. Menurut DSM IV American Psychiatric Association, perilaku agresif merupakan salah satu gangguan tingkah laku yang merupakan pola perilaku berulang dan menetap, dimana perilaku tersebut melanggar norma sosial atau aturan-aturan yang sesuai dengan umurnya atau menyimpang dari kebenaran (Soetjiningsih dan Windiani, 2007). Menurut Behrman et al (2000) hampir secara umum anak laki-laki lebih agresif daripada anak perempuan. Perilaku agresif pada anak lakilaki relatif tetap sejak masa prasekolah sampai masa remaja. Begitu pula menurut Videbeck (2008) laki-laki tiga kali lebih sering mengalami gangguan tingkah laku dibandingkan perempuan, dan sebanyak 30% -
73
50% dari mereka didiagnosa mengalami gangguan kepribadian antisosial saat dewasa. Hal ini pun serupa dengan penelitian ini, dari 43 responden yang diteliti, responden laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 86 % (37 responden). Dalam penelitian ini ada tiga bentuk perilaku agresif yang diteliti, yaitu bullying, agresif kolektif, dan agresif seksual. Berdasarkan hasil penelitian dari 43 responden didapatkan nilai rata-rata sebesar 23,25 untuk bentuk agresif kolektif atau sebesar 54,07 %. Hal ini di dukung masih maraknya kasus tawuran antar pelajar terutama di Jabodetabek pada Tahun 2011 sebanyak 339 kasus (Komnaspa, 2011). Angka ini meningkat tajam bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 128 kasus tawuran. Selain itu, pada penelitian Manalu (2010) dengan judul pola asuh orang tua dan perilaku agresif remaja di STM Raksana Medan didapatkan hasil bahwa dari 50 siswa terdapat 29 siswa (58,0 %) melakukan perilaku agresif membantu teman melakukan perlawanan dimana perilaku agresif ini merupakan salah satu kriteria dari agresif kolektif. Agresif kolektif merupakan tindakan yang mencakup berbagai macam bentuk perilaku agresif yang dilakukan kelompok atau individu sebagi bagian kelompok. Bentuk-bentuk agresif kolektif diantaranya adalah aksi huru-hara dan kekerasan geng (Krahe, 2005).
Menurut
Zulkarnaen (2011) salah satu faktor mengapa remaja lebih banyak bertindak agresif kolektif adalah faktor keluarga. Dimana ketika anak meningkat remaja, mereka belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya yang merupakan dampak dari rumah tangga yang dipenuhi
74
kekerasan. Sebaliknya, orang tua tidak memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan dirinya sehingga anak merasa terkekang. Ketika remaja bergabung dengan teman-temannya, maka ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya. Selain itu, menurut Az-za’balawi (2007) salah satu karakteristik perilaku sosial remaja adalah setia kepada teman sebaya. Dimana remaja terikat sangat erat dengan kelompok teman sebaya sehingga dia berupaya keras untuk bergabung dan berjuang mengokohkan kedudukannya seta mengadopsi nilai-nilai perilaku yang dipegang oleh kelompoknya dengan sepenuh jiwa, perasaan, dan kesetiaannya. Hal inilah yang dapat menjadi alasan mengapa siswa lebih memilih agresif kolektif karena mereka merasakan adanya persamaan dan kesatuan tujuan dan perasaan. B. Analisa Bivariat Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif remaja di SMPN 129 Jakarta. Keputusan diambil dengan membandingkan p-value dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari alpha (0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen dan apabila pvalue lebih besar dari alpha (0,05) maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dari hasil analisis cross tabel terlihat bahwa dari remaja yang mendapatkan verbal abuse dari orang tua mereka lebih cenderung berperilaku
75
