HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP UANG DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR BERDASARKAN STATUS KARYAWAN Nadya Shinta Putri dan Bertina Sjabadhyni Program Sarjana, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara sikap terhadap uang dan organizational citizenship behavior (OCB) berdasarkan status karyawan. Pengukuran sikap terhadap uang menggunakan alat ukur Short Money Ethic Scale (Tang, 1995) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.798 dan pengukuran OCB menggunakan OCB Scale (Podsakoff, 1990) dengan koefisien reliabilitas cronbach alpha sebesar 0.875. Responden berjumlah 215 karyawan yang terdiri dari 115 karyawan tetap dan 100 karyawan tidak tetap yang memiliki karakteristik bekerja di perusahaan yang berlokasi di daerah Jabodetabek, dan berusia 21-55 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB (r=0.192, p<0.05) pada karyawan tetap, dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB (r=0.214, p<0.05) pada karyawan tidak tetap. Artinya semakin tinggi sikap terhadap uang karyawan maka semakin rendah OCB yang dilakukan.
ABSTRACT The purpose of study was to find out if there is a correlation between attitude towards money and organizational citizenship behavior (OCB). Attitude towards money was measured with Money Ethic Scale (Tang, 1995) that has cronbach alpha coefficient of 0.798 and OCB was measured with OCB Scale (Podsakoff, 1990) that cronbach alpha coefficient of 0.875. Respondences were 215 employees, which is 115 permanent employees, and 100 nonpermanent employees. Employees working in companies located in Jabodetabek areas and aged 21-55 years old. The result of this study showed that there was a positive significant correlation between attituide towards money and OCB (r=0.192, p<0.05) among permanent employees and there was a positive significant correlation between attitude towards money and OCB (r=0.214, p<0.05) among non-permanent employee. This result means that the higher employee’s attitude towards money is the higher the OCB. Keywords: Attitude towards money; organizational citizenship behavior; helping behavior; extrinsic motives.
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
I.
PENDAHULUAN Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku positif karyawan
yang berada di dalam organisasi. Perilaku OCB adalah bentuk perilaku karyawan yang dilakukan dengan sukarela dan memberikan kontribusi yang lebih di luar pekerjaan formal karyawan diperusahaan. Jika perusahaan memiliki karyawan dengan OCB yang tinggi, maka perusahaan tersebut dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitas perusahaan. OCB adalah sikap membantu yang ditunjukkan oleh anggota organisasi, yang sifatnya konstruktif, dihargai oleh perusahaan tapi tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas individu (Bateman & Organ dalam Steers, Porter, Bigley, 1996). Selain itu, para pakar organisasi menyatakan OCB adalah hal yang penting dalam organisasi, karena pada dasarnya organisasi tidak dapat mengantisipasi seluruh perilaku dalam organisasi hanya dengan mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal (George, 1996). Dengan demikian, pentingnya OCB adalah pada kemampuannya untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kreatifitas organisasi melalui kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi, dan adaptabilitas (Organ, 1988; Podssakoff, MacKenzie; Paine, and Bacharach, 2000). Wilke dan Lanzetta dalam Tang dkk. (2007) mengatakan bahwa social exchange merupakan hal yang paling jelas dan sering dipraktekkan pada motif ekstrinsik dalam perilaku menolong. Social exchange merupakan hubungan timbal balik antara yang memberikan dan menerima bantuan. Dalam konteks organisasi, karyawan akan memberikan tenaga dan waktunya untuk perusahaan, tetapi karyawan sudah mengetahui bahwa pihak perusahaan akan memberikan imbalan yang setimpal dengan apa yang sudah karyawan lakukan, biasanya perusahaan memberikan imbalan dalam bentuk bonus atau insentif yaitu berupa uang. Sejalan dengan penelitian eksperimen yang dilakukan Wright dkk..(1993) menunjukan bahwa “Time is money”, karena individu lebih memilih untuk menghabiskan waktu untuk melakukan pekerjaan dan mendapatkan uang dibandingkan untuk menolong orang lain. Dapat dikatakan bahwa individu melakukan sesuatu karena memiliki alasan tertentu, dalam hal ini berupa uang. Tang (dalam Furham & Argyle, 1998) mengungkapkan sikap terhadap uang adalah perasaan, pikiran, dan tingkah laku seseorang terhadap uang. Perbedaan situasional individu seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, etika kerja, nilai-nilai sosial dan politik, serta agama dapat mempengaruhi bagaimana sikap individu terhadap uang. Uang dikenal sebagai faktor penting untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan dan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
