Hubungan Antara Sikap Terhadap Uang dan Turnover Intention pada Karyawan Oleh Tri Agustina dan Bertina Sjabadhyni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini didasari oleh fenomena besarnya kemungkinan seseorang keluar dari perusahaan (turnover) karena faktor uang. Perilaku turnover memiliki dampak negatif bagi perusahaan. Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. Pengukuran menggunakan alat ukur Money Ethic Scale (Tang, 1995) dan Turnover Intention Scale (Mobley, Horner & Hollingsworth, 1987). Responden berjumlah 117 karyawan yang berlokasi di daerah Jabodetabek yang diperoleh melalui teknik accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis null penelitian diterima (r= .075, p >.05), yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dengan turnover intention. Artinya, uang bukan menjadi alasan utama seseorang berniat untuk keluar dari perusahaan, namun terdapat faktor – faktor penyebab lainnya. Implikasi dari hasil penelitian ini diharapkan perusahaan dapat mengevaluasi kembali kepuasan kerja karyawannya untuk mengantisipasi adanya turnover. Kata kunci: karyawan; sikap terhadap uang; turnover intention Abstract This study is based on the phenomenon of the great possibility someone came out of the company (turnover) because of money. Turnover behavior has a negative impact on the company. This study aims to gain insight about the relationship between attitudes toward money and employee turnover intention. The measuring instruments of this study are Money Ethic Scale (Tang, 1995) and Turnover Intention Scale (Mobley, Horner & Hollingsworth, 1987). A number of 117 employees located in Jabodetabek area are obtained through accidental sampling technique. The results of this study showed that the null hypothesis is accepted (r = .075, p> .05), which means that there is no significant relationship between attitudes toward money and turnover intention. That means, attitude towards money is not the main reason a person intends to leave the company, but there are other factors. By the implications of this study, company can be expected to re-evaluate their employee job satisfaction in anticipation of their turnover. Keywords: Attitude towards money; employees; turnover intention
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
1. Pendahuluan/ Latar Belakang Produktifitas merupakan hal yang penting untuk perusahaan agar memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan bisnis saat ini. Untuk dapat meningkatkan produktivitasnya, perusahaan tentu saja membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kualitas baik dimana karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha untuk mempertahankan keanggotaan karyawannya agar terus dapat berpartisipasi dalam meningkatkan produktivitas perusahaan serta menjaga adanya potensi perpindahan karyawan (turnover) yang beberapa waktu terakhir ini marak terjadi. Turnover sendiri merupakan masalah klasik yang sudah sering terjadi sejak dahulu. Kurang terpenuhinya kebutuhan karyawan dapat mengarahkan karyawan untuk melakukan turnover. Secara global, diperkirakan bahwa pada tahun ini jumlah karyawan yang mengalami turnover meningkat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Hay Group yang bekerjasama dengan Centre for Economics and Business Research memperkirakan jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai 161,7 juta atau meningkat 12,9 persen bila dibandingkan dengan tahun 2012, dan kawasan Asia Pasifik justru akan mengalami kenaikan yang tertinggi dari seluruh dunia, yaitu naik 21,5 25,5 persen selama periode tahun 2012 sampai 2018 (“Ikat' Komitmen Karyawan, Atasi Turnover ”, 2013). Dengan tingginya turnover dalam sebuah organisasi perusahaan, maka dapat menimbulkan beberapa dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Tingginya tingkat turnover pada perusahaan, akan menimbulkan berbagai potensi biaya tambahan, baik itu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan selama masa transisi, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali untuk karyawan baru. Dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh perusahaan terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah (Hollenbeck dan Williams, 1986). Berbagai dampak yang telah disebutkan sebelumnya menunjukan bahwa turnover merupakan elemen yang perlu diperhatikan dalam organisasi perusahaan. Adanya keinginan berpindah (turnover intention) mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan perusahaan dan mencari alternatif pekerjaan lain. Tindakan penarikan diri atau turnover intention terdiri atas beberapa komponen yang muncul dalam individu berupa adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di ternpat lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan perusahaan (Abelson, 1987). Di Indonesia tingkat keinganan karyawan untuk bepindah dari
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
suatu perusahaan ke perusahaan lain terlihat dari lamanya mereka bekerja, biasanya setelah bekerja 1,5 tahun karyawan tersebut memilih untuk mengundurkan diri karena alasan untuk mengejar gaji yang lebih baik (Harmandini, 2012). Sebuah penelitian juga menjelaskan bahwa turnover karyawan yang tinggi disebabkan oleh adanya sistem pemberian gaji yang kurang memadai (Trevor, Gerhart & Boudreau, 1997). Adanya keinginan untuk berpindah tersebut mengindikasikan terdapat ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya, yang salah satunya karena faktor gaji. Gaji adalah suatu balasan upah yang diterima setelah seseorang bekerja. Upah atau gaji yang didapatkan oleh karyawan di Indonesia yaitu biasanya berupa uang. Uang adalah alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. Uang telah diakui sebagai faktor penting untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan serta memiliki dampak yang signifikan pada tingkah laku, performa, serta keefektifan individu dalam organisasi (Milkovich & Newman, 1993, dalam Tang 1995). Oleh karena itu uang secara signifikan dianggap mampu memberikan dampak pada perilaku seseorang, performa dan meningkatkan eketifitas karyawan di perusahaan (Lawler, 1981; Opsahl & Dunnette, 1996, dalam Tang 1995). Dengan pentingnya uang sebagai dasar dari terciptanya kepuasan kerja diharapkan karyawan mendapat rangsangan agar dapat mencapai atau meningkatkan kinerja mereka di perushaan sehingga menimbulkan dampak yang baik bagi perusahaan tersebut. Terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa sikap seseorang terhadap uang memiliki hubungan erat dengan kepuasaan kerja dan turnover (Tang & Tang, 2000). Dalam penelitiannya, Tang & Tang (2000) mengukur sikap terhadap uang, intinsic job satisfaction, voluntary turnover, dimana sikap terhadap uang diukur menggunakan alat ukur Money Ethic Scale. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa karyawan dengan nilai yang rendah pada money ethic endorsement dan intrinsic job satisfaction mempunyai kecenderungan yang rendah juga pada perilaku turnover. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa alasan terbesar karyawan melakukan turnover yaitu karena menginginkan gaji yang lebih tinggi atau peluang karir yang lebih baik. Namun dengan perilaku turnover, karyawan justru mendapatkan peningkatan gaji sebesar dua puluh persen lebih tinggi pada pekerjaan barunya dan tentu saja hal ini memberikan pengaruh positif pada kondisi keungan karyawan tersebut. Hasil lain pada penelitian di atas juga menjelaskan bahwa karyawan dengan nilai tinggi pada money ethic endorsement dan intrinsic job satisfaction memperlihatkan tingkatan yang paling tinggi pada actual turnover behavior; karyawan yang memiliki nilai rendah pada money ethic
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
endorsemet dan intirinsic job satisfaction cenderung memilki actual turnover behavior yang paling rendah. Berdasarkan hal yang telah peneliti jelaskan di atas, maka turnover memiliki keterkaitan dengan sikap terhadap uang. Namun, berbeda dengan penelitian tersebut yang melihat hubungan antara sikap terhadap uang seseorang dengan actual turnover behavior, dalam penelitian ini ingin dilihat hubungan antara sikap terhadap uang dengan turnover intention. Dengan demikian penelitian ini berbeda, antara actual turnover behavior atau perilaku keluar dari perusahaan dengan turnover intention atau niat karyawan untuk keluar dari perusahaan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya banyak karyawan dengan pendapatan yang tidak sesuai dengan kinerja mereka memiliki indikasi untuk keluar dari perusahaan demi mengejar gaji yang lebih baik. Sikap karyawan terhadap uang dan turnover intention menarik perhatian peneliti untuk melakukan studi mengenai hubungan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan di perusahaan. Peneliti ingin mengetahui lebih detil apakah semua faktor-faktor sikap terhadap uang mempengaruhi turnover intention. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan? 2. Apakah terdapat hubungan antara masing-masing faktor sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menguji serta mengetahui hubungan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 2. Tinjauan Teoritis Turnover Intention. Untuk turnover sendiri didefinisikan oleh Mobley (1982) sebagai pemutusan atau pemberhentian keanggotaan karyawan dari organisasinya, atau dengan kata lain karyawan meninggalkan organisasi tersebut secara permanen. Cascio (1987) juga menyatakan bahwa turnover adalah berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dan karyawannya. Robbins (1998) membedakan turnover menjadi dua tipe yaitu, turnover secara sukarela atau diinginkan oleh karyawan (voluntary turnover), dan turnover yang terpaksa atau diprakarsai oleh perusahaan karena berbagai macam kondisi seperti kematian atau pengunduruan diri atas desakan dari perusahaan. Mengacu pada beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa turnover adalah keluar atau berpindahnya karyawan dari perusahaan tempat mereka bekerja secara permanen
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
baik dengan sukarela maupun terpaksa. Mobley (1982) juga menjelaskan bahwa adanya turnover intention merupakan indikasi terjadinya turnover di sebuah perusahaan, karena terdapat hubungan yang signifikan antara turnover intention dengan perilaku turnover. Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi turnover intention yaitu komitmen organisasi, stress kerja, self esteem, dan dukungan dari supervisor (Siong, dkk, 2006). Dari bahasan yang telah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa turnover intention adalah seberapa besar dan kuatnya kemungkinan (niat) seseorang untuk keluar dari perusahaan tempat mereka bekerja dan berpindah ke perusahaan lain, sesuai dengan tujuan serta harapan yang ada di dalam dirinya yang meliputi keyakinan dari dalam diri maupun keyakinan-keyakianan normatif yang dimilikinya terkait dengan perilaku turnover itu. Iverson dan Deery (1997) membuat viarbel-variabel dalam model sebab akibat berserta bukti-bukti yang mendukung terjadinya turnover intention. Bukti – bukti tersebut dikategorikan menjadi (1) variabel struktural, (2) variabel pre-entry, (3) variabel lingkungan, (4) variabel union, (5) orientasi karyawan. Sikap Terhadap Uang. Menurut Tang (dalam Furnham & Argyle, 1998) setiap orang mempersepsikan uang secara berbeda-beda, yang kemudian dapat mempengaruhi sikap masing-masing individu terhadap uang. Ia mendefinisikan sikap terhadap uang yaitu sebagai perasaan, pikiran, dan tingkah laku seseorang terhadap uang. Tang (1992) membagi sikap terhadap uang menjadi tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Tang (1995) membagi sikap terhadap uang menjadi tiga faktor utama, yaitu success (cognitive), evil (affective) dan budget (behavior). Success merupakan komponen kognisi dari sikap terhadap uang. Bentuk respon pada faktor ini merefleksikan keyakinan-keyakinan seseorang terhadap uang. Keyakinan tersebut adalah gambaran persepsi dan informasi mengenai uang. Evil merupakan komponen afeksi dari sikap terhadap uang. Pada faktor evil, meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap uang. Komponen afeksi dari sikap terhadap uang meliputi perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap uang. Budget merupakan komponen perilaku dari sikap terhadap uang. Pada faktor budget, meliputi respons subjek yang berkenaan dengan uang. Respons tersebut berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan uang. Perbedaan seperti usia, pendapatan, etika kerja, nilai-nilai sosial, politik dan agama ikut berperan dalam memberikan pengaruh bagaimana sikap seseorang terhadap uang, begitu juga faktor tingkat pendidikan, lingkungan ekonomi, dan budaya juga mempengaruhi sikap individu terhadap uang (dalam Furnham & Argle, 1998).