agresif berat yaitu sekitar 55,9 %, sedangkan yang tidak mendapatkan verbal abuse hanya 11,1 % yang berperilaku agresif berat. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa nilai p-value lebih kecil dari alpha 0,05 yaitu 0,024 yang berarti ada hubungan yang sangat bermakna antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja. Selain itu, dalam penelitian ini juga didapatkan hasil odd ratio sebesar 10,133 yang berarti seseorang yang mendapatkan verbal abuse dari orang tuanya memiliki peluang 10,133 kali lebih besar untuk berperilaku agresif dibanding remaja yang tidak mendapatkan tindak verbal abuse dari orang tuanya. Hal ini sesuai dengan yang dituliskan oleh Rusmil (2007) tentang kekerasan dan penelantaran terhadap remaja, ia mengatakan bahwa akibat dari verbal abuse dapat menimbulkan problem perilaku yang terjadi pada remaja berupa perilaku agresif serta melawan hukum, dan pada remaja pun lebih potensial berperilaku merusak diri. Ditambah lagi dengan penelitian Suryaningsih dan Anggraini (2004) tentang hubungan kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif dengan subjek siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin tinggi pula perilaku agresif anak. Dimana salah satu jenis kekerasan yang diteliti yaitu verbal abuse yang diteliti dalam penelitian ini. Soetjiningsih (1999) mengatakan bahwa anak yang mendapat perlakuan salah seperti verbal abuse lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
76
Hal serupa dinyatakan pula oleh Anantasari (2006) kekerasan yang dialami oleh anak, baik secara langsung maupun tidak, cenderung mendorong munculnya kekerasan atau perilaku agresif oleh anak. Behrman et al (2000) pun mengatakan bahwa perilaku kemarahan dan agresif atau hukuman yang kasar dari orang tua dapat ditiru oleh anak bila mereka tersakiti baik secara fisik ataupun psikologis karena secara tidak langsung mereka juga mengajari anaknya menggunakan kekuatan untuk menyelesaikan konflik. Monks et al (2004) pun sependapat bahwa salah satu penyebab dari timbulnya perilaku agresif pada remaja adalah karena faktor orang tua dimana mereka tidak menaruh perhatian terhadap anak, tidak sempat menanamkan kasih sayang dan tidak pula dapat menyatakan penghargaan atas prestasi yang diperoleh anak di sekolah yang merupakan salah satu bentuk dari verbal abuse. Oleh karena itu verbal abuse pada orang tua harus dicegah, karena akan berdampak buruk pada remaja seperti timbulnya perilaku agresif. Sedangkan dampak utama dari perilaku agresif adalah anak tidak mampu berteman dengan teman sebaya atau lingkungan. Padahal dengan hal ini, perilaku agresif akan semakin ditampilkan karena mereka tidak dapat diterima oleh temantemannya (Saefi, 2010). Sehingga apabila kedua masalah ini tidak ditangani lingkaran setan akan terjadi terus-menerus dimana orang tua yang agresif akan melahirkan anak yang agresif pula. C. Keterbatasan Peneliti Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan peneliti, diantaranya yaitu:
77
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional sehingga tidak bisa memberikan penjelasan hubungan sebab akibat (kausalistik) dan tidak bisa melihat kekuatan hubungan variabel karena variabel independen dan variabel dependen diteliti secara bersama bersama-sama pada saat berlangsungnya penelitian. Tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dalam berjalannya waktu. 2. Kedua instrument penelitian dalam penelitian ini didapatkan dari penelitian terdahulu yang dimodifikasi sendiri oleh peneliti sehingga tidak memiliki standar yang baku baik secara nasional ataupun internasional. 3. Masih sedikitnya penelitian yang terkait dengan penelitian ini selain itu referensi tentang verbal abuse pun masih sedikit sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam penelitian ini. 4. Tidak kesesuaian waktu penelitian dengan jadwal akademik sekolah menyebabkan peneliti tidak dapat mengambil sampel kelas IX (Sembilan). Hal ini dikarenakan telah selesainya masa studi kelas IX (Sembilan) di SMPN 129 Jakarta dan menyebabkan penelitian ini tidak cukup kuat untuk mewakili seluruh siswa di SMPN 129 Jakarta.