HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan dan memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
RIZQIAH AULIANI 102070026022
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2010 M
HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN JAKARTA Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan dan memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : RIZQIAH AULIANI 102070026022
Di bawah bimbingan :
Miftahuddin, M. Si NIP. 1973 0317 2000 041001
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2010 M
ii
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Oktober 2010 (C) Rizqiah Auliani (D) Hubungan antara kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (E) xiii + 69 Halaman (F) Peranan Statistik dalam Psikologi sangat penting, karena statistik merupakan alat yang dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya dengan Psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat. Ketidakmampuan dan kesultan yang dihadapi siswa serta rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata kuliah statistik tidak hanya disebabkan dari faktoreksternal tapi juga dipengruhi oleh faktor internal. Salahsatu faktornya adalah kecemasan. Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila seseorang diahadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanantekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu suatu karakteristik dari satu variabel yang nilai-nilainya digunakan dalam bentuk numerical. Pendekatan kuantitatif menampilkan hasil berupa angka-angka Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tigkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan (Sevilla, et. Al, 1993). Dengan teknik sampling menggunakan
iii
insidentasl sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 70 orang yakni mahasiwa fakultas Psikologi UIN semester tiga. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS versi 13,0 diketahui r hitung antara tipe state anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048. Sedangkan pada tipe trait anxiety r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032. Maka Hipotesis nihil (Hο) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditolak. Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyarankan dalam pengumpulan data penelitian, item-item pernyataan dibuat lebih jelas agar responden lebih mudah dalam menjawab soal pernyataan. Dalam kajian pustaka, sebaiknya lebih banyak lagi teori-teori yang membahas tentang prestasi belajar dan kecemasan. Dan bagi mahasiswa sebaiknya mengubah persepsinya mengenai mata kuliah statistik sebagai mata kuliah yang menakutkan agar memperoleh hasil belajar yang tinggi. (G) Daftar Pustaka
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi. Jakarta,14 Oktober 2010 Sidang Munaqasyah
Dekan
Pembantu Dekan
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885552
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota:
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi NIP. 19730328 200003 2 003
Miftahuddin, M.Si NIP. 19730317 2000041001
iii
MOTTO
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan izin dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurah kepada panutan seluruh umat manusia Nabi Besar Muhammad SAW yang selalu menjadi tauladan bagi seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.+ Tak lupa penulis ucapakan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, Ph.D, seluruh dosen dan seluruh staff serta karyawan fakultas yang telah banyak membantu setiap proses dan perjalanan panjang penulis dalam menimba ilmu dan memperoleh gelar Sarjana Psikologi. 2. Bapak Miftahuddin, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan pikiran dan tenaga serta kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan dan sarannya kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Rasanya tanpa bimbingan, bantuan dan gemblengan beliau, skripsi ini tidak akan selesai pada waktunya. 3. Ibu Neneng Tati Sumiati M. Psi, Psi yang berkenan menjadi penguji skripsi dan selalu menyediakan waktunya untuk penulis. 4. Teman-temanku mahasiswa fakultas Psikologi UIN angkatan 2009 yang dengan kesediaan waktunya mengisi angket penelitian dan memudahkan penulis dalam pengambilan data. Kebaikan teman-teman akan tidak akan pernah sia-sia. vi
5. Ayah dan Ibu dengan kasih sayang, pengorbanan tanpa keluh kesah dalam mendidik dan membesarkan ananda dan selalu menitikkan air mata dalam munajatnya kepada Sang Khalik di sepertiga malam ketika orangorang lelap dengan tidurnya dan selalu menanamkan kepada ananda bahwa harapan selalu ada bagi setiap hamba-Nya yang bermunajat. Semoga ampunan dan kasih sayang-Nya selalu terlimpah padamu lebih dari semua yang tak terbatas darimu yang tercurah untukku. 6. Suamiku tercinta dengan curahan cinta kasih sayang dan support moril maupun materil kepada adinda sampai tetes akhir air mata. Semoga Allah menjadikan rumah tangga kita sakinah mawaddah wa rahmah. 7. Abang Najmuddin dan kak Ewi yang dengan do’a, peluh dan air mata berjuang demi adinda mendapatkan pendidikan yang layak. Tanpa pengorbananmu semua ini tidak akan pernah ada. 8. Saudara-saudaraku terkasih, keponakanku yang lucu-lucu
dan
menggemaskan selalu menorehkan senyum dan tawa buat aunty. 9. Teman-temanku (Yoga dengan segala kebaikannya dan mengizinkan penulis menjadi penghuni gelap kos-annya. Chami, Munajat, Neneng, Rita dan Dwi dengan segala kebaikkannya dan supportnya ketika semangat penulis mulai surut). 10. Semua pihak yang mungkin tidak disebut yang telah sengaja ataupun tidak terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Jakarta 14 Oktober 2010-12-20 Penulis
vii
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1
Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu masalah yang penting bagi setiap
bangsa. Terlebih lagi bagi bangsa yang sedang membangun. Pada umumnya prestasi belajar yang baik mencerminkan keberhasilan pendidikan seseorang. Bagi siswa yang kurang berprestasi dianggap mengalami kegagalan dari proses belajar dan tak jarang dianggap sebagai anak yang mempunyai kecerdasan yang kurang. Dalam membicarakan hal prestasi belajar tidak bisa lepas dari adanya faktor lingkungan. Seperti halnya lingkungan keluarga maupun lingkungan yang lebih luas lagi yaitu masyarakatnya. Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang berperanan penting terhadap perkembangan prestasi belajar seorang anak selain dari latar belakang sosial dan ekonomi keluarganya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai seorang anak. Prestasi belajar seorang anak akan berkembang dengan baik dalam diri anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menerapkan pola pengasuhan yang bersifat demokratis. Menurut David McClelland (1976) bahwa keluarga dengan taraf sosial ekonominya termasuk menengah dimana orangtua sangat memperhatikan masalah pendidikan, akan menanamkan kepada putra
1
2
putrinya untuk selalu membaca dan memikirkan masa depan. Dengan begitu anakanak akan mempunyai gambaran sendiri tentang gambaran perencanaan masa depannya. Seorang anak akan lebih termotivasi untuk memilih, merencanakan dan menentukan masa depannya. Namun kecenderungan individu untuk menghindari kegagalan merupakan faktor yang juga penting dalam situasi berprestasi. Dalam kamus besar bahasa indonesia prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb). Prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. McClelland (1961, 1971) telah memperkenalkan konsep kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu motif dalam psikologis. Lebih spesifik, kebutuhan akan prestasi dapat mendorong kemampuan mengambil keputusan dan kecenderungan mengambil resiko. Semakin tinggi kebutuhan akan prestasi semakin banyak keputusan tepat yang akan diambil. Dalam penelitian ini prestasi belajar yang ingin diteliti adalah prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Statistik merupakan mata kuliah yang sangat besar penggunaannya dalam perkuliahan di fakultas psikologi. Statistik merupakan mata kuliah yang berkaitan dengan rumus-rumus, tabel-tabel dengan simbol angkaangka dalam bentuk penghitungan. Fenomena yang terjadi bahwa banyak mahasiswa fakultas Psikologi yang sering mengulang pada mata kuliah statistik merupakan hal yang penulis rasa perlu untuk diteliti sebabnya. Terlebih lagi fakultas akan mengubah kurikulum
3
dalam penambahan muatan kurikulum bagi mata kuliah statistik. Hal ini tentu menjadi perhatian tersendiri bagi pihak fakultas termasuk juga bagi mahasiswa fakultas Psikologi UIN yang latar belakang jurusan di sekolah asalnya sangat beragam yaitu jurusan IPA, IPS, bahasa dan pesantren. Bagi Mahasiswa yang jurusan asalanya IPA atau IPS mengikuti mata kuliah statistik bisa jadi menjadi hal yang biasa ditemui pada sekolah asalnya yang sering diberikan muatan pelajaran yang berkaitan dengan angka-angka, misal matematika, fisika, kimia. Lain hal bagi jurusan bahasa, apalagi bagi yang sekolah asalnya dari pesantren. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah yang menyebabkan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta. Penelitian ini penting dilakukan karena statistik merupakan alat yang dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya dengan psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat. Pada kenyataannya tinggi rendahnya prestasi belajar seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan seorang semata. Hal ini terbukti dari cukup banyaknya siswa berprestasi walaupun memiliki tingkat kecerdasan ratarata, demikian sebaliknya, ada kasus dimana bagi beberapa siswa yang mempunyai tingkat inteligensi (kecerdasan) yang tergolong di atas rata-rata namun prestasi belajar di sekolahnya biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Dengan
4
demikian dapat dikatakan bahwa ada faktor yang turut menunjang ataupun melemahkan prestasi belajar ini, antara lain, kemauan atau motivasi maupun kecemasan yang dimiliki setiap peserta didik. Dalam penelitian ini variabel yang ingin diteliti dalam kaitannya dengan prestasi belajar adalah variabel kecemasan. Menurut
Atkinson
(1996),
kecemasan
adalah
emosi
yang
tidak
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Menurut Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Freud (1974), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan ini dapat melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis. Dengan kata lain, kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya. Sementara itu Lefrancois (1980), menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan ketakutan. Misalnya adanya ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi dan adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Sedangkan Johnston (1971), menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain. Dengan demikian, kecemasan merupakan kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang bersifat kompleks
5
Bagi seorang anak yang sedang menginjak remaja awal, dengan menciptakan prestasi ini juga merupakan salah satu cara yang dilakukannya untuk mengaktualisasikan diri agar diakui oleh lingkungan sosialnya. Adanya dorongan yang besar untuk berprestasi ini sangat perlu dimiliki oleh setiap anak untuk mencapai prestasi. Atkinson (1964 dalam Sawitri hal.9) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu dorongan yang menggerakkan individu untuk bertingkah laku tertentu, ataupun sebagai suatu reaksi terhadap situasi lingkungan dan merupakan hasil dari belajar. Dalam situasi seperti ini kecemasan secara jelas dapat menjadi pendorong bagi timbulnya prestasi yang tinggi. Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila seseorang dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanantekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi. Penelitian sebelumnya (Zakiyah Darajat dalam Sayida, 2001) yang meneliti tentang hubungan kecemasan dengan strategi coping yang dimiliki istri brimob Polri ketika suaminya ditugaskan ke daerah konflik menyebutkan bahwa kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur,
6
yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai hubungan antara tipe kecemasan dengan keinginan untuk mencapai prestasi belajar pada mata kuliah statistik Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Tipe Kecemasan dengan Prestasi Belajar Statistik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah Untuk menjaga agar penelitian ini dapat terfokus dan tidak melebar terlalu jauh, maka batasan yang difokuskan pada penelitian ini adalah : 1. Prestasi belajar yang dimaksud adalah prestasi belajar pada mata kuliah statistik yang skor penilaiannya penulis ambil dari nilai prestasi akademik pada mata kuliah statistik semester dua. 2. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang dirasakan oleh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah statistik saat menghadapi mata kuliah tersebut, di mana kecemasan ini berdasarkan teori Spielberger, yakni kecemasan sebagai sifat (trait anxiety) dan kecemasan sesaat (state anxiety).