mempunyai dampak yang signifikan terhadap perilaku, performa, dan keefektifan karyawan di dalam organisasi (Gomez-Mejia & Balkin; Lawler; Milkovich & Newman; Opsahl & Dunnette; Whyte; Tang & Gilbert, 1995). Uang mempunyai dampak yang hebat terhadap meningkatnya produktivitas karyawan. Selain itu terdapat penelitian yang menunjukan bahwa dengan melakukan pembayaran terhadap karyawan, produktivitas dapat meningkat secara drastis bahkan dapat meningkat lebih dari 100% di bawah situasi tertentu dan dapat bertahan diwaktu yang lama (Wagner dkk., 1988; Tang & Gilbert, 1995). Saat ini di Indonesia, semenjak diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan (UUK), tenaga kerja outsourcing semakin menjamur. Selain tenaga outsourcing, sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan sistem karyawan kontrak dibandingkan dengan sistem karyawan tetap. Dengan menggunakan kedua sistem tersebut sebagai karyawan tidak tetap di perusahaan, perusahaan tidak perlu dipusingkan dengan sistem karir, penggajian, pensiun/ pesangon, dan lain sebagainya terkait dengan manajemen SDM (sumber: http://www.pajak.go.id). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian AKATIGA4 mengenai praktik kerja outsourcing di industri metal pada tahun 2010, gaji outsourcing yang lebih rendah 26% untuk jenis kerja yang sama dari karyawan tetap. Perbedaan status yang dihadapi oleh karyawan dapat menimbulkan job insecurity pada karyawan tidak tetap. Hal tersebut dapat terjadi karena sewaktu-waktu perusahaan dapat memutuskan kontrak dan mengakibatkan karyawan kehilangan gaji mereka. Gaji adalah suatu balasan upah yang diterima setelah seseorang bekerja. Upah atau gaji yang didapatkan oleh karyawan di Indonesia biasanya berupa uang. Reisel, Probst, Chia, Maloles, dan Konig (2010) menyatakan job insecurity merupakan sumber dari ketidakpuasan kerja, emosi negatif, dan berkaitan dengan pola perilaku yang dapat mengurangi hal positif yaitu OCB. OCB merupakan perilaku sukarela yang dilakukan secara berulang-ulang dapat berkontribusi signifikan terhadap perusahaan, karena hal tersebut sangat disayangkan apabila karyawan tidak melakukan OCB. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian mengenai job insecurity yang dilakukan di Australia oleh Reisel dkk (2010) yang mengaitkan dengan OCB pada guru tetap dan guru kontrak. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa job insecurity merupakan salah satu prediktor dalam melakukan OCB. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa OCB lebih kuat terkait kepada job insecurity pada guru kontrak dibandingkan dengan guru tetap (Feather & Raute; Reisel dkk, 2010). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa karyawan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
kontrak melakukan OCB untuk menjaga posisi dan hal yang didapatkan oleh mereka (Reisel dkk, 2010) agar tetap mendapatkan uang. Secara tidak langsung dikatakan bahwa status karyawan di organisasi merupakan salah satu faktor dari individu melakukan perilaku OCB. Wright dkk. (1993) menunjukkan bahwa individu yang sudah mempunyai tujuan dan sudah dibayar untuk mencapai tujuan tersebut cenderung memiliki perilaku menolong yang rendah. Selain itu, ketika individu sedang berada dibawah tekanan, beberapa individu mungkin melupakan untuk berperilaku menolong (Darley& Batson; Tang dkk, 2007) untuk mendapatkan keuntungan yang nyata ataupun tidak. Dengan demikian, Tang (2007) berpendapat sikap seseorang terhadap uang mungkin berdampak pada perilaku menolong. Tang (2007) mengungkapkan bahwa sikap akan memprediksi perilaku dengan efektif ketika terdapat kesesuaian antara sikap dan perilaku. Pada konteks organisasi, perilaku menolong atau altruism merupakan salah satu bagian dari OCB, karena itu peneliti menduga bahwa tidak hanya satu bagian dari OCB saja yang memiliki keterkaitan terhadap uang, tetapi perilaku OCB secara menyeluruh memiliki keterkaitan dengan sikap terhadap uang. Pada konteks industri dan organisasi, peneliti menduga bahwa sikap terhadap uang pada karyawan yang berstatus tetap dan karyawan yang berstatus tidak tetap dapat berbeda dalam melakukan OCB karena terdapat perbedaan gaji yang cukup signifikan walaupun berada pada posisi/ jabatan yang sama. Dengan perbedaan situasi dan kondisi ekonomi yang dialami oleh karyawan tetap dan tidak tetap yang sudah peneliti bahas diatas dapat membentuk sikap karyawan, sehingga dapat membentuk perilaku karyawan di perusahaan. Sejalan dengan Tang (2007) mengungkapkan bahwa sikap akan memprediksi perilaku dengan efektif ketika terdapat kesesuaian antara sikap dan perilaku. Situasi dan kondisi ekonomi karyawan dapat menjadi tekanan bagi karyawan, tekanan yang dialami oleh karyawan dapat mempengaruhi perilaku karyawan di perusahaan salah satunya adalah OCB, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Darley& Batson (1973) dalam Tang (2007) bahwa apabila individu berada di bawah tekanan dapat membentuk perilaku individu tersebut. Peneliti menduga demikian karena uang merupakan motivator yang kuat untuk banyak orang (e.g., Stajkovic& Luthans, 2001; Tang dkk.,2008) dan dapat mengubah perilaku individu. Selain itu Locke dkk dalam Tang dkk.(2008) mengungkapkan tidak ada teknik atau motivasi yang efektif selain semakin dekat dengan uang untuk meningkatkan kinerja karyawan di organisasi. Dari yang sudah dijelaskan di atas, sikap karyawan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
terhadap uang dan OCB menarik perhatian peneliti untuk melakukan studi mengenai hubungan antara sikap terhadap uang dan OCB pada karyawan di perusahaan. 2. TINJAUAN TEORITIS Sikap Terhadap Uang. Tang (dalam Furnham & Argyle, 1998) mengungkapkan sikap terhadap uang adalah perasaan, pikiran, dan tingkah laku seseorang terhadap uang. Tang (1992) mengidentifikasi terdapat 3 faktor yang mempengaruhi sikap terhadap uang, yaitu: (1) success, (2) evil, dan (3) budget. Ketiga faktor tersebut dikategorikan menjadi 3 komponen, yaitu: (1) komponen afektif, (2) komponen kognitif, dan (3) komponen behavioral. Perbedaan seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, etika kerja, nilai-nilai sosial dan politik, serta agama mempengaruhi bagaimana sikap seseorang terhadap uang (Tang, 1992). Selain itu Furnham (1984, dalam Furnham & Argyle, 1998) menyatakan bahwa tingkat pendidikan juga mempengaruhi sikap individu terhadap uang. Lingkungan ekonomi dan budaya (Furnham & Argyle, 1998) juga memiliki peran penting dalam sikap terhadap uang individu. Selain itu, self-esteem Rosenberg (1965) dan kebutuhan akan pencapaian (Steers & Braunstein, 1976) juga