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Mengacu pada analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian terhadap 43 responden dengan judul “Hubungan Antara Verbal Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 129 Jakarta” dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perilaku verbal abuse orang tua Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 43 responden sebagian besar mendapatkan tindak verbal abuse dari orang tua mereka yaitu sebesar 34 responden (79,1 %). Dari kelima bentuk yang diteliti oleh peneliti ternyata intimidasi (54,07 %) merupakan tindak verbal abuse yang paling sering diterima oleh responden. 2. Perilaku agresif remaja Hasil dari penelitian ini didapatkan data bahwa 23 dari 43 responden (53,5%) melakukan perilaku agresif ringan. Namun dari keseluruhan responden yang diteliti ternyata semua responden melakukan perilaku agresif baik berskala ringan ataupun berskala berat. Hal itu dibuktikan dari delapan kuesioner yang selalu terisi dari jumlah keseluruhan responden. Kemudian dari tiga bentuk perilaku agresif yang diteliti, didapatkan hasil bahwa tindakan agresif kolektif (54,07 %) merupakan perilaku agresif yang paling sering dilakukan oleh remaja.
78
79
3. Hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja Berdasarkan pengujian secara statistik hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja, didapatkan hasil p-value sebesar 0,024 kurang dari nilai alpha sebesar 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di SMPN 129 Jakarta. B. Saran 1. Bagi sekolah ( SMPN 129 Jakarta) 1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan komunikasi antara orang tua yang mempunyai anak berperilaku agresif dan guru secara intensif. Pertemuan ini tidak hanya membahas hasil akademik namun bagaimana orang tua mampu memberikan lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan anak remaja mereka yang akan berdampak langsung terhadap nilai akademik dan pola perilaku. 2) Bagi anak remaja yang sudah berperilaku agresif terutama yang terkena perilaku verbal abuse diharapkan dilakukan pendekatan konseling atau meningkatkan kerja sama antara guru BP dengan siswa. Sehingga remaja mengerti tindakan yang tepat ketika ia merasa marah atau emosi dan remaja dapat menjalin komunikasi yang terbuka kepada orang tua mereka.
80
2. Bagi institusi perawat 1) Dapat menjadi suatu tambahan evidence base tentang hubungan verbal abuse orang tua dengan perilaku agresif pada remaja. 2) Diharapkan dapat menyediakan lebih banyak lagi buku tentang kekerasan pada anak terutama tentang verbal abuse dan gangguan perilaku ataupun berlangganan jurnal-jurnal baik internasional maupun nasional sehingga mahasiswa dapat mendapatkan referensi yang akurat dan mudah dalam mendapatkan informasi. 3) Penelitian ini dapat menjadi ranah bergeraknya salah satu tugas keperawatan pada setting pelayanan di komunitas untuk memberikan terapi kepada remaja yang berperilaku agresif. 3. Bagi peneliti lain 1) Area penelitian lebih diperluas dengan jumlah sampel yang lebih mewakili jumlah populasi yang ada sehingga hasil yang diperoleh dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu penelti dapat meneliti dari dua arah baik kepada remaja ataupun kepada orang tua mereka sehingga dapat menggali informasi lebih banyak. 2) Penelitian kali ini dilakukan secara kuantitatif dan dengan metode cross sectional, pada penelitian berikutnya bisa menggunakan metode lain yang lebih kuat seperti penelitian cohort ataupun case control untuk lebih mendalami tindakan verbal abuse apa saja yang paling menyakitkan dan mempengaruhi perilaku agresif sehingga data yang didapatkan menjadi lebih akurat dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Anantasari. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius. 2006. Anderson,
K. Verbal Abuse. [online] http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG/b.4218331/k.977B/Verba l_Abuse.htm diunduh pada tanggal 21 Desember 2011, pada pukul 00.03 WIB. 2011.