7
3. Mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester tiga program reguler Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta yang mengikuti mata kuliah statistik.
1.2.2
Perumusan masalah Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan antara tipe kecemasan state anxiety (kecemasan sebagai sifat) prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta?. Dan apakah ada hubungan antara tipe kecemasan trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tipe kecemasan state anxiety (kecemasan sebagai sifat) prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan hubungan antara tipe kecemasan trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8
1.3.2 Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang dapat diperoleh, yaitu manfaat teoritis dan praktis. •
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dari teori psikologi terutama tentang tipe kecemasan dengan prestasi belajar.
•
Manfaat praktis Manfaat praktis dalam
penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi mengenai prestasi belajar statistik dalam kaitannya dengan tipe kecemasan dan dapat memberikan kontribusi
dalam memahami mahasiswa
fakultas Psikologi UIN Jakarta terutama dalam hal prestasi belajar statistik.
1.4
Sistematika Penulisan Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman
Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB 1
: Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan uraian latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB 2
: Kajian Teori
9
Menguraikan tentang kajian teori yang menjadi landasan teori yang berkenaan dengan definisi belajar, definisi prestasi belajar, faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar, definisi statistik, definisi kecemasan, karakteristik kecemasan, tipe-tipe kecemasan, faktorfaktor yang mempengaruhi kecemasan, kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3
: Metodologi Penelitian Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi pendekatan penelitian dan metode penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.
BAB 4
: Hasil penelitian Pada bab ini penulis mengemukakan tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.
BAB 5
: Kesimpulan, diskusi, dan saran Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, diskusi dan saran-saran yang perlu diperhatikan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB 2 KAJIAN TEORI
Pada bab ini dipaparkan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara rinci, bab ini mengulas mengenai teori-teori prestasi belajar, teori-teori kecemasan, definisi statistik, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
2.1
Prestasi Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar Chaplin dengan bukunya, Dictionary of Personality (dalam Suryabrata, 2001, h.231) membatasi belajar dengan dua macam rumusan sebagai berikut : a. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. b. Belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Cronbach (dalam Suryabrata, 2001, h.231) mengungkapkan bahwa “learning is shown by a change in behaviour as as result of exprience” (belajar ditunjukan sebagai hasil dari pengalaman). Dengan demikian, belajar yang baik adalah dengan mengalami karena dengan mengalami, seseorang menggunakan panca inderanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Harold Spears yang mengatakan bahwa “Learning is to observe, 10
11
to read, to imitiate, to try something themselves, to listen, to follow direction” (Suryabrata, 2001, h. 203). Skinner (dalam Muhibbin Syah, 2002) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pernyataan ini diungkap dalam pernyataan singkatnya, bahwa belajar adalah .... a process of progressive behaviour adaptation. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguat (reinforcer). Reber (dalam Muhibbin Syah 66:2004) membatasi belajar dengan dua macam definisi, yaitu : 1. Belajar adalah the process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. 2. Belajar adalah a relatively permanent change in responds potentiality which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (menggunakan panca indera) yang melibatkan proses kognitif.
12
2.1.2 Pengertian prestasi belajar Menurut Utami Munandar (1922, h.18), prestasi merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan. Prestasi yang sangat menonjol dalam salah satu bidang mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut. Namun, pada kenyataannya belum tentu orang yang berbakat akan selalu mencapai prestasi yang tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lain yang ikut menentukan sejauhmana bakat tersebut dapat diwujudkan. Secara bahasa prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”prestatie” yang kemudian dalam bahasa Indonesia berkembang menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (Arifin, 1991, h.2) Selain itu, kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan prestasi sebagai hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) (Poerwadinata, 1984, h. 768). Hal ini memberi arti bahwa prestasi belajar menunjukan pada hasil yang dicapai oleh individu melalui usaha pembelajaran. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, prestasi belajar terdiri dari (dua) kata, yakni “prestasi” dan “belajar”. Prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang (Sudjana, 2005: 28). Dengan demikian, prestasi belajar bukan hanya perwujudan dari bakat dan kemampuan individu, tetapi juga merupakan hasil dari sebuah upaya belajar. Pembelajaran dalam sebuah pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk membimbing anak didiknya menuju kedewasaan dengan penuh tanggung
13
jawab. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu, sudah sewajarnya dalam proses belajar mengandung masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. Pada dasarnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal harus meliputi segenap ranah psikologis (ranah cipta, rasa dan karsa) yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun, pengungkapan perubahan pada keseluruhan tingkah laku, terutama ranah rasa, sangat sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya bentuk perubahan hasil belajar yang bersifat intangible (tak dapat diraba) (Syah, 2000, h.150). Oleh karena itu, untuk mengadakan penilaian pada beberapa ranah tersebut dapat dilakukan melalui pengujian atau tes lisan, tulisan, pemberian tugas atau observasi yang disesuaikan dengan indikator pada ranah yang hendak diungkap. Untuk mengadakan penilaian yang berkenaan dengan prestasi belajar, dapat dilakukan melalui evaluasi, baik dalam ragam formatif maupun sumatif. Evaluasi formatif berlangsung di tengah-tengah berjalannya program pengajaran. Sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir keseluruhan program (Sidjabat, 1993). Salah satu bentuk penerapan evaluasi sumatif adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang dijadikan sebagai alat ukur untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah pogram pengajaran (Syah, 2000, h. 141). Selain itu, hasil belajar pun dapat memberitahukan seberapa jauh kemajuan belajar pada peserta didik. Format keberhasilan siswa tersebut akan dilaporkan melalui buku laporan siswa (raport)
14
karena ini merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid dalam masa tertentu (empat atau enam bulanan) (Suryabrata, 201, h. 297). Untuk mengambarkan keberhasilan dan menganalisa prestasi siswa dapat menggunakan lambang A-B-C-D-E (jarang digunakan untuk sekolah lanjutan), skala penilaian dari 0 (nol) sampai 10, atau peniaian dari 0 (nol) sampai 100. Ketika menggunakan standar 0-10, siswa mendapat nilai kurang dari 6 (enam atau 5 ke bawah) dipandang belum memenuhi target minimal keberhasilan, mengalami kesulitan belajar, atau memiliki prestasi belajar yang rendah. Asumsi ini pun diberlakukan pada siswa yang memperoleh nilai kurang dari 60, jika penilaian menggunakan standar 0-100 (Hallen, 2002 , h. 134-135). Selain itu, untuk menganalisa adanya siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memiliki prestasi yang rendah pun dapat diperkirakan dengan melihat individu yang menduduki kurang-lebih 25% di bawah urutan kelompok atau rangking. Atau dengan membandingkan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas. Nilai hasil belajar yang berada di bawah ini nilai rata-rata kelas diperkirakan mendapat kesulitan belajar atau memiliki prestasi belajar yang rendah, secara keseluruhan maupun per-bidang studi. Dalam Al-Qur’an, surat Alam Nasyroh (94:1-8), tertulis wahyu Allah SWT yang berbunyi : “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu dan Kami telah menghilangkan daripadamu beban yang memberatkan punggungmu dan Kami tinggalkan sebutan (nama)-mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
15
Dalam versi Al-Qur’an, prestasi bersifat duniawi dan akhirat yang tidak berorientasi pada diri sendiri saja, melainkan pengabdian kepada Allah SWT. Bertolak
dari
beberapa
deinisi
prestasi
belajar
maka
penulis
menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu aktifitas belajar siswa yang dicapai dalam jangka waktu tertentu melalui suatu proses pengukuran dan penilaian yang kemudian dituangkan dalam bentuk angka-angka.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi belajar Prestasi belajar yang dicapai individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor, baik di dalam maupun di luar diri. Faktor yang dapat mempengaruhi positif atau negatif terhadap prestasi belajar dapat dibedakan atas tiga kelompok besar, yaitu: faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. (Suryabrata, 2001, h.223) 1.
Faktor Internal a.
Aspek Jasmani (fisiologis) yang dibedakan menjadi dua macam, yakni : 1) Jasmani yang lelah atau sakit dapat menyebabkan terganggunya aktifitas seseorang sehingga kegiatan belajarnya kurang maksimal. 2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu, terutama panca indera. Fungsi panca indera yang kurang baik dapat memungkinkan terjadinya hambatan pada aktifitas belajar seseorang.
b.
Aspek psikologis, diantaranya adalah : tingkat inteligensi, sikap siswa terhadap guru dan pelajaran, minat, motivasi dan sikap terhadap guru dan pelajaran dapat memungkinkan seseorang untuk memiliki hasil belajar yang baik.