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Karyawan. Karyawan merupakan aset perusahaan yang paling penting. Karyawan adalah seseorang yang bekerja untuk orang lain dengan imbalan berupa kompensasi finansial atau lainnya. Selain itu, karyawan juga didefinisikan sebagai seseorang yang bekerja di bawah kontrak yang tersirat maupun tersurat, lisan atau tertulis, dimana atasan memiliki kekuasaan dan hak untuk mengendalikan dan mengarahkan karyawan dalam memberikan rincian mengenai bagaimana tugas yang harus dilakukan oleh karyawan (Muhl, 2002). Terdapat dua jenis karyawan, yaitu karyawan white collars dan karyawan blue collars. Karyawan white collars merujuk pada tenaga kerja non-manual seperti supervisor, clerks, para profesional dan senior manager. Sebagian ilmuwan menyepakati bahwa white collar merupakan tenaga kerja yang memiliki ilmu pengetahuan yang baik (Hoop, Iravani & Liu, 2009). Sementara itu karyawan blue collar merujuk pada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berulang-ulang dengan tangan mereka, menggunakan kemampuan fisik dan membutuhkan energi. Menurut De Meuse (2010), terdapat 4 generasi angkatan kerja di dalam perusahaan, yakni: (i) matures, lahir antara tahun 1929 hingga 1945; (ii) Boomers, lahir tahun 1946 hingga 1964; (iii) Xers, lahir tahun 1965 hingga 1979; dan (iv) Generation Y atau millenials yang lahir tahun 1980 hingga akhir tahun 1990. Masing-masing generasi ini memiliki karakteristik yang berbeda. Di dalam Schultz (2010), dijelaskan mengenai karakteristik tiga generasi, yakni: (i) Babyboomer, merupakan generasi terbesar, kompetitif di dalam mencari pekerjaan dan promosi. Workaholics, menghabiskan 60 jam kerja dalam seminggu, mengorbankan waktu mereka dengan keluarga untuk tetap mempertahankan pekerjaan atau untuk memperoleh bayaran yang lebih besar serta promosi; (ii) Generasi X, cenderung lebih terbuka terhadap pekerjaan yang tradisional, puas dalam penggunaan teknologi komputer, mempertanyakan otoritas, mengutamakan otonomi dan kebebasan dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi mereka; (iii) Generasi Y, mengutamakan diri sendiri dan membutuhkan adanya feedback, penghargaan dan pujian yang konstan dari atasan mereka. Selain itu, angkatan ini memiliki harga diri yang tinggi, enterpreneurial dan menginginkan pekerjaan yang memiliki arti sesegera mungkin, antusias terhadap pekerjaan. 3. Metode Penelitian Berangkat dari latar belakang penelitian ini, pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan?
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan? Dalam penelitian ini terdapat dua hipotesis, yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis null. Masing-masing penjabaran dalam hipotesis dalam penelitian inia dalah sebagai berikut: Hipotesis Alternatif 1. Ha1: Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 2. Ha2: Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor succsess pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 3. Ha3: Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor evil pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 4. Ha4: Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor budget pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. Hipotesis Null 1. Ho1: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 2. Ho2: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor succsess pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 3. Ho3: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor evil pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. 4. Ho4: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor budget pada sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. Berdasarkan aplikasinya, penelitian ini merupakan tipe applied research karena hasil penelitian ini dapat digunakan pada organisasi. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan tipe penelitian korelasional karena penelitian ini ingin melihat hubungan antara variabel satu dan variabel dua. Berdasarkan metode pengumpulan data, penelitian ini merupakan tipe penelitian kuantitatif karena peneliti menggunakan skor yang didapat dari masing-masing alat ukur untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang diukur (Kumar, 2005). Berdasarkan number of contact, penelitian ini termasuk ke dalam desain penelitian cross sectional, karena pengambilan data menggunakan instrumen kuesioner hanya dilakukan kepada responden penelitian pada satu waktu. Berdasarkan reference period, penelitian ini termasuk ke dalam desain penelitian prospektif karena penelitian ini meneliti suatu kondisi yang telah dilakukan sebelumnya. Sementara itu
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
berdasarkan nature of investigation, penelitian ini termasuk ke dalam desain penelitian noneksperimental karepa pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi maupun manipulasi terhadap suatu kondisi (Kumar, 2005). Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu karyawan yang bekerja di perusahaan yang berlokasi di Jabodetabek dan memiliki tingkat pendidikan terakhir minimal SMA agar dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan benar. Pada uji coba alat ukur, data diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh 30 responden. Selanjutnya, untuk pengambilan data, peneliti menargetkan sampel sebesar 200 orang. Proses pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling. Teknik non-probability sampling yang dilakukan adalah accidental sampling, yaitu teknik pemilihan sampel yang sesuai dengan individu yang tersedia atau yang cenderung mudah untuk diperoleh. Peneliti menggunakan alat ukur Money Ethic Scale versi pendek yang dikembangkan oleh Tang (1992) untuk mengukur faktor sikap terhadap uang. Alat ukur ini terdiri dari 12 item yang dibagi kedalam 3 faktor yaitu success, budget, dan evil. Peneliti memilih untuk menggunakan skala Likert 1-4 pada alat ukur Money Ethic Scale. Masing-masing skala menunjukkan intensitas responden terhadap pernyataan yang diberikan. Skala 1 menunjukkan bahwa responden merasa sangat tidak setuju, hingga skala 4 menunjukkan bahwa responden sangat setuju dengan pernyataan dari tiap item. Berikut kisi-kisi alat ukur Money ethic scale : Tabel 1 Kisi-kisi Alat Ukur Money Ethic Scale Konstruk
Faktor
Sikap Terhadap Uang
Success
No. Item 1,2,3,4,5,6,7 dan 8
Contoh Item Uang menunjukkan keberhasilan seseorang
9 dan 10 Budget
Saya menganggarkan pengeluaran saya dengan baik.