Anonim.
Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja. [online]. http://www.dokteranak.net/PEDOMAN-KESEHATAN-JIWAREMAJA.html 2008, diunduh pada tanggal 26 April 2012 pada pukul 09.52 WIB. 2008.
Arimurti, I. 7 Kalimat Tabu Diucapkan Ayah & Ibu. [online] http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg05803.html diunduh pada tanggal 27 Februari 2012 pada pukul 14.20 WIB. 2005. Aritonang, I., dkk. Aplikasi Statistika Dalam Pengolahan Dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. 2005. Arsih, F.Y. “Studi Fenomenologis: Kekerasan Kata-Kata (Verbal Abuse)” pada Remaja. Skripsi. Semarang. Universitas Diponegoro. 2010. Az-za’balawi, Muhammad Sayyid Muhammad. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani Press. 2007. Behrman et al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed. 15 Vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Christianti,
M. Kekerasan Verbal Terhadap Anak. [online] http://marthachristianti.wordpress.com/2008/04/08/kekerasan-verbalterhadap-anak/ diunduh pada tanggal 11 Februari 2012 pada pukul 1.09 WIB. 2008.
Dewan Komisioner Komisi Nasional Perlindungan Anak. Catatan Akhir Tahun 2011 Komisi Nasional Nasional Perlindungan Anak. [online]. http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/, diunduh pada tanggal 7 Maret 2012 pada pukul 9.29 WIB. 2011. Gunarsa, S.D. Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003. Hamid, A.Y.S., Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 2008. Hay JR , William W et al. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Ed. 16. Eropa. Philadelpia : McGraw-Hill Education Company. 2002.
Hidayat, A.Z. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2007. Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Ed. 5. Jakarta: Erlangga. 1999. Isselbacher dkk. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol.5 Ed.13. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2000. Kemenkumham. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan. [online]. http://spi.um.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/PP-Nomor17-Tahun-2010-Pengelolaan-dan-Penyelenggaraan-Pendidikan.pdf, diunduh pada tanggal 26 Juni 2012 pada pukul 21.26 WIB. 2010. Komisi Nasional Perlindungan Anak. Catatan Akhir Tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak ”Menggugat Peran Negara, Pemerintah, Masyarakat Dan Orang Tua Dalam Menjaga Dan Melindungi Anak”. [online]. http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatanakhir-tahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/, diunduh pada tanggal 7 Maret 2012 pada pukul 09.29 WIB. 2011. KPAI.
Kekerasan Terhadap Anak, Mengapa. [online] http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/83-kekerasanterhadap-anak-mengapa.html, diunduh pada tanggal 5 November 2011 pada pukul 20.57 WIB. 2010.
Krahe, B. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005. Maryanti, Anisa Siti. Pengaruh hukuman Fisik Terhadap Perilaku Agresif Anak Usia 4-5 Tahun. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang. 2012. Manalu, Theresia Gustina. Pola Asuh Orang Tua dan Perilaku Agresif Remaja di STM Raksana Medan. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara. 2010. Monks et al. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2004. Munawati. Hubungan Verbal Abuse Dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak usia Prasekolah Di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok Tahun 2011. Skripsi. Jakarta. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. 2011.
Mutadin, Z. Faktor Penyebab Perilaku Agresif. [online] http://www.epsikologi.com/epsi/search.asp diunduh pada tanggal 3 Januari 2012 pada pukul 17.27 WIB. 2002. Notoatmojo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. Notoatmojo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta. 2006. Nursalam, P.S. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto. 2001. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2003. Pangestu, Hanifa Lailunnafar. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Remaja Awal (Studi Korelasional Pada Siswa SMP Mutiara 4 Bandung). Skripsi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. 2010. Rakhmat, J. SQ FOR KIDS: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini. Bandung: Mizan Pustaka. 2007. Saefi,
Mahmud. Pengertian Perilaku Agresif. [online]. http://belajarpsikologi.com/pengertian-perilaku-agresif/, diunduh pada tanggal 17 mei 2012 pada pukul 23.36 WIB. 2010.
