HAMA DAN PENYAKIT CENGKEH DI WILAYAH KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR
LENI MARIANA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hama dan Penyakit Cengkeh di Wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Leni Mariana NIM A34090013
ABSTRAK LENI MARIANA. Hama dan Penyakit Cengkeh di Wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur. Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan HERMANU TRIWIDODO Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perr.) merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki nilai sosial dan ekonomi yang tinggi. Cengkeh digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok kretek di samping penggunaannya sebagai rempah-rempah, obat herbal, dan pengawet makanan. Hama dan penyakit berpotensi menjadi faktor pembatas produksi tanaman cengkeh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hama dan penyakit cengkeh di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Penelitian ini diawali wawancara dengan petani cengkeh, petugas lapang/pekerja, dan pemilik perkebunan (swasta, daerah, dan rakyat) untuk mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya cengkeh serta pengelolaan hama penyakit yang dilakukan. Dilanjutkan dengan pengamatan lapang dan proses identifikasi laboratorium untuk inventarisasi hama dan penyakit cengkeh. Hama yang ditemukan adalah penggerek batang, penggerek ranting dan kutu tempurung. Sedangkan penyakit yang ditemukan dilapang adalah karat merah, cacar daun, mati ranting/pucuk, dan embun jelaga. Kata kunci: cengkeh, Syzygium aromaticum, hama, penyakit.
ABSTRACT LENI MARIANA. Pests and Disease of Clove in Kediri Regency, East Java. Supervised by SURYO WIYONO and HERMANU TRIWIDODO. Clove is Indonesian native plant with economic and social importance. Clove is used as raw materials for the main material of cigarettes, spices, herbal medicine, and food preservatives. However, pest and disease potentially are problems in future when the crop is grown widely. The purpose of this research was to investigate pest and disease cloves problem in Kediri regency, East Java. This study concern with an interview with cloves farmers, field staff/workers, and plantation owners (private, local, and public) for getting some information on clove cultivation techniques and pest management that have done. Then it is followed by field observations and laboratory identification process for the inventory of pests and problems of cloves. There are some pests found such as stem borer, twig borer, and green coffee scale. Red rust, leaf spots, dieback, and sooty mold is some disease found in the field. Keywords : clove, Syzygium aromaticum, pests, disease.
HAMA DAN PENYAKIT CENGKEH DI WILAYAH KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR
LENI MARIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Hama dan Penyakit Cengkeh di Wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur Leni Mariana A34090013
Judul Skripsi )lama Mahasiswa \lIM
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sur 0 Pembimbing I
Tanggal Lulus:
0 5 DE.C lOll
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M. Sc Pembimbing II
Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM
: Hama dan Penyakit Cengkeh di Wilayah Kabupaten Kediri Jawa Timur : Leni Mariana : A34090013
Disetujui oleh
Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr Pembimbing I
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M. Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir yang berjudul Hama dan Penyakit Cengkeh di Wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibunda terbaik Sri Lestari atas semua kasih sayang mu, ayah dan kakak yang selalu memberikan doa, nasihat, dan dukungan hingga penulis sampai pada tahap ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir Suryo Wiyono, M.Sc. Agr selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing pertama skripsi, Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua, Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr selaku dosen penguji yang senantiasa dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis selama ini. Terima kasih kepada Ibu Renny Adnan, pemilik Perkebunan Sumber Sari Petung, Ibu Sri Maria Agnes, Kepala PDP Margomulyo atas izin penelitian dan semua bantuan yang diberikan kepada penulis. Kepada Pak Jumali, Pak Pur, Pak Hardy dan Pak Ery (keluarga SSP), Pak Temy, Mas Yoko dan Mbak Yenis (Keluarga PDP Margomulyo), Mas Eko Suroso, Mas Andik, Pak Sari (Keluarga Sempu) yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membantu penulis, atas semangat, motivasi, dukungan dan doa selama penulis melakukan penelitian di lapang. Terima kasih kepada teman seperjuangan Smast Kediri, Nadhiroh dan Elok atas kesetiaan mendengar cerita penulis, keluarga besar Proteksi Tanaman angkatan 46 atas kebersamaannya selama ini, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak Bogor, November 2013 Leni Mariana
DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Bahan Alat Prosedur Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkeh Hama Cengkeh di Kabupaten Kediri Penyakit Cengkeh di Kabupaten Kediri Pengendalian Hama dan Penyakit Cengkeh di Kabupaten Kediri KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1 1 2 2 3 3 3 4 4 5 6 6 7 12 19 20 20 20 22 24
DAFTAR TABEL 1. Kondisi dan cara budidaya tiga perkebunan cengkeh di wilayah Kabupaten
Kediri Aplikasi pemupukan di tiga perkebunan berdasarkan hasil wawancara Serangan hama cengkeh pada tingkat umur tanaman di Kabupaten Kediri Serangan hama di tiga perkebunan di Kabupaten Kediri Cendawan yang berasosiasi dengan penyakit mati ranting/pucuk Kejadian penyakit cengkeh berdasar umur tanaman di Kabupaten Kediri Kejadian penyakit di tiga perkebunan cengkeh di Kabupaten Kediri Keparahan hama dan penyakit cengkeh berdasarkan umur tanaman di Kabupaten Kediri 9. Keparahan hama dan penyakit cengkeh di tiga perkebunan di Kabupaten Kediri 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
6 7 11 12 15 17 18 19 19
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Gejala serangan penggerek batang Larva penggerek batang Nothopeus sp. Cendawan hasil isolasi larva penggerek batang Gejala penggerek ranting Kutu tempurung Gejala serangan Cephaleuros sp. Gejala mati ranting/pucuk Gejala cacar daun cengkeh Embun jelaga
8 8 9 10 11 13 14 16 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perr.) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku. Hingga saat ini, cengkeh menjadi salah satu komoditas penting untuk mendukung industri dan sebagai sumber pendapatan bagi petani. Cengkeh memiliki banyak manfaat selain sebagai rempah-rempah, juga sebagai bahan obat (obat gigi, obat radang, obat pernapasan, dan baik untuk kesehatan jantung), bahan baku rokok kretek, parfum, pengawet makanan, dan biopestisida. Tingginya nilai manfaat dan sejak berkembangnya industri rokok kretek tahun 1930-an, kebutuhan cengkeh semakin meningkat. Perhitungan Dinas Perkebunan Jawa Timur, total kebutuhan cengkeh sebesar 120 ribu ton/tahun. Namun, hasil produksi cengkeh lokal hanya memenuhi hingga 80 ribu ton/tahun dan dibutuhkan cengkeh impor sekitar 40 ribu ton (Disbun Jatim 2012). Tingginya kebutuhan nasional dan dalam upaya menuju swasembada cengkeh, berbagai pendekatan dilakukan pemerintah maupun swasta baik melalui program intensifikasi maupun perluasan areal. Salah satu program intensifikasi adalah penerapkan teknik budidaya yang baik yaitu penggunaan bibit unggul, cara budidaya yang tepat (Rosman et al. 1988). Perluasan areal tanam dilakukan hampir diseluruh wilayah termasuk di luar daerah asal cengkeh yaitu Kepulauan Maluku. Dalam mendukung usaha perluasan areal tanam cengkeh, pemerintah mengeluarkan kebijakan jangka menengah dan jangka panjang. Dalam kebijakan jangka menengah tahap pertama tahun 2007 sampai 2011, perluasan areal sebesar 120 ribu ha dan untuk tahap kedua mulai tahun 2011 sampai tahun 2025, direncanakan perluasan 300 ribu ha areal cengkeh (Bermawie dan Wahyuni 2007). Luas areal tersebut menjadi salah satu faktor penentu dalam hal produksi yang mampu dicapai. Meningkatnya areal pertanaman cengkeh diikuti oleh peningkatan masalah yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit yang terjadi baik di pembibitan maupun di lapang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan bahkan menyebabkan kematian pada tanaman. Terhambatnya pertumbuhan tanaman cengkeh mengakibatkan rendahnya produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Penurunan produksi cengkeh akibat serangan hama dapat mencapai 10% sampai 25% (Indriati et al. 2007). Hingga saat ini, informasi terbaru tentang hama dan penyakit cengkeh masih sangat terbatas. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian terakhir mengeluarkan informasi hasil penelitian komoditas cengkeh tentang hama dan penyakit cengkeh pada tahun 2007, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mencatat dalam Prosiding Seminar Nasional Rempah pada tahun 2007 di Bogor. Informasi terkini penyebaran hama dan penyakit cengkeh di lapangan sangat dibutuhkan sehingga dapat menjadi gambaran petani dalam melakukan pengendalian serta pengelolaan hama dan penyakit cengkeh.
