2013
• •
REFLEKSI TAHUN 2013
News Nasional
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI
”15 Tahun KEUANGAN Melawan Korupsi” •
Kamis, 12 Desember 2013 | 07:18 WIB
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, publik menilai korupsi telah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. | Sumber: LITBANG KOMPAS 7 41 3
Oleh: Reza Syawawi KEJATUHAN Soeharto pada tahun 1998 jadi tonggak awal dilakukannya upaya-upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam hitungan sederhana, 15 tahun sudah agenda pemberantasan korupsi dijalankan, sudah lima rezim pemerintahan berganti, tetapi mnk321
Humas PPATK, Jl. Ir. H.Juanda No.35 Jakarta Pusat Telp. +62213850455 - +6221-3853922Faks. +6221-3856826 Emai : humas [at]ppatk.go.id, www.ppatk.go.id.
2
A. Pengantar Negeri yang kaya dengan sumberdaya alam dan sumber daya manusia ini pernah memiliki pemimpin-pemimpin dengan integritas yang luar biasa, diantara mereka ada Kasimo, M.Natsir, Syahrir dan tentu saja Soekarno – Hatta. Orang-orang seperti ini masih begitu banyak di Nusantara. Tinggal bagaimana menggali potensi yang ada secara benar dan baik serta membangun sistem yang transparan dan kredibel sehingga orang-orang yang memiliki integritas tinggi dapat berjalan lurus, tidak diombang-ambingkan oleh money politic atau sistem yang masih menghalangi. Untuk dapat menjaring mereka-mereka yang memiliki integritas, salah satunya lewat proses pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam perspektif demokrasi, ada dua syarat Pemilu untuk bisa dikatakan berhasil. Pertama, secara prosedural dijalankan secara jujur, adil dan bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, secara substansial mampu menghasilkan kepemimpinan politik yang mumpuni (berkualitas) dan bisa memenuhi kehendak dan aspirasi rakyat. Tahun 2013 dan berlanjut di Tahun 2014 merupakan moment penting dalam proses menjaring dan mendapatkan para pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan berintegritas. Salah satu sumbangsih yang dapat dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analsisi Transaksi Keuangan (PPATK) adalah dengan melakukan pencegahan dan pemeberantasasn tindak pidana pencucian uang, khususnya pada Pemilu dan Pemilukada. PPATK telah melakukan riset analisis strategis terkait Dana Pemilu / Pemilukada sebagai masukan bagi penegak hukum, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan para stakeholder lainnya untuk dapat mengawal pemilu yang bersih, jujur dan adil. Selanjutnya, untuk mengurangi tingkat korupsi secara umum dan money politic secara khusus Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia perlu segera mengeluarkan aturan pembatasan transaksi tunai. Dari riset yang dilakukan menunjukkan peningkatan penggunaan transaksi tunai pada lapisan masyarakat, diduga antara lain dilakukan untuk maksud mempersulit upaya pelacakan asal usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana, atau dengan maksud untuk memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana. Peningkatan trend penggunaan uang tunai ini dilakukan dalam rangka melakukan tindak pidana pencucian uang. Dari Januari 2003 sampai dengan November 2013, sebanyak 2.415 Hasil Analisis Telah disampaikan kepada penyidik. Untuk periode Januari 2013 sampai dengan November 2013 saja, PPATK menghasilkan total 265 Hasil Analisis yang terdiri dari 63 Hasil Analisis Proaktif dan 202 Hasil Analisis Reaktif yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana asal yang modusnya antara lain menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing dan cek perjalanan. Selain pembatasan transaksi tunai, perlu pula pengaturan yang lebih ketat terhadap penggunaan mata uang asing yang beredar di Indonesia, khusus mata uang Dolar Singapura pecahan 1.000 dan 10.000. Pihak-pihak terkait, khususnya Perbankan perlu menerapkan secara ketat Costomer Due Diligence (CDD) yakni kegiatan berupa identifikasi, pencocokan dan pengkinian informasi yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah. Selain CDD pihak-pihak terkait seperti Perbankan perlu pula menerapkan Enhance Due