11 dan 12 Evil
Uang merupakan sumber segala kejahatan
Untuk turnover intention, peneliti menggunakan alat ukur Turnover Intention Scale yang dikembangkan oleh Mobley et al., (1987) untuk mengukur intensi keluar dari perusahaan. Alat ukur ini terdiri dari 3 item. Pada dasarnya, Mobley et al., (1987) menggunakan skala Likert 1-5 pada alat ukur Turnover Intention Scale, namun peneliti
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
memutuskan untuk melakukan modifikasi dengan merubah skala menjadi 1-6, yaitu 1: sangat tidak setuju, 2: tidak setuju, 3: agak tidak setuju, 4: agak setuju, 5: setuju, 6: sangat setuju. Berikut kisi-kisi alat ukur Turnover Intention Scale : Tabel 2 Kisi-kisi Alat Ukur Turnover Intention Scale Aspek
No. Item
Contoh Item Saya sering berpikir untuk
Thinking of quitting
1
keluar dari pekerjaan saya saat ini
Intention to search
2
Intention to leave
3
Saya mungkin akan mencari pekerjaan baru tahun depan Cepat atau lambat, saya akan keluar dari perusahaan ini
Pada awalnya alat ukur Money Ethic Scale (Tang, 1992) dan Turnover Intention Scale (Mobley et al., 1987) dibuat dalam bahasa Inggris. Maka dari itu, peneliti perlu untuk mengadaptasi kedua alat ukur ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, peneliti menguji kembali reliabilitas dan validitas dari kedua alat ukur yang telah diadaptasi. Uji coba alat ukur dilakukan kepada 30 responden dengan menggunakan kuesioner cetak yang diberikan secara langsung kepada responden. Berikut rangkuman hasil uji coba kedua alat ukur: Tabel 3 Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur No. 1. 2.
Alat Ukur Sikap Terhadap Uang (Money Ethic Scale; Tang, 1992) Turnover Intention (Mobley et al., 1987)
Jumlah Item
α Cronbach
12
.791
3
.839
Berdasarkan tabel 3.3, hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas coefficient alpha cronbach alat ukur Money Ethic Scale secara keseluruhan bernilai 0.791, sedangkan coefficient alpha cronbach alat ukur Turnover Intention Scale bernilai 0,839. Nunnaly & Bernstein (1994) menjelaskan bahwa koefisien alpha alat ukur yang bernilai di atas 0.6 dinyatakan reliabel.
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
4. Hasil Penelitian Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini diolah dengan menggunakan software SPSS versi 20 dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan simple correlation. Pada awalnya peneliti berencana melakukan pengambilan data terhadap 200 karyawan yang bekerja di perusahaan. Namun hanya117 responden data yang bersih dan dapat diperoleh untuk dianalis. Berikut gambaran umum dari responden yang didapatkan dari bagian data kontrol pada kuesioner penelitian yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status perkawinan, masa kerja, dan frekuensi pindah kerja. Tabel 4 Gambaran Umum Responden Kategori
Frekuensi
Persentase
- Laki-laki
40
34.2%
- Perempuan
77
85.8%
- 23 tahun
52
44.4%
- 24 tahun
34
29.1%
- 25 tahun
31
26.5%
- SMA
4
3.4%
- D1
4
3.4%
- S1
105
89.7%
- S2
4
3.4%
8
6.8%
109
93.2%
- < 1 tahun
52
44.4%
- 1-3 tahun
61
52.1%
- 3-5 tahun
3
2.6%
- 5-10 tahun
1
.90%
- Belum pernah
51
43.6%
- 1 kali
34
29.1%
- 2 kali
24
20.5%
- 3 kali
5
4.3%
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Tingkat Pendidikan Terakhir
3. Status Perkawinan - Menikah - Belum menikah 4. Masa Kerja
6. Frekuensi Pindah Kerja
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
- 4 kali
1
.90%
- 5 kali
2
1.7%
Berdasarkan tabel di atas mayoritas responden dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 77 responden. Pada rentang usia, responden dalam penelitian ini yaitu berusia 23-25 tahun, dimana frekuensi usia terbanyak adalah responden dengan usia 23 tahun. Tingkat pendidikan terakhir responden, mayoritas berada pada tingkat pendidikan terakhir S1, yaitu sebanyak 105 responden. Untuk status perkawinan, mayoritas responden dalam penelitian ini berstatus belum menikah, dimana berjumlah 109 responden. Pada masa kerja, mayoritas masa kerja responden berada pada kategori 1 – 3 tahun, yaitu sebanyak 61 responden
dan diikuti sebanyak 52 responden berada pada kategori <1 tahun. Untuk
frekuensi pindah kerja, sebanyak 51 responden (43.6%) belum pernah pindah kerja, dan mayoritas sebanyak 66 responden (56.5%) karyawan pernah berpindah pekerjaan dengan frekuensi dari 1 sampai 5 kali. Selanjutnya, peneliti akan menjabarkan gambaran umum data responden dari alat ukur Money Ethic Scale dan Turnover Intention Scale terlebih dahulu sebelum menjabarkan korelasi antara kedua variabel. Tabel 5 Gambaran Money Ethic Scale Responden No
Faktor
Jumlah Item
Min
Maks
Mean
SD
1
Success
8
14
31
2.70
2.89
2
Budget
2
2
8
2.82
1.27
3
Evil
2
2
8
2.69
1.66
Dari tabel di atas diketahui bahwa rentang skor total pada faktor success berkisar antara 14 sampai 31. Sementara rata-rata skor total responden pada faktor success sebesar 2.70 dengan standar deviasi 2.89. Berdasarkan persebaran skor tersebut, diketahui bahwa sejumlah 55 orang responden (46.1%) memperoleh skor di atas rata-rata. Pada faktor budget diketahui rentang skor pada faktor ini yaitu berkisar antara 2 sampai 8, dengan rata-rata skor total responden sebesar 2.82 dan standar deviasi 1.27. Berdasarkan persebaran skor tersebut, diketahui bahwa sejumlah 72 orang responden (61.5%) memperoleh skor di atas rata-rata. Pada faktor evil diketahui rentang skor pada faktor ini berkisar anatara 2 sampai 8, dengan rata-rata skor total responden sebesar 2.82 dan standar deviasi 1.66. Berdasarkan persebaran
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