2 Perkebunan cengkeh di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk kelompok, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara/Perkebunan Daerah (milik pemerintah PBN/PD), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Tanaman cengkeh merupakan tanaman rakyat, 97% dari rata-rata total luas perkebunan cengkeh dimiliki oleh rakyat. Dinas Perkebunan Jawa Timur (2012) menyebutkan bahwa luas perkebunan milik swasta tahun 2003-2011 terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibanding dengan luas perkebunan milik negara yang cenderung tetap bahkan mengalami penurunan. Sedangkan untuk areal luas perkebunan rakyat masih relatif stabil (Disbun Jatim 2012). Perbedaan dalam pengelolaan area tanam cengkeh (PR, PD, dan PBS) mempengaruhi target pencapaian masing-masing kelompok. Hal ini berpengaruh terhadap pengelolaan areal tanaman cengkeh dan pengendalian hama dan penyakit dalam upaya mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit. Pencapaian hasil semaksimal mungkin menjadi alasan utama para pengelola untuk menggunakan cara yang dinilai efektif, cepat, mudah diaplikasikan, dan dengan biaya terjangkau, yaitu penggunaan pestisida kimia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui hama dan penyakit cengkeh serta pengelolaan hama penyakit yang dilakukan di tiga pertanaman cengkeh (perkebunan daerah, perkebunan swasta dan pertanaman milik rakyat) di wilayah Kabupaten Kediri. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hama dan penyakit tanaman cengkeh serta strategi pengelolaan dan pengendalian hama penyakit cengkeh di Kabupaten Kediri Jawa Timur.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga perkebunan cengkeh yang berada di wilayah Kabupaten Kediri, yaitu Pertanaman Milik Rakyat, Perkebunan Swasta PT. Sumber Sari Petung, dan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Margomulyo. Pertanaman milik rakyat dipilih berdasarkan rekomendasi Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) daerah setempat dengan melihat luas lahan dan jumlah pohon yang ada. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2013. Identifikasi hama dan penyakit dilakukan di Klinik Tanaman, Laboratorium Mikologi dan Laboratorium Taksonomi Serangga pada bulan Mei sampai Juni 2013. Metode Wawancara Petani, Staf, dan Perusahaan Metode pertama yang dilakukan yaitu wawancara petani menggunakan blangko wawancara yang telah disiapkan terlebih dahulu (Lampiran 1). Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai teknik budidaya yang dilakukan oleh para petani dan hama penyakit penting yang menyerang pertanaman cengkeh setempat beserta cara pengendaliannya. Untuk perkebunan swasta dan PDP, wawancara dilakukan secara langsung dengan pekerja kebun, staf, dan pegawai lapang. Selain itu, pengambilan data sekunder dilakukan di PT. Sumber Sari Petung dan PDP Margomulyo yaitu keadaan umum wilayah dan kebun, struktur organisasi perkebunan, letak geografis, dan perkembangan hasil produksi cengkeh. Data keadaan iklim di lingkungan penelitian diperoleh dari Badan Vulkanologi Kabupaten Kediri. Pengamatan Lapang Pengamatan lapang dilakukan untuk mengetahui sistem budidaya cengkeh, keadaan tanaman, serta keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di lapangan. Setiap perkebunan diamati 50 tanaman sampel berdasarkan rentang umur. Rentang umur tanaman yang digunakan adalah umur muda (x ≤ 5), dewasa (5< x ≤15), dan tua (x ≥ 15) dimana x adalah umur tanaman cengkeh (tahun), sehingga setiap perkebunan diperoleh 150 tanaman sampel. Pembagian rentang umur ini bertujuan mengetahui OPT cengkeh yang menyerang disetiap rentang umur untuk dapat dilakukan pengendalian sedini mungkin. Bagian tanaman cengkeh yang diamati adalah batang, ranting, dan daun. Pengamatan batang dilakukan dengan mengamati secara keseluruhan batang utama pohon cengkeh dengan melihat gejala yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit. Pengamatan ranting dan dilakukan dengan mengamati masing-masing 5 ranting disetiap kuadran searah mata angin yang diambil secara acak (20 ranting setiap pohon). Pengamatan ranting bertujuan untuk melihat tingkat serangan penggerek ranting berdasarkan persen ranting yang terserang setiap pohonnya. Pengamatan daun dilakukan bersama dengan ranting yang diambil secara acak untuk melihat penyakit yang menyerang daun seperti embun jelaga, karat merah, dan cacar daun
4 cengkeh. Pengamatan pucuk dilakukan untuk melihat serangan mati pucuk, dan kutu tempurung. Penghitungan serangan OPT dilapangan menggunakan rumus, Kejadian serangan OPT = Penghitungan keparahan serangan hama penggerek ranting dan penyakit mati ranting/pucuk dilakukan dengan menggunakan rumus,
Keparahan hama/penyakit =
x 100%
Pengambilan Sampel Hama dan Penyakit Pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala penyakit diperlukan untuk identifikasi lanjut di laboratorium. Sampel larva serangga disimpan dalam batang pohon jambu yang masih utuh untuk menjaga agar larva penggerek tetap hidup. Sampel tanaman sakit diambil pada hari-hari terakhir pengamatan agar masih segar dan dibungkus menggunakan koran. Identifikasi Hama dan Penyakit Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga sedangkan identifikasi penyakit cengkeh dilakukan di Laboratorium Mikologi dan Klinik Tanaman IPB. Identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi Barneet (1988) untuk cendawan, dan Stehr (1976) untuk identifikasi serangga. Pendugaan patogen penyebab penyakit dilakukan berdasarkan gejala makroskopis pada contoh tanaman. Identifikasi penyakit akibat serangan cendawan dilakukan pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop compound dan mikroskop stereo. Selain itu, tanaman yang menunjukkan gejala mati ranting/pucuk dan larva penggerek batang di isolasi pada media PDA untuk melihat cendawan yang berasosiasi dengan mati ranting/pucuk dan penggerek batang. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tanaman cengkeh, blanko wawancara, blanko pengamatan lapang, media PDA, kapas, aquades, dan asam laktat 20%. Alat Alat yang digunakan adalah alat tulis, kamera, kantong plastik, botol film, sedangkan peralatan yang digunakan di laboratorium adalah cawan petri, mikroskop coumpound, mikroskop stereo, kaca objek dan penutup, serta buku kunci identifikasi.