Santrock, J. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi 6. Jakarta: Erlangga. 2003. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2007. Stuart, G.W. and Sundeen, S.J. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2004. Suryaningsih, W. dan Retno A. Hubungan Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Manuskrip. Semarang. Universitas Islam Sultan Agung. 2004. Susilowati, P. Waspadai Depresi Pada Remaja. [online]. http://www.epsikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=481, diunduh pada tanggal 26 April 2012 pada pukul 09.52 WIB. 2008.
Sutikno, R.B. The Power 4q For HR And Company Development. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010. Syamsuddin. Data Program Dan Anggaran Kementrian Agama 2011. [online]. http://www.rocan.kemenag.go.id/anggaran/Buku%20Putih%202011_ Full.pdf, diunduh pada tanggal 26 Juni 2012 pada pukul 24.00 WIB. 2010. Tambunan, E.H. Mencegah Kenakalan Remaja. Bandung: Indonesia Publishing House. 1997. Videbeck, S.L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008. Wibawanti, W.N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Agresif Remaja Pada Pelajar Di SMK Brawijaya Ponorogo Jawa Timur. Skripsi. Semarang. Universitas Diponegoro. 2006. Wicaksana, I. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa Refleksi Kasus-Kasus Psikiatri dan Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. 2008. Widayatun, T. R. Ilmu Perilaku M.A. 104. Jakarta: Sagung Seto. 2009. Wong and Hockenberry. Nursing Care Of Infants And Children vol2. USA: Mosby. 2003. Wong, D.L. Nursing care of infants and children. USA: Mosby. 2009. Zulkarnaen, Sander Diki. Tawuran Pelajar Memprihatinkan Dunia Pendidikan. [online]. http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258tawuran-pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan.html, diunduh pada tanggal 16 Juli 2012 pada pukul 14.24 WIB. 2011.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA VERBAL ABUSE ORANG TUA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AGRESIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 129 JAKARTA Assalamualaikum. WR. WB Salam sejahtera. Nama
: Sri Kuspartianingsih
NIM
: 108104000016 Saya mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu Saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya adikadik Siswa/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini Saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi adik-adik Siswa/i dalam pengisian kuesioner ini. Apakah Siswa/i bersedia menjadi Responden? YA/TIDAK Tertanda
(Responden)
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA VERBAL ABUSE ORANG TUA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AGRESIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 129 JAKARTA
BAGIAN I (Digunakan untuk menggali data personal responden) Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama 2. Isilah identitas/data personal
No. Responden : Nama
:
Umur
:
(diisi peneliti) (inisial huruf nama depan)
1
12 Tahun
2
13 Tahun
3
14 Tahun
1
Laki-Laki
2
Perempuan
1
VII (Tujuh)
2
VIII (Delapan)
Jenis Kelamin :
Kelas
Alamat
:
: No. Telp:
Orang Tua Pekerjaan Ayah
:
Pekerjaan Ibu
:
BAGIAN II KUESIONER PERILAKU VERBAL ABUSE ORANG TUA Petunjuk pengisian: 1. Bacalah setiap pernyataan dibawah ini dengan teliti 2. Pertanyaan dibawah ini mengenai pengalaman yang dialami dalam 3 bulan terakhir. 3. Setiap pernyataan harus diisi dengan status jawaban yang sesuai dengan pengalaman Anda yang sesungguhnya, yaitu: 1) Ya (Y)
: Apabila pernah mendapatkan perilaku seperti itu
a. Selalu
: Jika pernyataan tersebut selalu dilakukan (dalam 3 bulan terakhir)
b. Sering
: Jika pernyataan tersebut hanya 1 atau 2 kali tidak dilakukan (dalam 3 bulan terakhir)
c. Kadang-kadang
: Jika pernyataan tersebut kadang dilakukan dan kadang tidak (dalam 3 bulan terakhir)
2) Tidak pernah (T) : Apabila tidak pernah mendapatkan perilaku seperti itu 4. Berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang telah tersedia 5. Pilih hanya satu jawaban
No. 1.