3
Diligence (EDD), yakni tindakan CDD yang lebih mendalam yang dilakukan oleh perbankan pada saat melakukan transaksi dengan dan/atau memberikan jasa kepada Nasabah yang tergolong berisiko tinggi termasuk politically exposed persons, terhadap kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme. B. Analisis Transaksi Keuangan Selama tahun 2013, kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) secara keseluruhan menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Hal ini diantaranya tergambar dari meningkatnya jumlah Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan yang telah dihasilkan dan disampaikan kepada penegak hukum. Selama Januari 2013 s.d. November 2013, jumlah Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan (termasuk IHP) masing-masing mencapai 265 HA dan 14 HP, meningkat masing-masing 6,0 persen dan 7,7 persen dibandingkan jumlah pada periode yang sama tahun 2012. Penerimaan laporan selama Januari 2013 s.d. November 2013 bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 juga mengalami peningkatan, yakni masing-masing sebesar 25,2 persen (LTKM) dan 27,8 persen (LPUT). Dengan adanya peningkatan ini, jumlah keseluruhan laporan yang telah diterima PPATK sejak Januari 2003 s.d. November 2013 telah mencapai 13,8 juta laporan. Hal ini berarti, rata-rata laporan per tahun yang diterima oleh PPATK sejak Januari 2003 adalah sebanyak 1.265.318 laporan atau lebih dari 105.443 laporan per bulan, atau setara dengan 5.272 laporan per hari, atau 220 laporan per jam. Proses analisis yang dilakukan PPATK terdiri atas Analisis Proaktif dan Analisis Reaktif. Analisis Proaktif merupakan kegiatan meneliti Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau laporan lainnya yang dilakukan atas insiatif dari PPATK, sedangkan Analisis Reaktif/Inquiry merupakan proses analisis yang dilakukan atas permintaan dari Penyidik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hasil akhir dari proses tersebut adalah Hasil Analisis. Periode Januari 2003 s/d November 2013, PPATK telah menyampaikan sebanyak 2.415 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Ditjen Pajak. Kemudian, untuk periode Januari 2013 s/d November 2013 saja, PPATK menghasilkan total 265 HA yang terdiri dari 63 HA Proaktif dan 202 HA Reaktif yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana asal yang telah disampaikan kepada penyidik.
4 Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal Januari 2003 s.d. November 2013 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 (s.d. Oktober 2010)*) Tindak Pidana Asal
(1)
Tahun 2003 2008
Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 (sejak Januari 2011) Tahun 2012
Tahun 2009
Tahun 2010
Jumlah
Tahun 2011
Nov-2012
Jan s.d. Nov-2012
Tahun 2013 Jan s.d. Des 2012
Okt-2013
Nov-2013
Jan s.d. Nov-2013
Jumlah
Jumlah Jan 2003 s.d. Nov-2013
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
276 15 12 29 0 0 5 6 1 10 225 4 5 1 7 6 0
173 11 27 11 0 0 4 8 1 22 153 1 8 3 0 0 0
131 14 8 6 0 1 0 5 2 10 41 0 4 0 0 0 0
580 40 47 46 0 1 9 19 4 42 419 5 17 4 7 6 0
237 30 20 6 1 0 0 9 1 14 28 0 5 0 12 3 6
11 0 1 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0
144 8 12 3 0 0 2 6 0 3 36 0 0 0 14 1 4
158 8 15 3 0 0 2 7 0 3 42 0 0 0 15 1 5
13 0 2 0 0 0 1 0 1 3 4 0 3 0 0 0 0
15 0 2 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 0 2 0 0
153 5 8 5 0 0 1 4 2 10 35 1 4 0 6 0 2
548 43 43 14 1 0 3 20 3 27 105 1 9 0 33 4 13
1.128 83 90 60 1 1 12 39 7 69 524 6 26 4 40 10 13
Ø Tidak Teridentifikasi / dll
26
62
97
185
70
0
17
18
1
2
29
117
302
JUMLAH HA
628
484
319
1.431
442
16
250
277
28
25
265
984
2.415
Ø Korupsi; Ø Penyuapan; Ø Narkotika; Ø Di bidang perbankan; Ø Di bidang Pasar Modal Ø Di bidang perasuransian; Ø Kepabeanan; Ø Terorisme; Ø Pencurian; Ø Penggelapan; Ø Penipuan; Ø Pemalsuan uang; Ø Perjudian; Ø Prostitusi; Ø Di bidang perpajakan; Ø Di bidang kehutanan; Ø Pidana lain yang diancam dengan penjara 4 tahun atau lebih
*) Tidak teridentifikasi/lain-lain merupakan HA PPATK yang belum diketahui TP Asalnya namun sudah terdapat indikasi mencurigakan.