5 Prosedur Analisa Data Data primer yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan disajikan dalam Microsoft Excel 2010 dan diolah menggunakan program SAS for Windows versi 9.1 dengan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkeh Perkebunan cengkeh di wilayah Kabupaten Kediri yang secara umum memiliki kondisi lingkungan, iklim, dan teknik budidaya yang hampir sama. Kondisi umum dan teknik budidaya perkebunan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1
Kondisi dan cara budidaya tiga perkebunan cengkeh di wilayah Kabupaten Kediri
Informasi perkebunan
Pertanaman Rakyat Dataran lokasi Tinggi Ketinggian (m dpl) 677-715 Luas (ha) Varietas cengkeh Siputih, Zanzibar Umur tanaman >15 mayoritas (tahun) Cara tanam Tumpangsari Jarak tanam (m) 5 x 6, 7 x 7 Kondisi lahan Kurang terawat Keberadaan gulma Pengendalian gulma
Sedang Manual
Perkebunan Swasta (Sumber Sari Petung) Tinggi 700 200 Zanzibar >15 Monokultur 7x7 Terawat Sedikit Manual
PDP Margomulyo Tinggi 715 27.5 Zanzibar >15 Tumpangsari 7x7 Terawat, kurang terawat Banyak Manual
Sistem budidaya yang digunakan di perkebunan cengkeh di tiga perkebunan tidak jauh beda. Bibit cengkeh diperoleh dari perkebunan/petani lain (salah satunya adalah PDP Panglungan Jombang). Setelah bibit berumur 1–2 tahun, bibit dipindahkan ke kebun. Lubang tanam sudah disiapkan minimal satu bulan sebelum bibit siap dipindahkan dengan menambahkan pupuk kandang yang sudah matang. Hadiwijaya (1981) menjelaskan bahwa penggunaan pupuk kandang yang belum matang pada bibit yang baru ditanam/dipindahkan menyebabkan kematian dengan gejala layu, akar membusuk yang disebakan oleh cendawan Phytophthora dan Pythium yang berasal dari pupuk kandang. Jarak antar lubang tanam yang satu dengan yang lain adalah 7 x 7 m (SSP dan PDP Margomulyo umur tanaman muda, dan tua serta sebagian besar dari PR). Ukuran ini sesuai dengan hasil Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri menunjukkan bahwa ukuran lubang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pada periode tumbuh 1-2 tahun (Rosman 1988). Lokasi umur tanaman muda di tiga perkebunan menggunakan rumput kering dan alang-alang sebagai mulsa penutup. Hal ini perlu dilakukan agar keadaan tanah tetap lembab atau mencegah penguapan air yang berlebihan, terutama pada musim kemarau (Muhammad 19972). Beberapa
7 titik lokasi tanaman umur muda di PDP Margomulyo juga menggunakan sisa tanaman nanas sebagai mulsa penutup. Pemupukan dilakukan pada pertanaman cengkeh untuk perawatan. Pemupukan dilakukan setelah panen karena setiap kali terjadi pengurangan cadangan hara dalam tanah. Selain itu, pemberian pupuk juga dilakukan pada awal dan akhir musim hujan. Dengan pemupukan diusahakan agar yang telah terambil dari tanah dapat tergantikan (Hadiwijaya 1981). Aplikasi pemupukan di tiga perkebunan berdasarkan hasil wawancara disajikan pada tabel 2. Dosis pemberian pupuk meningkat seiring bertambahnya umur tanaman cengkeh. Pemberian dolomit bertujuan untuk meningkatkan pH tanah karena menurut analisis laboratorium Universitas Brawijaya tahun 2013 kondisi tanah di SSP bersifat asam dengan pH 4–5.5. Diduga salah satu penyebab keasaman tanah akibat penggunaan pupuk cair amina yang merupakan limbah dari pabrik penyedap rasa. Tabel 2 Aplikasi pemupukan di tiga perkebunan berdasarkan hasil wawancara Jenis pupuk
Pupuk kandang
NPK
Pupuk lain
Pertanaman Rakyat
Dosis ±7 (kg/pohon) Awal dan akhir Frekuensi musim hujan Dosis ±2 (kg/pohon) 2 kali (awal dan Frekuensi akhir musim hujan) Jenis pupuk Dosis (kg/pohon) Frekuensi
-
Perkebunan Swasta (Sumber Sari Petung)
PDP Margomulyo
10
7
Awal dan akhir musim hujan
Mulai berbunga dan setelah panen
2
2.5
2 kali (awal dan akhir musim hujan)
2 kali (mulai berbunga dan setelah panen)
Dolomit
Urea
1
1
2 kali (awal dan akhir musim hujan)
2 kali (awal dan akhir musim hujan)
Hama Cengkeh di Kabupaten Kediri Hama merupakan salah satu pembatas produksi cengkeh. Hama menyerang tanaman cengkeh mulai dari pembibitan sampai tanaman produktif di lapangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa hama yang menyerang tanaman cengkeh di Kabupaten Kediri yaitu, 1. Penggerek batang Nothopeus sp. (Coleoptera : Cerambycidae) 2. Penggerek ranting Coptocercus sp. (Coleoptera : Cerambycidae) 3. Kutu tempurung Coccus sp. (Hemiptera : Coccidae)
8 Penggerek batang Serangan penggerek batang Nothopeus sp. mulai meningkat pada tanaman berumur dewasa dan umumnya setelah tanaman berbunga. Gejala serangan hama penggerek ini sangat mudah dikenali yaitu keluarnya cairan beserta kayu gerekan dari lubang gerek yang menyerupai serbuk gergaji pada kulit batang utama pohon cengkeh. Jika batang yang terserang Nothopeus sp. ini dibelah akan terlihat bekas gerekan yang tidak teratur (Gambar 1).
c
a
b
Gambar 1 Gejala serangan penggerek batang, (a) lubang gerek di permukaan batang, (b) penampang membujur batang, (c) penampang melintang batang Larva dari penggerek batang (Gambar 2) merupakan stadia yang paling berbahaya. Larva berbentuk langsing berwarna putih pucat dengan panjang tubuh 2.5–3 cm. Ruas pertama toraks menebal dan berwarna coklat muda. Lama stadia larva antara 130–350 hari (Rojak 2008). Jumlah gerekan aktif per pohon 1 sampai 49 lubang gerekan yang berukuran 3–5 mm (Indriati 2011). Menurut Hadiwijaya (1981) serangan penggerek ini bersifat merusak bagian kulit serta kayu sehingga translokasi air dan hara menjadi terganggu. Selain itu, serangan hama ini dapat secara drastis menurunkan produksi bahkan menyebabkan kematian tanaman.
Gambar 2 Larva penggerek batang Nothopeus sp. Terdapat dua spesies hama penggerek batang Nothopeus sp. yaitu N. hemipterus dan N. fasciatipennis. Gejala serangan hama ini hampir sama, perbedaan terlihat dari bekas gerekan di batang cengkeh yang terserang. N. fasciatipennis lebih berbahaya karena arah lubang gerekan yang melingkari batang, sedangkan N. hemipterus arah gerekannya sejajar batang (Rojak 2008). Hama ini selain menyerang tanaman cengkeh, juga menyerang tanaman lain yaitu
9 jambu bol (Eugenia malaccensis), salam (Eugenia polyantha), dan juwet (Eugenia cumini) (Rahayu 2011). Uji laboratorium dilakukan untuk melihat cendawan yang terdapat pada larva penggerek batang Nothopeus sp. meliputi alat mulut, usus dan kulit luar penggerek. Hasil identifikasi cendawan ditemukan Paecilomyces sp. dan Acremonium sp. (Gambar 3).
