Hubungan Antara Followership dan Self-Leadership pada Profesi Medical Representative Oleh:
Maezar Maolana Bertina Sjabadhyni Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Abstrak Followership adalah suatu kemampuan dan keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam memenuhi tujuan bersama (Kelley, 1992). Menurut Manz dan Sims (dalam Zyl, 2012) self-leadership adalah filosopi dan sekumpulan set strategi tindakan dan mental yang sistematis utuk mengarahkan seseorang kepada kinerja yang lebih tinggi dan efektif. Dikotomi peran sebagai leader dan follower di organisasi seringkali ditemui, pada kenyataannya banyak peran-peran atau fungsi-fungsi pekerjaan tertentu dituntut bukan hanya menjadi follower namun juga sebagai leader. Profesi medical representative dituntut untuk berperan sebagai leader dan follower, hal ini menjadi alasan utama peneliti menjadikannya sebagai sample dalam penelitian ini. Peneliti menduga terdapat hubungan antara followership dan self-leadership, terutama dalam hal partisipasi aktif, inisiatif, dan perilaku positif yang mengarahkan pada keberhasilan organisasi. Penelitian ini menggunakan alat ukur Revised Self-Leadership Questionnaire (RSLQ) yang dikembangkan oleh Houghton dan Neck (2007), dan Followership Questionnaire yang dikembangkan oleh Kelley (dalam Burke, 2009). Penelitian dilakukan terhadap 50 medical representative. Menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan selfleadership (r = .455, p < 01, two-tailed), artinya semakin tinggi self-leadership seseorang maka ia juga akan menjadi follower yang efektif, sebaliknya semakin rendah self-leadership seseorang maka ia juga akan menjadi follower yang semakin tidak efektif. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang followership dan selfleadership khususnya bagi perusahaan dan individu yang memiliki peran dikotomi sebagai leader dan follower. Kata Kunci Followership; Self-Leadership; Medical Representative
1 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
Abstract Followership is an ability and willingness to perform certain behaviors in order to participate in meeting common goals (Kelley, 1992). According to Manz dan Sims (in Zyl, 2012) self-leadership is a philosophy and a set of actions and mental sets of strategies that systematically direct a person to a higher performance and effectiveness. Dichotomous role as leader and follower in an organization often encountered, in fact a lot of roles or specific job functions are required not only to be a follower but as well as leader. The profession of medical representative required to have both as leader and follower roles, this become main reason researcher make it as sample in this study. Researcher speculates that there is a relationship between self-leadership and followership, particularly in terms of active participation, initiative, and positive behaviors that leads to organizational success. This study uses the Revised Self-Leadership Questionnaire (RSLQ) developed by Houghton dan Neck (2007), and Followership Questionnaire developed by Kelley (in Burke, 2009). The study was conducted on 50 medical representatives. The result is that there is a significant relationship between self-leadership and followership (r = .455, p <01, two-tailed), thus, the higher a person's self-leadership he will also become an effective follower, conversely the lower the person's self-leadership he will also become a follower of increasingly ineffective. The results of research demonstrate the importance of better knowledge about followership and self-leadership for company or individual that has dichotomous role as leader and follower. Key Words Followership, Self-Leadership, Medical Representative Latar Belakang Perkembangan industri farmasi yang pesat ini berdampak pada meningkatnya berbagai aktivitas usaha dan persaingan di antara perusahaan-perusahaan farmasi, salah satunya adalah pada profesi medical representative (selanjutnya disebut “MR”). MR adalah karyawan dari perusahaan farmasi yang bertugas sebagai duta perusahaan untuk mempromosikan produknya kepada profesi kesehatan. MR bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan teknis mengenai produk perusahaan mereka secara akurat, adil, dan sesuai dengan etika. MR dilatih sedemikian rupa agar memiliki pengetahuan medis dan teknis yang memadai, dan profesi MR harus disahkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga independen. Berdasarkan peraturan pihak berwenang, MR tidak boleh melakukan penjualan secara langsung (direct selling) kepada pasien (end-user). Melalui para praktisi kesehatan MR menyampaikan informasi ilmiah (science role) tentang produk perusahaan, melalui pertemuan dengan para dokter, memberikan presentasi ilmiah, dan presentasi kepada komite formularium. Tanggung jawab utama MR adalah memenuhi target penjualan, namun untuk dapat mencapai target penjualan harus melakukan berbagai aktivitas pendukung seperti 2 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