memiliki hubungan dengan sikap terhadap uang. Menurut Tang (1992), perbedaan seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, etika kerja, nilai-nilai sosial dan politik, serta agama mempengaruhi bagaimana sikap seseorang terhadap uang. Berdasarkan hasil penelitian Tang (1992), semakin tinggi usia seseorang dan semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin positif sikap terhadap uang yang dimilikinya. Selain itu Furnham (1984, dalam Furnham & Argyle, 1998) menyatakan bahwa tingkat pendidikan juga mempengaruhi sikap individu terhadap uang. Lingkungan ekonomi dan budaya (Furnham & Argyle, 1998) juga memiliki peran penting dalam sikap terhadap uang individu. Selain itu self-esteem Rosenberg (1965) dan kebutuhan akan pencapaian (Steers & Braunstein, 1976) juga memiliki hubungan dengan sikap terhadap uang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan short MES yang berjumlah 12 item. Organizational Citizenship Behavior (OCB). Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah sikap membantu yang ditunjukkan oleh anggota organisasi, yang sifatnya konstruktif, dihargai oleh perusahaan tapi tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas individu (Bateman & Organ dalam Steers, Porter, Bigley, 1996). Menurut Organ (1988), OCB merupakan bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengansistem reward formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Netemeyer dkk. dalam Worhies dkk. (2006)
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
menunjukan bahwa konstruk OCB masih terus berkembang hingga sekarang dan menampilkan OCB sebagai : (1) perilaku yang dilakukan karyawan diluar kewajibannya di perusahaan, (2) perilaku yang merupakan kebebasan karyawan, (3) Perilaku yang dilakukan karyawan yang tidak secara lagsung mendapatkan reward dari perusahaan, dan (4) perilaku yang penting untuk menunjang keefektifan dan kesuksesan perusahaan. OCB dibagi menjadi 5 dimensi oleh Organ (1998). Kelima dimensi tersebut adalah altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan civic virtue. Altruism (penolong) merupakan perilaku sukarela yang dilakukan individu yang mengarah langsung kepada individu tertentu untuk menolong individu lain, biasanya rekan kerja. Conscientiousness (kepatuhan) merupakan peran perilaku yang baik dan mengerjakan pekerjaannya diluar tingkat minimum karyawan tersebut (Organ, 1988 dalam Howell dkk, 2010). Melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan-peraturan perusahaan, berinisatif untuk meningkatkan kinerjanya, selalu tepat waktu dalam bekerja.
Sportmanship (sportivitas) adalah perilaku untuk
menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang muncul tanpa mengeluh. Sportmanship mengacu pada perilaku yang tidak mengeluh terhadap hal-hal yang kecil, bertahan pada ketidaknyamanan kondisi kerja, menjaga sikap positif walaupun berada pada keadaan yang sulit, dan bersedia untuk mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan kelompok (Organ, 1988; Podsakoff dkk, 2000; Howell dkk, 2010). Courtesy (sopan santun) adalah perilaku membantu teman kerja dalam mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberikan konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka. Terakhir, civic virtue (kepedulian) adalah perilaku yang menggambarkan bentuk dari tanggung jawab, keterlibatan dalam kegiatankegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi. Organ, Podsakoff, dan MacKanzie (2006) mengungkapkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu perbedaan individu, sikap kerja, dan faktor-faktor kontekstual. Pengukuran yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan alat ukur OCB Scale yang dikembangkan oleh Podsakoff dkk. (1990) berdasarkan Organ (1988) yang terdiri dari 5 dimensi yaitu: (1) altruism, (2) conscientiousness, (3) sportmanship, (4) courtesy, dan (5) civic virtue. Alat ukur OCB berjumlah 24 item yang sudah mewakili 5 item tersebut. Karyawan. Karyawan adalah seseorang yang bekerja untuk orang lain dengan imbalan kompensasi finansial atau lainnya. Selain itu, dikatakan juga karyawan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
merupakan seseorang yang bekerja dibawah kontrak secara tersirat maupun terusat, lisan atau tertulis, dimana atasan memilki kekuasaan atau hak untuk mengendalikan dan mengarahkan para karyawan dalam rincian mengenai bagaimana pekerjaan yang harus dilakukan oleh karyawan (Muhl, 2002). Karyawan terbagi menjadi dua jenis, yaitu white collar dan blue collar. White collar merujuk pada tenaga kerja non-manual, seperti supervisor, clerks, para profesional, dan senior manager. Sebagian ilmuwan menyepakati bahwa white collar merupakan tenaga kerja yang memiliki ilmu pengetahuan yang baik (Hoop, Iravani & Liu, 2006). Sedangkan blue collar merujuk pada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berulang-ulang dengan tangan mereka, menggunakan kemampuan fisik, dan membutuhkan energi mereka. Contoh pekerja blue collar seperti buruh, mekanik, pekerja besi konstruksi, pekerja bangunan, dan sebagainya (U.S Department of Labor, 2008). Status karyawan di Indonesia umumnya terbagi menjadi dua, yaitu karyawan berstatus tetap dan karyawan berstatus tidak tetap. Karyawan dengan status tetap adalah karawan yang bekerja disuatu badan perusahaan secara tetap berdasarkan surat keputusan. Sedangkan karyawan tidak tetap adalah karyawan lepas, yang dimaksud oleh karyawan lepas adalah karyawan yang bekerja berdasarkan kontrak kerja dalam waktu tertentu. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini berdasarkan inquiry mode-nya, penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Berdasarkan aplikasinya, tipe penelitian yang peneliti gunakan adalah applied research. Hal ini dikarenakan hasil dari penelitian ini dapat digunakan pada ranah organisasi. Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian korelasional. Dikatakan korelasional karena di sini peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara variabel satu yaitu sikap terhadap uang dengan variabel kedua yaitu organizational citizenship behavior. Selanjutnya berdasarkan metode pengumpulan datanya, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena peneliti menggunakan skor yang didapat dari masing-masing alat ukur untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kedua variabel yang diteliti. Ada tiga perspektif berbeda yang dapat digunakan untuk membagi desain penelitian yaitu, berdasarkan number of contact, reference periode, dan nature of investigation (Kumar, 2005). Berdasarkan number of contacts maka penelitian ini tergolong cross-sectional study, karena peneliti hanya melakukan satu kali pengambilan data dari setiap responden. Alasan penggunaan desain
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
ini adalah karena peneliti tidak perlu untuk melihat perubahan perilaku dari responden, maka satu kali pengambilan data dianggap sesuai. Berdasarkan reference period, penelitian ini merupakan penelitian prospective. Dikatakan prospective karena pada penelitian ini, data yang hendak diolah dikumpulkan dari responden ketika penelitian dilangsungkan. Peneliti hanya menggunakan skor yang peneliti dapat dari pengumpulan data untuk melihat ada tidaknya hubungan di antara variabel yang diteliti. Berdasarkan nature of investigation maka penelitian ini tergolong non-experimental. Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek penelitian. Responden Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan di perusahaan yang berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang berstatus karyawan tetap dan tidak tetap di perusahaan responden bekerja. Terdapat tiga karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Yang pertama adalah responden merupakan karyawan yang termasuk kategori karyawan white collar. Karakteristik kedua adalah respondensaat ini berstatus sebagai karyawan tetap ataupun karyawan tidak tetap (karyawan kontrak atau karyawan outsourcing) di perusahaan dimana mereka saat ini bekerja. Selain itu karakteristik karyawan berusia 21-55 tahun. Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel Proses pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, yang berarti tidak seluruh individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian (Kumar, 2005). Teknik nonprobability sampling yang dilakukan adalah accidental sampling, yaitu teknik pemilihan sampel yang sesuai dengan individu tersedia atau yang cenderung mudah untuk diperoleh. Jumlah Sampel Pada uji coba alat ukur, data diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh 30 responden. Jumlah sampel tersebut sesuai dengan pernyataan dari Gravetter dan Wallnau (2007) bahwa untuk mencapai distribusi data yang mendekati kurva normal, diperlukan sampel minimal sebanyak 30 orang. Selanjutnya, untuk pengambilan data, peneliti menargetkan sampel sebanyak 150 orang yang terdiri dari 75 karyawan tetap dan 75
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
karyawan tidak tetap. Kuesioner disebarkan secara langsung kepada 150 responden dengan karakteristik yang sesuai. Instrumen Penelitian Menurut Kumar (2005), terdapat beberapa cara untuk mengumpulkan data melalui sumber primer. Cara yang dapat dilakukan adalah melalui observasi, wawancara, dan kuesioner. Peneliti memilih untuk menggunakan teknik pengambilan data melalui kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada responden dengan karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada tahap uji keterbacaan dan uji coba alat ukur, peneliti menggunakan kuesioner yang dicetak hard copy dan disebarkan secara langsung. Alasan penggunaan kuesioner pada tahap ini karena peneliti mengharapkan mendapatkan umpan balik dari responden mengenai kuesioner yang disebarkan oleh peneliti nantinya. Alat Ukur Short MES Peneliti menggunakan alat ukur short MES yang dikembangkan oleh Tang (1992) untuk mengukur konstruk sikap terhadap uang. Alat ukur ini terdiri dari 12 item yang dibagi dalam 3 faktor yaitu, success, budget, dan evil. Alat ukur yang disertakan dalam kuesioner adalah alat ukur short MES oleh Tang (1992), dan alat ukur OCB Scale oleh Organ (1988). Kedua alat ukur tersebut digabungkan menjadi satu rangkaian pengukuran bersamaan dengan instruksi untuk mengisi kuesioner. Berikut penjabaran mengenai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam menentukan metode skoring alat ukur short MES, peneliti memilih untuk menggunakan skala likert 1-4 pada alat ukur short MES yang di wakili dengan pilihan sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S) dan sangat setuju (SS). Reliabilitas alat ukur short MES dalam penelitian ini secara kesuluruhan dapat dikatakan konsisten secara internal dengan nilai α = 0.798 Alat Ukur OCB-Scale Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku inisiatif yang dilakukan oleh karyawan adalah alat ukur OCB Scale yang dikembangkan oleh Podsakoff dkk. (1990) berdasarkan Organ (1988). Alat ukur ini berjumlah 24 item yang terdiri dari dari 5 dimensi yaitu counscientiousness, sportmanship, civic virtue, courtesy, dan altruism. Asalnya, Organ (1988) menggunakan skala Likert 1-7 pada alat ukur OCB, yaitu dari “strongly disagree” hingga “strongly agree”. Kemudian
skala sikap tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi “sangat tidak setuju(STS)” hingga
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