16
2.
Faktor Eksternal a.
Aspek sosial 1) Lingkungan sekolah 2) Lingkungan masyarakat 3) Lingkungan tinggal yang cenderung membiarkan anaknya hanya untuk bermain dapat mempengaruhi berkurangnya motivasi belajar bagi anak lain di sekitarnya. 4) Lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, dan ketegangan keluarga. Interaksi sosial yang terjalin secara berkelanjutan ini akan menciptakan iklim yang berbeda-beda pada setiap keluarga.
b.
Aspek non-sosial. Yang termasuk dalam aspek ini seperti fasilitas di rumah, fasilitas
belajar, penataan rumah sebagai tempat tinggal beserta letaknya. c.
Aspek budaya (Ahmad & Supriono, 1990, h. 131) Seperti : adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Dalam
hal ini, seberapa besar suatu adat atau kebudayaan memberi dukungan pada warganya untuk mempergunakan ilmu pengetahuan (seperti buku bacaan) dan teknologi dapat mendukung aktifitas belajarnya. 3.
Faktor pendekatan belajar (Ahmadi & Supriono, 1990, h. 131-139), digolongkan menjadi dua macam, yakni : a.
Faktor stimuli belajar
17
Yang dimaksud adalah segala hal di luar individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar yang berkenaan dengan : 1) Panjangnya bahan pelajaran 2) Kesulitan bahan pelajaran 3) Berat-ringannya tugas yang diberikan b.
Faktor metode belajar Metode belajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh siswa. Martinis Yamin (2005: 97) berpendapat bahwa, "Belajar merupakan
proses orang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap”. Jadi belajar akan membawa sesuatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, watak dan penyesuaian diri (Sadirman, 2007: 21). Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap
18
pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang menghasilkan perubahan dalam kecakapan keterampilan dan sikap. Selanjutnya pengertian prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk symbol angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu (Tirtonegoro, 2006: 43). Sedangkan menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 102), "Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki oleh seseorang". Untuk mengetahui prestasi belajar siswa harus melalui tes pada bidang studi tertentu. Pemberian tes prestasi belajar dapat dilakukan sesudah seluruh materi pelajaran selesai pada periode tertentu. Dalam hal ini tes diberikan berupa tes formatif dan tes sumatif. Hasil belajar tersebut dapat dilihat pada hasil tes evaluasi akhir. Dari hasil evaluasi itu dapat diketahui prestasi belajar siswa yang berupa tingkat prestasi atau rangking tingkatan (Sukmadinata, 2005 : 105). Dari beberapa pengertian diatas, maka sangat jelas bahwa dengan melalui sebuah tes yang sebelumnya diperhitungkan terlebih dahulu validitas dan realibilitas datanya, yang seterusnya akan menghasilkan data yang valid sehingga akan dapat diketahui prestasi belajar siswa yang cukup objektif. Dan bahwa
19
prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang disebut rapor Berdasarkan pendapat-pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil aktifitas belajar yang dicapai siswa berupa kesankesan yang mengakibatkan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan-tujuan instruksional yang mencakup tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik), kemudian ditunjukkan dengan data-data kualitatif maupun kuantitatif melalui tes ujian akhir semester yang dapat dilihat dari hasil tes tersebut pada mata kuliah statistik dalam jangka waktu tertentu.
2.1.4
Definisi Statistik Secara etimologis kata "statistik" berasal dari kata status (bahasa latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara. Pada mulanya, kata "statistik" diartika sebagai "kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)" saja; bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut statistik.
20
Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan kata statistic. Kedua kata itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistics artinya "ilmu statistik", sedang kata statistic diartika sebagai "ukuran yang diperoleh atau berasal dari sampel," yaitu sebagai lawan dari kata "parameter" yang berarti "ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi".
2.2
Kecemasan
2.2.1
Definisi Kecemasan Kata kecemasan atau anxiety berasal dari bahasa latin yaitu anxietas yang
berarti untuk menunjukan suatu keadaan yang tidak tenang atau suatu kegelisahan. Hal itu dimaksudkan untuk menggambarkan suatu respon yang berhubungan dengan fisik maupun psikis terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dan situasi tersebut
menekan
dirinya
atau
ia
dipaksa
melakukan
sesuatu
diluar
kemampuannya. (Bill. R.S, 1982, h. 69) Cemas merupakan suatu reaksi atau ungkapan emosi yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu kondisi atau keadaan emosi yang kurang menyenangkan yang dialami manusia. Dalam kondisi cemas, seseorang akan merasa ragu-ragu dalam bertindak, ada perasaan tidak tenang, was-was, curiga dan sulit untuk melakukan tindakan aktifitasnya dengan baik sehingga keberhasilannya akan sulit dicapai. Dalam keadaan seperti ini akan terjadi suatu hal yang samar-samar (vague) yang disertai dengan perasaan tidak berdaya dan tidak tentu (Lazarus, 1976).
21
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990). Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997). Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997). Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Sudah sekian lama para pakar psikologi berupaya untuk menjelaskan tentang teori kecemasan. Secara etimologi kecemasan atau anxiety berasal dari kata angustus yang berarti sempit atau terbatas dan dari kata ango atau anci yang berarti mencekik, menahan atau mengikat (Stern, 1964).
22
Telah banyak ahli yang membahas masalah kecemasan ini, tetapi pembahasan tersebut berbeda-beda sesuai dengan teori yang mendasarinya. Menurut Psikoanalisa, kecemasan merupakan suatu reaksi dari kegagalan terhadap fungsi ego,sedangkan aliran behavior menyebutkan bahwa kecemasan adalah sesuatu yang dipelajari dan merupakan suatu motif untuk menghindari rasa sakit yang kuat. Meskipun pengertian kecemasan dalam konsep bermacam-macam tetapi dapat dilihat bahwa kecemasan merupakan bagian dari aspek emosi, dan dapat ditimbulkan karena keadaan emosional sesaat yang timbul dalam menhadapi sesuatu stress tertentu. Stress yang berkepanjangan dapat menimbulkan kecemasan. Beberapa ahli mendefinisikan kecemasan sebagai berikut : Kecemasan menurut American Psichiatric Association adalah berupa gejala perasaan takut tanpa alasan yang jelas, merasa jengkel terhadap masalah kecil, sulit memutuskan masalah, merasa tegang dan terus-menerus (Mujid, 2002). Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan (Maramis, 1995). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan
kontribusi
terhadap
kemungkinan
faktor
etiologi
dalam
pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : Teori Psikodinamik Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri
23
berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988). Menurut Freud (dalam Hall, 1993), saat individu menghadapi keadaan yang dianggapnya mengancam, maka secara umum ia akan memiliki reaksi yang biasanya berupa rasa takut. Kebingungan menghadapi stimulus yang berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego akan diliputi rasa kecemasan. Kecemasan sebagai tanda peringatan bagi individu bahwa ia dalam bahaya. Hal ini merupakan isyarat bagi ego untuk melakukan tindakan-tindakan yang tepat.
24
Selain itu, Freud (dalam Hall, 1993), juga menambahkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan tegangan dan merupakan suatu dorongan yang timbul oleh sebab-sebab dari luar. Kecemasan dapat timbul secara mendadak atau secara bertahap selama beberapa menit jam atau hari. Kecemasan dapat berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa tahun. Beratnya juga bervariasi, mulai dari rasa cemas yang hampir tidak tampak sampai pada letupan kepanikan. Kecemasan merupakan salah satu bagian dari respon yang penting dalam mempertahankan diri. Sejumlah kecemasan tertentu merupakan bagian dari unsur peringatan yang tepat dalam suatu keadaan yang berbahaya. Tingkat kecemasan seseorang memberikan pergantian yang tepat dan tak tampak dalam suatu spectrum kesadaran, mulai dari tidur, siaga, kecemasan, ketakutan, demikian secara berulang-ulang. Terkadang sistem kecemasan seseorang tidak berfungsi dengan baik atau terlalu berlebihan, sehingga terjadilah suatu penyakit kecemasan. Jika kecemasan terjadi bukan pada saat yang tepat atau sangat hebat dan berlangsung lama sehingga mengganggu aktifitas yang normal, maka hal ini sudah merupakan penyakit. Penyakit kecemasan sangat mengganggu dan begitu mempengaruhi penderitanya sehingga bisa terjadi depresi. Beberapa penderita memiliki penyakit kecemasan dan depresi pada saat yang bersamaan. Penderita lainnya lebih dulu mengalami depresi, baru kemudian penyakit kecemasan.
Adapun definisi kecemasan menurut Kartono (2002), adalah sebagai berikut : Kecemasan adalah semacam kegelisahan-kegelisahan dan “ketakutan” terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur dan mempunyai ciri meng-azab
25
pada seseorang. Bila kita merasa bahwa kehidupan ini terancam oleh sesuatu – walaupun sesuatu itu tidak jelas – maka kita menjadi cemas. Kita juga akan merasa cemas apabila kita khawatir kehilangan seseorang yang kita cintai, dan dengan dirinya kita telah menjalin ikatan-ikatan emosional yang kuat sekali. Perasaan-perasaan bersalah dan berdosa serta bertentangan dengan hati nurani, dapat juga menimbulkan banyak kecemasan.