membina hubungan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) seperti para dokter sebagai penulis resep (prescriber), key opinion leaders, pemilik rumah sakit, distributor rekanan, apoteker, dan lain-lain.Secara khusus profesi MR diatur dalam Kode Etik Usaha Farmasi Indonesia Untuk Produk Etikal tahun 2003 pada Pasal 3 dan Kode Etik IPMG Revisi 2 tahun 2012, Pasal 3 (IPMG, 2012). MR berperan sebagai leader bagi wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Contoh, pada wilayah tertentu seorang MR ditugaskan menjadi leader bagi MR yang lebih junior, seperti MR wilayah Jakarta Selatan membawahi MR Junior wilayah Depok. Contoh lainnya, MR secara tidak langsung berperan menjadi leader di wilayahnya bagi para stockist dari perusahaan distribusi rekanan untuk memastikan lancarnya pasokan dan ketersediaan produkproduknya baik di apotek, rumah sakit dan di toko-toko obat berijin. Peran ganda ini menyebabkan seorang MR harus dapat membagi waktu dan mengatur dirinya sendiri, yaitu kapan saatnya ia berperan sebagai follower dan kapan saatnya ia menjadi leader untuk mencapai target pekerjaannya. Profesi MR dituntut dapat berperan ganda sebagai follower dan leader, seringkali pada saat yang bersamaan. Hal ini penting, bahkan menjadi keharusan karena hasilnya akan menjadi ukuran kinerja MR. Mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan peran ganda sebagai follower dan leader tidak bisa memenuhi tuntutan pekerjaan dan tidak akan dikukuhkan sebagai seorang MR. Merujuk pada pendapat Robert Kelley, followership merupakan suatu dinamika organisasi. Yang membedakan follower dan leader bukanlah intelegensi atau karakternya namun peran apa yang mereka mainkan. Follower dan leader yang efektif seringkali adalah orang yang sama yang memainkan peran yang berbeda pada jam yang berbeda di hari itu (Kelley, 1988). Kelley (1992) mendefinisikan followership sebagai suatu kemampuan dan keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam memenuhi tujuan bersama. Kelley (1992) menyimpulkan bahwa followership sama pentingnya dengan kepemimpinan, bahkan terkadang lebih penting. Kelley (1992) membagi followership menjadi dua dimensi, yaitu independent critical thinking (selanjutnya disingkat “ICT”) dan active engagement (selanjutnya akan disingkat “AE”). Individu yang memiliki ICT mampu memberikan kritik yang membangun dan bertindak inovatif dan kreatif; serta mampu meningkatkan performa kerja (Yeo, dalam Blanchard, Welbource, Gilmore, & Bullock, 2009). Individu yang memiliki AE adalah mereka yang mampu mengontrol kesehatan mental dalam situasi kerja yang menekan (Dowd & Bolus, 1998 dalam Blanchard, Welbource,
3 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
Gilmore, & Bullock, 2009). Individu yang menampilkan kemampuan keduanya maka akan menghasilkan kinerja yang efektif dan produktif dalam organisasi. Leadership memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Leader membutuhkan follower untuk melaksanakan secara langsung tugas-tugas, di samping memerlukan sarana dan prasarana lainnya. Leadership efektif adalah yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan organisasional (Antonio, 2007). Menurut Chaleff (1995) peran ganda follower dan leader memberi banyak kesempatan belajar untuk melakukan hal yang lebih baik di dalam kedua peran yang dilakukan. Secara simultan seseorang dapat memimpin anak buah pada suatu tugas dan kemudian mengikuti kepemimpinan orang lain pada suatu komite. Kelley (1992) menegaskan bahwa followership dan leadership bukanlah tipe kepribadian. Menurut Hollander (1995) followership dan leadership saling bergantung, tanpa follower tidak akan ada leader. Followership adalah prasyarat dari leadership. Litzinger dan Schaefer dalam penelitiannya menemukan di sekolah perwira West Point di Amerika Serikat bahwa para perwira diajarkan untuk mampu menjadi follower sebelum menjadi leader, dalam tesisnya dikatakan bahwa “penguasaan followership akan mempersiapkan dan memenuhi prasyarat untuk leadership” (Kelley, 1992). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan populasi profesi medical representative sebagai sampel. Seorang MR dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai follower atau sebagai leader, bahkan pada waktu yang bersamaan tergantung pada situasi. Misalnya, MR harus mampu berperan sebagai follower untuk melaksanakan arahan dari DM sebagai atas langsung saat MR membuat program round table discussion (RTD) di rumah sakit dengan sekelompok dokter atau saat membuat suatu acara pertemuan ilmiah dengan mengundang pembicara dari luar negeri untuk berbicara mengenai penelitian ilmiah terkait produknya. Di sisi lain MR harus mampu berperan sebagai leader untuk dapat membentuk dan memimpin suatu tim kerja yang dapat mendukung kesuksesan pelaksanaan RTD yakni para MR Junior dan MR dari wilayah lain. Oleh sebab itu penelitian untuk followership dan self-leadership ini akan dilakukan dengan menggunakan sampel penelitian pada medical representative. Penelitian atau teori tentang followership sangat sedikit, menurut Kelley stereotip negatif terhadap followership telah berakar di masyarakat sendiri (Kelley, 1992). Kita perlu memperhatikan followers, followership berharga untuk diteliti dan dilakukan pelatihan. Diskusi tentang leadership harus menyertakan followership karena leader tidak ada tanpa 4 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
follower (Kelley, 2008). Penelitian tentang followership dalam hubungannya dengan selfleadership di Indonesia masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu penelitian mengenai hubungan antara followership dan self-leadership perlu dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara followership dan self-leadership, hal ini didukung oleh pendapat Gebhart (2003), transisi mulus dari suatu peran ke peran yang lain dapat mendukung keberhasilan organisasi secara efektif. Khususnya pada profesi MR yang mempraktekkan baik followership maupun self-leadership.