a
b
Gambar 3 Cendawan hasil isolasi larva penggerek batang (a) Paecilomyces sp., (b) Acremonium sp., Paecilomyces sp. memiliki bentuk mirip Penicillium sp. yang berwarna hijau atau biru, sedangkan Paecilomyces sp. berwarna emas atau kecoklatan. Paecilomyces sp. dikenal sebagai nematofagus dengan cara menjerat larva, merusak telur dan menjadi endoparasit di dalam tubuh cacing (Ahmad 2011). Muin (1998) menjelaskan bahwa Paecilomyces sp. efektif sebagai agens pengendali yang potensial terhadap nematoda parasit tumbuhan. Sedangkan, Acremonium sp. telah lama dikenal sebagai salah satu penyebab infeksi mycetoma di negara-negara beriklim tropis. Fincher et al (1991) dalam Guarro (1997) menjelaskan infeksi yang disebabkan oleh Acremonium sp. sangat kompleks, namun beberapa spesies berfungsi sebagai antifungal. Acremonium sp. dapat ditemukan di dalam tanah, sisa tanaman dan akar jamur. Lebih lanjut de Hoog dan Guarro (1995) dalam Guarro (1997) menyatakan bahwa cendawan ini dapat menyebabkan infeksi pada vertebrata. Pengendalian penggerek batang cengkeh dilakukan dengan cara mencari dan memusnahkan telur yang ditemukan pada batang serta menutup lubanglubang gerekan dengan menggunakan pasak dari bambu sehingga serangga dewasa yang menetas tidak dapat keluar dan akhirnya mati (Kalshoven 1981). Pengendalian secara mekanis tersebut juga dilakukan oleh ketiga perkebunan dengan menambahkan kapas yang telah dicelupkan kedalam insektisida kimia (pengendalian kimia) sebelum ditutup menggunakan pasak kayu. Selain pengendalian secara mekanis dan kimiawi, SSP, PDP Margomulyo dan sebagian petani pemilik kebun cengkeh juga melakukan pembersihan/sanitasi kebun yang merupakan salah satu upaya pengendalian hama terpadu. Menurut Indriati (2011) sanitasi areal pertanaman cengkeh perlu dilakukan karena cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Penggunaan agens hayati/pengendalian biologi seperti dengan menyuntikkan suspensi jamur patogen Beauveria bassiana pada lubang gerekan (Indriati 2011) masih belum
10 dilakukan oleh PDP Margomulyo dan PR, sedangkan SSP masih dalam masa uji coba. Penggerek ranting Serangan penggerek ranting pertama kali ditemukan oleh Leefmas pada tahun 1925 di Sonder, Sulawesi Utara (Disjenbun 1976, Soetopo 1988) dan tidak lama kemudian ditemukan serangga yang sama di Pulau Jawa (Manuwoto 1976 dalam Soetopo 1988). Serangan hama ini dirasa kurang penting secara ekonomis, sehingga perhatian terhadap hama ini masih sangat kurang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa serangan hama ini bersifat sekunder yaitu bila keadaan tanaman cengkeh lemah atau buruk nya kodisi tanaman. Gejala yang ditemukan dilapangan adalah berupa lubang gerekan yang berdiameter ± 1.8 mm dipermukaan ranting. Bila ranting ini dibelah, tampak liang gerekan larva di tengah-tengah ranting dan mengarah ke atas (Gambar 4). Menurut Harni (2011) ranting yang terserang hama ini akan kering dan mudah patah, sehingga tanaman tampak meranggas.
a
b
c
Gambar 4 Gejala penggerek ranting; (a) lubang gerek dipermukaan ranting; (b) lubang gerek di tengah-tengah ranting, (c) larva penggerek ranting Larva pengggerek berwarna kuning kecoklatan dengan bagian alat mulut berwarna coklat tua. Panjang larva berkisar antara 0.8-1.3 cm. Bentuk larva seperti family Cerambycidae lain yaitu ramping kebelakang (Gambar 4c). Lebih lanjut, Kalshoven (1981) dan Direktorat Jendral Perkebunan (1976) menjelaskan bahwa pada bagian alat mulut yaitu labrum dan mandibel berwarna coklat tua. Bagian pronotum terdapat penebalan seperti perisai yang juga berwarna coklat yang diduga berfungsi untuk membuat lubang gerek. Serangan penggerek ranting yang disebabkan kondisi tanaman yang kurang baik, maka pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan dan perbaikan kondisi tanaman dengan berbagai cara seperti pemupukan, penyemprotan dengan insektisida sistemik juga dapat dilakukan dengan bijaksana. Kutu tempurung Kutu tempurung banyak ditemukan pada tanaman umur muda, pada daun atau ranting yang masih berwarna hijau. Pada daun, kutu berada di bagian permukaan bawah daun, terutama pada pertulangan daun. Kutu ini merupakan perusak pucuk yang dapat menyebabkan gugurnya daun dan menggaggu proses respirasi serta asimilasi pada tanaman (Soetopo 1988). Akibat dari tusukan dan penghisapan oleh kutu pada tanaman, warna hijau dari bagian tanaman akan berubah menjadi kuning.
11 Kerusakan secara tidak langsung adalah timbulnya embun jelaga pada permukaan tanaman yang terserang kutu. Kutu tempurung mengeluarkan embun madu dari badannya yang menjadi media pertumbuhan cendawan embun jelaga. Cendawan ini menutupi daerah respirasi dan asimilasi di permukaan daun yang akhirnya melemahkan tanaman. Selain cendawan embun jelaga, asosiasi embun madu lain adalah semut yang sedikit mengganggu saat pemetikan. Kutu berbentuk pipih lonjong engan panjang 4-5 mm, berwarna hijau (Poole 2005) (Gambar 5). Serangga ini melindungi telurnya dengan menggunakan tempurung sehingga sulit dikendalikan dengan pestisida kontak.
Gambar 5 Kutu tempurung Berdasarkan analisa statistik serangan penggerek batang dan ranting berbeda nyata setiap umur tanam cengkeh. Serangan penggerek batang dan ranting meningkat seiring bertambahnya umur tanaman (Tabel 3). Namun, hal ini tidak berlaku pada serangan kutu tempurung yang hanya menyerang cengkeh umur tanaman muda. Serangan penggerek meningkat seiring bertambahnya umur tanaman karena tempat hidup dari penggerek juga semakin luas (volume batang utama yang semakin besar dan jumlah ranting yang semakin banyak). Sedangkan, kutu tempurung merupakan hama yang merusak pucuk tanaman cengkeh, dan sesuai dengan ekologi kutu tempurung yang hanya ditemukan pada tanaman umur muda, pada pengamatan lapang juga tidak ditemukan serangan kutu tempurung pada umur tanaman dewasa dan tua. Tabel 3 Serangan hama cengkeh pada tingkat umur tanaman di Kabupaten Kediri Hama Penggerek batang Penggerek ranting Kutu tempurung
Muda 4.67±2.00 c 38.67±4.00 c 8.00±2.00 a
Tanaman terserang (%) Dewasa Tua 58.00±4.00 b 100±0.00 a 63.33±4.00 b 92±2.00 a 0.00±0.00 b 0.00±0.00 b
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Pada umur tanaman muda, serangan penggerek batang lebih rendah jika dibanding dengan serangan penggerek ranting. Hal ini disebabkan pada umur tanaman muda, batang utama cengkeh umumnya berdiameter ± 1.5 cm dan memiliki tinggi rata-rata 200 cm. Selain itu, rendahnya serangan penggerek batang juga disebabkan oleh perilaku penggerek batang yang cenderung melakukan serangan pada batang bagian tengah dan atas tanaman yang telah berumur lebih dari enam tahun (Soetopo 1988). Sumber lain menyebutkan telur
12 dan lubang gerekan pada batang umumnya dijumpai pada ketinggian 0.3 hingga 5 meter dari permukaan tanah (Indriati 2011). Selain umur tanaman, lokasi pengamatan juga berpengaruh terhadap serangan hama pada tanaman cengkeh (Tabel 4). Hama yang ditemukan dari ketiga lokasi perkebunan sama yaitu penggerek batang, penggerek ranting, dan kutu tempurung. Tabel 4 Serangan hama di tiga perkebunan di Kabupaten Kediri Hama dan penyakit Penggerek batang Penggerek ranting Kutu tempurung
Tanaman terserang (%) Pertanaman PDP Swasta (SSP) Rakyat Margomulyo 60.00±4.00 a 40.00±4.00 b 62.67±4.00 a 57.33±4.00 b 54.67±4.00 b 82.00±3.00 a 2.67±1.00 a 2.67±1.00 a 2.67±1.00 a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Serangan penggerek batang berbeda nyata antara SSP dan PDP Margomulyo dengan PR. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah pohon yang berumur lebih dari 15 tahun antara SSP, PDP Margomulyo, dan PR. Selain itu, kondisi pertanaman rakyat yang memiliki lokasi berjauahan memiliki tingkat persebaran hama yang lebih rendah dibanding SSP dan PDP Margomulyo. Serangan kutu tempurung tidak berbeda nyata diantara tiga perkebunan karena kutu tempurung hanya menyerang di pertanaman muda.