Pertanyaan Apakah orang tua Anda tidak pernah mengatakan kata-kata sayang kepada Anda? Y
/T
Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun 2.
Apakah orang tua memanggil Anda dengan sebutan yang buruk? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
3.
Apakah orang tua menghindar, saat Anda ingin memeluk mereka? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
Diisi peneliti
4.
Apakah orang tua membentak jika Anda nakal? Y
/T
Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun 5.
Apakah orang tua membentak jika Anda berbuat kesalahan? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
6.
Apakah orang tua berbicara dengan nada keras/tinggi kepada Anda? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
7.
Apakah orang tua mengancam jika Anda tidak menuruti perintahnya? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
8.
Apakah orang tua membuat perbedaan antara Anda dengan kakak/adik Anda? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
9.
Apakah orang tua mengatakan bahwa semua kesalahan yang terjadi akibat kesalahan Anda? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
10.
Apakah orang tua bersikap tidak peduli ketika Anda bertanya kepadanya? Y
/T Jika Ya, sejak usia? Tahun
11.
Apakah orang tua mengalihkan pembicaraan jika Anda meminta sesuatu? Y
/T Jika Ya, sejak usia berapa? Tahun
BAGIAN III KUESIONER PERILAKU AGRESIF REMAJA Petunjuk pengisian: 1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama 2. Pertanyaan dibawah ini mengenai perilaku yang pernah anda lakukan selama 12 bulan terakhir ini. 3. Setiap pernyataan harus diisi dengan status jawaban yang sesuai dengan perilaku Anda yang sesungguhnya, yaitu: Ya (1)
: Apabila pernah berperilaku seperti itu
Tidak (0) : Apabila tidak pernah berperilaku seperti itu 4. Isilah pertanyaan yang ada dengan tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang telah tersedia 5. Pilih hanya satu jawaban
No. 1.
Pertanyaan Saya suka mengumpat (berkata kotor) jika orang lain membuat perasaan saya menjadi tidak menyenangkan (jengkel dan kesal)
2.
Saat saya sedang emosi (marah) maka saya akan mudah sekali melempar, menendang, atau membanting sesuatu
3.
Jika saya tidak punya uang atau rokok, terkadang saya bisa memaksa atau mengancam teman/orang lain agar menuruti keinginan saya.
4.
Saya biasa minum-minuman beralkohol jika sedang berkumpul dengan kelompok/geng saya (temanteman)
5.
Jika orang lain memukul saya apalagi tanpa sebab yang jelas, maka saya pun akan membalas hal yang sama (memukul)
6.
Saya senang berbuat keributan atau menjahili orang yang lebih lemah
1
0
Diisi peneliti
7.
Saya senang menggoda wanita/pria yang melintas di depan Saya.
8.