Seluruh proses analisis yang dilakukan oleh analis PPATK pada periode Januari 2003 s/d November 2013 menghasilkan 3.224 HA dimana 2.415 HA disampaikan ke penyidik dan 809 HA merupakan HA yang disimpan ke dalam database PPATK. HA yang diserahkan kepada penyidik adalah HA yang berisi petunjuk mengenai adanya indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana asal berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat 1 huruf l UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian, HA yang disimpan ke dalam database PPATK merupakan HA yang tidak/belum ditemukan adanya indikasi mencurigakan atau tindak pidana tertentu baik TPPU maupun tindak pidana asal, maka HA tersebut akan disimpan dalam database PPATK sampai diperoleh adanya informasi terkait tindak pidana tertentu. Tidak ditemukannya indikasi mencurigakan dikarenakan underlying transaction/tujuan dilakukannya suatu transaksi sudah jelas, nilai transaksi dalam HA tersebut tidak bernilai tambah bagi proses penyelidikan/penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, nilai transaksi tidak signifikan dan kasus dalam HA tersebut sudah inkrah/sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Seluruh data yang berada pada database PPATK akan membantu proses analisis berikutnya dalam hal memiliki keterkaitan dengan data yang akan dan/atau sedang di analisis. Pada periode
5
Januari 2003 s/d November 2013, jumlah HA yang di simpan ke dalam database PPATK sejumlah 809 HA dengan LTKM terkait sebanyak 1.443 LTKM. C. Riset dan Analisis Selama tahun 2013, PPATK menaruh perhatian besar terhadap tujuh isu. Tujuh isu penting itu dibagi menjadi : 1. Riset Analisis Strategis dengan tema Dana Pemilu/Pemilukada. Beberapa temuan yang diperoleh dari kajian analisis strategis tersebut diantaranya: a. Pemilu dan Pemilukada mengakibatkan peningkatan pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) dan Transaksi Keuangan Tunai (TKT) dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK) terhadap peserta Pemilu/Pemilukada. Trend Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) secara keseluruhan pada tahun 2004 ke 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 145 persen serta pada tahun 2008 ke 2009 meningkat sebesar 125 persen. Dilihat dari pola Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) peserta Pemilukada, terlihat ada kecenderungan yang semakin meningkat apabila dibandingkan dengan jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai masingmasing peserta sebelum yang bersangkutan terpilih sebagai eksekutif. Sedangkan pada kegiatan pemilu legislatif, jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai para peserta tidak hanya meningkat pada saat kegiatan pemilu legislatif saja, tetapi terus meningkat dalam periode setelah pemilihan. b. Ditemukan fakta bahwa adanya transaksi dengan pola structuring menjadi pola yang digunakan dalam memberikan sumbangan dana Pemilu melalui rekening peserta Pemilu/Pemilukada, dan terdapat fakta adanya penyalahgunaan dana pemilu yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Dalam hal incumbent kembali mencalonkan diri, beberapa sumbangan dana bagi kepentingan pemilu/pemilukada diperoleh dari pihak swasta yang merupakan rekanan Pemda dan BUMD. Pola-pola transaksi tersebut mempunyai indikasi pelanggaran yang cukup kuat terhadap peraturan perundang-undangan dan potensi tindak pidana asal serta pencucian uang. 2. Riset Analisis Strategis tentang Risiko Sektor Perbankan Digunakan Untuk Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang merupakan bagian dari program ”National Risk Assessment terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT)” yang sedang dilakukan oleh PPATK bersama stakeholder terkait hingga akhir Desember 2014. Beberapa temuan yang diperoleh dari kajian analisis strategis tersebut antara lain bahwa Bank dengan tingkat pengelolaan dana pihak ketiga yang besar memiliki risiko yang lebih tinggi untuk digunakan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Risiko akan menjadi semakin tinggi dan dapat menjadi ancaman serius bagi PJK apabila PJK memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Sebaliknya, risiko akan menjadi semakin rendah, bila PJK yang berisiko tinggi memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi, diantaranya dengan meningkatkan tingkat pelaporan.