Penyakit Cengkeh di Kabupaten Kediri Penyakit merupakan salah satu masalah lain selain serangan hama yang dapat mematikan tanaman cengkeh secara luas dalam waktu yang relatif singkat. Pengamatan dilapang menunjukkan beberapa penyakit menyerang tanaman cengkeh di Kabupaten Kediri meskipun tidak menimbulkan kematian pohon cengkeh dalam jumlah besar. Penyakit yang ditemukan di lapang adalah : 1. Karat merah 2. Cacar daun 3. Embun jelaga 4. Mati ranting/mati pucuk Karat merah Karat merah atau yang disebut ganggang daun merupakan penyakit yang ditemukan pada semua stadia umur dan perkebunan. Intensitas hujan dan kelembaban yang tinggi mendukung perkembangan dari penyakit ini. Keadaan tanaman yang kurang nutrisi, drainase tanah yang kurang atau terlalu basah, kurang pemeliharaan, terlalu gelap atau terlalu terik menyebabkan timbulnya serangan ganggang hijau ini. Penyebaran patogen ini melalui percikan air hujan dan bantuan angin (Hadiwijaya 1981, Nelson 2008). Selain menyerang cengkeh, Cephaleuros sp. sering menyerang tanaman tropis lain seperti teh, lada, kopi, kelapa sawit, alpukat, jambu, kelapa, kakao dan beberapa kultivar jeruk.
13 Gejala serangan dari karat merah berupa bercak-bercak merah berbentuk bulat tidak beraturan berukuran 1-3 mm dan tidak dibatasi oleh tulang daun. Koloni menembus jaringan daun sehingga membentuk spora di permukaan bawah daun (Gambar 6). Menurut Asman (1988), pada serangan berat daun bisa gugur tetapi tidak mematikan pohon. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan penyakit ini adalah dengan pemupukan yang seimbang, mengatur tanaman peneduh/naungan, sehingga tanaman tidak terlalu teduh/terlalu banyak menerima sinar matahari saat dipersemaian. Selain itu, pemangkasan tanaman disekitar tanaman cengkeh juga berfungsi untuk mengurangi kelembaban dan meningkatkan penguapan daun setelah hujan (Nelson 2008).
a
b
Gambar 6
c
Gejala serangan Cephaleuros sp. (a) permukaan atas daun; (b) permukaan bawah daun; (c) mikroskopis
Mati ranting/mati pucuk Penyakit mati ranting (dieback)/mati pucuk merupakan penyakit yang paling merugikan saat ini. Direktorat Jendral Perkebunan Jawa Timur 2013 mencatat pada akhir bulan September 2013 seluas 400 ha tanaman cengkeh di Kabupaten Malang terserang penyakit ini (Ditjenbun 2013). Pengamatan dilapang menunjukkan serangan mati ranting/pucuk di Kabupaten Kediri masih tergolong rendah. Namun, perlu dilakukan pengendalian agar serangan tidak meluas dan akhirnya menimbulkan kerugian yang lebih besar. Hadiwijaya (1981) menyebutkan penyakit mati ranting/pucuk cenderung menyerang tanaman cengkeh yang telah menghasilkan dan berumur belasan tahun. Gejala yang terlihat di lapangan dimulai dari pucuk tanaman muda bagian atas tanaman berwarna kecoklatan, bentuk pucuk menjadi lebih pipih, daun sekitar pucuk menjadi kering dan akhirnya mati. Tanaman dewasa yang terserang akan menunjukkan gejala mati yang dimulai dari bagian atas tanaman, daun–daun gugur secara mendadak dan terlihat garis–garis kecoklatan pada bagian batang pohon (Lindawati 2013). Nutman dan Roberts (1971) menambahkan, sebelum daun gugur dalam satu cabang, daun akan berubah warna menjadi kuning kemerahan kemudian layu. Ketika ditemukan pohon cengkeh yang menunjukkan gejala tersebut ditekan menggunakan tang dan dimasukkan ke dalam air, tidak
14 ditemukan masa bakteri (ooze). Penyebab mati ranting/mati pucuk disebabkan oleh bakteri pembuluh kayu cengkeh (BPKC) yang diidentifikasi sebagai Pseudomonas syzygii. Penyakit ini ditularkan oleh serangga vektor Hindola striata dan Hindola fulva. Gejala serangan BPKC sangat mudah dikenali dilapang yaitu gugur mulai dari pohon bagian atas. Diawali pucuk daun menguning, kemudian kering dan gugur. Gejala penyakit BPKC dibedakan menjadi mati cepat/mati layu dan mati lambat. Gejala mati cepat terjadi selama beberapa minggu atau bulan, sedangkan mati lambat terjadi secara bertahap dan menyebabkan tanaman mati setelah 3 sampai 6 tahun setelah gejala awal timbul. Selain itu, batang yang terserang gejala mati cepat mengeluarkan masa bakteri (ooze) jika ditekan dengan kuat, sedangkan mati lambat tidak mengeluarkan masa bakteri (Semangun 1988). Beberapa sumber menyebutkan tanaman cengkeh yang terserang mati ranting /mati pucuk dapat pulih kembali jika keadaan fisik tanah dapat diperbaiki. Penyebabnya adalah akar busuk yang mengakibatkan pengambilan hara pada sebagian tanaman terganggu. Perbaikan drainase lahan, pemupukan yang sempurna, penggemburan tanah, penyuntikan (infus) dengan antibiotik oksitetra siklin (OTC) atau streptomisin dan penicilin juga dapat dilakukan sebagai langkah pengendalian. Pengendalian yang paling efektif adalah dengan memotong/membakar tanaman yang sudah tidak dapat dipertahankan agar tidak menjadi sumber inokulum bagi tanaman lain (Asman 1988, Lindiawati 2013).
a
b
d
c
e
Gambar 7 Gejala mati ranting/pucuk, (a) umur tanaman muda (5 tahun), (b) umur tanaman tua (25 tahun), (c) daun tetap melekat pada cabang, (d) luka dan (e) garis keabuan pada batang dekat akar
15 Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui penyebab mati ranting/pucuk yang menyerang di Kabupaten Kediri. Ditemukan cendawan yang diperoleh dari hasil isolasi pada media PDA (Tabel 5 dan Gambar 8). Tabel 5 Cendawan yang berasosiasi dengan penyakit mati ranting/pucuk Tanaman yang diisolasi Tidak bergejala Bergejala v v v v v -
Cendawan yang ditemukan Ascomycota. Pestalotia sp. Botryodiplodia sp. Beltraniela sp. Colletotrichum sp.