Saya sangat mendukung dengan pergaulan bebas (free sex). Terkadang saya juga mencoba atau melakukan hal tersebut (berciuman, petting, seks oral, dan berhubungan intim)
R TABEL, UJI VALIDITAS, DAN RELIABILITAS
1. R Tabel df
T tabel
R tabel
21
1.72
.35
22
1.72
.34
23
1.71
.34
24
1.71
.33
25
1.71
.32
26
1.71
.32
27
1.70
.31
28
1.70
.31
29
1.70
.30
30
1.70
.30
2. Kuesioner Perilaku Verbal Abuse Orang Tua Reliability Statistics Cronbach's N of Alpha Items .874 11
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11
Scale Mean if Item Deleted 3.97 3.90 4.07 3.77 3.80 3.77 3.73 3.97 4.03 4.10 3.90
Item-Total Statistics Scale Corrected Cronbach's Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Correlation Deleted 10.930 .377 .877 9.679 .783 .848 10.961 .425 .873 9.426 .857 .842 9.545 .812 .846 10.185 .591 .862 9.513 .833 .844 10.378 .566 .864 10.999 .387 .875 11.266 .338 .877 10.852 .382 .877
3. Kuesioner Perilaku Agresif Remaja Reliability Statistics Cronbach's N of Alpha Items .801
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
Scale Mean if Item Deleted 3.37 3.03 3.53 3.27 3.43 3.37 3.17 3.67
8 Item-Total Statistics Scale Corrected Cronbach's Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Correlation Deleted 4.861 .366 .803 5.137 .344 .801 5.016 .337 .805 4.202 .716 .745 4.461 .583 .768 4.033 .808 .728 4.626 .524 .777 5.057 .431 .791
HASIL PENELITIAN
Statistics Umur N
Valid
JenisKelamin
Kelas
43
43
43
0
0
0
Mean
3.30
1.14
1.51
Median
3.00
1.00
2.00
3
1
2
.599
.351
.506
Minimum
2
1
1
Maximum
4
2
2
Missing
Mode Std. Deviation
Umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
12 tahun
3
7.0
7.0
7.0
13 tahun
24
55.8
55.8
62.8
14 tahun
16
37.2
37.2
100.0
Total
43
100.0
100.0
JenisKelamin Cumulative Frequency Valid
laki-laki perempuan Total
Percent
Valid Percent
Percent
37
86.0
86.0
86.0
6
14.0
14.0
100.0
43
100.0
100.0
Kelas Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kelas VII
21
48.8
48.8
48.8
kelas VIII
22
51.2
51.2
100.0
Total
43
100.0
100.0
Statistics Verbal Abuse N
Valid
43
Missing Mean
0 .79
Median
1.00
Mode
1
Std. Deviation
.412
Minimum
0
Maximum
1
Verbal Abuse Cumulative Frequency Valid
Tidak ada verbal abuse
Valid Percent
Percent
9
20.9
20.9
20.9
Ada verbal abuse
34
79.1
79.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Statistics PerilakuAgresif N
Percent
Valid Missing
43 0
Mean
.47
Median
.00
Mode Std. Deviation
0 .505
Minimum
0
Maximum
1
PerilakuAgresif Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perilaku agresif ringan
23
53.5
53.5
53.5
perilaku agresif berat
20
46.5
46.5
100.0
Total
43
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
Verbal Abuse *
43
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
43
100.0%
PerilakuAgresif
Verbal Abuse * PerilakuAgresif Crosstabulation PerilakuAgresif
Verbal Abuse
Tidak ada verbal abuse
perilaku agresif
perilaku agresif
ringan
berat
Count % within PerilakuAgresif
Ada verbal abuse
Count % within PerilakuAgresif
Total
Count % within PerilakuAgresif
Total
8
1
9
34.8%
5.0%
20.9%
15
19
34
65.2%
95.0%
79.1%
23
20
43
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.017
4.075
1
.044
6.460
1
.011
5.734 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.024 5.600
1
.018
43
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.19.