“sangat setuju (SS)”. Peneliti memutuskan untuk melakukan modifikasi metode skoring OCB scale dengan merubah skala menjadi 1-4. STS menunjukan bahwa responden sangat setuju dengan pernyataan, TS menunjukkan apabila responden tidak setuju dengan pernyataan, S menunjukan apabila responden setuju dengan pernyataan, dan SS menunjukan apabila responden sangat setuju dengan pernyataan dari setiap item. Reliabilitas alat ukur organizational citizenship behavior secara keseluruhan dapat dikatakan konsisten secara internal dengan nilai α = 0.875. Tahap Pengolahan Data Setelah data terkumpul, pertama-tama peneliti memeriksa kelengkapan data dari setiap responden. Responden yang tidak mengisi data secara lengkap akan dieliminasi. Kemudian dilakukan penyekoran terhadap kedua alat ukur dengan bantuan program Microsoft Excel. Setelahnya, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics. Metode Pengolahan Data Berikut merupakan metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini: a. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data gambaran umum responden seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status perkawinan, jumlah tanggungan, masa kerja diperusahaan saat ini, status karyawan, jabatan, pendapatan perbulan, dan pengeluaran perbulan. Teknik ini juga digunakan untuk melihat gambaran umum mengenai karakteristik dari sampel berdasarkan frekuensi, nilai rata-rata atau mean, modus, dan persentase dari skor individu. b. Pearson Correlation Teknik Pearson correlation digunakan untuk mengetahui besar dan arah hubungan dari dua variabel (Graveter & Wallnau, 2007). Pada penelitian ini, variabel yang dikorelasikan adalah sikap terhadap uang dan organizational citizenship behavior. Menurut Guilford dan Fruchter (1978), nilai koefisiensi Pearson dikelompokkan menjadi lima kelompok berdasarkan kuat atau lemahnya hubungan antar dua variabel: • r < 0.2 • 0.2 < r < 0.4 • 0.4 < r < 0.7
à korelasi antar kedua variabel sangat lemah à korelasi antar kedua variabel lemah à korelasi antar kedua variabel sedang
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
• 0.7 < r < 0.9 • 0.9 < r < 1
à korelasi antar kedua variabel kuat à korelasi antar kedua variabel sangat kuat
c. Independent Sample t-test Independent sample t-test dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan mean antara dua populasi atau kondisi perlakuan yang berbeda (Gravetter & Wallnau, 2007). Pengujian ini dilakukan sebagai analasis tambahan yang dilakukan dalam melihat perbedaan nilai mean variabel sikap terhadap uang dan OCB berdasarkan status karyawan, dan jenis kelamin. d. One-Way Analysis of Variance (ANOVA) Teknik ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih sebagai satu variabel terhadap variabel yang lain. Teknik ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean sikap terhadap uang dan OCB ditinjau dari pendapatan perbulan dan jabatan karyawan. 4. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Responden Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai karakteristik. Gambaran umum subjek penelitian yang dijabarkan adalah usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status perkawinan, masa kerja diperusahaan saat ini, status karyawan, jabatan, dan pendapatan perbulan. Jumlah responden dalam penelitian ini 215 orang. Berikut merupakan perhitungan data frekuensi yang diperoleh melalui data: Tabel 4.1 Data Demografi Responden Penelitian Data Demografi Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
Jumlah 120 95
Proporsi(%) 55.8 44.2
Usia
21-24 25-35 35-55
120 57 38
55.8 26.5 17.7
Pendidikan Terakhir
SMA/SMK D1 D3 S1 S2
36 1 12 144 22
16,7 0,5 5,6 67 10,2
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Data Demografi Lama Bekerja
< 1 tahun 1 – 3 tahun 3 – 5 tahun 5 – 10 tahun >10 tahun
Jumlah 92 67 17 11 28
Proporsi(%) 42.8 31.2 7.9 5.1 13
Tetap Tidak Tetap
115 100
53.5 46.5
Staff Lainnya
84 16
84 16
Karyawan Tidak Tetap
Direksi Senior Manager Junior Manager Supervisor Staff Lainnya
2 4 13 16 73 7
1.7 22.6 11.3 13.9 63.5 7
Pendapatan per bulan
Rp7.000.000
16 48 48 29 74
7.4 23.3 22.3 13.5 34.4
Status Karyawan Jabatan Karyawan Tetap
Analisis Utama Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap uang dan organizational citizenship behavior (OCB) dari 115 karyawan tetap dan 100 karyawan tidak tetap, peneliti menggunakan teknik pearson correlation. Berikut hasil perhitungan yang telah dilakukan: Tabel 4.6 Hasil Korelasi Variabel Sikap Terhadap Uang dan OCB Variabel R Sikap Terhadap Uang dan 0.192 Organizational Citizenhip Behavior pada Karyawan Tetap Sikap Terhadap Uang dan 0.214 Organizational Citizenhip Behavior pada Karyawan Tidak Tetap *Signifikan pada p < 0.05 (2-tailed)
Sig (p) 0.040*
r² 0.03 686 4
0.032*
0.04 579 6
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan pearson product moment, diperoleh koefisien korelasi sebesar r = 0.192, dengan p < 0.05 (2-tailed). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis null ditolak dan hipotesis alternatif diterima,
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
sehingga diinterpretasikan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB pada karyawan tetap. Selain itu diperoleh koefisien korelasi sebesar r = 0.214, dengan p < 0.05 (2-tailed). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis null ditolak dan hipotesis alternatif diterima, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB pada karyawan tidak tetap. Koefisien korelasi yang positif menunjukan bahwa sikap terhadap uang dan OCB memiliki arah hubungan yang positif. Maka, semakin tinggi sikap terhadap uang seseorang maka semakin tinggi pula intensinya dalam melakukan OCB di perusahaan tempat mereka bekerja Hasil dari coefficient of determinant atau r2 = 0.036864 menunjukkan bahwa sebanyak 3.68% variasi skor OCB dapat dijelaskan dari sikap terhadap uang subjek. Dapat dikatakan juga bahwa 96.32% dari OCB dijelaskan karena faktor lain selain sikap terhadap uang. Pada karyawan tidak tetap, hasil dari coefficient of determinant atau r2 = 0.045796 menunjukkan bahwa sebanyak 4.57% variasi skor OCB dapat dijelaskan dari