Menurut Al-Isawi (2005), kecemasan mirip dengan ketakutan dan merupakan kekuatan pendorong. Kata cemas di sini menunjuk pada keadaan yang memungkinkan terjadinya kejahatan, bahaya, perhatian yang berlebihan, tegang, tidak stabil dan sulitnya kehidupan internal dan eksternal bagi seseorang. Dari sini dapat dipahami bahwa kecemasan hampir satu jenis dengan ketakutan. Ketakutan yang normal berdasar pada adanya suatu obyek yang ditakuti, sementara kecemasan merupakan ketakutan pada obyek yang tidak jelas, atau bahkan tidak ada obyeknya sama sekali. Suatu keadaan tidak menggembirakan dan membahagiakan. Ia merupakan kondisi yang tegang, dan seseorang biasanya berusaha untuk lari dan menghindar darinya. Atkinson (1999), menyatakan istilah kecemasan pertama kali digunakan oleh Sigmund Freud. Ia mendefinisikan kecemasan itu sebagai salah satu bentuk emosi yang sangat penting dalam teori psikoanalisanya. Kecemasan timbul karena adanya konflik yang tidak disadari antara implus id (terutama seksual dan agresi) dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan super ego. Implus-implus id ini menimbulkan ancaman bagi individu karena bertentangan dengan nilai pribadi dan nilai sosial. Pertentangan antara id yang mempunyai prinsip kesenangan dan ego yang mempunyai prinsip kenyataan (Effendi, 1993). Menurut Atkinson (1996), kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan ditandai dengan istilah-istilah kekhawatiran, keprihatinan dan rasa
26
takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menimbulkan kecemasan. Davidoff (1988), mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress yang menghadang dan bangkitnya sistem saraf simpatetik. Kecemasan dapat juga dikatakan sebagai suatu respon yang dapat dipelajari. Menurut teori belajar sosial, kecemasan diasosiasikan sebagai situasi tertentu melalui proses belajar. Gadis kecil yang dihukum orang tuanya karena menentang kehendak mereka dan berusaha memaksakan kehendaknya sendiri pada akhirnya akan mengasosiasikan rasa sakit hukuman dengan perilaku memaksa. Bila ia memikirkan usaha memaksakan kehendaknya dan menentang orang tuanya akan mengalami kecemasan. Sedangkan istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk pada suatu respon mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respon fisiologis ketimbang respon patologis terhadap ancaman, sehingga orang cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku mereka, bahkan kecemasan merupakan perilaku respon yang sangat diperlukan, ia berperan untuk menyiapkan individu untuk menghadapi ancaman baik fisik maupun psikologis. Dalam Kamus Lengkap Psikologi, (Chaplin, 2001) menyatakan bahwa : Kecemasan merupakan perasaan campuran yang berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
27
ketakutan tersebut. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan; khawatir atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap; satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari.
Selain itu, kecemasan dapat juga diartikan sebagai perasaan khawatir, cemas, gelisah dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat, grogi, dan lain sebagainya. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap bahaya baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak yang seringkali disebut sebagai free floating anxiety, yaitu suatu kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya (Susabda, 1999). Kecemasan juga dituturkan oleh Zakiah Daradjat (1990), beliau menyatakan bahwa kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan dan pertentangan batin. Kecemasan itu sendiri timbul dari konflik di dalam diri individu terhadap sesuatu yang tidak jelas obyeknya. Dari beberapa uraian di atas tentang definisi kecemasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan mental manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-bedar, keringat dingin, grogi atau kecemasan kegelisahan kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu. Kecemasan merupakan suatu keadaan atau reaksi dasar pada diri seseorang dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam atau mengganggu dan berbahaya demi ego. Timbulnya
28
kecemasan ini disebabkan oleh beberapa faktor baik yang timbul dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu. Meskipun terdapat beberapa definisi kecemasan seperti yang telah disebutkan di atas, namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan dasar teori kecemasan seperti yang dipaparkan oleh Spielberger dimana kecemasan dibagi menjadi dua jenis yakni, state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety merupakan kecemasan sesaat dimana reaksi kecemasan ditentukan oleh kondisi stimulus yang dihadapi, sedangkan trait anxiety merupakan kecemasan (umum) mendasar yang berorientasi pada karakteristik orang tersebut sebagai penentu tindakannya pada situasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini nantinya, selain melihat bentuk-bentuk kecemasan yang secara umum, peneliti juga akan menelaah bentuk kecemasan yang manakah yang di miliki individu yang menjadi subyek penelitian (trait dan state anxiety-nya). Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila seseorang
diahadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam,
berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanantekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi.
29
Sebenarnya kecemasan merupakan reaksi yang normal terhadap sesuatu yang dianggap membahayakan di dalam kehidupannya. Manusia akan menemui berbagai macam masalah dan kekecewaan yang mungkin tidak dapat ditanggulangi juga ketakutan-ketakutan yang dapat menimbulkan kecemasan . Apabila kecemasan itu sudah berlebihan dan berlangsung pada waktu yang lama , maka akan dapat mengganggu keseimbangan hidupnya juga hubungan internasionalnya. Mengenai kecemasan atau anxiety ini, Spielberger berpendapat sebagai berikut : “ As a signal of danger , anxiety is accompanied by a host of interrelated somatic processes which are in the nature of activity preparatory to emergency action. ( Spielberger, 1966, h. 133 ). Berdasarkan beberapa batasan yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu reaksi emosi terhadap berbagai rangsang stress, dan dapat dijadikan tanda untuk menghadapi stress berikutnya. Selain itu kecemasan merupakan tanda bahaya yang disertai dengan adanya proses somatic dan membentuk suatu strategi untuk mengatasinya. Jadi dengan adanya kecemasan , maka individu akan berada dalam kondisi terjaga dan siap untuk menghadapi bahaya didalam hidupnya. Spielberger (Bill R.S, 1982 ) membahas proses kecemasan dengan membaginya menjadi 5 komponen, Yaitu : 1. Evaluated Situation. Adanya situasi yang mengancam, sehingga ancaman ini menyebabkan timbulkan kecemasan. 2. Perception Of Situation.
30
Situasi yang mengancam diberi penilaian individu. Penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman masa lalu individu. 3. Anxiety State Reaction. Jika individu menganggap bahwa situasi yang berbahaya maka reaksi kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis, seperti denyut jantung , dan tekanan darah. 4. Cognitif Reappraisal Follow. Kemudian individu menilai kembali situasi yang mengancam tersebut. Untuk itu individu menggunakan pertahanan diri ( defence mechanism ) atau dengan meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya. 5. Coping. Disini individu menemukan jalan keluarnya dengan menggunakan defence mechanism, misalnya proyeksi atau rasionalisasi.
2.2.2 Tipe-tipe kecemasan Spielberger mengemukakan mengenai adanya dua konsep kecemasan yaitu kecemasan dasar ( Trait Anxiety ) dan kecemasan sesaat ( State Anxiety ). Ia berpendapat : “ State anxiety an empirical process or reaction which is taking now at given level of intencity…. (and is ) characterized by subjective consciously perceived feelings of apprehension and tension, accompanied by or associated with activation or arousal of the autonom nervous system “ ( Spielberger , 1966 ). “Trait anxiety indicated a latent dispotition for a reaction of a certain type to occur if is triggered by the appropriate ( sufficiently atress ful ) stimuli . . . ( at is defined as ) a motive or acquired behavioural is potition that predisposes an individual to perceive a wide range of objectively non dangerous circumstance
31
anxiety reaction disproportionate in intensity to the magnitude of the objective danger “ (Spielberger ). Banyak teori tentang kecemasan, diantaranya adalah yang dikemukakan olah Spielberger. Kecemasan dasar diartikan sebagai kecenderungan individu untuk lebih mudah menghayati kecemasan bila dihadapkan pada situasi yang mengundang stress. Kecemasan dasar ini merupakan bagian dari kepribadian yang terbentuk oleh pengalaman masa lalu. Individu yang memiliki kecemasan dasar tinggi akan lebih cepat mengalami stress karena cenderung mempresepsi suatu stimulus yang sebenarnya tidak berbahaya bagi ancaman dengan melebih-lebihkan stimulus tersebut. Sedangkan kecemasan sesaat adalah suatu keadaan emosional yang tergugah oleh situasional . Menurut Spielberger , adanya keadaan yang membahayakan atau tidak pada diri individu ditentukan oleh penilaian kognitif individu . kecemasan itu sendiri merupakan suatu proses keurutan dari adanya :
Stress → penilaian kognitif → kecemasan sesaat Tingkah laku ← Defence Mechanism ← Penilaian kembali Terhadap situasi
Proses ini terjadi karena adanya pikiran yang memperkirakan atau meramalkan suatu ancaman , atau ingatan terhadap keadaan yang membahayakan yang pernah dialami .
Tokoh lainnya yang membahas mengenai Trait Anxiety adalah Selvin
(1975) dan Hollegsworth (1975) yang menyatakan : “ low a trait subject performed significantly better than high anxiety trait subject under all experiment condition” .
32
Ditambahkan oleh Winkel (1977) : “ low a trait performed better than those high on trait on the learning task “ . Kedua pendapat di atas menyatakan bahwa subjek yang memiliki trait anxiety rendah lebih baik dari pada subyek dengan trait anxiety yang tinggi dalam melakukan tugas-tugasnya.
Sedangkan kecemasan sesaat merupakan keadaan
emosi sesaat yang dipengaruhi oleh situasi dan diberi penilaian secara subyektif sesuai dengan penghayatan kecemasan masa lalunya. Spielberger menginterprestasikan kecemasan sebagai emotional state dengan karakteristik reaksi antara lain : a.
Perubahan intensitas
b.
Variasi waktu yang berlebihan
c.
Secara jelas adanya intensitas emosi yang tidak menyenangkan, tidak adanya pekerjaan , gangguan dan ketakutan
d.