Tinjauan Teoritis Followership Kata follower atau pengikut secara etimologi berakar dari kata dalam bahasa Jerman Kuno “follaziohan” sekitar abad ke 9 dan 11 yang berarti dapat membantu (to help atau to assist (Kelley dalam Burke, 2009). Kelley (1992) mengemukakan bahwa kata ini kemudian mengandung makna negatif yang muncul dari Darwinisme dengan “survival of the fittest” karena Darwinisme menciptakan perbedaan hierarki dan polaritas antara konsep leadership dan followership. Selain itu Kelley (1992) menambahkan bahwa budaya juga membantu mendefinisikan dan memberikan predikat negatif terhadap followership. Pada perkembangan selanjutnya muncul pergeseran makna yang relatif lebih positif. Chaleff (2003) secara jelas membedakan bahwa follower bukan kata lain dari bawahan (subordinate). Kata bawahan atau subordinate adalah posisi dalam bagan organisasi yang secara langsung melapor pada orang yang lebih tinggi kekuasaannya dan tidak terikat dengan visi atau tujuan pemimpin atau organisasi (Challef dalam Havins, 2010). Follower, menurut Chalef (dalam Havins, 2010) hanya ada dalam pikiran atau kondisi dan bukan posisi dalam berbagai organisasi. Dixon dan Westbrook (2003) mengemukakan bahwa follower dapat terlibat secara fisik, pikiran, jiwa dan semangat dan lebih jauh lagi berbagi visi dan tujuan dengan pemimpin dan organisasi. Follower bertanggung-jawab untuk memahami apa yang terbaik untuk organisasi dan berbagi tanggung-jawab untuk menemukan tanda-tanda awal perubahan dan menjadi inovator, self-managed, pengambil risiko (risk taker) yang berpartisipasi dalam proses (McLagan, 2001). Alcorn (1992) mendeskripsikan followership sebagai kemampuan dan kesediaan untuk bertindak melengkapi leadership. Sedangkan Kelley (1992) mendefinisikan follower sebagai mitra penuh (full partner) yang kompeten. Kelley (1992) menyebut dua istilah, baik follower style maupun followership style mengacu 5 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
pada skor dan kategori style yang diperoleh responden yang mengukur dua dimensi follower, yaitu independent critical thinking dan active engagement (Kelley, 1992). Penelitian ini menggunakan definisi followership dari Kelley (1992), yaitu sebagai elemen penting di dalam suatu organisasi yang memiliki peran untuk secara efektif mendukung pencapaian tujuan organisasi, dengan melakukan tingkah laku tertentu yang muncul atas kesadaran dari dalam diri sesuai arahan dari pemimpin. Definisi ini dinilai peneliti memadai untuk menggambarkan followership dalam penelitian ini, bukan sekedar untuk melengkapi leadership, seperti yang didefinisikan oleh Alcorn. Selain itu definisi followership dari Kelley ini juga merepresentasikan karakter follower yaitu follower yang kompeten. Dari definisi ini pula, Kelley mengembangkan gaya atau style dari followership yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Robert E. Kelley (1992) menjelaskan followership ke dalam 2 dimensi yaitu dimensi independent critical thinking (ICT) dan active engagement (AE). Dimensi independent critical thinking (ICT) adalah kemampuan individu untuk mengukur pentingnya peran mereka bagi organisasi dalam kaitannya dengan kerjasama yang mereka lakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tingkah laku yang mencerminkan ICT yaitu kemampuan untuk memberikan kritik yang membangun dan bertindak secara inovatif dan kreatif; serta mampu meningkatkan performa kerja (Yeo, dalam Blanchard, Welbourne, Gilmore, & Bullock, 2009). Dimensi active engagement (AE) adalah kemampuan individu untuk terlibat dalam proses organisasi. Ciri-ciri tingkah laku yang tercermin dalam AE yaitu mereka yang mampu meningkatkan kesehatan mental dalam situasi kerja yang menekan (Dowd & Bolus, 1998 dalam Blanchard, Welbourne, Gilmore, & Bullock, 2009); serta individu yang berpartisipasi secara aktif dan mampu mengambil inisiatif (Kelley, 1992). Konsep followership yang dikembangkan oleh Kelley menekankan pentingnya interaksi yang terjadi antara dua dimensi di atas. Followership yang dimiliki seseorang sifatnya dinamis sehingga dapat berubah menyesuaikan diri dengan keadaan (Blanchard et. al, 2009). Seorang follower mampu memiliki ICT dan AE yang tinggi dimana akan memunculkan karakteristik karyawan yang diharapkan suatu organisasi. Menurut Tanoff dan Barlow (dalam Blanchard et. al, 2009) follower yang memiliki tingkat yang tinggi pada kedua dimensi memiliki kesamaan yang serupa dengan pemimpin yang efektif. Namun dapat pula rendah di dua dimensinya maka akan menghasilkan karyawan yang kurang memiliki minat bekerja. Kemungkinan lain yaitu tinggi hanya di satu dimensi saja namun rendah di dimensi 6 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