6
3. Riset Tipologi terkait dengan Kecenderungan Transaksi Tunai Yang Berindikasi Tindak Pidana. Kajian terhadap tipologi ini penting untuk dilakukan mengingat temuan PPATK sebelumnya yang menunjukkan terjadinya peningkatan penggunaan transaksi tunai pada berbagai lapisan masyarakat yang diduga antara lain dilakukan dengan maksud untuk mempersulit upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana, atau dengan maksud untuk memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana. Berdasarkan Hasil Analisis PPATK, diketahui bahwa perilaku korupsi (atau secara makro: perilaku tindak pidana) berbanding lurus dengan transaksi tunai. Modus yang paling dominan digunakan dalam transaksi keuangan tunai yang berindikasi tindak pidana adalah setoran tunai, sedangkan instrumen utamanya adalah Rekening Tabungan Rupiah dan Deposito Rupiah. 4. Riset Tipologi terkait Tipologi Penggunaan New Payment Method (NPM) Untuk Pencucian Uang. Riset ini menjadi strategis untuk dilakukan mengingat penggunaan New Payment Method - yang mencakup: Prepaid Cards, Mobile Payments, dan Internet Payment Services - dalam transaksi keuangan semakin berkembang pesat. Berdasarkan kajian riset tipologi tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa: a. NPM menyebabkan peningkatan risiko untuk dapat digunakan dalam berbagai kasus penipuan. Namun demikian dalam perkembangannya diketahui pula bahwa NPM menjadi salah satu alternatif metode pembayaran yang dapat dipergunakan dalam tindak pidana perjudian, khususnya perjudian melalui internet (online gaming). b. Berdasarkan hasil analisis terdapat 14 HA terkait penggunaan New Payment Method yang diduga melibatkan penipuan dan perjudian. Penggunaan NPM tersebut mayoritas terjadi di DKI Jakarta (35,71 persen), Jawa Timur (28,7 persen) dan Jawa Barat (21,43 persen). Sampai sejauh ini sudah dilakukan pemblokiran terhadap 119 rekening di empat bank yang terkait dengan NPM. 5. Riset Tipologi Non Rutin terkait studi kasus dengan tema “Risk of Terrorist Abuse in The Non Profit Organization (NPO) Sector”. Melalui riset ini, PPATK telah menemukan 3 (tiga) kasus dugaan penyalahgunaan NPO oleh teroris, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penyalahgunaan itu antara lain : 1. Penyalahgunaan Unregistered Local NPO, yang beroperasi sebagai sekolah berbasis agama oleh kelompok radikal. 2. Terduga teroris yang bersembunyi pada registered NPO. 3. Yayasan Panti Asuhan (Orphans Foundation/NPO) yang dijadikan sebagai salah satu trik menutupi aktivitas teroris. 6. Riset Analisis Strategis Non Rutin terkait “Pencapaian Indeks Persepsi Korupsi/Corruption Perception Index (CPI) Indonesia: Tinjauan Kebijakan Anti-Korupsi Nasional dan Regional-2013”. Hal ini dilakukan mengingat masih tingginya peringkat Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang diterbitkan oleh Transparancy International. Berdasarkan riset tersebut diketahui bahwa nilai IPK selama tahun 2009-2011 cenderung menurun dan selalu berada pada posisi rangking di atas 100. Posisi terbaik Indonesia dalam CPI adalah pada ranking 100 dari 183 negara (tahun 2011), dan terburuk adalah pada rangking 118 dari 176 negara (tahun
7