Secara serentak terjadi perubahan dalam sistem syaraf. Penjelasan kecemasan menurut konsep state trait anxiety Spielberger
dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
33
Bagan tersebut menerangkan adanya stressor (ancaman) dari luar diri, yang kemudian dinilai oleh kognitif
individu. Penilaian itu tergantung pada
proses belajar dan kemampuan yang dimiliki individu. Apakah ia akan menilai stimulus yang datang sebagai sesuatu yang membahayakan atau tidak. Apabila stimulus itu dinilai dapat membahayakannya, maka tergugahlah kecemasan sesaatnya dan pada saat itu akan muncul reaksi fisiologis dan psikologis. Reaksi ini menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam diri individu. Individu tersebut akan berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan tersebut dengan menggunakan defence mechanism atau pertahanan diri dengan meningkatkan aktifitas kognitifnya. Berdasarkan beberapa batasan yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu reaksi emosi terhadap berbagai rangsang stress, dan dapat dijadikan tanda untuk menghadapi stress berikutnya. Selain itu kecemasan merupakan tanda bahaya yang disertai dengan adanya proses somatik dan membentuk suatu strategi untuk mengatasinya. Jadi dengan adanya kecemasan maka individu akan berada dalam kondisi terjaga dan siap untuk menghadapi bahaya dalam hidupnya.
2.2.3
Sumber-Sumber Kecemasan Berbagai macam pernyataan mengenai sumber suatu kecemasan itu
muncul misalnya menurut Freud sumber kecemasan adalah bahaya yang berasal dari dunia nyata seperti situasi yang mengarah kepada rasa sakit tubuh dan kesadaran akan adanya hukuman yang berkaitan dengan pelampiasan dorongan seperti seksual, agresi dan tindakan amoral lainnya yang dilarang oleh norma
34
budaya. Para psikologi kognitif memusatkan perhatiannya pada konflik batin antara beberapa harapan, keyakinan, sikap, persepsi, informasi, konsep-konsep yang mengarah kepada disonansi kognitif (Davidoff, 1988). Sedangkan Psikologi Humanistic menekankan pada konflik mental khususnya pada saat orang harus memilih gaya hidup yang memuaskan dan bermakna. Adapun psikolog behavioristik menegaskan bahwa sebagian besar kecemasan adalah akibat pengkondisian, ketika sebuah obyek dari jenis tertentu dikaitkan maknanya dengan pengalaman yang menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu, baik konflik kognisi maupun situasi yang jelas mengancam dapat menimbulkan kecemasan (Davidoff, 1988). Kecemasan yang terjadi pada individu dapat terjadi melalui suatu proses yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun internal sampai pada suatu keadaan yang dianggap sebagai ancaman atau hal yang membahayakan. Effendi (1993), menyebutkan bahwa ada 5 komponen proses terjadinya kecemasan. Kelima komponen proses terjadinya kecemasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Evaluated situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan. b. Perception of situation, yaitu situasi mengancam diberi penilaian oleh individu yang biasanya penilaian ini dapat mempengaruhi sikap dan pengalaman individu. c. Anxiety state of reaction, yaitu individu menganggap bahwa ada situasi berbahaya, maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon
35
dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah. d. Cognitive reappraisal follows, yaitu individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut. Untuk itu individu menggunakan pertahanan diri atau dengan cara meningkatkan aktivitas kongisi atau motoriknya. e. Coping, yaitu individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense mechanism seperti proyeksi atau rasionalisasi.
2.2.4
Gejala-Gejala Kecemasan Sebagai individu merasa cemas dan tegang dalam menghadapi situasi
yang mengancam dan menekan. Kecemasan dianggap normal bila terjadi dalam situasi yang oleh kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah. Atkinson (1999) mengungkapkan keluhan fisik yang lazim antara lain adalah tidak dapat tenang, tidur terganggu, kelelahan, macam-macam sakit kepala, kepentingan dan jantung berdebar. Selain itu individu terus menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali berkonsentrasi atau mengambil keputusan. Jika individu itu mengambil keputusan, maka hal ini akan menghasilkan kekhawatiran lebih lanjut. Keluhan dan gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan ditandai oleh ciri-ciri seperti gangguan mood (sensitif sekali, cepat marah, mudah sedih dan sangat mudah untuk kehilangan pegangan), gangguan fisik (mudah lelah, mudah capek, macam-macam sakit kepala, kepeningan dan jantung berdebar), sulit tidur
36
atau insomnia, kehilangan motivasi dan minat, perasaan-perasaan yang tidak nyata, sangat sensitive terhadap suara, merasa tidak tahan terhadap suara-suara yang sebelumnya dianggap biasa, pikiran kosong, tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa, kikuk, canggung, koordinasi yang buruk, tidak bisa membuat keputusan, tidak bisa menentukan pilihan, bahkan untuk hal-hal kecil, gelisah, resah, tidak bisa diam, secara umum kehilangan kepercayaan diri, kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang, keraguan dan ketakutan yang mengganggu, terus menerus memeriksa segala sesuatu yang sudah dilakukan. Semua orang akan mengalami rasa cemas. Hanya ada yang kentara dan ada yang tidak. Hal ini sangat bergantung kepada pengalaman individu dalam memecahkan berbagai persoalan hidup. Hal ini juga tergantung cara memandang persoalan dan apakah sudah biasa mengalami ketegangan hidup. Apakah individu tersebut memandang wajar dimarahi kalau salah dan orang yang memarahinya sebenarnya menyayangi orang tersebut, bukan membenci. Reaksi cemas memang diperlukan untuk membuat seseorang hati-hati akan apa yang dihadapinya. Namun gejala cemas dianggap patalogis jika reaksi ini dirasakan terus setiap hari selama satu bulan paling sedikit. Suryani (2004), mengemukakan bahwa gejala yang muncul biasanya adalah sebagai berikut : a)
Gejala yang berhubungan dengan perasaan seperti kecemasan mengenai masa depan, kemampuan menghadapi kehidupan yang sulit akibat harga kebutuhan sehari-hari naik terus menerus dan cemas akan sulitnya mencari pekerjaan. Ada juga yang mengeluh sering merasa khawatir, takut, tegang dan gelisah
37
setiap kali anak, suami atau isterinya belum pulang. Ia akan sibuk menelepon teman-temannya. Timbul kekhawatiran akan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Selain itu, karena sering merasa cemas dan khawatir ia pun seringkali mengeluh sulit berkonsentrasi. b)
Sering mengalami keluhan ketegangan motorik seperti gelisah, sakit kepala, gemetar dan tidak dapat santai.
c)
Aktifitas saraf otonomik berlebihan seperti kepala terasa ringan, pusing, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, nyeri perut di bagian atas, mulut kering, dan lain sebagainya. Ada juga yang mengeluh susah tidur atau terbangun karena mimpi buruk. M. Al-Isawi (2005), menjelaskan bahwa kecemasan berbeda dalam tingkat
dan kualitas. Ada kecemasan yang normal, dan ini akan hilang seiring dengan hilang penyebabnya. Ada juga kecemasan yang bersifat kronis atau serius. Hal inilah yang disebut dengan penyakit kecemasan atau anxiety. Anxiety merupakan perasaan yang dipenuhi kecemasan, ketakutan terjadinya suatu kejahatan. Hal ini dirasakan ketika terjadi banyak konflik. Anxiety merupakan gejala umum yang terdapat pada berbagai penyakit dan gangguan mental serta kejiwaan. Sebagian orang ketika mempelajari kecemasan ini, menekankan faktor kontinuitas pada terjadinya keburukan. Selain itu, ada ketakutan yang terus menerus dan ketidakmampuan untuk menikmati istirahat dan ketenangan yang berkaitan dengan perasaan takut. Sebagian lain menekankan bahwa masalah kecemasan lebih sempit dari pada masalah ketakutan.
38
Ada juga hal penting yang perlu diamati bahwa banyak orang yang berada dalam kecemasan dalam jangka waktu lama ketika mekanisme pertahanan internalnya tidak berfungsi. Kecemasan kronis ini ditandai dengan beberapa gejala diantaranya adalah otot gemetar, jantung berdebar-debar, detak jantung meningkat dan tidak teratur disertai perubahan saraf kelenjar, ketakutan bahwa akan terjadi sesuatu yang mengerikan dan menakutkan, padahal sesuatu yang mengerikan dan menakutkan ini tidak diketahui oleh penderita. Inilah yang disebut oleh sebagian mereka dengan ketakutan pada hal-hal yang tidak nyata. Dalam ungkapan lain, termasuk ketakutan pada masa depan. Dalam kondisi kecemasan kronis, penderita tampaknya mampu untuk menghadapi realitas bahwa jantungnya berdetak dengan cepat, padahal sebenarnya ia telah mengalami kecemasan. Di antara para penderita, ada yang mengalami kecemasan parah (kronis). Selanjutnya, pada mereka ini nanti akan berkembang penyakit saraf dengan tanda-tanda khusus, diikuti dengan menurunnya tingkat kualitas kecemasan. Menurut Fahmi (1997), cemas mempunyai beberapa penampilan atau gejala yang bermacam-macam yang antara lain adalah sebagai berikut : a) Gejala fisiologis, yaitu ujung-ujung tangan dan kaki terasa dingin, berkeringat, gangguan pencernaan, jantung berdetak lebih cepat, gangguan tidur, kepala pusing, hilangnya nafsu makan dan gangguan pernapasan. b) Gejala kejiwaan antara lain adalah sangat kuat, terasa akan terjadi bahaya atau penyakit, tidak mampu memusatkan perhatian, selalu merasa akan terjadi
39
kesuraman, kelemahan dan kemurungan, hilang kepercayaan dan ketenangan serta ingin lari dari kehidupan. Sedangkan David (1986), menyatakan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan seringkali tidak mau mengakui bahwa dirinya mengalami kecemasan. Kecemasan dapat dimanifestasikan ke dalam 4 hal yaitu : a) Secara kognitif dapat bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Seseorang terus menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. b) Secara motorik seperti gemetar dengan goncangan tubuh yang berat, seseorang sering gugup dan mengalami kesukaran dalam berbicara. c) Secara somatic dapat berupa gangguan tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan, kelelahan badan seperti pingsan. d) Secara afektif, seseorang tidak dapat tenang dan mudah tersinggung sehingga memungkinkan ia terkena depresi. Brecht (2000), menggambarkan gejala dan tanda-tanda yang ditimbulkan oleh kecemasan lebih terinci antara lain adalah sebagai berikut : a)
Ketegangan otot. Otot biasanya dipengaruhi oleh kekhawatiran termasuk otot kepala, bahu,
dada, perut dan punggung bagian bawah. Ketegangan otot mungkin dialami sebagai rasa kaku, nyeri, rasa sakit atau perih. b)
Gangguan buang air besar.
