Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo
Oleh : Fahdi Fahlevi NIM. 106051001761
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA/ 2013
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan dan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S.Kom.I) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ 2013
Oleh : Fahdi Fahlevi NIM. 106051001761
Dosen Pembimbing
Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 19760812200501 1 005
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA/ 2012
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Mei 2013
Fahdi Fahlevi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 18 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Jumroni, M.Si
Umi Musyarofah, MA
NIP. 19630515 1992031006
NIP. 19710816 1999703 2 002
Anggota, Penguji I
Penguji II
H. Zakaria, MA
Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D
NIP. 197209072003121003
NIP. 19621231 198803 1 032
Pembimbing
Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
ABSTRAK
Fahdi Fahlevi Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo Pemberitaan Majalah Tempo pada bulan Februari membahas tentang kasus penyerangan penganut Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Pada proses penyusunan pemberitaan Ahmadiyah di Cikeusik, Majalah Tempo mendapatkan sejumlah pengaruh intern dan ekstern organisasi media tersebut. Terdapat hirarki pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari 2011. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Faktor apa saja yang berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari? Metodologi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metodologi kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori hirarki pengaruh yang dikembangkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori hirarki pengaruh ini berbicara tentang bagaimana pengaruh internal dan eksternal sebuah organisasi media mempengaruhi pemberitaan sebuah media. Pada teori hirarki pengaruh terdapat beberapa tingkatan atau level yaitu level individu, level rutinitas media, level organisasi media, level ekstra media dan level ideologi. Diantara kelima level tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Majalah Tempo Tempo didirikan pada tahun 1971, pada awal masa pemerintahan Orde Baru. Para pendiri majalah ini seluruhnya adalah “angkatan 66”, yang pada masa itu bergabung dengan mahasiswa dan militer untuk meruntuhkan pemerintahan Soekarno. Para wartawan muda itu diantaranya adalah Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto, Cristianto Wibisono, Yusril Djalinus dan Putu Wijaya yang pada akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan Majalah Tempo. Temuan pada penelitian adalah menunjukan bahwa pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo adalah kepada pengaruh secara langsung dari level individu pekerja media atau dalam hal ini reporter yang mencari data di lapangan mengenai Ahmadiyah dan pada pengaruh rutinitas media yang direpresentasikan oleh rapat redaksi yang terjadi pada proses penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo. Sedangkan pengaruh lain yang berpengaruh adalah lebih kepada secara tidak langsung yaitu pengaruh organisasi media yang mempengaruhi lewat dewan direksi yang berasal dari mantan wartawan majalah Tempo, lalu dari pengaruh ekstra media yang dalam hal ini adalah Aliansi Jurnalis Independen yang notabenenya banyak wartawan atau pekerja Majalah Tempo yang bergabung denga organisasi ini dan yang tterkahir adalah pengaruh melalui ideologi Majalah Tempo yang menjunjung nilai demokrasi dan pluralisme. Pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari menunjukan bahwa Majalah Tempo sebagai sebuah media yang telah mapan dalam pengelolaan telah memiliki pola dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan dengan membentuk rutinitas media yang berpengaruh dalam pemberitaan. Faktor individu menjadi cukup berpengaruh ketika dalam pengambilan data dan angle pemberitaan Majalah Tempo.
i
KATA PENGANTAR
Demi Dia yang bersumpah dengan waktu, alam semesta dan segala keindahannya, saya sematkan puja dan puji untukNya. Dengan setetes cinta yang tak berbanding, Dia kuatkan sendi-sendi perjuangan dan kesabaran dalam mendayuh hidup ini. Semoga rasa syukur yang kurang ini, Engkau terima ya Allah. BersamaMu, saya bulatkan tekad, luruskan niat dan sempurnahkan ikhtiar untuk sebuah episode yang lebih bermakna. Bagimu baginda Islam, saya haturkan shalawat untuk kemuliaan dan ketangguhanmu. Risalah kenabianmu kini menjadi dambaan setiap ummat yang menginginkan kedamaian dan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat. Semoga dengan bimbingan dan nasihatmu, saya menjadi muslim yang tangguh dan bermanfaat bagi agama, bangsa dan sesama manusia. Engkaulah Muhammad Rasulullah, saya bersaksi. Terimakasih yang teristimewa saya persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 3. Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek I Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
ii
4. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Pudek II Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 5. Drs. Studi Rizal LK, M.A, Pudek III Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 6. Drs. Jumroni, M.Si, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 7. Umi Musyarofah, M.A, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 8. Gun Gun Heryanto, M.Si, dosen pembimbing yang senantiasa selalu memberi pencerahan, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan tentang penyusunan skripsi ini. 9. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 10. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini. 11. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini. 12. Orangtuaku yang senantiasa menghaturkan selalu memanjatkan doa dan bekerja keras untuk anaknya. Untuk almarhum nenekku Nyimas Nurhayah dan tanteku Sautul Azani yang selalu memberikan kasih sayang kepadaku. Kalianlah alasanku melakukan ini semua.
iii
13. Bapak Rahmat Baihaky, dosen yang telah membuka mata dan memberikan pencerahan kepada saya, semoga dapat terus menumbuhkan tradisi kritis pada mahasiswa FIDKOM. 14. Nuris Annisa, terima kasih karena pernah jadi cahaya kecil yang indah di hidupku. 15. Sahabat karibku, Dany ”Begenk” Pratama, Andry ”Joey” Bakabon, Edryanto ”Betot”, Edith Adinda Putri, Rafli Januar Ardian, Hasty Wulandari, Kadek Adi dan Ajay. Semoga kita sukses bersama dan Take A Cheese pasti akan jadi kenyataan kawan. 16. Kawan-kawan seperjuangan di kampus, Abdul Rohman, Aditia Rizal, Kharisma Dimas Syuhada, Sirajudin Arrido, Rezki Puji Lestari, Sabir Laluhu, David Noviardi, Aang Ibnu Sihab, Dany Permadi, Zainudin, Dirga Maulana dan Shulhan Rumaru. Terima kasih karena telah menemani proses ini bersama. 17. Teman-teman KPI A, B, C dan D angkatan 2006 yang senantiasa saling berbagi dalam suka dan duka selama menjalani perkuliahan, serta selalu memberikan dukungan dan nasihat positif. Semoga kesuksesan selalu menjadi takdir kalian. 18. Kawan-kawan Garuda, Angga, Dzaly, Unyil, Iyung, Bongkeng, Kuro, Togar, Budi, Bun-bun, Putri, Nunu. Semoga kalian selalu menjadi Garuda yang gelisah dan tercerahkan. Terbang Tinggi Tak Lupa Bumi. 19. Pengurus BEM FIDKOM, pengurus BEMJ KPI, kawan-kawan kader HMI Komfakda yang senantiasa selalu tercerahkan, kawan-kawan Logika yang selalu kritis, kawan-kawan terutama Tapir, Tami, Gana, Aim, Dwi, Wilda,
iv
Inna, Anis, Hasbul, Iqbal, Renita, Akmal, Abe, Lenny, Bonte, Sendy dan Petruk. 20. Untuk seluruh staf dan kawan sekerja di Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT), Bang Mail, Bapak Suyatmin, Mbak Asih, Bang Bekti, Pak Pri, Pak Dar dan kawan-kawan lainnya yang telah memberikan bantuan dalam skripsi dan menularkan semangat pencerahan serta loyalitas tanpa batas kepada TEMPO. 21. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin. Akhir kata, penelitian skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 20 Mei 2013
Fahdi Fahlevi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
KATAPENGANTAR .....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
LAMPIRAN ....................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10 D. Metodologi Penelitian ............................................................ 11 E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 14 F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14
BAB II
KAJIAN TEORI A. Teori Hirarki Pengaruh ......................................................... 16 1.
2.
Level Pengaruh Individu Pekerja Media ........................ 17 a.
Faktor Latar Belakang dan Karakteristik ................ 17
b.
Faktor Nilai Nilai dan Kepercayaan ....................... 18
Level Rutinitas Media .................................................... 19 a.
Audiens (consumer) ................................................. 19
b.
Organisasi Media (processing) ............................... 20
c.
Sumber Berita (supplier).......................................... 21
3.
Level Pengaruh Organisasi ............................................ 22
4.
Level Pengaruh Luar Organisasi ..................................... 24
5.
a.
Sumber Berita ......................................................... 24
b.
Pemasang Iklan ....................................................... 25
c.
Kontrol Pemerintah ................................................. 25
d.
Pangsa Pasar ............................................................ 26
Level Pengaruh Ideologi ................................................ 26 vi
a.
Media dan Kontrol Sosial ....................................... 27
b.
Kekuasaan dan Ideologi .......................................... 28
B. Konseptualisasi Media Massa ............................................... 29 1.
Pengertian Media Massa ................................................ 29
2.
Media Massa dan Komunikasi Massa ............................ 30
C. Konseptualisasi Berita............................................................ 31
BAB III
1.
Definisi Berita ................................................................ 31
2.
Kategori Berita ............................................................... 32
3.
Nilai Berita ..................................................................... 33
GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA A. Profil Majalah Tempo ............................................................ 35 1.
Sejarah Bedirinya Majalah Tempo ................................. 35
2.
Struktur Organisasi Majalah Tempo ............................... 37
3.
Visi dan Misi Majalah Tempo ........................................ 38
B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia ...................................... 39 1.
Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia ............................ 39
2.
Peristiwa Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik ......................................................................... 41
BAB IV
HIRARKI PENGARUH PADA PEMBERITAAN AHMADIYAH DI MAJALAH TEMPO A. Pembahasan Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Majalah Tempo ...................................................................... 43 1.
Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo ...... 43 a.
Rapat Kompartemen ................................................ 44
b.
Rapat Besar ............................................................. 45
c.
Pencarian Data dan Bahan Berita ........................... 45
d.
Rapat Redaksi dan Rapat Opini .............................. 46
e.
Penulisan dan Penyuntingan Berita ........................ 47 vii
2.
Konseptualisasi Hirarki Pengaruh Pemberitaan pada Majalah Tempo ............................................................... 48 1.
2.
Level Individu ......................................................... 48 a.
Reporter atauCalon reporter.............................. 49
b.
Penulis ............................................................... 50
Level Rutinitas Media .............................................. 52 a.
Sumber Berita (supplier) .................................. 52
b.
Audiens (consumers) ........................................ 54
c.
Pengolahan Pemberitaan (proccesing).............. 58
3.
Level Organisasi Media ........................................... 62
4.
Level Ekstra Media .................................................. 70
5.
Level Ideologi .......................................................... 76
B. Analisis Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo ..................................................................... 79 1.
Pengaruh Level Individu Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo ........................................................... 80
2.
Level Pengaruh Rutinitas Media Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo ...................................... 87
3.
Level Pengaruh Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo ........................................................... 91
4.
Level Pengaruh Luar Organisasi Media Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Maj alah Tempo ...................................... 94
5.
Level Pengaruh Ideologi Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah tempo ............................................................ 101
C. Interpretasi Data .................................................................... 108
BAB V
PENUTUP A.
Kesimpulan ............................................................................ 111
B.
Saran ...................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114 LAMPIRAN .................................................................................................... 116 viii
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
BAB II 1.
Bagan 1
Teori hirarki pengaruh ........................................................... 16
BAB III 1.
Bagan 1
Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media TBK ................... 38
BAB IV 1.
Bagan 1
Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo .............. 44
2.
Bagan 2
Pola Rutinitas Media ............................................................... 52
3.
Gambar 1 Rubrik Surat Pada Majalah Tempo ......................................... 56
4.
Tabel 1
Jenis Jenis Rapat Pada Majalah Tempo ................................. 59
5.
Bagan 3
Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media TBK .................. 63
6.
Grafik 1
Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media ........................... 66
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Media pada dasarnya adalah saluran dimana seseorang dapat menyatakan gagasan, isi jiwa atau kesadarannya atau dengan kata lain media adalah alat untuk menyampaikan gagasan.1Media sebagai alat informasi menjadi sangat penting pada kehidupan manusia sebagai mahluk sosial. Ini dikarenakan kebutuhan yang besar dari masyarakat akan informasi. Informasi menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi masyarakat. Media pun memiliki kegunaan yang lain yaitu untuk mengedukasi masyarakat. Pemberitaan-pemberitaan kriminal contohnya dapat dijadikan alat edukasi bagi masyarakat untuk tidak melakukan perbuatan kriminal. Media pun dapat dijadikan sebagai penghibur bagi masyarakat. Sesuai dengan tiga fungsi dari media yaitu untuk memberikan informasi, mendidik dan menghibur. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi ditandai dengan munculnya internet, dapat memudahkan lagi masyarakat untuk mengakses informasi.Bahkan masyarakat tidak hanya dapat mengakses informasi dengan mudah dan cepat tapi juga dapat memberikan informasi. Dengan jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Friendster dan sebagainya, masyarakat dapat berinteraksi sekaligus dapat memberikan informasi sekaligus. Perkembangan
teknologi
ini
semakin
mempermudah
akses
informasi.Informasi yang dahulu sangat susah didapatkan, kini lebih mudah
1
Anwar Arifin, Opini Publik (Jakarta: Gramata Publishing, 2010) h 116
1
2
didapatkan dikarenakan kemajuan teknologi tersebut. Teknologi menurut Marshall McLuhan (1964) adalah perpanjang dari kapasitas manusia.Alat dan peralatan adalah perpanjangan dari kemampuan manusia, komputer adalah perpanjangan dari otak dan media adalah teknologi yang memperpanjang persepsi .2
manusia. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh McLuhan dengan kemajuan teknologi tersebut khususnya di bidang media, masyarakat mendapatkan banyak kemudahan. Media seperti yang diungkapkan McLuhan adalah perpanjangan persepsi manusia. Kemudahan mengakses informasi selain karena karena perkembangan teknologi komunikasi juga dikarenakan oleh faktor politik.Faktor politiknya adalah karena rezim saat ini memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada media. Pasca pemerintahan Orde Baru media massa mendapatkan angin segar kebebasan. Kebebasan pers yang dahulu pada masa pemerintahan Presiden Soeharto mendapatkan banyak kekangan dari pemerintah pada saat itu, kini serasa mendapatkan kebebasannya.Pasca reformasi kebebasan pers berkembang pesat melampaui ruang dan waktu.3Media menjadi lebih leluasa untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa kekangan pemerintah. Pada pemerintahan Orde baru untuk menerbitkan koran saja, pengusaha media diwajibkan untuk melalui sensor pemerintah. Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah 2
Andrew Murphie dan John Potts, Culture and Technology (New York: Palgrave Macmillan, 2003) h. 13 3 Rusman Ismail Mage, Industri Politik (Strategi Investasi Politik dalam Pasar Demokrasi ), (Jakarta: RMBOOKS, 2009) h. 69
3
penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya.Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.4 Kini setelah kebebasan pers yang telah dilaksanakan di Indonesia, telah terjadi kebalikan yang sangat kontradiktif dibanding pada masa Orde Baru, media menjadi lembaga yang sangat super dikarenakan media menjadi satu-satunya penyampai informasi kepada masyarakat.Jika pada masa Orde Baru media sangat dikekang, kini media dengan mudahnya membentuk opini di masyarakat. Media massa memiliki kekuatan untuk menentukan isu apa saja yang dapat untuk dibicarakan oleh masyarakat. Media membentuk kesadaran masyarakat sesuai dengan apa yang disajikan oleh media tersebut. Memang kadang masyarakat dapat memilih berita apa saja sesuai dengan pilhannya tapi media tetap mengarahkan apa saja yang dijadikan diskursus.Kekuatan media dalam mengarahkan kecendrungan-kecendrungan pada masyarakat ini tentunya dipengaruhi lewat konten media sebagai medium untuk menentukan gagasan pada masyarakat.Realitas yang dibentuk oleh media adalah realitas simbolik yang dibentuk oleh media.Nyaris tidak ada realitas yang murni pada pemberitaan yang dibentuk oleh media.Realitas yang ada pada media adalah realitas simbolik yang dibentuk dan dimaknai kemudian didistribusikan ke masyarakat hingga akan berpengaruh pada citra.
4
Hady Nasution “Peranan pers dalam masyarakat demokrasi di Indonesia pada masa Orde baru dan Reformasi” Artikel diakses pada 5 mei 2011 pukul 21.05 dari http://Shvoong.com.
4
Citra yang dibentuk oleh media pada awalnya hanya berupa realitas simbolik yang dikonstruk oleh media, tetapi kemudian dapat ditafsirkan oleh khalayak sebagai realitas yang murni.Realitas terkonstruk pada giliran selanjutnya dijadikan opini publik. Pembentukan opini publik menurut Hamad yang dikutip dari oleh Anwar Arifin pada umumnya media melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu (1) menggunakan simbol-simbol (language of politic); (2) melaksanakan strategi pengemasan pesan(framing strategies) dan (3) melakukan fungsi agenda setting (agenda setting function).5Ketika melakukan langkah-langkah tersebut tentunya media dipengaruhi oleh faktor-faktor internal,misalnya kepentingan politik pengelola media, ideologi pengelola media.Bisa juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tekanan pasar atau iklan dan atau pengaruh kekuatan politik yang bisa dikatakan pemerintah atau partai politik. Pengaruh-pengaruh internal dan eksternal kepada sebuah pemberitaan media ini disebut sebagai teori Hirarki Pengaruh Media yang diperkenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese.Pemberitaan yang dikeluarkan oleh media dibentuk faktor internal dan eksternal.Faktor –faktor tersebut membentuk muka berita yang dikonsumsi oleh masyarakat.Masyarakat dibentuk kesadarannya sesuai dengan kepentingan media. Menurut Shoemaker dan Reese faktor internal yang dapat mempengaruhi pemberitaan dari sebuah media adalah faktor individual (individual level), faktor rutinitas media (media routine level), faktor organisasi (organizational
5
Anwar Arifin, Opini Publik, h. 90
5
level).Faktor-faktor tersebutlah yang membentuk konten media dari internal media itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal yang membentuk pemberitaan dari sebuah media adalah faktor ekstra media (extra media level) dan faktor ideology (ideology level).Dua faktor inilah yang dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media dari luar media tersebut.Contoh faktor dari ekstra media ini adalah seperti intervensi pasar atau iklan yang membentuk pemberitaan.Sehingga media tidak mungkin membuat pemberitaan yang bertentangan dengan kepentingan pasar yang selama ini membiayai kehidupan media. Level-level pada Teori Hirarki Pengaruh tersebut yang diperkenalkan oleh Shoemaker dan Reesemempengaruhi pemberitaan oleh mediamassa. Seluruh media massa seperti koran, radio, televisi dan majalah. Majalah Tempo adalah salah satu media yang juga tidak luput dari teori Hirarki Pengaruh Media karena prosespemberitaan Majalah Tempo melalui level-level tersebut. Majalah Tempo yang telah berdiri sejak Rezim Orde yaitu pada bulan April 1971 telah mengalami sepak terjang yang panjang dalam sejarah bangsa.Sebagai media yang pernah dibredel oleh Rezim Orde Baru, Tempo telah melewati masa pasang surut kebebasan pers. Tempo yang pada saat itu dibredel karena pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang
notabene
motor
partai
Golkar,
tidak
suka
dengan
berita
tersebut.6Pembredelan ini sebagai bukti kekritisan Majalah Tempo pada saat itu, hingga saat ini pun masih menunjukan kekritsannya pada rezim saat ini.Kekritisan 6
Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;//id.Wikipedia.org/majalah tempo.