a
d
c
b
e
f
Gambar 8 Cendawan hasil isolasi (a,b) Ascomycetes, (c) Pestalotia sp., (d) Beltraniela sp., (e) Botryodipodia sp., (f) Colletotrichum sp. Ascomycetes merupakan salah satu kelas yang menghasilkan spora seksual yang disebut askospora. Memiliki askus berbentuk labu dan memiliki lubang untuk keluarnya spora. Pestalotia sp. adalah penyebab hawar daun pada tanaman palmae. Serangan awal pada daun terdapat bercak kecil berwarna kuning, coklat atau hitam yang berkembang melebar menjadi abu-abu dengan tepian lingkaran berwarna hitam (Elliott 2005). Selain menyerang daun, Pestalotia sp. juga menyerang buah pada tanaman lain. Hadiwijaya (1981) menjelaskan bahwa cendawan Pestalotia sp. dapat menyerang daun cengkeh yang telah terserang bercak daun Cylindrocladium sp. dan hidup sebagai patogen sekunder pada bagian tengah bercak daun. Botryodiplodia sp. merupakan cendawan penyebab hawar pada ranting salah satunya pada tanaman jeruk. Menurut Semangun (1988), cendawan ini juga menyebabkan kerugian yang cukup tinggi jika menginfeksi komoditas penghasil buah seperti jambu biji karena menyerang sejak di pertanaman hingga di penyimpanan. Colletotrichum sp. adalah penyebab penyakit
16 antraknos pada beberapa komoditas. Penyebaran dari cendawan ini oleh percikan air dan serangga (Semangun 1988). Cacar daun cengkeh Cacar daun cengkeh merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan produksi cengkeh di lapangan. Kerusakan diakibatkan oleh cendawan yang mengurangi kemampuan daun untuk melakukan fotosintesis sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal dan dapat menyebabkan gejala abnormal (Glinke-Blanco et al 2002, Baldas et al 2008 dalam Su 2012). Selain menyerang daun juga dapat menyerang ranting, bunga dan buah tanaman baik yang berada di pembibitan maupun di lapangan. Pengamatan lapang di Kabupaten Kediri, cacar daun hanya menyerang daun cengkeh. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Phyllosticta sp. disebut cacar daun karena pada permukaan daun yang terserang timbul bercak-bercak yang menggelembung seperti terkena api. Bentuk cacar tampak lebih jelas pada daun muda atau daun yang terserang sejak umur muda (Asman 1988). Gejala yang timbul pada daun muda berwarna kemerahan, terdapat bagian daun yang melepuh (bercak-bercak seperti kulit terkena api) dan pada bagian tengah biasanya terdapat titik-titik hitam yang merupakan spora dari cendawan. Bagian tepi daun yang terserang menjadi bergelombang dan pada serangan berat daun cengkeh akan mengkriting dan akhirnya gugur (Gambar 9). Menurut Asman (1988) patogen ini merupakan parasit lemah sehingga serangan akan lebih menonjol pada bagian tanaman yang lemah karena berada pada bagian tumbuh yang kurang menguntungkan seperti rendahnya aliran panas, karbon dan uap air, kelembaban yang relatif tinggi, dan kurangnya cahaya. Keadaan demikian terdapat pada tajuk tanaman bagian bawah. Selain itu penyebaran inokulum oleh air hujan dari tajuk bagian atas dan dari daun-daun yang gugur karena infeksi.
b
a
c
Gambar 9 Gejala cacar daun cengkeh; (a) daun muda; (b) serangan berat daun menjadi keriting dan bergelombang; (c) spora cendawan berupa titik hitam
Embun jelaga Embun jelaga biasanya muncul pada tanaman yang kurang terawat dan menyebabkan kerugian tidak langsung. Embun jelaga merupakan cendawan
17 saprofit dan termasuk dalam family Capnodiaceae. Gejala yang terlihat di lapangan sangat mudah dikenali, berupa selaput berwarna hitam yang menutupi permukaan atas daun (Gambar 10). Selaput hitam yang menutupi merupakan miselium dari cendawan Capnodium sp. cendawan ini mudah mengelupas jika digosok menggunakan tangan dan mudah diterbangkan angin jika sudah kering. Miselium yang menutupi permukaan atas daun menyebabkan terhambatnya proses asimilasi tanaman. Cendawan tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga pada ranting dan buah. Pengendalian embun jelaga bergantung pada pengendalian kutu tempurung karena embun jelaga hidup dari cairan yang dikeluarkan oleh kutu tempurung. Pengendalian kutu tempurung akan iut mengendalian embun jelaga karena media tumbuh untuk embun jelaga tidak tersedia.
a
b
Gambar 10 Embun jelaga, (a) permukaan bawah daun, (b) mikroskopis Penghitungan kejadian penyakit yang menyerang tanaman cengkeh tersaji dalam Tabel 6. Kejadian penyakit karat merah dan cacar daun meningkat pesat saat umur tanaman dewasa. Hal ini disebabkan pola sanitasi yang kurang tepat yaitu daun gugur akibat serangan karat merah dan cacar daun dikumpukan disekitar pohon cengkeh sehingga menjadi sumber inokulum saat musim penghujan atau penyebaran dnegan bantuan angin. Penyakit karat merah dan cacar daun cengkeh merupakan penyakit umum yang menyerang pertanaman cengkeh Indonesia. Kejadian penyakit mati ranting/mati pucuk terlihat dominan dari beberapa penyakit yang menyerang pada umur tanaman muda. Tabel 6 Kejadian penyakit cengkeh berdasar umur tanaman di Kabupaten Kediri Penyakit Karat merah Mati ranting/mati pucuk Cacar daun Embun jelaga
Muda 96.67±2.00 b 55.00±4.00 a 48.67±4.00 b 8.00±2.00 a
Kejadian penyakit (%) Dewasa Tua 100.00±0.00 a 100.00±0.00 a 12.67±3.00 b 6.67±2.00 b 95.33±2.00 a 89.33±3.00 a 4.67±2.00 a 0.00±0.00 b
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Persentase serangan menurun seiring peningkatan umur tanaman cengkeh. Hal ini diduga disebabkan serangan yang dimulai dari bagian pucuk tanaman yang rentan terhadap patogen penyebab penyakit yang didukung oleh kondisi lingkungan pertanaman cengkeh yang cenderung lembab dan kurang mendapat
18 sinar matahari. Selain itu, bibit tanaman yang digunakan juga berpengaruh terhadap kesehatan dan ketahanan tanaman. Kejadian penyakit embun jelaga juga menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Penyakit ini berasosiasi dengan kutu tempurung yang banyak menyerang tanaman cengkeh umur muda. Selain mempengaruhi serangan hama, lokasi perkebunan juga turut mempengaruhi kejadian penyakit di lapangan. Faktor iklim, lingkungan, cara budidaya merupakan faktor pendukung berkembangnya suatu penyakit di daerah tertentu. Kejadian penyakit berdasarkan lokasi perkebunan ditunjukkan Tabel 7. Kejadian penyakit yang umum terjadi di tiga perkebunan adalah karat merah dan cacar daun yang tidak berbeda nyata di semua lokasi pengamatan. Hal yang sama ditunjukkan oleh kejadian penyakit embun jelaga yang terjadi dan tidak berbeda nyata antar tiga perkebunan. Perbedaan terlihat pada tingkat serangan penyakit mati ranting/mati pucuk yang lebih banyak menyerang di perkebunan/pertanaman milik rakyat sekitar perkebunan swasta dan PDP Margomulyo. Tingginya kejadian penyakit mati ranting/mati pucuk yang terjadi di perkebunan/pertanaman rakyat disebabkan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh rakyat yang cenderung membiarkan pohon yang mati tetap berada di lokasi perkebunan (tidak di tebang) dan tidak melakukan pengendalian penyakit pada tanaman yang terserang. Tabel 7 Kejadian penyakit di tiga perkebunan cengkeh di Kabupaten Kediri Perkebunan Penyakit Karat merah Mati ranting/mati pucuk Cacar daun Embun jelaga
Swasta (SSP)
Rakyat
100.00±0.00 a 19.00±3.00 b 77.33±2.00 a 3.33±1.00 a
100.00±0.00 a 32.00±4.00 a 79.33±3.00 a 6.67±2.00 a
Daerah Margomulyo 96.67±1.00 b 23.00±3.00 b 76.67±3.00 a 2.67±1.00 a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Penghitungan tingkat keparahan hama dan penyakit dilakukan dalam satu kali pengamatan lapang. Penggerek ranting dan mati ranting/pucuk adalah hama dan penyakit yang diamati tingkat keparahannya. Kedua hama dan penyakit ini dipilih karena menurut Dinas Perkebunan Jawa Timur tingkat serangan dari hama penyakit ini mulai meningkat pada tahun 2012 (Disbun Jatim 2012). Tabel 8 menunjukkan tingkat keparahan penggerek ranting dan mati ranting/pucuk berdasarkan umur tanaman cengkeh. Terlihat bahwa tingkat keparahan penggerek ranting berbeda nyata dan meningkat seiring bertambahnya umur tanaman cengkeh. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi umur tanaman, jumlah ranting dari tanaman cengkeh semakin banyak. Sehingga, tempat hidup hama semakin luas. Keparahan penyakit mati rating/pucuk tidak berbeda nyata setiap tingkat umur tanaman, namun keparahan tertinggi pada umur tanaman muda. Hal ini sesuai dengan pengamatan kejadian penyakit dimana mati ranting/pucuk di Kabupaten Kediri lebih banyak menyerang tanaman pada umur muda yang dimulai dari pucuk tanaman.
19 Tabel 8 Keparahan hama dan penyakit cengkeh berdasarkan umur tanaman di Kabupaten Kediri Hama dan penyakit Penggerek ranting Mati ranting/pucuk
Muda
Umur tanaman Dewasa
Tua
11.7±2.00 c 7.23±1.00 a
20.4±2.00 b 5.27±1.00 a
34.83±2.00 a 3.7±1.00 a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Selain umur tanaman, tingkat keparahan penggerek batang dan mati ranting/pucuk juga dibedakan berdasarkan lokasi perkebunan (Tabel 9). Tingkat keparahan penggerek ranting tidak berbeda nyata antara SSP dan PR tapi berbeda nyata dengan serangan PDP Margomulyo. Kondisi perkebunan PDP Margomulyo yang kurang perawatan menjadi salah satu penyebab tinggginya tingkat penggerek ranting. Tingkat keparahan mati ranting/pucuk berbeda nyata antara SSP dan PR namun keduanya tidak berbeda nyata dengan tingkat keparahan di PDP Margomulyo. Tingkat keparahan mati ranting/pucuk tertinggi di PR karena disalah satu lahan milik rakyat terdapat tanaman cengkeh yang telah mati karena penyakit ini dan tidak dilakukan penebangan. Diduga hal ini menjadi sumber inokulum dari penyakit ini yang menyebar ke pertanaman cengkeh lain di PR. Tabel 9 Keparahan hama dan penyakit cengkeh di tiga perkebunan di Kabupaten Kediri Perkebunan Hama dan penyakit Penggerek ranting Mati ranting/pucuk
Swasta (SSP)
Rakyat
19.97±2.00 b 2.63±1.00 b
15.57±2.00 b 8.2±2.00 a
Daerah (Margomulyo) 31.4±2.00 a 5.37±1.00 ab
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.
Pengendalian Hama dan Penyakit Cengkeh di Kabupaten Kediri Berdasarkan hasil wawancara, bahwa pengendalian masih menggunakan pestisida kimia. Pengendalian penggerek batang di SSP menggunakan insektisida yang berbahan aktif Dimehipo dengan cara mencelupkan kapas ke dalam insektisida yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam lubang bekas gerekan dan ditutup menggunanakn pasak kayu/bambu. Cara ini dianggap efektif dengan menutup semua lubang gerek yang ada secara manual. Hal ini dilakukan selain untuk mengurangi kelembaban disekitar daerah tanaman juga bertujuan untuk mengurangi persaingan dalam mendapatkan makanan dan unsur hara dari dalam tanah. Pembersihan/sanitasi daerah lokasi pohon cengkeh dilakukan dengan sistem kerjasama oleh warga dan pihak perkebunan SSP. Warga membersihkan lokasi perkebunan cengkeh yang berumur dewasa dan tua untuk mengumpulkan daun-daun cengkeh kering yang digunakan sebagai bahan minyak cengkeh.
20 Selain itu, dilakukan pembersihan batang pohon cengkeh yang terserang liken dengan cara penyikatan dan kemadih (gulma berdaun lebar) dengan cara pemangkasan manual. Pemilihan bibit unggul dari tanaman yang sehat dan lokasi yang aman dari serangan penyakit juga dilakukan sebagai usaha awal pencegahan serangan hama dan penyakit. Pengendalian penggerek batang cengkeh yang dilakukan di PDP Margomulyo tidak jauh berbeda dengan pengendalian yang dilakukan SSP. Jarak tanam cengkeh yang cukup luas dimanfaatkan oleh sebagian warga untuk bertanam nanas dan tomat di kebun PDP Margomulyo. Akibatnya cengkeh dikelilingi oleh pertanaman nanas yang menggunakan pupuk cair amina dalam pemupukannya. Hal ini secara tidak langsung mengganggu pertumbuhan cengkeh karena membuat keadaan tanah menjadi semakin asam. Keterbatasan jumlah pekerja di lapang sedikit mempengaruhi kondisi lahan di pertanaman muda yang banyak ditumbuhi rumput-rumput tinggi dan bekas tanam nanas. Pertanaman milik rakyat memiliki tingkat keragaman yang cukup tinggi dalam pengendalian hama dan penyakit cengkeh. Sebagian besar pemilik tanaman cengkeh tidak melakukan pengendalian secara khusus hama dan penyakit yang menyerang. Pembersihan lahan dilakukan untuk membersihkan halaman rumah dari daun cengkeh yang jatuh, karena pada umumnya pohon ditanam sebagai tanaman pekarangan. Beberapa petani melakukan usaha pengendalian untuk hama dan penyakit dengan cara pemberian insektisida pada kapas untuk menutup lubang gerek di batang, penyemprotan dengan pestisida, dan pembersihan areal pertanaman cengkeh dari gulma. Pemangkasan pohon cengkeh yang telah mati karena serangan penggerek batang/mati ranting juga dilakukan oleh pemilik kebun yang terserang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Tiga hama ditemukan (penggerek batang, penggerek ranting, dan kutu tempurung), dan empat penyakit (karat merah, mati ranting/pucuk, cacar daun, dan embun jelaga) menyerang tanaman cengkeh di tiga perkebunan di Kabupaten Kediri. Serangan penggerek batang dan penggerek ranting lebih banyak terjadi pada tanaman tua, sedangkan mati ranting/pucuk tertinggi tanaman muda. Serangan penggerek batang dan penggerek ranting tertinggi ditemukan di PDP Margomulyo. Penyakit karat merah lebih banyak menyerang di SSP dan PR, sedangkan penyakit mati ranting/pucuk tertinggi di Perkebunan Rakyat. Beberapa jenis cendawan ditemukan dari hasil isolasi larva penggerek batang dan penyakit mati ranting/pucuk. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hama dan penyebab penyakit cengkeh di berbagai daerah serta kondisi lingkungan yang berbeda dan penelitian lanjut untuk mengetahui hubungan antara cendawan hasil isolasi dengan larva penggerek dan mati ranting/mati pucuk.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad RZ. 2011. Pemanfaatan cendawan dan produknya untuk peningkatan produksi hasil peternakan. Wartazoa [internet]. [diunduh 2013 Oktober 17]; Vol 21 (2). Bogor (ID). Asman A, Hadad EA. 1988. Perkembangan penelitian penyakit tanaman cengkeh. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 4(2) :48-54. Barnett HL, Hunter BB. 1988. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Minnesota: APS Press. Bermawie N, Wahyuni S. 2007. Keragaman potensi hasil dan mutu beberapa genotipe cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perr.). Di dalam: Luntungan, Karmawati E, editor. Prosiding Seminar Nasional Rempah: 2007 Agustus 21; Bogor. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 111-116. Dinas Perkebunan Jawa Timur. 2012. Produksi kurang, impor cengkeh butuh 40 ribu ton. [Internet]. Surabaya (ID): Dinas Perkebunan Jawa Timur; [diunduh 2012 November 10]. Tersedia pada: www.disbunjatim.go.id/doc...produksikurang-impor-cengkeh-butuh-40ribu-ton. Direktorat Jenderal Perkebunan. 