40
Diare atau sembelit merupakan tanda-tanda umum kekhawatiran. Kecemasan karena adanya suatu ancaman yang datang atau peristiwa-peristiwa pening lainnya dalam hidup seseorang keluar masuk toilet beberapa kali. c)
Depresi. Pikiran-pikiran tentang keputusan dan ketidak-berdayaan dapat terjadi jika
kekhawatiran terbentuk dalam diri seseorang. Rasa kesedihan dapat juga melanda seseorang. Peristiwa-peristiwa yang terjadi sepertinya kehidupan kenikmatannya dan pikiran-pikiran negatif dapat menguasai seseorang. d)
Pola makan. Kekhawatiran dapat menyebabkan perubahan yang mencolok dalam jumlah
dan kebiasaan makan. e)
Insomnia. Ini adalah tanda-tanda kekhawatiran yang paling umum. Tidur umumnya
merupakan salah satu yang paling pertama dipengaruhi, namun tergantung pada kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi.
2.2.5
Penanggulangan Kecemasan Karena kecemasan merupakan emosi yang sangat tidak menyenangkan,
maka tidak akan dapat dihadapi dalam jangka waktu yang lama. Seseorang akan termotivasi kuat untuk melakukan sesuatu guna meredakan keadaan yang tidak menyenangkan itu. Selama hidupnya, seseorang mengembangkan berbagai macam cara untuk mengatasi situasi yang menimbulkan kecemasan dan perasaan cemas itu sendiri. Atkinson (1999), mengemukakan ada dua cara utama untuk menanggulangi kecemasan yaitu menitikberatkan masalah dan emosinya.
41
Menititberatkan masalahnya yaitu seseorang menilai situasi yang menimbulkan kecemasan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya. Sedangkan menitikberatkan pada emosinya yaitu seseorang mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu. Oleh sebab itu, dalam menghadapi berbagai kecemasan ini, diperlukan cara-cara bertahan dalam menanggulangi kecemasan tersebut. Sebagian dari cara orang yang mereduksi perasaan cemas tanpa memfokuskan masalahnya adalah tidak diberi nama. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri untuk menunjukkan proses tidak sadar yang melindungi seseorang dari kecemasan melalui pemutarbalikkan fakta. Strategistrategi ini tidak mengubah kondisi obyektif bahaya dan hanya mengubah cara orang mempersepsikan atau memikirkan masalah itu (Atkinson, 1999). Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan superego. Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, ia akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud nyata yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan ego (Boeree, 2004).
42
2.2.7
Kecemasan Dan Proses Belajar. Di dalam psikologi yang memulai membahas mengenai kecemasan adalah
Freud dengan teori psikonalisasinya. Kemudian muncul juga pembahasan dari aliran Behaviouristik yang bertolak belakang dengan Psikoanalisa. Menurut Behaviouristik, proses belajar memegang peranan penting dalam pembentukan kecemasan. Kecemasan adalah hasil atau sesuatu yang dipelajari juga merupakan dorongan untuk bertingkah laku bagi seseorang. Salah seorang tokoh Behaviouristik yaitu J.B.Watson membahas mengenai tingkah laku manusia yang ditampilkan atau yang tercermin secara fisik. Ia mengatakan bahwa suatu stimulus adalah hasil dari proses belajar. Terjadinya perubahan itu relatif menetap serta dihasilkan oleh usaha-usaha tertentu. G.D.William( 1962 ) dengan ‘drive theory’nya mengemukakan bahwa meningkatnya kecemasan dapat memperbaiki penampilan atau prestasi.
2.3
Kerangka Berpikir Belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (menggunakan panca indera) yang melibatkan proses kognitif. Pembelajaran dalam sebuah pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk membimbing anak didiknya menuju kedewasaan dengan penuh tanggung jawab. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu, sudah sewajarnya dalam proses belajar mengandung masalah penilaian terhadap hasil
43
usaha tersebut. Prestasi belajar menunjukan pada hasil yang dicapai oleh individu melalui usaha pembelajaran. Fenomena yang terjadi bahwa banyak mahasiswa fakultas Psikologi yang sering mengulang pada mata kuliah statistik merupakan hal yang penulis rasa perlu untuk diteliti sebabnya. Terlebih lagi fakultas akan merubah kurikulum dalam penambahan muatan kurikulum bagi mata kuliah statistik. Hal ini tentu menjadi perhatian tersendiri bagi pihak fakultas termasuk juga bagi mahasiswa fakultas Psikologi UIN yang latar belakang jurusan di sekolah asalnya sangat beragam yaitu jurusan IPA, IPS, bahasa dan pesantren. Bagi Mahasiswa yang jurusan asalanya IPA atau IPS mengikuti mata kuliah statistik bisa jadi menjadi hal yang biasa ditemui pada sekolah asalnya yang sering diberikan muatan pelajaran yang berkaitan dengan angka-angka, misal matematika, fisika, kimia. Lain hal bagi jurusan bahasa, apalagi bagi yang sekolah asalnya dari pesantren. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah yang menyebabkan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta. Penelitian ini penting dilakukan karena statistik merupakan alat yang dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya dengan psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat.
44
Dalam penelitian ini prestasi belajar yang ingin diteliti adalah prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kenyataannya tinggi rendahnya prestasi belajar seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan seorang anak semata. Hal ini terbukti dari cukup banyaknya anak yang berprestasi walaupun memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, demikian sebaliknya, ada kasus dimana bagi beberapa anak yang mempunyai tingkat inteligensi (kecerdasan) yang tergolong di atas rata-rata namun prestasi belajar di sekolahnya biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada faktor yang turut menunjang ataupun melemahkan prestasi belajar ini, antara lain, kemauan atau motivasi maupun kecemasan yang dimiliki setiap peserta didik. Menurut
Spielberger
(1966)
kecemasan
dasar
diartikan
sebagai
kecenderungan individu untuk lebih mudah menghayati kecemasan bila dihadapkan pada situasi yang mengundang stress. Kecemasan dasar ini merupakan bagian dari kepribadian yang terbentuk oleh pengalaman masa lalu. Individu yang memiliki kecemasan dasar tinggi akan lebih cepat mengalami stress karena cenderung mempresepsi suatu stimulus yang sebenarnya tidak berbahaya bagi ancaman dengan melebih-lebihkan stimulus tersebut. Sedangkan kecemasan sesaat adalah suatu keadaan emosional yang tergugah oleh situasional . Menurut Spielberger, adanya keadaan yang membahayakan atau tidak pada diri individu ditentukan oleh penilaian kognitif individu .Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila
45
seseorang dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram berikut : TIPE KECEMASAN : State anxiety
Prestasi belajar Statistik
Trait anxiety
2.4
Hipotesis Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, peneliti menggunakan hipotesis
sebagai berikut: H0-1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan state anxiety (kecemasan sebagai sifat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. H0-2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
46
H1-1 : Ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan state anxiety (kecemasan sebagai sifat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
H1-2 : Ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan jenis penelitian yang digunakan, meliputi pendekatan penelitian dan metode penelitian, variabel penelitian, pengambilan sampel, serta pengumpulan data, teknik anlisa data dan prosedur penelitian.
3.1
Jenis Penelitian
3.1.1
Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu
karakteristik dari satu variabel yang nilai-nilainya digunakan dalam bentuk numerikal. Pendekatan kuantitatif menampilkan hasil berupa angka-angka. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan (Sevilla, et. Al, 1993). Alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional adalah karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel tipe kecemasan dengan variabel prestasi belajar. Maka jenis penelitian yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasi. Sevilla dkk (1993), menyatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan sifat suatu keadaan yang ditemukan pada saat penelitian dilaksanakan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Hanya saja
48
penelitian deskriptif ini tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap hal-hal yang terjadi tersebut dan hanya dapat mengukur apa yang ada.
3.2
Definisi Variabel dan Operasional Variabel
Variabel adalah suatu karaketristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) menyebut variabel sebagai konstruk atau sifat yang diteliti. Pada permulaan penelitian harus ditetapkan dengan tegas variabel yang akan diteliti, yaitu mana yang termasuk dalam variabel bebas atau termasuk variabel terikat. Menurut Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) yang dimaksud dengan variabel bebas adalah variabel yang diharapkan dapat dimanipulasi sebelum diteliti, sedangkan variabel terikat menurut Ary, dkk (dalam Sevilla, 1993) adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi. Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah variabel tipe kecemasan sebagai variabel bebas (independent variable) dan variabel prestasi belajar sebagai variabel terikat (dependent variable). Adapun definisi variabel dan operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.2.1
Definisi Variabel Prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (menggunakan panca indera) yang melibatkan proses kognitif.
48
49
Kecemasan menurut Spielberger (1983), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila seseorang dihadapkan pada suatu yang dirasakan mengancam. Kecemasan ini tergantung intensitas stimulus yang dianggap mengancam dimana tingkat stimulus yang mempengaruhi tingkat kecemasan. State anxiety hanya berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang yang merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Berdasarkan trait anxiety inilah dapat diperkirakan sejauh mana kecenderungan seseorang dalam menerima kondisi atau situasi di sekitarnya sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi.