lainnya, yang mana dapat menghasilkan efek yang baik positif maupun negatif (Blanchard et. al, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua dimensi followership Kelley (1992) yaitu dimensi independent critical thinking (ICT) dan active engagement (AE) dengan pertimbangan kedua dimensi tersebut dapat memberikan gambaran tentang tingkah laku karyawan yang diharapkan suatu organisasi. Untuk mengukur dimensi followership pada penelitian ini, peneliti menggunakan terjemahan Kelley’s Followership Questionaire yang disusun oleh Robert E. Kelley (1992) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Item-item dalam alat ukur ini dikembangkan berdasarkan pengalamannya dalam memberikan pengajaran dan konsultasi. Partisipan penelitian yang digunakan oleh Kelley sebanyak 700 orang, dimana terdiri dari 20 industri dengan rata-rata umur 37 tahun dan pernah bekerja dibeberapa perusahaan. Alat ukur followership yang dikembangkan oleh Kelley (1992) pertama kali digunakan untuk menilai kelebihan yang dimiliki individu sebagai seorang follower dan untuk mengidentifikasikan aspek mana yang perlu ditingkatkan maupun diperbaiki. Kelley’s Followership Questionaire terdiri dari 20 item dengan bentuk peryataan, yang terdiri dari 10 item untuk mengukur dimensi independent critical thinking (ICT) dan 10 item untuk mengukur dimensi active engagement (AE). Pertimbangan peneliti dalam memilih untuk menggunakan alat ukur ini adalah karena adanya kejelasan teori yang mendasari disusunnya alat ukur tersebut, dan berdasarkan hasil uji psikometrik yang dilakukan alat ukur ini layak untuk digunakan di dalam penelitian. Burke (2009) dan Havins (2010) mendapatkan validitas dan reabilitas yang tinggi dari Kelley’s Followership Questionaire sebagai instrument untuk mengukur followership. Self-leadership Menurut Manz dan Sims (dalam Zyl, 2012) self-leadership adalah filosopi dan sekumpulan set strategi tindakan dan mental yang sistematis utuk mengarahkan seseorang kepada kinerja yang lebih tinggi dan efektif.
Manz (dalam Houghton & Yoko, 2005)
mendefinisikan self-leadership sebagai proses dimana orang mempengaruhi diri mereka sendiri untuk mencapai self-direction dan self-motivation yang diperlukan untuk unjuk kerja. Houghton mengemukakan bahwa self-leadership berakar dalam beberapa teori selfinfluence yang berhubungan meliputi self-regulation, self-control, self-management, intrinsic motivation theory, social cognitive theory, dan clinical cognitive psychology. Berdasarkan 7 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
teori-teori ini, maka self-leadership dirumuskan sebagai sekumpulan set perilaku dan strategi kognitif yang digunakan secara positif untuk mempengaruhi kinerja individu (Houghton & Yoho, 2005). Strategi-strategi self-leadership terdiri dari tiga kategori yaitu behavior- focused strategies, natural reward strategies dan constuctive though pattern strategy (Manz & Neck, 2004; Manz & Sims, 2001; Prussia et al., 1988 dalam Houghton & Yoko, 2005), secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Behavior-focused strategies dirancang untuk meningkatkan self-awareness yang mengarahkan pada perilaku keberhasilan manajemen yang meliputi tugas-tugas penting tetapi kurang menyenangkan (Manz & Neck dalam Houghton & Yoko, 2005). Konsep ini dikembangkan berdasarkan teori self-control dan self-management, behavior-focus strategies meliputi: self-observation, self-goal setting, self-reward, dan self-correcting feedback. Strategi ini dirancang untuk mendorong perilaku positif yang diinginkan yang mengarahkan pada keberhasilan. 2. Natural reward strategies yang meliputi dua pendekatan primer, yaitu membangun fitur yang lebih menarik dan menyenangkan terhadap tugas agar seseorang memaknai tugas dan dengan sendirinya memberi penghargaan (rewarding) dan membentuk persepsi tugas dengan menekankan pada aspek imbalan (reward) (Manz & Neck; Manz & Sims, dalam Houghton & Yoko, 2005). kedua pendekatan ini akan mendorong perasaan kompeten dan self-determination, yang merupakan mekanisme dari motivasi intrinsik (Decy & Ryan, dalam Houghton & Yoko, 2005) 3. Constructive thought pattern strategies berhubungan dengan manajemen proses kognitif dan meliputi tiga alat utama dalam pola berpikir: self-analysis dan perbaikan sistem belief, mental imagery dari keberhasilan unjuk kerja dan positive self-talk (Manz & Neck; Neck & Manz, dalam Houghton & Yoko, 2005) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga kategori strategi self-leadership tersebut diatas (Manz & Neck, 2004; Manz & Sims, 2001; Prussia et al., 1988 dalam Houghton & Yoko, 2005), dengan pertimbangan dari hasil penelitian dapat diketahui gambaran tentang strategi self-leadership dan strategi self-leadership mana yang diharapkan suatu organisasi. Houghton (2000) mengemukakan ada dua alat ukur self-leadership yang merupakan prototipe dari Manz dan Sims sebagai dasar pengembangan alat ukur. Pertama, Cox (dalam Houghton, 2000) yang mengembangkan Self-Leadership Questionnaire (SLQ) yang terdiri 8 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