1976. Pedoman Hama dan Penyakit Tanaman Cengkeh. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Elliott M. 2005. Pestalotiopsis (pestalotia) diseases of palm [internet]. Florida(US): Plant Pathology Department, Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences University of Florida; [diunduh 2013 Jun 7]. Tersedia pada: www.edis.ifas.ufl.edu. Guarro J, Gams W, Pujol I, Gene J. 1997. Acremonium species: new emerging fungal opportunist-in vitro antifungal susceptibilities and review [internet]. Chicago (US): Clinical Infectious Diseases The University of Chicago; [diunduh 2013 Jun 6]. Tersedia pada: www.cid.oxfordjournals.org. Hadiwijaya T. 1981 Cengkeh, Data dan Petunjuk ke arah Swasembada. Ed-4. Jakarta (ID): Gunung Agung. Harni R. 2011 Feb 23. Pengendalian hama terpadu hama dan penyakit utama pala. Sinar tani Rubrik Agroinovasi: 13-16. Indriati G, Khaerati, Soesanty F. 2011 Feb 23. Pengendalian hama terpadu hama penggerek cengkeh. Sinar tani Rubrik Agroinovasi: 9-12. Indriati G, Trisawa IM, Rumnini W, Sukamto. 2007. Serangan hama penggerek batang (Nothopeus spp.) pada tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perr.) di Bogor. Di dalam: Luntungan, Karmawati E, editor. Prosiding Seminar Nasional Rempah: 2007 Agustus 21; Bogor. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 179-182. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Muhammad. 1972. Pedoman bercocok tanam cengkeh (Eugenia aromatica). Circular No 13. LPTI. Muin A. 1998. Pengaruh infestasi ganda Meloidogyne incognita dan cendawan pengkoloni nematoda puru akar pada pertumbuhan kedelai. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan. 10(1): 29-37.
23 Nelson S. 2008. Cephaleuros species, the plant-parasitic green algae [internet]. Hawaii (US): Cooperative Extension Service, College of Tropical Agriculture and Human Resources, University of Hawai’i; [diunduh 2013 Mei 17]. Tersedia pada: www.ctahr.hawaii.edu/oc/freepubs/pdf/PD-43.pdf Poole M. 2005. Green coffe scale Coccus viridis (Green) [Hemiptera: Coccidae] [internet]. South Perth (AUS): Entomology Department of Agriculture, Goverment of Western Australia; [diunduh 2013 Mei 17]. Tersedia pada: www.agric.wa.gov.au Rojak A, Maftuh A. 2008. Teknik pengendalian hama penggerek batang Nothopeus hemipterus CL. pada tanaman cengkih. BuletinTeknik Pertanian. vol 13(1): 23-25. Rosman R, Dedi SE, Tarigan DD, Zamarel. 1988. Budidaya tanaman cengkeh. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 4(2) :36-42. Semangun H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Soetopo D, Adria, Amrizal. 1988. Hama cengkeh dan perkembangan cara penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 4(2) :4347. Su YY, Cai L. 2012. Polyphasic haracterisation of three new Phyllosticta spp. Persoonia 28: 76-84. doi: 10.3767/003158512X645334. Wibowo E. 2013. Selamatkan Potensi Cengkeh di Malang dari Ancaman BPKC. [Internet]. Surabaya (ID): BBPPTP Surabaya [diunduh 2013 Oktober 17]. Tersedia pada: www.ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpsurabaya/tinymcpuk/ gambar/file/Selamatkan%20Potensi%20Cengkeh%20di%20Malang%20Sel atan%20Dari%20Ancaman%20BPKC.pdf
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hama dan Penyakit Cengkeh di Kabupaten Kediri Jawa Timur Desa : Kecamatan : Kelompok kebun :
Tanggal wawancara Waktu wawancara Tempat wawancara
: : :
Karakteristik Petani 1. 2. 3. 4.
Nama : Umur : tahun Alamat : Pendidikan tertinggi : [ ] Tidak sekolah [ ] SMA [ ] SD [ ] Peruruan tinggi [ ] SMP 5. Lama usaha tanaman cengkeh : [ ] ≤ 5 tahun [ ] 6-10 tahun [ ] > 10 tahun Karakteristik Lahan 6. Luas lahan yang digarap : 7. Status kepemilikan lahan : [ ] pemilik dan penggarap [ ] penggarap
ha [ ] penyewa [ ] lainnya, ......
Budidaya cengkeh 8. Varietas : 9. Asal bibit : [ ] membeli dari perusahaan pembibitan [ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah [ ] membeli dari petani lain [ ] lainnya, ..... 10. Umur tanaman saat ini : 11. Jarak tanam : mx m 12. Pola tanam : [ ] monokultur [ ] tumpang sari, dengan ..... [ ] lainnya ..... 13. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan : .....
14. Pemupukan: Jenis Pupuk
Intensitas Pemupukan
Waktu Pemupukan
Dosis (kg)
Harga/kg
Frekuensi
Waktu
Dosis
Harga
Kandang Urea TSP KCl NPK
15. Pestisida Jenis Pestisida
:
16. Pengendalian gulma/penyiangan Cara Pengendalian
Frekuensi
: Waktu
Jenis alat/herbisida
Mekanis/manual Kimiawi 17. Waktu dan frekuensi panen : 18. Jumlah produksi bunga cengkeh dalam satu kali panen .......... kg 19. Perlakuan pascapanen : [ ] dijual sendiri [ ] dijual ke tengkulak [ ] keduanya [ ] lainnya, .... Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Pestisida 20. OPT penting dan merugikan menurut Bapak?
21. Berapa persen kehilangan produksi bunga cengkeh akibat serangan OPT tersebut?
[ ] <20% [ ] 20-40% [ ] 40-60% [ ] 60-80% [ ] >80% 22. Menurut Bapak, apa penyebab munculnya hama dan penyakit pada tanaman cengkeh?
23. Sejak kapan hama dan penyakit yang menyerang tersebut muncul?
24. Bagaimana cara Bapak untuk mengendalikan OPT tersebut?
25. Jika menggunakan pestisida, dari mana Bapak mendapat informasi tentang pestisida tersebut?
26. Jika menggunakan pestisida, apakah Bapak mengetahui dampak pestisida bagi lingkungan sekitar?
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 9 Mei 1991 dari pasangan ayah Sampan dan Ibu Sri Lestari. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kediri dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan Pramuka IPB, pengurus DKM Al Hurriyyah pada tahun 20092010, BEM Fakultas Pertanian Depatemen Eksternal dan Direktur Sekolah Pembentukan Karakter pada tahun 2010-2011. Penulis juga aktif dalam program pengabdian masyarakat yang diadakan oleh pihak kampus antara lain IPB Goes to Field di Klaten Jawa Tengah pada tahun 2011 dan Temu Petani di Blitar Jawa Timur pada tahun 2013. Pada bulan Juni sampai Juli 2012 penulis melaksanakan magang di Balai Karantina Kelas I Semarang Kementrian Pertanian. Selain itu, penulis juga aktif sebagai pengajar mata kuliah Fisika TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa. Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa bantuan mahasiswa (BBM) dan beasiswa PTPN VIII.