3.2.2
Operasional Variabel Dalam penelitian ini, definisi operasional yang digunakan untuk kedua
variabel adalah sebagai berikut : Prestasi belajar adalah skor yang diperoleh dari nilai prestasi akademik yang diperoleh dari pembagian hasil penilaian formatif (kehadiran dan keaktifan di dalam kelas mata kuliah statistik), UTS (ujian tengah semester) dan UAS (ujian akhir semester).
49
50
Kecemasan adalah skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap instrumen STAI (State-trait Anxiety Inventory) yang diukur melalui aspek kognitif, somatis dan rasa percaya diri.
3.3
Populasi dan Sampel Suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menarik generalisasi, sangat
berkepentingan dengan masalah sampel, yaitu bagaimana mengambil sampel dari suatu populasi sehingga hasil-hasil penelitian terhadap sampel tersebut melahirkan kesimpulan yang berlaku umum bagi seluruh populasi.
3.3.1
Populasi Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (1992), menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian. Menurut Kerlinger (1973), populasi merupakan keseluruhan anggota, kejadian atau obyek-obyek yang telah ditetapkan dengan baik (Sevilla, et.al., 1993). Komaruddin (1984) yang dimaksud dengan populasi semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Sedangkan Hasan (2002) memaparkan populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah semester 3 kelas C dan D yang berjumlah 90 orang yang terdiri atas 18 laki-laki dan 52 perempuan (data akademik Fakultas Psikologi UIN Syahid Jakarta tahun 2010).
50
3.3.2
51
Sampel Penelitian Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang didapat dari
populasi (Sevilla, et.al., 1993). Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay (1976), bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subyek atau lebih (Sevilla, et.al., 1993). Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karaketristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi (Hasan, 2002). Sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel yang diteliti adalah mahasiswa semester tiga kelas C dan D Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang mengikuti mata kuliah statistk.. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi semester 3 kelas C dan D. Saat pengambilan data jumlah mahasiswa yang hadir sebanyak 70 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 70 orang mahasiswa, karena untuk menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar agar mengurangi bias yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel yang jumlahnya sedikit. Selain itu, distribusi frekuensi dari data dengan jumlah sampel besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati pada penyebaran sampel.
3.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah insidental sampling atau
51
52
3.4
Pengumpulan Data
3.4.1
Metode dan Instrumen Penelitian Pengumpulan data adalah pencatatan hal-hal, peristiwa, keterangan atau
karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen poplasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002) Suharsimi (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan metode pengumpulan data adalah caracara yang dapat digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data. Sedangkan yang dimaksud dengan instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh seorang peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sitematis dan dipermudah karenanya. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Angket adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari subjek dalam arti laporan tentang pribadinya, atau halhal yang ia akui (Arikunto,2002). Adapun alat pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala kecemasan dan pengukuran prestasi belajar statistik diambil dari hasil nilai prestasi akademik mata kuliah statistik pada semester 2.
3.4.2
Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, skala yang digunakan dalam mengukur kecemasan
adalah skala kecemasan Spielberger STAI (State-Trait Anxiety Inventory) (1983) yang kemudian diadaptasi dan dimodifikasi oleh Primusanto (2000). Tes ini
52
53
diciptakan oleh Charles D. Spielberger bekerjasama dengan Richard L. Gorsuch dan Robert C. Lushene. Dalam tes kecemasan ini diperlihatkan ‘self report’ yang bertujuan untuk mengukur dua konsep kecemasan yang berbeda yaitu kecemasan sesaat (state anxiety) dan tes ini mnggambarkan bagaimana perasaan subyek pada umumnya. Menurut asumsi Spielberger, orang yang memiliki kecemasan dasar tinggi cenderung akan mudah menanggapi lingkungannya sebagai suatu yang membahayakan atau merupakan sutu ancaman atau kecemasan sesaat yang dimilikinya cenderung akan lebih tinggi dibanding dengan orang yang memiliki kecemasan rendah. Skala ini mencakup bentuk Self-report untuk mengukur state dan trait anxiety. Bagian ini mengukur state anxiety mencakup 20 pernyataan yang mengevaluasi perasaan subyek pada “saat ini, sekarang ini” (right now, at this moment). Bagian yang mengukur trait anxiety mencakup 20 petanyaan yang mengevaluasi bagaimana secara umum perasaan subyek. Khusus mengenai state anxiety, skala ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi perasaan subyek pada waktu-waktu tertentu di masa lalu dan saatsaat tertentu di masa mendatang yang kira-kira akan dialami oleh subyek. Dalam skala ini terdapat 10 item anxiety-present (mengukur keberadaan kecemasan) dan 10 item
anxiety-absent (mengukur ketiadaan kecemasan) pada skala state –
anxiety-nya. Contoh dari item anxiety-present adalah “i feel blue” dan contoh dari anxiety-absent adalah “I feel pleasant”
53
54
Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model skala Likert yaitu skala akhir subyek merupakan skor total dari jawaban pada setiap pernyataan (Azwar, 2003). Dalam skala ini subyek diharuskan memilih salah satu jawaban yang menggambarkan tentang dirinya sendiri dan bukan merupakan pendapat orang lain tentang suatu pernyataan. Skala ini memiliki 5 alternatif jawaban yaitu : tidak sama sekali, sedikit, sedang, sangat dengan pergerakan skoring, jika favourable 4, 3, 2, 1 dan jika unfavourable 1, 2, 3, 4. Rincian dan skala yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Variabel, Indikator, Dan Skala Yang Digunakan Variabel Indikator Skala Kecemasan sebagai sifat pernyataan subyek skala yang digunakan (trait anxiety)
mengenai kebiasaannya
didasarkan pada skala
merasakan ketegangan
kecemasan Spielberger
dalam menghadapi mata
STAI (State-Trait
kuliah statistik
Anxiety) form Y, rancangan Spielberger (1983) yang berisi 20 item pernyataan, skala ini telah diadaptasi oleh Sayida (2010).
kecemasan sebagai
pernyataan subyek
Skala yang digunakan
keadaan sesaat (state
mengenai perasaannya
didasarkan pada skala
anxiety)
menghadapi keadaan saat
kecemasan Spielberger
mengikuti mata kuliah
STAI (State-Trait
statistik. Perasaan ini
Anxiety form Y,
berkisar sekitar ungkapan
rancangan Spielberger
kecemasan, kegugupan,
(1983) yang beisi 21
ketidakpercayaan diri,
item pernyataan. Skala 54
55
Prestasi belajar
dan keluhan somatik
ini telah diadaptasi oleh
yang menyertainya.
Sayida (2010).
nilai mata kuliah statistik
Tabel 3.2 Blue Print Uji Coba Skala Tipe Kecemasan Aspek Favorabel Unfavorabel 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 4, 9, 13, 15, State Anxiety 11, 12, 14, 16, 18, 17 19, 20, 21 2, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 1, 3, 4, 5, 9, Trait Anxiety 13, 14, 16, 17, 18 15, 19, 20
No 1
2
Respon
Jumlah 21
20
Tabel 3.3 Teknik Penskoran Skala Kecemasan Untuk State Anxiety dan Trait Anxiety Pilihan jawaban/ skor Tidak sama sekali
Sedikit
Sedang
Sangat
Favorabel
4
3
2
1
Unfavorabel
1
2
3
4
Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan try out lagi dikarenakan penulis menggunakan skala baku yang telah diuji coba oleh peneliti sebelumnya yaitu Sayida Maisaroh (2009) dalam judul skripsinya “Hubungan Antara Tipe Kecemasan Dengan Strategi Coping”.
3.4.3
Teknik Uji Instrumen Bentuk penelitian ini menggunakan uji regresi untuk melihat hubungan
antara dua variabel yaitu tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada
55
56
mahasiswa fakultas Psikologi UIN. Hubungan antar variabel dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.
3.4.3.1 Uji validitas Skala Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 1998). Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan ukuranya. Untuk menguji validitas skala, peneliti mengguanakan SPSS versi 13,0 for windows.
3.4.3.2 Uji Reliabilitas Skala Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya jika dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Untuk menguji reliabilitas skala, peneliti menggunakan SPSS versi 13,0 for windows.
3.5
Teknik Analisa Data
3.5.1 Hasil Uji Validitas Dari item uji coba terhadap skala state anxiety terdapat 17 item yang valid dan 11 item pada skala trait anxiety.
56
57
No
Tabel 3.4 Sebaran Butir Hasil Penelitian Skala Kecemasan Aspek Favorabel Unfavorabel
1
State Anxiety
1, 2, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 20, 21
4, 5, 9, 14, 15, 19
2
Trait Anxiety
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20
1, 15
Skor Prestasi belajar penulis ambil dari nilai prestasi akademik yang diperoleh dari pembagian hasil penilaian Formatif (kehadiran dan keaktifan di dalam kelas mata kuliah statistik), UTS (ujian tengah semester) dan UAS (ujian akhir semester).
3.5.2
Reliabilitas Skala kecemasan Dari perhitungan uji coba item-item yang valid, diperoleh hasil reliabilitas
skala kecemasan untuk state anxiety 0.895 dan trait anxiety 0.901. Dengan koefisien reliabilitas tersebut dikatakan bahwa alat ukur tersebut “reliabel”, sehingga dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai alat ukur serta mampu menggambarkan hasil yang cukup baik.
3.5.3 Tehnik Analisa Data Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti yakni hubungan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta, maka digunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 1998: 69).
57
3.6
58
Prosedur Penelitian Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, penulis membuat langkah-
langkah prosedur penelitian yang diharapkan dapat menunjang kelancaran serta keberhasilan penelitian ini, yang meliputi: 1.
Tahap persiapan Pada tahap awal ini dimulai denagn memilih judul penelitian, perumusan
masalah, menentukan variabel yang akan diteliti, merumuskan hipotesis penelitian, mencari serta menyusun teori (studi pustaka) yang tepat yang berkaitan dengan variabel penelitian, menyusun dan menentukan instrument penelitian yang berupa skala, menentukan subjek dan lokasi penelitian. 2.