6
tersebut ditunjukan Majalah Tempo dalam banyaknya kritik-kritik kepada kebijakan pemerintah saat ini. Kekritisan Majalah Tempo juga ditunjukan ketika mengkritisi Surat Keputusan bersama Tiga Menteri (SKB 3 Menteri) tentang nasib penganut aliran Ahmadiyah.Tempo mengkritisi pemerintah melalui pemberitaannya mengenai ketidak tegasan pemerintah yang justru menyulut kekerasan yang terjadi pada para pemeluk aliran Ahmadiyah.Peristiwa yang terjadi di daerah Cikeusik, Kabupaten Pandeglang Banten tersebut sendiri memakan korban tewas di kubu Ahmadiyah. Penyerangan ini sendiri disinyalir dilakukan oleh kelompok Islam yang menganggap bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Ahmadiyah sendiri masuk Indonesia pada tahun 1920 yang dibawa oleh tiga pemuda dari Sumatera Tawalib,suatu pesantren Islam di Sumatera Barat meninggalkan negeri mereka untuk melanjutkan sekolah agama mereka. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan.7 Ahmadiyah sendiri terbagi menjadi dua yaitu Ahmadiyah Qadian dan AhmadiyahLahore.Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian).Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).8 Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore).Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan 7
Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 21.50 dari http;//id.tribunnews.com/2011/01/15/berawal-dari-tiga-pemudasumbar-ke-india 8 Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
7
Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.9 Kelompok yang dianggap sesat adalah kelompok yang pertama yaitu kelompok Ahmadiyah Qadian, dikarenakan kelompok ini mempercayai bahwa ada nabi setelah nabi Muhammad SAW yaitu Mirza Ghulam Ahmad. 10 Keyakinan kelompok ini tentunya ditentang oleh kelompok Islam lainnya di Indonesia yang menganggap bahwa kepercayaan mereka menodai kepercayaan agama Islam yang meyakini bahwa nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW. Kontroversi tentang kelompok ini dimulai ketika MUI yang waktu itu dipimpin oleh Buya Hamka mengeluarkan tentang fatwa sesat Ahmadiyah pada tahun 1984.11 Kontroversi ini berlanjut hingga kini yang berlanjut pada aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang mengklaim bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat dan menyesatkan. Aksi-aksi kekerasan tersebut diantaranya
adalah
penyerangan
Kampus
Mubarok
di
Parung,
Bogor,
penyerangan Masjid Ahmadiyah di Kuningan dan yang terakhir terjadi adalah penyerangan rumah komunitas Ahmadiyah di Cikeusik,Pandeglang, Banten. Kasus terakhir ini disulut oleh keluarnya SKB tiga Menteri yang melarang segala aktivitas keagamaan aliran Ahmadiyah.SKB ini seakan melegalkan kekerasan yang dilakukan oleh golongan-golongan Islam tersebut.Bahkan SKB ini menjadi dipolitisir oleh para pejabat daerah yang ingin menarik simpati warga yang kontra dengan keberadaan Ahmadiyah.Menurut aktivis Aliansi Nasional
9
Fandy Tarakan, Ahmadiyah. Dildaar Ahmad“Kontroversi ajaran Ahmadiyah”Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah. 11 Iwan Apriansyah, Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India. 10
8
Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Chandra Irawan SK ini adalah SK yang anti Pancasila yang melegalkan pembantaian warganya oleh negara.12 Bahkan beberapa pejabat daerah juga mendukung SK tersebut seperti contohnya yang dilakukan oleh gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah yangmengatakan sebaiknya 1.120 Jemaah Ahmadiyah yang ada di propinsinya segera bertobat dan insaf, dan yang lebih parah lagi yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 188/94/KPT/013/2011, menyatakan aktivitas Ahmadiyah di Jawa Timur dapat memicu atau menyebabkan terganggunya keamanan di Jawa Timur, melarang ajaran Ahmadiyah secara lisan tulisan maupun media elektronik, melarang memasang papan nama pada masjid, musholah, lembaga pendidikan dan melarang penggunaan atribut jemaah Ahmadiyah dalam segala bentuknya.13 Tentunya yang dilakukan oleh pejabat daerah ini adalah untuk menarik simpati warganya dan mengamankan jabatannya agar tidak terjadi gejolak di masyarakat padahal perilaku pejabat daerah ini justru memicu kekerasan yang berlanjut pada aliran Ahmadiyahkarena perilaku para pejabat daerah seakan menjadi pelegalan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Kasus demi kasus kekerasan yang terjadi pada pemeluk Ahmadiyah ini seakan berlarut-larut dan menjadi isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.Begitu besar dampak kerugian yang dirasakan oleh para pemeluk Ahmadiyah.Kasus ini terus berulang dan terjadi pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh negara.
12
Chandra Dinata “Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah” artikel ini diakses pada 2 September 2011 pada pukul 23.05 dari http;//gusdur.net/opini/detail 13 Chandra Dinata, Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah.
9
Saya melihat ada tiga hal yang yang menarik dari kasus Ahmadiyah yang terjadi di negara ini, bahwa sebenarnya kasus demi kasus Ahmadiyah selalu berulang dan seakan tidak ada solusi yang dapat menyelesaikan kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah ini. Dan yang kedua adalah ternyata kasus ini sudah dipolitisir oleh pihakpihak yang memanfaatkan kasus Ahmadiyah. Para pejabat-pejabat daerah ynag ingin menaikkan popularitasnya memanfaatkan kasus Ahmadiyah sebagai cara untuk mendapatkan simpati masyarakat. Yang ketiga adalah pemberitaan dari media yang selalu menimbulkan pro dan kontra tentang keberadaan Ahmadiyah. Bahkan pemberitaan dari media pun dapat memberikan pencerahan terhadap masyarakat tentang Ahmadiyah di satu sisi dan justru pemberitaan dari media dapat menyulut kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di sisi lain. Terlepas dari kepentingan apa yang ada di balik pemberitaan sebuah media. Ketertarikan saya pada kasus Ahmadiyah ini terletak pada posisi media yang memberikan pemberitaan tentang Ahmadiyah dan apa saja sebenarnya yang mempengaruhi pemberitaan tentang Ahmadiyah di media massa khususnya majalah Tempo. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah saya susun di atas, maka disusunlah skripsi ini dengan judul :“Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo”
10
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1.
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada hal-hal : a. Fokus penelitian ini adalah pada hirarki pengaruh yang berlangsung pada sebuah pemberitaan di sebuah media. b. Media massa yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Majalah Tempo. c. Pemberitaan yang diteliti adalah tentang pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari 2011. 2.
Mengacu pada pembatasan masalah pada skripsi ini maka perumusan masalah pada skripsi ini adalah : Faktor apa saja yang berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apa saja pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari. Sedangkan manfaat penelitian yang hendak dicapai adalah:
2.
Manfaat Penelitian a.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkuat khasanah keilmuan komunikasi massa dengan pendekatan teori hirarki pengaruh bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
11
b.
Manfaat Praktis : Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh-pengaruh apa saja yang terjadi pada sebuah pemberitaan di sebuah media terhadap masyarakat
D. Metodologi Penelitian Metode Penelitian
1.
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.14 Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.15 Jenis metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case studies). Menurut John W. Creswell, studi kasus merupakan strategi penyelidikan, dimana peneliti mengekplorasi secara mendalam terhadap sebagian atau keseluruhan dari program, acara, aktivitas, maupun proses. Peneliti mengumpulkan informasi secara rinci dengan menggunakan berbagai proses pengumpulan data selama periode waktu yang berkelanjutan.16
14
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet ke 1, h 7. 15 Lexy J. Moeleng,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), Cet ke 10, h 3. 16 John W. Creswell, Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches-3rded (California, SAGE Publications Inc, 2009), h. 13.
12
Dalam penelitian ini, peneliti mengeksplorasi pengaruh-pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.pada bulan Februari 2011.
Teknik Pengumpulan Data
2.
a.
Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan memperkuat data,
maka peneliti melakukan wawancarabebas
terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan.17 Peneliti mewawancarai Reporter Majalah Tempo, Redaktur Pelaksana Majalah Tempo, Redaktur Senior Majalah Tempo dan Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). b.
Dokumentasi:
Peneliti
melakukan
dokumentasi
denganmengumpulkan data yang berasal dari buku-buku sebagai referensiyang berkaitan dengan objek penelitian. Mempelajari, menelaah dan mengkaji dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan hirarki pengaruh media pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.Selain itu,ada pula penggunaan data-data yang bersumber dari internet berupa artikel-artikel media massa, dan laporan hasil penelitian lainnya. c.
Penelitian Partisipatoris: Peneliti melakukan magang di sumber data yaitu Majalah Tempo. Pada magang tersebut peneliti menggali keseharian yang terjadi dan jika terdapat kejadian yang berkaitan
17
Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahan Indonesia.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
13
dengan penelitian dan berpotensi menjadi data, peneliti melakukan pencatatan.
3.
Teknik Olah Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti mengolahnya dengan melakukan editing atau memeriksa kejelasan dan kelengkapan data, kemudian data dipelajari dan ditela’ah. Dalam penelitian ini peneliti menampilkan data yang menampilkan pengaruhpengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.
4.
Model Analisis Data Kualitatif Model analisis data kualitatif dalam penelitian dalam penelitian ini menggunakan model analisis alir (flow model). Model analisis alir Peneliti melakukan analisis data dengan analisis deskriptif, yaitu dengan menganalisis setiap data atau fakta yang ditemukan melalui hasil pengumpulan data, kemudian di deskripsikan secara konkret terkait pengaruh-pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.
5.
Pedoman Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk,
14
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Tinjauan Pustaka Peneliti telah melakukan tinjauan
pada beberapa hasil penelitian
terdahulu di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi maupun di Perpustkaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan ini. Peneliti tidak menemukan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hirarki pengaruh pemberitaan ahmadiyah di Majalah Tempo.namun ada penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Halimatus Syadiah, dengan skripsi yang berjudul “Hirarki Pengaruh Dalam Proses Penyeleksian Berita Studi Pada Kebijakan Redaksi Liputan 6 SCTV”. Penelitian tersebut bertujuanuntuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi si berita liputan 6? Dan Bagaimana kebijakan redaksi liputan 6 terkait dengan penyeleksian berita. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif fenomenologi, sementara jenis penelitiannya adalah analisis deskriptif.Hasil dari penelitian tersebut adalah setiap berita ternyata dipengaruhi sejumlah faktor yang kemudian menjadi pertimbangan bagi redaksi untuk menayangkan atau tidak berita tersebut.Faktor tersebut adalah individual pekerja media, faktor rutinitas media, faktor organisasional, faktor ekstra media dan ideologi. F. Sistematika Penulisan
15
Untuk lebih mudah memahami pembahasan pada penelitian skripsi ini, maka klasifikasi permasalahan dibagi dalam lima bab, pada masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN yang mengabstraksi keseluruhan bahasan. Bab ini memuat: latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORI pada bab ini, membahas tentang kajian teoritis dan konseptual yang memuat tentang: Teori Hirarki Pengaruh Media Stephen D .Reese dan Pamela J. Shoemaker, konseptualisasi media massa dan konseptualisasi berita.
BAB III
PROFIL Majalah Tempo dan Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia meliputi sejarah berdirinya Majalah Tempo, struktur Majalah Tempo,visi dan misi Majalah Tempo, sejarah berdirinya Jemaat
Ahmadiyah
Indonesia,
Ajaran
Jemaat
Ahmadiyah
Indonesia. BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISIS adalah penyajian dan analisis data yang diperoleh dari Majalah Tempo terkait dengan pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah
BAB V
PENUTUP adalah bagian yang berusaha menarik kesimpulan dan saran dari seluruh masalah yang telah dibahas pada penulisan skripsi ini.
16
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Hirarki Pengaruh Teori Hirarki Pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese.Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media (individual level), pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media (organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).18
individual level media routines level organization level media routines level ideological level
16
18
Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York ,Longman Publisher : 1996) h. 60
17
Asumsi dari teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri.Pengaruh internal pada konten media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media.Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan, pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya.Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media.19 1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media Pemberitaan suatu media dan pembentukan konten media tidak terlepas dari faktor individu seorang pencari berita atau jurnalis.Arah pemberitaan dan unsur-unsur yang diberitakan tidak dapat dilepaskan dari seorang jurnalis. Pada pembahasan kali ini kita akan mendiskusikan tentang potensi yang mempengaruhi isi dari sebuah media massa dilihat dari faktor intra seorang jurnalis. Faktor-faktor seperti faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media atau jurnalis, perilaku,nilai dan kepercayaan dari seorang jurnalis dan yang terakhir adalah orientasi dari seorang jurnalis. a. Faktor Latar Belakang dan Karakteristik. Faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu masalah gender atau jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual,faktor pendidikan dari sang
19
Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspective(Beverly Hills: Sage, 1991), h. 324
18
jurnalis dan dari golongan manakah jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau golongan elit.20 Faktor-faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media tersebut sedikit banyak dapat mempengaruhi individu seorang jurnalis. Fokus kita kali ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan seorang jurnalis.Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan.Ini dikarenakan tingkat intelektualitas atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis ketika di bangku kuliah dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media. b. Faktor Nilai-nilai dan Kepercayaan. Faktor kedua
yang
membentuk
faktor individual adalah faktor
kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku pada seorang jurnalis.Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang juranalis.Karena segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan secara tidak langsung dapat berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh seorang jurnalis.Walaupun aspek kepercayaan, nilai-nilai tidak bisa terlalu kuat membentuk efek kepada seorang jurnalis dikarenakan kekuatan aspek organisasi dan rutinitas media yang lebih kuat.21 Tampak jelasbahwa sikapbeberapakomunikator, nilai-nilai dan keyakinan mempengaruhi beberapa konten setidaknya beberapa waktu, tetapi pernyataan tersebut praktis tidak berharga. Ketika komunikator memiliki kekuasaan lebih atas
20 21
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 64 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 82
19
pesan mereka dan bekerja di bawah sedikit kendala, sikap pribadi mereka, nilainilai dan keyakinan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempengaruhi isi.22 Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese di atas bahwa nilai, perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai pencari berita tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan, dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas media. Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku dari sang jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan. 2. Level Rutinitas Media Pada level ini mempelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ), organisasi media ( processor ), dan audiens ( consumers ).23Ketiga unsur ini saling berhubungan dan berkaitan dan pada akhirnya membentuk rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada sebuah media. a. Audiens ( Consumer ) Untuk mengupas tentang level rutinitas media, pertama-tama kita akan membahas tentang unsur audiens. Unsur audiens ini turut berpengaruh pada level media rutin, dikarenakan pemilihan sebuah berita yang akan ditampilkan sebuah media yang pada gilirannya akan disampaikan pada audiens. Ketergantungan media terhadap audiens yang akan menghasilkan keuntungan bagi media, turut menjadi penyebab kenapa media sangat memperhatikan unsur audiens dalam 22 23
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 102 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 109
20
pemilihan berita. Jadi media sangat memperhatikan salah satunya adalah nilai berita yang akan diberitakan sebuah media.24 Media juga mempunyai tugas dalam mengemas suatu pemberitaan menjadi sebuah struktur cerita. Pada media cetak contohnya sebuah cerita pada media cetak harus mudah dibaca ( readable ), foto pada sebuah berita harus memiliki kaitan dengan sebuah cerita pada sebuah media cetak dan judul pada sebuah headlineharus memberikan perhatian langsung audiens terhadap sebuah pemberitaan. Sebuah cerita pada pemberitaan merepresentasikan proses rutinitas “ apa yang sedang terjadi” dan membimbing reporter untuk menentukan mana fakta yang bisa ditransformasikan menjadi sebuah komoditas pemberitaan.25 Di sisi lain media pun diharuskan untuk selalu membuat pemberitaan yang objektif, faktual dan terpercaya. Menurut Michael Schudson para reporter wajib menghibur audiens di satu sisi dan memberikan pemberitaan yang faktual pada satu sisi. Karena sebuah objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media melegitimasi dirinya.Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang membuat sebuah pemberitaan.26 Jadi pemberitaan sebuah media juga tidak selalu mengikuti apa kemauan dari audiens tapi juga mengikuti fakta-fakta apa saja yang berkembang di lapangan, dan inilah yang membentuk pembentuk pemberitaan sebuah media pada unsur audiens di level media rutin. b. Organisasi Media ( Proccesing ) Unsur selanjutnya yang membentuk level rutinitas media adalah organisasi media atau pengolah pemberitaan ( proccesing ). Unsur yang paling berpengaruh 24
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 110 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 114 26 Michael Schudson , Discovering The News (New York: Basic Books, 1978) h. 78 25
21
pada organisasi media adalah editor media atau yang biasa disebut sebagai “gatekeeper”.27 Editor pada setiap media adalah yang menetukan mana berita yang layak untuk diterbitkan atau tidak. Hasil pencarian berita oleh wartawan diputuskan oleh editor di meja redaksi.Jadi editor lah yang menetukan mana berita yang layak terbit. Kebijakan dari editor lah yang menentukan rutinitas sebuah media dalam menentukan pemberitaan. c. Sumber Berita ( Suppliers ) Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten dari sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita sedikit banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan. Biasanya terjadi simbiosis mutualisme antara antara sumber berita dengan media yang mencari berita.Sebuah media mendapatkan bahan berita dengan mudah sedangkan sebuah lembaga mendapatkan pencitraan yang baik tentang lembaganya. Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada produksi isi simbolik. Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media melaksanakan pekerjaannya.28Dan pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara alami karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media. Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada produksi isi simbolik. Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media melaksanakan pekerjaannya.29Pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara alami karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media.