sikap terhadap uang subjek. Dapat dikatakan juga bahwa 95.43% dari OCB subjek dijelaskan oleh faktor lain selain sikap terhadap uang. Berdasarkan pernyataan Guilford dan Fruchter (1978) mengenai kuat atau lemahnya nilai koefisiensi Pearson, korelasi sebesar r= 0.192 diartikan memiliki hubungan yang lemah antara dua variabel. Jika ditinjau berdasarkan nilai koefisien korelasinya, korelasi antara sikap terhadap uang dan OCB pada responden berstatus karyawan tidak tetap lebih tinggi 0.008 poin dibandingkan karyawan tetap. Selain itu, peneliti melakukan analisis mengenai hubungan antara masing-masing faktor sikap terhadap uang dan OCB. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson antara masing-masing faktor sikap terhadap uang dan OCB responden. Berikut penjabaran hasil perhitungan yang telah dilakukan: Tabel 4.7 Hasil Korelasi Faktor- Faktor Sikap Terhadap Uang dan OCB Faktor R Sig (p) Success 0.147 0.031* Budget
0.009
0.892
Evil
0.228
0.001**
** Signifikan pada p<0.01 (2-tailed) *Signifikan pada p < 0.05 (2-tailed)
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
r² 0.02160 9 0.00008 1 0.05198 4
Berdasarkan tabel 4.7, dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor sikap terhadap uang yang memiliki korelasi signifikan dengan skor OCB yaitu faktor success dan faktor evil. Faktor success memiliki korelasi signifikan dengan skor OCB pada p < 0.05 (2-tailed) dengan nilai r= 0.147 dan mampu menjelaskan 2.1% dari variasi skor OCB. Faktor evil memiliki korelasi yang signifikan dengan skor OCB pada p< 0.01 (2-tailed) dengan nilai r= 0.228 dan mampu menjelaskan 5.1% dari variasi skor OCB. Hasil korelasi sikap terhadap uang dan OCB memiliki koefisien korelasi yang positif menunjukan bahwa faktor- faktor sikap terhadap uang dan OCB memiliki arah hubungan yang positif. Maka, semakin tinggi faktor-faktor sikap terhadap uang seseorang maka semakin tinggi pula intensinya dalam melakukan OCB di perusahaan tempat mereka bekerja. Berdasarkan penggolongan kuat atau lemahnya hubungan variabel oleh Guilford dan Fruchter (1978), skor korelasi faktor success dan OCB adalah 0.147, hal ini menunjukkan faktor success memiliki hubungan yang sangat lemah dengan OCB. Sedangkan faktor evil memiliki hubungan yang
lemah dengan OCB, dengan skor
korelasi sebesar 0.228 untuk faktor evil. 5. PEMBAHASAN Kesimpulan Hasil penelitian dan analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap uang dan organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan tetap dan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap uang dan organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan tidak tetap. Diskusi Pada analisis utama ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pearson’s product moment correlation, terdapat hubungan yang positif secara signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB pada 115 karyawan tetap, dan terdapat hubungan yang positif secara signifikan antara sikap terhadap uang dan OCB pada 100 karyawan tidak tetap. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi sikap terhadap uang maka akan semakin tinggi pula OCB-nya. Maka, semakin tinggi sikap terhadap uang seorang karyawan akan meningkatkan perilaku OCB pada perusahaan dimana tempat mereka bekerja. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Stajkovic dan Luthans (2001;
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Tang dkk, 2008) bahwa uang merupakan motivasi yang kuat untuk banyak orang dan dapat merubah perilaku individu, dan individu memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerja di organisasi selain semakin dekat dengan uang (Locke dkk., 1980, p.381; Tang dkk., 2008). Maka, dapat disimpulkan bahwa individu dengan sikap terhadap uang yang tinggi cenderung memiliki OCB yang tinggi pula pada perusahaan dimana individu bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan antara sikap terhadap uang dan OCB dengan kekuatan korelasi yang rendah pada karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, sikap terhadap uang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan hasil perhitungan coefficient of determination pada karyawan tetap, 3.68% variasi skor OCB dapat dijelaskan dari sikap terhadap uang subjek, dan sekitar 96.32% dari OCB seseorang yang dijelaskan karena oleh faktor selain sikap terhadap uang. Sedangkan pada karyawan tidak tetap, 4.57% variasi skor OCB dapat dijelaskan dari sikap terhadap uang subjek, dan sekitar 95.43% dari OCB seseorang dapat dijelaskan karena faktor lain sikap terhadap uang. Jika ditinjau berdasarkan nilai koefisien korelasinya, korelasi antara sikap terhadap uang dan OCB pada responden berstatus karyawan tidak tetap lebih tinggi sebanyak 0.008 poin. Karyawan tidak tetap cenderung mempunyai gaji yang jauh lebih rendah dibandingkan karyawan tetap. Seperti yang dikatakan oleh Tang (2007) bahwa individu yang memiliki pendapatan yang rendah cenderung memiliki kecintaan uang yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki pendapatan yang tinggi. Selanjutnya, Tang (2007) menyatakan bahwa kecintaan terhadap uang berhubungan positif dengan motif ekstrinsik dan motif ekstrinsik berhubungan kuat dengan perilaku menolong. Perilaku menolong merupakan salah satu bagian dari OCB. Dalam penelitian ini telah membuktikan bahwa OCB secara keseluruhan telah mempunyai hubungan yang positif dengan sikap terhadap uang, tidak hanya satu bagian saja yaitu perilaku menolong atau altruism. Selanjutnya, dengan perbedaan situasi dan kondisi ekonomi yang dialami oleh karyawan tetap dan tidak tetap terutama mengenai pendapatan karyawan yang berbeda dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap uang. Karena dengan tekanan ekonomi yang dialami oleh karyawan dapat membuat karyawan untuk mencari kesempatan untuk tampil di perusahaan dengan OCB sehingga mendapatkan uang atau berbagai keuntungan, bukan berdasarkan motif intrinsik karyawan. Selanjutnya, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi OCB yaitu kepuasan kerja, motivasi, insentif yang kuat, dan situasi ditempat kerja (Organ, Podsakoff, dan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