skor tersebut, diketahui bahwa sejumlah 66 orang responden (55.5%) memperoleh skor di atas rata-rata. Selanjutnya yaitu gambaran Turnover Intention Scale, dimana diketahui bahwa rentang skor total pada turnover intention responden berkisar antara 3 sampai 18. Sementara rata-rata skor total responden sebesar 3.87 dengan standar deviasi 3.94. Berdasarkan persebaran skor tersebut, diketahui bahwa sejumlah 68 orang responden (58.1%) memperoleh skor di atas rata-rata, sedangkan 49 orang responden (41.9%) lainnya memperoleh skor di bawah rata-rata. Untuk mengetahui hubungan antara money ethic scale dan turnover intention dari 117 responden, peneliti menggunakan teknik Simple Correlation. Berikut hasil perhitungan yang telah dilakukan: Tabel 6 Hubungan Antara Sikap Terhadap Uang dan Turnover Intention Measure (n= 117) Sikap Terhadap Uang (M= 32.71, SD= 3.27) dan Turnover Intention (M= 11.63 , SD= 3.94)
r
Sig. (p)
.075
.421
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa Ho1 penelitian diterima (r= .075, p > .05), yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dengan turnover intention. Untuk menjawab hipotesis selanjutnya maka dilakukan penghitungan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor sikap terhadap uang dan turnover intention, berikut hasil penghitungan yang telah dilakukan Tabel 7 Hubungan Antara Faktor-faktor Sikap Terhadap Uang dan Turnover Intention Faktor
r
Sig. (p)
Success
.088
.172
Budget
.072
.220
Evil
-.061
.258
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan di atas, dapat dikatakan bahwa ho2, ho3, dan ho4 diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan pada fakor success, budget, dan evil dengan turnover intention. Untuk mendapatkan gambaran lain mengenai
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
hasil penelitian ini, peneliti melakukan analisis tambahan, berikut hasil yang didapatkan melalui analisis tambahan : Tabel 8 Hubungan Antara Sikap Terhadap Uang dan Frekuensi Pindah kerja Measure (n= 117)
Sig. (p)
r
.039
-.178*
Sikap Terhadap Uang (M= 32.71 , SD= 3.27) dan Frekuensi Pindah Kerja (M= .89 , SD= 1.11)
Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson’s product moment antara sikap terhadap uang dan frekuensi pindah kerja, diperoleh koefisien korelasi sebesar r = -.178, p > .05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara sikap terhadap uang dan frekuensi pindah kerja pada 117 responden, dimana semakin tinggi nilai sikap terhadap uang seseorang maka semakin rendah frekuensi pindah kerja. Meskipun demikian, jika merujuk pada pernyataan Guilford dan Fruchter (1978) mengenai kuat lemahnya nilai koefisien Pearson, korelasi sebesar -.178 antara sikap terhadap uang dan frekuensi pindah kerja memiliki arti bahwa kekuatan hubungan antar variabel sangat lemah. Berdasarkan koefisien korelasi tersebut, dapat dikatakan bahwa sebesar 3.1% variasi skor sikap terhadap uang dapat dijelaskan dari faktor frekuensi pindah kerja. Dengan demikian berarti bahwa semakin negatif sikap terhadap uang seseorang maka semakin tinggi frekuensi pindah kerja. 5. Pembahasan Pada analisis utama penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dan turnover intention, begitu juga dengan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-fakor sikap terhadap uang dan turnover intention.. Berdasarkan hasil tersebut, terdapat beberapa penjelasan yang bisa peneliti ajukan. Karyawan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan turnover intention kemungkinan besar penyebab utamanya bukanlah karena fakor uang, melainkan karena faktor-faktor lain yang lebih mendukung. Hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa perilaku keluar turnover pada pekerja remaja muda di industri makanan cepat saji, lebih mungkin melakukan turnover karena adanya pengaruh dari peer yang juga melakukan perilaku tersebut (Krackhardt dan Porter, 1986, dalam Iverson dan Deery, 1997). Iverson dan Deery (1997) menjelaskan sebuah model penyebab dari turnover intention melalui beberapa variabel,
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
diantaranya variabel struktural, variabel pre-entry, variabel lingkungan, variabel serikat kerja, dan orientasi karyawan. Pada variabel struktural penyebab turnover dijelaskan melalui beberapa fakor yaitu, dukungan dari rekan kerja dan penyelia (Iverson dan Deery, 1997). Dengan adanya dukungan dari rekan kerja, mengindikasikan karyawan akan merasa nyaman untuk berada di dalam organisasi, karena dukungan dari rekan kerja tersebut secara tidak langsung memberikan afek positif kepada karyawan, namun akan sebaliknya untuk karyawan yang kurang mendapat dukungan dari rekan kerja. Karyawan yang kurang mendapat dukungan dari rekan kerjanya akan merasa tidak nyaman untuk berada di lingkungan organisasi dan ketidaknyamanan tersebut dapat memicu seseorang melakukan turnover. Hal ini juga diikuti dengan adanya faktor group cohesiveness. Group cohesiveness dijelaskan sebagai suatu kualitas kebergantungan satu sama lain, atau keadaan saling tarik-menarik. Sebuah studi menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kohesifitas dengan produktifitas karyawan (Chaplin, 1978, dalam Robbins, 2001). Dari hasil penelitian tersebut
dijelaskan bahwa, sika seseorang