.019
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.017
4.075
1
.044
6.460
1
.011
5.734 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.024
Linear-by-Linear Association
5.600
N of Valid Cases
1
.018
43
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.19. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Verbal Abuse
Lower
Upper
10.133
1.138
90.209
2.015
1.293
3.139
.199
.031
1.292
(Tidak ada verbal abuse / Ada verbal abuse) For cohort PerilakuAgresif = perilaku agresif ringan For cohort PerilakuAgresif = perilaku agresif berat N of Valid Cases
43
Statistics Usia Awal Verbal Abuse N
Valid Missing
34 0
Mean
2.38
Median
2.00
Mode Std. Deviation
3 .652
Minimum
1
Maximum
3
.019
Usia Awal Verbal Abuse Cumulative Frequency Valid
Usia Prasekolah
Percent
Valid Percent
Percent
3
8.8
8.8
8.8
Usia Sekolah
15
44.1
44.1
52.9
Remaja
16
47.1
47.1
100.0
Total
34
100.0
100.0
Tidak sayang dan dingin Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
37
86.0
86.0
86.0
6
14.0
14.0
100.0
43
100.0
100.0
Mencela Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
34
79.1
79.1
79.1
9
20.9
20.9
100.0
43
100.0
100.0
Tidak sayang dan dingin Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
39
90.7
90.7
90.7
4
9.3
9.3
100.0
43
100.0
100.0
Intimidasi Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
9
20.9
20.9
20.9
Ya
34
79.1
79.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Intimidasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
12
27.9
27.9
27.9
Ya
31
72.1
72.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Intimidasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
27
62.8
62.8
62.8
Ya
16
37.2
37.2
100.0
Total
43
100.0
100.0
Intimidasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
31
72.1
72.1
72.1
Ya
12
27.9
27.9
100.0
Total
43
100.0
100.0
Mengecilkan/mempermalukan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
33
76.7
76.7
76.7
Ya
10
23.3
23.3
100.0
Total
43
100.0
100.0
Mengecilkan/mempermalukan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
29
67.4
67.4
67.4
Ya
14
32.6
32.6
100.0
Total
43
100.0
100.0
Menolak anak Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
40
93.0
93.0
93.0
3
7.0
7.0
100.0
43
100.0
100.0
Menolak anak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
32
74.4
74.4
74.4
Ya
11
25.6
25.6
100.0
Total
43
100.0
100.0
Bullying Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
9
20.9
20.9
20.9
Ya
34
79.1
79.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Agresif kolektif Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
15
34.9
34.9
34.9
Ya
28
65.1
65.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Bullying Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
41
95.3
95.3
95.3
2
4.7
4.7
100.0
43
100.0
100.0
Agresif kolektif Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
41
95.3
95.3
95.3
2
4.7
4.7
100.0
43
100.0
100.0
Agresif kolektif Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
5
11.6
11.6
11.6
Ya
38
88.4
88.4
100.0
Total
43
100.0
100.0
Agresif kolektif Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
18
41.9
41.9
41.9
Ya
25
58.1
58.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Agresif seksual Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
36
83.7
83.7
83.7
7
16.3
16.3
100.0
43
100.0
100.0
Agresif seksual Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
39
90.7
90.7
90.7
4
9.3
9.3
100.0
43
100.0
100.0
KEMENTERIAN AGAMA TTNWERSTTAS rSLAM NEGERT ( rrIN ) SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTA FAKTJLTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp'
: (62-21) 74716718 Fax: (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : fl
15419
Jl. Kertamukti No. 5 pisangan Cip utat
Nomor : Un.OllFl 0/I
Hal
Jakart4
f,
Juntz}1.2
:: Permohonan Izin Penelitian Kepada Yang Terhormat, Kepala Sekolah SMPN 129 Jl. Warakas VI Papanggo Tg.Priuh di Jakafia Utara
Assalamu'alaikum
\ilr. Wb.
Dalam rangka penyelesaian tugas akhfu perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul ' Hubungan Antara verbal Abuse o.ugg Tua Dengan Perilaku Agresif pada Remaja Sekolah Menengah Pertama N i:gei 129 J akarta" .
sehubungan dengan penelitian atas nama :
itu kami mohon diberikan izin melaksanakan
Nama
Sri Kuspartianingsih
NIM
108104000016
Semester
VM
Program Studi
Ilmu Keperawatan
Fakultas
Kedokteran dan Ilrnu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima
kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
A
Tembusan: Dekan FKIK