2012). Berdasarkan transaksi keuangan pada Hasil Analisis tahun 2012 terkait korupsi, diketahui juga bahwa profil profesi yang dominan sebagai terlapor adalah PNS/Pejabat Pemerintah Daerah (29,55 persen dari 44 HA), dengan modus antara lain pemindahan dana dari rekening APBD ke rekening keluarga PNS, penempatan dana APBD Pemkab ke rekening Deposito On Call dan selanjutnya dipindahkan ke Manajer Investasi, dan penerimaan gratifikasi oleh PNS Pemda melalui transaksi kick back dari perusahaan swasta rekanan. D. Kerjasama Meski melewati proses yang panjang dan berliku, akhirnya kesepakatan untuk menandatangani nota kesepahaman dengan Suspicious Transaction Reporting Office (STRO), PPATK nya Singapura dapat terlaksana pada September 2013. PPATK sebagai focal point anti pencucian uang yang efektif di Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional, seperti : 1. Mengikuti Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) – International Cooperation Review Group (ICRG ), Regional Review Group (RRG) di Hong Kong pada tanggal , 17 Januari 2013. Pada RRG ini , PPATK berkesempatan memberika pemaparan perkembangan yang telah dicapai Indonesia mengenai implementasi FATF Recommendation, khususnya rekomendasi terkait dengan pendanaan terorisme. 2. Mengikuti Egmont Working Group and Committee Meeting di Bergia pada tanggal 2027 Januari 2013. Pertemuan ini membahas hal-hal seputar operasional dari Egmont Group, antara lain pertemuan Operational Working Group yang membahas masalah operasional Financial Intelligence Unit (FIU); Legal Working Group yang membahas masalah aspek hukum dalam keorganisasian Egmont Group; Outreach Working Group yang membahas masalah pengembangan keanggotaan Egmont Group; Training Working Group dan IT Working Group. 3. Mengikuti FATF Plenary Meeting di Paris 18-22 Februari 2013. Pertemuan ini membahas status Indonesia dalam kaitannya dengan penerapan FATF Recommendation khususnya mengenai Pendanaan Terorisme. Didalam negeri, kerjasama yang dibangun oleh PPATK menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, antara lain dengan menandatangani nota kesepahaman dengan berbagai instansi terkait, antara lain : 1. Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi yang dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2013; 2. Lembaga Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah yang ditandatangani pada tanggal 5 Februari 2013. 3. Sisminbakum Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM yang Dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2013
8
4. Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 18 Juni 2013 5. Kementerian Perumahan Rakyat yang dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2013 6. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri pada tanggal 30 Juli 2013; 7. Inspektorat Jenderal Kemendikbud pada tanggal 30 September 2013 Implementasi atas nota kesepahaman yang telah ditandatangani PPATK dengan instansi-instansi terkait berupa pertukaran informasi, pendidikan/pelatihan, sosialisasi, dan riset/penelitian. Komite Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sebagaimana dimaklumi bahwa tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme merupakan extra-ordinary crime sehingga dipandang perlu untuk senantiasa merumuskan strategi yang efektif dalam penanganannya. Atas dasar hal tersebut, maka melalui pertemuan tingkat Menteri pada tahun 2012 telah ditetapkan Strategi Nasional PP TPPU Periode 2012-2016 melalui Keputusan Menko Polhukam yang mengangkat beberapa strategi baru yaitu Percepatan Penyusunan peraturan Pelaksana dan Persiapan Implementasi Kewajiban Pelaporan Bagi Penyedia Barang dan Jasa, Pengefektifan Pengungkapan Kasus–kasus terkait dengan TPPU