McKanzie, 2006). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2008) motivasi berpengaruh positif terhadap OCB karyawan kontrak. Tang (1992) juga mengungkapkan bahwa usia, jenis kelamin, penghasilan, etika kerja, nilai-nilai sosial, politik dan agama mempengaruhi bagaimana sikap seseorang terhadap uang. Selain itu Furnham (1984, dalam Furnham dan Argyle, 1998) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap terhadap uang seseorang. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat faktor-faktor lain yang juga memiliki pengaruh pada hubungan antara sikap terhadap uang dan OCB. Selain itu, peneliti juga melakukan analisis terkait dengan faktor-faktor dari sikap terhadap uang yang dihubungkan dengan skor total OCB. Hasil analisis menunjukkan bahwa dua faktor sikap terhadap uang memiliki hubungan yang signifikan dengan kontrol diri, yaitu faktor success dan evil. Nilai korelasi antara faktor success dengan OCB sebesar 0.147. Nilai tersebut menunjukan arah hubungan yang positif antara faktor success dari sikap terhadap uang dengan skor total OCB. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi skor pada faktor success menunjukan semakin tinggi OCB yang dilakukan oleh individu. Individu yang memiliki skor yang tinggi pada faktor success menganggap bahwa uang merupakan hal yang baik, uang menunjukkan kekuasaan, uang membantu individu untuk mengekspresikan kompetensi dan kemampuan mereka serta membantu memperoleh selfesteem dan rasa hormat dari orang lain, serta banyaknya uang menunjukkan pencapaian dan kesuksesan seseorang. Skor pada faktor success yang tinggi juga menunjukkan bahwa uang membantu individu untuk mengekspresikan kompetensi dan kemampuan mereka serta membantu memperoleh self-esteem dan rasa hormat dari orang lain (Tang, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa skor pada faktor success yang semakin tinggi menunjukkan keinginan untuk mencapai self-esteem individu yang semakin tinggi. Dapat dikatakan dengan karyawan melakukan OCB, karyawan dapat meningkatkan self-esteem nya dengan membantu karyawan lain, atau menonjolkan diri diperusahaan. Hal ini menujukan merupakan salah satu motif ekstrinsik dari karyawan dalam melakukan OCB. Selain itu terdapat faktor evil yang memiliki hubungan dengan OCB. Berdasarkan teori dijelaskan bahwa faktor evil merupakan representasi sikap negatif seseorang terhadap uang (Tang, 1992). Semakin tinggi skor faktor evil seseorang pada alat ukur Money Ethic Scale, maka semakin negatif sikapnya terhadap uang. Individu tersebut cenderung melihat uang sebagai sesuatu yang buruk, tidak berguna, dan merupakan sumber kejahatan. Namun demikian, item pada faktor evil merupakan item reversed,
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
sehingga hasil skor menunjukkan bahwa skor faktor evil yang tinggi menunjukkan bahwa individu tersebut tidak menganggap uang sebagai suatu hal yang buruk. Dengan demikian skor pada faktor evil yang tinggi menunjukkan sikap terhadap uang yang positif. Oleh karena itu, ditemukan faktor evil memiliki korelasi yang signifikan dengan OCB. 6. SARAN Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Saran yang diberikan berupa saran metodologis dan saran praktis Saran Metodologis 1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih diperhatikan penyebaran data demografisnya supaya lebih merata, karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Misalnya, jumlah responden karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. 2. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, data kontrol demografis dapat ditambahkan jenis perusahaan karyawan bekerja. Misalnya, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta untuk melihat perbedaan karyawan di kedua perusahaan tersebut. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara sikap terhadap uang dan OCB pada karyawan tidak tetap menunjukkan tingkat korelasi lebih tinggi dibandingkan karyawan tetap. Pada penelitian selanjutnya dapat membahas lebih spesifik mengenai sikap terhadap uang dan OCB dengan membahas lebih lanjut lagi faktor-faktor apa yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. 4. Berdasarkan teori, sikap terhadap uang memiliki beberapa faktor didalamnya. Pada penelitian selanjutnya dapat membahas lebih spesifik mengenai analisis hubungan dari setiap faktor dari sikap terhadap uang untuk penelitian selanjutnya mengenai sikap terhadap uang dan OCB. Saran Praktis Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap terhadap uang memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB pada karyawan tetap dan karyawan tidak tetap di perusahaan. Berdasarkan teori, kepuasan kerja merupakan salah satu faktor karyawan untuk melakukan OCB. Sebaiknya, bagian Human Resource Development (HRD) di perusahaan melakukan survey setiap tahun mengenai kepuasan kerja karyawan. Dengan
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
demikian, pihak HRD dapat mengetahui tingkat kepuasan kerja karyawan yang bekerja perusahaan dan dapat merancang strategi untuk terus meningkatkan kepuasan kerja karyawan sehingga dapat memotivasi karyawan dalam melakukan OCB.