27
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 117 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 137 29 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 137 28
22
3. Level Pengaruh Organisasi Level ketiga dalam teori hirarki pengaruh media adalah level organisasi media. Pada level ini kita akan membahas pengaruh organisasi pada sebuah media kepada sebuah pemberitaan. Kita akan membahas seberapa kuat pengaruh pada level organisasi ini pada sebuah pemberitaan. Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media. Berkaitan dengan level sebelumnya pada teori hirarki pengaruh yaitu level individu dan level media rutin, level organisasi lebih berpengaruh dibanding kedua level sebelumnya. Ini dikarenakan kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik media melalui editor pada sebuah media.Jadi penentu kebijakan pada sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap dipegang oleh pemilik media.Ketikatekanan
datanguntuk
mendorong,
pekerja
secara
individu
danrutinitasmereka harustunduk padaorganisasi yang lebih besardantujuannya.30 Pengaruh dari organisasi level lebih besar dibandingkan dua level sebelumnya dikarenakan berhubungan dengan sesuatu pengaruh yang lebih besar, lebih rumit dan struktur yang lebih besar. Kebijakan dari pimpinan sebuah organisasi media lebih kuat dibanding level yang lebih rendah yang meliputi pekerja media dan rutinitas. Dalam organisasi media ada tiga tingkatan umum. Lini depan karyawan, seperti penulis, wartawan dan staf kreatif, mengumpulkan dan mengemas bahan baku. Tingkat menengah terdiri dari manajer, editor, produser dan orang lain yang mengkoordinasi proses dan memediasi komunikasi antara level bawah dan
30
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 140
23
levelatas yang mengeluarkan kebijakan organisasi. Eksekutif tingkat atas perusahaan dan berita membuat kebijakan organisasi, anggaran yang ditetapkan, membuat keputusan penting, melindungi kepentingan komersial dan politik perusahaan dan bila perlu mempertahankan karyawan organisasi dari tekanan luar.31 Semakin kompleksnya struktur organisasi pada sebuah media telah membuat sistem kebijakan pada sebuah media menjadi semakin hirarkis.Sistem birokrasi yang rumit antara pekerja media dengan para pemimpin media semakin menghilangkan sisi sensitif antar pemimpin media dengan pekerjanya.Dan ini adalah bentuk profesionalisme di dunia media. Para
pemimpin
media
tidak
terlalu
sering
mengintervensi
dan
mempengaruhi sebuah berita secara spesifik, tetapi terkadang jika sebuah media mendapatkan intervensi dari sebuah institusi yang lebih berkuasa seperti pemerintah, pemimpin media akan langsung mengintervensi pemberitaan. Bahkan terkadang jika dibutuhkan atau mendesak, para pemimpin media terkadang mengintervensi melalui kebijakannya walaupun merubah rutinitas sebuah media. Walaupun level ini tidak terlalu dikaji lebih dalam teori hirarki pengaruh media tetapi level organisasi pada teori ini memiliki banyak unsur yang harus dikritisi, seperti stuktur organisasi media, kebijakan pada sebuah media dan metode dalam menetapkan kebijakan.32Ini dikarenakan kebijakan perusahaan yang bersifat mengikat dan dapat mempengaruhi konten dari sebuah media. Di satu sisi tujuan keuntungan untuk sebuah perusahaan turut mempengaruhi konten dari sebuah media dan sifatnya mengikat pada pekerja 31 32
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 151 Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 172
24
media
yang
mengharuskan
pekerja
media
mencari
pemberitaan
yang
menguntungkan. Titik fokus level ini adalah pada pemilik atau pemimpin media yang menentukan kebijakan sebuah media. 4. Level Pengaruh Luar Organisasi Media Level keempat dalam Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar organisasi media atau yang biasa disebut extra media level. Extra media level sendiri adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan teknologi. a. Sumber Berita Kita mulai pembahasan pengaruh extra media dari unsur sumber berita. Sumber berita memiliki efek yang sangat besar pada konten sebuah media massa, karena seorang jurnalis tidak bisa menyertakan pada laporan beritanya apa yang mereka tidak tahu, contohnya adalah seorang jurnalis hampir tidak pernah menjadi saksi mata sebuah kecelakaan pesawat. Hingga untuk mendapatkan sebuah berita mereka mendapatkan informasi dari jurnalis lainnya, dari orang yang berada di tempat kejadian, dari sumber resmi pemerintah dan polisi, dari petugas bandara dan dari advokasi keselamatan konsumen; dan dari tiap individu memiliki sudut pandang yang unik dan berbeda tentang apa yang terjadi.33 Contoh di atas menjelaskan bahwa media yang diberitakan oleh seorang jurnalis dapat dibentuk oleh sumber berita.Karena sudut pandang yang berbeda dari sumber berita itu sendiri. Bahkan kadang sumber berita juga bisa menjadi
33
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 178
25
bias bagi sebuah berita karena sumber berita juga bisa bohong terhadap seorang jurnalis dalam sebuah wawancara. b. Pemasang Iklan Unsur selanjutnya dari level ekstra media adalah unsur pengiklan dan pembaca. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu kelangsungan sebuah media, kedua unsur inilah yang membiayai jalannya produksi dan sumber keuntungan dari sebuah media. Menurut J. H. Altschull yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese : “Sebuah konten dari pers secara langsung berhubungan dengan kepentingan yang membiayai sebuah pers. Sebuah pers diibaratkan sebagai peniup terompet, dan suara dari teromper itu dikomposisikan oleh orang yang membiayai peniup terompet tersebut. Ini bukti secara substansial bahwa isi dari media secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan pembaca.34 Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen.35Media dalam hal ini mencoba menyesuaikan pola yang konsumen yang ingin dicapai oleh para pengiklan untuk mendapatkan keuntungan sangat besar. c. Kontrol Pemerintah Unsur ketiga yang mempengaruhi konten pada pemberitaan sebuah media adalah kontrol dari pemerintah. Pemerintah dapat mengkontrol pemberitaan sebuah media jika bertentangan dengan kebijakan sebuah pemerintahan dalam sebuah negara. Kontrol dari pemerintah biasanya berupa sebuah kebijakan 34 35
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 190 Morisan, dkk., Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),h. 55
26
peraturan perundang-undangan atau dari lembaga negara seperti Kementerian atau lembaga negara lainnya. Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan media.Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan mempengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media.36 d. Pangsa Pasar Unsur keempat yang mempengaruhi isi dari pemberitaan sebuah media adalah pangsa pasar media. Media massa beroperasi secara primer pada pasar yang komersil, dimana media harus berkompetisi dengan media lainnya untuk mendapatkan perhatian dari pembaca dan pengiklan.37Inilah yang membuat media berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan dari iklan dan pembaca lewat konten dari media itu sendiri. Komunitas media dimana media tersebut juga dapat mempengaruhi konten dari media itu sendiri. Komunitas media adalah lingkungan dimana media tersebut beroperasi, dan komunitas ekonomi tersebut sama seperti masalah sosial yang dapat berefek terhadap media itu sendiri.38 5. Level Pengaruh Ideologi Level yang terakhir pada teori Hirarki Pengaruh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese adalah level pengaruh ideologi pada konten media. Pada level ini kita membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai
oleh 36
individu
untuk
melihat
realitas
Morisan,Teori Komunikasi Massa, h. 48 Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 209 38 Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 211 37
dan
bagaimana
mereka
27
menghadapinya. Berbeda dengan level pengaruh media sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media. Pembahasan pada level ini adalah mempelajari hubungan antara pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan dan relasi kuasa media. Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.39 Level ini berbicara lebih luas mengenai bagaimana kekuatan-kekuatan yang bersifat abstrak seperti ide mempengaruhi sebuah media terutama ide kelas yang berkuasa. Fokus pada level ini melihat lebih jauh bagaimana ideologi kelas yang berkuasa mempengaruhi sebuah pemberitaan bukan dengan kepentingan yang bersifat individu atau yang bersifat mikro tapi kepentingan kelas yang berkuasa. a. Media dan Kontrol Sosial Media sebagai salah satu agen perubahan sosial, juga memiliki kemampuan untuk memberikan penafsiran atau dapat mendefinisikan situasi yang membuatnya memiliki kekuatan ideologi. Ini sangat berkaitan dengan hubungan media dengan kekusaan, karena media dapat mentransmisikan bahasa yang dapat melanggengkan kelompok yang berkuasa. Hegemoni dari ide-ide pun hanya dapat
39
Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 224
28
berjalan efektif dan menemukan kekuatannya tatkala ia menggunakan bahasa hanya sebagai alat dominasi, sekaligus alat represif.40Media memilki kekuasaan ideologis sebagai mekanisme ideologi sosial dan fungsi kontrol sosial. b. Kekuasaan dan Ideologi : Menurut Paradigma Marxis Sebagaimana pandangan para pemikir Marxis klasik yang memandang bahwa media sebagai alat bantu dari kelas yang dominan dan media menyebarkan ideologi dari dorongan yang berkuasa dalam masyarakat dang dengan demikian menindas golongan-golongan tertentu.41 Media memiliki andil besar dalam menyalurkan gagasan-gagasan kelas yang dominan sebagai cara untuk mengusai kelas yang tertindas. Situasi ini terjadi karena media memiliki kuasa di balik media yang mempengaruhi sebuah pemberitaan. Menurut John Thompson seperti yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese, ideologi berbicara tentang makna dalam pelayanannya kepada kekuasaan.Oleh karena itu studi ideologi mengharuskan kita untuk menyelidiki cara di mana makna dikonstruksi dan disampaikan oleh bentuk simbolik lewat berbagai bentuk.42 Proses penyampaian secara simbolik makna yang dikuasai oleh kelas berkuasa ini adalah melalui media. Pada level seperti apa yang dijelaskan di atas lebih banyak mempelajari relasi antar kuasa dan media melalui perspektif teori kritis. Kita akan melihat bagaimana media membentuk kesadaran pada khalayak dan menciptakan ide-ide palsu melalui proses simbolik. Fokus kajian kritis media adalah pada kelas dominan yang memanfaatkan media untuk memanipulasi kesadaran khalayak atau
40
Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) h. 24 Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 432 42 Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 228 41
29
individu.Hal ini dilakukan dengan memanipulasi gambaran dan simbol untuk kepentingan kelompok yang dominan. B. Konseptualisasi Media Massa 1. Pengertian Media Massa Menurut Denis McQuail seperti yang dikutip oleh Morissan media massa adalah alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja di masyarakat dengan skala yang sangat luas. Istilah media massa ini mengacu kepada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dipergunakan hingga saat ini, seperti seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, internet dan lainlainnya.43 Media massa sebagai alat atau teknologi dalam menyampaikan pesan pada proses komunikasi massa memiliki kemampuan dalam mencapai berbagai skala meliputi skala yang luas maupun terbatas. Definisi lain tentang media massa dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat yaitu jenis media yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.44 Khalayak dalam penerimaan pesan melalui media massa bersifat heterogen karena khalayak yang dituju sangat luas hingga bersifat heterogen. Pesan yang disampaikan pun bersifat sama kepada seluruh khalayak sehingga tidak terjadi perbedaan dalam pesan yang disampaikan kepada khalayak. Menarik kesimpulan tentang definisi media massa yang disampaikan oleh dua tokoh di atas, media massa adalah alat untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa 43
Morissan,Teori Komunikasi Massa, h. 1 Jalalludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001) h. 36
44
30
kepada khalayak yang sangat luas, heterogen dan anonim dalam waktu yang serentak dan dengan skala yang luas. 2. Media Massa dan Komunikasi Massa Sebagai medium atau teknologi yang mendukung proses komunikasi massa, media massa memiliki andil besar dalam proses penyaluran komunikasi massa. Semakin majunya teknologi media turut mempermudah proses komunikasi massa. Menurut Littlejohn dan Foss komunikasi massa sendiri memiliki definisi proses yang dilakukan oleh perorangan, kelompok masyarakat atau organisasi besar yang membuat dan mentransimisikan pesan melalui medium kepada masyarakat luas dan heterogen. Proses feedback dalam proses komunikasi massa pun bersifat tertunda dan secara tidak langsung.45 Dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa proses komunikasi massa tidak akan berlangsung tanpa bantuan medium atau dalam konteks ini adalah media massa. Menurut Harold Lasswell fungsi utama media massa adalah pengamatan, hubungan dan transmisi. Oleh sebab itu yang penting dalam komunikasi massa adalah media itu sendiri. Organisasi media menyebarkan pesan yang mempengaruhi dan menggambarkan budaya masyarakat dan media memberikan informasi kepda audiens yang heterogen, menjadikan media sebagai bagian dari kekuatan institusi masyarakat46 Betapa besar peran yang dimiliki media dalam proses komunikasi massa dan kehidupan manusia sehingga seorang pemikir seperti Marshall Mcluhan mengagas teori technological determinism. Technological determinism meyatakan
45
Stephen Littlejohn and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication Theory (California: Sage Publication,2009) h. 623 46 Littlejohn and Foss, Theories of Human Communication, h. 407
31
teknologi seperti media massa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat atau dengan kata lain, kehidupan manusia ditentukan oleh teknologi.47 Lahirnya media baru seperti internet turut membantu proses komunikasi massa menjadi lebih cepat dan memberikan jangkauan yang lebih luas dalam proses transmisi pesan kepada khalayak. Menurut pandangan Paul Levy internet sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam dunia yang demokratis.48 Kehadiran internet dengan berbagai keunggulannya turut mendorong adanya media massa yang demokratis karena proses penyampaian informasi tidak hanya dimonopoli satu institusi tapi dapat dilakukan oleh perseorangan. Lahirnya new media sangat memberikan perubahan yang besar dalam proses komunikasi massa. C. Konseptualisasi Berita 1. Definisi Berita Sebuah berita adalah hal yang sangat tidak bisa dipisahkan dengan media massa. Menurut Paul De Massener yang dikutip oleh A.S Haris Sumadiria, berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar.49 Faktor seberapa penting sebuah berita pada sebuah masyarakat pun menjadi faktor penting pada sebuah pemberitaan. Selain itu kebutuhan akan sebuah informasi pun dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan. Definisi lain tentang berita dikemukakan oleh Dean M. Lyle Spencer, berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian
47
Morissan,Teori Komunikasi Massa, h. 31 Littlejohn and Foss, Theories of Human Communication, h. 415 49 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung, Simbiosa Rekatama Media: 2006) hlm 64 48
32
sebagian besar pembaca.50Seperti yang saya sebutkan di atas sebuah berita harus menarik perhatian pembaca, maka pengemasan sebuah pemberitaan pun sangat penting karena dapat menarik minat perhatian dari pembaca. Hal ini diperkuat oleh William S. Maulsby yang mendefinisikan berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang penting dan baru terjadi.51Berita adalah penuturan secara benar sesuai fakta tetapi tidak memihak, dalam artian berita harus keberimbangan faktor keberimbangan sebuah berita dalam kontennya. Di sisi lain faktor kebaruan sebuah berita pun berpengaruh dalam sebuah pemberitaan, karena sisi menarik dari sebuah berita adalah kebaruannya. AS Haris Sumadiria menarik kesimpulan definisi berita dari definisidefinisi yang dikemukakan di atas, menurutnya definisi berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui berbagai media secara berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau media on line seperti internet.52 2. Kategori Berita Berita dapat dikategorikan menjadi dua yaitu soft news dan hard news. Pengertian dari hard news adalah berita yang punya arti penting bagi banyak pembaca, pendengar dan pemirsa karena biasanya berisi kejadian yang terkini yang baru saja terjadi atau akan terjadi di pemerintahan, politik, hubungan luar
50
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung, Simbiosa Rekatama Media: 2006) hlm 64 51 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, hlm 64 52 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, hlm 65
33
negeri, pendidikan, ketenagakerjaan, agama, pengadilan, pasar finansial dan sebagainya.53 Berita hard news memiliki arti penting karena isi dari berita tersebut berisi kejadian-kejadian yang memiliki efek bagi orang banyak. Hard news walaupun memiliki arti yang penting, karena isinya kurang menarik bagi banyak orang dan mengikuti perkembangan beritanya setiap hari.54 Selanjutnya adalah pengertian dari soft news, soft news adalah berita ringan, biasanya kurang penting karena isinya menghibur, walau kadang juga memberi informasi penting. Berita jenis ini sering kali bukan berita terbaru. Di dalamnya memuat berita human interest atau jenis rubrik feature.55 Konten dari berita ini lebih ringan daripada hard news karena hanya berisi berita yang menghibur dan tidak membutuhkan keseriusan dalam membacanya. 3. Nilai Berita Dalam pengemasan sebuah berita sebuah media harus mempertimbangkan faktor nilai berita dalam pemberitaannya.Menurut Downie Jr dan Kaiser nilai berita adalah kriteria dalam menyeleksi berita.56Nilai Berita (News Value) adalah unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah berita yang dapat menarik perhatian khalayak pembaca atau pemirsa.57 Menurut Reese ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya sebuah pemberitaan (Importance), faktor kemanusiaan (Human interest), faktor konflik atau kontroversi pada
53
sebuah pemberitaan (conflict/controversy), faktor
Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme (Bandung: Rosda Karya,2004) h. 2 Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme, h. 3 55 Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme, h. 3 56 Hikmat kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktik,. h. 58 57 Asep Yudha Wirajaya, Nilai Berita, artikel ini diakses pada 21 Agustus 2011 dari http://www.Pelitaku.com/index/nila-berita 54
34
ketidakbiasan sebuah berita yang diberitakan (the unusual), faktor keaktualan sebuah berita (timeliness), dan terakhir faktor kedekatan sebuah pemberitaan dengan audiens (proximity).58
58
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 111
35
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
A. Profil Majalah TEMPO 1. Sejarah Berdirinya Majalah TEMPO Tempo didirikan pada tahun 1971, pada awal masa pemerintahan Orde Baru.Para pendiri majalah ini seluruhnya adalah “angkatan 66”, yang pada masa itu bergabung dengan mahasiswa dan militer untuk meruntuhkan pemerintahan Soekarno.59 Para wartawan muda itu diantaranya adalah Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto, Cristianto Wibisono, Yusril Djalinus dan Putu Wijaya yang pada akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan Majalah Tempo. Sebagai kantor mereka menjadikan satu blok gedung di jalan Senin Raya nomor 83, Jakarta Pusat. Pada tanggal 6 maret 1971, terbitan perdana Tempo kemudian dilahirkan dengan Yayasan Jaya Raya sebagai penerbitnya.60Yayasan Jaya Raya yang memilki hubungan kerjasama dengan Tempo sendiri adalah bagian dari Grup Pembangunan Jaya yang dimilki oleh pengusaha Ciputra.61 Edisi pertama Tempo laku sekira 10.000 eksemplar. Disusul edisi kedua yang laku sekira 15.000 eksemplar..Selanjutnya, oplah MajalahTempoterus meningkat pesat hingga pada tahun ke-10, penjualan Tempo mencapai sekira 100.000 eksemplar.62
59
Janet Steele, Wars Within : The Story of Tempo an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia , (Jakarta, Equinox Publishing Indonesia:2005) h. 3 60 Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;//id.Wikipedia.org/majalah-tempo 61 Janet Steele, Wars Within, h. 61 62 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan
35
36
Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo (Menteri Penerangan). Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota.63Pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut.64 Pada Juni 1994, Majalah Tempo memberitakan kisah tentang pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh Pemerintah Orde Baru. Kisah terfokus pada harga pembelian kapal perang tersebut, dan mengungkap konflik antara Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Mar”ie Muhammad. Karena pemberitaan ini Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Majalah Tempo dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko, karena pemberitaan tersebut dianggap sebagai penggangu stabilitas Pers Pancasila.65 Jatuhnya Presiden Soeharto pada reformasi 21 Mei 1998 dan naiknya B.J Habibie sebagai Presiden memberi angin segar bagi masa depan Majalah Tempo. Presiden kala itu B.J Habibie mencabut pembredelan Tempo dan mengizinkannya untuk terbit kembali.Pada tanggal 6 Oktober 1998 Majalah Tempo terbit setelah bredel dicabut.66
63
Janet Steele, Wars Within, h. 107 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 65 Janet Steele, Wars Within, h. 234 66 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 64
37
2. Struktur Organisasi Majalah Tempo Struktur organisasi Majalah Tempo terdiri dari : 1. Komisaris 2. Direksi 3. Biro SIM 4. Corporate Secretary 5. Departemen Produksi 6. Redaktur Majalah 7. Redaktur Pelaksana 8. Penanggung Jawab Rubrik 9. Redaktur Bahasa 10. News Desk
38
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
3. Visi Dan Misi Majalah Tempo a. Visi. Menjadi acuan dalam proses memingkatkan kebebasan rakyat untuk berfikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan kebebasan berpendapat.
b. Misi 1. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda.
39
2. Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal dan politik. 3. Terus menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan terampil visual yang baik. 4. Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik. 5. Menjadikan tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam sesuai kemajuam jaman. 6. Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor. 7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya khasanah artistik dan intelektual.
B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia 1. Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia Ahmadiyyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid.Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok.Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia.67 Ahmadiyah sendiri masuk Indonesia pada tahun 1920 yang dibawa oleh tiga pemuda dari Sumatera Tawalib, suatu pesantren Islam di Sumatera Barat
67
Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
40
meninggalkan negeri mereka untuk melanjutkan sekolah agama mereka. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan.68Ketiga pemuda Indonesia itu melanjutkan studi mereka di Madrasah Ahmadiyah.Tidak lama kemudian mereka merasa perlu membagi berkat karunia Tuhan yang telah mereka terima itu dengan rekan-rekan mereka di Sumatera Tawalib.Mereka mengundang rekan-rekan pelajar mereka di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a..Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya.Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian.Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh.69 Periode 1980-an adalah periode perjuangan sekaligus penekanan dari pemerintah dan para ulama. Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa. Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Islam.Banyak Ahmadi yang menderita
68
Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 21.50 dari http;//id.tribunnews.com/2011/01/15/berawal-dari-tiga-pemudasumbar-ke-india 69 Nadri Saadudin, Mengundang Ahmadiyah Ke Indonesia, artikel diakses pada 10 Mei 2011 dari http://www.thepersecution.org/index/indonesia/mengundang-ahmadiya-ke-indonesia
41
serangan secara fisik.Selanjutnya MUI menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.70 Tahun 2000 warga Ahmadiyah berhasil menggapai mimpi lamanya untuk mendatangkan pimpinan Ahmadiyah internasional yang berkedudukan di London, Inggris, ke Indonesia. Tahun 2005, MUI menegaskan kembali fatwa sesat kepada Ahmadiyah. Akibatnya, banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik.Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.71
2. Peristiwa Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik
Pada hari minggu tanggal 6 Februari 2011 tepatnya pada pukul 10.45 WIB sebuah peristiwa berdarah kembali terjadi.Peristiwa yang berlokasi di desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten ini adalah peristiwa bentrokan antara warga dengan para penganut Jemaat Ahmadiyah. Bentrokan ini mengakibatkan 3 orang tewas dan 6 orang lainnya terluka.72
Menurut sudut pandang Lukman seorang tokoh masyarakat dari Cikeusik peristiwa berdarah ini dipicu oleh sekeliompok masyarakat yang menginginkan 70
Iwan Apriansyah, Dibantai DI/TII Hingga Peristiwa Cikeusik, artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 21.15 dari http://www.tribunnews.com/2011/11/15/Dibantai-DI-TII-HinggaPeristiwa-Cikeusik 71 Iwan Apriansyah, Dibantai DI/TII Hingga Peristiwa Cikeusik. 72 Agung Sedayu, Pasca Bentrok Ahmadiyah, Cikeusik Mencekam, artikel ini diakses pada 4 September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional
42
agar Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik pimpinan Parman membubarkan diri.Namun saat massa tiba, puluhan Jamaah Ahmadiyah yang berada di rumah Parman sudah siap dan mereka membawa berbagai jenis senjata tajam, seperti samurai, parang dan tombak. Sesaat kemudian, kata Lukman, salah seorang anggota Jamaah Ahmadiyah membacok lengan kanan Sarta hingga nyaris putus.73
Namun pernyataan tersebut ditentang oleh juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Ahmad Mubarik, yang menyatakan jumlah anggota Ahmadiyah di wilayah Cikeusik, Pandeglang, sangat sedikit.Karena itu, dia membantah tuduhan bahwa anggota Ahmadiyah telah menantang warga sekitar, sehingga terjadi bentrokan.74Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia ini berasumsi bahwa tidak mungkin bertindak memprovokasi atau menantang karena pada saat kejadian jumlah mereka hanya sedikit dibanding warga yang menyerang.
Terlepas dari pihak mana yang memulai pertikaian ini, peristiwa ini tentunya sangat disayangkan. Ketika proses perdamaian antar pemeluk agama atau antar aliran kepercayaan sedang dilaksanakan justru kasus ini kembali bergejolak. Peristiwa yang menelan tiga korban yang tewas dan lima orang lukaluka ini seakan kembali membakar kembali pertikaian antar umat beragama.
Kasus ini menjadi perhatian serius semua pihak karena berkaitan dengan kebebasan memeluk agama dan pelanggaran HAM karena berhubungan dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh warga Cikeusik terhadap warga Ahmadiyah. 73
Poernomo G. Ridho, Enam Jamaah Ahmadiyah Tewas Diserang Warga Cikeusik, artikel ini diakses pada 4 September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional 74 Wasiul Ulum, Ahmadiyah: Tidak Mungkin Kami Menentang, artikel ini diakses pada 4 September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional
43
BAB IV Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo A. Pembahasan Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Majalah Tempo Majalah Tempo adalah sebuah media yang telah berdiri cukup lama yaitu sejak tahun 1971 dan dibredel hingga dua kali yaitu pada tahun 1982 dan pada puncaknya yaitu pada tahun 1994 oleh pemerintah Orde Baru (Orba) dibawah pimpinan Presiden Soeharto.75 Proses perjalanan panjang yang dilalui Majalah Tempo turut memberikan pengaruh pada pemberitaan Majalah Tempo. Proses pemberitaan pada Majalah Tempo dipengaruhi oleh Hirarki Pengaruh. Hirarki Pengaruh itu sendiri terdiri dari beberapa level yaitu level individu, level rutinitas media, level organisasi, level ekstra media dan level ideologi.76 Teori Hirarki Pengaruh mengalami proses dan koseptualisasi terhadap pemberitaan yang dibuat oleh Majalah Tempo. Sebelum masuk kepada tataran level hirarki pengaruh pada pemberitaan di Majalah Tempo, saya akan mencoba menjelaskan proses penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
1.
Proses penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo terdiri atas beberapa tahap. Tahap itu terdiri dari proses rapat kompartemen lalu rapat besar dilanjutkan kepada proses pencarian bahan atau data yang dibutuhkan dilanjutkan kepada rapat opini dan rapat redaksi dan yang terakhir adalah tahap penyuntingan
75
Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. xii 76 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 60
43
44
dan penulisan. Berikut adalah tahap demi tahap proses penyusunan di Majalah Tempo. Bagan 1. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
Rapat Kompartemen
Pencarian Bahan Pemberitaan
Rapat Besar
Rapat Redaksi dan Rapat Opini
Penulisan dan Penyuntingan Berita
Dari pola di atas dapat dijelaskan : a. Rapat Kompartemen. 77 78 Rapat
Kompartemen
adalah
rapat
para
anggota
kompartemen.