dan Kejahatan Terorganisir, serta Percepatan Penyelesaian RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme dan Penyusunan Peraturan Pelaksanaannya. Di samping itu, dalam mendukung pelaksanaan tugas Komite Nasional PP TPPU maka PPATK sebagai Ketua Tim Pelaksana Komite Nasional PP TPPU dan Kelompok Kerja Komite Nasional PPTPPU telah melakukan pertemuan dengan seluruh anggota tim untuk membahas isu-isu terkait PP TPPU, diantaranya Perkembangan implementasi resolusi DK PBB No. 1267, Rekomendasi FATF tentang Risk Based Approach (RBA), serta Perkembangan pemenuhan rekomendasi FATF oleh Indonesia. E. Transfer Dana Dari dan Ke Luar Negeri. Indonesia merupakan negara ketiga setelah Australia dan Canada dalam menerapkan penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana Dari dan Ke Luar Negeri (LTKL). Hal ini merupakan amanat Undang – Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( UU PPTPPU) Pasal 23 ayat (1) huruf c. Sebagai ujicoba dalam penyampaian LTKL telah ditunjuk perwakilan perbankan, antara lain PT Bank Mandiri Persero Tbk, PT Bank Negera Indonesia Persero Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Internasional Indonesia Tbk, Citibank N.A., PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank Danamon Tbk. Uji coba yang dilakukan oleh Perbankan yang ditunjuk ini untuk mengetahui dan menilai teknis dan sistem yang pas didalam penyampaian pelaporan sebagaimana yang dituangkan oleh Peraturan Kepala PPATK No PER-12/1.02/PPATK/06/13 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana Dari dan Ke Luar Negeri Bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang telah disahkan pada tanggal 9 Juli 2013. Dalam Perka PPATK tersebut
9
antara lain diatur tentang PJK yang wajib menyampaikan LTKL, informasi yang wajib disampaikan oleh PJK, tata cara pelaporan LTKL, jangka waktu pelaporan LTKL serta sanksi. Terkait pengembangan apliaksi pelaporan LTKL, pelaksanaan uji coba dilakukan secara bertahap. Pelaksanaan uji coba diawali oleh 7 bank pelapor untuk menjadi proyek percontohan International funds transfer instruction (IFTI) yang telah melakukan uji coba penyampaian laporan LTKL kepada PPATK sejak Oktober 2013. Pada bulan Januari 2014 PPATK menjadwalkan untuk pelaksanaan stress test upload dan submit LTKL yang akan diikuti oleh 75 Bank Umum Devisa dengan menggunakan GRIPS IFTI Client terkini. F. Statistik Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 1.
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Jumlah kumulatif LTKM yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dari Januari 2003 sampai dengan November 2013 mencapai sebanyak 150.365 laporan, yang terdiri dari 79.870 LTKM (53,1 persen) disampaikan oleh PJK Bank dan 70.495 LTKM (46,9 persen) disampaikan oleh PJK Non-bank. Jumlah kumulatif ini meningkat 30,6 persen dibandingkan jumlah kumulatif LTKM per 31 Desember 2012.
2.
Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) Jumlah kumulatif LTKT s.d. November 2013 telah mencapai 13,6 juta laporan, yang mayoritas diterima dari PJK Bank (99,8 persen), utamanya Bank Umum (99,9 persen).
3.
Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) Jumlah kumulatif LPUT yang telah disampaikan oleh Ditjen Bea dan Cukai RI kepada PPATK sejak Januari 2006 hingga November 2013 telah mencapai 11,413 laporan, atau meningkat sebesar 27,2 persen dibanding jumlah kumulatif pada akhir tahun 2012 yang disampaikan dari 13 lokasi pelaporan.
4.