kohesifitasnya rendah namun kinerjanya tinggi, produktifitas yang dihasilkan justru cenderung rendah karena kurangnya dukungan dari lingkungan kerjanya (Robbins, 2001) Kurangnya dukungan dari penyelia juga dapat menyebabkan seseorang melakukan turnover intention. Karyawan yang kurang mendapatkan dukungan dari penyelia akan merasa kurang termotivasi untuk bekerja. Kurang termotivasinya karyawan untuk bekerja, tentu saja akan memberikan dampak negatif bagi karyawan, karena secara tidak langsung karyawan tersebut akan mengalami penurunan dalam performa kerjanya. Spector (2002) juga menjelaskan bahwa penyelia memiliki pengaruh terhadap turnover intention dimana terdapat kepuasan langsung akan atasan dalam memberikan arahan, masukan dan pengawasan. Bukti-bukti lain yang menyebabkan seseorang melakukan turnover intention yaitu rutinitas dan distributive justice (Iverson dan Deery, 1997). Rutinitas dianggap menjadi penyebab seseorang melakukan turnover, dikarenakan adanya pengulangan dalam rutinitas yang memicu seseorang merasa bosan dengan pekerjaanya. Prediktor lain yang dianggap mempengaruhi seseorang melakukan turnover yaitu distributive justice, dimana adanya ketidakadilan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan tertentu. Empat faktor stress kerja yang meliputi peran kerja yang ambigu, konflik peran, pekerjaan yang berlebih dan kekurangan sumber daya juga menjadi penyebab seseorang melakukan turnover intention (Iverson dan Deery, 1997). Peran kerja yang ambigu terjadi karena adanya job design yang tidak sesuai, dimana job design yang dimaksud adalah suatu proses dimana manajer memberikan spesifikasi isi, metode, dan hubungan antara bidang untuk memenuhi
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
kepentingan organisasi dan individu. Oleh karena itu, diperlukan job design yang baik agar karyawan merasa tidak ambigu terhadap peran kerjanya, yang dimana hal tersebut dapat memacu seorang karyawan melakukan turnover. Bukti-bukti terakhir dalam variabel struktural yang menyebabkan seseorang melakukan turnover intention adalah adanya job security, dimana karyawan merasa perusahaan tersebut tidak memiliki jaminan keamanan dan stabilitas perkerjaan yang baik. Selanjutnya promotional opportunity juga dianggap sebagai penyebab seseorang melakukan turnover intention, dikarenakan hal yang terjadi adalah seringnya suatu perusahaan menjanjikan kepada karyawannya untuk dipromosikan naik jabatan, namun perusahaan tersebut tidak menepati janjinya. Penyebab yang terakhir adalah pengembangan karir, dimana turnover yang terjadi dikarenakan adanya keinginan untuk mengembangkan keahlian dan ilmu pengetahunnya, sehingga cenderung ingin mencari pekerjaan lain yang baru untuk mengembangkan karirnya (Iverson dan Deery, 1997). Variabel kedua adalah variabel pre-enrty, dimana pada variabel ini terdiri dari positive affectivity dan negative affectivity. Positive affectivity merupakan keadaan dimana karyawan yang berada di dalam kondisi apapun tetap merasa antusias terhadap pekerjaannya. Pada negative affectivity, karyawan mempunyai perasaan yang bertentangan dengan kebahagiaan di dalam konteks apapun yang terkait pekerjaannya. Hubungan antara turnover dalam variabel pre-entry yaitu, karyawan yang memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan adalah karyawan yang memiliki positive affectivity yang rendah (Iverson dan Deery, 1997). Variabel ketiga adalah variabel lingkungan, dimana di dalam variabel ini terdapat tiga bukti yang diantaranya, kesempatan kerja, budaya turnover, dan kinship responsibility. Kesempatan kerja dianggap sebagai indikasi seseorang melakukan turnover, dikarenakan karyawan merasa memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain yang lebih baik. Selanjutnya adalah budaya turnover,dimana turnover yang sering terjadi dikarenakan membudayanya turnover di perusahaan tersebut yang dipicu oleh human resource management dan lingkungan kerja yang kurang baik (Iverson dan Deery, 1997). Variabel keempat adalah variabel union, dimana terdapat dua komponen di dalam variabel ini yang meliputi union membership dan union loyality, yang keduanya memiliki dampak terhadap turnover intentiom. Union membership yaitu berupa adanya pengaruh keanggotaan di dalam kelompok serikat pekerja yang memberikan pengaruh yang signifikan kepada karyawan untuk melakukan turnover. Union loyality yaitu kecenderungan akan kebanggan suatu karyawan di dalam kelompok atau organisasi. Dalam hal ini, seseorang yang
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
melakukan intensi turnover memiliki kecenderungan union loyality yang rendah terhadap kelopok atau organisasinya (Iverson dan Deery, 1997). Orientasi karyawan adalah variabel terakhir yang dianggap mempengaruhi seseorang untuk melakukan turnover intention. Dalam variabel ini terdapat tiga komponen yang mempengaruhi yang diantarnya adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi dan job search. Kepuasan kerja yaitu dimana karyawan menilai secara keseluruhan mengenai pekerjaan yang disukainya. Komitmen organisasi yaitu bagaimana karyawan memiliki loyalitas kepada perusahaan tempat ia bekerja, Karyawan yang melakukan turnover biasanya memiliki kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah sehingga ia merasa tidak menyukai pekerjaannya dan memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan. Dengan rendahnya kepuasan kerja dan komitmen dari karyawan tersebut maka karyawan akan melakukan job search. Job search merupakan kecenderungan karyawan untuk mencari alterantif pekerjaan lain di luar organisasi tempat ia bekerja (Iverson dan Deery, 1997). Faktor status marital juga mempunyai hubungan turnover intention, dimana dijelaskan bahwa karyawan yang sudah menikah cenderung memiliki turnover yang rendah dan merasa lebih puas dengan pekerjaan yang dimilikinya. Karyawan yang berstatus menikah cenderung memilih untuk bertahan di tempat mereka bekerja karena memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap keluarganya. Sedangkan karyawan yang belum menikah cenderung memiliki keinginan yang tinggi untuk berpindah-pindah tempat kerja, karena alasan tertarik untuk mencoba hal baru diluar (Robbins, 2001). Penelitian –penelitian terdahulu juga menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan turnover intention (Robbins, 2001). Umur juga dianggap salah satu faktor yang kuat penyebab terjadinya turnover. Karyawan yang berusia muda cenderung lebih sering melakukan turnover, hal ini terjadi karena karyawan yang berusia muda dianggap masih memiliki keinginan untuk mencobacoba sesuatu yang baru dan dianggap lebih menantang. Sedangkan karyawan yang berusia tua tingkat turnover yang rendah, karena karyawan berusia tua dianggap mempunyai tanggungan terhadap kelurga dan mobilitasnya mulai menurun. Selain variabel-variabel di atas, kemungkinan tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara sikap terhadap uang dengan turnover intention adalah karena mayoritas responden dalam penelitian ini yaitu adalah generasi Y, dimana pada penelitian ini mayoritas responden berusia 23 – 25 tahun dan masuk pada kategori generasi Y. Pada karyawan generasi ini memiliki karakteristik yaitu mengutamakan diri sendiri dan membutuhkan adanya feedback, penghargaan dan pujian yang konstan dari atasan mereka. Selain itu, angkatan ini
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
memiliki harga diri yang tinggi, enterpreneurial dan menginginkan pekerjaan yang memiliki arti sesegera mungkin, serta memiliki antusias yang tinggi terhadap pekerjaan. Terdapat lima faktor yang menjadi pertimbangan Gen Y untuk bekerja saat ini, yang diantaranya adalah work/life balance the importance of a good work culture, variety in job role, management style, dan training (McCrindle, 2006). Pertama, pada work/life balance yaitu mereka menganggap pekerjaan mereka penting untuk mendukung gaya hidup mereka dan menganggap pekerjaan itu sebagai bagian yang penting dari hidupnya. Kedua, yaitu the importance of a good work culture, dimana karyawan merasa hubungan dengan peers merupakan alasan penting untuk memperoleh dan menjaga pekerjaan mereka. Ketiga, variety in job role, keadaan dimana tugas-tugas yang bervariasi menjadi hal penting yang mampu memberikan kesempatan agar karyawan tersebut berkembang. Keempat adalah management style, dimana karyawan menganggap bahwa manager yang ideal adalah yang mau berkomunikasi, terbuka, menghargai bawahannya, fleksibel, serta mampu mengambil keputusan yang baik. Terakhir adalah training, dimana karyawan dapat menegmbangkan karirnya melalui training yang diberikan oleh perusahaan, dengan adanya traning maka karyawan merasa didukung dan dapat memberikan motivasi bagi karyawan sehingga dapat membuat karyawan bertahan lama dengan pekerjaannya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar karyawan di dalam penelitian ini cenderung menganggap pekerjaanya sebagai wadah untuk mengembangkan karir mereka sesegera mungkin. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap terhadap uang dan turnover intention pada karyawan. Selain itu tidak terdapat hubungan antara masing-masing faktor sikap terhadap uang (success, budget, dan evil) dan turnover intention. Dari hasil analisis tambahan hubungan antara sikap terhadap uang dan frekuensi pindah kerja, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara sikap terhadap uang dan frekuensi pindah kerja, yang berarti bahwa semakin negatif sikap terhadap uang seseorang maka semakin tinggi frekuensi pindah kerja. 7. Saran Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Saran yang diberikan berupa saran metodologis dan saran praktis. Saran Metodologis
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
1. Peneliti diharpakan dapat meningkatkan reliabilitas alat ukur dengan menggunakan analisis item. Dimana analisis item digunakan untuk mengeliminasi item-item yang kurang baik agar relibilitas alat ukur dapat meningkat. 2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya peneliti menambahkan aspek-aspek lain sebagai variabel tambahan untuk menguatkan faktor-faktor terjadinya turnover intention. 3. Untuk kedepannya, penelitian ini ada dapat dikembangkan dengan melakukan penelitian pada karyawan lain yang bekerja selain di Jabodetabek. Hal ini untuk memperkaya penelitian sikap terhadap uang dan turnover intention. Saran Praktis 1. Perusahaan perlu melakukan survey tahunan atau bahkan bulanan kepada karyawannya yang terkait dengan kepuasan kerja terhadap organisasi. Dengan adanya evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka diharapkan perusahaan dapat mengurangi adanya perilaku turnover intention. 2. Dengan adanya komposisi karyawan generasi Y pada suatu perusahaan dimana di masa yang akan datang menggantikan karyawan pada generasi X, maka perusahaan diharapkan mampu mengembangkan karir mereka dengan tepat sasaran, yang dapat dikembangkan melalui perkembangan karir menurut usia karyawan itu sendiri. 3. Perusahaan perlu untuk memberikan edukasi karir kepada karyawan agar karyawan mampu menyadari pentingnya peran mereka di dalam suatu perusahaan untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. 4. Untuk dapat mengurangi adanya perilaku turnover, perusahaan diharapkan mampu memperketat sistem seleksi karyawan baru. Dengan memperketat sistem seleksi diharapkan perusahaan dapat melihat mana saja karyawan yang memang memiliki potensi untuk mencapai goal perusahaan atau hanya pada karyawan yang sebatas ingin mengembangkan karirnya saja di perusahaan tersebut.