Kompartemen sendiri adalah bagian atau rubrik pada Majalah Tempo sesuai dengan konsen yang dibahas pada Majalah Tempo.Rapat kompartemen biasa diadakan pada hari Senin. Rapat kompartemen terdiri dari reporter dan penulis dalam satu kompartemen. Rapat kompartemen sendiri adalah untuk menentukan angel awal dari sebuah pemberitaan dan pemberitaan apa yang diberitakan oleh dalam satu rubrik di Majalah Tempo.Anggota kompartemen masing-masing membawa usulan kemudian dirapatkan dan disaring di rapat kompartemen. Para anggota kompartemen mengajukan isu apa yang diangkat untuk menjadi pemberitaan di Majalah Tempo. Hasil dari rapat kompartemen akan diajukan pada rapat besar.Di Majalah Tempo sendiri terdapat beberapa kompartemen yaitu
77
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 78 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
45
kompartemen nasional, kompartemen ekonomi dan bisnis, kompartemen sains, kompartemen gaya hidup. b. Rapat Besar. 79 Rapat besar dihadiri semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior, pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. Rapat besar dilaksanakan setiap hari senin. Pada rapat tersebut disampaikan apa saja temuan-temuan awalnya lalu dibahas dan disetujui pada rapat, kemudian diputuskan bahan-bahan apa saja yang perlu digali. Pada rapat ini angel sebuah pemberitaan kemudian dipertajam lagi melalui proses musyawarah antara reporter dengan para redaktur yaitu mulai dari pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur senior dan redaktur eksekutif. Setelah rapat besar ini menghasilkan keputusan untuk menugaskan reporter dan fotografer untuk terjunlangsung ke lapangan untuk mencari data. c. Pencarian Data dan Bahan Pemberitaan.80 Pada proses ini reporter atau calon reporter dan fotografer ditugaskan untuk mengumpulkan bahan untuk sebuah pemberitaan di lapangan. Data-data yang dicari dan dikumpulkan sesuai dengan mandat dari rapat besar yang dilakukan sebelum proses ini. Pada konteks Majalah Tempo biasanya sebuah data dapat diangkat menjadi kelengkapan sebuah berita, jika telah mencapai tujuh puluh atau delapan puluh persen. Jika data hanya sampai lima puluh persen, pemberitaan bisa diganti dengan berita lain yang lebih mencukupi kelengkapan
79
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 80 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
46
data. Data juga tidak hanya didapatkan di lapangan tapi juga didapatkan pada divisi Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT). d. Rapat Redaksi dan Rapat Opini. 81 82 Rapat Redaksi dan Rapat Opini biasa dilakukan pada hari Rabu, kedua rapat dilaksanaan bersamaan tetapi dengan tema yang berbeda. Rapat ini dihadiri olehdihadiri semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior, pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. Rapat redaksi membahas kelengkapan data yang telah dihimpun oleh reporter dan fotografer di lapangan. Jika data yang didapatkan belum mencapai tujuh puluh persen sampai delapan puluh persen, biasanya pemberitaan akan diganti dengan pemberitaan lain. Akan tetapi jika kekurangan data hanya sepuluh persen, pencarian data di lapangan data dilanjutkan untuk kelengkapan data. Pada rapat redaksi ini juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu apakah akan menjadi laporan utama atau laporan biasa di dalam Tempo. Rapat ini juga untuk mempertajam angle pada sebuah pemberitaan, biasanya usulan ini dapat dilakukan oleh penulis, reporter dan para redaktur. Rapat selanjutnya yang dilakukan pada hari Rabu adalah rapat opini.Rapat opini adalah penentuan pandangan Majalah Tempo pada sebuah isu atau kasus.Opini yang ditetapkan oleh Majalah Tempo berdasarkan data-data yang telah didapatkan di lapangan, jadi opini tersebut bukan berdasarkan prasangka atau keberpihakan ideologis.
81
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 82 Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
47
e. Penulisan dan Penyuntingan Berita. Proses penulisan dan penyuntingan sebuah pemberitaan Majalah Tempo dilakukan oleh penulis dan redaktur. Proses ini setelah data yang dihimpun oleh reporter telah mencukupi kelengkapan data. Proses penulisan sendiri dilakukan oleh penulis. Penulis pada proses ini menuangkan buah pikirannya sesuai dengan data dan angle yang ditentukan pada rapat besar dan rapat redaksi pada hari Rabu. Hasil penulisan berita dikirim melalui intranet kepada redaktur untuk melalui proses penyuntingan. Proses penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan oleh penulis selesai dilaksanakan. Proses penyuntingan sendiri dapat dilakukan oleh redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior dan redaktur bahasa tergantung dengan seberapa besarnya nilai sebuah berita. Jika sebuah berita hanya pemberitaan yang tidak terlalu penting atau hanya laporan biasa, biasanya proses penyuntingan hanya dilakukan oleh redaktur pelaksana. Tetapi jika pemberitaan tersebut menjadi laporan utama biasanya proses penyuntingan dilakukan berlapis yaitu penyuntingan awal dilakukan oleh redaktur pelaksana selanjutnya proses penyuntingan dilaksanakan oleh redaktur eksekutif atau juga dilakukan oleh redaktur senior. Setelah melalui proses penyuntingan tersebut barulah sebuah berita melalui proses penyuntingan bahasa. Proses penyuntingan ini dilakukan oleh redaktur bahasa dan staf redaktur bahasa. Pada proses ini adalah penyuntingan bahasa agar sesuai dengan tata bahasa Indonesia dan Majalah Tempo. Proses terakhir adalah penambahan foto, karikatur atau grafik yang dilakukan oleh divisi kreatif yang dilakukan oleh redaktur kreatif dan redaktur foto.
48
2.
Konseptualisasi Hirarki Pengaruh Pemberitaan pada Majalah Tempo Setelah membahas proses penyusunan, kita beranjak pada pembahasan
tentang konseptualisasi hirarki pengaruh pemberitaan pada Majalah Tempo. Teori Hirarki Pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese.Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media ( individual level), pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media ( organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).83 Pada konteks pengaruh pada Majalah Tempo saya akan memulai pemaparan mulai dari level individu. 1. Level Individu. Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah pengaruh individu.Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau reporter yang dalam dalam hal ini adalah pencari berita dan pengumpul berita.Level ini memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter adalah individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di lapangan. Faktor individu dari wartawan atau reporter juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor latar belakang dan karakteristik dari wartawan atau reporter seperti faktor pendidikan, faktor orientasi dan lain-lain.Faktor kedua yang membentuk individu seorang wartawan atu reporter adalah perilaku, kepercayaan
83
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 60
49
dan nilai-nilai yang dipegang oleh seorang wartawan atau reporter.Faktor yang terakhir membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah faktor profesionalitas dan kode etik yang diikuti oleh seorang wartawan atau reporter.84 Pada konteks pemberitaan di Majalah Tempo, level individu sendiri diwakili oleh dua posisi profesi yaitu:85
a. Reporter atau calon reporter Reporter adalah seorang wartawan atau pewarta telah menjadi wartawan tetap di Majalah Tempo yang langsung terjun ke lapangan, mewawancarai narasumber dan bertugas untuk mengumpulkan atau mencari bahan pemberitaan sebuah isu atau kasus. Selain tugas tersebut, reporter juga dapat memberikan masukan kepada penulis tentang angleapa yang akan dipakai pada sebuah pemberitaan berdasarkan pertimbangan datayang didapat di lapangan.
86
Sedangkan calon reporter atau yang biasa disingkat carep adalah
calon pewarta Majalah Tempo yang sedang dalam masa pendidikan selama lima bulan.87Biasanya calon reporter dalam tugas mencari berita didampingi oleh reporter dalam tugasnya mengumpulkan bahan pada sebuah kasus. b. Penulis Penulis adalah posisi dalam redaksi Majalah Tempo yang bertugas menulis sebuah pemberitaan setelah mendapat bahan sebuah berita dari reporter.Tugas dari seorang penulis adalah menentukan angel pemberitaan di
84
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 66-91 Sumber: Sekretariat Redaksi Majalah Tempo. 86 Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 19 87 Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 12 85
50
Majalah Tempo. Angel sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo sendiri ditentukan oleh rapat kompartemen dan rapat besar dan dapat mengalami perubahan setelah mendapat masukan dari reporter yang langsung terjun ke lapangan.88 penulis dianggap cukup banyak tahu di lapangan dia tugasnya memang menulis, maka kalau dia konsen di politik maka dia akan mengusulkan apa yang dipolitiknya, selain itu redaktur pelaksana memiliki pengaruh yang besar karena bisa juga menugaskan, kalau misalnya dia punya ide apa dia menyampaikannya dalam rapat hari senin, kalau diterima ya di tulis89
Dari kedua posisi profesi tersebut, terdapat gambaran bahwa sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo, posisi seorang wartawan atau reporter memiliki andil besar yaitu sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan. Dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan di majalah Tempo, reporter dan penulis dapat memberikan pengaruh lewat rapat kompartemen dan rapat besar. Bahkan penentuan angel pun ditentukan oleh reporter, sedangkan redaktur hanya mempertajam angel. Seperti saya selain mengumpulkan data juga menginginkan angel tulisan seperti ini. Semua penentuan berdasarkan rapat kompartemen dan rapat besar jadi yang gak absen kita sebagai reporter. Cukup berpengaruh karena dia yang mengumpulkan bahan dia yang tentukan angel awal, sedangkan redaktur hanya mempertajam angel90
Pada rapat yang dilaksanakan reporter dapat memberikan pengaruh karena sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan, sedangkan penulis dapat
88
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 12 89 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 90 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
51
memberikan pengaruh dikarenakan sebagai individu yang menulis langsung pemberitaan pada Majalah Tempo. Tetapi dalam proses pencarian dan penulisan berita dituntut untut memberikan pemberitaan yang sesuai dengan kebenaran dan tidak menerima suap dari pihak manapun. Ada dua aturan pada Majalah Tempo yang harus diikuti semua elemen di Majalah Tempo yaitu tidak memberitakan berita bohong dan berita yang berdasarkan suapan atau dalam istilah Majalah Tempo adalah “berita amplop”.9192 ..karena ideologi Tempo itukan jurnal mencerahkan masyarakat, jadi tugas majalah adalah menjernihkan peristiwa dari lautan informasi yang sangat banyak, berita itu seharusnya membuat orang lebih mengerti bukan malah membuat orang jadi bingung atau tersesat ditengah banyaknya informasi, karena sekarang informasi banyak tersedia, dan kadang-kadang membuat informasi itu jadi simpang siur dan membuat orang jadi bingung, mana yang berisi kebenaran yang membuat orang tau peristiwa yang sebenarnya93
Sesuai dengan aturan tersebut para reporter atau penulis di Majalah Tempo dapat bebas menentukan angle sebuah pemberitaan asal sesuai dengan kebenaran dan tidak ada unsur penyuapan pada sebuah pemberitaan. 2. Level Rutinitas Media Level selanjutnya yang mempengaruhi sebuah pemberitaan di sebuah media adalah rutinitas media.Rutinitas media adalah Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin
91
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 21 92 Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 93 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
52
terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ), pengolahan pemberitaan ( processing ), dan audiens ( consumers).94 Dari ketiga unsur tersebut membentuk pola rutinitas pada Majalah Tempo yang berkaitan satu dengan lainnya. Bagan 4.1.95 Pola Rutinitas Media Pengolahan Pemberitaan (Proccesing)
Audiens (Consumers)
Sumber Berita (Suppliers)
Dari pola di atas dapat dijelaskan: a. Sumber Berita (Suppliers) Sumber berita adalah dimana berita didapatkan oleh para pencari berita.Sumber berita biasanya adalah lembaga pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan lain sebagainya.Lembaga-lembaga ini dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media dikarenakan, kadang lembagalembaga ini memberikan pesanan agar berita yang keluar dari sebuah media tidak bertentangan dengan lembaganya.
94
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109
95
53
Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten dari sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita sedikit banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.96 Pada konteks pengaruh sumber kepada pemberitaan di Majalah Tempo, sumber berita memiliki andil yang memberikan pengaruh pada rutinitas penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo.Pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan tapi untuk menjamin kredibilitas pemberitaan di Majalah Tempo di butuhkan sumber yang memiliki akuntabilitas yang tinggi. Majalah Tempo sebagai sebuah media yang sudah cukup mapan memiliki sumber berita di hamper setiap lembaga, walaupun dalam redaksi pemberitaan terkadang sumber tersebut tidak dicantumkan namanya. Langkah ini diambil untuk menjamin kerahasiaan sumber dan keamanan sumber berita tersebut. Sumber berita pada Majalah Tempo memberikan pengaruh pada rutinitas penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo karena data yang tidak terlalu besar atau kurang dapat menyebabkan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo tidak layak cetak. Apakah bahan itu sudah komplit atau belum. Kalau misalnya belum ya drop, kalau misalnya komplit ya 70-80% itu bisa lanjut nanti dilengkapi di hari hari kamis. Selain itu juga ada rapat opini, ada rapat lagi kamis malam untuk mengecek kelengkapan bahan, ini bahan sudah komplit apa tidak, kalau misalnya hari kamis bahan belum lengkap drop, hasil rapat tetap di drop, kita nyari bahan yang bisa kita kejar dalam sehari, kalau misalnya tetep tidak ada kita drop, hasil rapat dari hari senin sampai kamis terus tidak mungkin untuk ditulis, kalau masih bisa dikejar hari jumatnya atau kamis malamnya masih bisa Kalau kekurangannya masih 10%, kalau sudah 50% sudah bolong-bolong97
96
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h.137 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 97
54
Ketika bahan atau data yang didapatkan dari sumber belum mencukupi sekitar tujuh puluh hingga delapan puluh persen, sebuah pemberitaan yang menggunakan data atau sumber tersebut tidak dapat diberitakan.Langkah ini dilakukan karena Majalah Tempo adalah media yang menggunakan teknik investigasi yang mengandalkan kedalaman data dan mengungkap peristiwa di balik sebuah kasus. Kalau misalnya itu isu besar ya tetap harus melihat bahannya. Karena beda antara pemberitaan koran dan majalah Kalau Koran tinggal nulis lagi selesai, tapi kalau majalah kan cerita dibalik berita yang kadang tidak bisa didapat dari ketika diinvestigasi, itu dari pengumpulan bahan.98
Pengaruh sumber memiliki pengaruh yang cukup sidnifikan pada level rutinitas media berkaitan dengan kelengkapan bahan pemberitaan atau data. Kelengkapan bahan dibutuhkan karena Majalah Tempo adalah media investigasi sebuah kasus tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu berdampak langsung kepada pemberitaan Majalah Tempo. b. Audiens (Consumers) Audiens atau yang selanjutnya akan saya sebutkan sebagai pembaca yaitu pemakai media yang menonton, mendengar atau dalam konteks pemberitaan sebuah majalah seperti Majalah Tempo sebagai pembaca. Pembaca Majalah Tempo sendiri menurut Janet Stelle, mengutip survey yang dilakukan divisi periklanan Majalah Tempo pada tahun 1998, pembaca Majalah Tempo adalah pembaca dari golongan menengah.Golongan menengah dalam konteks struktur kelas di Indonesia adalah golongan yang menikmati standar yang tinggi dari
98
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
55
keuntungan yang besar.99Sesuai dengan pengertian golongan menengah, pembaca Majalah Tempo adalah golongan yang secara ekonomi telah terpenuhi kebutuhannya.Pembaca pada golongan ini memiliki tingkat intelektualitas yang cukup tinggi dan memiliki konsen yang besar pada isu-isu nasional. Golongan menengah ini menurut Ariel Haryanto seperti yang dikutip oleh Janet Stelle memiliki dua ciri khas yaitu golongan yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi dan sebagai golongan yang memiliki konsen yang besar terhadap perubahan dan perilakunya yang progresif.100Dari karakteristik golongan ini kita mendapat gambaran bahwa ciri khas pembaca Majalah Tempo adalah golongan yang konsen terhadap suatu isu dan sebagai pembaca yang kritis, sehingga pengemasan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo juga dapat dikritisi oleh pembaca Majalah Tempo. Untuk menampung kritikan dan aspirasi dari pembacanya Majalah Tempo memiliki rubrik yang bernama “Surat”.Rubrik ini selain berisi tanggapan pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo tetapi juga menampung tanggapan pembaca terhadap isu-isu nasional. Biasanya pada rubrik ini pembaca Majalah Tempo dapat mengkritik pemberitaan atau bantahan dari pihak yang diberitakan Majalah Tempo.Majalah Tempo mengakomodir segala bentuk kritik atau tanggapan. Rubrik “Surat” ini juga memungkinkan pembaca menjadi pewarta tersendiri ketika pembaca tersebut mengabarkan tentang suatu peristiwa yang berkaitan dengan pembaca tersebut.
99
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 165 100 Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia, h 166
56
Gambar 1. Rubrik “Surat” pada Majalah Tempo
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
Pada gambar di atas dapat dijelaskan bahwa salah satu pembaca Majalah Tempo
mengabarkan
menggunakan
pesawat
bahwa
kameranya
maskapai
hilang
penerbangan
saat
penerbangannya
Garuda
Indonesia
57
Airlines.Penyampaian pembaca pada rubrik “Surat” ini menunjukan bahwa rubrik “Surat” dapat menjadi artikulasi dari kepentingan pembaca. Selain penampungan tanggapan dan kritik terhadap Majalah Tempo maupun isu-isu nasional, Majalah Tempo juga memiliki standar bahasa yang sesuai dengan tingkat intelektualitas dan pangsa pasar Majalah Tempo yang ratarata merupakan golongan menengah ke atas. Majalah Tempo memiliki standar bahasa yang mengacu pada standar bahasa Indonesia yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Standar bahasa pada Majalah Tempo diatur dan diawasi oleh Divisi Bahasa yang dikepalai oleh redaktur bahasa Uu Suhardi.Menurut pengalaman saya sebagai peneliti setiap karyawan Tempo tidak hanya divisi redaksi diberikan pembelajaran tentang standar bahasa Majalah Tempo langsung oleh redaktur bahasa yang biasa disebut Kelas Bahasa.101 Pemberian kelas bahasa ini selain meningkatkan kemampuan bahasa para karyawan Tempo juga sebagai penetapan standar bahasa Tempo kepada seluruh staf Majalah Tempo agar sesuai dengan kebutuhan pembaca. Menurut Shoemaker dan Reese, pada sebuah media cetak contohnya sebuah cerita pada media cetak harus mudah dibaca (readable), foto pada sebuah berita harus memiliki kaitan dengan sebuah cerita pada sebuah media cetak dan judul pada sebuah headline harus
memberikan
perhatian
langsung
audiens
terhadap
sebuah
pemberitaan.102Kemampuan bahasa yang dimiliki segenap staf Majalah Tempo dapat memberikan kertertarikan pembaca kepada Majalah Tempo. Akan tetapi pengaruh atau intervensi pembaca Majalah Tempo pada level rutinitas pada Majalah Tempo tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan Majalah 101
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 114
102
58
Tempo
lebih mengutamakan kepada
misi
Majalah Tempo
dan lebih
mengutamakan hasil-hasil keputusan rapat yang ada pada Majalah Tempo. Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan survey mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang bersifat misi, artinya itu yang sesuai rapat keputusan…Jadi meskipun pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan Tempo yang khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat.Intervensi pembaca kepada rubric dalam nasional politik kecil. Kita mengakomodasi dengan rubrik-rubrik yang lain. Misalnya orang suka gadget, kita muat gadjet. Orang suka gaya hidup, kita muat gaya hidup. Dengan Survey berkala, tapi survey sebagai panduan bukan acuan.103 Pengaruh dari pembaca tidak terlalu besar dalam konteks pemberitaan Majalah Tempo, terutama pada isu-isu nasional yang diberitakan oleh Majalah Tempo.Pada konteks pemberitaan pada Majalah Tempo pembaca hanya memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada Majalah Tempo. c. Pengolahan Pemberitaan (Proccesing) Representasi pengaruh rutinitas pada penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo yang paling berpengaruh adalah melalui proses pengolahan pemberitaan. Proses pengolahan pemberitaan pada awal bab ini telah saya jelaskan dan memberikan pengaruh yang cukup besar. Representasi pengolahan pemberitaan pada awalnya dimulai dari proses rapat yang dilakukan seluruf bagian dari divisi redaksi Majalah Tempo. Pada rapat-rapat yang digelar oleh staf redaksi Majalah Tempo adalah untuk menentukan kebijakan pemberitaan dan angle pemberitaan Majalah Tempo.
103
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (redaktur pelaksana majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
59
Tabel 4.1 Jenis-jenis rapat pada Majalah Tempo Jenis Rapat
Tugas Rapat
Rapat Kompartemen
Rapat kompartemen sendiri adalah untuk menentukan angel awal dari sebuah pemberitaan dan pemberitaan apa yang diberitakan oleh dalam satu rubrik di Majalah Tempo.Anggota kompartemen masing-masing membawa usulan kemudian dirapatkan dan disaring di rapat kompartemen. Para anggota kompartemen mengajukan isu apa yang diangkat untuk menjadi pemberitaan di Majalah Tempo. Hasil dari rapat kompartemen akan diajukan pada rapat besar. Rapat besar dilaksanakan setiap hari senin. Pada rapat tersebut disampaikan apa saja temuan-temuan awalnya lalu dibahas dan disetujui pada rapat, kemudian diputuskan bahan-bahan apa saja yang perlu di gali. Pada rapat ini angel sebuah pemberitaan kemudian dipertajam lagi melalui proses musyawarah antara reporter dengan para redaktur yaitu mulai dari pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur senior dan redaktur eksekutif. Setelah rapat besar ini menghasilkan keputusan untuk menugaskan reporter dan fotografer untuk terjunlangsung ke lapangan untuk mencari data. Rapat redaksi membahas kelengkapan data yang telah dihimpun oleh reporter dan fotografer di lapangan. Jika data yang didapatkan belum mencapai tujuh puluh persen sampai delapan puluh persen, biasanya pemberitaan akan diganti dengan pemberitaan lain. Akan tetapi jika kekurangan data hanya sepuluh persen, pencarian data di lapangan data dilanjutkan untuk kelengkapan data. Pada rapat redaksi ini juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu apakah akan menjadi laporan utama atau laporan biasa di dalam Tempo. Rapat ini juga untuk mempertajam angle pada sebuah pemberitaan, biasanya usulan ini dapat dilakukan oleh penulis, reporter dan para redaktur. Rapat opini adalah penentuan pandangan Majalah Tempo pada sebuah isu atau kasus. Opini yang ditetapkan oleh Majalah Tempo berdasarkan data-data yang telah didapatkan di lapangan.