dari 34 item. Menggunakan analisis faktor yang tidak dibatasi yang mengarah pada delapan faktor solusi dengan faktor-faktor dengan label: self-problem solving initiative, efficacy, teamwork, self-reward, self-goal setting, natural rewards, opportunity thought, dan selfobservation/evaluation (Cox, 1993 dalam Houghton, 2000). Kedua, alat ukur yang disebut Self-Leadership Scale dengan menggunakan 50 item yang dikembangkan oleh Anderson dan Prussia (1997 dalam Houghton, 2000). Selanjutnya terdapat alat ukur lain yang merupakan perbaikan dari alat ukur yang ada, yang disebut Revised Self-Leadership Questionnaire (RSLQ). Medical Representative MR adalah karyawan dari perusahaan farmasi yang bertugas sebagai duta perusahaan untuk mempromosikan produk etikal kesehatan, yakni produk yang hanya dapat dikonsumsi melalui resep dari dokter. Secara khusus profesi MR diatur dalam kode etik yang bertujuan untuk menetapkan standar tinggi yang harus dipatuhi dalam melaksanakan kegiatan promosi produk farmasi yang etis kepada profesi kesehatan dan menetapkan proses pendisiplinan diri, untuk memastikan bahwa interaksi dengan anggota profesi kesehatan telah pantas dan dianggap demikian adanya untuk melayani kepentingan publik sebaik-baiknya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan penggunaan obat yang rasional (IPMG, 2012). Followership dan Self-Leadership Dikotomi peran sebagai leader dan follower di organisasi seringkali ditemui. Pada kenyataannya banyak peran-peran atau fungsi-fungsi pekerjaan tertentu dituntut bukan hanya menjadi follower namun juga sebagai leader seperti MR. MR secara tidak langsung berperan menjadi leader di wilayahnya bagi para stockist dari perusahaan distribusi rekanan untuk memastikan pasokan dan ketersedian produk-produknya baik di apotek, rumah sakit dan di toko-toko obat berijin. MR berperan sebagai leader, jika merujuk pada pendapat Kelley tentang followership. Followership bukanlah orangnya atau tipe kepribadian tertentu, namun followership adalah peran situasional, follower dan leader yang efektif seringkali adalah orang yang sama yang memainkan peran yang berbeda pada jam yang berbeda di hari itu (Kelley, 1988). Followership didefinisikan oleh Kelley (1992) sebagai suatu kemampuan dan keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam 9 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
memenuhi tujuan bersama. Sedangkan, self-leadership didefinisikan oleh Manz (1983) sebagai proses seseorang mempengaruhi diri mereka sendiri untuk mencapai self-direction dan self-motivation yang diperlukan untuk mencapai target di dalam pekerjaannya. Dinamika kedua variabel tersebut menurut peneliti terlihat pada dimensi-dimensinya yaitu dimensi ICT dengan behavior focused strategies dan AE dengan natural reward strategies. Dinamika yang pertama pada dimensi independent critical thinking (ICT) adalah kemampuan individu untuk mengukur pentingnya peran mereka bagi organisasi dalam kaitannya dengan kerjasama yang mereka lakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tingkah laku yang mencerminkan ICT yaitu kemampuan untuk memberikan kritik yang membangun dan bertindak secara inovatif dan kreatif; serta mampu meningkatkan kinerja (Yeo, dalam Blanchard, Welbourne, Gilmore, & Bullock, 2009). Hal ini sejalan dengan behavior-focused strategies pada self-leadership yang dirancang untuk meningkatkan selfawareness yang mengarahkan pada perilaku keberhasilan manajemen yang meliputi tugastugas penting tetapi kurang menyenangkan. Baik ICT pada followership maupun behavior-focused strategies pada variabel selfleadership, memiliki persamaan dalam hal mengaplikasikan self-awarenes. Perbedaannya adalah pada fokusnya, ICT berkaitan dengan keberhasilan organisasi, sedangkan behaviorfocused strategies lebih kepada manajemen diri. Dinamika yang kedua adalah pada dimensi Active Engagement (AE) yaitu kemampuan individu untuk terlibat dalam proses organisasi; dengan Natural reward strategies pada self-leadership yang meliputi dua pendekatan primer, yaitu membangun fitur yang lebih menarik dan menyenangkan terhadap tugas agar memaknai tugas itu sendiri dan dengan sendirinya memberi penghargaan (rewarding) dan membentuk persepsi tugas dengan menekankan pada aspek imbalan (reward) (Manz & Neck; Manz & Sims, dalam Houghton & Yoko. Houghton & Yoko, 2005). Kedua dimensi tersebut (AE dan natural reward strategies) ini sama-sama memiliki fokus pada hal-hal eksternal di luar dirinya. Perbedaannya adalah jika AE hanya sebatas pada tingkat keterlibatan seseorang di dalam organisasi, natural reward strategies adalah strategi memodifikasi pola pikir untuk memperoleh persepsi yang memiliki aspek reward bagi dirinya. Berdasarkan pemikiran tersebut, peneliti menduga terdapat hubungan pada followership dan self-leadership, khususnya pada profesi MR yang dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai follower dan leader. Selain harus menjadi follower yang efisien bagi 10 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
tujuan organisasi, MR harus memiliki kemampuan mempengaruhi diri mereka sendiri untuk mencapai self-direction dan self-motivation yang diperlukan untuk mencapai target di dalam pekerjaannya yang terdapat pada self-leadership.