Laporan Transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa (LTPBJ) Jumlah kumulatif LTPBJ yang mulai efektif diterima PPATK sejak Mei 2012 s.d. November 2013 telah mencapai 30.445 laporan yang berasal dari 168 PBJ. Laporan transaksi terbanyak berasal dari PBJ di bidang Properti, yaitu sebesar 54,8 persen.
10
G. Penanganan Pengaduan Masyarakat Selama periode Januari 2013 s/d November 2013, PPATK menerima sebanyak 71 pengaduan masyarakat. Terhadap laporan dan/atau informasi dari masyarakat dilakukan penilaian untuk menentukan tindak lanjut atas laporan dan/atau informasi yang diterima tersebut. Hasil penilaian tersebut dapat berupa tindak lanjut atau pengembangan laporan dan/atau informasi dari masyarakat dengan Analisis atau penempatan laporan dan/atau informasi dari masyarakat ke dalam basis data PPATK. Pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada PPATK merupakan partisipasi aktif masyarakat untuk melakukan kontrol dan mengadukan penyimpangan-penyimpangan yang di ketahuinya. Dengan semakin banyaknya laporan pengaduan masyarakat yang diterima oleh PPATK, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan sistem kontrol sosial semakin baik. Selanjutnya, bagi setiap pihak yang menyampaikan laporan pengaduan masyarakat, akan dilindungi oleh Undang-Undang sesuai dengan pasal 84 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu: “Setiap orang yang melaporkan terjadinya Indikasi tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi perlindungan khusus oleh Negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya, termasuk keluarganya.”
H. Penutup Dari hasil riset yang dilakukan oleh PPATK menunjukkan bahwa pada prosesi menjelang dan sesudah Pemilu dan Pemilukada menunjukkan trend peningkatan pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) dan Transaksi Keuangan Tunai (TKT) dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK) terhadap peserta Pemilu/Pemilukada. Trend Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) secara keseluruhan pada tahun 2004 ke 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 145 persen serta pada tahun 2008 ke 2009 meningkat sebesar 125 persen. Dilihat dari pola Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) peserta Pemilukada, terlihat ada kecenderungan yang semakin meningkat apabila dibandingkan dengan jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai masing-masing peserta sebelum yang bersangkutan terpilih sebagai eksekutif. Sedangkan pada kegiatan pemilu legislatif, jumlah dan frekuensi transaksi keuangan tunai para peserta tidak hanya meningkat pada saat kegiatan pemilu legislatif saja, tetapi terus meningkat dalam periode setelah pemilu. Keadaan masa transisi politik pasca turunnya Presiden Soeharto serta desentralisasi daerah, meminjam asumsi yang pernah disampaikan oleh Prof. Alfred Stephan dari Colombia University sebagai yang paling massif di dunia, semakin membuka peluang bagi menjamurnya korupsi. Dengan kata lain pemberantasan korupsi berjalan seperti deret hitung sedangkan “produksi” korupsi berjalan seperti deret ukur. Untuk itu perlu peran aktif dari kita semua untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, sebagai persembahan untuk Indonesia yang lebih baik.
11
PPATK telah menyampaikan sebanyak 2.415 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Ditjen Pajak selama periode Januari 2003 s/d November 2013. Kemudian, untuk periode Januari 2013 s/d November 2013 saja, PPATK menghasilkan total 265 HA yang terdiri dari 63 HA Proaktif dan 202 HA Reaktif yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana asal yang telah disampaikan kepada penyidik. Pepatah mengatakan : “verba vallent, scripta manent” , bahwa gagasan sebagus apapun itu, jika hanya diucapkan maka akan cepat sirna, sebaliknya jika dituliskan maka itu sama dengan mangabadikan gagasan. Begitu juga dengan Hasil Analisis PPATK yang disampaikan kepada penyidik, bila tidak ditindaklanjuti segera maka ia akan menjadi tumpukan kumpulan data yang tak berarti apa-apa. Jakarta, 3 Januari 2014
Dr. Muhammad Yusuf Kepala PPATK