Rapat Besar
Rapat Redaksi
Rapat Opini
Rapat-rapat yang dilaksanakan oleh redaksi Majalah Tempo menentukan arah kebijakan pemberitaan pada Majalah Tempo, rapat tersebut biasanya dihadiri
60
oleh seluruh bagian redaksi dari Majalah Tempo terkecuali pada rapat kompartemen yang hanya dihadiri oleh anggota dari kompartemen tersebut. Proses rutinitas media yang direpresentasikan oleh rapat-rapat redaksi Majalah Tempo membentuk suatu pola yang berkesinambungan dalam mempengaruhi pemberitaan pada Majalah Tempo. Pada rapat-rapat yang dilaksanakan semua elemen dapat mengutarakan argumentasi yang berkaitan dengan arah kebijakan pemberitaan Majalah Tempo. Kalau di Tempo cukup egaliter ya, semua orang bisa hadir dalam rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup, seni, sains, sampai bahkan redaktur foto juga datang terus bahasa juga datang, jadi semua boleh ikut dan boleh memberikan masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih, kalau misalnya kurang sekalipun dari pemred tidak bisa dipilih.104 Hasil dari rapat tersebut menjadi pedoman bagi reporter untuk menjalankan tugasnya di lapangan.Reporter dalam menjalan tugasnya tidak dapat bertentangan dengan keputusan rapat, karena kedua rapat yang telah saya sebutkan di atas tadi adalah hasil diskusi antara reporter sebagai pekerja media di lapangan dengan para redaktur sebagai pemegang kebijakan di meja redaksi.Reporter dalam menentukan angel pun memiliki otoritas yang besar karena mengetahui konteks di lapangan sedangkan para redaktur hanya bekerja di meja redaksi.Sistem rapat di Tempo pun sangat terbuka dan egaliter yaitu melibatkan semua elemen dan dapat memberikan masukan tanpa memandang jabatan dari setiap individu di Majalah Tempo. Rapat, rapat redaksi yang hari senin dan hari rabu habis itu di putuskan di rapat, bahkan pemimpin redaksi pun tidak bisa 104
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
61
mengambil keputusan sendiri.Dia hanya bisa ngusul dan yang lainpun bisa ngusul dan di rapat itu diputuskan. Dirapat itu pemimpin redaksi sering di tolak bahkan ditertawakan, tetap forum tertinggi yang bisa menentukan berita mana yang akan dimuat atau tidak itu ditentukan dirapat, termasuk opini yang di depan itu dibahas dalam rapat.105
Proses selanjutnya dari rutinitas pada penyusunan sebuah pemberitaan di Majalah Tempo adalah pencarian data atau bahan pemberitaan yang dilakukan oleh reporter, calon reporter maupun fotografer di lapangan. Data-data yang dicari di lapangan sesuai dengan yang diamanahkan pada rapat atau sesuai temuan baru di lapangan. Reporter dalam proses pencarian berita harus secara mendalam dan selalu mengutamakan asas cover both side, dalam artian pemberitaan harus berimbang dan mengkonfirmasi kepada narasumber yang terkait dengan pemberitaan yang diangkat oleh Majalah Tempo. Menurut Anton Septian faktor profesionalan yang diutamakan.“Ya profesionalitaslah jelas, saya menulis berita ini berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan, kita tidak bisa mengarang berita juga”106 Dalam pencarian sebuah bahan pemberitaan seorang reporter dituntut untuk selalu menemukan kebenaran dan bukan berita bohong. Proses selanjutnya adalah penyuntingan dan penulisan yang dilakukan oleh penulis dan redaktur. Proses penulisan dilakukan oleh penulis yang sebelumnya memiliki jabatan sebagai reporter. Data-data yang ditulis oleh penulis adalah hasil temuan oleh reporter di lapangan.penulis dalam proses penulisannya berkonsultasi dengan reporter. Penulis memiliki andil dalam menentukan angle yang diputuskan pada
105
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 106 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
62
rapat-rapat di Majalah Tempo. Sedangkan proses penajaman angle biasa dilakukan oleh redaktur. Redaktur tersebut biasanya adalah redaktur pelaksana, redaktur eksekutif maupun redaktur senior. Sedangakan proses penyuntingan bahasa dilakukan oleh editor bahasa. Proses rutinitas dari penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo ini mempengaruhi pemberitaan cukup besar karena terkait oleh keseharian yang dilakukan oleh Majalah Tempo. Walaupun terjadi hubungan antar pembaca, sumber berita dan pengolahan pemberitaan, namun pengolahan pemberitaan lebih mempengaruhi proses rutinitas sebuah media karena bersifat mengikat melalui rapat-rapat yang harus dipatuhi oleh semua elemen redaksi Majalah Tempo. Proses ini terjadi secara alami dan ditaati oleh semua elemen redaksi Majalah Tempo. Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada produksi isi simbolik.Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media melaksanakan pekerjaannya.107Pada konteks penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo, pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara alami karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media. 3. Level Organisasi Media Menurut teori hirarki pengaruh, dalam organisasi media ada tiga tingkatan umum. Lini depan karyawan, seperti penulis, wartawan dan staf kreatif, mengumpulkan dan mengemas
bahan baku. Tingkat menengah terdiri dari
manajer, editor, produser dan orang lain yang mengkoordinasi proses dan memediasi komunikasi antara level bawah dan level atas yang mengeluarkan
107
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 137
63
kebijakan organisasi. Eksekutif tingkat atas perusahaan dan berita membuat kebijakan organisasi, anggaran yang ditetapkan, membuat keputusan penting, melindungi kepentingan komersial dan politik perusahaan dan bila perlu mempertahankan karyawan organisasi dari tekanan luar.108 Dalam level pengaruh organisasi kepada konten sebuah media, teori hirarki pengaruh mengambil fokus kepada tingkatan eksekutif media seperti pemilik modal atau bagian direksi dan tingkatan menengah yaitu manajer, editor, produser atau dalam konteks Majalah Tempo adalah redaktur. Ada tiga jenis redaktur di Majalah Tempo yaitu Redaktur Pelaksana, Redaktur Eksekutif dan Redaktur Senior. Posisi redaktur dalam sebuah penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo bertugas untuk memberikan masukan untuk pemberitaan saat rapat-rapat di Majalah Tempo. Selain tugas tersebut tugas redaktur dalam penyusunan pemberitaan adalah menajamkan angle dan melakukan proses pengeditan terhadap sebuah tulisan dari penulis. Redaktur juga memiliki tugas yang untuk melakukan penugasan kepada reporter ketika ada yang berita yang ingin diangkat pada waktu setelah rapat besar.Posisi redaktur cukup vital dalam sebuah penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo.
108
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 151
64
65
Pengaruh tingkatan eksekutif terhadap sebuah penyusunan pemberitaan tidak berpengaruh dikarenakan kepemilikan Majalah Tempo dibawah PT Tempo Inti Media bukanlah dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki oleh beberapa lembaga atau yayasan dan tidak ada saham mayoritas pada kepemilikan PT Tempo Inti Media. Lewat sistem kepemilikan oleh lembaga atau yayasan ini, tidak memungkinkan untuk terjadinya intervensi oleh individu terhadap pemberitaan di Majalah Tempo. kalau ditempo rasanya tidak berpengaruh, karena owner ditempo itu lembaga tidak ada individu yang memiliki saham di Tempo, kecuali saham yang lewat bursa, tempo itu terbuka, jadi sebagian besar itu yayasan, jadi tidak ada individu pemiliknya kolektif, dan ditempo gak ada yang mayoritas miliki saham 50% hanya ratarata 26%-40%.109
Ada sekitar empat yayasan atau lembaga yang memiliki PT Tempo Inti Media yang menaungi Majalah Tempo diantaranya adalah PT Grafiti Pers, Yayasan Jaya Raya, Yayasan 21 Juni 1994 dan Yayasan Karyawan Tempo, selebihnya saham PT Tempo Inti Media dimiliki oleh publik.
109
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
66
Grafik 4.1 Grafik kepemilikan saham PT Tempo Inti Media
17,2% 24.8%
Yayasan Jaya Raya Yayasan 21 Juni 1994 PT Grafiti Pers
16,6%
Yayasan Karyawan Tempo 24,8%
Publik
16,6%
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
Dari grafik di atas kita dapat menggambarkan bahwa saham PT Tempo Inti Media tidak terdapat saham mayorits. Ada dua lembaga yang memiliki saham yang cukup besar sekitar 24,8 persen yaitu Yayasan Jaya Raya yang dimiliki oleh pengusaha konstruksi Ciputra dan Yayasan 21 Juni 1994 yang diketuai oleh mantan karyawan Tempo, sedangkan dua lembaga lainnya yang memiliki saham PT Tempo Inti Media sebesar 16,6 persen adalah PT Grafiti Pers yang dimiliki oleh pengusaha Tionghoa Eric Samola dan Yayasan Karyawan Tempo yang dimiliki oleh karyawan Tempo, sedangkan selebihnya dimiliki oleh publik sebesar 17,2 persen. Dari ketiadaan saham mayoritas kepemilikan PT Tempo Inti Media
67
yang menaungi Majalah Tempo memungkinkan tidak terjadinya intervensi secara langsung kepada pemberitaan Majalah Tempo. “Owner kita itu karyawan dan publik. Jadi Tempo adalah perusahaan publik, perdagangan saham yang ada di bursa efek, jadi kita terbuka tidak ada owner, katakanlah seperti media lain yang mempengaruhi pemberitaan. Tapi ada beberapa persen ada di pasar dan 50% lebih hak tahannya dimiliki oleh karyawan melalui yayasan bukan individu.”110 Pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Majalah Tempo justru lebih memungkinkan terjadi melalui Dewan Direksi Tempo yang memiliki komposisi mantan wartawan dari Majalah Tempo.Pengaruhnya pun bukan berdasarkan intervensi yang besar kepada konten pemberitaan Majalah Tempo tapi lebih berupa masukan. “..tidak pernah ada kebijakan resmi dari pandangan dewan direksi, memang direksi ditempo itukan banyak orang-orang redaksi seperti Bambang Harymurti, dia mantan pemimpin redaksi dia direktur umum, terus Thoriq Hadad bekas pemimpin redaksi dan wakil pemimpin redaksi, dia direktur keuangan Tempo... Kami tidak pernah mendengar instruksi langsung dari dewan direksi karena memang tidak pernah ada, paling kalau mereka memberi masukan dalam rapat opini misalkan, opini-opininya kan sifatnya masukan bukan kebijakan.”111 Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Manan pengaruh tersebut lebih berupa masukan dan bukan berupa kebijakan terhadap pemberitaan Majalah Tempo.Masukan tersebut biasanya oleh anggota Dewan Direksi Tempo yang pernah menjadi wartawan pada isu-isu tertentu. Pengaruh yang terjadi pada sebuah pemberitaan di level pengaruh organisasi selain dari eksekutif tingkat atas juga terjadi dari tingkatan menengah yaitu dari manajer, editor, produser dan orang lain yang mengkoordinasi proses
110
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (redaktur pelaksana majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 111 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
68
dan memediasi komunikasi antara level bawah dan level atas yang mengeluarkan kebijakan organisasi. Dalam konteks Majalah Tempo tingkatan ini diwakili oleh posisi redaktur. Dalam konteks pengaruh level organisasi pada pemberitaan Majalah Tempo, posisi seorang redaktur tidaklah terlalu berpengaruh. Situasi ini dikarenakan sistem penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo direncanakan pada saat rapat.Pada saat rapat seluruh elemen dari redaksi Majalah Tempo dapat mengungkapkan gagasannya.Tidak ada pengaruh yang dominan dari seorang redaktur pada pemberitaan Majalah Tempo. kalau dalam tempo cukup egaliter, semua orang bisa hadir dalam rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup, seni, sains, sampai orang bahasa, jadi semua boleh ikut dan boleh memberikan masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih, kalau misalnya kurang sekalipundari pemred tidak bisa dipilih…112 …bahkan pemred pun tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Dia bisa ngusul dan yang lainpun bisa ngusul dan di rapat itu diputuskan. Dirapat itu pemred sering di tolak bahkan ditertawakan, tetap forum tertinggi yang bisa menentukan berita mana yang akan dimuat atau tidak itu ditentukan dirapat, termasuk opini yang ditekan itu dibahas dalam rapat… Tidak ada kelompok yang diistimewakan dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pemberitaan di Majalah Tempo.Bahkan posisi pemimpin redaksi sekalipun tidak memiliki otoritas yang lebih besar dalam pengambilan keputusan terkait pemberitaan Majalah Tempo.Posisi pemimpin redaksi yang tidak berada di lapangan langsung saat pengolahan sebuah pemberitaan membuat posisinya hanya sebagai pemberi masukan. 112
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
69
…berita yang kejadiannya hari rabu atau kamis biasanya kan diputuskan oleh redaktur pelaksana yang paling tinggi, redaktur pelaksana dalam kompartemen berdiskusi dengan pemred dan tetep harus menyampaikan ke pemred, jadi tidak bisa kalau berita tiba-tiba masuk, pemred hanya memberi masukan kerena dia tidak di lapangan dan dia lebih banyak mendengar, kalau dia memberi masukan itu pada saat rapat hari senin, atau hari rabu bisa juga mengusulkan kira-kira apa yang menarik, tapi kalau hari rabu itu jarang, karena itu packing program, karena kalau idenya keluar hari rabu itu kapan reportingnya terlalu mepet…113
Pada kasus-kasus tertentu posisi redaktur pelaksana mendapatkan peran yang penting dalam pembentukan sebuah pemberitaan di Majalah Tempo, contohnya ketika ada kasus atau isu yang terjadi pada hari rabu atau kamis yang terjadi setelah rapat-rapat di Majalah Tempo, posisi redaktur pelaksana dapat menentukan sebuah kebijakan pemberitaan setelah berkonsultasi dengan pemimpin redaksi. Dalam level pengaruh organisasi terhadap pemberitaan di Majalah Tempo posisi pemimpin redaksi tidaklah terlalu besar dalam menentukan kebijakan sebuah pemberitaan. Posisi pemimpin redaksi lebih sebagai pemberi masukan terhadap kebijakan pemberitaan di Majalah Tempo. Sedangkan posisi redaktur pelaksana justru pada kasus-kasus tertentu memiliki peran sentral yaitu dapat mengambil kebijakan pemberitaan tetapi dengan masukan dari pemimpin redaksi. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pengaruh organisasi media pada konteks pembentukan pemberitaan pada Majalah Tempo tidaklah terlalu berpengaruh, situasi ini dikarenakan lebih besarnya pengaruh rutinitas media yaitu melalui rapat pengambilan keputusan dan tidak adanya kepemilikan tunggal pada saham PT Tempo Inti Media yang menaungi Majalah Tempo. 113
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
70
4. Level Ekstra Media Pengaruh keempat terhadap konten pemberitaan sebuah media dalam teori hirarki pengaruh adalah pengaruh dari luar organisasi media.Pengaruh tersebut diantaranya adalah dari sumber berita, pengiklan, pembaca atau audiens, kontrol dari pemerintah, kelompok kepentingan, pangsa pasar dan teknologi.114Dalam konteks penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo ada beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap pemberitaan Majalah Tempo.Faktor tersebut diantaranya adalah pembaca atau audiens, sumber berita dan kelompok kepentingan. Faktor lain seperti kontrol pemerintah pada catatan sejarah Majalah Tempo sebenarnya cukup memberikan pengaruh. Dalam catatan sejarah Majalah Tempo, Majalah Tempo dibredel atau tidak dikeluarkan izin terbitnya hingga dua kali yaitu pada tahun 1982 dan pada puncaknya yaitu pada tahun 1994, pembredelan ini dikarenakan pemberitaan Majalah Tempo yang mengkritisi pemerintah Orde Baru saat itu.115Tetapi pada era reformasi dengan keterbukaan informasi, hubungan antara Majalah Tempo dengan pemerintah tidak mengalami masalah. Kembali pada pembahasan di awal, ada tiga faktor yaitu pembaca, sumber berita dan kelompok kepentingan yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo. Faktor pertama dari level pengaruh luar organisasi yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo adalah pengaruh dari pembaca. Pengaruh dari pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo telah saya bahas pada pembahasan mengenai level pengaruh rutinitas media. Pada 114
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 178 Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. xii 115
71
pembahasan tersebut saya menjelaskan bahwa pengaruh pembaca adalah melalui rubrik “Surat” yaitu berisi tanggapan pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo tetapi juga menampung tanggapan pembaca terhadap isu-isu nasional. Biasanya pada rubrik ini pembaca Majalah Tempo dapat mengkritik pemberitaan atau bantahan dari pihak yang diberitakan Majalah Tempo.Majalah Tempo mengakomodir segala bentuk kritik atau tanggapan.Rubrik “Surat” ini juga memungkinkan pembaca menjadi pewarta tersendiri ketika pembaca tersebut mengabarkan tentang suatu peristiwa yang berkaitan dengan pembaca tersebut. Akan tetapi pengaruh atau intervensi pembaca Majalah Tempo pada level rutinitas pada Majalah Tempo tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan Majalah Tempo
lebih mengutamakan kepada
misi
Majalah Tempo
dan lebih
mengutamakan hasil-hasil keputusan rapat yang ada pada Majalah Tempo. Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan survey mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang bersifat misi, artinya itu yang sesuai rapat keputusan…Jadi meskipun pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan Tempo yang khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat.Intervensi pembaca kepada rubric dalam nasional politik kecil. Kita mengakomodasi dengan rubrik-rubrik yang lain. Misalnya orang suka gadget, kita muat gadjet. Orang suka gaya hidup, kita muat gaya hidup. Dengan Survey berkala, tapi survey sebagai panduan bukan acuan.116
Pengaruh dari pembaca tidak terlalu besar dalam konteks pemberitaan Majalah Tempo, terutama pada isu-isu nasional yang diberitakan oleh Majalah Tempo.Pada konteks pemberitaan pada Majalah Tempo pembaca hanya memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada Majalah Tempo. 116
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
72
Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo adalah sumber berita.Sumber berita adalah dimana berita didapatkan oleh para pencari berita.Sumber berita biasanya adalah lembega pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan lain sebagainya.Lembagalembaga ini dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media dikarenakan, kadang lembaga-lembaga ini memberikan pesanan agar berita yang keluar dari sebuah media tidak bertentangan dengan lembaganya. Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten dari sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita sedikit banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.117 Majalah Tempo sebagai sebuah media yang sudah cukup mapan memiliki sumber berita di hampir setiap lembaga, walaupun dalam redaksi pemberitaan terkadang sumber tersebut tidak dicantumkan namanya.Langkah ini diambil untuk menjamin kerahasiaan sumber dan keamanan sumber berita tersebut. Sumber berita pada Majalah Tempo memberikan pengaruh pada rutinitas penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo karena data yang tidak terlalu besar atau kurang dapat menyebabkan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo tidak layak cetak. Apakah bahan itu sudah komplit atau belum. Kalau misalnya belum ya drop, kalau misalnya komplit ya 70-80% itu bisa lanjut nanti dilengkapi di hari hari kamis. Selain itu juga ada rapat opini, ada rapat lagi kamis malam untuk mengecek kelengkapan bahan, ini bahan sudah komplit apa tidak, kalau misalnya hari kamis bahan belum lengkap drop, hasil rapat tetap di drop, kita nyari bahan yang bisa kita kejar dalam sehari, kalau misalnya tetep tidak ada kita drop, hasil rapat dari hari senin sampai kamis terus tidak mungkin untuk ditulis, kalau masih bisa dikejar hari
117
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h.137
73
jumatnya atau kamis malamnya masih bisa Kalau kekurangannya masih 10%, kalau sudah 50% sudah bolong-bolong118
Ketika bahan atau data yang didapatkan dari sumber belum mencukupi sekitar tujuh puluh hingga delapan puluh persen, sebuah pemberitaan yang menggunakan data atau sumber tersebut tidak dapat diberitakan.Langkah ini dilakukan karena Majalah Tempo adalah media yang menggunakan teknik investigasi yang mengandalkan kedalaman data dan mengungkap peristiwa di balik sebuah kasus. Kalau misalnya itu isu besar ya tetap harus melihat bahannya. Karena beda antara pemberitaan koran dan majalah Kalau Koran tinggal nulis lagi selesai, tapi kalau majalah kan cerita dibalik berita yang kadang tidak bisa didapat dari ketika diinvestigasi, itu dari pengumpulan bahan.119
Pengaruh sumber berita memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada level rutinitas media sebagai faktor dari luar organisasi media berkaitan dengan kelengkapan bahan pemberitaan atau data. Kelengkapan bahan dibutuhkan karena Majalah Tempo adalah media investigasi sebuah kasus tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu berdampak langsung kepada pemberitaan Majalah Tempo. Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan sendiri adalah sekelompok individu yang ingin mengkomunikasikan sikap mereka dan beberapa isu terhadap publik.120 Kelompok kepentingan berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan media dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masyarakat. Kelompok
118
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 119 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 120 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184
74
penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, baik formal maupun informal, dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, seperti kelompok atau organisasi agama, profesi, politik kelompok advokasi dan sebagainya.121 Pada konteks pengaruh kelompok penekan pada pemberitaan Majalah Tempo biasanya pengaruh terjadi lewat lembaga-lembaga yang menaungi para wartawan Majalah Tempo, pengaruh tersebut pun sifatnya lebih kepada individu wartawan Majalah Tempo dan bukan terhadap struktur organisasi Majalah Tempo. Kalau dari sisi pemberitaan tidak ada, karena kita menghormati independensi setiap media tidak hanya Tempo, kita tidak punya perangkat atau alat untuk mempengaruhi apa yang diberitakan oleh Tempo122
Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) pengaruh kelompok penekan atau kelompok kepentingan pada pemberitaan di Majalah Tempo hanya lebih kepada wartawan atau jurnalis yang bergabung kepada organisasi AJI dan bukan kepada Majalah Tempo secara organisasi, karena secara struktural Majalah Tempo secra keorganisasian bukan di bawa garis struktur AJI sebagai organisasi penekan. kalo untuk individu anggota AJI mengikat status kode etik itu, karena khan untuk menjadi anggota AJI anda harus patuh terhadap kode etik AJI, tapi itu bukan berarti kemudian Tempo tunduk kepada AJI, karena keikutsertaan atau keanggotaan AJI itu bersifat individu, bersifat personal bukan pada medianya.123
121
Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 123 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 122
75
Pengaruh organisasi penekan atau organisasi kepentingan dalam koteks penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo lebih kepada individu pekerja media seperti wartawan yang berada di bawah naungannya dan bukan kepada Majalah Tempo secara keorganisasian. Pengaruh penyusunan pemberitaan lainnya dalam konteks pengaruh dari luar organisasi Majalah Tempo adalah Majalah Tempo memiliki dewan penasihat yang berisikan mantan wartawan dan mantan aktivis.Sejauh pengamatan peneliti dewan penasihat berisi mantan aktivis yaitu Rahman Tolleng, Marsilam Siamjuntak, mantan wartawan Tempo seperti Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri.Pengaruh kelompok ini adalah pada isu-isu tertentu pada pemberitaan di Majalah Tempo dan bukan pada keseluruhan pemberitaan di Majalah Tempo.Masukan dari Dewan Penasihat ini pun tidak bersifat mengikat tapi lebih kepada saran pada pemberitaan di Majalah Tempo.124 Pengaruh luar organisasi media terhadap pemberitaan di Majalah Temo tidaklah terlalu signifikan.Pengaruh dari luar organisasi Majalah Tempo lebih bersifat tidak langsung karena tidak berdampak langsung kepada sebuah kebijakan pada pemberitaan di Majalah Tempo.Pengaruhnya lebih bersifat kepda individu dan rutinitas penyusnan pemberitaan di Majalah Tempo. 5. Level Ideologi Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat dunia.Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru
124
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO.