Metode Kelley’s Followership Questionnaire dan Revised Self-Leadership Questionnaire (RSLQ) diberikan kepada 50 orang medical representative dari tanggal 11 Februari sampai dengan 15 Februari 2013 kemudian hasilnya akan dianalisis dengan menggunakan: 1. Teknik korelasi Pearson digunakan untuk melihat signifikansi hubungan antara dua variabel. Teknik ini digunakan untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel followership dan variabel self-leadership. 2. Teknik multiple correlation digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dimensi ICT, AE pada followership dan variabel self-leadership. 3. Teknik Partial Correlation digunakan untuk mengetahui hubungan antara dimensi ICT dan AE pada followership yang dianggap paling berpengaruh terhadap selfleadership. Hasil Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji korelasi dengan teknik statistik korelasi linear Pearson. Penelitian ini menggunakan level of significance (LOS) 0,05 dengan test of significance. Berikut ini adalah hasil perhitungan korelasi antara followership dan selfleadership: Tabel 4.2. Korelasi followership dan self-leadership Variabel
Followership
Self-Leadership
Pearson Correlation Sig. (p) Jumlah Partisipan ** Korelasi signifikan pada level 0.01 (2 tailed)
.455** .000 50
Perhitungan hubungan antara dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson. Dari tabel diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan self-leadership, dengan r = +.455, n = 50, p<.01 (two tailed). Dengan r = +.455, maka r² = .207, hal ini dapat diartikan sebagai: 20.7 % dari variasi skor yang terjadi pada followership dapat dijelaskan oleh variabel self-leadership. Sebagai tambahan, merujuk 11 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
pada dengan kriteria Cohen (dalam Gravetter & Wallnau, 2007), nilai r² antara 0,09 - 0,25 berarti mengindikasikan adanya hubungan dengan kekuatan sedang. Sebagai analisis tambahan, peneliti melakukan perhitungan multiple correlation untuk menemukan keeratan hubungan antara dimensi-dimensi di dalam variabel followership yaitu ICT dan AE dengan variabel self-leadership, dan ditemukan hasil yaitu: r self-leadership ICT (ry1) = 0,457; r self-leadership – AE (ry2) = 0,304; r ICT – AE (r12) = 0,493; maka diperoleh hasil R = 0,216. Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan kedua dimensi di dalam followership (ICT dan AE) bersifat lemah karena nilai R tidak mendekati 1. Dalam penelitian ini juga dilakukan uji korelasi parsial (partial correlation) untuk menentukan dimensi pada variabel followership (ICT dan AE) yang paling berpengaruh terhadap variabel self leadership. Pada perhitungan antara dimensi ICT dengan variabel selfleadership dengan menggunakan dimensi AE sebagai kontrol variabel ditemukan hasil bahwa ICT menyumbang paling besar (r = 0,374) dibandingkan AE (r = 0,099) kepada variabel selfleadership. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab 4, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara followership dan self-leadership pada MR. Artinya, semakin tinggi self-leadership seseorang maka ia juga akan menjadi follower yang efektif, sebaliknya semakin rendah self-leadership seseorang maka ia juga akan menjadi follower yang semakin tidak efektif. Sebagian besar partisipan MR memiliki tingkat followership yang tergolong sedang dilihat dari norma kelompok. Hal ini berarti rata-rata MR tergolong sebagai pragmatists follower, yaitu merupakan pengikut menengah. Kelley (1988 dalam Tannof dan Barlow, 2002) menyebut gaya pengikut ini sebagai perwujudan “survivor” dengan slogan better safe than sorry, yang mencari aman dalam setiap situasi.