Kepustakaan Abelson, M. A. (1987). Examination of avoidable and unavoidable turnover. Journal of Applied Psychology, 72(3), 382.
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
rd
Cascio, W. F. (1987). Applied Psychology in Personnel Management (3 .ed). New Jersey: Prentice-Hall Inc. De Meuse, K. P., & Mlodzik, K. J. (2010). A second look at generational differences in the workforce: Implications for hr and talent management. People & Strategy, 33(2), 5058. Furnham, A. and Argyle, M. (1998). The Psychology of Money. Routledge: London. Guilford, J. P. & Fruchter. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education, 6th ed. New York: McGraw-Hill. Harmandini, F. (2012, October 8). Gemar Pindah Kerja Tak Bikin Gaji Lebih Besar. Retrieved November 20, 2014, from http://entertainment.kompas.com/ Hollenbeck, J. R., & Williams, C. R. (1986). Turnover functionality versus turnover frequency: A note on work attitudes and organizational effectiveness. Journal of Applied Psychology, 71(4), 606. Hopp, W. J., Iravani, S. M., & Liu, F. (2009). Managing White Collar Work: An Operations Oriented Survey. Production and operations management, 18(1), 1-32. 'Ikat' Komitmen Karyawan, Atasi Turnover. (2013, November 21). Retrieved November 18, 2014, from http://careernews.web.id/issues/view/2170-ikat-komitmen-karyawan-atasiturnover Iverson, R. D., & Deery, M. (1997). Turnover culture in the hospitality industry. Human Resource Management Journal, 7(4), 71-82. Kumar, R. (2005). Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners. London: SAGE Publications. Lynn, M. (1991), ``Restaurant tipping: a reflection of customers' evaluations of a service?'', Journal of Consumer Research, Vol. 18, pp. 438-48. McCrindle, M. (2006). New generations at work: Attracting, recruiting, retaining and training Generation Y. The ABC of XYZ. Milkovich, G. T., Newman, J. M. (2002). Compensation. 7th ed. Boston, MA: Irwin/ McGraw-Hill. Mobley, W. H., Horner, S. O., & Hollingsworth, A. T. (1978). An evaluation of precursors of hospital employee turnover. Journal of Applied psychology, 63(4), 408. Mobley, W. H., & Fisk, M. J. (1982). Employee turnover, causes, consequences, and control (pp. 1-205). Reading, MA: Addison-Wesley.
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Muhl, C. J. (2002). What Is an Employee-The Answer Depends on the Federal Law. Monthly Lab. Rev., 125, 3. Nunnaly, J.C., & Bernstein, I.H. (1994). Psychometric theory (3rd ed.). New York: McGrawHill Robbins, S. P. (1998). Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Application. Eight Edition. Engelwood Cliffs: Prentice-Hall. Robbins, S. P. (2001). Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Application. Nineth Edition. Engelwood Cliffs: Prentice-Hall. Siong, Z. M. B., Mellor, D., Moore, K. A., & Firth, L. (2006). Predicting intention to quit in the call centre industry: does the retail model fit?. Journal of Managerial Psychology, 21(3), 231-243. Spector, P. E., Cooper, C. L., Sanchez, J. I., O'Driscoll, M., Sparks, K., Bernin, P., ... & Yu, S. (2002). Locus of control and well-being at work: how generalizable are western findings?. Academy of Management Journal, 45(2), 453-466. Tang, T. L. P. (1992). The meaning of money revisited. Journal of Organizational Behavior, 13(2), 197-202. Tang, T. L. P. (1995). The development of a short money ethic scale: Attitudes toward money and pay satisfaction revisited. Personality and Individual Differences, 19(6), 809-816. Tang, T. L. P., Kim, J. K., & Tang, D. S. H. (2000). Does attitude toward money moderate the relationship between intrinsic job satisfaction and voluntary turnover?. Human Relations, 53 (2), 213-245. Trevor, C. O., Gerhart, B., & Boudreau, J. W. (1997). Voluntary turnover and job performance: Curvilinearity and the moderating influences of salary growth and promotions. Journal of applied psychology, 82(1), 44
Hubungan antara sikap terhadap ..., Tri Agustina, F.PSIKOLOGI UI, 2014