76
yang diabadikan oleh ide yang dominan.125Dalam pandangan Marxis klasik, ideologi hanyalah ide-ide atau pemahaman yang digunakan oleh kelas yang dominan untuk menanamkan kesadaran palsu bagi kelas yang tertindas untuk melanggengkan kekuasaannya. Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.126 Dalam konteks penyusunan pemberitaan di sebuah media pengaruh dari sebuah ideologi terhadap sebuah pemberitaan di media adalah secara tidak langsung dan menyerap pada rutinitas yang terjadi pada sebuah media.Pengaruh yang terjadi adalah secara tidak langsung. Sebelum membahas ideologi Majalah Tempo saya akan mencoba menjelaskan sejarah dari Majalah Tempo sehingga dapat mengungkap ideologi dari Majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan pada tahun 1971, pada masa awal pemerintahan Orde Baru.Para pendiri Majalah Tempo sendiri adalah aktivis “Generasi 66” yang merupakan para aktivis yang bergabung dengan mahasiswa dan pihak militer yang menurunkan rezim Presiden Soekarno.Majalah Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda anti Soekarno dan anti-
125
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 469 126 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message h. 224
77
komunis yang tergabung dalam Harian Kami yaitu Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri.127 Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad sendiri sangat dekat dengan ideologi sosialisme, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI).128Ideologi Partai Sosialis Indonesia sendiri adalah sosial demokrat, yaitu sebuah ideologi yang mengkritik paham komunisme sebagai sebuah paham yang otoriter namun tetap menjunjung asas sosialisme. Ideologi Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin Redaksi Majalah Tempo pada awal masa berdirinya majalah tersebut yaitu Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru.129 Menurut pengamatan dari peneliti pemikiran atau ideologi dari Goenawan Mohamad sendiri adalah ideologi sosial demokrat.130Menurut Milovan Djilas seperti yang dikutip oleh Rizal Mallarangeng, sosial demokrat adalah pemikiran yang menghendaki adanya demokratisasi dan mengutuk sistem otoritarian yang dikembangkan oleh paham komunisme. Namun pemikiran sosial demokrat menerima paham sosialisme sebagai suatu gagasan dan demokrasi sebagai sebuah gagasan yang akan memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat.131 Ideologi sosial demokrat mempercayai bahwa proses pergantian sistem masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis terjadi secara evolutif. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan kaum sosialis ortodok yaitu yang
127
Janet Steele, Wars Within,. h xvii Janet Steele, Wars Within,. h 31 129 Janet Steele, Wars Within,. h 7 130 Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 131 Rizal Mallarangeng, Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008),. H 77 128
78
biasa disebut kaum komunis yang beranggapan bahwa perubahan masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis adalah melalui revolusi. Ideologi sosial demokrat juga berpandangan bahwa semua masyarakat harus mendapatkan hak yang sama, seperti persamaan hak yang dimiliki oleh semua ras, gender, etnisitas, agama, orientasi seks dan kelas sosial.132 Melalui penelaahan sejarah tersebut Majalah Tempo memiliki ideologi yang anti komunis namun sangat menjunjung ide-ide sosialis sebagai antithesis ideologi kapitalisme.Berdasarkan ideologi sosial demokrat tersebut Majalah Tempo sangat mengakomodir jalannya demokratisasi, persamaan hak-hak minoritas dan pluralisme.133 Tempo juga memilki prinsip yaitu sebagai sebagai media yang mencerahkan di antara banyaknya arus informasi dari media lain. …Kalau platform Majalah Tempo itu kan jelas, dia mendukung demokratisasi, mendukung gerakan anti korupsi, mendukung gerakan persamaan hak. orang minoritas haknya sama dengan yang mayoritas, apapun orangnya itu memiliki hak untuk menyakini sesuatu, termasuk Ahmadiyah. Jadi orang tidak berhak mengkafirkan orang, tidak berhak melabeli orang dengan aliran sesat, karena itu berkaitan dengan keyakinan, hubungan manusia dengan Tuhannya134
Ideologi dari Majalah Tempo mempengaruhi berbagai elemen dari pekerja Majalah Tempo yang membentuk sebuah pemberitaan di Majalah Tempo.Dari hal yang bersifat abstrak yaitu ideologi pekerja media tersebut yang dapat merubah ideologi tersebut menjadi sesuatu yang kongkret yang dalam hal ini adalah pemberitaan.
132
Donald F. Busky, Democratic Socialism: A Global Survey. (Connecticut: Greenwood Publishing, 2000) ,. h 8 133 Janet Steele, Wars Within,. h 165 134 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
79
Pengartikulasian ideologi Majalah Tempo melalui beberapa elemen pada Majalah Tempo yaitu melalui redaksi, reporter sebagai pekerja media yang langsung turun ke lapangan dan melalui dewan direksi yang notabenenya adalah mantan wartawan Tempo.Pengaruh yang bersifat tidak langsung adalah melalui dewan direksi yang pernah menjadi wartawan atau redaksi majalah Tempo, namun pengaruh tersebut tidak bersifat langsung karena kapasitas dewan direksi hanya bersifat masukan dan bukan kebijakan. Pengaruh yang terjadi secara ideologis juga berpengaruh lewat pemberitaan Majalah Tempo yang lebih mengakomodir kelompok-kelompok minoritas yang sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dari kaum mayoritas. B. Analisis Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo. Pembahasan selanjutnya adalah analisis hiraki pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo. Saya akan membahas pengaruh-pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah pada bulan Februari 2011 khususnya yaitu mengenai pemberitaan tentang kasus penyeranga Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Analisis menggunakan teori hirarki pengaruh oleh Pamela. J Shoemaker dan Stephen D. Reese.Berikut adalah pembahasan analisis tersebut.
80
1. Pengaruh Level Individu Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo. Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah pengaruh individu.Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau reporter yang dalam dalam hal ini adalah pencari berita dan pengumpul berita.Level ini memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter adalah individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di lapangan. Faktor individu dari wartawan atau reporter juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor latar belakang dan karakteristik dari wartawan atau reporter seperti faktor pendidikan, faktor orientasi dan lain-lain.Faktor kedua yang membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah perilaku, kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang oleh seorang wartawan atau reporter.Faktor yang terakhir membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah faktor profesionalitas dan kode etik yang diikuti oleh seorang wartawan atau reporter.135 Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari, posisi seorang wartawan atau reporter memiliki andil besar yaitu sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan. Dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan di majalah Tempo, wartawan atau reporter dapat memberikan pengaruh lewat rapat kompartemen dan rapat besar. Bahkan penentuan angel pun ditentukan oleh reporter, sedangkan redaktur hanya mempertajam angel. Seperti saya selain mengumpulkan data juga menginginkan angel tulisan seperti ini. Semua penentuan berdasarkan rapat kompartemen dan rapat besar jadi yang gak absen kita sebagai reporter. Cukup berpengaruh karena dia yang mengumpulkan 135
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 66-91
81
bahan dia yang tentukan angel awal, sedangkan redaktur hanya mempertajam angle.136 Seperti yang dikemukakan oleh Anton Septian, reporter Majalah Tempo yang memberitakan pemberitaan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah pada Februari 2011 tersebut, posisi reporter sangat berpengaruh dikarenakan selain sebagai pencari data di lapangan, reporter juga menentukan angle awal yang diambil pada pemberitaan tersebut.Adapun pengaruh dari redaktur biasanya hanya pada saat rapat besar. Rapat kompartemen adalah rapat per anggota kompartemen yaitu reporter dan penulis. Di Majalah Tempo sendiri terdapat beberapa kompartemen yaitu kompartemen nasional, kompartemen ekonomi dan bisnis, kompartemen sains, kompartemen gaya hidup. Dalam rapat kompartemen ini adalah proses menentukan angle awal, disinilah peran reporter sangat besar dalam menentukan angle sebuah pemberitaan, karena reporter mengusulkan angle apa yang diambil oleh majalah Tempo dan data apa yang saja yang akan dikumpulkan untuk sebuah pemberitaan. Sedangkan dalam rapat besar ini semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior, pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. Kalau di Tempo cukup egaliter ya, semua orang bisa hadir dalam rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup, seni, sains, sampai bahkan redaktur foto juga datang Terus bahasa juga datang, jadi semua boleh ikut dan boleh memberikan
136
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
82
masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih, kalau misalnya kurang sekalipun dari pemred tidak bisa dipilih.137
Pengaruh yang cukup besar dari reporter ini dalam menentukan angel ini berpengaruh langsung terhadap pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Majalah Tempo.Menurut Shoemaker dan Reese faktor individual adalah faktor kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku pada seorang jurnalis.Faktorfaktor ini sangat mempengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang jurnalis.Karena segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan secara tidak langsung dapat berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh seorang jurnalis.Reporter sendiri dalam mencari berita turut dipengaruhi oleh faktor nilai yang dipercaya oleh reporter itu sendiri.138 Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan Ahmadiyah di Cikeusik, reporter yang memberitakan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjunjung kesetaraan dan kebebasan dalam memeluk suatu keyakinan. Kalau agama saya Islam, kalau aliran, orang tua saya ahli sunnah wal jamaah… Apa yang terjadi kepada Ahmadiyah waktu itu adalah cerminan bahwa kelompok minoritas di negeri ini kurang terjamin bahkan tidak terjamin, benar bahwa hak-hak mereka dijamin oleh konstitusi tetapi dalam pelaksanaannya banyak yang terjadi adalah tirani mayoritas atau bahwa yang melakukan pelangaran oleh segelintir orang yang memaksakan kekuasaannya atau kehendaknya yang terjadi adalah silent majority (mayoritas diam) dan itu merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, mungkin kalau dianggap pelanggaran hak asasi manusia menurut definisi undang-undang hak asasi manusia pelanggaran oleh negara tapi ini dilakukan secara horizontal antara masyarakat dengan kelompok. Bahwa ada yang dilanggar dalam hal ini.139
137
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 138 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 82 139 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
83
Dari hasil wawancara dengan Anton Septian, reporter Majalah Tempo yang memberitakan kasus Ahmadiyah tersebut, dapat digambarkan bahwa individu reporter yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah ini adalah individu yang berpandangan bahwa kekerasan terhadap Ahmadiyah adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia, terlepas dari kepercayaan reporter ini yang menganut agama Islam, ternyata tidak terlalu mempengaruhi terhadap sikap yang diambil oleh reporter yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah ini. saya tidak setuju kalau memang Ahmadiyah dalam hal ini secara teologi maupun tauhid atau secara syariah tidak sesuai dengan kelompok sunni yaudah. Saya tidak setuju kalau memang dia salah atau gimana. Itukan urusan dia sama Tuhan, kita tidak bisa menyalahkan mereka. Yang penting muamalah, kalau mereka memang baik kepada kita gimana, siapa yang menjamin bahwa apa yang kita yakini itu benar, apa yang menjamin bahwa kita masuk surga dan mereka masuk neraka tidak ada yang tahu kan. Secara teologi saya memang tidak setuju dengan mereka, tapi bukan berarti atas nama agama saya marah mereka beribadah dan memaksakannya, itu dua hal yang berbeda, tidak bisa diperbincangkan.140
Reporter yang memberitakan kasus ini tidak terlalu oleh pengaruh kepercayaannya tetapi lebih terpengaruh nilai-nilai kesetaraan dan kebebasan beragama oleh semua pemeluk agama.Nilai-nilai tersebut turut berpengaruh dalam pemberitaan di Majalah Tempo mengenai kasus Ahmadiyah tetapi yang lebih faktor yang lebih dominan adalah kewajiban bagi seorang reporter untuk memberitakan sebuah pemberitaan sesuai fakta. Pemberitaan tetap secara based on fact, selanjutnya kalau ada pandangan ya itu kalau ini bukan hanya menyangkut tentang
140
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
84
Ahmadiyah tetapi menyangkut nasib semua orang, karena kalau hal yang sama terjadi kepada kita, hak-hak minoritas yang dilanggar141 Reporter Majalah Tempo dalam pemberitaan Ahmadiyah ini lebih terpengaruh oleh tuntutan dari media tersebut yang menuntut sebuah pemberitaan harus sesuai fakta di lapangan, bukan berdasarkan prasangka pribadi atau pandangan pribadi dari reporter itu sendiri sesuai dengan hasil temuan peneliti dalam penelitian ini. Majalah Tempo memiliki prinsip untuk memberitakan sesuai fakta. ideologi tempo itukan jurnalisme yang mencerahkan masyarakat, jadi tugas majalah adalah menjernihkan peristiwa dari lautan informasi yang sangat banyak, berita itu seharusnya membuat orang lebih mengerti bukan malah membuat orang jadi bingung atau tersesat ditengah banyaknya informasi, karena sekarang informasi banyak tersedia, dan kadang-kadang membuat informasi itu jadi simpang siur dan membuat orang jadi bingung, mana yang berisi kebenaran yang membuat orang tahu peristiwa yang sebenarnya142
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai, perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai pencari berita tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan, dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas media. Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku dari sang jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.143 Tuntutan yang besar dari media untuk memberitakan pemberitaan yang sesuai dengan fakta menuntut reporter pada pemberitaan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik sesuai dengan proporsionalitasan kasus tersebut.
141
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 142 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 143 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 89
85
…saya menulis berita ini berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan, kita tidak bisa mengarang berita juga bahwa faktanya dalam temuan kami kekerasan tersebut digerakkan itu iya, dimobilisasi iya, oleh kelompok-kelompok yang merasa terancam kehidupan sosialnya oleh Ahmadiyah di Cikeusik…144
Pengaruh yang besar dari rutinitas media di Majalah Tempo yang menuntut agar para reporter atau pencari berita untuk memberitakan sesuai dengan fakta membuat pemberitaan tentang kasus kekerasan Ahmadiyah di majalah Tempo sesuai dengan fakta temuan di lapangan. Selain dari faktor keprofesionalitasan seorang reporter dalam mencari dan mengolah berita, faktor kode etik jurnalis yang mengikat seorang jurnalis yang dalam hal ini adalah reporter Majalah Tempo, turut mempengaruhi cara kerja seorang reporter. Berdasarkan hasil temuan penelitian terhadap reporter majalah Tempo yang memberitakan kasus kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah di Cikeusik pengaruh dari faktor kode etik jurnalis sangat besar. Faktor keberimbangan pemberitaan atau cover both side sebagai salah satu kode etik yang dijalankan oleh reporter dari Majalah Tempo yang memberitakan pemberitaan kasus Ahmadiyah di Cikeusik. Misalnya begini kalau anda cermati berita yang saya tulis tentang Ahmadiyah, dengan berita yang di media-media lain di hari itu dua minggu pertama itu hanya Tempo yang ada konfimasi dari para tersangka, meskipun tersangka menolak ngomong atau mengatakan tidak tahu karena mereka tidak menunggu sampai tersangka ketemu atau sampai tersangka itu selesai diperiksa, mereka hanya memberitakan kekerasan tapi tidak ada yang sedalam Tempo. Dan waktu itu cuma saya yang bisa dapet wawancara dari beberapa tersangka yang melakukan kekerasan, yaitu adalah salah satu penerapan prinsip cover both side, bahwa kita memberitakan kekerasan juga tapi kita juga harus meminta konfirmasi dari orang yang dituduh, meski mereka menolak untuk diwawancara tapi upaya 144
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
86
untuk mendapatkan informasi yang tetap dilakukan, dan itu merupakan implementasinya…145 Dalam mencari berita pada kasus Ahmadiyah, reporter yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik memberitakan secara berimbang, yaitu dengan mengkonfirmasi kepada semua pihak yang terkait.Pihak tersebut adalah pihak Ahmadiyah yang menjadi korban dari kasus tersebut dan pihak tersangka yaitu pihak penyerang pemeluk Ahmadiyah. Seperti hasil temuan penelitian, reporter Majalah Tempo mencari berita sesuai dengan asas keberimbangan pemberitaan yaitu melalui konfirmasi dari semua pihak dalam kasus tersebut.Jadi pemberitaan tentang kasus kekerasan Ahmadiyah di Majalah Tempo telah memenuhi faktor keberimbangan sebuah pemberitaan. Namun besarnya pengaruh dari individu tetap dipengaruhi oleh faktor rutinitas yang besar melalui rapat redaksi yang terdiri dari rapat kompartemen dan rapat besar, seperti yang telah saya jelaskan di atas.Menurut Anton Septian, reporter yang memberitakan pemberitaan kasus Ahmadiyah, pengaruh yang paling besar pada pemberitaan yaitu rapat redaksi di Majalah Tempo.“Rapat, mulai dari rapat perencanaan kecil sampai rapat kompartemen sampai rapat perencanaan besar”146
145
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo) pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 146 Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo) pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
87
Tabel 4.2 Pengaruh Pada Level Individu Posisi
Tugas
Reporter
Tugas seorang reporter dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan adalah mencari data dan fakta mengenai isu yang terjadi di lapangan sesuai dengan hasil-hasil rapat redaksi.
Penulis
Pengaruh
Pengaruh dari level reporter ini cukup besar dikarenakan tugas reportase yang dilaksanakan langsung terkait dengan pencarian data sehingga dapat mempengaruhi pemberitaan. Tugas penulis pada proses Pengaruh dari penulis pemberitaan di Majalah Tempo tidak signifikan adalah lebih kepada proses dikarenakan penulis penulisan pemberitaan hanya menyajikan hasil data yang didapat oleh reporter.