Diskusi Dari hasil penelitian ini, meskipun ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan self-leadership, namun kekuatan hubungan antar kedua variabel termasuk dalam kategori sedang karena r²= 0.207 dan berdasarkan criteria Cohen (Gravetter & Wallnau, 2007) nilai r² antara 0,09 - 0,25 berarti mengindikasikan adanya hubungan dengan kekuatan sedang. Hubungan yang dengan kekuatan sedang ini 12 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan mendasar di antara kedua variabel, yaitu followership yang menurut Kelley (1992) dikatakan sebagai suatu state (keadaan sementara yang dipicu oleh kondisi atau stimulus eksternal) sedangkan self-leadership merupakan semacam paradigma atau set strategi berpikir yang cenderung lebih bersifat tetap. Berbeda dengan pergantian peran (dalam penelitian ini merujuk pada peran MR sebagai follower dan leader, seorang MR ketika ia menjadi seorang follower dapat juga menggunakan strategi selfleadership untuk mencapai self-direction dan self-motivation yang diperlukan di dalam pekerjaannya. Independent-critical thinking (ICT) pada followership dengan variabel self-leadership khususnya pada behavior-focused strategies memiliki persamaan dalam hal mengaplikasikan self-awarenes. Perbedaannya adalah pada fokusnya, ICT berkaitan dengan keberhasilan organisasi, sedangkan behavior-focused strategies lebih kepada manajemen diri. Hal ini diperkuat dengan hasil analisi partial correlation yang menemukan bahwa ICT menyumbang paling besar (r = 0,374) dibandingkan AE (r = 0,099) kepada variabel self-leadership. Dimensi Active Engagement (AE) dan self-leadership khususnya pada natural reward strategies walau sama-sama memiliki fokus pada hal-hal eksternal di luar dirinya, berdasarkan analisis partial correlation hanya menymbang sebesar r = 0,099. Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki self-leadership yang baik belum tentu memiliki keterlibatan yang aktif pada suatu organisasi. Secara lebih luas, terutama dalam konteks organisasi, peran leadership dan followership semakin meningkat dalam hal kompleksitas, kejelasan, dan dinamika lingkungan bisnis dengan berbagai tuntutan terhadap beragam nilai-nilai, prioritas dan persyaratan (Kupers, 2007). Konteks bisnis dan organisasi telah mengalami banyak perubahan sehingga diperlukan modifikasi konsep followership dan leadership yang masih konvensional.Walaupun konsep dan peran yang berbeda, followership dan leadership saling melengkapi, bukan bersaing, berkontribusi bagi kesuksesan sebuah organisasi (Kelley, 1992). Leader berkontribusi rata-rata tidak lebih dari 20%, follower berkontribusi rata-rata 80% terhadap kesuksesan pada banyak organisasi (Kelley, 1992). Dalam situasi dan waktu yang berbeda, kita dapat berperan sebagai follower atau sebagai leader, bahkan ada kalanya dalam suatu rantai otoritas diperlukan untuk menjadi follower dan leader secara bersamaan, menurut Chaleff peran ganda follower dan leader memberi banyak kesempatan belajar untuk melakukan lebih baik dalam kedua peran, merupakan seni berpindah antar peran secara mulus (Chaleff, 1995: 31). Secara simultan 13 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
seseorang dapat memimpin anak buah pada suatu gugus tugas dan kemudian mengikuti kepemimpinan orang lain pada suatu komite, namun Kelley menegaskan bahwa followership dan leadership bukanlah tipe kepribadian (Kelley, 1992: 42). Sangat sedikit penelitian atau teori tentang follower, dan kalaupun ada tujuannya untuk lebih memahami leadership, menurut Kelley stereotip negatif terhadap followership telah berakar di masyarakat kita (Kelley, 1992: 39). Kita perlu memperhatikan followers, followership berharga untuk diteliti dan dilakukan pelatihan, selain itu diskusi tentang leadership harus menyertakan followership karena leader tidak ada tanpa follower (Kelley, 2008: 5). Sesungguhnya followership dan leadership saling bergantung, tanpa follower tidak akan ada leader (Hollander, 1995: 8). Menurut Hegel followership adalah prasyarat dari leadership, Litzinger dan Schaefer dalam penelitiannya menemukan di sekolah perwira West Point di Amerika bahwa para perwira diajarkan untuk mampu menjadi follower sebelum menjadi leader, dalam tesisnya dikatakan bahwa “penguasaan followership akan mempersiapkan dan memenuhi prasyarat untuk leadership” (dikutip oleh Kelley, 1992: 28, 54). Peneliti lebih mudah untuk mendapatkan berbagai literatur tentang leadership maupun self-leadership, namun sulit sekali mendapatkan penelitian tentang followership, peran follower dan proses followership, khususnya yang dipublikasi di Indonesia. Penelitian tentang followership dan self-leadership dapat memberikan manfaat untuk menggali lebih lanjut hubungan antara followership dan self-leadership, atau hubungan antara seorang follower dan leader. Selain itu seorang individu dapat belajar untuk melakukan lebih baik dalam berpindah antar peran sebagai follower dan sebagai leader secara mulus (Chaleff, 1995: 31) dengan menggunakan strategi di dalam self-leadership. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang followership dan self-leadership bagi mereka yang berperan sebagai follower dan leader. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat peneliti ajukan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yaitu: Dalam penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan hubungan antara followership dan selfleadership pada profesi MR. Sehingga akan lebih baik jika dalam penelitian selanjutnya, dipilih partisipan yang berasal dari profesi pekerjaan yang berbeda agar dapat memperkaya pengetahuan yang didapat dan mengetahui cara spesifik yang dapat dilakukan guna membina 14 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
dan meningkatkan karakteristik followership dan self-leadership. Selain itu, sebaiknya juga dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan followership, karena selama ini banyak penelitian lebih banyak dilakukan pada peran leader (leadership) yang dianggap sebagai faktor suksesnya organisasi.
Kepustakaan Alcorn, D. S. (1992). Dynamic Followership: Empowerment at Work. Management Quarterly, 33(1), 9-13. Anastasi, A, & Urbina, S. (1997). Psychological Testing (7th ed). USA: Pearson Prentice Hall. April, K., & Hill, S. (2000). The Uncertainty And Ambiguity Of Leadership In The 21st Century. South African Journal of Business Management, 31(2), 45-53. Antonio, Muhammad Syafii. 2007. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager. ProLM Centre. Jakarta. Bauer, T.N., Erdogan, B., Liden, R.C., & Wayne, S.J. (2006). A Longitudinal Study Of The Moderating Role Of Extraversion: Leader-Member Exchange, Performance, And Turnover During New Executive Development. Journal of Applied Psychology. Blanchard, A. L., Welbourne, J. A., Gilmore, D., & Bullock, A. (2009) Followership styles and employee attachment to the organization. The Psychologist Manager Journal, 12, 111-131 Burke, Lisa M. (2009). Correlations of Followership Styles and Leadership Styles of Medical Science Liaisons within the Pharmaceutical and Biopharmaceutical Industry, ProQuest LLC 789 East Eisenhower Parkway Center for Leadership Studies, Inc. (2005a, 2005b). LEAD Self instruments. Chaleff, I. (1995). The Courageous Follower: Standing up to and for Our Leader. San Francisco: Berrett-Koehler. Chance, P. (1986). Thinking in the classroom: A survey of programs. New York: Teachers College, Columbia University. Cohen A. (1999) Relationships Among Five Forms Of Commitment: An Empirical Assessment. Journal of Organizational Behavior GP Farmasi (2003). Kode Etik Pemasaran Usaha Farmasi Untuk Produk Etikal. http://www.gpfarmasi.org.temp.client.org/index.php?view=article&catid=29%3Agpfi -main&id=5%3Akodeetik&format=pdf&option=com_content (diunduh 3 Juli 2013 Jam 19.00)
15 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
Havins, M. (2010). An Examination of the Relationship of Organizational Levels and Followership Behaviors in Law Enfocement. Disertasi. Arizona: Northern Arizona University. Proquest Dissertation & Theses: The Humanities & Social Science Collection. Of Leadership and Organization Studies Vol. 11 No. 4 Houghton, J.D. (2000). The Relationship between Self-Leadership and Personality: a Comparison of Hierarchical Factor Structures. Disertasi. Houghton, J.D. & Yoho, S.K. (2005). Toward a contingency model of leadership and psychological empowerment: when should self-leadership be encouraged?, Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol.11 No.4, pp. 65-84. Kartono, Kartini. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta. Rajawali Press. Kellerman, Barbara (2008). Followership: How Followers Are Creating Change and Changing Leaders,Harvard Business School Press. Kumar, R. (1996). Research Methodology. London: Sage Publication. Kumar, R. (2005). Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners 2nd ed. London: SAGE Publication Ltd Kawondera, P.S. (2007). The Impact of National Culture on Self-Leadership. Thesis. University of South Afrika. Kelley, R. E. (1992). The Power of Followership: How to Create Leaders People Want to Follow and Followers Who Lead Themselves. New York: Currency Book. Kelley, R. E. (2008). Rethinking of Followership. The art of followership: how great followers create great leaders and organizations. San Francisco, CA: Jossey-Bass Küpers, Wendelin (2007), Perspectives on Integrating Leadership and Followership. International Journal of Leadership Studies, Vol. 2 Iss. 3, 2007, pp. 194-221. School of Global Leadership & Entrepreneurship, Regent University. ISSN 1554-3145 Manz, C.C. (1986). Self-leadership: Toward an expanded theory of slef influence processes in organization. Academic Management Review, 11, 585-600. Manz, C.C. (1991). Self-leadership, The Heart of Empowerment. The Journal for Quality and Participation, 15 (4), 80 -89. Manz, C.C., & Neck, C.P. (1999). Mastering self-leadership: Empowering yourself for personal excellence (2nd ed.) Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Manz, C.C. and Sims, H.P. Jr (2001), New Superleadership: Leading others to Lead Themselves, Berrett-Koehler, San Fransisco, CA. McLagan, Patricia.(2001). Success Globally: Lessons From the World’s Research. theRITEstuff electronic power point report.
16 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013
McLagan, Patricia, (2001). Claiming Your Change Power,TD,October. McLagan, Patricia, (2001). The New World of Work, The Non Profit Quarterly. Neck, Christoper P. Neck (ed.) (2006) Self-leadership, Journal of Managerial Psychology, Vol.21, No.4 Robert E. Kelley (1992) The Power of Followership: How to Create Leaders People Want to Follow and Followers Who Lead Themselves, Doubleday Business. Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi, B.N. (2005). Psikologi Eksperimen. Indonesia: PT Intan Sejati Klaten. Sugiono (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, PT. Alfabeta. Tanoff, G. & Barlow, C.B. (2002). Leadership and Followership: Same Animal, Different Spots. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, Vol. 54, No. 3, 157– 167 Townsend, P. L., & Gebhardt, J. E. (2003, Summer). The Leadership-Teamship-Followership Continuum. Leader to Leader, (29), 18-21. Vaill, P. B. (1993). Managing As A Performing Art. In Pierce, J. L. & Newstrom, J. W. (Eds.), The manager’s bookshelf: A mosaic of contemporary views (3rd ed.), (pp.218228). New York: Harper Collins College. Zyl, E. (2012). The Relationship between Self-Leadership and Certain Personality Traits among a roup of First-Line Supervisors. Journal of Social Science, 31(2): 159-165 (2012).
17 Hubungan antara..., Maezar Maolana, FPSI-UI, 2013