Daftar Pustaka Deckop, J. R., R. Mangel and C. C. Cirka: 1999, ‘Getting More Than You Pay for : Organizational Citizenship Behavior and Pay-for-Performance Plans’, Academy of Management Journal 42(4), 420–428. Eagly, A. H., & Chaiken, S. (1993). The Psychology of Attitudes. Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich. Furnham, A. (1984). Many sides of the coin: The psychology of money usage. Personality and Individual Differences, 5, 95-103. Furham& Argyle. 1998. The Psychology of Money. New York: Routledge George, J.M. (1996). Group affective tone. in West, M.A. (Ed.), Handbook of Work Group Psychology. New York: Wiley. Gravetter, F.J & Walnau, L. B. (2007). Essential of statistics for the behavioral sciences 6th Ed. USA: Thomson Wadsworth Guilford, J.P & Fruchter. (1978). Fundamental Statistic in Psychology and Education, 6th Ed. New York: McGraw-Hill Hartono. (2013). Dilema Karyawan Outsourcing dan Kontrak. Diakses pada 23 September 2014 pukul 16.00 WIB di http://www.pajak.go.id/ Hopp, W., Iravani, S. dan Liu, F. (2009). Managing White-Collar Work: An Operation: Survey. Vol. 18, No. 1, January–February 2009, pp. 1–32 Howell dkk. (2010). Five dimension of organizational citizenship Behavior: Comparing antecedents and levels of engagement in China and the US, Asia Pac J Manag (2013) 30:115–147 Hui, C., S. S. K. Lam & K. K. S. Law. (2000). Instrumental Values of Organizational Citizenship Behavior for Promotion: A Field Quasi-Experiment. Journal of Applied Psychology 85, 822–828 Kinnunen, U., Mauno, S., Natti, J. dan Happonen, M. (2000). Organizational Antecedents and Outcomes of Job insecurity: S Longitudinal Study in Three Organizations in Finland, Journal of Organizational Behavior, 21:443-459.
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step uide for beginners. London: SAGE Publications Luthans, Fred. (1997). Organizational Behavior. Third Edition; The Mc.Graw-Hill Companies Inc; New York Lovell, S.E dkk. (1999). Does Gender Affect The Link between Organizational Citizenship Behavior and Preference Evaluation?, Sex roles, Vol. 41: 469-478 Morrison, E. W. (1994). Role Definition and Organizational Citizenship Behavior, Academic Management Journal December 1, 1994 vol. 37 no. 6 1543-156. Muhl, Charles J. (2002). What is an Employee?. Monthly Labor Review, 2002 Nunnaly, J.C & Bernstein, I.H. (1994). Psychometric Theory (3rd edition). New York: McGraw-Hill. Organ, D.W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexyton Books. Organ, D.W, Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B.(2006). Organizational Citizenship Behavior: Its Nature, Antecendents, and Consequences. United Kingdom: Sage Publications Paramita, Ratna A. (2008). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi OCB Pegawai Kontrak. Tesis pada program magister manajemen Universitas Dipenogoro Semarang Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B. and Bacharach, D.G. (2000). Organizational citizenship behaviors: a critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management, Vol. 26, pp. 513-63. Podsakoff, P.M., MacKenzie, Scott. B., Moorman, Robert H., dan Fetter, Richard. (1990). Transformational Leaders Behaviors and their effects on Followers Trust on leaders, Satisfaction, Organizational Citizenship Behavior. Leadership Quarterly, Vol.1 No.2 Purba& Seniati. (2004). Pengaruh Kepribadian Dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenzhip Behavior. Makara Sosial Humaniora, Vol. 8, No. 3, Desember 2004: 105-111 Reisel, W. D., Probst, T. M., Chia, S-L., Maloles, C. M., & König, C. J. (2010). The effects of job insecurity on job satisfaction, organizational citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International Studies of Management and Organization, 40(1), 74-91.
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Rosenberg, M. (1965). Society and the Adolescent Self-Image. Princeton, NJ: Princeton University Press. Rosenblatt, Z., dan Ruvio, A., (1996), “A Test of Multidimensional Model of Job insecurity: The Case of Israeli Teachers”, Journal of Organizational Behavior, 17:587-605. Sabri, Mohamad dkk.(2006). Attitudes, Values, and Belief Towards Money: Gender and Working Sector Comparison. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 14(2): 121-130 Sarwono & Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Steers, R. M., & Braunstein, D. N. (1976). A behaviorally-based measure of manifest needs in work settings. Journal of Vocational Behavior, 9, 251-266. Steers, R.M., L.W. Porter. & G.A. Bigley. (1996). Motivation and leadership at work. New York: McGraw-Hill. Tang, T. L. P. (1995). The development of a short money ethic scale: attitudes toward money and pay satisfaction revisited. Person Individual Differences, 19(6), 809816. Tang, T. L. P & Gilbert. (1995). Attitudes Toward Money As Related To Intrinsic And Extrinsic Job Satisfaction, Stress And Work-Related Attitudes. Person individual differences Vol. 19. No. 3. Pp. 327-332. Tang, T. L . P dkk. (2007).To Help or Not to Help? The Good Samaritan Effect and the Love of Money on Helping Behavior. Journal of Business Ethics (2008) 82:865– 887 Worhies dkk. (2006). Driving Organizational Citizenship Behaviors and Sales person InRole Behavior Performance: The Role of Management Control and Perceiverd Organizational Support. Journal of the Academy of Marketing Science. Volume 34, No. 2, pages 244-262. Wright, P. M., J. M. George, S. R. Farnsworth& G. C. McMahan.(1993). Productivity and Extra-Role Behavior: The Effects of Goals and Incentives on Spontaneous Helping. Journal of Applied Psychology 78(3), 374–381. U.S Department of Labor.(2008). Fact Sheet #17A: Exemption for Executive Administrative, Professional, Computer & Outside Sales Employees Under the Fair Labor Standards Act (FLSA). Washington, DC: U.S Wage and Hour Division
Hubungan antara sikap terhadap..., Nadya Shinta Putri, F.PSIKOLOGI UI, 2014