2. Level Pengaruh Rutinitas Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo. Level selanjutnya yang mempengaruhi sebuah pemberitaan di sebuah media adalah rutinitas media.Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita (suppliers), pengolahan pemberitaan (processor), dan audiens (consumers).147 Dari hasil penelitian terhadap pengaruh rutinitas Majalah Tempo terhadap pemberitaan Ahmadiyah, peneliti menemukan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pengolahan pemberitaan media. Faktor pengelolahan pemberitaan ini memiliki pengaruh kuat karena menjadi pedoman yang patut dipatuhi oleh seluruh pekerja di Majalah Tempo yaitu reporter, penulis dan para redaktur. 147
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109
88
Pengolaan pemberitaan ini tergambar pada rapat-rapat perencanaan di Majalah Tempo. Rapat tersebut antara lain adalah rapat kompartemen, rapat besar, rapat redaksi dan rapat opini. Hasil dari rapat tersebut menjadi pedoman bagi reporter untuk menjalankan tugasnya di lapangan. Reporter dalam menjalan tugasnya tidak dapat bertentangan dengan keputusan rapat, karena rapat yang telah saya sebutkan pada sub bab sebelumnya adalah hasil diskusi antara reporter sebagai pekerja media di lapangan dengan para redaktur sebagai pemegang kebijakan di meja redaksi. Reporter dalam menentukan angle pun memiliki otoritas yang besar karena mengetahui konteks di lapangan sedangkan para redaktur hanya bekerja di meja redaksi. Sistem rapat di Tempo pun sangat terbuka dan egaliter yaitu melibatkan semua elemen dan dapat memberikan masukan tanpa memandang jabatan dari setiap individu di Majalah Tempo. Rapat, rapat redaksi yang hari senin dan hari rabu habis itu di putuskan di rapat, bahkan pemimpin redaksi pun tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Dia hanya bisa ngusul dan yang lainpun bisa ngusul dan di rapat itu diputuskan. Dirapat itu pemimpin redaksi sering di tolak bahkan ditertawakan, tetap forum tertinggi yang bisa menentukan berita mana yang akan dimuat atau tidak itu ditentukan dirapat, termasuk opini yang di depan itu dibahas dalam rapat…148 Dalam tugasnya di lapangan reporter yang meliput kasus kekerasan Ahmadiyah di Cikeusik ditugaskan untuk mencari data yang sebenar-benarnya dan sesuai dengan kasus yang terjadi. Kebjakan pemberitaan Majalah Tempo untuk mendapatkan berita yang sebenarnya dan berimbang. Berimbang disini menurut kebijakan Majalah Tempo adalah memberitakan sesuai dengan kebenaran. Kebenaran yang ada pada kasus tersebut yaitu berupa penyerangan
148
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
89
salah satu kelompok kepada kelompok lainnya yang sesuai dengan hasil investigasi yang didapat di lapangan. ..sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa sih yang terjadi kalau sikapnya jelas di opini sudah ada kita mengutuk kekerasan mendukung kebebasan orang di opini paling depan itu sikap redaksi Tempo terhadap penyerang. Imbang itukan tidak melulu yang dipenuhi haknya, imbang adalah memberi tempat apa yang kita yakini benar, jelas itu bukan imbang yang kita tayangkan dalam pengetahuan alam, imbang disini adalah kita membela orang yang berhak dibela149
Cara kerja Majalah Tempo dalam memberitakan sesuai dengan fakta yang terjadi adalah untuk membentuk kredibilitas media itu sendiri. Menurut Michael Schudson fakta objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media melegitimasi dirinya. Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang membuat sebuah pemberitaan.150 Sebagai sebuah majalah, cara kerja reporter Majalah Tempo pun berbeda dengan koran Tempo. Reporter majalah Tempo dituntut untuk mencari data secara investigatif dan secara mendalam. Dibanding dengan pemberitaan di koran yang lebih menekankan pada pemberitaan dengan model straight news. Gaya pemberitaan Majalah Tempo lebih kepada in depth story yaitu menekankan kedalaman data dan fakta yang tidak didapatlan pada koran yang lebih menekankan pada informasi. Cara kerja reporter dalam mendapatkan fakta pun tetap berpegangan dengan rapat kerja yang telah dilakukan sebelum terjun ke lapangan.
149
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 150 Michael Schudson , Discovering The News (New York: Basic Books, 1978) h. 78
90
..harus dibedakan juga, reporter di majalah dan reporter di koran. Kalau reporter di koran hanya mencari berita, tapi kalau reporter majalah kerja berdasarkan rapat yang diikuti sendiri151
Perbedaan mendasar tersebut membentuk pemberitaan yang berbeda antara majalah dengan koran. Koran yang lebih cepat waktu terbitnya berisi informasi yang cepat namun tidak secara mendalam sedangkan majalah memberikan pemberitaan yang lebih mendalam dan menampilkan cerita di balik kejadian yang kadang tidak didapatkan di koran. Selain faktor pengelolaan pemberitaan, faktor pembaca juga masuk dalam level pengaruh rutinitas. Tetapi dalam konteks Majalah Tempo secara umum dan pada pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan kepada Ahmadiyah di Cikeusik secara khusus, faktor pembaca tidak terlalu berpengaruh.Pembaca tidak terlalu berpengaruh karena pemberitaan majalah Tempo memiliki misi mendukung persamaan hak yang telah diputuskan oleh rapat besar. Intervensi pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan Ahmadiyah di Cikeusik yang masuk dalam rubrik nasional pun memang tidak terlalu besar. Pembaca majalah Tempo sendiri berasal dari golongan ekonomi menengah.152 Pembaca yang berasal dari golongan menengah dan terpelajar yang lebih memiliki pemikiran terbuka sehingga pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah tidak terlalu mengalami resistensi dari para pembacanya.
151
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 152 Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. 165
91
Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan survey mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang bersifat misi, artinya itu yang sesuai rapat keputusan. Kalau platform majalah Tempo itu kan jelas, dia mendukung demokratisasi, mendukung gerakan anti korupsi, mendukung gerakan persamaan hak. orang minoritas haknya sama dengan yang mayoritas..Jadi meskipun pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan Tempo yang khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat. Intervensi pembaca kepada rubrik dalam nasional politik kecil…153
Faktor terbesar yang memberi pengaruh kepada pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Majalah Tempo yang lebih besar adalah lebih kepada faktor pengelolaan pemberitaan dibanding dengan faktor yang lainnya.Faktor ini mengikat karena membentuk kebiasaan pekerja media di Majalah Tempo untuk membuat sebuah pemberitaan.Faktor ini dijalankan oleh segenap pekerja pada majalah Tempo yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik. Tabel 4.3 Pengaruh Pada Level Rutinitas Media Rapat Rapat Besar
Rapat Kompartemen
153
Tugas
Pengaruh
Rapat Besar ini dihadiri oleh oleh seluruh awak media Majalah Tempo mulai dari pemimpin redaksi, para redaktur, reporter, penulis dan seterusnya. Rapat ini bertujuan dalam proses pengambilan kebijakan pemberitaan pada Majalah Tempo yang bersifat mengikat. Pada rapat ini membahas keseluruhan isu dari
Rapat besar ini sangat berpengaruh dalamproses pengambilan kebijakan dalam pemberitaan pada Majalah Tempo yang bersifat mengikat. Hasil rapat wajib dilaksanakan oleh para awak media Majalah Tempo.
Rapat ini memiliki pengaruh cukup besar
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
92
berbagai kompartemen dan membahas apa saja kebijakan pemberitaan yang diambil oleh para pekerja media Majalah Tempo. Rapat ini diikuti seluruh awak media Majalah Tempo.
Rapat Opini
Rapat Opini lebih kepada penentuan angle yang diambil oleh sebuah pemberitaan di Majalah Tempo
dibanding rapat-rapat lain pada proses pembentukan kebijakan pemberitaan pada Majalah Tempo. Rapat kompartemen cukup berpengaruh dikarenakan terkait dengan keseluruhan pengambilan kebijakan pada Majalah Tempo tetapi terlalu mengikat. Rapat opini tidak terlalu berpengaruh pada proses pemberitaan di Majalah Tempo dikarenakan hanya lebih kepada pengambilan angle yang diambil oleh Majalah Tempo.
3. Level Pengaruh Organisasi Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo Pengaruh ketiga pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah pengaruh organisasi media. Pada level pengaruh ini lebih menitikberatkan pada pengaruh secara struktural kepada sebuah pemberitaan yaitu pengaruh dari pemegang kebijakan di media atau pemilik media. Dalam konteks Majalah Tempo pemilik media bukan dimiliki oleh perseorangan karena Majalah Tempo dibawah naungan Tempo Media Group yang memiliki saham terbuka. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak intervensi secara individu terhadap sebuah pemberitaan di majalah Tempo. …kalau di Tempo rasanya tidak berpengaruh, karena owner ditempo itu lembaga tidak ada individu yang memiliki saham di Tempo, kecuali saham yang lewat bursa, tempo itu terbuka, jadi sebagian besar itu yayasan, jadi tidak ada individu pemiliknya kolektif, dan
93
ditempo gak ada yang mayoritas miliki saham 50% hanya rata-rata 26%-40%...154
Dari kepemilikan yang tidak dikuasai oleh individu ini memungkinkan tidak adanya intervensi dan kepentingan individu yang mengintervensi kebijakan pemberitaan dari Majalah Tempo. Pengaruh terhadap pemberitaan yang terjadi pada kasus kekerasan Ahmadiyah di Majalah Tempo lebih bersifat masukan dibandingkan sebuah intervensi.Masukan ini berasal dari dewan direksi yang notabenenya adalah mantan redaksi Majalah Tempo. …memang tidak pernah ada kebijakan resmi dari pandangan dewan direksi, memang direksi ditempo itukan banyak orang-orang redaksi seperti Bambang Harymurti, dia mantan pemimpin redaksi dia direktur umum, terus Thoriq Hadad bekas pemimpin redaksi dan wakil pemimpin redaksi, dia direktur keuangan Tempo. Direkturdirektur bekas wartawan itu mempunyai konsen diisu-isu keberagamaan, karena di Tempo itu khan memang sudah lama konsen disitu, misalnya mendorong agar pluralisme itu tetap terjaga dan berita-berita tersebut lebih bisa diterima di Tempo…155
Seperti hasil wawancara peneliti dengan Abdul Manan, redaktur senior Majalah Tempo yang memaparkan bahwa pengaruh yang terjadi dari level direksi adalah lebih bersifat masukan dan bukan kebijakan. Masukan tesebut pun bersikap mengakomodir pemberitaan yang mendorong isu-isu pluralisme.Sikap ini sesuai dengan ideologi Majalah Tempo yang mendorong perlindungan kepada kaum minoritas dan persamaan hak-hak kelompok minoritas. ….Kalau platform majalah Tempo itu kan jelas, dia mendukung demokratisasi, mendukung gerakan anti korupsi, mendukung gerakan persamaan hak. orang minoritas haknya sama dengan yang 154
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 155 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
94
mayoritas, apapun orangnya itu memiliki hak untuk menyakini sesuatu, termasuk Ahmadiyah…156
Pengaruh pada level organisasi yang lebih besar justru pada posisi redaktur pelaksana, ini dikarenakan posisi redaktur pelakasana yang berkenaan dalam rapat direksi dan memilki kewenangan untuk menugaskan reporter dalam mencari dan membuat sebuah pemberitaan. …redaktur pelaksana memiliki pengaruh yang besar karena bisa juga menugaskan, kalau misalnya dia punya ide apa dia menyampaikannya dalam rapat hari senin, kalau diterima ya di tulis…157 Posisi redaktur yang langsung berkenaan dengan reporter dan rapat redaksi memberikan akses yang besar terhadap redaktur pelakasana untuk membentuk suatu pemberitaan.Kebijakan pada level organisasi Majalah Tempo adalah lebih kepada rapat yang dilakukan untuk menentukan sebuah kebijakan pemberitaan yaitu rapat kompartemen dan rapat besar. Rapat kompartemen dan rapat besar itulah yang menggambar cara kerja organisasi media pada Majalah Tempo. Pada konteks pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah, kebijakan yang diambil adalah untuk memberitakan secara jelas tentang kasus penyerangan tersebut.Kebijakan pemberitaan majalah Tempo saat itu adalah memberitakan bahwa kelompok Ahmadiyah di Cikeusik menjadi korban pada peristiwa penyerangan tersebut. ..sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa sih yang terjadi kalau sikapnya jelas di opini sudah ada kita mengutuk kekerasan mendukung kebebasan orang di opini paling 156
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 157 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
95
depan itu sikap redaksi Tempo terhadap penyerang..Imbang itukan tidak melulu yang dipenuhi haknya, imbang adalah memberi tempat apa yang kita yakini benar, jelas itu bukan imbang yang kita tayangkan dalam pengetahuan alam, imbang disini adalah kita membela orang yang berhak dibela…158
Kebijakan pemberitaan yang diambil saat itu bukan menitik beratkan untuk membela salah satu kelompok tertentu tapi melalui hasil investigasi dan pengumpulan data-data di lapangan yang dilakukan oleh reporter Majalah Tempo. …Ahmadiyah dianggap menjadi korban, dan faktanya sendiri kan memang dia sebagai korban, tanpa sikap berpihakpun berita tempo akan berpihak ke Ahmadiyah karena mereka yang menjadi korban orang-orang garis keras…159
Fakta di lapangan yang menjadi kebijakan organisasi Majalah Tempo dalam menentukan sikap dalam menentukan kebijakan pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Cikeusik pada bulan Februari. Tabel 4.4 Pengaruh Pada Level Organisasi Media Posisi Pemilik Media
158
Tugas
Pengaruh
Pemilik media atau pada level direksi bertugas lebih kepada level manajerial dan bukan kepada kebijakan media.
Pengaruh dari level pemilik media berpengaruh secara tidak langsung karena lebih kepada level manajerial dan bukan kepada kebijakan pemberitaan.
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 159 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
96
4. Level
Pengaruh
Luar
Organisasi
Media
Pada
Pemberitaan
Ahmadiyah di Majalah Tempo Sebagai salah satu pengaruh dalam teori Hirarki Pengaruh, level pengaruh dari luar organisasi media turut memberikan pengaruh pada sebuah pemberitaan di media.Level pengaruh luar organisasi media berbicara tentang bagaimana pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar organisasi media mempengaruhi konten sebuah media.Faktor-faktor seperti sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, kelompok kepentingan, pangsa pasar dan teknologi.160 Salah satu pengaruh pada sebuah konten pemberitaan media pada level pengaruh luar organisasi media adalah pengaruh dari kelompok kepentingan (interest group). Kelompok kepentingan sendiri adalah sekelompok individu yang ingin
mengkomunikasikan
sikap
mereka
dan
beberapa
isu
terhadap
publik.161Kelompok kepentingan berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan media dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masayarakat. Kelompok penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, baik formal maupun informal, dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, seperti kelompok atau organisasi agama, profesi, politik kelompok advokasi dan sebagainya.162 Dalam konteks pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) turut memberikan pengaruh pada pemberitaan di majalah Tempo.AJI memiliki pengaruh terhadap pemberitaan Majalah Tempo dikarenakan faktor historis AJI dengan Majalah Tempo. AJI sendiri adalah organisasi profesi yang berbentuk federasi wartawan-wartawan di tingkat kota. 160
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 175 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184 162 Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52 161
97
…AJI itu federasi dari komunitas-komunitas wartawan di tingkat kota, jadi tingkat nasional ada pengurus-pengurus nasional, pengurus eksekutifnya AJI yang dipilih dalam kongres setiap tiga tahun oleh para AJI kota diseluruh di Indonesi ada 44 AJI kota…163 Hubungan antara Majalah Tempo dengan AJI adalah hubungan yang bersifat historis dan psikologis.Hubungan antara AJI dengan Majalah Tempo tergambar dari hasil wawancara dengan ketua AJI Jakarta yaitu Komang Wahyu Dhyadmika. …secara historis… ada kaitan, secara historis misalnya begini, karena AJI khan berdiri salah satu pemicunya karena pembredelan Tempo pada 1994, Tempo, Detik dan Editor. Jadi ikatan historis itu ada membuat semacam hubungan…164
Kaitan antara AJI dengan Majalah Tempo yang memberikan pengaruh pada konten dari Majalah Tempo adalah dengan banyaknya wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI.Wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI ini pada gilirannya membentuk hubungan psikologis antara Majalah Tempo dengan AJI. …secara psikologis AJI dan wartawan Tempo dekat, itu membuat kenapa banyak wartawan Tempo menjadi anggota AJI, hampir mayoritas wartawan Tempo adalah anggota AJI…165 Akan tetapi hubungan antara AJI dan Majalah Tempo tidak terbangun secara struktural karena AJI adalah organisasi keprofesian wartawan.Secara organisatoris tidak ada hubungan yang dibangun antara AJI dengan Majalah Tempo. …Secara struktural tidak ada, karena khan AJI pada dasarnya adalah organisasi profesi yang anggotanya adalah individu-individu, jadi secara organisatoris tidak ada korelasi antara AJI dengan Majalah Tempo…166 163
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 164 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 165 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 166 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
98
Sehingga pemberitaan yang dibuat oleh Majalah Tempo tidak dipengaruhi secara langsung oleh AJI.Faktor ini dikarenakan AJI sangat menghormati independensi sebuah media. Secara organisatoris pun AJI tidak dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo karena pada dasarnya AJI sebagai sebuah organisasi keprofesian tidak memiliki regulasi atau perangkat yang dapat mempengaruhi konten pemberitaan Majalah Tempo. …Kalau dari sisi pemberitaan tidak ada, karena kita menghormati independensi setiap media tidak hanya Tempo, kita tidak punya perangkat atau alat untuk mempengaruhi apa yang diberitakan oleh Tempo…167 Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pengaruh oleh kelompok kepentingan seperti AJI terhadap pemberitaan Majalah Tempo lebih bersifat tidak langsung yaitu melalui individu wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI dan melalui pernyataan sikap AJI yang mengkritisi Majalah Tempo terkait pemberitaan Ahmadiyah. Pengaruh AJI yang bersifat tidak langsung yaitu melalui pandangan, sikap dan kode etik AJI yang berpengaruh terhadap wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI. AJI memiliki pandangan dan sikap yang sangat memihak terhadap kelompok Ahmadiyah pada peristiwa Cikeusik tersebut.AJI memiliki pandangan bahwa peristiwa yang terjadi di Cikeusik tersebut adalah suatu penyerangan dan bukan suatu bentrokan.AJI berasumsi bahwa peristiwa tersebut adalah penyerangan yang tidak berimbang yang dilakukan oleh kelompok masyarakat terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik.Bahkan AJI juga mengkritisi pemberitaan media termasuk Tempo di dalamnya, yang tidak memberitakan 167
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
99
secara berimbang.Pandangan dan sikap AJI dalam menyikapi masalah Ahmadiyah ini memberikan pengaruh melalui kritik-kritik yang disampaikan AJI. …Kita dalam beberapa statement kita khan juga sangat menyesalkan pemberitaan media yang seakan-akan membuat dalam kasus Cikeusik misalnya bentrokan Cikeusik itu khan pemberitaan media termasuk Tempo misalnya cenderung menganggap bahwa yang terjadi adalah bentrokan antara dua kelompok yang setara, padahal yang terjadi menurut beberapa saksi mata dan temuan-temuan di lapangan khan itu sebuah penyerbuan tidak berimbang, karena itu kita berusaha mengingatkan media untuk melihat persoalan sebagaimana apa adanya, jangan kemudian beranggap penyerbuan sebagai bentrokan…168
Dalam mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo terkait dengan kasus Cikeusik AJI pun bekerjasama dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki tujuan yang sama yaitu kelompok yang ingin mempromosikan toleransi umat beragama. Menurut Morissan, keberhasilan kelompok penekan seperti AJI dalam mempengaruhi isi media sangat ditunjang oleh ada atau tidaknya dukungan publik.169 Dalam konteks kasus pemberitaan Cikeusik, AJI menggandeng organisasi lain agar mendapatkan dukungan dari publik dan pada gilirannya dapat mempengaruhi konten media terkait pemberitaan Cikeusik. …Kemudian beberapa kali kita bekerjasama dengan Wahid Institute, bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang seide untuk mempromosikan bagaimana supaya redaksi media itu mempromosikan toleransi beragama…170
Sikap kongkret yang dilakukan oleh AJI terkait dengan pemberitaan Majalah Tempo pada kasus Cikeusik ini adalah berbentuk himbauan AJI kepada
168
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 169 Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52 170 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
100
media-media termasuk Majalah Tempo di dalamnya.Himbauan ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap Majalah Tempo. …Cuma kita pernah memang seperti yang saya sebut tadi membuat semacam himbauan saja, himbauan yang sifatnya general saja tidak hanya terhadap Tempo tapi kepada semua media, agar memberitakan misalnya kasus penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik sebagaimana faktanya, jadi ada kesan dari beberapa LSM dan NGO yang mengamati soal toleransi beragama, media tidak memberikan ruang yang semestinya untuk mereka yang misalnya berada ada di pihak Ahmadiyah, lebih pro kepada suara-suara pemerintah. Pemberitaannya kurang berimbang, itu pengamatan umum yang kemudian kita gunakan sebagai pintu masuk untuk mengeluarkan pernyataan yang sangat umum sifatnya menghimbau agar media lebih berimbang…171 Menurut Shoemaker dan Reese, kelompok kepentingan seringkali mengkritisi media dan atau individu dari jurnalis.Contohnya seperti mengganti merubah konten dari sebuah media adalah tujuan dari kelompok penekan. Tidak hanya mengkritisi agenda pemberitaan sebuah media tetapi mereka juga dapat merubah atau merevisi dari cara kerja media dan kebijakan dari media.172 Pengaruh kelompok kepentingan seperti AJI terhadap konten pemberitaan peristiwa Cikeusik yang terjadi pada bulan Februari yang kedua adalah melalui individu dari wartawan yang menjadi anggota AJI.Pengaruh tersebut terbentuk melalui pandangan organisasi dan kode etik dari AJI itu sendiri.Pandangan tersebut sendiri mengikat secara tidak langsung, sedangkan kode etik dari AJI bersifat sangat mengikat. …Kode etik AJI ada 13 atau 14 poin… Intinya kita mendorong supaya wartawan tidak menerima amplop, kita mendorong praktek-praktek yang tidak terpuji dalam pengelolaan media diungkap, permasalahan yang penting untuk publik harus disampaikan, tidak boleh ditutuptutupi kemudian, ada keberpihakan terhadap kelompok yang tidak
171
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 172 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184
101
punya kemampuan untuk bersuara, keberpihakan terhadap minoritas dan seterusnya…173 Dari hasil pengamatan, kita dapat melihat bahwa salah satu poin dari kode etik AJI yang berkaitan dengan pemberitaan tentang kasus Cikeusik adalah adanya keberpihakan AJI terhadap kelompok yang tidak punya kemampuan untuk bersuara dan keberpihakan terhadap minoritas.Jelas sekali tampak pada konteks ini AJI berpihak kepada kelompok Ahmadiyah, dikarenakan kelompok Ahmadiyah adalah kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk bersuara dan kelompok minoritas. Mengacu dengan kode etik dari AJI tersebut wartawan Majalah Tempo, dalam konteks pemberitaan kasus Cikeusik harus mengakomodasi atau berpihak terhadap kelompok Ahmadiyah sebagai sebuah kelompok minoritas.Kode etik AJI pun bersifat mengikat sehingga wartawan yang menjadi anggota AJI termasuk wartawan Majalah Tempo yang memberitakan tentang kasus Cikeusik pada bulan Februari pun wajib mematuhi kode etik AJI tersebut. Mereka yang melanggar kode etik akan dipecat dari keanggotaan AJI, tapi ada prosesnya. Ada proses semacam peradilan etik, kita khan punya majelis etik. Setiap AJI kota punya majelis etik yang tugasnya salah satunya mengawasi penerapan kode etik di kalangan anggota…174
Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh ketua AJI tersebut bahwa kode AJI memiliki sanksi yang mengikat para anggotanya. Terkait dengan pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus Cikeusik, para wartawan Majalah Tempo yang bernaung dalam AJI wajib memberitakan yang mengakomodir kelompok
173
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 174 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
102
Ahmadiyah pada kasus, karena jika tidak diimplementasikan maka akan menyalahi atau melanggar kode etik dari AJI itu sendiri dan dapat berakibat terkena sanksi. Berdasarkan pandangan dari Shoemaker dan Reese, para jurnalis mempercayai bahwa kode etik dapat mempengaruhi konten dari media secara terbuka. Walaupun pada pelaksanaanya standar etika bisa bertentangan dengan yang lainnya atau dengan nilai-nilai175 Hasil temuan lainnya dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta bahwa ternyata ketua umum dari AJI itu sendiri yaitu Komang Wahyu Dhyadmika sendiri adalah wartawan dari Majalah Tempo.Sebagai seorang ketua AJI yang memilki pandangan sesuai dengan pandangan, ideologi dan sikap dari AJI, tentunya Wahyu Dhyadmika juga dapat mempengaruhi pemberitaan mengenai kasus Ahmadiyah pada bulan Februari.Karena dari hasil penelitian juga diketahui bahwa Wahyu Dhyadmika adalah wartawan yang memberitakan tentang kasus Ahmadiyah. “aku juga menulis beberapa kali untuk Tempo tentang kasus Ahmadiyah dan kita sudah berusaha untuk memasukkan suara-suara yang pro Ahmadiyah, menempatkan kasus Ahmadiyah sesuai pada konteksnya yaitu konteks toleransi beragama dan seterusnya”176
Posisi Wahyu Dhyadmika yang di satu sisi menjadi wartawan Majalah Tempo dan di sisi lain sebagai ketua AJI memberikan pengaruh secara langsung terhadap pemberitaan di Majalah Tempo. Pengaruh dari luar organisasi media seperti AJI terhadap pemberitaan lebih bersifat tidak langsung karena organisasi di luar organisasi media tidak dapat 175
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 102 Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 176
103
mengintervensi kebijakan pemberitaan secara langsung.Situasi ini terkait dengan organisasi luar media yang bersifat di luar struktur media itu sendiri. Pengaruh lain yang dapat dilakukan oleh organisasi luar media seperti AJI adalah melalui individu anggota AJI yang sekaligus juga menjadi pekerja di Majalah Tempo. Tabel 4.5 Pengaruh Pada Level Luar Organisasi Media Posisi Organisasi Penekan
Tugas
Pengaruh
Mengawasi pemberitaan Pengaruh dari organisasi sebuah media, tempat penekan bersifat tidak bernaung pekerja media. langsung dikarenakan organisasi penekan tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi pemberitaan sebuah media.