Pengujian alat ukur (Try out) Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan try out lagi dikarenakan
penulis menggunakan skala baku yang telah diuji coba oleh peneliti sebelumnya yaitu Sayida Maisaroh dalam judul skripsinya “Hubungan Antara Tipe Kecemasan Dengan Strategi coping”. Adapun proses penghitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for Windows. Dalam penelitian ini skor prestasi belajar statistik responden berupa hasil nilai mata kuliah statistik II yang diperoleh mahasiswa. Sedangkan untuk skor tipe kecemasan berupa jawaban mahasiswa terhadap instrumen yang diambil dari teori Spielberger yaitu STAI (Strait-Trait Anxiety Inventory).
58
3.
59
Pelaksanaan penelitian Dalam pelaksanaannya, responden diminta untuk mengisi alat ukur
kecemasan yang berupa skala kecemasan untuk state anxiety dan trait anxiety. Penelitian dilakukan pada tanggal 27 September 2010. 4.
Tahap analisis data Data yang diperoleh dari hasil pengisian skala kemudian dikumpulkan
untuk kemudian dianalisa dan dibuat laporannya. 5.
Pembahasan Dalam tahap ini, penulis melakukan interpretasi dan pembahasan terhadap
hasil analisis statistik berdasarkan teori, kemudian membuat kesimpulan hasil penelitian dengan memperhitungkan data penunjang yang diperoleh.
59
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian hubungan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar mahasiswa Psikologi Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara rinci bab ini akan mengulas mengenai gambaran umum responden, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa semester tiga Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel dalam penelitioan ini berjumlah 70 orang. Gambaran umum subyek dalam penelitian ini akan diuraikan secara rinci di bawah ini berdasarkan jenis kelamin, usia, asal sekolah dan jurusan.
Tabel 4. 1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1
Laki-laki
18
25.7 %
2
Perempuan
52
74.3 %
Jumlah
70
100 %
61
62
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi subyek dalam penelitian ini terdiri dari 25.7% subyek laki-laki atau sama dengan 18 orang, dan 74.3% subyek perempuan atau sama dengan 52 orang.
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
No
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
1
18
12
17.1 %
2
19
46
65.7 %
3
20
11
15.7 %
4
21
1
1.4 %
70
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa yang menjadi subyek dalam penelitian ini terdapat 17.1% atau 12 orang berusia 18 tahun, 65.7% atau 46 orang berusia 19 tahun, 15.7% atau 11 orang berusia 20 tahun, dan 1.4% atau 1 orang berusia 21 tahun. Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Asal Sekolah No
Asal Sekolah
Frekuensi
Persentase (%)
1
Aliyah
7
10.0%
2
Aliyah + Pesantren
8
11.4%
3
SMU
51
72.9%
4
SMU + Pesantren
4
5.7%
70
100 %
Jumlah
63
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa subyek dalam penelitian ini yang berasal dari sekolah Aliyah sebanyak 10.0% atau 7 orang, 11.4% atau 8 orang dari Aliyah + Pesantren, 72.9% atau 51 orang dari SMU, 5.7% atau 4 orang dari SMU + Pesantren. Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jurusan Sekolah
No
Jurusan Sekolah
Frekuensi
Persentase (%)
1
IPA
34
48.6 %
2
IPS
31
44.3%
3
Bahasa
5
7.1%
70
100 %
Jumlah
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa subyek dalam penelitian ini terdapat 48.6% atau 34 orang dari jurusan IPA, 44.3% atau 31 orang dari IPS, dan 7.1% atau 5 orang dari Bahasa.
4.2
Statistik Deskriptif a. Tingkat state anxiety Tabel 4.5 descriptive statistics state anxiety N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Skala state anxiety
70
35,00
123,00
76,1571
23,15708
Valid N (listwise)
70
64
b. Tingkat trait anxiety Tabel 4.5 descriptive statistics trait anxiety N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Skala state anxiety
70
29,00
137,00
83,5857
23,83913
Valid N (listwise)
70
Dari tabel di atas, descriptif statistik mengenai hasil hitung skala state anxiety diketahui bahwa nilai minimum 35 dan nilai maksimum 123 dengan mean (nilai rata-rata) 76.1571 dan standar deviasi 23.157. Selanjutnya hasil hitung statistic deskriptif ini akan digunakan untuk menentukan tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui perbedaan tingkat state anxiety bagi mahasiswa Psikologi UIN Syarif hidayatullah Jakarta, peneliti melakukan kategorisasi rentangan untuk setiap subyek. Rentangan dibagi menjadi tiga interval dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Tujuan kategorisasi ini adalah untuk menempatkan subyek ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Dalam mengetahui tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat di lihat pada tabel berikut:
65
Tabel 4.6 Tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
Kategoris asi
Klasisfikasi sebaran
Interval
Frek
Persentas e
Rendah
X ≤ (M - 1SD)
X < 62
20
28.6 %
Sedang
(M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD)
62≤ X ≤90
29
41.4 %
Tinggi
X ≥ (M + 1SD)
X > 90
21
30.0 %
70
100 %
Total
Tabel 4.7 Tingkat trait anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
Kategorisasi
Klasisfikasi sebaran
Interval
Frek
Persent ase
Rendah
X ≤ (M - 1SD)
X < 65
18
25.7 %
Sedang
(M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD)
65≤ X ≤101
36
51.4 %
Tinggi
X ≥ (M + 1SD)
X > 101
16
22.9 %
70
100 %
Total
4.3
Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, maka peneliti melakukan maka digunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 1998: 69) yang dilakukan melalui program SPSS versi 13.0 diperoleh data sebagai berikut :
66
Tabel 4.8 Correlations Prestasi belajar Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
SA
TA ,223
Prestasi belajar
1,000
,200
SA
,200
1,000
,978
TA
,223
,978
1,000
Prestasi belajar
.
,048
,032
SA
,048
.
,000
TA
,032
,000
.
Prestasi belajar
70
70
70
SA
70
70
70
TA
70
70
70
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai r hitung antara tipe state anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048, sedangkan tipe trait anxiety dengan r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032. Dengan demikian maka hasil perhitungan tersebut mengungkapkan bahwa ada hubungan state anxiety dengan prestasi belajar statistik dan ada hubungan trait anxiety dengan prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian hipotesis nilai yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar mata kuliah statistik ditolak.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi, serta saran tentang kecemasan dengan prestasi belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan, yaitu ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan prestasi belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dapat diketahui nilai r hitung antara tipe state anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048. Sedangkan pada tipe trait anxiety r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032.
5.2. Diskusi Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun hasil yang diperoleh adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini sesuai dengan teori-teori
67
68
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu : 1. Tipe Kecemasan yang dihadapi Kecemasan tidak hanya bergantung pada variabel manusianya tetapi juga rangsangan yang membangkitkan kecemasan. 2. Latar Belakang pendidikan 3. Jurusan pada sekolah asal Dilihat dari hasil crosstabs asal jurusan sekolah dengan pretasi belajar statistik diperoleh hasil bahwa mahasiswa yang berasal dari jurusan IPS memiliki tingkat kecemasan state anxiety yang tinggi (15.7 %) dan pada trait anxiety juga berada pada kategori tinggi (12.9 %). Bila dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA dan IPS. Hasil penelitian ini didukung pula Zakiah Darajat (dalam Sayida, 2010), yang mengemukakan bahwa kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertengkaran batin (konflik). Pendapat itu juga diperkuat oleh Davidoff (1988) yang menganggap bahwa konflik kognisi maupun situasi yang jelas mengancam dapat menimbulkan kecemasan.
5.3. Saran Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu diharapkan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama disarankan untuk dapat menutupi kekurangan dalam penelitian ini.
69
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan keterbatasan dalam penelitian, berikut ini ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai saran teoritis dan praktis, yaitu Saran teoritis dari penelitian ini peneliti menyarankan dalam pengumpulan data penelitian, item-item pernyataan dibuat lebih jelas agar responden lebih mudah dalam menjawab soal pernyataan. Dalam kajian pustaka, sebaiknya lebih banyak lagi teori-teori yang membahas tentang prestasi belajar dan kecemasan. Saran praktis dari penelitian ini adalah bagi mahasiswa sebaiknya mengubah persepsinya mengenai mata kuliah statistik sebagai mata kuliah yang menakutkan agar memperoleh hasil belajar yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Atkinson, R. Dkk. (1993). Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga Arikunto Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suatu Praktik. Jakarta : Rieneka Cipta Darajat, Zakiah, (1990). Kesehatan Mental. Jakarta : CV. Haji Mas Agung Davidoff, Linda. (1988). Pengantar Psikologi, Jakarta : Erlangga Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Pustaka Hurlock, E.B (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga JP, Chaplin, Penerjemah Kartini Kartono (1989). Kamus Psikologi. Jakarta : Rajawali Grafindo Persada Kerlinger, F. N (2000). Asas-asas Penelitian Behavioural. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nasir, Mohamad, (1983). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Santrok, John W. (2007). Psikologi Pendidikan. Edisi ke-2. Jakarta : Kencana Sarwono, Sarlito Wirawan, (1984). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Bulan Bintang Sevilla, Conseulo, E., et al (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press Spielberger. C. (1966). Anxiety and Behaviour. New York : Academic Press Suryabrata, Soemadi. (2002). Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Syah, Muhibbin. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo. Hasan, Iqbal, M. Ir, MM. (2003). Pokok-pokok materi statistik 2 (statistik inferensif). Edisi ke-2, Jakarta : Bumi Aksara
Sudijono, Anas. (2004). Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia Trito., (2006). SPSS 13.3 Terapan : Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : ANDI Press, Edisi ke-1 Syaifuddin, Azwar, (2004). Penyusuna Skala Psikologi. Jakarta : Pustaka Pelajar