5. Level Pengaruh Ideologi Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo Pengaruh yang terakhir pada sebuah pemberitaan di media adalah level ideologi. Pembahasan pada level ini adalah mempelajari hubungan antara pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan dan relasi kuasa media.177Pada konteks penelitian ini kita akan memfokuskan pada pembahasan mengenai peran media sebagai alat pengartikulasian ideologi kelompok tertentu yang berada di balik media. Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat
177
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 224
104
dunia. Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru yang diabadikan oleh ide yang dominan.178Dalam pandangan Marxis klasik, ideologi hanyalah ide-ide atau pemahaman yang digunakan oleh kelas yang dominan untuk menanamkan kesadaran palsu bagi kelas yang tertindas untuk melanggengkan kekuasaannya. Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.179 Dalam konteks penyusunan pemberitaan di sebuah media pengaruh dari sebuah ideologi terhadap sebuah pemberitaan di media adalah secara tidak langsung dan menyerap pada rutinitas yang terjadi pada sebuah media.Pengaruh yang terjadi adalah secara tidak langsung. Sebelum membahas ideologi Majalah Tempo saya akan mencoba menjelaskan sejarah dari Majalah Tempo sehingga dapat mengungkap ideologi dari Majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan pada tahun 1971, pada masa awal pemerintahan Orde Baru.Para pendiri Majalah Tempo sendiri adalah aktivis “Generasi 66” yang merupakan para aktivis yang bergabung dengan mahasiswa dan pihak militer yang menurunkan rezim Presiden Soekarno.Majalah Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda anti Soekarno dan anti-
178
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 469 179 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message h. 224
105
komunis yang tergabung dalam Harian Kami yaitu Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri.180 Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad sendiri sangat dekat dengan ideologi sosialisme, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI).181Ideologi Partai Sosialis Indonesia sendiri adalah sosial demokrat, yaitu sebuah ideologi yang mengkritik paham komunisme sebagai sebuah paham yang otoriter namun tetap menjunjung asas sosialisme. Ideologi Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin Redaksi Majalah Tempo pada awal masa berdirinya majalah tersebut yaitu Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru.182 Menurut pengamatan dari peneliti pemikiran atau ideologi dari Goenawan Mohamad sendiri adalah ideologi sosial demokrat.183Menurut Milovan Djilas seperti yang dikutip oleh Rizal Mallarangeng, sosial demokrat adalah pemikiran yang menghendaki adanya demokratisasi dan mengutuk sistem otoritarian yang dikembangkan oleh paham komunisme. Namun pemikiran sosial demokrat menerima paham sosialisme sebagai suatu gagasan dan demokrasi sebagai sebuah gagasan yang akan memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat.184 Ideologi sosial demokrat mempercayai bahwa proses pergantian sistem masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis terjadi secara evolutif. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan kaum sosialis ortodok yaitu yang
180
Janet Steele, Wars Within,. h xvii Janet Steele, Wars Within,. h 31 182 Janet Steele, Wars Within,. h 7 183 Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 184 Rizal Mallarangeng, Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008),. H 77 181
106
biasa disebut kaum komunis yang beranggapan bahwa perubahan masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis adalah melalui revolusi. Ideologi sosial demokrat juga berpandangan bahwa semua masyarakat harus mendapatkan hak yang sama, seperti persamaan hak yang dimiliki oleh semua ras, gender, etnisitas, agama, orientasi seks dan kelas sosial.185 Melalui penelaahan sejarah tersebut Majalah Tempo memiliki ideologi yang anti komunis namun sangat menjunjung ide-ide sosialis sebagai antithesis ideologi kapitalisme.Berdasarkan ideologi sosial demokrat tersebut Majalah Tempo sangat mengakomodir jalannya demokratisasi, persamaan hak-hak minoritas dan pluralisme.186 Dari ideologi ini proporsionalitasan pemberitaan Majalah Tempo lebih mengambil posisi yang mengakomodir kepentingan kelompok minoritas seperti Ahmadiyah.Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Majalah Tempo, Majalah Tempo mengambil peran sebagai pengartikulasian
kepentingan
kelompok
minoritas
yang
dalam
hal
ini
mendapatkan penganiayaan dari kelompok mayoritas.Pengartikulasian majalah Tempo adalah melalui pemberitaannya yang mengakomodir kelompok tersebut. Ideologi dari Majalah Tempo mempengaruhi berbagai elemen dari pekerja Majalah Tempo yang membentuk sebuah pemberitaan di Majalah Tempo.Dari hal yang bersifat abstrak yaitu ideologi pekerja media tersebut yang dapat merubah ideologi tersebut menjadi sesuatu yang kongkret yang dalam hal ini adalah pemberitaan.
185
Donald F. Busky, Democratic Socialism: A Global Survey. (Connecticut: Greenwood Publishing, 2000) ,. h 8 186 Janet Steele, Wars Within,. h 165
107
Pengartikulasian ideologi Majalah Tempo melalui beberapa elemen pada Majalah Tempo yaitu melalui redaksi, reporter sebagai pekerja media yang langsung turun ke lapangan dan melalui dewan direksi yang notabenenya adalah mantan wartawan Tempo.Pengaruh terhadap pemberitaan kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah ini bisa bersifat langsung dan tidak bersifat langsung, sesuai dengan hak dan wewenang ketiga elemen tersebut. Pengaruh ideologi yang bersifat langsung adalah melalui redaksi dan reporter.Dari hasil wawancara peneliti dengan redaktur pelaksana majalah Tempo, Budi Setyarso di atas menggambarkan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok yang diserang dan yang menjadi korban.Namun tentunya penggambaran ini bukan berdasarkan prasangka tetapi melalui data-data hasil investigasi di lapangan. “Ahmadiyah adalah orang yang merdeka orang yang harusnya punya tempat di Indonesia ini.Maka dia diberi porsi bahwa dikasus ini dia sebagai orang yang diserang bukan orang yang menyerang disitu ada orang yang bersenjata dan itu merupakan satu hal yang dilakukan, katakanlah membela diri, dan kita memberikan tempat untuk melakukannya, demikian juga terhadap orang yang menyerangnya.”187 “…fakta itu menunjukkan penyerangan Ahmadiyah, dan mereka memang diserang. Jadi misalnya tanpa ada porsi dari ataspun timakan menulis lebih berpihak kepada Ahmadiyah, karena dia yang menjadi korban…”188 Dari pandangan redaktur pelaksana Majalah Tempo Budi Setyarso tersebut, sebagai seorang redaktur pelaksana dapat memberikan masukan untuk membentuk pemberitaan sesuai dengan pandangannya. Pengaruh ideologi yang bersifat langsung melalui pekerja media adalah melalui reporter. Reporter Majalah Tempo yang meliput pada kasus kekerasan 187
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 188 Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
108
terhadap kelompok Ahmadiyah di Cikeusik memiliki pandangan yang kurang lebih sama dengan pandangan ideologis Majalah Tempo yaitu ideologi sosial demokrat yang menjunjung hak-hak kaum minoritas dan pluralisme. “Apa yang terjadi kepada Ahmadiyah waktu itu adalah cerminan bahwa kelompok minoritas di negeri ini kurang terjamin bahkan tidak terjamin, benar bahwa hak-hak mereka dijamin oleh konstitusi tetapi dalam pelaksanaannya banyak yang terjadi adalah tirani mayoritas atau bahwa yang melakukan pelangaran oleh segelintir orang yang memaksakan kekuasaannya atau kehendaknya yang terjadi adalah silent majority (mayoritas diam) dan itu merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, mungkin kalau dianggap pelanggaran HAM menurut definisi UU HAM pelanggaran oleh negara tapi ini dilakukan secara horizontal antara masyarakat dengan kelompok. Bahwa ada yang dilanggar dalam hal ini”189 Reporter majalah Tempo yang mengangkat kasus ini terpengaruh oleh pandangan pribadinya bahwa kelompok Ahmadiyah adalah korban dalam kasus penyerangan. Pandangan ideologis yang awalnya bersifat abstrak berubah menjadi hal yang kongkret yaitu pemberitaan. Pengaruh yang bersifat tidak langsung adalah melalui dewan direksi yang pernah menjadi wartawan atau redaksi Majalah Tempo, namun pengaruh tersebut tidak bersifat langsung karena kapasitas dewan direksi hanya bersifat masukan dan bukan kebijakan. Faktor lain yang membuat dewan direksi tidak bisa memberikan intervensi yang besar karena dewan direksi tidak langsung berkenaan dengan kasus tersebut. Pengaruh yang terjadi secara ideologis juga berpengaruh lewat fakta di lapangan.sebesar apapun kekuatan ideologis harus tetap berpegang dengan fakta yang terjadi pada suatu peristiwa.Prinsip Majalah Tempo yang memberitakan
189
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
109
secara mencerahkan juga menjadi pengaruh ideologis bagi pekerjanya di lapangan. “…pada dasarnya ketika tulisan saya yang terdapat pada edisi tersebut berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan ketika itu, bahwa kemudian tentang sebagian orang berpandangan bahwa Tempo memihak kepada Ahmadiyah, sebenarnya pandangan itu salah, bahwa kita tidak memihak kepada Ahmadiyah, tetapi kita memihak konstitusi itu sendiri, memihak kelompok yang selama ini menjadi korban dari tirani mayoritas.”190 Menurut hasil wawancara dengan berbagai sumber di Majalah Tempo, Majalah Tempo memberitakan mengakomodir kelompok Ahmadiyah karena menurut fakta di lapangan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok minoritas yang menjadi korban. “...sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa sih yang terjadi, kalau sikapnya udah jelas ya di rubrik opini, bahwa kita mengutuk kekerasan dan mendukung kebebasan orang. Anda baca di rubrik opini paling depan itu sikap resmiTempo terhadap FPI atau penyerang dalam kasus ini.”191 Pengaruh ideologis pada dasarnya bersifat sangat abstrak namun dapat berubah menjadi hal kongkret seperti pemberitaan, ketika ditransimisikan melalui pekerja media yang dapat membentuk pemberitaan pada suatu media. Tabel 4.6 Pengaruh Pada Level Ideologi Ideologi Sosial Demokrat
190
Bentuk
Pengaruh
Mengakomodir kepentingan masyarakat yang termajinalkan, keadilan sosial
Tidak terlalu berpengaruh karena bersifat abstrak dan mempengaruhi secara tidak langsung
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 191 Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
110
C. Intepretasi Data. Pada bulan Februari 2011, Majalah Tempo menerbitkan pemberitaan mengenai serangan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang bermukim di daerah Cikeusik, Pandeglang, Banten. Tercatat Majalah Tempo pada bulan Februari 2012 mengangkat pemberitaan mengenai kasus ini sebanyak dua edisi yaitu edisi 14-20 Februari 2011 dan edisi 21-27 Februari 2011. Pada cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011, Majalah Tempo mengangkat judul “Ahmadiyah Tanpa Negara” dengan gambar sebuah tangan seseorang yang memakai memegang wayang yang bergambar sekelompok orang yang memegang senjata yang tampak marah. Cover Majalah Tempo edisi ini mereprentasikan bahwa ada pembiaran oleh pemerintah dan aparat hingga kasus penyerangan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten terjadi.192 Pada cover Majalah Tempo edisi 21-27 Februari 2011 ini, Majalah Tempo menampilkan cover yang berjudul “Mengapa Harus Takut” dan dilanjutkan dengan tulisan yang lebih kecil di bawah judul tersebut “Agar berani menindak Front Pembela Islam, SBY membutuhkan dukuangan DPR dan kajian Mahkamah Agung”. Gambar pada cover tersebut menampilkan karikatur Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang dihadapkan pada toa yang berselandang sorban. Cover Majalah Tempo edisi ini merepresentasikan bahwa pemerintah dihadapkan kepada tuntutan untuk membubarkan organisasi Front Pembela Islam yang
192
Lihat lampiran
111
disinyalir sebagai dalang dari penyerangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Pandeglang, Banten. 193 Pada rubrik “Opini” Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 mengangkat judul yang sama dengan judul cover Majalah Tempo yaitu “Ahmadiyah tanpa Negara”. Pada rubrik “Opini” kali ini Majalah Tempo berpandangan bahwa kejadian penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah akibat kelalaian dari negara melindungi warga negaranya yang dalam kasus ini yang menjadi korban adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 194
Rubrik Opini sebagai pandangan editorial dari Majalah Tempo ini
menggambarkan keberpihakan Majalah Tempo kepada kelompok Ahmadiyah yang digambarkan sebagai korban dalam kasus penyerangan yang terjadi di Cikeusik, Pandeglang Banten.Majalah Tempo dalam hal ini pun mengkritisi kelalaian pemerintah Indonesia yang gagal dalam melindungi warganya. Rubrik “Opini” Majalah Tempo edisi 21-27 Februari 2011 mengangkat judul “Membubarkan Organisasi Anarkis”.195 Majalah Tempo melalui rubrik “Opini” ini membahas mengenai pembubaran organisasi yang bertindak anarkis seperti Front Pembela Islam (FPI, yang dalam hal ini terlibat dengan kasus penyerangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Pada rubrik Opini yang menjadi pandangan editorial Majalah Tempo ini, Majalah Tempo berpandangan untuk mengusulkan kepada pihak yang berwajib untuk membubarkan organisasi radikal seperti Front Pembela Islam yang memiliki kaitan dengan kasus penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Pandelang Banten pada bulan Februari 2011. 193
Lihat lampiran Lihat lampiran 195 Lihat lampiran 194
112
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo diantaranya berasal faktor individu reporter terjun ke lapangan.Pengaruh ini berasal dari nilai-nilai yang dianut oleh reporter tersebut.Reporter tersebut oleh nilai-nilai pluralisme yang dianut olehnya. Sedangkan pengaruh dari individu reporter ini adalah lebih kepada keprofesionalan dari reporter tersebut yang menerapkan prinsip cover both side sehingga pemberitaan tentang Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari telah memenuhi faktor keberimbangan sebuah pemberitaan. Faktor individu ini cukup berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo karena melibatkan wartawan atau reporter yang langsung ke lapangan untuk mencari data terkait pemberitaan ini. Faktor kedua yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari adalah faktor rutinitas media. Faktor ini menjadi pengaruh paling dominan pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo. Pengaruh rutinitas dipresentasikan oleh rapat-rapat pengambilan keputusan di Majalah Tempo. Rapat-rapat tersebut sifatnya mengikat dan menjadi pedoman bagi pengambilan kebijakan dan cara kerja awak Majalah Tempo. Representasi rutinitas media yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo adalah proses pembentukan pemberitaan itu sendiri.
113
Pengaruh yang lain tapi tidak terlalu bersifat dominan adalah pengaruh organisasi media, pengaruh luar media dan pengaruh ideologi. Pengaruh tersebut hanya berpengaruh tidak langsung.Contohnya kebijakan organisasi media yang tidak terlalu kuat dikarenakan kepemilikan Majalah Tempo yang tidak dimiliki secara perseorangan sehingga tidak terjadi intervensi yang kuat dari individu-individu pemilik modal. Pengaruh luar media pun tidak berpengaruh dikarenakan prinsip independensi Majalah Tempo sehingga tidak terdapat intervensi dari pembaca maupun dari lembaga swadaya masyarakat. Pengaruh ideologi pun sifatnya secara tidak langsung dan sejalan dengan prinsip Majalah Tempo sebagai media yang memberitakan sesuai fakta dan mencerahkan.
B. Saran
Setelah
melakukan
penelitian
mengenai
hirarki
pengaruh
pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari, saya sebagai peneliti merasa perlu untuk memberikan saran kepada Majalah Tempo sebagai objek penelitian saya dan untuk penelitian selanjutnya tentang Majalah Tempo atau tentang hirarki pengaruh yang terjadi pada sebuah media. Saran kepada penelitian selanjutnya adalah terutama pada konteks Majalah Tempo sebagai suatu institusi media yang memiliki independensi untuk selalu dapat menjunjung independensi media ini.
114
Pada konteks penelitian selanjutnya agar lebih komprehensif untuk lebih meneliti tentang hirarki pengaruh yang terjadi pada proses pemberitaan di sebuah media. Yaitu langsung pada pemimpin redaksi bahkan hingga ke tingkatan pemilik media tersebut. Terakhir peneliti berharap khazanah penelitian tentang hirarki pengaruh pada sebuah pemberitaan di sebuah media semakin bertambah. Hingga menambah referensi keilmuan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
115
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Arifin, Anwar. Opini Publik. Jakarta: Gramata Publishing, 2010. Creswell, John W. Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches-3rd ed. California, SAGE Publications Inc, 2009. Deliarnov. Ekonomi Politik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Haris Sumadiria, A.S. Jurnalistik Indonesia. Bandung, Simbiosa Rekatama Media: 2006. Hidayati, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. Encyclopedia of Communication Theory California: Sage Publication,2009. Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. Theories of Human Communication,9th ed. Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Mallarangeng, Rizal. Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.
Mage, Rusman Ismail. Industri Politik: Strategi Investasi Politik dalam Pasar Demokrasi. Jakarta: RMBOOKS, 2009. Moeleng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993. Morissan. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Murphie, Andrew dan Potts, John. Culture and Technology. New York: Palgrave Macmillan, 2003. Norman, K Denzin, dkk, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahan Indonesia.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Rakhmat, Jalalludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Rolnicky, Tom E. Pengantar Dasar Jurnalisme. Bandung: Rosda Karya, 2004.
116
Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message. New York ,Longman Publisher : 1996. Schudson, Michael. Discovering The News. New York: Basic Books, 1978. Santoso, Listiyono. Epistemologi kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010 Steele, Janet. Wars Within : The Story of Tempo an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia. Jakarta, Equinox Publishing Indonesia:2005.
Sumber Internet Chandra Dinata “Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah” artikel ini diakses pada 2 September 2011 pada pukul 23.05 dari http;// gusdur.net/ opini/detail. Dildaar Ahmad “ Kontroversi ajaran Ahmadiyah”Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah. Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;//id.Wikipedia.org/majalah tempo. Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah. Hady Nasution “Peranan pers dalam masyarakat demokrasi di Indonesia pada masa Orde baru dan Reformasi” Artikel diakses pada 5 mei 2011 pukul 21.05 dari http://Shvoong.com. Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses pada 1 Agustus2011 pukul 21.50 dari http; //id.tribunnews.com /2011 /01/15/berawal-dari-tiga-pemuda-sumbar-ke-india.
Wawancara Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana majalah Tempo) pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
117
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. Struktur Organisasi Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT). Artikel Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT). Daftar iklan Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT). Daftar pembaca Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT).