halo
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM INDONESIA
NTERNIS Edisi XXVII, Agustus 2017
KORIDOR PENGABDIAN
SALAM REDAKSI
Sejawat nan terhormat, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan praktik kedokteran dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. PAPDI mendukung dan turut berkontribusi agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat terealisasi dengan baik. Terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, ada beberapa hal yang menjadi concern PAPDI sekarang ini. Di antaranya, menyosialisasikan kepada seluruh anggota PAPDI masalah gratifikasi di bidang kedokteran, evaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Redaksi merangkum tiga hal penting ini dalam sajian Rubrik Fokus Utama dengan judul “Koridor Pengabdian”.
tentang mekanisme sponsorship yang benar terus disebarluaskan agar para anggota PAPDI tidak tersandung masalah hukum di kemudian hari. Artikel tentang Evaluasi Program JKN membahas peran penting dokter dalam menjaga kelangsungan Program JKN. Dokter merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di lapangan, sehingga saran dan masukan dari dokter terhadap pelaksanaan JKN sangat perlu dipertimbangkan demi terbentuknya pelayanan kesehatan yang betul-betul berkualitas. Mengenai Program Wajib kerja Dokter Spesialis (WKDS), PAPDI sangat mendukung, karena program ini sejalan dengan rencana staretegis PAPDI untuk memeratakan distribusi Dokter Spesialis Penyakit Dalam ke seluruh wilayah Indonesia. Pada edisi ini, Redaksi juga menyajikan informasi terkini mengenai pengobatan Hepatitis C. Telah ditemukan terapi obat terbaru dengan daya kerja lebih efektif dan biaya lebih ringan bagi pasien. Rubrik Kabar PAPDI menginformasikan kegiatankegiatan PB PAPDI baru-baru ini, termasuk Konferesi Kerja XIV PAPDI di Malang yang terselenggara pada 13 – 16 Juli 2017. Sebagai selingan, Rubrik Jeda menayangkan artikel ringan tentang Pesona Bromo dan Mengenal Karakter Wayang yang menginspirasi untuk diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari. Akhir kata, selamat membaca.
Pembahasan tentang gratifikasi di bidang kedokteran difokuskan pada masalah pemberian sponsorship oleh kalangan farmasi kepada dokter maupun institusi tempat para dokter bertugas. Sosialisasi
Redaksi menerima masukan dari sejawat, baik berupa kritik, saran, kiriman naskah/artikel dan foto-foto kegiatan PAPDI di cabang, yang dapat dikirimkan ke: REDAKSI HALO INTERNIS SEKRETARIAT PB PAPDI Jl. Salemba I No.22-D, Kel. Kenari, Kec. Senen, Jakarta Pusat 10430 Telp. 021-31928025, 31928026 Fax: 021-31928028, 31928027 SMS: 085695785909 Email:
[email protected] Website: www.pbpapdi.org
halo
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM INDONESIA
INTERNIS SUSUNAN REDAKSI
Penanggung Jawab: Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP Pemimpin Redaksi: dr. Nadia A. Mulansari, SpPD, K-HOM, FINASIM Bidang Materi dan Editing: dr. Wismandari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Arif Mansjoer, SpPD, KIC, FINASIM, M.Epid dr. Elizabeth Merry Wintery, SpPD, FINASIM Tim Pendukung: Faizah Fauzan El.M, SPi, MSi, Ari Utari, S. Kom, M. Nawawi, SE, M. Giavani Budianto Koresponden PAPDI: Cabang Jakarta Raya, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumatera Utara, Cabang Semarang, Cabang Sumatera Barat, Cabang Sulawesi Utara, Cabang Sumatera Selatan, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kalimatan Timur dan Kalimantan Utara, Cabang Kalimantan Barat, Cabang Provinsi Aceh, Cabang Kalimantan Selatan Tengah, Cabang Sulawesi Tengah, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu, Cabang Sulawesi Tenggara Sekretariat PB PAPDI: Muhammad Muchtar, Husni Amri, Oke Fitia, Dilla Fitria, Normalita Sari, Yunus, Supandi Alamat: PB PAPDI Jl. Salemba I No.22-D, Kel. Kenari, Kec. Senen, Jakarta Pusat 10430 Telp. 021-31928025, 31928026, Fax: 021-31928028, 31928027 SMS: 085695785909 Email:
[email protected] Website: www.pbpapdi.org
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
3
DAFTAR ISI
TITIK TERANG Hal. 8 DILEMA SPONSORSHIP Hal. 7-20 FOKUS UTAMA
• • • • •
Koridor Pengabdian Titik Terang Dilema Sponsorship Menjaga Kelangsungan JKN Solusi Untuk Negeri Jangan Lelah Mencintai PAPDI
Hal. 25-42 SOROT • •
SALING MENGHORMATI DALAM MENJAGA MUTU Hal. 36 PENDIDIKAN SPESIALIS
Metode Terbaru Pengobatan Hepatitis C Ketika Pasien Dihantui Rumor
Hal. 40 PROFIL •
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
Hal. 43-54 KABAR PAPDI • • • • • • •
Hal. 44 4
PAPDI FORUM MERAIH KESEMPURNAAN PUASA
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Aksi Sosial dan Beragam Kegiatan Ilmiah PAPDI Riau PKB XXXII IPD 2017 Surabaya, Meningkatkan Kompetensi Sejawat di Era JKN PAPDI Sumatera Barat, Pertemuan Ilmiah Berkala ke 17 Rakerda PAPDI Bali Mengelola Pasien Dengan Panduan Medik Terkini PAPDI Jambi, Dokter Jangan Ketinggalan Teknologi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang NTB Periode 2015-2018
DAFTAR ISI
PROFIL
Hal. 40
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
Hal. 55-65 INFO CABANG • • • • • • •
Aksi Sosial & Beragam Kegiatan Ilmiah Papdi Riau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXXII IPD 2017 Surabaya PAPDI Cabang Sumatera Barat Pertemuan Ilmiah Berkala Ke 17 Rakerda PAPDI Bali PAPDI Cabang Purwokerto, Mengelola Pasien Dengan Panduan Medik Terkini PAPDI Cabang Jambi, Dokter Jangan Ketinggalan Teknologi Pelantikan Pengurus PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat Periode 2015 – 2018
Hal. 55 INFO CABANG
Hal. 66-67 NAMA DAN PERISTIWA • • •
Beda Suku Beda Kondisi Lambung UNILA Akan Buka PPDS Penyakit Dalam Aplikasi Wajib Notifikasi TB
Hal. 68 AGENDA •
Agenda Kegiatan Ilmiah Bidang Ilmu Penyakit Dalam Tahun 2017
Hal. 69-78 JEDA • • •
BROMO, “The Famous Sunrise” Yuk Mengenal Karakter Wayang Humor
MENGENAL KARAKTER WAYANG
Hal. 69 JEDA Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
5
FOKUS UTAMA
TATA NILAI PAPDI Profesional Amanah Peduli Dedikasi Integritas
SEKRETARIAT PB PAPDI
6
Jl. Salemba I No.22-D, Kel. Kenari, Kec. Senen, Jakarta Pusat 10430 Telp. 021-31928025, 31928026, Fax Direct: 021-31928028, 31928027 SMS: 085695785909 Email:
[email protected] HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017 Website: www.pbpapdi.org
Fokus Utama
FOKUS UTAMA
KORIDOR PENGABDIAN Sebagai mitra pemerintah, PAPDI senantiasa mendorong anggotanya menerapkan kebijakan-kebijakan yang berimplikasi positif bagi pembangunan kesehatan nasional. PAPDI juga menghadirkan solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan pelayanan kesehatan di negeri ini.
8
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
FOKUS UTAMA
B
Foto bersama peserta Rakernas PAPDI 2017 di Jakarta.
eberapa waktu belakangan ini Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menghadapi beberapa kebijakan dari pemerintah. Tiga di antaranya menjadi hal utama untuk disebarluaskan ke semua anggota PAPDI di seluruh Indonesia karena termasuk koridor yang harus ditempuh dalam melaksanakan pengabdian. Hal ini menjadi materi pokok yang dibahas secara detil dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) dan Semua PAPDI Cabang yang berlangsung pada tanggal 18 – 19 Maret 2017 di Hotel Harris Kelapa Gading Jakarta. Tiga kebijakan termasuk pembahasan yang diproritaskan dalam Rakernas PAPDI ini adalah mengenai: 1.
Sosialisasi Gratifikasi di Bidang Kedokteran
2.
Evaluasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3.
Pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)
Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP dalam sambutannya pada acara pembukaan Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang tanggal 18 Maret 2017 menyampaikan “Sosialisasi
Gratifikasi di Bidang Kedokteran” penting dibahas karena menyangkut mekanisme pemberian sponsorship oleh perusahaan farmasi kepada dokter. Walau isu tentang Gratifikasi di Bidang Kedokteran ini sudah cukup lama tersiar, menurut Idrus, masih banyak kalangan dokter yang belum memahami tata cara pemberian sponsorship yang diperbolehkan dan aman dari indikasi gratifikasi yang bisa berujung pada masalah hukum. PB PAPDI sudah menyusun mekanisme pemberian sponsorship yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, seringkali teknis di lapangan tidak sesederhana mekanisme di atas kertas. “Banyak yang bertanya teknis pemberian sponsorship, karena itu (perlu) untuk menghindari KPK,” terang Idrus. Mengenai pelaksanaan Program JKN, di lapangan ditemukan persoalan-persoalan yang menyebabkan pelayanan kesehatan kepada pasien menjadi tidak optimal. Semisal, dalam penulisan resep obat, BPJS memiliki kriteria tersendiri dalam pemberian obat untuk pasien. Ada kalanya dokter tidak dapat menuliskan resep obat tertentu karena tidak memenuh kriteria yang ditetapkan BPJS, sementara tinjauan medis menunjukkan pasien membutuhkan obat tersebut. Tidak terpenuhinya kebutuhan pasien ini berdampak pada penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dokter maupun rumah sakit yang menjadi mitra
BPJS. PAPDI mendorong agar berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dievaluasi, supaya ke depan masyarakat benar-benar merasakan manfaat program JKN ini bagi kesehatan diri dan keluarganya. “Jangan lupa kendali terhadap kualitas pelayanan. Jangan hanya evaluasi anggaran saja. Juga evaluasi pelayanan,” ujar Idrus. Adapun program WKDS perlu disosialisasikan ke anggota PAPDI karena hal ini sejalan dengan rencana strategi PAPDI yang ingin mewujudkan pelayanan kesehatan penyakit dalam yang merata di seluruh Indonesia. Di lapangan, pelaksanaan WKDS juga melibatkan PAPDI Cabang, khususnya dalam melakukan visitasi ke lokasi-lokasi penempatan internis di daerah. PB PAPDI dalam Rakernas ini menghadirkan narasumber dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan, Komisi Pemberantasan Korupi (KPK), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Badan Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menjelaskan secara rinci kebijakan yang berlaku. Informasi yang tersaji dari pihak-pihak yang kompeten ini sangat membantu para perwakilan PAPDI Cabang yang hadir dalam Rakernas memahami mekanisme dan aturan yang semestinya dilakukan. Dengan begitu akan lebih mudah mensosialisasikannya kepada seluruh anggota PAPDI di wilayah kerja INTERNIS masing-masing. halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
9
FOKUS UTAMA
TITIK TERANG
DILEMA SPONSORSHIP
Pemberian sponsorship oleh farmasi kepada profesional dokter termasuk dalam “daerah abu-abu” yang rawan praktik suap. Menteri Kesehatan melalui Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 memberikan panduan agar semua clear dan selamat.
10
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
foto: linkedin.com
FOKUS UTAMA
Irjen Kemenkes, Drs. Apt, MM, ME menjadi narasumber dalam Rakernas PB PAPDI dan PAPDI Cabang 2017, dengan moderator dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP, FICA.
ini, kalangan dokter biasa menerima dukungan dari farmasi, khususnya untuk mengikuti perlatihan-pelatihan dan seminar yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Dengan dikaitkannya sponsorship sebagai gratifikasi, maka ruang gerak dokter untuk meningkatkan kompetensinya menjadi terbatas. Karena mengikuti seminar dan pelatihan di dalam maupun di luar negeri dengan mengandalkan dana sendiri, akan sangat memberatkan. Dokter berbeda dengan profesi yang lain. Sekalipun sudah menyandang gelar akademisi di depan maupun di belakang namanya, setiap dokter dituntut untuk senantiasa meng-update pengetahuannya dan meng-upgrade kompetensi diri di bidang keilmuan yang digeluti. Sebab, ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran berkembang sangat pesat.
J
agad kedokteran Indonesia galau. Permenkes Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan memberikan sinyal agar para dokter berhati-hati menerima sponsorship dari kalangan farmasi, karena bisa jadi sponsorship tersebut dikategorikan sebagai gratifikasi yang memuat unsurunsur praktik korupsi. Si penerima bisa berpotensi terseret kasus hukum yang bakal membawanya meringkuk di balik jeruji besi. Jelas saja kabar ini membuat geger. Selama
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Drs. Purwadi, Apt, MM, ME yang menjadi narasumber pertama dalam acara Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang pada tanggal 18 Maret 2017 di Jakarta menjabarkan keharusan bagi para dokter untuk terus belajar dilandasi oleh UndangUdang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran Pasal 28 mencantumkan setiap dokter yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran berkelanjutan (P2KB) yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. P2KB haruslah dilaksanakan sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran Namun, kewajiban mengikuti program P2KB yang umumnya direalisasikan dalam bentuk simposium maupun pelatihan, tidak disertai dengan pengucuran dana dari pemerintah, karena anggaran negara terbatas. Ini menimbulkan dilema. Tanpa ada dukungan dana, sulit bagi para dokter untuk terus menerus mengikuti kegiatankegiatan ilmiah demi meningkatkan kompetensinya. Di sisi lain, tidak mengikuti program P2KB berarti melanggar amanat Undang-Undang Praktik Kedokteran. Bukan hanya itu, P2KB termasuk poin penting yang diperhitungkan dalam perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR). Tidak mengikuti P2KB bisa pula menghambat perpanjangan STR atau izin praktik yang harus diperbaharui setiap lima tahun. PERKEMENKES NO. 58 TAHUN 2016 Bagaimanapun, sponsorship dari farmasi menjadi bagian dari solusi untuk membantu para dokter melaksanakan amanat UU Praktik Kedokteran. Begitu pula farmasi membutuhkan para tenaga kesehatan dalam mempromosikan produk obat yang dibutuhkan masyarakat. Untuk mengatasi dilema sponsorship ini dan bertujuan agar para dokter dan kalangan farmasi tidak salah langkah dan terjebak dalam kerja sama yang memuat unsur-unsur pelanggaran hukum, Menteri Kesehatan Republik mengeluarkan Permenkes Nomor 58 tahun 2016 tentang Sponsorship Tenaga Kesehatan.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
11
FOKUS UTAMA
Khusus bagi Tenaga Kesehatan Pegawai Aparatur Sipil Negara maupun pegawai swasta, sponsorship diberikan melalui institusi tempat bekerja, dengan ketentuan haruslah mendapatkan penugasan dari pimpinan dan sesuai dengan keahliannya.
menunjang profesi tenaga kesehatan, seperti seperti seminar, pertemuan ilmiah dan pelatihan atau pendidikan.
foto: http://www.victorynews.id
Khusus bagi Tenaga Kesehatan Pegawai Aparatur Sipil Negara maupun pegawai swasta, sponsorship diberikan melalui institusi tempat bekerja, dengan ketentuan haruslah mendapatkan penugasan dari pimpinan dan sesuai dengan keahliannya. Sedangkan bagi Tenaga Kesehatan praktik perorangan, ketentuan yang berlaku, sponsorship diberikan dalam mengikut kegiatan yang sesuai dengan keahlian yang bersangkutan.
Andi Purwana, Deputi Pencegahan Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Purwadi menjelaskan, Permenkes ini memandu batasan-batasan sponsorship yang diperbolehkan menurut aturan yang berlaku. Ini diawali dengan menetapkan definisi. Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 mendefinisikan bahwa sponsorship adalah pemberian dukungan dalam segala bentuk bantuan dan/atau kegiatan dalam rangka peningkatan pengetahuan yang dilakukan, diorganisir atau disponsori oleh perusahaan/industri farmasi, alat kesehatan, alat laboratorium kesehatan dan/atau perusahaan/industri lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel. Adapun Tenaga Kesehatan didefinisikan sebagai setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 menyatakan sponsorship dapat diberikan kepada Tenaga Kesehatan dengan status Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), non pegawai ASN alias pegawai swasta, juga tenaga kesehatan praktik perorangan. Selain itu, sponsorship juga dapat diberikan kepada institusi, organisasi fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau organisasi profesi sebagai penyelenggara kegiatan
12
Sponsorship kepada Tenaga Kesehatan diberikan sebagai peserta, narasumber atau
moderator. Sebagai peserta diperbolehkan mendapatkan dukungan bentuk biaya registrasi (pendaftaran), tiket perjalanan, dan akomodasi. Adapun sponsorship untuk Tenaga Kesehatan yang menjadi narasumber maupun moderator, selain mendapat biaya registrasi (pendaftaran), tiket perjalanan, dan akomodasi, juga mendapatkan honor atas tugas yang diembannya (honor sebagai moderator maupun sebagai narasumber). Besaran sponsorship yang diterima oleh tenaga kesehatan sebagai peserta, narasumber atau moderator sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau unit cost yang berlaku pada asosiasi/ perusahaan pemberi sponsorship. Sangat ditegaskan, baik pemberi (farmasi) maupun penerima sponsorship (Tenaga Kesehatan atau Organisasi Profesi) wajib melaporkan sponsorship yang yang dilaksanakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agar semua terdata dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.
WAJIB LAPOR KPK
G
ratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Namun anggapan ini gugur dengan sendirinya bila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Nah, pasal 10 Permenkes Nomor 58 tahun 2016 mengatur mekanisme pelaporan sponsorship agar Tenaga Kesehatan tidak jatuh pada tindak pidana korupsi. Halhal yang harus dipenuhi adalah: 1.
Penerima dan pemberi sponsorship harus melaporkan kepada KPK dan ditembuskan kepada kementerian kesehatan.
2.
Penerima sponsorship
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
FOKUS UTAMA AUDIENSI MENKES - KPK Menurut Purwandi, lahirnya peraturan tentang sponsoship ini merupakan hasil audiensi Menteri Kesehatan dengan KPK, yang tujuannya untuk melindungi Tenaga Kesehatan dari perbuatan yang melanggar hukum. “Dokter perlu dana untuk mengembangkan ilmu. Farmasi perlu promosi obat karena tidak boleh promosi ke masyarakat. Dokter punya otoritas untuk menentukan obat. (Karena itu) perlu diatur agar sponsorship tidak menjadi gratifikasi yang mengarah suap,” terangnya.
Tapi konteks ke sininya praktik pemberian terkait dengan jabatan. Konteks pemberian hadiah jadi berubah,” imbuh Andi. Kini jelas sudah, Tenaga Kesehatan, khususnya para profesional dokter, tidak perlu khawatir mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan program-program pendidikan dengan dukungan sponsorship dari farmasi. Payung hukum yang melindungi sudah ada. Selama memenuhi prosedur dan ketentuan yang ditelah ditetapkan, sponsorship bukan termasuk gratifikasi, sehingga tidak akan
mengundang masalah di belakang hari. Mari, laksanakan tugas dengan semangat. Pengabdian sejawat dalam melayani kesehatan masyarakat akan tercatat dalam sejarah pembangunan kesehatan negeri ini. halo
INTERNIS
Pencegahan praktik suap di bidang kesehatan sangat penting dilakukan, sebab menurut Andi Purwana, Deputi Pencegahan Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi, korupsi di bidang jasa kesehatan menempati level 3.3, di bawah Polisi yang menempati level 4.5. “Level 3.3 menurut kami lumayan tinggi,” tutur Andi pada acara Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang tanggal 18 Maret 2017 di Jakarta. “Awalnya, gratifikasi adalah normal pemberian hadiah.
harus melaporkan kepada KPK. Bagi Tenaga Kesehatan yang menerima sponsorship melalui institusi, melaporkan sponsorship kepada institusi, selanjutnya institusi melaporkan kepada KPK. Pelaporan sponsorship paling lambat 30 hari kerja. 3.
Pemberi sponsorship harus melaporkan kepada KPK dalam bentuk rekapitulasi pemberian sponsorship selama periode 1 bulan berjalan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
4.
Laporan disampaikan melalui email :
[email protected] dan
[email protected]. Pelaporan disampaikan dalam bentuk excel (softcopy) dan format pdf.
Tidak patuh pada ketentuan “Wajib Lapor” ini akan mengundang risiko, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 INTERNIS juta dan paling banyak Rp 1 miliar.halo
PRINSIP SPONSORSHIP
K
omponen yang boleh dibiayai oleh sponsorship bagi Tenaga Kesehatan harus memenuhi prinsip:
tidak mempengaruhi independensi dalam pemberian pelayanan kesehatan; tidak dalam bentuk uang atau setara uang; tidak diberikan secara langsung kepada individu; sesuai dengan bidang keahlian; diberikan secara terbuka; dan dikelola secara akuntabel dan transparan.
Sumber: Pasal 4, UU No. 56 Tahun 2016 Tentang Sponsorship Bagi Tenaga Kesehatan
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
13
FOKUS UTAMA
BATASAN – BATASAN
SPONSORSHIP
IPMG telah menetapkan batasan-batasan dalam pemberian sponsorship, termasuk besaran biaya maksimum yang ditanggung pihak sponsor. Semua diukur berdasarkan batas kewajaran.
14
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
FOKUS UTAMA
“Intinya adalah yang dianggap boleh mendapatkan sponsorship adalah kegiatan yang dalam konteks berkaitan dengan Continuing Professional Development (CPD) atau Continuing Medical Education (CME).”
P
ada 14 Juni 2017 lalu, Perkumpulan International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) mengundang seluruh organisasi profesi kedokteran untuk duduk bersama membahas soal sponsorship. Dalam pertemuan yang berlangsung di Jakarta ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) diwakili oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Idrus mengungkapkan, melalui kegiatan ini IPMG memaparkan rule (aturan) yang mereka buat tentang pemberian sponsorship untuk para dokter dengan mengacu pada Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 tentang Sponsorship Tenaga Kesehatan. Secara detil IPMG menjelaskan batasan-batasan yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Koridornya adalah kegiatan ilmiah, yang terkait dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) atau Continuing Professional Development (CPD), juga Continuing Medical Education (CME). “Intinya adalah yang dianggap boleh mendapatkan sponsorhip adalah kegiatan yang dalam konteks berkaitan dengan Continuing Professional Development (CPD) atau Continuing Medical Education CME. Itu bukan dianggap gratifikasi,” ujar Idrus. Yang diperolehkan untuk diberikan sponsorship adalah: •
Registrasi kegiatan ilmiah
•
Transportasi
•
Akomodasi
•
Honor speaker, moderator, dan advisory board
pihak penyelenggara. Prinsipnya, tidak ada uang yang langsung diterima dokter dari pemberi sponsorship. Termasuk juga kegiatan ke luar negeri, biaya yang diperlukan dibayarkan kepada travel agent yang mengelolanya. “Dokter tidak terima uang. Langsung terima tiketnya. Uang registrasi langsung dibayarkan ke penyelenggara,” kata Idrus. Selain untuk keperluan registrasi, transportasi, akomodasi, dan honor, sponsorship juga diperkenankan untuk kegiatan jamuan makan malam. “Dengan catatan, asalkan tidak berlebihan,” imbuh Idrus. IPMG juga menetapkan batasan atau limit dalam pemberian sponsorship. Berikut di antaranya: -
Honorarium untuk speaker, moderator maupun advisory board maksimum Rp12 juta net per hari. Pembayaran dilakukan melalui transfer bank atau cek (cheque).
-
Untuk kegiatan di dalam negeri, akomodasi dibatasi maksimum Rp2,5 juta per malam di luar pajak dan servis hotel. Sedangkan untuk akomodasi di luar negeri paling tinggi hotel bintang empat.
-
Transportasi yang ditanggung adalah menggunakan pesawat kelas ekonomi.
-
Lamanya mengikuti kegiatan dihitung dari H-1 sampai H+1.
-
Sponsorship tidak diperkenankan untuk digunakan sebagai kompensasi waktu yang digunakan dokter untuk kegiatan, alias sebagai pengganti uang harian karena tidak berpraktik INTERNIS selama mengikuti kegiatan. halo
Semua biaya yang ditanggung sponsorship dibayarkan langsung ke
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
15
FOKUS UTAMA
GERAK CEPAT ANTISIPASI
GRATIFIKASI I
nternational Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) membuat aturan tentang pemberian sponsorship sebagai implementasi Permenkes Nomor 58 Tahun 2016. PB PAPDI menyambut dengan positif. Langkah cepat antisipasi untuk mencegah praktik gratifikasi di kalangan anggota PAPDI di seluruh Indonesia terus dilakukan. Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP memaparkan hal ini kepada Redaksi Halo Internis di ruang kerjanya di Jakarta, tanggal 13 Agustus 2017. Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan PB PAPDI dengan dikeluarkannya Permenkes Nomor 58 Tahun 2016?
Apakah ada tim khusus yang menangani pencegahan gratifikasi dalam organisasi PAPDI?
Saya kira baik sekali. Regulasi ini sebenarnya merupakan rambu-rambu. Penting buat kita, jangan sampai kita salah melangkah. Dengan Permenkes ini semua jadi transparan dan akuntabel. Kita tidak berburuk sangka.
Kabarnya IPMG sudah mengeluarkan aturan terkait dengan implementasi Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pemberian Sponsorship Tenaga Kesehatan. Apa saja poin-poin aturan tersebut?
Permenkes ini terkait dalam konteks bahwa seorang dokter harus selalu meng-update ilmunya agar bisa memberikan layanan paling baik untuk pasien. Ini merupakan amanah UU Praktik Kedokteran. Untuk bisa mencapai itu harus mengikut kegiatan ilmiah Continuing Professional Development (CPD). atau Continuing Medical Education (CME). Kegiatan ini memerlukan biaya. Sementara negara belum hadir untuk men-support dokter. Kalau mengandalkan dana pribadi belum tentu bisa. Makanya ada sponsorship. Di luar negeri juga diperbolehkan. Tapi prinsipnya, dokter bisa menjaga independensi dalam meresepkan obat.
Sebelum ada regulasinya (Permenkes Nomor 58 Tahun 2016), kita dari perhimpunan sudah membentuk bidang sendiri untuk pencegahan gratifikasi. Namanya Bidang Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), karena ini konteksnya terkait dengan program Continuing Professional Development (CPD). Kita ada bagan pelaporan sponsorship. Kita sudah mengeluarkan edaran ke seluruh cabang panduan untuk pelaporan ini. Dan terakhir kita mengacu pada Permenkes Nomor 58 Tahun 2016. Bagan pelaporan perlu dimodifikasi sedikit, karena pelaporan dokter praktik mandiri langsung ke KPK, bukan ke perhimpunan.
IPMG membuat suatu rule terkait apa saja yang boleh dan tidak boleh. Poin-poinnya hampir sama dengan Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 karena acuan mereka juga Permenkes tersebut. Yang diperbolehkan untuk sponsorship adalah untuk registrasi kegiatan ilmiah, transportasi, akomodasi, dan honor sebagai pembicara maupun moderator. Hal ini disampaikan dalam pertemuan dengan seluruh perhimpunan (profesi kedokteran) yang diprakarsai oleh IPMG pada pertengahan Juni 2017. Seperti apa mekanisme pemberian sponsorship yang ditetapkan oleh IPMG? Prinsipnya, tidak ada uang yang langsung diterima dokter. Termasuk juga kegiatan ke luar negeri, (biaya) diberikan kepada travel agent. Dokter tidak terima uang. Langsung terima tiketnya. Uang registrasi langsung dibayarkan (oleh farmasi) ke penyelenggara. Begitu juga dengan biaya hotel.
16
Permenkes ini mengesankan sponsorship sebagai sesuatu yang penting bagi kemajuan dunia kedokteran Indonesia. Mengapa demikian?
Sponsorship disorot KPK karena rawan gratifikasi. Bagaimana peran PAPDI dalam membina anggota terkait gratifikasi? PAPDI sangat concern menangani masalah gratifikasi. Kita dari perhimpunan sudah jauh-jauh hari mengantisipasi ini. Kita sudah melakukan pembinaan kepada anggota. Setiap kali Raker (Rapat Kerja), dan sudah beberapa kali Raker, selalu ada tema gratifikasi. Kita mengundang narasumber terkait dari Kementerian Kesehatan, IDI, dan KPK untuk menjelaskan hal ini.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Bagaimana sosialisasi kepada anggota di daerah? Sosialisasi sudah berjalan sebelum Permenkes Nomor 58 Tahun 2016 keluar. Saya kira sejak 3-4 tahun lalu kita sudah mulai mengantisipasi gratifikasi. Setiap ke INTERNIS daerah kita selalu menyampaikan ini.halo
FOKUS UTAMA
Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
17
FOKUS UTAMA
MENJAGA
KELANGSUNGAN JKN Program Jaminan Kesehatan Nasional nyata memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia. Berbagai kekurangan yang ada akan terus dibenahi sehingga kualitas dan jangkauan pelayanan yang diberikan semakin baik. Mari jaga kelangsungan JKN. Jangan biarkan perilaku-perilaku curang menggerus dan membuat program ini tersendat di tengah jalan.
18
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
FOKUS UTAMA
“
PAPDI diharapkan dapat turut menjaga keberlangsungan JKN.” Pesan dan harapan ini dilontarkan Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Maya Amiarny Rusady ketika menjadi pembicara dalam diskusi “Evaluasi Program JKN” dalam rangkaian Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang yang diselenggarakan pada 18 Maret 2017 di Jakarta. PAPDI memiliki porsi yang penting dalam mendukung kesuksesan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mengingat lebih dari 30% klaim pengobatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan diperuntukkan untuk membiayai pengobatan kasus-kasus penyakit dalam. Menurut Maya, total manfaat yang sudah dibayarkan oleh BPJS selama periode 2014 – 2016 mencapai Rp166 triliun. Sekitar Rp58 triliun dari total biaya tersebut untuk membayar manfaat pengobatan di bidang penyakit dalam. Jumlah ini akan terus meningkat karena dalam setiap bulan peserta yang memanfaatkan program JKN ini semakin banyak.
foto: jurnalasia.com
Peran profesional dokter sangat vital dalam menjaga keberlangsungan JKN ini. Karena dokter bersentuhan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dan yang pasti, lewat coretan tangan dokterlah, rumah sakit dapat mengumpulkan berkas untuk pengajuan klaim kepada BPJS Kesehatan. Dalam hal ini para dokter diharapkan bukan saja memberikan pengobatan, melainkan juga melakukan edukasi kepada masyarakat untuk mencegah agar penyakit tidak bertambah parah, atau mencegah lingkungan keluarga tidak mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Seperti edukasi tentang gagal ginjal yang membuat pasien terpaksa menjalani cuci darah (hemodialisis). Menurut Maya, belakangan ini pasien yang menjalani cuci darah bertambah banyak dan klaim untuk tindakan hemodialisis terus mengalami peningkatan dengan jumlah yang tak sedikit. “Setiap bulan ada sekitar 2.000 gagal ginjal baru,” ujarnya. Setidaknya ada dua hal yang disorot dari kasus gagal ginjal. Pertama, hemodialisis
yang diperlukan oleh pasien cuci darah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Catatan BPJS Kesehatan menunjukkan hemodialisis merupakan tindakan rawat jalan dengan biaya tertinggi. Kedua, kini banyak pasien yang menjalani hemodialisis di usia relatif muda. Sangat disayangkan, usia yang semestinya diisi dengan produktivitas kerja yang prima, terpaksa dilalui dengan rutinitas cuci darah ke rumah sakit. Edukasi tentang menjaga kesehatan ginjal akan dapat membantu pasien yang untuk mempertahankan kualitas hidup, sekaligus dapat menekan pengeluaran biaya untuk cuci darah. “Ini PR kita, promotif dan preventif,” ujar Maya. STANDAR KODING Maya mengingatkan agar para dokter, khususnya anggota PAPDI, untuk teliti dalam mendiagnosis penyakit pasien. BPJS Kesehatan telah menetapkan standar koding penyakit dalam untuk diikuti. Standar koding ini diperlukan untuk mengklasifikasikan penyakit pasien. Dari klasifikasi ini dapat ditentukan pilihanpilihan pengobatan yang akan dijalani. Diagnosis penyakit dan pilihan pengobatan
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
19
FOKUS UTAMA
Maya Amiarny
berkait erat berkaitan dengan klaim yang diajukan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan. Bila standar koding klasifikasi dari BPJS ini tidak diikuti, rumah sakit berisiko mengalami kendala dalam pengajuan klaim nanti. Standar koding ini merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadi klaim palsu atau klaim fiktif dari oknum-oknum rumah sakit yang ingin berlaku curang. Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sudah melihat adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan JKN yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan. Pada semester pertama tahun 2015, diperkirakan ada sekitar 175 ribu klaim dari fasilitas pelayanan kesehatan kepada BPJS dengan nilai mencapai Rp 400 miliar yang terdekteksi ada unsur kecurangan. Di awal tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi 1 juta klaim. “Sekarang ada sekitar 1 juta klaim yang terdeteksi. Oleh karena itu, kita pikir secara sistematik kita harus bangun sistem pengendalian fraud (penyimpangan). Pencegahan harus jelas,” ungkap Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan di Jakarta, 22 Februari lalu. Klaim palsu adalah sebuah pengkhianatan terhadap upaya pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan berakibat mengganggu kelangsungan JKN yang telah lama
20
foto: http://bpjs-kesehatan.go.id
KPK sudah melontarkan peringatan keras agar segala bentuk kecurangan dalam pelaksanaan program JKN dihentikan.
dirindukan negeri ini. Karenanya, pemerintah sangat serius menangani kasus klaim palsu ini. Maya mengatakan telah dibentuk Satgas Pencegahan Fraud dan Penindakan Kerugian, dengan personel terdiri dari perwakilan Kementerian Kesehatan, KPK, dan BPJS Kesehatan. KPK sudah melontarkan peringatan keras agar segala bentuk kecurangan dalam pelaksanaan program JKN dihentikan. Jika sebelumnya pihak yang terbukti berlaku curang dituntut mengembalikan uang yang sudah diambil, ke depan akan dikenakan sanksi hukum yang lebih tegas. “Tantangan BPJS Kesehatan adalah pencegahan kecurangan. KPK sudah menyatakan ditahun 2018 akan ada sanksi secara legal,” tutur Maya. KENDALA DI LAPANGAN Ketatnya penerapan standar konding juga menimbulkan masalah di lapangan. Sejumlah dokter mengeluhkan sistem yang berlaku membuat pasien tidak tertangani secara optimal. BPJS Kesehatan membatasi obat atau terapi dengan jumlah atau kriteria tertentu. Pasien tidak bisa mendapatkannya karena tidak memenuhi kriteria BPJS, sementara dari sisi klinis mereka masih sangat membutuhkan obat dan terapi tersebut. Contohnya, unit farmasi sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Barat menginformasikan bahwa BPJS membolehkan dokter penyakit dalam meresepkan obat penurun kolesterol untuk pasien dengan kondisi LDL di atas 123 mg/ dl, sementara batas LDL normal adalah di bawah 100 mg/dl. Pasien dengan kadar kolesterol di bawah 123 mg/dl namun di atas normal tidak bisa mendapatkan obat kolesterol, padahal membutuhkannya. Pada akhirnya, pasien terpaksa membeli sendiri obat-obat yang mereka perlukan. Untuk obat dengan harga terjangkau, mungkin tidak begitu bermasalah. Lain halnya pada kasus spesifik, seperti kemoterapi bagi pasien kanker. Kemoterapi merupakan tindakan medis yang sangat penting untuk mendukung kesembuhan pasien kanker. Pada kasus tertentu, adakalanya pasien membutuhkan kemoterapi lebih dari tiga kali, namun untuk kasus tersebut pula BPJS hanya menanggung biaya untuk tiga kali kemoterapi. Ini tentu memberatkan bagi pasien yang secara ekonomi kekurangan, karena biaya kemoterapi tidaklah murah. Dalam Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang, Ketua Bidang Pengembangan Profesi PB PAPDI Dr. dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM menyampaikan harapan agar BPJS melakukan tinjauan ulang untuk tindakan-tindakan spesifik agar pasien benar-benar tertangani secara baik dan tuntas. “Kami harapkan beberapa tindakan medis spesifik untuk ditinjau kembali,” kata Lugyanti yang juga pakar di bidang pengobatan kanker. Semoga BPJS Kesehatan mempertimbangkan usulan pengurus PAPDI ini untuk perbaikan kualitas pelayanan kesehatan ke depan. Tentunya agar tujuan serta manfaat program JKN benar-benar dirasakan secara utuh oleh INTERNIS masyarakat. halo
FOKUS UTAMA
EVALUASI
TIGA TAHUN JKN
Kualitas pelayanan kesehatan belum merata. Standarisasi Puskemas salah satu solusinya. PAPDI diharapkan turut mendukung pembinaan tenaga kesehatan di level primer agar memiliki kualitas yang memenuhi standar.
foto: PB.PAPDI
T
anggal 1 Januari 2017 lalu, tepat 3 tahun dilaksanakannya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini resmi berjalan seiring dengan mulai beroperasinya Badan Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik hasil transformasi dari PT Askes (Persero) yang diberi tugas menyelenggarakan JKN. Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 40 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diterangkan tiga kriteria yang harus terpenuhi dalam penyelenggaraan program jaminan sosial, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tiga kriteria tersebut adalah:
dr. Kalsum Komaryani, MPPM,
1.
Kemampuan untuk memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta.
2.
Kemampuan untuk menjangkau kepesertaan yang lebih luas.
3.
Kemampuan memberikan manfaat yang lebih besar bagi peserta.
Mengacu kepada kriteria di atas, dalam masa tiga tahun ini BPJS Kesehatan sudah mencapai beberapa hal. Menurut dr. Kalsum Komaryani, MPPM, Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dari segi penjangkauan peserta, BPJS telah berhasil menghimpun lebih dari 170 juta jiwa. Awalnya, pada 1 Januari 2014 jumlah peserta JKN tercatat sebanyak 133.423.653. Terhitung 1 Juli 2017 jumlah peserta JKN mencapai sebanyak 178.384.288 peserta, atau sama dengan 71,35% dari 250 juta
orang penduduk. Dari total jumlah peserta tersebut, sebanyak 91.998.200 orang merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Angka peserta JKN ini diupayakan terus bertambah hingga ditargetkan capai universal health coverage yang meliputi seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2019. Dari segi kemampuan memberikan manfaat kepada peserta, juga sudah terlihat hasilnya. Menurut Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Maya Amiarny Rusady—yang juga menjadi pembicara dalam diskusi “Evaluasi Program JKN” dalam rangkaian Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang—total manfaat yang sudah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan selama periode 2014 – 2016 mencapai Rp166 triliun. MALDISTRIBUSI Namun diakui masih banyak yang perlu dibenahi dalam penyelenggaraan JKN. Evaluasi tiga tahun JKN memperlihatan, walau kuantitas peserta menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, dari sisi pelayanan masih belum merata dan perlu pembenahan. Kalsum Komaryani mengatakan di berbagai tempat terjadi maldistribusi pelayanan kesehatan. Semestinya setiap peserta di seluruh pelosok tanah air terjamin memperoleh pelayanan kesehatan perseorangan secara sama dan merata tanpa membedakan besaran iuran yang dibayarnya, baik membayar iyuran secara swadana ataupun dibayar oleh pemerintah. Kenyataannya, di berbagai daerah perdesaan akses terhadap pelayanan kesehatan perseorangan belum memadai, karena faktor geografi, keterbatasan fasilitas kesehatan, dokter, tenaga kesehatan, dan obat-obatan. Hal ini dibenarkan oleh Maya Amiarny yang mengatakan pelayanan BPJS masih terpusat di daerah Jawa. “Sekarang ini mayoritas pelayanan BPJS di Pulau Jawa,” ujar Maya. Soal rujukan dalam pelayanan kesehatan berjenjang juga disorot. Fasilitas Kesehatan (Faskes) lapis pertama, seperti puskesmas, perlu diperkuat sehingga betul-betul dapat menangani pasien secara maksimal. “Jangan sampai kasus sederhana ditangani di rumah sakit,” ujar Kalsum. Saat ini kondisi masing-masing puskesmas tidak sama, sehingga kemampuan melayani pasien pun berbeda. Untuk menyeragamkan standar pelayanan kesehatan level primer, Kementerian Kesehatan mengupayakan adanya standarisasi Puskemas. “Targetnya tahun 2018 terdapat 5000-an Puskesmas yang diakreditasi. Di setiap kecamatan ada Puskemas yang diakreditasi,” tutur Kalsum. Dalam hal ini, PAPDI diharapkan turut andil mewujudkan faskes primer yang terstandarisasi dengan melakukan pembinaan kepada dokter-dokter di layanan primer. “Kami harapkan dukungan untuk membina dokter-dokter layanan primer sehingga kasus-kasus yang bisa ditangani di level primer dapat INTERNIS diselesaikan di pelayanan primer,” tandas Maya. halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
21
FOKUS UTAMA
SOLUSI
UNTUK NEGERI
Bak gayung bersambut. PAPDI telah menyusun rencana strategis untuk memeratakan sebaran internis di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan program WKDS yang membuka jalan terwujudnya rencana tersebut. Kini penugasan dokter Spesialis Penyakit Dalam ke daerah-daerah yang membutuhkan sudah dimulai terealisir.
P
erhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah lama menaruh perhatian terhadap permasalahan tidak meratanya sebaran dokter spesialis, khususnya Dokter Spesialis Penyakit Dalam, di Indonesia. Banyak kasus-kasus penyakit dalam di daerah tidak tertangani dengan baik dan benar lantaran ketiadaan Internis disana. Kondisi ini amat memprihatinkan dan menggugah PAPDI untuk menempatkan pemerataan sebaran Internis ke dalam rencana strategis (renstra) organisasi. Langkah awal sudah dilakukan. PAPDI melakukan mapping atau pemetaan sebaran
Internis di seluruh Indonesia, sehingga diketahui daerah-daerah mana yang kekurangan dan membutuhkan tenaga Internis. Sebagian besar keberadaan dokter Spesialis Penyakit Dalam masih terpusat di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan jumlah “melimpah” sementara daerah lain masih kekurangan, seperti Papua, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah. Bahkan, menurut Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP masih ada beberapa daerah yang belum terjangkau Spesialis Penyakit Dalam.
Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
22
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
“Kalau kita lihat renstra PAPDI, kita ingin berikan pelayanan yang merata. Kita tahu sebaran dokter Spesialis Penyakit Dalam belum merata. PAPDI sudah petakan sebaran Internis di seluruh Indonesia,” kata Idrus dalam acara pembukaan Rakernas PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang tanggal 18 Maret 2017 di Hotel Harris Kelapa Gading, Jakarta. PERPRES NO 4 TAHUN 2017 Rupanya, renstra PAPDI ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang ingin meningkatkan kualitas dan penjangkauan pelayanan kesehatan yang merata ke seluruh pelosok Indonesia. Tanggal 12 Januari 2017 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Perpres ini merupakan solusi untuk mengatasi persoalan minimnya Tenaga Kesehatan spesialistik di daerahdaerah, terutama di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama diprioritaskan bagi lulusan 5 program pendidikan spesialis, terdiri dari bidang spesialis empat dasar yaitu program Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, Spesialis Bedah ditambah dengan Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif. Data Rekapitulasi Kekurangan Dokter Spesialis 4 Dasar dan Anestesi Tahun 2017 menunjukkan sebanyak 937 rumah sakit di Indonesia kekurangan tenaga dokter spesialis 4 dasar dan anestesi.
FOKUS UTAMA Jumlahnya lebih banyak dari peserta didik Spesialis Penyakit Dalam yang akan lulus tahun 2017 ini. Diperlukan strategi untuk mengatur penempatan peserta WKDS agar semua rumah sakit daerah kebagian tenaga dokter spesialis yang mereka butuhkan.
foto: http://www.internafkui.or.id
MENGGANDENG PAPDI
Diperkirakan pada tahun 2017, Prodi Ilmu Penyakit Dalam meluluskan 310 Internis. Mereka akan menjalani program WKDS.
Ketentuan WKDS berlaku bagi semua dokter spesialis 5 bidang di atas yang lulus setelah tanggal 12 Januari 2017, sesuai dengan tanggal di keluarkannya Perpres No. 4 Tahun 2017 tersebut. WKDS
Penyakit Dalam akan meluluskan 310 Internis. Merekalah yang mengisi pos-pos pelayanan Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit daerah yang selama ini kosong atau kurang. Penugasan peserta WKDS
“Kalau kita lihat renstra PAPDI, kita ingin berikan pelayanan yang merata. Kita tahu sebaran Dokter Spesialis Penyakit Dalam belum merata. PAPDI sudah petakan sebaran Internis di seluruh Indonesia.”
merupakan syarat untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diperlukan untuk mengurus izin praktik kelak. Dengan begitu, dokter spesialis yang baru lulus tidak akan bisa mengurus izin praktik sebelum menyelesaikan tugas WKDS selama setahun di daerah yang ditetapkan. Pada pelaksanaan tahun 2017, program WKDS menugaskan sebanyak 1.000 – 1.250 dokter spesialis. Pada gelombang pertama Maret lalu, Kolegium Ilmu Penyakit Dalam mengirim 18 Internis. Menyusul gelombang berikutnya 11 Internis. Secara keseluruhan diprediksikan pada tahun 2017 ini Program Studi Ilmu
Sejak awal Pemerintah menggandeng PAPDI dan organisasi profesi terkait untuk menyukseskan program WKDS. Perwakilan PAPDI (Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP) dan perwakilan Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (dr. Sumariyono, SpPD, K-R, FINASIM) turut dilibatkan dalam Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS). KPDS berfungsi menyusun perencanaan pemerataan dokter spesialis; menyiapkan wahana untuk kesiapan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS); memberikan masukan dalam menyusun rencana tahunan; membantu pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan WKDS; serta melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan WKDS.
bersifat bergulir. Setelah menjalani masa tugas selama satu tahun, masing-masing peserta akan kembali ke daerah asal. Posisi mereka akan digantikan oleh adik-adik kelasnya, yakni para Internis muda yang baru lulus dari pendidikan.
Melalui KPDS ini PAPDI dapat memperjuangkan hak-hak Dokter Spesialis Penyakit Dalam selama menunaikan tugas WKDS, seperti hak mendapatkan uang insentif dan fasilitas pendukung. PAPDI Cabang juga dilibatkan dalam pelaksanaan di lapangan, khususnya dalam melakukan visitasi untuk memastikan tersedianya kelengkapan sarana dan prasarana bagi internis muda yang akan bertugas.
Jumlah lulusan Spesialis Penyakit Dalam masih belum memadai dari yang dibutuhkan. Data RS Online tanggal 10 Januari 2017 yang tercantum dalam Makalah Wajib Kerja Dokter Spesialis menyebutkan kekurangan Dokter Spesialis Penyakit Dalam di 937 rumah sakit daerah yang menjadi sasaran program WKDS tahun 2017 adalah sebanyak 388 Internis.
Yang jelas, program WKDS telah membuka jalan bagi PAPDI merealisasikan renstra organisasi untuk memeratakan sebaran Internis di seluruh wilayah Indonesia. “Program WKDS ini membantu PAPDI memenuhi kebutuhan untuk penyebaran Dokter Spesialis Penyakit Dalam. PAPDI mendukung dengan ketentuan hak Internis INTERNIS (peserta WKDS) dipenuhi,” jelas Idrus.halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
23
FOKUS UTAMA
JANGAN LELAH
“
MENCINTAI PAPDI
Jangan pernah lelah untuk mencintai PAPDI.” Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP menyampaikan pesan ini dalam sambutannya pada pembukaan Rapat kerja Nasional (Rakernas) PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang pada 18 Maret 2017 di Jakarta. Roda organisasi akan dapat berjalan dengan baik selama para pengurus dan anggotanya memiliki komitmen dalam melaksanakan visi dan misi organisasi. Begitu pula dengan PAPDI. Sebagai sebuah organisasi profesi yang bergerak secara profesional, PAPDI dapat berjalan karena pengurus pusat, pengurus cabang, dan para anggota punya komitmen yang kuat dalam memajukan organisasi yang dicintai ini.
24
Banyak rapat-rapat yang melelahkan dilaksanakan, yang membutuhkan waktu, tenaga, dan pemikiran. Semua itu dilakukan untuk kepentingan organisasi, yang segala benefitnya berpulang kepada anggota PAPDI sendiri, juga masyarakat luas yang menerima pelayanan kesehatan dari anggota PAPDI. Seperti Rakernas yang digelar pada bulan Maret lalu, diselenggarakan selama dua hari di akhir minggu, di waktu yang semestinya dimanfaatkan para Internis untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga, setelah menjalankan rugas rutin harian dari pagi hingga malam hari yang cukup melelahkan. Namun waktu yang sangat berharga itu pun rela dikorbankan untuk kepentingan PAPDI. Idrus mengatakan Rakernas ini memiliki makna strategis dan penting bagi jalannya roda organisasi. Dalam Rakernas inilah
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
berbagai hal terkait kelangsungan organisasi dan kepentingan anggota PAPDI dibicarakan, dan dicarikan solusi atas setiap permasalahan yang ada. “Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggota. Jangan pernah lelah untuk mencintai PAPDI. Memang banyak rapat-rapat yang melelahkan,” ucap Idrus. PAPDI sebagai organisasi profesi memiliki misi memberikan sumbangsih kesehatan masyarakat dan turut menunjang program pemerintah dalam pembangunan di bidang kesehatan. Sejatinya, mengikuti rapat dan mencurahkan waktu, tenaga serta pikiran untuk kemajuan PAPDI, tidak lain juga adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia INTERNIS dalam lingkup yang lebih luas. halo
Sorot
foto: http://antarafoto.com
SOROT
Metode Terbaru PENGOBATAN HEPATITIS C Harapan baru bagi penderita Hepatitis C. Peluang sembuh terbuka lebar. Pasien tidak perlu pusing lagi dengan biaya obat yang mahal, karena pemerintah memberikannya secara gratis. Panduan penatalaksanaannya pun sudah tersedia, memudahkan para Internis untuk mengaplikasikan pengobatan ini di seluruh Indonesia.
26
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
SOROT Jangan cintai kekasihmu dengan sepenuh jiwa, tapi cintailah dia dengan sepenuh hati..... Karena bila ditinggalkannya kamu cuma sakit hati,bukan sakit jiwa !!!
H
ati sering sekali dijadikan objek candaan. Andai saja yang bercanda paham bahwa organ hati mempunyai fungsi yang luar biasa penting, tentu kata-kata di atas tidak akan pernah tercetus. Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), dr. Irsan Hasan, SpPD, K-GEH, FINASIM menerangkan organ hati atau liver merupakan salah satu organ paling penting di dalam tubuh manusia. Ada lebih dari 500 fungsi hati, di antaranya sebagai penyimpan lemak, gula, vitamin dan nutrisi lain yang dibutuhkan tubuh untuk bergerak maju. Organ ini juga membantu tubuh membersihkan diri dari racun dan infeksi darah, mengeluarkan bahan kimia berbahaya dari tubuh dan membersihkan darah dari produk-produk limbah, obat-obatan, dan zat beracun lainnya.
“Jadi kalau ada pengguna narkotika suntik di Indonesia, kemungkinannya dia mengidap Hepatitis C lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV (human immunodeficiency virus).” Sementara Hepatitis C yang angkanya sekitar 1 - 2 persen kebanyakan terdapat di daerah perkotaan. “Saat ini hepatitis C menjadi menarik karena ada perkembangan mengenai obat baru,” ujar Irsan. Virus Hepatitis C (VHC) merupakan virus RNA (asam ribonukleat) dari keluarga Flaviviridae. Saat ini VHC mempunyai 7 genotipe dengan 67 subtipe. Akan tetapi belum ada kesepakatan secara internasional hal ini, Indonesia tetap menggunakan pembagian 6 genotipe dengan 50 subtipe. Pemeriksaan genotipe berguna untuk menentukan durasi dan memperkirakan respon terapi. “Genotipe ini kalau dianalogikan dengan manusia adalah suku. Ada suku Batak, Jawa, Sunda dan lain-lain. Sekali seseorang
terinveksi genotipe 1, akan selalu di genotipe ini, kecuali dia terivensi virus baru. Korelasinya dengan pengobatan. Misal ketika pengobatan masih dengan menggunakan interferon, genotipe 1 ini yang paling susah diobati. Pengobatannya pun harus disuntik tiap mingu selama satu tahun. Sementara genotipe 2 hanya selama 6 bulan. Jadi memang genotipe perlu dicek untuk tahu respons terapi,” ujar Irsan. Secara umum, genotipe 1a dan 1b adalah yang paling banyak dijumpai, meliputi hampir 60 persen infeksi VHC, dan dominannya di wilayah Eropa, Amerika Utara dan Jepang. Di Indonesia sendiri (RSCM) genotipe 1 juga merupakan subtipe yang paling banyak pengidapnya, yakni sekitar 72,2% (genotipe 1a sebanyak 6,7%, genotipe 1b sebanyak 47,3%, genotipe 1c sebanyak 18%).
Hati juga berfungsi untuk memerangi infeksi, menghasilkan faktor imun untuk memerangi infeksi, membantu pencernaan, memroduksi zat yang disebut “empedu” untuk membantu mencerna makanan dan menyerap nutrisi, menyimpan vitamin dan mineral serta menyimpan energi. Jadi bisa dibayangkan kalau hati kita terganggu maka efeknya akan kemana-mana. Salah satu penyakit yang sering menyerang hati adalah hepatitis, atau peradangan hati. Penyebabnya bisa karena virus (hepatitis, dengue, herpes, ameba, malaria), alkohol, obat-obatan, perlemakan dan Malaria. Dan kalau orang sudah mengidap hepatitis, namun tidak ditangani, bisa berkembang menjadi sirosis dan akhirnya kanker hati. Virus penyebab hepatitis sendiri ini ada berbagai macam, yakni A, B, C, D, E. Namun penamaan virus itu bukan menujukan kelas. Misalnya bukan menganggap B lebih berat dar A, atau C lebih berat dari B dan seterusnya. Ini hanya nama saja. Karena genom-nya berbeda dan sifatnya beda. Menurut Irsan, di Indonesia Hepatitis telah menjadi masalah besar, karena 1 dari 10 orang di negeri ini mengidap hepatitis kronik. Yang paling tinggi sebenarnya pengidap Hepatitis B, angkanya sekitar 8% dan banyak terdapat di pedesaan.
dr. Irsan Hasan, SpPD, K-GEH, FINASIM
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
27
SOROT Penularan virus hepatitis biasanya melalui transfusi darah, jarum suntik (narkoba), tato, hubungan seksual. Penularan melalui transfusi dan pemakaian narkoba suntik lah yang paling banyak terjadi. “Jadi kalau ada pengguna narkotika suntik di Indonesia, kemungkinannya dia mengidap Hepatitis C lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV (human immunodeficiency virus). Orang takutnya HIV, padahal Hepatitis C yang tinggi. Hepatitis B kecil,” ujar Irsan.
metode pengobatan baru yang disebut Direct Acting Antiviral (DAA) dengan hasil sangat menggembirakan.
Seseorang yang terinfeksi virus hepatitis tidak akan segera merasakan keluhan, atau dalam hitungan bulan langsung mengalami sirosis. Inilah yang harus diwaspadai. Hepatitis C ini sekitar 80% muncul tanpa gejala. Makanya, orang sering menyebutnya sebagai silent killer. Kalaupun ada, gejala yang muncul sifatnya sangat umum tidak spesifik, seperti letih atau capek. Padahal capek bisa disebabkan oleh berbagai hal. Bisa karena bergadang, bekerja, atau karena kurang istirahat. Hal inilah yang membuat penyakit ini sering terabaikan.
Banyak masalah yang timbul dengan pengobatan lama ini. Pertama, dan ini biasanya menjadi masalah utama, yakni biaya. Bayangkan, sekali suntik pasien harus merogoh kocek sebesar Rp 2,5 juta. Berarti dalam setahun seorang penderita Hepatitis C harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 120 juta.
Perjalanan penyakit ini juga cukup panjang. Proses menjadi sirosis membutuhkan waktu belasan atau bahkan sampai 20 tahun. Setelah itu, ada yang berkembang menjadi karsinoma hepatoselular (KHS) alias kanker hati. Angka mortalitas akibat komplikasi penyakit sirosis hati terkait infeksi Hepatitis C kronik, tercatat sekitar 4 persen per tahun.
Sebelum ada DAA, pengobatan hepatitis masih mengandalkan interferon, pasien harus disuntik tiap minggu selama 6 – 12 bulan, tergantung genotipe-nya. Kalau genotipe 1, berarti terapinya dilakukan selama satu tahun. artinya pasien harus disuntik 48 kali.
Kedua, pasien seringkali malas disuntik. Maklum, karena harus rutin dilakukan setiap minggu selama setahun. Hal itu tentu sangat merepotkan, apalagi bagi pasien yang takut dan trauma dengan jarum suntik. Ketiga, respon terapi cukup lama. Terakhir, efek samping dari penggunaan obat
Siapa saja yang mungkin sampai pada fase lanjut dari penyakit ini? Kata Irsan, kondisi sirosis atau kanker hati bisa mengenai orang-orang yang dengan kondisi terinfeksi virus Hepatitis C di usia lanjut, pengidap HIV, juga Hepatitis B, dan pengonsumsi alkohol. SKRINING ANTIHCV Untuk mengetahui apakah sesorang terkena infeksi virus Hepatitis C atau tidak, perlu dilakukan screening antiHCV. Setelah periksa anti-HCV-nya harus pula dicek virusnya, yang dinamakan HCV RNA. Dari pemeriksaan ini dapat dinilai tingkat kesembuhan pasien. Orang terkena Hepatitis C, antiHCV-nya akan terus ada, sekalipun yang bersangkutan sudah sembuh. Pasien bisa dinyatakan sembuh ketika HCV RNA-nya sudah tidak ada. Untuk melihat kerusakan hati yang diakibatkan oleh infeksi virus Heptitis C ini perlu dilakukan biopsi hati. Kekhawatiran terhadap dampak lanjutan dari penyakit Hepatitis C ini sekarang bisa diredam, karena menurut Irsan penyakit ini sudah bisa diobati. Bahkan sudah ada
28
foto: http//tutknow.ru
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
interferon ini mirip dengan kemoterapi dalam skala mini, dimana pasien mengalami mual, nafsu makan turun, depresi, trombosit turun dan Hb turun. Pasien juga bisa menjadi susah tidur dan gampang tersinggung. “Dokternya juga pusing menghadapinya. Bahkan ada seorang pasien saya yang akan bunuh diri karena bikin depresi,” ujar Irsan. Sudah begitu, lanjut Irsan, susah payah disuntik, ternyata untuk genotipe1, tingkat keberhasilannya hanya 66 persen. DIRECT ACTING ANTIVIRUS Obat Hepatitis C terbaru yang dinamakan Direct Acting Antivirus Antiviral (DAA) bekerja lebih cepat dan memberikan hasil yang lebih efektif. Antivirus ini langsung bekerja menghambat replikasi virus Hepatitis C. Berbeda dengan interferon yang bekerjanya secara tidak langsung. Interferon akan meningkatkan sistem imun, kemudian sistem imun inilah yang akan menyerang virus Hepatitis C. Kelebihan DAA, dapat menjanjikan tingkat kesembuhan hingga 87 - 98 persen. Selain itu, tersedia dalam sediaan oral, memiliki
SOROT efek samping yang lebih sedikit, dan masa terapi yang lebih pendek. Untuk genotipe 1 misalnya, hanya perlu waktu terapi 3 bulan. Bandingkan dengan interferon yang waktunya cukup lama, yaitu 1 tahun. Irsan menguraikan, ada tiga golongan besar dari DAA. Ini bisa dikenali dari nama belakangnya, yakni previr, asvir, dan buvir. Sehigga kemudian ada obat yang namanya Simeprevir, Sofosbuvird, aklatasvir, dan lain-lain. Nah, salah satu tulang punggung dalam terapi Hepatitis C ini adalah obat Sofosbuvir. Ini merupakan tablet 400 miligram, diminum 1 kali sehari dan dikombinasikan dengan obat lain. Irsan menganalogikannya seperti Film James Bond. Dalam mengalahkan musuhmusuhnya, James Bond selalu berpasangan, hanya saja kalau awalnya pasangannya banyak, sekarang hanya satu. Nah dalam kasus ini, Sofosbuvir adalah James Bondnya. Untuk hasil yang lebih efektif, Sofosbuvir dipasangkan dengan obat lain, misalnya dengan formula sebagai berikut: Sofosbuvir + Velpatasfir angka
Irsan.
keberhasilannya 96%. Sofosbuvir + Simeprevir angka keberhasilannya 93% Sofosbuvir + Ledipasvir angka keberhasilannya 98% Sofosbuvir + Daclatasvir angka keberhasilannya 98% “Ini yang saya sampaikan pada Maret 2016, dimana obat-obat itu yang tersedia di Indonesia. Waktu itu Sofosbuvir saja, belum ada yang lain. Waktu itu dianjurkan digabung dengan yang lama, Ribafirin. Tetapi hasilnya 60%. Jadi dianjurkan tetap menggunakan interferon. Kelebihannya, kita hanya berikan hanya 3 bulan (dari sebelumnya 1 tahun ), angka keberhasilannya 85%,” jelas Irsan. KENDALA BIAYA Masalah sudah selesai? Belum! Ada kendala yang menghambat pengobatan ini. Yang jadi masalah ternyata adalah harga DAA yang tidak murah, bahkan bisa dikatakan sangat mahal. Sofosbuvir dengan nama dagang Sofaldi, untuk 1 tabletnya dihargai USD 1000 (Rp13 juta). Kalau pengobatannya dilakukan selama 3 bulan berarti biaya yang harus dikeluarkan pasien sekitar Rp1 miliar. Wajar bila ramai orang sedunia memrotes harga obat yang sangat mahal ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) turun tangan mencarikan solusi. WHO membuat perjanjian, bahwa untuk negara-negara miskin, DAA ini boleh diedarkan dalam bentuk generik (tiruan). Karena sebetulnya dalam dunia pengobatan itu ada peraturan, bahwa farmasi yang menemukan obat mempunyai hak paten memproduksi obat tersebut selama 10 tahun. Tidak boleh ada pihak lain yang membuat dan mengedarkan tiruannya. Bagi yang mengedarkan tiruan obat ini bisa dituntut. khusus untuk Sofosbuvir, peraturan ini ditiadakan. Karena Indonesia masih masuk dalam kategori negara miskin, maka diperbolehkan mengedarkan tiruan Sofosbuvir. “Inilah tiruan yang sudah masuk ke Indonesia. Sekitar Desember 2015. Harga pengobatan saat ini sekitar Rp5,8 juta per bulan. Berarti kalau pengobatannya 3 bulan, biayanya Rp18 juta. Tentu jauh lebih murah dibanding yang Rp1 miliar tadi. Makanya, mulailah pasien-pasien dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura pada datang (berobat) ke Indonesia,” kata
Menurut Irsan, obat Hepatitis C yang sekarang sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) dan sudah beredar di pasaran adalah kombinasi Sofosbuvir dan Simeprevir. Selain itu ada pula jenis obat yang sudah disetujui Badan POM namun belum tersedia di apotik, yaitu kombinasi Sofosbuvir + Ledipesvir yang sudah jadi satu tablet. Kemungkinan obat ini baru akan tersedia di apotik pada Januari 2018. Obat lain yang sudah disetujui pula oleh Badan POM adalah Elbasvir dan Grazoprevir. Di luar itu ada obat bernama Special Access Shceme (SAS). Obat ini belum ada di Indonesia. Organisasi atau rumah sakit meminta Kementerian Kesehatan untuk mengimpornya. “Itu yang saya bilang pada Maret lalu sudah ada di Indonesia adalah SAS. Belum dijual di apotik, makanya belinya di apotik RSCM,” tambahnya. Hanya saja, Irsan berpesan, harus hatihati dalam memberikan obat Hepatitis C ini, karena berbagai kombinasi yang sebut di atas adalah untuk genotipe 1. Bisa saja efektif di genotipe 1 tapi lemah di genotipe lain. Tetapi, untuk memudah para dokter penyakit dalam menangani pasien, Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) telah mambuat Konsensus 2017 tentang terapi Hepatitis C dengan menggunakan DAA. Sudah seharusnya semua dokter penyakit dalam di Indonesia mengacu pada konsensus ini dan mengikuti panduan yang sudah disediakan. Satu lagi yang menurut Irsan masih menjadi kendala dalam pengobatan Hepatitis C ini. Kemenkes memang telah membuat program gratis untuk obat baru ini. Namun, sebelum dokter memberikan terapi DAA, pasien terlebih dahulu melakukan pemeriksaan HCV RNA. Untuk sekali pemeriksaan HCV RNA dibutuhkan biaya sekitar Rp 2 juta – 2,5 juta. Bagi sebagian besar pasien, biaya ini sangat memberatkan. Banyak yang tidak mampu membayarnya. Ke depan diharapkan, ada solusi bagi pasienpasien tidak mampu untuk dapat menjalani pemeriksaan HCV RNA secara gratis atau dengan biaya yang terjangkau, agar sasaran pengobatan Hepatitis C yang bersifat menyeluruh bagi seluruh masyarakat Indonesia maupun warga dunia yang INTERNIS membutuhkan, dapat tercapai adanya. halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
29
SOROT
PANDUAN PENATALAKSANAAN
TERAPI HEPATITIS C
Berikut ini cupilikan panduan pemilihan terapi Hepatitis C berdasarkan Konsesus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis C Di Indonesia Tahun 2017.
Tabel Pemilihan Regimen Terapi Pada Infeksi VHC Tanpa Sirosis Genotipe
PegIFN,
PegIFN,RBV, Sofosbuvir
PegIFN, RBVsimeprevir
1
12 minggu
2
12 minggu
RBV
3
Response Guided
Sofosbuvir, RBV
Sofosbuvir, Simeprevir
Sofosbuvir, Ledipasvir
Sofosbuvir, Daclatasvir
Grazoprevir, Elbasvir
Sofosbuvir, Velpatasvir
24 - 48 minggu*
-
12 minggu
-
12 minggu
-
12 minggu
12 minggu
12 minggu**
12 minggu
12 minggu
12 minggu
-
12 minggu
12 minggu
-
12 minggu
-
-
12 minggu
-
12 minggu
4
12 minggu
24 - 48 minggu*
-
12 minggu
12 minggu
12 minggu
12 minggu**
12 minggu
5
12 minggu
-
-
-
12 minggu
12 minggu
-
12 minggu
6
12 minggu
-
-
-
12 minggu
12 minggu
-
12 minggu
*
Diberikan selama 12 minggu. Dilanjutkan PegIFN & RBV 12 minggu (pasien naïve atau relapsers) atau 12 minggu, dilanjutkan PegIFN & RBV 36 minggu (pasien partial atau null responders);
**
Dengan syarat tidak ditemukan NS5A RAV terhadap Elbasvir pada genotipe 1a dan genotipe 4; diberikan 16 minggu dikombinasikan dengan Ribavirin bila ditemukan NS5A RAV atau kadar RNA VHC800 ≥ 800.000 IU/mL.
Sumber: Buku Konsesus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis C di Indonesia, diterbitkan oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2017
Tabel Pemilihan Regimen Terapi Pada Infeksi VHC Dengan Sirosis Kompensata Genotipe
PegIFN, RBV
1
12 minggu
2
PegIFN, RBV Simeprevir
24 - 48 minggu*
Sofosbuvir,RBV
-
Sofosbuvir, Simeprevir
Sofosbuvir, Ledipasvir
12 minggu
12 minggu
(dengan RBV)
(dengan RBV)
Atau
Atau
24 minggu (tanpa RBV)
24 minggu (tanpa RBV)
Sofosbuvir, Daclatasvir
Grazoprevir, Elbasvir
Sofosbuvir, Velpatasvir
12 minggu**
12 minggu
-
12 minggu
-
(dengan Ribavirin)
12 minggu**
12 minggu
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu
-
16 - 24 minggu
-
12 minggu
12 minggu
12 minggu
-
24 minggu
-
-
(dengan atau tanpa RBV
4
12 minggu
24 – 48 minggu*
-
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
5
12 minggu
-
-
-
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
-
12 minggu
6
12 minggu
-
-
-
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
12 minggu (dengan RBV) atau 24 minggu (tanpa RBV)
-
12 minggu
3
30
PegIFN, RBV, sofosbuvir
Response Guided
24 minggu
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
12 minggu
SOROT
Diberikan selama 12 minggu. Dilanjutkan PegIFN & RBV 12 minggu (pasien naïve atau relapsers) atau 12 minggu, dilanjutkan PegIFN & RBV 36 minggu (pasien partial atau null responders);
*
** Dengan syarat tidak ditemukan NS5A RAV terhaap Elbasvir pada genotipe 1a dan genotipe 4; diberikan 16 minggu dikombinasikan dengan Ribavirin bila ditemukan NS5A RAV atau kadar RNA VHC800 ≥ 800.000 IU/mL. Sumber: Buku Konsesus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis C di Indonesia, diterbitkan oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2017
Tabel Pemilihan Regimen Terapi Pada Infeksi VHC Dengan Sirosis Dekompensata Genotipe
PegIFN, RBV
PegIFN, RBV, Sofosbuvir
PegIFN, RBV Simeprevir
Sofosbuvir, Simeprevir
1
2
3
4
5
6
Sofosbuvir, RBV
Sofosbuvir, Ledipasvir
Sofosbuvir, Daclatasvir
-
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
-
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
16-20 minggu
Kontra Indikasi
Kontra Indikasi
Kontra Indikasi
Kontra Indikasi
-
12 minggu
-
-
-
12 minggu (+RBV) atau
Grazoprevir, Elbasvir
Kontra Indikasi
Sofosbuvir, Velpatasvir
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
12 minggu (+RBV) atau
24 minggu (-RBV
24 minggu (-RBV)
24 minggu (-RBV)
Sumber: Buku Konsesus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis C di Indonesia, diterbitkan oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2017
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
31
SOROT
Pseudoscience Pengobatan Kanker
KETIKA PASIEN DIHANTUI RUMOR Banyak pasien kanker ragu dan takut menjalani pengobatan medis, lalu memilih pengobatan alternatif karena terpengaruh dengan rumor-rumor yang beredar. Keraguan dan ketakutan hanya akan memperlambat proses pengobatan yang pada akhirnya merugikan pasien sendiri.
32
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
SOROT komplementer adalah pengobatan yang tidak lazim atau inkonvensional yang diberikan bersama dengan pengobatan yang lazim. “Alternatif berarti meninggalkan satu untuk satunya, sehingga artinya alternatif berarti kita tidak lagi memakai pengobatan konvensional. Sementara pengobatan konvensional adalah pengobatan dalam ilmu kedokteran barat atau modern, dan yang dipakai sebagai pengobatan di negara kita atau internasional sesuai pembuktian, evidence based. Kalau pengobatan inkonvensional berlawanan dengan itu,” jelas Aru. Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
setelah menjalani pengobatan alternatif di suatu tempat. Tidak terkecuali, pasien kanker yang sudah berobat kesana kemari lalu merasa sembuh dengan pengobatan alternatif.
M
foto: https://phys.org
akin canggihnya ilmu kedokteran yang dikuasai dokter-dokter di Tanah Air tak lantas membuat pasien sepenuhnya mau menjalani pengobatan medis dengan mendatangi rumah sakit untuk mencari kesembuhan. Masih banyak ditemui pasienpasien yang memilih pengobatan alternatif karena berbagai alasan. Salah satunya karena terpengaruh dengan berita testimoni orang-orang yang mengaku sembuh
Pengobatan alternatif diyakini dapat menyembuhkan karena biasanya mempromosikan metode terapi yang terkesan ilmiah. Di sinilah letak masalahnya. Boleh jadi sebetulnya metode yang digunakan untuk pengobatan tersebut tidak memenuhi kaedah ilmiah, sehingga yang disampaikan merupakan metode pengobatan semu atau berbasis pada ilmu semu yang lazim disebut sebagai pseudoscience. Tidak ada standar ukur yang jelas tentang keberhasilan pengobatan tersebut. Yang disodorkan umumnya contoh-contoh yang dianggap berhasil. Tetapi, berapa jumlah pasien yang gagal dalam pengobatan tidak pernah dibahas, bahkan cenderung ditutup-tutupi. Pada banyak kasus, pseudoscience memberikan harapan besar bagi para pasien, sementara fakta riil peluang kesembuhan tidak diketahui. Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP dari Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memaparkan kalangan dokter menaruh perhatian terhadap kehadiran pseudoscience yang membuat pasien terjebak dalam harapan semu. Aru menjelaskan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengategorikan pengobatan pseudoscience dalam dua kelompok, yaitu pengobatan komplementer dan pengobatan alternatif. Ilmu pengobatan
Menurut Aru pula, sebetulnya baik dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), tidak menutup diri terhadap pengobatan alternatif, sepanjang metode pengobatan alternatif tersebut diketahui secara jelas dan dapat pula dipertanggungjawabkan. “Kami masih bisa menerima sebuah pengobatan yang diberikan bersama dengan pengobatan biasa, dengan catatan sang dokter mengetahui isi dari obat itu, bahan apa yang dipakai, apa efek samping serta interaksi dengan obat-obatan yang dipakai oleh pasien. Namun sejauh ini interaksi itu yang sering dilupakan,” tutur Aru. Persoalan lain, menurut Aru, yang sering menjadi masalah di kemudian hari dalam penggunaan pengobatan alternatif adalah bahwa penggunaan obat-obatan alternatif tersebut merupakan pilihan pasien sendiri. Benar atau tidaknya metode pengobatan tersebut tergantung pada pada persepsi dari masing-masing pasien. Akibatnya, pasien cenderung memendam sendiri efek negatif yang mereka hadapi. “Banyak pasien yang sudah tahu ada risikonya (pengobatan alternatif), sehingga kalau ada apa-apa mereka tidak mau melapor. Kalau tidak ada pengaduan, tidak ada penelusuran atau penuntutan. Dan ini yang terjadi, malu melapor karena sudah tahu salah,” imbuh Aru yang juga menjabat sebagai pengurus Yayasan Kanker Indonesia (YKI). RUMOR YANG MENYESATKAN Hal lain yang membuat pasien, terutama pasien kanker, memilih pengobatan alternatif dibanding pengobatan konvensional yang dapat diartikan
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
33
SOROT
Kerugian pasien yang dialami pasien kanker akibat memilih pengobatan alternatif yang bersandar pada pseudoscience tidak bisa dinilai dengan uang, karena nyawalah yang menjadi taruhannya. sebagai pengobatan metode barat, adalah lantaran dihantui oleh rumor-rumor yang menyesatkan seputar pengobatan kanker. Seperti tentang efek samping kemoterapi yang disebut menimbulkan rasa sakit yang hebat, atau biopsi yang bisa “membangunkan” kanker sehingga menyebabkan tumor jinak berubah menjadi ganas. “Kalau pasien (kanker) yang kemudian memilih berobat dengan pengobatan alternatif tentunya ada yang membuat dirinya takut. Misalkan pada pasien bedah kanker, dia mendengar dari kanan kiri kalau kemoterapi itu sakit, atau mendengar juga kalau dikemoterapi akan membangunkan sel jinak menjadi ganas. Itu mitos atau cerita yang tidak benar yang memang sudah beredar. Sudah tidak tahu lagi siapa yang memulai, kami sendiri sudah tidak bisa tahu lagi sudah sejauh mana beredarnya mitos-mitos tersebut. Ada juga rumor, kalau ada tumor atau benjolan jangan dibiopsi karena operasinya akan membuat jadi ganas atau kanker. Padahal itu sama sekali salah,” jelas Aru.
34
Ketakutan-ketakutan yang dihembuskan oleh rumor-rumor ini membawa kerugian bagi pasien sendiri. Mereka menundanunda waktu untuk memulai pengobatan. Sementara waktu menjadi salah satu faktor penentu yang sangat penting dalam pengobatan kanker. Semakin dini dan semakin cepat proses pengobatan dijalankan, peluang kesembuhan akan semakin besar.
kemudian datang kembali dengan kondisi penyakit yang sudah parah. “Tahu-tahu datang lagi ke kami dan sudah dalam kondisi stadium 4. Kami tidak bisa mencegah. Sifat manusia yang tidak mau disakiti karena ada anggapan kemoterapi itu nyeri. Tidak hanya di Indonesia, kondisi ini juga banyak dialami pasien di luar negeri. Contohnya pasien dari Timur Tengah,” ungkap Aru.
Aru menuturkan banyak menemui kasus dimana pasien berobat medis pada awalnya dalam kondisi penyakit kanker dengan stadium 2. Kemudian pasien itu menghilang. Beberapa waktu
EDUKASI DAN LINDUNGI PASIEN
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Kerugian pasien yang dialami pasien kanker akibat memilih pengobatan alternatif yang bersandar pada pseudoscience tidak bisa dinilai dengan uang, karena nyawalah yang menjadi taruhannya. Untuk melindungi pasien dari iming-iming kesembuhan dari
SOROT pengobatan alternatif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan metodenya, Aru mengatakan masyarakat perlu diedukasi tentang bagaimana prosedur pengobatan kanker yang benar. Berikut dengan menyampaikan informasi tentang risiko yang akan dihadapi selama menjalani pengobatan, juga akibat yang ditanggung bila tidak menjalani metode pengobatan tersebut. Edukasi kepada pasien perlu melibatkan banyak pihak. “Edukasi tidak bisa dikerjakan sendiri, saya menyarankan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Cabang untuk bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jangan lupa penyebarluasan informasi penting sekali melibatkan kerjasama media. Satu koran bisa menjangkau masyarakat banyak sekali. Ini pesan saya untuk PAPDI Cabang kerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) untuk mensosialisasikan tentang penyakit kanker,” ujar President of International Society of Internal Medicine (ISIM) ini. Maraknya praktik-praktik pengobatan alternatif belakangan ini juga menarik perhatian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menekankan bahwa pengobatan alternatif banyak yang mengelabui konsumen, dalam hal ini pasien, karena yang diinformasikan kepada publik tidak berdasar pada fakta yang sebenarnya. Keberhasilan pengobatan yang mereka klaim, tidak melalui uji klinis dan sangat jauh dari sisi medis yang sebenarnya. Terkait hal ini, untuk melindungi pasien, YLKI menghimbau media massa untuk tidak menayangkan iklan-iklan yang disinyalir mengelabui masyarakat. “Karena media massa juga ikut berkontribusi menyebarkan berita-berita yang tidak benar. Sifatnya tanggung renteng,” kata Tulus. Pengawasan harus ketat dan pemberian sangsi harus tegas. Sejauh ini memang belum ada tindakan yang tegas, sehingga kejadiannya terjadi berulang-ulang. “Kemenkes bisa bekerja sama dengan KIP (Komisi Informasi Pusat). Karena itu melanggar aturan KIP bisa menegur media INTERNIS massa yang bersangkutan,” tandasnya. halo
WASPADA KANKER
P
asien perlu mendapatkan edukasi yang benar tentang kanker dan mengajak mereka mewaspadai kanker sejak dini. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas Kanker dapat menimpa semua orang, pada setiap bagian tubuh, dan pada semua gologan umur, namun lebih sering menimpa orang yang berusia 40 tahun. Umumnya sebelum kanker meluas atau merusak jaringan di sekitarnya, penderita tidak merasakan adanya keluhan ataupun gejala. Bila sudah ada keluhan atau gejala, biasanya penyakitnya sudah lanjut. Terdapat tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, sebagaimana diinformasikan yayasankankerindonesia.org yaitu: 1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan. 2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan. 3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh 4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor). 5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, menjadi semakin besar dan gatal. 6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh 7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
35
SOROT
SALING MENGHORMATI DALAM MENJAGA
MUTU PENDIDIKAN SPESIALIS Kolegium Ilmu Penyakit Dalam sudah menyiapkan standarisasi pendidikan spesialis dan subspesialis. Siap dan teruji melahirkan lulusan yang bermutu dan berkompetensi.
36
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
SOROT Menurut Siti, dasar diadakannya pertemuan ini terkait dengan adanya kebijakan KKI di masa lalu. Pada tahun 2012 KKI menerbitkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Program Pendidikan Dokter Subspesialis. Dalam Perkonsil tersebut pada Bab III Pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa “Program pendidikan subspesialis hanya dapat diselenggarakan dalam hal belum terdapat program dokter spesialis yang serupa.”
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
S
ebuah momen penting bagi sejarah Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Indonesia tercatatkan pada tanggal 9 Mei 2017. Hari itu, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) memfasilitasi pertemuan Kolegium Ilmu Penyakit Dalam dengan Kolegium Ilmu Penyakit Jantung & Pembuluh Darah dan Kolegium Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi di Kantor Konsil Kedokteran Indonesia yang berlokasi di Jalan Cik Ditiro Jakarta. Agenda utamanya mengharmonisasikan standarisasi pendidikan ketiga bidang kedokteran ini. Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid, yang menghadiri pertemuan tersebut mengungkapkan bahwa pada akhirnya hamornisasi tersebut tidak jadi dilakukan karena memang tidak diperlukan. Sebab masing-masing kolegium memiliki kewenangan menyusun standarisasi pendidikan sendiri. Dalam hal ini, standarisasi pendidikan Ilmu Penyakit Dalam tidak perlu diharmomisasikan dengan standarisasi bidang keilmuan yang disusun kolegium lain. Makna penting dari pertemuan ini adalah, baik Konsil kedokteran Indonesia, juga Kolegium Ilmu Penyakit Jantung & Pembuluh Darah dan Kolegium Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi akhirnya mengakui eksistensi dan keabsahan program Subspesialis Kardiologi dan Subspesialis Pulmonologi dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam yang beberapa waktu lalu diperdebatkan.
Pasal ini menimbulkan pro dan kontra. Program Studi Ilmu Penyakit Dalam berkeberatan dengan peraturan ini karena berdampak pada pelaksanaan program pendidikan subspesialis yang sudah berjalan di Program Studi Ilmu Penyakit Dalam. Secara tidak langsung, Perkonsil Nomor 8 Tahun 2012 ini melarang Program Studi Ilmu Penyakit Dalam melaksanakan pendidikan spesialis 2 untuk bidang Subspesialis Kardiologi dan Subspesialis Pulmonologi, karena di Indonesia telah ada pendidikan spesialis 1 yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah serta Program Studi Ilmu Pulmonolgi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. POHON ILMU PENYAKIT DALAM Program Studi lmu Penyakit Dalam punya dasar yang kuat untuk mempertahankan pendidikan Subspesialis Kardiologi dan Subspesialis Pulmonologi. Latar belakangnya, perkembangan Ilmu Penyakit Dalam (IPD) Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan Ilmu Penyakit Dalam di dunia, dimana pembagian ilmu kedokteran pada mulanya dibagi menjadi 2, yaitu ilmu kedokteran bedah dan medis. Ilmu Penyakit Dalam merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran medis, yang memiliki nilai dan ciri yang merupakan jati dirinya. Ilmu Penyakit Dalam memiliki nilai bersama yang merupakan nilai inti ilmu kedokteran yang sarat dengan nilainilai kemanusiaan, bebas dari diskriminasi serta melaksanakan praktek kedokteran dengan penuh tanggung jawab. Nilai tersebut diamalkan dalam melaksanakan profesi dokter penyakit dalam. Di Indonesia perkembangan pendidikan profesi dokter Spesialis Penyakit Dalam bermula dari dibentuknya beberapa Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya pada tahun 1950-an. Selanjutnya pendidikan
profesi dokter Spesialis Penyakit Dalam terus berkembang di berbagai propinsi di Indonesia. Dalam perkembangannya terjadi kekhususan di bidang pelayanan dan pendidikan sehingga terbentuklah subspesialisasi. Saat ini ada 11 subspesialis di bidang Ilmu Penyakit Dalam, yaitu : 1.
Alergi imunologi Klinik
2.
Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
3.
Gastroenterohepatologi
4.
Geriatri
5.
Ginjal Hipertensi
6.
Hematologi Onkologi Medik
7.
Kardiologi
8.
Penyakit Tropik dan Infeksi
9.
Psikosomatik
10. Pulmonologi 11. Reumatologi. Sebagai informasi, Imu Penyakit Dalam memiliki 12 cabang ilmu. Namun dalam pendidikan subspesialis, bidang Gastroenterologi digabung dengan Hepatologi menjadi Subspesialis Gastroenterohepatologi dan lulusannya menyandang gelar Konsultan Gastroenterohepatologi (K-GEH). Sehingga keseluruhannya terdapat 11 subspesialis pada Program Studi Ilmu Penyakit Dalam. “Jadi memang pendidikan di penyakit dalam ini mengikuti pohon. Ada batang, ada cabang pohon. Batangnya adalah penyakit dalam. Kemudian ada ranting-ranting yaitu pencabangan tadi, ada yang jantung atau pun ginjal,” kata Siti. Menurut Siti pula, pencabangan dalam Ilmu Penyakit Dalam di Indonesia merujuk pada American Board of Internal Medicine (ABIM). “Itu sudah sesuai dengan rujukan kami. Reference kami dari American Board of Internal Medicice. Kita merujuk pada suatu badan besar di Amerika yang seperti itu. Dan bahkan sekarang di Asia pun sudah mulai mengikuti bentuk yang dikembangkan oleh Amerika. Bahwa ada pohon besarnya dulu yaitu, internis. Lalu ada cabangnya yaitu organ-organ tadi (yang menjadi kekhususan subspesialis),” tutur Siti. Upaya penghapusan Subspesialis Kardiologi dan Subspesialis Pulmonologi
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
37
SOROT bertentangan dengan prinsip Ilmu Penyakit Dalam yang mengobati pasien sebagai manusia yang utuh, bukan hanya fokus pada pengobatan organ-organ saja. “Karena kami dari Penyakit Dalam menilai bahwa manusia itu utuh. Tidak bisa bisa dipisahkan jantungnya, parunya, ginjalnya, otaknya, hormonnya. Satu dengan yang lain saling terkait. Even kulit pun ada hormon yang saling mempengaruhi jantung atau ginjal. Kita lihat (pasien) itu secara komprehensif, holistik, integratif satu dengan yang lain. Tidak bisa dipisah-pisahkan. Tidak bisa kita katakan belajar jantung saja, belajar paru saja, tetapi harus melalui Penyakit Dalam dulu,” ujar Siti. Karena itu, kata Siti, untuk bisa mengikuti pendidikan subspesialis di bidang Ilmu Penyakit Dalam, termasuk Subspesialis Kardiologi dan Pulmonologi, seorang dokter terlebih dahulu harus menamatkan pendidikan Spesialis 1 Ilmu Penyakit Dalam selama 9 semester atau 4,5 tahun. Setelah itu, baru bisa mengikuti pendidikan
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang menyelenggarakan pendidikan untuk 31 program studi spesialis1, termasuk di antaranya Program Studi untuk spesialis Ilmu Penyakit Dalam, Program Studi llmu Jantung dan Pembuluh Darah, serta Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Secara formal FKUI mensyaratkan, untuk memperoleh gelar dokter Spesialis Penyakit Dalam (SpPD) lama masa pendidikan 9 semestar. Untuk meraih gelar dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (SpJP) diharuskan menempuh masa pendidikan selama 10 semester. Sedangkan untuk meraih gelar Dokter Spesialis Penyakit Paru (SpP) masa pendidikannya 7 semester. Dari lamanya masa pendidikan dan strata yang dilalui, jelas terdapat perbedaan antara SpJP dengan K-KV dan antara SpP dengan K-P. Yang satu merupakan strata spesialis 1 yang lainnya strata
Paru (SpP) atau Konsultan Paru (SpPD, K-P). Sehingga muncullah klaim tentang siapa yang paling berhak menangani pasien. Hal ini semestinya tidak terjadi. Karena pada dasarnya pasien dapat memilih sendiri, mana dokter yang menurut mereka bisa memberikan pelayanan kesehatan yang baik. “Saya pikir pasien sudah semakin pintar. Mereka membutuhkan dokter yang baik. Tentunya dokter yang kompeten dan memiliki empati yang tinggi. Itulah yang perlu kita siapkan,” ujar Siti. Di samping itu, di pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, ada Komite Medik yang membuat Panduan Praktik Klinik (PPK). Dengan PPK ini dapat diatur pembagian tugas para dokter, siapa mengerjakan apa. Dan, Komite Medik Rumah Sakit berperan penting dalam mensinergikan kompetensi masing-masing dokter dalam mengotimalkan pelayanan kesehatan bagi pasien.
Dua tahun lamanya polemik masalah spesialis vs subspesialis bidang pengobatan jantung dan paru ini mengambang. Pada akhirnya KKI memutuskan untuk mencabut Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 dan mengembalikan masalah pendidikan subspesialis seperti semula. subspesialis yang lamanya sekitar 3 tahun. Sehingga bila ditotal, lama pendidikan untuk meraih gelar Spesialis Penyakit Dalam - Konsultan Kardiovaskular (SpPD, K-KV) dan Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Paru adalah sekitar 7 - 8 tahun. Kebijakan ini sama dengan yang berlaku di Amerika. Untuk menjadi seorang ahli penyakit jantung atau pun ahli penyakit paru disyaratkan menjalani pendidikan sekitar 5 - 6 tahun, dimana 3 tahun pertama diisi dengan mengikuti pendidikan Basic Internal Medicine. Barulah 3 tahun berikutnya diteruskan dengan memperlajari kekhususan di bidang jantung atau paru. “Jadi (di Amerika) lama pendidikan 5 - 6 tahun. Tapi Basic Internal Medicine dilewati dulu. Dan mempelajari penyakit dalam ini tidak selama 1 sampai 2 tahun, tapi 3 tahun. Setelah itu baru menjurus,” tutur Siti. Ini berbeda dengan masa pendidikan dokter Spesialis Jantung maupun Spesialis Paru. Ambil contoh yang berlaku di Fakultas
38
spesialis 2 yang tingkatannya lebih tinggi. Menghapuskan keberadaan subspesialias (spesialis 2) demi kepentingan spesialis 1 dinilai tidak mendasar. Justru jika menggunakan sudut pandang kepentingan pasien dan pelayanan kesehatan masyarakat, antara kedua belah pihak semestinya terjalin kerja sama yang baik. Terlebih lagi, menurut Siti, saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga dokter spesialis, termasuk keahlian di bidang jantung maupun paru. Selagi memiliki kompetensi di bidang keilmuannya, maka para dokter spesialis maupun subspesialis dapat berkarya untuk masyarakat. Siti menjelaskan, salah satu penyebab keluarnya Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 berawal dari laporan tentang keluhan di tempattempat pelayanan kesehatan. Dikatakan pasien bingung hendak berobat ke siapa. Ketika merasakan keluhan di jantung, apakah berobat ke Spesialis Jantung (SpJP) atau Konsultan Jantung (SpPD, K-KV). Dan, ketika mengalami masalah pernapasan, apakah berobat ke Spesialis
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
PERKONSIL DICABUT Dua tahun lamanya polemik masalah spesialis vs subspesialis bidang pengobatan jantung dan paru ini mengambang. Pada akhirnya KKI memutuskan untuk mencabut Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 dan mengembalikan masalah pendidikan subspesialis seperti semula. Sebagai landasan hukumnya, Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Program Pendidikan Dokter Subspesialis. Pasal 4 ayat 2 yang menyebutkan “Program pendidikan subspesialis hanya dapat diselenggarakan dalam hal belum terdapat program dokter spesialis yang serupa” pun dihapus. Sebagai tindak lanjutnya, KKI meminta masing-masing Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan pembuluh darah, serta Kolegium Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
SOROT Respirasi untuk menyusun standar pendidikan. Kolegium Ilmu Penyakit Dalam telah menyusun standar pendidikan yang dimaksud oleh KKI. “Khusus untuk Ilmu Penyakit Dalam, yang kami susun adalah standar pendidikan untuk spesialis dan standar pendidikan untuk subspesialis. Karena kita punya jenjang pendidikan spesialis dan subspesialis,” kata Siti. Sekitar setahun yang lalu Kolegium Ilmu Penyakit Dalam mengajukan standar pendidikan ini kepada KKI untuk dibahas dan kemudian dimintakan legal formalnya kepada Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia. Namun KKI belum kunjung mengeluarkan persetujuan. “Sebenarnya tahun lalu sudah kami ajukan (Standar Pendidikan Program Studi Ilmu Penyakit Dalam) kepada Konsil supaya kemudian oleh Konsil di bahas dan dan akhirnya dimintakan legal formal itu kepada Kemenhukham. Itu tahapannya. Itu sudah kami lakukan cukup lama. Itu yang kami tanyakan terus kepada KKI mengapa persetujuan tidak keluar. Rupanya KKI ingin kita bertemu dulu antar kolegium karena ada barangkali permintaan dari pihak teman-teman dari kolegium yang dua tadi untuk dilakukan pembahasan. Untuk itu kita bertemu,” ungkap Siti menjelaskan latar belakang pertemuan tanggal 9 Mei 2017 di Kantor Konsil Kedokteran Indonesia. SALING MENGHARGAI Dari pertemuan tersebut disepakat bahwa pada prinsipnya kolegium memiliki kewenangan untuk menyusun standar pendidikan masing-masing. Kolegium itu merupakan badan terhormat yang terdiri atas berbagai pakar bidang ilmu. Para pakar ini berkumpul menyusun standar pendidikan yang akan menjadi acuan dalam penyusunan kurikulum di masing-masing insititusi pendidikan. Kemudian disepakati pula, masing-masing kolegium saling menghargai satu sama lain. Bahwa masing-masing memiliki standar pendidikan dengan rujukan atau bench mark masing-masing pula. Pada intinya, semua pihak sama-sama menyiapkan dokter-dokter yang dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. “Jadi kolegium itu diakui oleh Konsil dan undang-undang. Bahwa kolegium memiliki kewenangan dalam menyusun
standar pendidikan. Kita sepakati dalam pertemuan tersebut bahwa kita saling menghargai. Saling menghormati, bukan saling menghapuskan. Bukan saling menghilangkan,” kata Siti. Dengan ada semangat saling menghargai ini, maka Siti menegaskan, tidak perlu ada saling telaah terhadap standar pendidikan masing-masing, seperti yang semula direncanakan dalam pertemuan tersebut. Saling telaah atau saling membandingkan hanya akan memunculkan sikap saling kritisi yang mengundang ketidakpuasan satu sama lain. Dan bisa memunculkan anggapan pihak yang satu lebih baik dari yang lainnya. Padahal standar pendidikan sudah disusun sesuai dengan bench mark masing-masing.
“Saya kira bagus Konsil mau mempertemukan kita. Memang niat awalnya mau membanding-bandingkan (standar pendidikan), tapi saya kira itu akan sangat susah. Karena kita akan saling mengkritisi. Kita saling menghormati saja, bahwa kita percaya kolegium masingmasing itu sudah menjaga mutu, karena memang tugas kolegium menjaga kualitas. Kalau kita anggap (peserta didik) sudah memiliki kualitas, memiliki kompetensi, ya sudah kita approve kita berikan sertifikat kompetesi. Masyarakat kita butuh. Makin banyak dokter makin banyak yang bisa memberikan pelayanan. Mari kita berpikir positif, saling bahu membahu,” tandas Siti. halo
INTERNIS
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
39
PROFIL
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
MEMANDANG PASIEN SECARA UTUH
Sesulit apapun, bekerja di bidang yang disukai akan membawa kebahagiaan tersendiri. Itulah yang dirasakan sang Profesor yang senantiasa melayani pasien dengan sepenuh hati.
R
amah, bersahaja, dan peduli dengan sesama. Kesan ini melekat kuat pada sosok Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger FINASIM, M.Epid, pakar gerontologi Indonesia yang kini memangku jabatan sebagai Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (KIPD). Siti didaulat menjabat Ketua KPID sejak tahun 2012, dan sekarang sudah memasuki masa tugas periode kedua. Bukan kebetulan bila Siti, yang oleh sejawatnya biasa disapa Prof. Ati ini, menggeluti di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Perempuan kelahiran Bandung 15 Oktober 1961 ini memang sudah lama memiliki ketertarikan dengan menyukai konsep dan prinsip yang diajarkan bidang ilmu ini. Menurutnya, Penyakit Dalam meliputi ilmu yang kompleks dan lengkap, yang memandang pasien secara utuh, bukan hanya dari kesehatan fisik. “Saya suka karena konsep layanan pendidikan di Penyakit Dalam mengajarkan holistik, komprehensif,” ujarnya. Konsep holistik dan komprehensif dalam pendidikan Ilmu Penyakit Dalam menginspirasi Siti untuk memantapkan hati menekuni bidang kekhususan Geriatri, cabang ilmu kedokteran Penyakit Dalam yang fokus menangani penyakit-penyakit pada usia lanjut. Seperti halnya Ilmu Penyakit Dalam, Geriatri memposisikan pasien sebagai manusia yang utuh. Dalam Geriatri ada prinsip yang dinamakan comprehensive geriatric assessment. Secara definisi dapat diartikan sebagai proses diagnostik dan perawatan yang
40
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
PROFIL menggunakan multidisiplin keilmuan untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan para lansia baik dari sisi medis, psikososial, dan fungsional, untuk kemudian dirumuskan terapi yang tepat guna memaksimalkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, selalu dilakukan pengkajian paripurna pada pasien-pasien Geriatri. Dalam melakukan pengkajian tersebut betul-betul diajarkan untuk tidak melihat manusia dari fisiknya saja. “Kita diajarkan untuk melihat manusia juga dari aspek psikososial dan spiritualnya. Itu memang cocok untuk orang tua. Kita mengobati pasien secara lengkap. Itu salah satu alasan saya suka dengan Geriatri, karena melihat sesuatu itu lengkap, tidak terkotak-kotak,” jelas Siti Banyak masalah psikologis yang berdampak pada masalah fisik. Siti mencontohkan, orang yang depresi bisa menjadi kurus kering karena tidak mau makan. Orang yang depresi daya tahan tubuhnya menurun dan bisa terkena infeksi. Begitu pula pada pasien yang mengalami dimensia atau kepikunan. Kepikunan bisa menimbulkan kekacauan. Orang dimensia bisa lupa makan, dan bisa menyebabkan keluarga berantakan karena emosi tidak terkendali. “Saya tahu persis, orang tua masalahnya kompleks. Belum lagi masalah obat yang diminum sangat banyak. Mana obat yang penting dan mana yang tidak penting. Semakin tua umur seseorang, akan semakin banyak persoalannya. Belum lagi masalah depresi dan kesepian,” kata Siti.
keterbatasan. Jika menghadapi kasus serangan jantung atau gagal jantung, kami akan konsul ke bagian jantung. Memang ada kalanya kami tangani sendiri. Tapi kami selalu mengajak teman-teman lain bila ada kasus yang memerlukan keahlian lain. IDEAL Siti juga selalu melibatkan keluarga untuk membantu perawatan pasien di rumah. “Kita selalu mengajak keluarga mengadakan family meeting membahas bersama obat apa yang dikonsumsi pasien. Memang itu yang ideal menurut saya,” ujar Siti. Namun “ideal” menurut Siti ini berdampak pada lamanya waktu konsultasi setiap kunjungan pasien di ruang praktik. Satu pasien bisa menghabiskan waktu konsultasi sampai 45 menit. Kondisi ini membuat Siti membatasi jumlah pasiennya, maksimal hanya 15 orang per hari. “Memang pasiennya jadi tidak banyak. Untuk menghadap orang tua butuh waktu. Saya selalu bilang pasien saya tidak boleh lebih dari 15 orang. Karena saya ingin bisa lengkap dan utuh, jadi lama
konsultasinya. Tidak populernya di situ, karena umumnya orang mau pasiennya banyak dan cepat (konsultasinya). Tapi, orang ‘gila’ seperti saya cukup banyak sekarang. Memang uangnya tidak banyak. Tapi kebahagiaan bukan semata-mata ditentukan oleh uang. Uang tentu perlu, tapi bukan satu-satunya,” kata Siti yang juga merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI). TANTANGAN SANG GURU Keseriusan Siti mendalami Geriatri berawal dari tawaran sang guru, almarhum Prof. Dr. dr. Supartondo, SpPD, K-EMD, K-Ger kepadanya di tahun 1996. Saat itu Siti baru saja menyelesaikan pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam. Supartondo yang tengah merintis Divisi Geriatri pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mencari tenaga-tenaga muda yang akan di sekolahkan ke luar negeri untuk mempelajari bidang ilmu Geriatri dan diharapkan kelak mengembangkannya di Indonesia, khususnya di FKUI. “Waktu itu saya dipanggil oleh almarhum Prof. Supartondo. Beliau yang mengembangkan Geriatri di Jakarta dan merupakan salah satu pakar di Indonesia. Beliau meminta saya untuk sekolah Geriatri, karena ilmu ini di luar negeri, terutama di Eropa, sudah berkembang,” tutur Siti.
Karena masalah yang dihadapi begitu kompleks, Siti mengatakan Geriatri senantiasa
melibatkan sejawat dari bidang keilmuan lain untuk manangani pasien. “Kami menyadari
Ibu dari dua orang anak dan
nenek
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
41
PROFIL dari seorang cucu ini masih ingat kata-kata yang disampaikan sang guru untuk memacu semangatnya. “Ini tantangan buat Anda. Dari gak ada menjadi ada. Anda sanggup gak?” ungkap Siti menirukan ucapan Supartondo di tahun 1996. Siti menyambut tawaran ini. Pada tahun 1996 ia melanjutkan pendidikan Postgraduate Education in Geriatric & Rehabilitation Medicine di Royal Adelaide Hospital, Australia dan menamatkannya dalam masa satu tahun. “Memang waktu itu saya diajak dan diminta untuk mengembangkan Geriatri. Saya suka tantangan. Dulu Geriatri belum ada. Saya dengan dokter Heriawan (Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono , SpPD, K-Ger, FINASIM, FACP, M.Epid) yang sekarang menjadi Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo berangkat ke Australia,” kata Siti. Keberangkatannya menuntut ilmu ke Australia dilakukan dengan penuh perjuangan. Pada masa itu, yang dihadapi bukan hanya beban perkuliahan saja, melainkan juga beban hati yang terpaksa berpisah dengan keluarga tercinta. Terlebih lagi ketika itu kedua anak Siti masih kecil yang tentu dalam keseharian membutuhkan kehadiran ibunda. Dukungan suami membulatkan tekadnya untuk berangkat dan akhirnya kembali ke tanah air dengan bekal ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak.
Eyang Brojonegoro mengajarkannya untuk peduli dengan sesama, juga menginspirasinya untuk gigih menuntut ilmu, meski dirinya seorang perempuan. Selalu pula diselipkan pesan untuk senantiasa berbuat manfaat bagi orang banyak. “Saya dari kecil dekat dengan Eyang saya. Kakek nenek saya sangat wise. Saya senang dengan wisdom-nya. Mungkin itu latar belakang saya suka dengan bidang Geriatri,” tutur Siti yang pada Juni lalu dikaruniai cucu pertama. Wejangan dari sang Eyang mendorong wanita yang pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Indonesia ini (2013 – 2014) untuk aktif dalam berbagai kegiatan yang turut memajukan perkembangan dunia kedokteran di Indonesia. Selain aktif mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan menjadi Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam dan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), sekarang ini Siti juga menjabat Ketua Unit Clinical Epidemiology and Evidence Based Medicine (CEEBM) FKUI-RSCM. Terlibat dalam Tim Project Implementation (PIU) MERC FKUI, di samping menjadi Wakil
Pemimpin Redaksi Jurnal Acta Medica Indonesiana (Jurnal Ilmiah Penyakit Dalam Indonesia) dan aktif pula mengisi Asian Journal of Gerontology and Geriatrics. Untuk ke depan, setidaknya ada dua hal yang menjadi concern Siti terkait dengan bidang ilmu Geriatri. Pertama, terbatasnya pelayanan kesehatan bagi lansia dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang masih beriorientasi pada organ. Sementara Geriatri bertindak dengan pendekatan holistik. Kedua, Siti melalui PERGEMI mengampanyekan “Kita Cinta Lansia” dengan berupaya menggerakkan masyarakat untuk menghargai lansia dan memberikan kesempatan bagi lansia untuk terus produktif. Selain itu, juga mempopulerkan slogan “Menua dengan Sehat” yang bertujuan mengingatkan orang untuk hidup sehat. “Bagaimana supaya kita menua dengan sehat. Awet tua, sehat terus sampai tua. Jangan tua sakit-sakitan. Kita mengajarkan prevention untuk kesehatan INTERNIS yang terus kita pelihara,” tandas Siti.halo
KEARIFAN EYANG Semakin dipelajari, Siti semakin menyukai bidang Geriatri. Ia seakan berjodoh dengan bidang ilmu ini, dan menemukan passionnya disini. Itu karena karena Siti sedari kecil memang akrab dengan kaum tua, suka bergaul dan mengobrol dengan kakekkakek dan nenek-nenek. Semua itu berkat didikan orang tuanya yang mengajarkan untuk selalu menghargai orang yang lebih tua, dimanapun berada. Siti punya rasa hormat pada para manula (manusia usia lanjut). Di matanya, para lansia memiliki wisdom yang tinggi. Siti mendapati kearifan ini pada sosok kakeknya sendiri, Eyang Brojonegoro. Sang Eyang yang berprofesi sebagai guru adalah sosok yang sangat baik, ramah, tidak pernah marah. Eyang mengenalkan nilai-nilai kehidupan dan budi pekerti yang semakin jarang dijumpai pada anak-anak muda zaman sekarang.
42
BIODATA Nama Lengkap
: Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, M.Epid
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 15 Oktober 1961 Pendidikan
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
:
-
Dokter Umum FKUI, Lulus Tahun 1980
-
Dokter Spesialis Penyakit Dalam FKUI, Lulus Tahun 1996
-
Postgraduate Education in Geriatric & Rehabilitation Medicine, Royal Adelaide Hospital, Australia, Lulus Tahun 1997
-
Subspesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri, Lulus Tahun 2000
-
Magister Epidemiologi PPS UI, Lulus Tahun 2003
-
Doktor Epidemiologi Klinik FKM UI, Lulus Tahun 2006
Kabar PAPDI
KABAR PAPDI
Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, SpPD, K-GEH, FINASIM, FACG membahas tentang “Ibadah Puasa Bagi Penderita Sakit Maag serta Gangguan Cerna”.
PAPDI FORUM
MERAIH KESEMPURNAAN BERPUASA
BAGI PENDERITA DIABETES, MAAG, DAN LANSIA
B
olehkah lansia di atas usia 80 tahun berpuasa? Amankah bagi penderita diabetes tidak makan lebih dari 12 jam? Dan, apakah sakit maag dan penyakit saluran cerna lain tidak kambuh kalau perut kosong terlalu lama? Kalau boleh dan kalau aman, bagaimana menjalani puasa tersebut agar lapar dan dahaga yang ditahankan mendatangkan manfaat bagi tubuh, tidak sebaliknya menimbulkan tambahan masalah kesehatan yang tidak diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan ini seputar “aman” berpuasa ini kerap muncul menjelang bulan
44
Ramadhan, bulan di mana kaum muslim di seluruh dunia diwajibkan menunaikan ibadah puasa, yakni menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga tenggelam matahari.
Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu 10 Mei 2017 bertempat di Ruang Kuliah Penyakit Dalam, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. PAPDI Forum ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang digelar menjelang Ramadhan.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas secara benar dan menyebarluaskannya kepada masyarakat, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), cq Bidang Humas, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat mengadakan kegiatan PAPDI Forum bertajuk “Meraih Kesempurnaan Ibadah Puasa dengan Tetap Sehat Jasmani.”
Acara ini dibuka oleh Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI, FINASIM, mewakili Ketua Umum PB PAPDI. “Kiat menyukseskan Ramadhan meraih kesempurnaan puasa dengan tetap sehat jasmani dan rohani. Untuk mendapatkan sehat rohani, perlu modal sehat jasmani,” ujar Sukamto. Bertindak sebagai moderator Ketua Bidang Humas, Publikasi, dan
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
KABAR PAPDI Pengabdian Masyarakat PB PAPDI dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD, K-HOM, FINASIM. Tiga pakar yang dihadirkan dalam PAPDI Forum kali ini. Pertama, Konsultan Diabetes, dr Wismandari, SpPD, K-EMD, FINASIM membawakan topik “Tips Berpuasa Aman Bagi Pasien Diabetes”. Kedua, Konsultan Geriatri, dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM membawakan materi “Kiat Menjalankan Ibadah Puasa Bagi Lanjut Usia”. Ketiga, Konsultan Gastroenterologi, Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, SpPD, K-GEH, FINASIM, FACG membahas tentang “Ibadah Puasa Bagi Penderita Sakit Maag serta Gangguan Cerna”. TIPS BAGI PASIEN DIABETES Wismandari menjelaskan, ada karakteristik yang perlu diperhatikan pada pasien diabetes untuk mengetahui apakah yang bersangkutan aman atau diperbolehkan berpuasa. Terdapat enam faktor yang menjadi dasar penilaian, yaitu: tipe diabetes yang diidap (DM tipe 1 atau tipe2), obat yang digunakan, risiko hipoglikemia, komplikasi dan penyakit penyerta, faktor sosial, dan pengalaman Ramadhan sebelumnya. Berdasarkan enam faktor ini, pasien dikelompokkan dalam tiga kategori dalam
berpuasa. Pertama, kelompok berisiko sangat tinggi, yang tidak boleh berpuasa. Kedua, kelompok berisiko tinggi, yang dianjurkan sebaiknya tidak puasa. Ketiga, kelompok berisiko sedang atau rendah, yang kondisi boleh atau tidak berpuasa bergentung pada toleransi individu masingmasing pasien.
Gula darah rendah atau hipoglikemia ditandai dengan gejala tubuh gemetar keluar keringat dingin, jantung berdebar-debar, muncul rasa lapar, tidak sadar, bingung, dan sakit kepala. Sedangkan gejala gula darah tinggi (hiperglikemia) antara lain muncul rasa haus, lapar, banyak berkemih, lelah, bingung, mual atau muntah, dan nyeri perut.
Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok yang diperbolehkan berpuasa sangat disarankan untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter agar dapat menyiapkan diri untuk menerapkan pola dan jadwal makan yang baru selama berpuasa. Terutama jadwal mengonsumsi obat yang tentunya berubah. Tujuannya adalah agar kadar gula tetap dapat terjaga dengan baik, dan hal-hal yang mengkhawatirkan seperti hipoglikemia, hiperglikemia, dan dehidrasi tidak terjadi.
Wismandari mengingatkan, agar pasien segera membatalkan puasa bila ternyata pemeriksaan kadar gula darah menunjukkan angka dibawah 70 mg/dl (rendah), atau di atas 300 mg/dl (tinggi). Sangat tidak aman melanjutkan puasa dalam kondisi seperti ini.
Wismandari juga mengingatkan agar selama berpuasa pasien diabetes sering memonitor gula darah dengan melakukan tes gula darah secara mandiri atau ke fasilitas layanan kesehatan terdekat. Paling tidak bagi yang berisiko ringan, melakukan tes gula darah sebanyak 1 - 2 kali sehari, terutama di waktu-waktu yang “rawan” seperti, siang hari, saat iftar (berbuka), atau dua jam setelah iftar. Juga di waktu kapan saja tubuh merasakan gejala gula darah rendah atau tinggi.
PUASA BAGI LANSIA Pada topik lansia, Edy Rizal Wahyudi menekankan bahwa tidak ada batasan usia untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Seorang yang sudah berusia lanjut, bahkan berusia di atas 90 tahun pun masih bisa dan diperbolehkan berpuasa sepanjang yang bersangkutan dalam kondisi stabil, penyakit terkontrol, dan tidak ada infeksi akut. Namun perlu diperhatian, kondisi lansia tidak sama dengan anggota keluarga lain yang relatif muda. Kondisi fisik maupun psikis mereka sudah mengalami penurunan sehingga mereka pun perlu diperlakukan dengan cara yang tidak biasa. Semisal,
Kiri-kanan: Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, SpPD, K-GEH, FINASIM, FACG, dr. Wismandari, SpPD, K-EMD, FINASIM, dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD, K-HOM, FINASIM, dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
45
KABAR PAPDI
Peserta tampak serius menyimak materi yang disampaikan.
dalam menyantap makanan dan minuman. Pada lansia, nafsu makan sudah berkurang. Indera mengecap sudah menurun. Makanan yang lezat tidak lagi membangkitkan selera. Cairan tubuh juga sudah berkurang dari 60% menjadi 45% – 55 % saja, dan rasa haus juga sudah menurun. Karenanya, mengajak lansia makan dan minum tidak bisa lagi mengandalkan lidah atau rasa masakan semata, melainkan dengan menyentuh pemikiran mereka bahwa sudah saatnya makan atau minum karena tubuh membutuhkannya. Terlebih lagi ketika berpuasa, saat sahur dan berbuka mestilah menyantap makanan yang bergizi. Yang pasti, kebutuhan kalori lansia ketika berpuasa sama dengan saat tidak berpuasa. Untuk bisa memenuhi kebutunan kalori 100%, lansia diarahkan untuk membagi pola makan. Sekitar 40% kebutuhan kalori dipenuhi saat sahur. Kemudian, 50% dipenuhi saat berbuka puasa, dan 10% lainnya sesudah shalat tarawih. Saat berbuka dianjurkan konsumsi terlebih dahulu makanan ringan. Setelah shalat magrib barulah menyantap makanan berat. “Saat berbuka puasa disarankan untuk mengonsumsi makanan yang menghasilkan energi instan, yaitu makanan yang manis,” ujar Edy.
kosumsi makan yang lambat dicerna dan tinggi serat, sehingga tidak cepat merasa lapar. Kemudian batasi minuman teh atau kopi karena dapat menstimuli tubuh untuk sering buang air kecil. Ini bisa mengundang dehidrasi. Juga tidak disarankan meminum minuman manis saat sahur karena akan dicerna lebih cepat dan menyebab tubuh cepat merasa lapar. Penting pula diperhatikan soal konsumsi cairan. Tubuh lansia memerlukan asupan air sebanyak 8 - 10 gelas perhari. Untuk memenuhinya dapat lakukan kiat berikut: Minum 2 gelas saat berbuka, Minum 3 – 4 gelas setelah shalat tarawih sampai dengan sebelum tidur, Minum 1 gelas saat bangun tidur sebelum sahur, Minum 1 – 2 gelas saat sahur.
AMAN BAGI MAAG Penderita maag dan pasien-pasien yang menggalami gangguan pencernaan juga dapat menjalani puasa dengan aman tanpa perlu khawatir penyakitnya akan kambuh. Murdani Abdullah menjelaskan justru penyakit maag dapat dikendalikan saat berpuasa. Berbagai penelitian di rumah sakit sudah membuktikan hal ini, dimana dengan berpuasa kondisi kesehatan
Sangat disarankan bagi lansia untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menjalankan ibadah puasa, apalagi bila ada obat-obatan yang rutin dikonsumsi. Lansia dapat menanyakan kepada dokter, mana obat yang sebaiknya diminum saat sahur dan saat berbuka puasa.
Eddy mengingatkan, saat sahur dianjurkan
46
Diingatkan pula oleh Edy, bahwa mampu menjalankan ibadah puasa Ramadhan pada tahun lalu, bukan berarti lansia yang bersangkutan bisa dan aman pula berpuasa pada Ramadhan tahun ini. Sangat disarankan bagi lansia untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menjalankan ibadah puasa, apalagi bila ada obat-obatan yang rutin dikonsumsi. Lansia dapat menanyakan kepada dokter, mana obat yang sebaiknya diminum saat sahur dan saat berbuka puasa.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
KABAR PAPDI
TINGKATAN RISIKO BERPUASA PASIEN DIABETES RISIKO SANGAT TINGGI
RISIKO TINGGI
RISIKO SEDANG/RENDAH
Tidak Boleh Berpuasa
Sebaiknya Tidak Berpuasa
Bergantung pada Toleransi Pasien (Indvidu)
KARAKTERISTIK PASIEN: Satu atau lebih dari di bawah ini: Gula darah rendah sekali dalam 3 bulan sebelum puasa Komplikasi KAD dan/atau HHS dalam 3 bulan sebelum Ramadhan Riwayat gula darah rendah berulang Riwayat gula darah rendah tidak disadari DM Tipe 1 tidak terkontrol Penyakit akut Diabetes dengan kehamilan atau diabetes dengan gestasional yang diobati dengan obat glibenklamid/glimepirid atau dengan insulin
KARAKTERISTIK PASIEN: Satu atau lebih dari di bawah ini:
KARAKTERISTIK PASIEN: Pasien DM Tipe 2 yang diobati dengan satu atau lebih obat di bawah ini:
DM Tipe 2 yang tidak terkontrol
Modifikasi gaya hidup
DM Tipe 1 yang terkontrol baik
Meformin (Glucophage®, Glumin®)
DM Tipe 2 yang terkontrol baik dengan insulin multipel atau insulin campuran
Acarbose (Glucobay®) TZD (pioglitazone/Pionix/Daculin/Actos SU generasi kedua (Glimepiride®, Amaryl®, glibenklamid, glipizid, glicazide, Diamicron®).
Diabetes dengan kehamilan yang terkontrol baik dengan diet atau metformin saja
Terapi berbasis inoretin (januvia, trajenia, onglyza, galvus)
Gagal ginjal kronik stadium 3
SGLT2 inhibitor (forxiga, jardiance)
Komplikasi jantung, stroke, kaki diabetes yang stabil
Basal insulin (Lantus, Lavemir)
Pasien dengan diabetes yang memiliki aktivitas fisik berat Dalam pengobatan yang mempengaruhi fungsi kognitif
Cuci darah kronik atau gagal ginjal kronik stadium 4 dan 5 Komplikasi jantung, stroke, kaki diabetes yang lanjut Usia lanjut dengan kondisi tidak sehat
Sumber: SIDF=DAAR Guideline 2016. Disarikan dari Makalah Tips Puasa Aman Bagi Pasien Diabetes oleh dr. Wismandari, SpPD, K-EMD, FINASIM yang disampaikan dalam acara PAPFI Forum, 10 Mei 2017.
lambung dan saluran cerna semakin membaik. “Saat berpuasa kan perut kosong selama belasan jam, kondisi ini lebih nyaman bagi penderita maag sehingga kasus maag menurun. Itu juga terjadi di klinik kita, saat bulan puasa kasus maag menurun,” ujar Murdani. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misal, beberapa makanan yang sebaiknya tidak dikonsumsi pasien maag saat berbuka atau sahur. Di antaranya makanan cepat saji, gorengan dan makanan berlemak lainnya. “Kalau pantangan makanan sebenarnya tidak ada. Tapi memang ada
makanan yang dapat memicu rangsangan pada sistem pencernaan yang memicu maag. Sifatnya menyesuaikan pengalaman masing-masing, kalau makan asam nggak ada keluhan ya nggak masalah dimakan,” tambah Murdani. Namun memang ada pasien-pasien dengan kondisi tertentu tidak diperkenankan berpuasa. Contohnya pasien maag akibat tukak lambung yang mengalami keluhankeluhan seperti muntah darah, BAB kehitaman, penurunan berat badan secara bermakna dan kesulitan menelan.
menyegerakan berbuka puasa dan konsultasi ke dokter,” jelas Murdani. Di penghujung acara, dibuka sesi tanya jawab yang dipimpin moderator. Para peserta antusias bertanya kepada ketiga narasumber. Suasana yang interaktif ini diliput berbagai media massa, cetak maupun elektronik. Semoga manfaat yang tersaji dalam PAPDI Forum tersebar luas ke INTERNIS masyarakat.halo
“Jika mengalami tanda bahaya tersebut sebaiknya menghentikan puasa dengan
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
47
KABAR PAPDI
WORKSHOP REKLASIFIKASI
GROUPING DAN CODING INA-CBG perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Implementasi Clinical Pathway sangat berhubungan dengan mutu pelayanan dan estimasi biaya pengobatan yang dapat diklaim rumah sakit kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Foto bersama peserta undangan, anggota PAPDI sekaligus perwakilan dari berbagai perhimpunan seminat
P
ara dokter spesialis berperan penting dalam menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tengah digiatkan pemerintah, khusus dalam memberikan pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit-rumah sakit rujukan. Karena itulah Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) mengadakan Workshop Reklasifikasi Grouping & Coding INA-CBG pada tanggal 4 - 5 Maret 2017 di Hotel Mercure Cikini, Jakarta. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya Surat Keputusan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (SK PB PAPDI) Nomor 1136/PB PAPDI/SK/ II/2017 Tanggal 9 Februari 2017 tentang Pengesahan Tim Adhoc Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) PAPDI yang diketuai oleh dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD, K-HOM, FINASIM.
48
Workshop ini dihadiri oleh 26 orang undangan anggota PAPDI yang sekaligus menjadi perwakilan dari berbagai perhimpunan seminat, di antaranya Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Perkumpulan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dan Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). Training hari pertama diisi dengan pembahasan tentang Reklasifikasi Grouping dibawakan oleh dr. Priscilla Kristanti, MARS dari Tim Tarif INA CBG, P2JK, Kemenkes, dan Penyusunan Clinical Pathway berikut praktiknya dibawakan oleh Dr. dr. Hikmat Permana, SpPD, K-EMD, FINASIM. Reklasifikasi Grouping diperlukan untuk mengklasifikasikan penyakit dan tindakan yang dapat dilakukan terhadap pasien. Clinical Pathway merupakan suatu konsep
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Training hari kedua fokus membahas Coding INA-CBG (Indonesian Case Base Groups) dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016, dengan narasumber Gandi Agusniadi, BBA, SE, anggota Pokja Tim Tarif/National Casemix Center (NCC) Kementerian Kesehatan RI. Coding INA-CBG merupakan acuan atau pedoman bagi fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan pihak lain yang terkait dengan metode pembayaran dalam penyelenggaraan JKN. Coding atau koding yang dimaksud disini adalah memberi mengkode atau memberi tanda penyakit berdasarkan yang telah di sepakati. Gandi memaparkan pemberian kode dilakukan pada 4 hal berikut: -
Diagnosis utama
-
Diagnosis sekunder (komplikasi dan ko-morbiditi)
-
Prosedur utama
-
Prosedur sekunder.
Diagnosis utama (principal diagnosis) adalah diagnosis yang ditegakkan dokter pada akhir episode perawatan yang menyebabkan pasien mendapatkan
KABAR PAPDI perawatan atau pemeriksaaan lanjutan. Dalam hal ini, bila terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih yang menggunakan sumberdaya paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, maka gejala utama, hasil pemeriksaan penunjang, atau masalah lainnya dipilih sebagai diagnosis utama Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau terjadi selama episode perawatan. Diagnosis sekunder merupakan komorbiditas dan atau komplikasi. Sedangkan komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi yang sudah ada sebelum pasien masuk rawat dan membutuhkan pelayanan kesehatan setelah masuk maupun selama dirawat. Contohnya diabetes dan hipertensi. Adapun komplikasi merupakan penyakit yang timbul dalam masa perawatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu pelayanan, baik yang disebabkan oleh
kondisi yang ada, atau muncul dari akibat pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, seperti pneumonia. Pemberian kode didasarkan pada kaedah yang sudah ditetapkan, yakni: menggunakan aturan koding morbiditas; mengikuti standar resmi aturan coding International Classification of Deseases (ICD) yang terdiri dari ICD-10 (penyakit) dan ICD-9CM (prosedur) hasil revisi tahun 2010, dan mengikuti kaidah koding Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBG dalam Pelaksanaan JKN. KUALITAS KODING Kualitas koding sangat mempengaruhi kelancaran klaim INA-CBG dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan nasional. Selama ini, menurut Gandi, berdasarkan jurnal dan penelitian diketahui rata-rata ketepatan koding berkisar 53% sampai 88,23%. Faktor-faktor penentu
kualitas koding ini antara lain adalah dokter, koder, dan dokumentasi (seperti data demografi pasien, resume medis, laporan operasi, dan catatan perkembangan pasien terintegrasi). Dokumentasi ini diperlukan oleh dokter dalam menegakkan diagnosis. Dalam hal ini para dokter dan koder berperan penting dalam penerapan sistem kode INA-CBG. Penulisan diagnosis yang tidak lengkap oleh dokter, bisa mengakibatkan pengkodean yang salah oleh koder. Selanjutnya, kode INACBG yang salah akan menyebabkan munculnya angka tarif rumah sakit yang salah. Tarif yang salah akan mengalami persoalan disaat pengajuan klaim. Inilah yang hendak dihindari. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan para dokter dapat menuliskan diagnosis yang lengkap berdasarkan panduan yang ada, sehingga koding dilakukan dengan tepat, dan ujungujungnya proses klaim INA-CBG berjalan INTERNIS lancar. halo
Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP, saat berbicara di depan para peserta workshop.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
49
KABAR PAPDI
Konferensi Kerja XIV PAPDI
JANGAN HANYA
JADI PENONTON Era JKN dan MEA menuntut para dokter giat menambah keilmuan dan meningkatkan kemampuan di bidang keahlian masing-masing. Ilmu dan teknologi kedokteran berkembang sangat pesat. Jangan sampai tertinggal, dan akhirnya terperangkap menjadi penonton di negeri sendiri.
P
erhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) siap mendukung program-program Kementerian Kesehatan dalam menghadapi tantangan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC,
50
FACP pada pembukaan Simposium dalam rangkaian acara Konferensi Kerja XIV PAPDI tanggal 14 Juli 2017 di Malang, Jawa Timur. Idrus memaparkan, dunia kedokteran Indonesia sekarang ini tengah menghadapi tantangan besar, baik dari sisi internal maupun eksternal. Tantangan di lingkup Internal meliputi keharusan menghadirkan layanan kesehatan yang berkualitas bagi
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
masyarakat Indonesia. Adanya masalah pendanaan dalam penyelenggaraan JKN, tidak bisa menepikan keharusan untuk meningatkan kualitas pelayanan kesehatan. Termasuk memeratakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tersebut ke seluruh pelosok negeri. PAPDI mendukung program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) sebagai salah satu upaya memeratakan distribusi dokter spesialis, termasuk dokter Spesialis
KABAR PAPDI
Para dokter di Indonesia, khususnya Spesialis Penyakit Dalam, harus bisa meningkatkan kompetensi agar dapat bersaing dengan dokterdokter asing. juga menggelar kegiatan ilmiah berupa workshop dan simposium.
Sesi foto bersama seluruh peserta Konferensi Kerja XIV PAPDI di Malang, Jawa Timur.
Penyakit Dalam keberbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, agar kualitas pelayanan kesehatan di level sekunder dapat ditingkatkan. Idrus mengingatkan, tantangan eksternal yang akan dihadapi para dokter ke depan adalah berlakunya kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuka pintu bagi dokter-dokter asing berpraktik di Indonesia. Karenanya para dokter di Indonesia, khususnya para Spesialis Penyakit Dalam, harus bisa meningkatkan kompetensi agar dapat bersaing dengan dokter-dokter asing di Indonesia. “Akan masuk dokter-dokter asing ke negara kita. Jangan sampai kita hanya jadi
penonton. Peran PAPDI meningkatkan kompetensi dokter spesialis penyakit dalam di era JKN dan MEA,” tutur Idrus. Kegiatan Konferensi Kerja (Konker) XIV PAPDI yang bertemakan “Peran PAPDI dalam Meningkatkan Kompetensi dan Kompetisi Dokter Indonesia di Era Jaminan Kesehatan Nasional dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” merupakan salah satu wadah yang memberi kesempatan bagi internis untuk menambah ilmu, memperluas wawasan, dan meningkatkan kompetensi. Selain dirancang untuk kegiatan organisasi, Konker XIV PAPDI yang diselenggarakan pada tanggal 13 – 16 Juli 2017 di Ijen Suites Resort & Convention Malang, Jawa Timur
Menurut Ketua Konker XIV PAPDI, dr. Bogi Pratomo Wibowo, SpPD, K-GEH, terdapat 360 peserta yang mengikuti workshop dan sebanyak 1.090 peserta mengikuti simposium. Adapun sidang organisasi dihadiri oleh Pengurus Besar PAPDI dan perwakilan dari 36 PAPDI Cabang dari seluruh wilayah Indonesia. Masing-masing cabang mengirimkan lima delegasi. Pelaksanaan Sidang Organisasi dilaksanakan pada tanggal 13 - 14 Juli 2017, dibuka langsung oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP. Sidang organisasi diawali dengan penyampaian laporan kegiatan PB PAPDI pada tahun 2016 – 2017 oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP kepada seluruh peserta sidang organisasi. Dilanjutkan dengan penyampaian laporan kegiatan Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (KIPD) oleh Wakil Ketua Umum KIPD, Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, FINASIM, menggantikan Ketua Umum INTERNIS KIPD yang berhalangan hadir. halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
51
KABAR PAPDI
Laporan Ketua Umum PB PAPDI pada saat acara pembukaan Sidang Organisasi.
galeri konker pb papdi
Peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Malang, 13 – 16 Juli 2017
Peserta memberikan tanggapan dan masukan terhadap materi yang akan di bahas.
Peserta tampak serius mendengarkan paparan dari narasumber.
52
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Foto bersama para pengurus PAPDI dengan Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
KABAR PAPDI
Sekjen PB PAPDI dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP. memaparkan partisipasi PB PAPDI dalam menghadiri pertemuan tingkat regional dan internasional.
Suasana sidang di Komisi 5 yang membahas tentang pendidikan spesialis-2. Peserta di Komisi 3 memberikan tanggapan terhadap poin-poin pembahasan pengembangan profesi & bidang LitBangKes.
Moderator Komisi 2 membacakan poin-poin yang akan dibahas mengenai humas, publikasi dan pengabdian masyarakat. Suasana sidang di Komisi 4 yang membahas tentang pendidikan spesialis-1.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
53
KABAR PAPDI
PIN XV PB PAPDI
63 WORKSHOP SELAMA 3 HARI
Pekan ilmiah Nasional XV PB PAPDI akan terselenggara pada Oktober 2017 mendatang. Panitia menyiapkan 63 workshop untuk meningkatkan kompetensi para sejawat. Jangan sampai terlewatkan!
P
ada Oktober 2017 mendatang, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) bekerja sama dengan PAPDI Cabang Makassar menggelar Pekan Ilmiah Nasional (PIN) XV PB PAPDI 2017. Penyelengaraannya akan dilangsungkan di Hotel Grand Clarion Makassar dari tanggal 13 – 15 Oktober 2017. Pekan Ilmiah Nasional merupakan agenda rutin PAPDI setiap tahun, diadakan secara bergiliran di berbagai kota di Indonesia. PIN XV mengambil tema Update in Diagnostic Procedures and Treatment in Internal Medicine: Towards Evidence Based Competency. Ini sejalan dengan misi PAPDI, yakni membantu meningkatkan kompetensi seluruh Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Indonesia. Menurut Ketua Pelaksana PIN XV PB PAPDI, dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM, acara Pekan Ilmiah Nasional ini dikemas dalam bentuk simposium, kuliah umum, dan workshop.
54
dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINASIM
.
Lebih bervariasi dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini dihadirkan narasumber dokter spesialis dan subspesialis dari berbagai disiplin Ilmu Penyakit Dalam dan beberapa spesialis lain. Secara keseluruhan kegiatan lebih difokuskan pada workshop, agar para Dokter Spesialis Penyakit Dalam mampu menatalaksana kondisi pasien secara holistik dan mampu mengatasi kasus-kasus penyakit dalam yang berkembang di daerah masing-masing. Edy Rizal menuturkan terdapat 63 workshop bidang Ilmu Penyakit Dalam yang digelar selama PIN XV ini yang dapat meningkatkan kompetensi peserta. “Terdapat 63 worskshop. Setiap hari diadakan 24 workshop. Sebanyak 60 workshop diadakan di lokasi acara (Hotel Grand Clarion), dan 3 workshop lainnya di selengggarakan di rumah sakit,” tutur Edy saat melaporkan perkembangan persiapan PIN XV PB PAPDI dalam forum Sidang Organisasi, Konferensi Kerja PAPDI pada tanggal 13 Juli 2017 di Malang, Jawa Timur.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Panitia juga menyiapkan TOR agar workshop bisa bisa terlaksana secara lebih baik. “Mudah-mudahan semua workshop dapat terselenggara sesuai dengan kaedahkaedah workshop yang semestinya,” ujar Edy. Panitia menargetkan kegiatan PIN XV PB PAPDI ini dihadiri sekitar 1.000 – 1.500 peserta, dengan komposisi sekitar 80 persen peserta merupakan internis, selebihnya merupakan spesialis lain. PIN XV PB PAPDI ini juga menyelenggarakan workshop khusus untuk para dokter umum dengan target peserta maksimum 100 orang. Setidaknya terdapat 15 judul workshop yang dapat dipilih untuk menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi dokter umum. Seluruh anggota PAPDI dihimbau untuk mengikuti kegiatan ini karena banyak sekali manfaat yang akan didapat. Informasi lengkap mengenai PIN XV PB PAPDI dapat dilihat di website resmi PB PAPDI, INTERNIS www.pbpapdi.org.halo
NG
BA
CA
AU
RI
NG
BA
CA
BA LI
ABA R
GJ
AN
CAB
ATI M
GJ
AN
CAB
Info Cabang
INFO CABANG
AKSI SOSIAL & BERAGAM KEGIATAN ILMIAH
PAPDI RIAU
P
APDI Cabang Riau aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang mengokohkan eksistensi PAPDI di wilayah kerjanya, baik berupa aksi sosial kepada masyarakat maupun kegiatan ilmiah untuk mendukung peningkatan kompetensi para dokter, khususnya anggota PAPDI. Berikut beberapa kegiatan yang patut diapresiasi. PEDULI KORBAN BANJIR KABUPATEN LIMAPULUH KOTA Awal Maret 2017 lalu Kabupaten Lima Puluh Kota Kota, Provinsi Sumatera Barat, dilanda bencana banjir besar dan tanah longsor. Hujan deras yang mengguyur daerah ini menyebabkan 7 kecamatan terendam air sampai ketinggian 1,5 meter. Ratusan kepala keluarga
56
terpaksa mengungsi ke tempat yang aman. Beriringan dengan musibah banjir ini, terjadi pula tanah lonsor di 13 titik, menyebabkan puluhan mobil terjebak, bahkan terkena longsoran dan menimbulkan korban jiwa.
Sumber pendanaan untuk sumbangan ini berasal dari kas organisasi PAPDI Cabang Riau, bantuan Bagian/KJF Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad/Fakultas Kedokteran Universitas Riau, serta partisipasi dana anggota PAPDI Cabang Riau.
Peduli dengan musibah ini, pada Minggu tanggal 12 Maret 2017 PAPDI Cabang Riau memberikan bantuan sembako kepada korban banjir. Bantuan diantarkan langsung ke Kecamatan Pangkalan, yang merupakan wilayah terkena banjir paling parah di Kabupaten Lima Puluh Kota. Bantuan berupa beras sebanyak 1 ton, Indomie 100 kotak, telur 100 papan, dan 100 kaleng susu yang total nilainya setara dengan uang Rp 25 juta diserahterimakan oleh Ketua PAPDI Cabang Riau, dr. Wisman Tanjung, SpPD, FINASIM kepada Camat Pangkalan.
RIAU INTERNAL MEDICINE MEETING KE VI
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Pada tanggal 4 -7 Mei 2017 di Hotel Pekanbaru, PAPDI Cabang Riau menggelar Riau Internal Medicine Meeting (RIMM) ke VI yang merupakan agenda tahunan organisasi. RIMM ke VI PAPDI Cabang Riau mengusung tema “Updates Of Integration And Holistic Role In Best Practice To Optimize Primary Care In All Aspects Of Internal Medicine.”
INFO CABANG Kegiatan ini bertujuan menambah wawasan pengetahuan sekaligus meningkatkan skill atau kompetensi dari peserta, baik dokter spesialis dan khususnya dokter umum di Riau dan sekitarnya. Berbeda dari tahun sebelumnya yang selalu diselenggarakan selama 2 hari, RIMM ke VI diadakan selama 4 hari, yang diisi dengan kegiatan Symposium, Workshop, One Day Workshop, Scientific Poster Session serta Exhibition dari pihak farmasi. Total peserta lebih kurang 350 orang yang datang dari berbagai daerah, diantaranya Riau, Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. TIM VISITASI WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS Peresmian Pembukaan Riau Internal Medicine Meeting VI.
Dalam rangka sosialisasi program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), PB PAPDI memberikan tugas kepada 3 orang perwakilan anggota PAPDI Cabang Riau sebagai Tim Visitasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Mereka berkunjung sekaligus melakukan survei di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), di antaranya adalah RSUD Taluk Kuantan, RSUD Kepulauan Meranti, RSUD Raja Musa dan RSUD Tengku Sulung. Program ini dilaksanakan pada tanggal 22 - 26 Mei 2017. SEMINAR COCOA PROGRAM
Tim Visitasi WKDS berkunjung ke RSUD Tengku Sulung, Indragiri Hulu, Riau
PAPDI Cabang Riau bekerjasama dengan PB PERPARI mengadakan acara Symposium COCOA Program (COPD, Comorbidities, and Asthma) pada tanggal 21 Mei 2017 di Hotel Premiere Pekanbaru. Kegiatan ini menghadirkan pembicara selain dari Riau juga dari luar daerah, yaitu dr. I Made Bagiada, SpPD, K-P dari Bali dan dr. Bambang Sigit Riyanto, SpPD, K-P dari Bandung. WORKSHOP DIABETES PAPDI Cabang Riau bekerja sama dengan PT. Merck Indonesia mengadakan pelatihan tentang diabetes dengan pembicara dr. Jazil Karimi, SpPD dan dr. Mukhyarjon, SpPD. Kegiatan ini diperuntukkan bagi kalangan dokter umum wilayah Riau untuk mengupdate ilmu terbaru seputar diabetes. Acara ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal INTERNIS 21 Mei 2016. halo
Peserta Workshop Diabetes.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
57
INFO CABANG
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN XXXII IPD 2017 SURABAYA
MENINGKATKAN KOMPETENSI SEJAWAT
DI ERA JKN
P
terselenggaranya pelayanan kesehatan berjenjang, sehingga memberikan tantangan bagi para dokter baik di layanan primer, sekunder maupun tersier untuk mampu memberikan tatalaksana secara paripurna temasuk di dalamnya kasus kegawatdaruratan.
Pemilihan tema ini dikaitkan dengan kondisi kekinian bidang kedokteran yang saat ini dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN menuntut
Tema-tema simposium maupun workshop dalam PKB XXXII Ilmu Penyakit Dalam 2017 dirancang untuk memenuhi kebutuhan para sejawat dan dapat diaplikasikan dalam tingkat layanan primer dan
APDI Cabang Surabaya mengadakan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) XXXII Ilmu Penyakit Dalam 2017 pada tanggal 12 14 Mei 2017 di Hotel Shangri La Surabaya, dengan tema “Challenges in Diagnosis and Management in Internal Medicine Cases.”
58
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
sekunder, yang banyak menghadapi kasus kegawatdaruratan. Ketua Panitia Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) XXXII 2017, Dr. dr. Sony Wibisono, SpPD, K-EMD, FINASIM dalam sambutannya mengatakan PKB XXXII tahun ini berbeda dari pada tahun sebelumnya, karena menawarkan pilihan workshop yang beragam dengan tema yang aplikatif untuk menjawab tantangan saat ini. Semua ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi sejawat dalam memberikan
INFO CABANG pelayanan kesehatan yang terbaik. Topik-topik simposium yang dibahas dalam kegiatan ini antara lain: -
“Gastro - Hepatology” What’s new in hepatology?
-
“Hematology-Oncology” Curable cancers: Progress in Oncology
-
“Geriatric Medicine” Dementia
-
“Tropic Infection” Ambulatory Infections: What to do and Why?
-
“Palliative Medicine”
-
“Ethics and Health Policy”
-
“Endokrinology” Diabetes Mellitus
-
“Hematology - Oncology” Filosofi Kemoterapi
-
“Gastro - Hepatology” NSAID Gastroenteropati
-
“Endokrinology” Insulin Therapy
Adapun workshop atau pelatihan yang diadakan menyangkut 18 topik, yakni: -
Increasing Awareness of Geriatric Problem in Primary Care
-
Management Cardio Renal Syndrome in Primary Care
-
Atypical Chest Pain and Dyspepsia
-
Prolonged Fever
-
Management Diabetic Foot in Primary Care
-
Management of Hypertension: How to Treat & When to Refer
-
Inflamatory and Non-Inflamatory Arthritis (On Knee and Shoulder)
-
Sub Acute and Chronic Cough: How to Deal With
-
Typical Chest Pain (When, Where, and How to Refer)
-
Osteoporosis
-
Monitoring in HIV Patients
-
Update Management of Pneumonia
-
Chronic Hepatitis B (APASL Guideline 2015 Update)
-
Neglected Problems in Geriatric Management
-
Management of Water Electrolyte Imbalance
-
Chronic Hepatitis B (APASL Guideline 2015 Update)
-
Neglected Problems in Geriatric Management
-
Management of Water Electrolyte Imbalance
Para peserta juga berkesempatan menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan pada sesi Plenary Lecture yang menghadirkan pembicara pakar-pakar penyakit dalam Indonesia, yakni Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro, SpPD, K-EMD, FINASIM; Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP; Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP; dr. Poernomo Budi Setiawan, SpPD, K-GEH, FINASIM, dan dr. Pranawa, SpPD, K-GH, FINASIM. TIGA PELATIHAN PRA PKB Mengawali rangkaian Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) XXXII 2017 ini, pada tangal 12 Mei 2017 PAPDI Cabang Surabaya mengadakan tiga pelatihan yang dihimpun sebagai workshop pra PKB. Pelatihan diperuntukkan bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Ketiga pelatihan ini dilaksanakan pada waktu bersamaan pukul 07.30 – 17.30 WIB di Hotel Shangri La Surabaya. Tema workshop pra PKB yang pertama adalah Pelatihan Ultrasonografi AbdomenPelvis. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, PAPDI Cabang Surabaya bekerja sama dengan Perhimpunan Ultrasonik Kedokteran Indonesia (PUSKI). Dalam workshop yang diadakan selama satu hari ini, peserta mendapatkan materi kuliah tentang teknik dasar pemeriksaan USG Abdomen-Pelvis yang dilengkapi dengan demonstrasi. Melalui sesi hands on, peserta diberi kesempatan untuk menerapkan materi yang diperoleh secara langsung menggunakan mesin ultrasonografi dengan bimbingan instruktur. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik noninvasif yang saat ini telah banyak digunakan di klinik, rumah sakit, dan pusat layanan kesehatan lainnya. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cukup sederhana namun sensitif sehingga memerlukan keterampilan khusus sebagai operator dalam teknik pengoperasian dan interpretasinya untuk dapat menghasilkan diagnosis yang akurat. Pentingnya keterampilan ini menjadikan pemeriksaan ultrasonografi sebagai salah satu keterampilan yang termasuk di
dalam Standar Profesi Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dengan menguasai keterampilan pemeriksaan ultrasonografi maka diharapkan seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dan berkualitas kepada masyarakat. Workshop pra PKB yang kedua mengenai Interpretasi Echocardiography. Pelatihan Echocardiography membantu para Dokter Spesialis Penyakit Dalam memiliki kompetensi tambahan dalam diagnostik non invasif imaging sederhana untuk melihat kelainan sederhana jantung seperti LVH, dilatasi ruang jantung, dan lain-lain. Dalam pelatihan ini peserta diberikan kuliah pengantar serta demonstrasi dan kemudian melakukan hands on transthoracal echocardiography menggunakan mesin ekokardiografi dengan bimbingan instruktur. Workshop yang ketiga mengenai Interpretasi ECG dan Treadmill. ECG (Electocardiograph) atau disebut juga EKG (elektrokardiograf) sudah merupakan alat diagnostik yang umum ditemui di tempat praktek sehari-hari. Dalam pelatihan ini instruktur mendemonstrasikan pelaksanaan treadmill bersama standardized patient. Peserta diberikan waktu untuk mencoba melakukan interpretasi treadmill test menggunakan contoh-contoh hasil treadmill dengan bimbingan instruktur. Dengan pelatihan ini diharapkan peserta mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan klinis, EKG dan treadmill sehingga dapat membantu membuat diagnosis dan INTERNIS tatalaksana yang lebih tepat.halo (sumber: pkbinternasurabaya.com)
Pelatihan Echocardiography membantu para Dokter Spesialis Penyakit Dalam memiliki kompetensi tambahan dalam diagnostik non invasif imaging sederhana untuk melihat kelainan sederhana jantung seperti LVH, dilatasi ruang jantung, dan lain-lain.
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
59
INFO CABANG
PAPDI CABANG SUMATERA BARAT
PERTEMUAN ILMIAH BERKALA KE 17
B
agian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Cabang Sumatera Barat mengadakan Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) yang ke-17 pada tanggal 3 – 5 Maret 2017 di Pangeran’s Beach Hotel Padang. Pertemuan ini ditujukan memberi wadah bagi dokter umum, dokter spesialis, juga perawat untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang dapat meningkatkan kompetensi dalam menjalankan profesi masing-masing. Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Berkala ke 17, Dr. dr. H. Irza Wahid, SpPD,
K-HOM, FINASIM menyampaikan bahwa saat ini Indonesia berada dalam fase transisi epidemiologik. Di satu sisi masalah infeksi belum dapat diatasi secara maksimal, di sisi lain dalam waktu bersamaan terjadi peningkatan insiden penyakit di bidang pulmonologi, endokrin metabolik kardiologi, rheumatologi, hemato-onkologi medik, ginjal hipertensi, gastroenterohepatologi, dan alergi imunologi. Perubahan ini menuntut para dokter, baik yangi bertugas di klinik, Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat 1, maupun di Rumah Sakit sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat 2 dan 3 harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Maka, meng-update pengetahuan dan meng-upgrade kompetensi menjadi
Peserta Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) yang ke-17 pada tanggal 3 – 5 Maret 2017 di Pangeran’s Beach Hotel Padang.
60
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
sebuah keharusan yang penting dilakukan. Pada kegiatan yang bertema “The New Challenge in Internal Medicine to Optimize the Competency of Primary Health Care Provider in JKN Era” ini para peserta dapat mengikuti simposium dan workshop, di antaranya workshop yang diadakan sub bagian kardiologi dan sub bagian pulmonologi. Selain itu, juga panita juga mengadakan simposium awam serta menampilkan pertunjukan seni sebagai acara hiburan. TRAINING BLS dan ACLS Sebelumnya, pada Februari 2017 PAPDI Cabang Sumatera Barat menjalin kerja
INFO CABANG
Foto bersama panitia Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) di Pangeran’s Beach Hotel Padang.
Pada kegiatan yang bertema “The New Challenge in Internal Medicine to Optimize the Competency of Primary Health Care Provider in JKN Era” ini para peserta dapat mengikuti simposium dan workshop, di antaranya workshop yang diadakan sub bagian kardiologi dan sub bagian pulmonologi.
Dr. dr. H. Irza Wahid, SpPD, K-HOM, FINASIM
sama dengan Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular (IKKI) mengadakan kegiatan International Training Center Basic Life Support (BLS) and Advanced Cardiac Life Support (ACLS) yang bersertifikasi American Heart Association (AHA). Training digelar di Rumah Sakit Universitas Andalas Limau manis, Padang, Sumatera Barat. Program Pelatihan ACLS-BLS adalah salah satu bentuk komitmen untuk meningkatkan penanggulangan masalah kesehatan jantung dan pembuluh darah di Indonesia. Pelatihan ACLS berlangsung secara intensif selama 3 hari, dari tanggal 17 – 19 Februari 2017, dengan metode kuliah terarah, diskusi interaktif, pembentukan kerja tim, serta pelatihan keterampilan dalam skill station
dengan menggunakan alat-alat simulator yang paling modern. Program Pelatihan ACLS-BLS ini diadakan secara berkala. Bagi anggota PAPDI di wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai program pelatihan ACLS dan BLS ini, dapat menghubungi Sekretariat PAPDI Cabang Sumatera Barat dengan nomor kontak 082283796423 (Meta) dan email
[email protected]. PADANG NEPHRON I PAPDI Cabang Sumatera Barat juga berkolaborasi dengan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Korwil Sumbar-Riau-Kepri, menggelar
simposium bertajuk Padang Nephrology and Hypertension Conference I (Padang Nephron I) di Pangeran’s Beach Hotel, pada tanggal 6 Mei 2017. Kegiatan ini merupakan yang pertama kalinya digelar di Sumatera Barat, dengan konten acara terdiri dari tiga sesi. Pertama kuliah tamu yang disampaikan oleh Kepala BPJS Padang. Kedua, empat simposium mengenai penyakit ginjal dan hipertensi. Ketiga, workshop yang membahas keadaan emergency (gawat darurat) di bidang INTERNIS penyakit ginjal dan hipertensi.halo (sumber: interne.fk.unand.ac.id)
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
61
INFO CABANG
RAKERDA PAPDI BALI kepentingan kemajuan organisasi dan anggota PAPDI dibahas bersama. Antara lain mengenai persoalan gratifikasi dan sponsorship dari farmasi dokter yang saat ini menjadi perbincangan hangat di jagad kedokteran Indonesia. Juga mengenai halhal yang terkait dengan pendidikan spesialis 2 (Konsultan Ilmu Penyakit Dalam) di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
P
erhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Cabang Bali mengadakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 3 - 4 Juni 2017. Kegiatan ini diadakan di Royal Tulip Saranam, Tabanan, Bali, dengan dihadiri oleh 81 anggota. Kehadiran peserta ini mencakup lebih dari 60 persen anggota PAPDI Cabang Bali yang berjumlah 131 anggota. Rapat diadakan mulai pukul 16.00 hingga 18.00 WIT. Berbagai hal pokok terkait
62
Rapat juga membahas rencana mengaktifkan kembali media internal di lingkup Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana telah menerbitkan Journal Penyakit Dalam Udayana (Udayana Journal of Internal Medicine) yang dikelola bersama PAPDI Cabang Bali. Edisi perdana (volume 1, nomor 1) jurnal ini telah diterbitkan tanggal 27 Januari 2017 lalu. Rakerda ini, selain untuk mengevaluasi jalan organisasi serta mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi, ditujukan pula untuk memperkuat silaturrahim dan mempererat persaudaraan antaranggota PAPDI Cabang Bali berikut keluarganya.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Pada malam hari seusai rapat, kegiatan dilanjutkan dengan gala dinner yang dihadiri oleh seluruh undangan beserta keluarga masing-masing. Pada kesempatan ini ditampilkan hiburan dari grup band Residen Interna Udayana. Acara juga dimeriahkan dengan games yang membuat suasana menjadi meriah dan akrab. Panitia juga mengajak para internis dan keluarganya berkaraoke, unjuk kebolehan dalam bernyanyi. Kegiatan hari kedua diisi dengan acara family gathering yang secara khusus diperuntukkan bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam beserta seluruh keluarga yang hadir. Berbagai fun games yang lucu dan asyik namun sarat dengan nilai-nilai kebersamaan memeriahkan acara yang dimulai sejak pagi. Seperti permainan lari kelereng, pensil goyang, memasukkan paku ke dalam botol dan lomba memindahkan bola dengan punggung. Kegiatan family gathering menjadi penutup rangkaian Rakerda PAPDI Cabang Bali 2017. Para pengurus dan anggota PAPDI Cabang Bali pun siap kembali bekerja, menunaikan hal-hal yang diputuskan bersama dalam INTERNIS Rakerda. halo (sumber: internalmedudayana.ac.id).
INFO CABANG
PAPDI Cabang Purwokerto
MENGELOLA PASIEN DENGAN
PANDUAN MEDIK TERKINI
D
alam menjalani praktik klinis sehari-hari para dokter tidak bisa terlepas dari panduan yang sudah disepakati perkumpulan keseminatan sesuai bidang masing-masing. Penelitian medis terus berkembang membuahkan hasil penelitian serta hasil evidence based medicine terkini. Dengan panduan medis terkini diharapkan para dokter dapat mengelola pasien dengan komprehensif dan bermutu serta mempunyai payung hukum. Oleh karena itu penting diadakan pertemuan untuk membahas panduan medik terkini. Untuk menjembatani hal ini PAPDI Cabang Purwokerto bekerja sama dengan Lab/KSM Penyakit Dalam FK Unsoed/ RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto menyelenggarakan pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) III dengan maksud meningkatkan kemampuan para sejawat dalam mengelola pasien berdasarkan panduan terkini. Kegiatan di laksanakan tanggal 13 - 14 Mei 2017 di Hotel Java
Heritage Purwokerto, dengan tema Update on Emergency and Optimizing Therapy in Internal Medicine. Salah satu materi yang dibahas dalam pertemuan ini mengenai perkembangan penalataksanaan diabetes yang belakangan ini jumlah penderitanya semakin banyak. Bahkan kasus-kasus diabetes mulai jamak dijumpai pada usia muda. Topik diabetes dibahas secara menyeluruh dari berbagai aspek. Di antaranya dari sisi perkembangan pengobatan diabetes menggunakan Metformin dan Glimeperide yang dipraktikkan pada masa lalu, sekarang ini, dan masa yang akan datang. Pembahasan tentang penggunaan obat-obat diabetes ini dibawakan oleh dr. I Gusti Made Parwata, SpPD, FINASIM dengan judul The Role of Antidiabetic, Past, Current, and Future. Focus on Metformin and Glimeperide.
penyakit. Salah satunya mengalami penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal. Topik The Role of Ketoacid for Diabetic Nefrophatic yang dibawakan dr. Ratih Tri Kusumadewi, SpPD memberikan informasi berharga tentang bagaimana menangani pasien-pasien diabetes yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Pembahasan mengenai diabetes juga mencakup aspek penggunaan insulin. Dr. dr. Pugud Samodro, SpPD, FINASIM yang merupakan Ketua PAPDI Cabang Purwokerto memaparkan tentang Insulin Theraphy: From Basal, Prandial, to Premix Regimen. Terkait dengan topik insulin pula dr. I Gusti Made Parwata, SpPD, FINASIM mengulas topik Insulin INTERNIS Intensification with Humalog Mix 50. halo
Hal yang dikhawatirkan pada pasien-pasien diabetes di antaranya, mereka berisiko tinggi mengalami berbagai komplikasi
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
63
INFO CABANG
PAPDI Cabang Jambi
DOKTER JANGAN
KETINGGALAN TEKNOLOGI
“
Aplikasi Klinis Ilmu Penyakit Dalam pada Praktik Sehari-Hari di Era JKN” menjadi tema besar Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IV PAPDI Cabang Jambi yang diselenggarakan pada tanggal 6 – 7 Mei 2017 di Swiss-BelHotel Jambi.
Kegiatan ini disambut baik oleh Pemerintah setempat. Walikota Jambi, H. Syarif Fasha yang hadir dalam acara pembukaan menyampaikan ucapan terima kasih kepada PAPDI Cabang Jambi yang menginisiasi terselenggaranya simposium dan workshop dalam PIT IV ini. Syarif mengatakan simposium dan workshop sangat penting diadakan guna meningkatkan kompetensi para dokter dalam menangani penyakit dalam. Syarif menghimbau kepada para peserta untuk memanfaatkan PIT IV sebaik mungkin, dengan mengikuti setiap simposium dan workshop yang ada. Ia pun mengharapkan para dokter yang bertugas dapat memberikan pelayanan medis yang paripurna, sehingga dapat membantu
64
menyukseskan Program Indonesia Sehat yang dicanangkan Pemerintah. Dalam sambutannya, Syarif mengatakan bahwa ilmu pengetahuan apabila tidak dipelajari dengan baik, maka akan tertinggal oleh teknologi, karena teknologi sudah semakin canggih. Terkadang, karena alat teknologi (orang) yang tidak berprofesi sebagai dokter saja bisa mengobati. Karena itu, agar tidak tertinggal oleh kemajuan teknologi, para dokter hendaknya aktif lebih banyak menghadiri seminar dan workshop, baik di taraf nasional maupun internasional, yang dapat menambah wawasan dan keillmuan. “Nah kita jangan sampai nanti tertinggal oleh teknologi ini, dokter juga harus menguasai teknis teknologi, harus menguasai ilmu-ilmu yang baru dan lebih banyak seminar-seminar ini akan lebih baik dan bermanfaat,” jelas Syarif dilansir beritajambi.co.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Dalam kesempatan ini, Walikota Jambi yang juga akrab disapa Fasha ini mengingatkan kalangan dokter, khususnya kepada dokter yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), untuk selalu mengingat marwahnya sebagai abdi negara, dimana diharapkan selalu mendahulukan pengabdian di rumah sakit pemerintah, setelah itu barulah di rumah sakit swasta. Hadir pula dalam acara pembukaan PIT IV PAPDI Cabang Jambi ini Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi, Direktur RSUD Abdul Manap, Direktur BPKS Kota Jambi. Adapun kegiatan workshop dan simposium yang berlangsung selama dua hari dikuti oleh para dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas di wilayah INTERNIS Jambi dan sekitarnya. halo
INFO CABANG
Pelantikan Pengurus PAPDI
CABANG NUSA TENGGARA BARAT PERIODE 2015 – 2018
K
epengurusan PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat periode 2015 – 2018 yang diketuai oleh dr. Haris Widita, SpPD, K-GEH, FINASIM telah resmi dilantik pada Sabtu, 6 Mei 2017 di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Prosesi pelantikan dipimpin langsung oleh Ketua Umum PB PAPDI, Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP. Surat Keputusan Susunan Pengurus PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat Periode 2015 - 2018 dibacakan oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP. Hadir dalam acara pelantikan ini Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Nusa Tenggara Barat, dr. I Komang Gerudug, MPH. Saat ini PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat terdata memiliki 30 anggota. Semoga Kepengurusan baru ini dapat melaksanakan tugas dengan baik dan membawa PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat bertambah maju dan bersemangat dalam menjalanan pengabdian kepada negara dan masyarakat INTERNIS Indonesia. halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
65
NAMA & PERISTIWA
BEDA SUKU,
BEDA KONDISI LAMBUNG Publikasi Mutakhir Penelitian Kuman H.pylori di Indonesia telah dimuat di jurnal internasional. Kuman ini berpotensi menyebabkan kanker. lanjut untuk mengetahui adanya peranan keragaman genotip pada suku-suku di Indonesia yang dilakukan dengan satu metode pemeriksaan. Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan dapat menjelaskan keragaman genotip H. pylori di Indonesia, serta mempelajari mekanisme molekular onkogenesis melalui data genom dan data klinis.
Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP
K
etua Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia atau Indonesia Wide Study of Helicobacter pylori (IWS Hp), Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP, mengumumkan IWS Hp telah mempublikasikan perkembangan terbaru penelitiannya pada Mei 2017 lalu di di Open Journal Plos One. Ini merupakan publikasi internasional ke 5 dari proyek IWS Hp yang dimulai sejak tahun 2014. Naskah lengkap publikasi mutakhir ini dapat diakses secara gratis melalui online. Proyek IWS Hp merupakan penelitian multisenter yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan Prof. Dr. Yoshio Yamaoka, PhD dari Fakultas Kedokteran Universitas Oita, Jepang dan didukung oleh Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI), serta melibatkan berbagai peneliti gastroenterologi serta pusat-pusat pelayanan kesehatan di berbagai kota di Indonesia. Penelitian tentang infeksi Helicobacter pylori di beberapa kota telah cukup banyak dijumpai. Akan tetapi prevalensi infeksi H. pylori masih beragam di setiap daerah, sehingga diperlukan investigasi lebih
66
Kuman H. pylori di dalam lambung dapat menyebabkan munculnya keluhan-keluhan sakit maag. Jika kuman ini terus berada di dalam lambung akan menyebabkan terjadinya perlukaan, sampai menimbulkan tukak pada lambung dan usus dua belas jari. Pada jangka panjang keberadaan kuman ini bisa menyebabkan kanker lambung. Bahkan Badan kesehatan dunia (WHO) sudah menetapkan kuman ini sebagai agen yang bisa menyebabkan terjadinya kanker atau karsinogen. Publikasi terakhir ini merupakan sebagian analisa dari projek besar Studi Helicobacter pylori Indonesia. Penelitian pada publikasi ini melibatkan 233 pasien, yang sampelnya diambil di Surabaya, Makasar dan Bangli Bali. Pada setiap pasien dilakukan endoskopi dan biopsi pada lambungnya. Darah pasien juga diambil untuk analisa lebih lanjut. Hasilnya, dari 233 pasien diketahui 20 pasien positif kuman H. pylori. Selain itu diketahui pula terjadi peningkatan kadar pepsinogen pada pasien-pasien yang merokok dan pada pasien pemimum alkohol. Pengukuran kadar pepsinogen dilakukan untuk menentukan kemungkinan peradangan yang terjadi di dalam lambung. Yang menarik, kadar pepsinogen pada ketiga suku yang diwakili oleh sampel dari tiga kota (Surabaya, Makassar, dan Bangi) terlihat berbeda. Hal ini menujukkan adanya keberagaman dari kondisi lambung orang Indonesia, yang kebetulan analisa ini dilakukan pada tiga daerah berbeda.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Pada penelitian ini terbukti, bahwa kadar pepsinogen darah dapat memprediksi terjadinya peradarangan kronis pada lambung, walaupun belum bisa membuktikan kondisi perburukan peradangan lambung yang menuju kearah keganasan lambung. Jadi tanpa pemeriksaan endoskopi bisa diprediksi kemungkinan terjadinya peradangan kronis pada lambung yang berhubungan dengan terjadinya infeksi kuman H. pylori. Memang pada kenyataannya angka kejadian mukosa lambung yang sampai kondisi atrofik sangat rendah, sehingga berbeda dengan kondisi lambung orang Jepang. Keberadaan kuman H. pylori pada lambung orang Indonesia tidak seganas kalau kuman ini berada pada lambung orang Jepang. Penelitian ini direspon baik oleh penemu kuman H. pylori, Prof Barry Marshall, dari Australia yang mendapatkan nobel atas penemuannya ini. Melalui akun twitternya @barjammar Marshall menyampaikan komentar “Nice Work” dan memberikan jempol atas penelitian ini. Sejauh ini pengambilan sampel untuk Studi Helicobacter pylori Indonesia sudah berakhir. Pengambilan sampel dilaksanakan di 20 RS diseluruh Indonesia. Total responden sudah hampir mencapai angka 1.071 pasien. Selama penelitian berlangsung, peneliti utama Ari Fahrial Syam beserta Prof. Yoshio Yamaoka turut hadir di setiap lokasi penelitian untuk melakukan endoskopi dan pengambilan sampel. Jika di rumah sakit yang bersangkutan tidak ada alat endoskopi, para peneliti membawa sendiri alat endoskopi yang dibutuhkan. Pada dasarnya publikasi seputar H. pylori ini akan memperkaya informasi seputar penyakit gangguan pencernaan ini di dunia INTERNIS ilmu pengetahuan.halo
NAMA & PERISTIWA
UNILA AKAN BUKA PPDS
PENYAKIT DALAM
Kesehatan Respirasi dan Pulmonologi, dan Ilmu Kesehatan Anak. FK Unila sudah mencapai akreditasi A sejak beberapa tahun lalu, yang merupakan salah satu syarat wajib untuk membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Berbagai persiapan dilakukan untuk mewujudkan PPDS ini, mulai dari proposal pengajuan, dokumen, pengampu mata kuliah, hingga sarana dan prasarana yang diperlukan.
F
akultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) berencana akan membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), di antaranya PPDS Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Obsetri dan Genekologi, Ilmu
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PD, yang dilansir dari laman www.unila.ac.id, untuk merealisasikan hajat besar ini, FK Unila bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit, khususnya Rumah Sakit Abdoel Moeloek (RSUDAM) yang berstatus sebagai rumah sakit pendidikan. Dalam hal teknis pendirian PPDS baru, FK Unila “berguru” dan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB). FK Unila pun sudah mengirimkan tim khusus ke FKUB di Malang, Jawa Timur untuk mempelajari hal-hal teknis yang harus disiapkan. FK Unila menargetkan, pada tahun ajaran 2018/2019 INTERNIS kegiatan PPDS yang direncanakan sudah bisa terlaksana.halo
APLIKASI WAJIB NOTIFIKASI TB disembuhkan. Indonesia optimis rantai penularan TB dapat diputuskan dan diakhiri. Untuk semakin meningkatkan kinerja pengendalian TB di Indonesia, Menkes dalam acara “Puncak Peringatan Hari TB Sedunia 2017” pada 1 April 2017 meluncurkan Aplikasi Wajib Notifikasi TB (WiFi TB). Aplikasi WIFI TB merupakan terobosan baru dalam sistem pelaporan kasus TB, berbasis telepon pintar (smartphone) dan bisa diunduh melalui apllication store yang diperuntukkan bagi Dokter Praktek Mandiri dan Klinik Pratama.
M
enteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F Moelek, SpM (K) mengungkapkan success rate pengobatan TB di Indonesia mencapai 90 persen. Artinya 90 persen pasien TB yang diobati di Indonesia berhasil
Aplikasi ini membantu dan memudahkan tenaga kesehatan swasta, terutama Dokter Praktik Mandiri dan Klinik Pratama, dalam menemukan dan mengobati pasien TB sesuai standar di tempat praktik masing-masing, dan menyampaikan notifikasinya kepada INTERNIS Dinas Kesehatan setempat.halo
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
67
AGENDA
AGENDA KEGIATAN ILMIAH BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM Tahun 2017
No
68
Tanggal
Kegiatan
Tempat
Sekretariat/Pendaftaran
1.
18 – 20 Agustus 2017
Shangri La Hotel 10th Liver Update 2017 And The 23rd Scientific Meeting of Jakarta Ina ASL/PPHI 2017
Divisi Hepatologi d/a Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jl. Salemba Raya No. 6 Jakarta Pusat E-mail:
[email protected]
2.
15 - 17 September 2017
Jakarta Internal Medicine in Daily Practice (JIM DACE) 2017
Hotel Intercontinental Midplaza Jakarta
PAPDI Cabang Jakarta (PAPDI JAYA) Graha Cimandiri One lantai 3 Jl. Cimandiri No.1, Cikini, Jakarta Pusat Telp/Fax : +62-21-319 234 99 Hp : 081288723886 Email :
[email protected]
3.
6 - 7 Oktober 2017
Jakarta International GI Endoscopy Symposium & Live Demonstration 2017 (JIGES)
Hotel Grand Sahid Jakarta
Sekt. PEGI/Div. Gastroenterologi d/a Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jl. Salemba Raya No. 6 Telp.: 021-3148680 Fax : 021-3148681 E-mail :
[email protected] CP : Darwi/Mimi/Tria
4.
13 - 15 Oktober 2017
PIN XV PAPDI
Hotel Grand Clarion Makassar
PB PAPDI JL. Salemba I No. 22 D, Jakarta Pusat Telp. 021-31928025, 31928026 Fax. 021-31928028, 31928027 Sms: 08569578909 Email:
[email protected] Website: www.pbpapdi.org
5.
4–5 November 2017
Annual Tropical Disesase Meeting (ATDM)
Jakarta
Div. Tropik Infeksi E-Mail:
[email protected] [email protected] Fax : 021 – 3911873, 3920185 Hp : 0813 86076 076
6.
15 - 18 November 2017
Jakarta Diabetes Meeting (JDM)
Jakarta
Divisi Metabolik Endokrinologi d/a Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jl. Salemba Raya No. 6 Jakarta Telp: 021- 3907703 Fax : 021- 3103729 E-mail :
[email protected] CP : Ola & Anna
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Jeda Setiap orang perlu melakukan jeda dalam hidupnya. Beralih sejenak dari rutinitas, untuk me-refresh diri. Jeda yang paling simple adalah melakukan hobi. Bila tersedia waktu yang cukup panjang, jalan-jalan dan berlibur boleh dilakoni.
foto: aan amrin instagram : aan.amrin Lokasi: Belinyu, Pulau Bangka
JEDA
BROMO ‘The Famous Sunrise’ Dari julukannya, ‘The Famous Sunrise’, sudah terbayang suasana menjelang pagi di Kawasan Wisata Bromo. Keindahan pemandangan yang terlihat oleh mata, jauh melebihi gambaran yang bisa diungkap lewat kata-kata.
J
arum pendek jam di lengan kiri sudah hampir menunjuk angka 5. Suasana di sekitar masih gelap, dan dingin marasuk hingga menusuk tulang. Jaket tebal yang membalut tubuh rasanya tiada berguna, karena dingin masih saja terasa. Hingga, semburat kemerahan mulai muncul di ufuk timur, ditemani bintang kejora yang hendak turun ke peraduan. Indah, luar biasa. Rasa beku di sekujur badan serasa menghilang karenanya. Tidak lama, warna mega kemerahan itu memudar menjadi keemasan, semakin terang, dan akhirnya sang Surya yang ditunggu-tunggu pun menampakkan diri. Setelah sang Surya meninggi, terlihatlah gugusan gunung-gunung yang
menakjubkan. Semeru di deretan belakang menjulang tinggi mengepulkan asap dari puncak dengan gagahnya. Bromo menganga memperlihatkan kawahnya yang terbuka luas. Gunung Batok terlihat menelungkup, persis seperti tumpeng yang sudah dipotong puncaknya. Di kaki gunung Bromo dan gunung-gunung lain di sekitarnyanya terhampar lautan pasir (the sea of sand) yang luas. Lautan pasir itu bertambah eksotik tatkala ditutupi awan putih dan kabut tipis yang menyebar di beberapa bagian. Sangat indah,
70
membawa sensasi seolah-olah mata yang menyaksikannya tengah berada di atas awan. Inilah momen ‘The Famous Sunrise’ di Kawasan Wisata Bromo yang tersohor sampai ke mancanegara. Momen yang menakjubkan ini menjadi buruan para pelacong dari berbagai belahan dunia. Pemandangan surga dunia ini dapat dilihat dari dari gunung Penanjakan, yang merupakan gugusan bukit tertinggi di bagian sisi utara dan spot terbaik untuk menyaksikan matahari terbit di Kawasan Wisata Gunung Bromo. Penanjakan memang tempat yang sangat strategis untuk mendapatkan panorama eksotik karena ketinggiannya yang mencapai 2.770 meter di atas permukaan laut (mdpl), lebih
tinggi dari Gunung Bromo yang memiliki ketinggian 2.329 mdpl. Di Penanjakan terdapat dua spot view sunrise yang banyak di datangi pelancong, dinamakan Penanjakan 1 dan Penanjakan 2. Posisi Penanjakan 1 banyak dipilih karena posisinya lebih tinggi. Namun, spot view Penanjakan 2 juga tidak kalah indah. Asyiknya, kedua lokasi spot view sunrise ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua, sehingga wisatawan tidak perlu capek-
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
capek mendaki. Bagi yang ke Bromo ala backpacker atau tidak membawa kendaraan roda empat atau roda dua, dapat juga menikmati keindahan sunrise di Bukit Mentingen. Lokasinya dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari area penginapan di daerah Cemara Lawang, Probolinggo. PASIR BERBISIK Nah, usai menyaksikan ‘The Famous Sunrise’ para wisatawan dapat melancong ke beberapa lokasi unik, khas Wisata Bromo yang teramat sayang bila dilewatkan. Lautan pasir yang terlihat menakjubkan dari puncak Penanjakan, termasuk yang ‘wajib’ didatangi bila ingin melihat langsung secara dekat kawah Bromo. Hamparan
pasir seluas 5.920 hektar ini mengeluarkan bunyi deru angin yang mendesis, terdengar seperti berbisik. Maka, istilah ‘pasir berbisik’ menjadi sangat populer di kawasan Bromo. Terlebih lagi setelah tempat ini menjadi lokasi syuting film “Pasir Berbisik” yang menghiasi bioskop-bioskop tanah air pada tahun 2001. Film ini cukup populer dan diminati penonton. Selain alur ceritanya yang menarik, juga karena dilakoni artis-artis kawakan, di antaranya Christen Hakim, Didi Petet, Slamet Raharjo, dan Dian Sastro.
JEDA
Lautan pasir Bromo sebetulnya adalah kaldera dari gunung Tengger Purba. Gunung Bromo sendiri merupakan kawah yang mencuat dari kaldera tersebut. Tak jauh dari Bromo tegak gunung Batok yang seakan-anak berdiri sebagai penjaga Bromo. Sampai sekarang kawah Bromo masih aktif. Terakhir gunung ini meletus kecil di tahun 2010. Garis tengah kawah Bromo berukuran ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timurbarat). Untuk menjaga keselamatan para pengunjung yang ingin melihat langsung pemandangan, ditetapkan aturan untuk tidak melewati batas bahaya daerah lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Untuk melihat langsung dari dekat aktivitas kawah Bromo, wisatawan bisa berjalan kaki melalui lautan pasir sejauh 1-2 kilometer dari parkiran mobil menuju tangga yang disediakan menuju bibir kawah. Bagi yang tidak kuat berjalan, bisa mengendarai kuda yang disewakan warga setempat. Mencapai kawah Bromo memberikan tantangan tersendiri. Dibutuhkan stamina untuk
sampai ke bibir kawah, karena terdapat sekitar 250 anak tangga yang harus dinaiki dan dituruni pula nantinya. Tapi, para wisatawan justru bersemangat menaikinya karena karena pemandangan yang menanti di atas sana tidak akan dijumpai di tempat lain. Di Kawasan Wisata Bromo terdapat Pura Luhur Poten Bromo, yang merupakan tempat peribadatan warga suku Tengger. Mereka adalah penduduk asli daerah Tengger yang sudah mendiami daerah tersebut sejak zaman masa Majapahit. Masyarakat suku Tengger Bromo masih melestarikan ritual dan adat istiadat Hindu Tengger yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Ini menambah kekhasan Bromo. Momen-momen suku Tengger melaksanakan upacara adat, seperti Yadnya Kasada, mengudang daya tarik wisatawan untuk semakin ramai mengunjungi tempat ini. Di sebelah selatan Bromo, terdapat padang rumput Savana Bromo. Padang rumput ini terletak pada sebuah lembah hijau yang di kelilingi tebing-tebing menjulang tinggi
dan beberapa punggungan gunung- gunung kecil. Padang Rumput Bromo ini sangat luas dan dengan pemandangan serba hijau. Berada di tempat ini seolah-olah bukan sedang di Bromo, sangat kontras dengan pemandangan lautan pasir yang menjadi ikon Bromo. Akses menuju Savana cukup mudah, bisa ditempuh menggunakan kendaraan biasa (tidak harus jenis jeep) atau sepeda motor biasa via Kabupaten Malang atau Lumajang. Satu jalur dengan Padang Rumput Savana Bromo, terdapat pula ‘Bukit Teletubies’ yang merupakan bukit-bukit kecil yang sangat indah. Tepat ini ditumbuhi rerumputan khas pegunungan seolah-olah mendatangkan suasana seperti di dalam film Teletubis yang digemari anak-anak. PUNCAK BUKIT 29 Bagi yang gemar bertualang di alam terbuka, berkemping di Puncak B29 Argosari bisa menjadi pilihan yang mengasyikan. B29 adalah singkatan dari Bukit 29. Sedangkan Argosari merupakan nama desa di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, tempat lokasi kemping ini berada. Puncak B29 Argosari berada di ketinggian 3.676 dmpl. Letaknya
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
71
JEDA
Kini banyak wisatawan sengaja datang dan menginap untuk menikmati keindahan langit Bromo di malam hari. Wisata malam hari ini dinamakan Bromo Milky Way. di lereng gunung Semeru, sisi tenggara dari Wisata Gunung Bromo. Berjarak sekitar 40 km dari kota Lumajang. Rute jalan menuju tempat wisata ini cukup berliku dan berkelok-kelok. Sepanjang perjalanan wisatawan dapat menyaksikan terasering perkebunan tertata rapi dan indah, sangat memukau mata, karena memang Argosari merupakan kawasan wisata agribisnis. Dari puncak B 29 Argosari ini dapat dilihat pemandangan wilayah perkebunan Argosari yang sejajar dengan pegunungan Mahameru (Gunung Semeru), juga indahnya Kawasan Wisata Bromo yang diliputi lautan pasir dengan hamparan awan putih khas dari pemandangan ‘the famous sunrise’. BROMO MILKY WAY Keindahan Kawasan Wisata Bromo dapat dinikmati selama 24 jam, pagi, siang maupun malam. Kini banyak wisatawan sengaja datang dan menginap untuk menikmati keindahan langit Bromo di malam hari. Wisata malam hari ini dinamakan Bromo Milky Way. Biasanya wisatawan pergi ke spot-spot tertentu yang cocok untuk hunting fotografi gugusan bintang galaksi Bima Sakti (Milky Way) yang tampak jelas di gelap malam. Bromo Milky Way ini sangat menarik dan dianggap ‘sempurna’ bagi para pencinta fotografi karena salah satu syarat untuk mendapat gambar milky way terbaik adalah jauh dari sorot lampu kota atau dalam keadaan gelap sempurna, tanpa awan mendung, dan tentu dengan perhitungan yang tepat. Bromo Milky Way mulai trend sekitar tahun 2013 – 2014, sejak seorang turis asing meng-upload di youtube keindahan milky way dari Gunung Bromo. Sejak itulah para pecinta fotografi dari berbagai belahan dunia berburu foto galaksi bima sakti dari gunung Bromo. Waktu terbaik untuk hunting Bromo Milky Way adalah pada musim kemarau, yaitu mulai bulan Mei sampai bulan September, karena langit akan sangat cerah seiring dengan musim INTERNIS kemarau.halo
72
AIR TERJUN MADAKARIPURA Di sini wisatawan dapat menyelusuri jejak Patih Gajah Mada. Kawasan Wisata Gunung Bromo merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dan menempati empat wilayah administrasi, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Di kawasan ini terdapat belasan gunung, di antaranya Bromo, Semeru, Botok, Penanjakan, Kursi, Widodaren, dan Ringgit. Di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terdapat Air terjun Madakaripura yang terkenal indah, dan terkenal sebagai merupakan air terjun tertinggi kedua di Indonesia setelah air terjun Sigura-Gura di Sumatera Utara, dengan ketinggian air terjun sekitar 200 meter. Air Terjun Madakaripura berada di Dusun Branggah, Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Konon, dulu Makadipura merupakan tempat peristirahatan terakhir mahapatih dari Kerajaan Majapahit, Gajah Mada. Makanya, di kawasan ini ditemukan patung Patih Gajah Mada dalam posisi duduk bersemedi. Kawasan Air Terjun Makadipura berbentuk ceruk, dikelilingi oleh bukit-bukit yang seringkali meneteskan air pada seluruh bidang tebingnya seperti layaknya sedang hujan
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
JEDA
TIPS BERWISATA KE BROMO
K
ini banyak tersedia pakat-paket tour ke Kawasan Wisata Bromo, lengkap dengan alternatif pilihan yang dapat disesuaikan dengan lamanya waktu serta dana yang tersedia. Sebelum melakukan perjalanan ke Bromo, disarankan menyiapkan hal-hal yang diperlukan selama di sana nanti agar segala sesuatu berjalan dengan aman dan nyaman. Berikut yang perlu dipersiapkan: 1. 2.
Lakukan perencanaan. Seperti memilik waktu dan rencana tempat menginap. Sebaiknya mengunjungi Bromo di musim kemarau, karena pada waktu kemarau matahari terbit lebih besar dan bulat kemerahan. Dan, di waktu ini pula dapat mengeksplorasi wisata Gunung Bromo secara lebih leluasa. 3. Booking penginapan lebih awal. Pada waktu-waktu tertentu kunjungan wisatawan ke Bromo sangat ramai, sehingga bisa kesulitan mencari penginapan. 4. Persiapkan fisik. Walau tidak melakukan pendakian layaknya mendaki gunung, kunjungan gerimis. Beberapa ke Kawasan Wisata Bromo juga diantaranya bahkan memerlukan persiapan fisik. Misal mengucur deras bersiap menghadapi hawa dingin membentuk air terjun dan tenaga untuk menaiki 250 anak lagi. Terkadang jika cuaca tangga menuju kawah. sedang cerah dan cahaya 5. Siapkan pakaian dan perlengkapan matahari bisa masuk ke yang dibutuhkan. Suhu di kawasan kawasan tersebut, kita ini bisa di bawah 10 derajat celcius, bisa menemukan pelangi sehingga dibutuhkan jaket tebal nan indah. Pada air terjun dan celana yang bisa menahan utama akan terlihat hawa dingin, syal, kupluk, sarung tebing dengan bentuk tangan, sepatu, masker, lampu melingkar. Ketika berada senter, kaca mata, dan kamera. di dalamnya, wisatawan akan akan merasa seperti 6. Pastikan kondisi kendaraan prima dalam sebuah botol. sebelum berangkat dan tangki bensin terisi penuh. Lokasi Air Terjun Makadipura dapat diakses dengan kendaraan pribadi maupun umum 7. Bagi yang menggunakan motor, dari Terminal Bus Antar Kota Probolinggo. Lebih mudah lagi bila wisatawan ke tempat ini usahakan berombongan. dengan menyewa mobil. Tinggal meminta driver mengantarkan ke sana. Objek wisata 8. Membawa bawa makanan dan Madakaripura biasanya dijadikan tempat mampir sementara oleh para wisatawan usai minuman. INTERNIS menjalani program Tour Bromo. Amat sayang bila dilewatkan. halo 9. Uang tunai yang cukup. 10. Berdoa. Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
73
JEDA
Yuk, Mengenal
Karakter Wayang!
S
Banyak nilai-nilai positif bisa dipetik dari setiap cerita yang dikisahkan dalam seni pertunjukan wayang. Tak heran, banyak orang mendalami karakter tokoh-tokoh pewayangan dan mengoleksinya karena sangat menginpsirasi dan sarat dengan keteladanan.
iapa yang tak kenal Arjuna? Nama ini tersohor sebagai salah satu tokoh pewayangan yang memiliki kharisma luar biasa. Arjuna adalah seorang ksatria cerdik, juga pintar lagi cekatan. Nama kecilnya Permadi. Gemar berkelana menuntut ilmu. Ia sangat mahir dalam memanah. Kepiawaian melontarkan anak panah ini membuat Arjuna menjadi “bintang” dalam setiap pertempuran. Ketinggian ilmu dan kecakapan memainkan senjata tidak membuat Arjuna sombong. Sebaliknya, Arjuna terkenal dengan budi pekertinya yang luhur, berhati lembut, sopan, teliti, dan suka melindungi yang lemah. Wajar bila dikisahkan banyak wanita jatuh hati padanya. Arjuna adalah gambaran salah satu tokoh berkarakter baik dalam pewayangan yang dapat ditiru dan diteladani. Arjuna tidak sendirian. Ia memiliki 4 empat saudara. Keseluruhannya mereka berlima, yang populer dengan sebutan Pandawa Lima. Pandawa Lima merupakan tokoh sentral dalam kisah Mahabrata. Sebuah kisah yang sangat terkenal dalam dunia pewayangan. Menampilkan cerita yang kompleks sebagaimana kompleksnya kehidupan bermasyarakat dalam sebuah negara. Ada sisi humanis yang menyentuh hati, ada pertarungan dan persaingan menguras emosi, juga permainan politik yang mengajarkan arti musuh dan persahabatan, juga pengkhianatan. Pandawa Lima adalah gambaran kubu
74
yang berhati baik, sekuat tenaga berjuang mempertahankan hak dan menegakkan kebenaran di negeri Astinapura yang mereka cintai. Pandawa bersengketa dengan kubu Kurawa yang memiliki karaker yang bertolak belakang dengan mereka. Sifat-sifat culas, sombong, dengki, tamak, khianat ada pada Kurawa. Karakter-karakter yang sebaiknya dihindari dari pertemanan.
Kembali kepada sosok Pandawa. Lima bersaudara ini terdiri dari si sulung Yudistira, Bima, Arjuna, dan si kembar Nakula dan Sadewa. Tiga anak tertua, Yudistira, Bima, dan Arjuna, merupakan anak dari Pandu Dewanata bersama Dewi Kunti. Sedangkan si kembar Nakula dan Sadewa merupakan anak Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim.
Sebenarnya Pandawa dan Kurawa masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Mereka berasal dari satu kakek namun berlainan nenek. Kakek mereka adalah Wiyasa, Raja Astinapura. Kurawa merupakan cucu dari pernikahan Wiyasa dengan Dewi Ambiki. Ayah Kurawa bernama Drestarastra dan ia seorang yang buta. Sedangkan Pandawa merupakan cucu dari pernikahan Wiyasa dengan Dewi Ambika. Ayah Pandawa bernama Pandu Dewanata.
KARATER PANDAWA
Karena Drestarastra buta, maka Wiyasa menurunkan tahtanya kepada Pandu Dewanata. Sayang, sebelum anak-anaknya besar, Pandu Dewanata meninggal dunia. Wiyasa menitipkan kekuasaan Astinapura kepada Drestarastra sampai anak-anak Pandu Dewanata siap menjadi raja. Namun anak-anak Drestarastra, yakni para Kurawa, menolak pengembalian tahta ini. Terjadilah pertikaian yang hebat di antara kedua kubu sehingga mengakibatkan terjadinya perang Baratayudha di Kurusetra. Ditarik pada kehidupan nyata, kisah-kisah perebutan kekuasaan di lingkungan keluarga, bisnis, dan politik juga banyak dijumpai di sekitar kita.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Empat sosok Pandawa lain memiliki perilaku yang tidak kalah elok dengan dengan Arjuna. Si sulung Yudistira yang memiliki nama kecil Puntadewa adalah raja yang memerintah Kerajaan Amarta. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi, suka memaafkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Sifat lainnya yang menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat terhadap ajaran agama, penuh percaya diri, dan berani berspekulasi. Bima dikenal pula dengan nama kecil Bratasena. Julukannya Bayusutha. Bima terkenal sangat kuat, dan gagah dan pemberani. Ia memilik senjata gada bernama Rujakpala. Lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, hatinya baik, lembut, setia, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur serta tidak suka berbasa basi dan tidak pernah menjilat ludahnya sendiri Nakula yang memiliki nama kecil Pinten,
JEDA merupakan sosok yang sangat tampan, pandai memainkan senjata pedang, dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Wataknya jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Sadewa, nama kecilnya Tangsen, memiliki sifat rajin dan bijaksana. Sadewa juga ahli dalam ilmu astronomi. Wataknya mirip dengan saudara kembarnya, jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. GATOTKACA, SANG PAHLAWAN Dalam berjuang, Pandawa Lima diperkuat oleh sosok-sosok yang juga mumpuni. Salah satunya diantaranya adalah Gatotkaca. Ia tak lain adalah putera dari sang Bima, keponakan Arjuna. Sosok Gatotkaca digambarkan berkumis lebat, dan sakti mandraguna. Ia memiliki tiga karunia: dapat terbang dengan cepat, memiliki adalah topi bernama “Caping Basunanda” yang mempunyai kesaktian apabila kena panas tidak terasa panas dan apabila kena hujan tidak menjadi basah, dan memiliki sepatu “Pada Kacarma” yang membuatnya tidak akan terkena pengaruh dari suatu tempat.
sarung Kuntawijayadanu tersebut lenyap seketika, masuk ke dalam perut Gatotkaca. Inilah salah satu peristiwa yang membuat Gatotkaca menjadi sakti. Kisah Gatotkaca memberikan teladan bahwa seorang ksatria gigih dalam berjuang, rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar serta, selalu mengingat jasa dan perbuatan baik orang lain. Agaknya, masyarakat Jawa banyak menamakan anak lakilakinya “Gatot” karena terinspirasi dengan karakter INTERNIS Gatotkaca.halo
Gatotkaca merupakan pahlawan dalam perang Bharatayuda. Pada peperangan hari kelima belas, Gatotkaca mengorbankan dirinya terpanah senjata Kuntawijayadanu yang dilontarkan oleh Adipati Karna dari pihak Kurawa. Senjata Kunta Wijayadanu itu melesat menembus perut Gatotkaca. Kuntawijayadanu merupakan senjata sakti yang hanya bisa digunakan sekali pakai. Adipati Karna bermaksud menggunakannya untuk menghabisi nyawa Arjuna. Gatotkaca memancing Adipati Karna untuk melepaskan senjata tersebut kepada dirinya agar nyawa Arjuna selamat dan Pandawa dapat memenangkan pertempuran. Kematian Gatotkaca diiringi dengan banyaknya korban di pihak Kurawa. Gatotkaca sengaja melakukan hal ini demi membalas budi kepada Arjuna, paman yang sangat disayanginya. Arjuna telah menyelamatkan nyawa Gatotkaca sewaktu bayi. Konon, kelahiran Gatotkaca menimbulkan kegemparan. Tali pusar Gatotkaca tidak bisa diputus dengan benda tajam apapun. Arjuna datang menolong. Dengan menggunakan sarung senjata Kuntawijayadanu, Arjuna berhasil memotong tali pusar Gatotkaca. Namun
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
75
JEDA
KETELADANAN PUNAKAWAN K isah Mahabrata terdiri dari beberapa versi. Ada versi India, ada pula versi Jawa (Indonesia). Yang diceritakan dalam pewayangan di tanah air tentunya versi Jawa yang memiliki berbagai perbedaan dengan versi India. Dalam versi Jawa, ada kisah tentang Punakawan, yaitu sekelompok pelayan yang mengiringi Pandawa maupun Kurawa dalam mengarungi kehidupan. Jika pernah mendengar hikayat empat sekawan Semar, Petruk Gareng, dan Bagong, merekalah Punakawan Pandawa. Sedangkan Punakawan Kurawa digambarkan dengan sosok Togog. Para Punakawan ini pun memiliki karakter-karakter yang sarat dengan keteladanan, mengindikasikan bermacam peran sosial dalam masyarakat, seperti penghibur, badut, pengamat dan kritisi sosial bahkan sebagai sumber nasihat kebenaran. Kisahkisah mereka sering dituturkan dengan cerita jenaka yang menghibur. Dalam pertunjukan wayang, sosok Punakawan dijadikan pamong atau guru untuk tokoh wayang utama. Karena pada dasarnya setiap manusia memerlukan penasihat, pengayom, atau guru. Manusia adalah mahluk yang lemah, hidupnya memerlukan orang lain untuk mengarahkan dan memberikan saran dalam menghaapi berbagai persoalan kehidupan. Berbagai sumber menyebutkan, hadirnya tokoh-tokoh Punakawan ini adalah gubahan dari Walisongo. Wayang adalah seni tradisional yang menjadi hiburan utama masyarakat zaman itu. Para waliyullah memanfaatkan kesenian ini untuk berdakwah menyampaikan syiar Islam. Maka, dalam kisah-kisah Punakawan ditemukan asimilasi budaya antara budaya Hindu dengan budaya Islam, yang penuh dengan tebaran-tebaran hikmah. Berikut ini gambaran sosok empat sekawan Punakawan Pandawa. SEMAR Nama Semar berasal dari bahasa Arab, yakni Ismar yang berarti paku. Dalam lidah Jawa menjadi Semar. Tokoh Semar menjadi paku atau pengokoh (penguat) terhadap ajaran kebenaran. Sosoknya dijadikan penasihat terhadap segala permasalahan. Agama adalah pedoman hidup manusia, dan Semar adalah simbol dari prinsip hidup setiap manusia. GARENG Nala Gareng atau biasa disebut Gareng, diadaptasi dari kata Naala Qariin, yang dalam lidah Jawa
76
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
lantas menjadi Nala Gareng. Artinya, memiliki banyak teman. Sebagai juru dakwah menyebarkan kebenaran, para wali tentu berharap mendapatkan sebanyak mungkin teman (ummat) yang mengikuti ke jalan yang benar. Pertemanan direngkuh dengan cara arif dan niatan mulia. PETRUK Nama Petruk, diadaptasi dari kata Fatruk, merupakan pangkal dari ajaran tassawuf yang berbunyi “Fat-ruk kulla maa siwaLLaahi” yang artinya tinggalkan semuanya kecuali Allah. Wejangan tassawuf ini menjadi pegangan dan watak utama dari para wali dan aulia. Petruk juga sering disebut sebagai Kathong Bolong, yang memiliki arti kantung yang berlubang. Maknanya, setiap manusia harus menzakatkan hartanya dan menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT secara ikhlas, seperti berlubangnya kantong yang tanpa penghalang. BAGONG Nama Bagong diadaptasi dari kata Baghaa yang memiliki arti berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan. Bagong merupakan bayangan Semar, namun memiliki karakter lancang dan suka berlagak bodoh, seperti halnya sifat manusia yang terkadang meski sudah mengetahui akan suatu kebatilan namun masih lancang mencoba dan berlagak bodoh saat melakukannya. halo
INTERNIS
JEDA
Seni & Dakwah P
ementasan wayang konon telah ada di bumi Nusantara semenjak 1500 tahun yang lalu. Saat itu kebanyakan masyarakat Indonesia masih memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang. Kemudian dilanjutkan oleh Walisongo pada abad ke-17. Pada mulanya bentuk wayang menyerupai relief atau arca seperti yang terdapat pada Candi Borobudur dan Prambanan. Selanjutnya ketika Walisongo mulai menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali khususnya Sunan Kalijogo, melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk wayang pun diubah yang awalnya menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru. Wajahnya miring, leher dibuat memanjang, lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau. Dalam pertunjukan cerita-ceritanya selalu disusupkan nilai-nilai luhur. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima yang menjadi tokoh sentral diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dunia dan segala isinya. Bima pun mengajarkan keyakinannya itu kepada saudaranya. Lakon ini juga berisi ajaranajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia. WAYANG GOLEK Selain wayang kulit, masyarakat Indonesia juga mengenal wayang golek dan wayang orang. Wayang golek adalah seni pertunjukan yang media wayangnya terbuat dari boneka kayu. Pertunjukan wayang golek sangat populer terutama di wilayah Tanah Pasundan, yaitu Jawa Barat dan Banten. Tokoh dan lakonlakonnya juga hampir sama dengan wayang kulit. Sumber ceritanya dari kisah Ramayana dan Mahabarata, dan tentu saja diampaikan dengan bahasa Sunda. Musik pengiringnya juga dimainkan dari gamelan Sunda (salendro). Konon wayang golek muncul pada masa penyebaran Islam oleh para Walisongo di tanah Pasundan, yakni pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak. Sunan Gunung Jati memegang kendali pemerintahan di Kasultanan Cirebon pada tahun 1568, dan memanfaatkan pergelaran wayang kulit sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam. Baru pada sekitar tahun 1584 Sunan Kudus menciptakan wayang golek. Fungsi wayang golek di tengah-tengah masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat terhormat. Di Selain sebagai sarana
hiburan yang sehat, tentu saja wayang golek juga berfungsi sebagai penyebar pengetahuan dan pendidikan, baik mengenai moral, etika, dan agama. WAYANG ORANG Wayang orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita juga dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Wayang orang adalah perwujudan drama tari dari wayang kulit purwa. Pada mulanya, pertengahan abad ke-18, semua penari wayang orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Agak mirip dengan pertunjukan ludruk di Jawa Timur. Dalam berbagai buku mengenai budaya wayang disebutkan, wayang orang diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1757 1795). Para pemainnya waktu itu terdiri atas abdi dalem istana. halo
INTERNIS
(Sumber: dari berbagai sumber)
Edisi XXVII, Agustus 2017 // HALO INTERNIS
77
HUMOR
CUMA BUTUH ISTIRAHAT
S
udah dua hari Budi sakit. Ia pergi ke dokter yang praktek dekat rumah kontrakannya.
“Saya tidak enak badan dok,” kata Budi saat ditanya keluhannya. Dokter lalu memeriksanya. “Ah, Anda ini tidak apa-apa. Cuman perlu istirahat satu minggu. Pasti sudah sehat lagi,” kata dokter. Buru-buru Budi menyahut. “Dok, saya tidak bisa istirahat selama itu.” Dokter menjawab,”Kenapa Pak? Masalah kantor? Nanti akan saya buatkan surat keterangan.” Budi menukas, “Bukan itu dok. Masalahnya, kontrakan rumah saya tinggal dua hari lagi..!”
SARAN DOKTER
S
eorang pria mengalami penyakit akibat gangguan kolesterol. Dokter pribadinya menyarankan ia berhenti mengonsumsi makanan berlemak dan hanya boleh makan binatang yang bisa berenang. Seminggu kemudian sang dokter berkunjung ke rumah sang pria. Pembantu si pria mengatakan bahwa majikannya sedang berada di kolam renang. Sang dokter senang, karena selain mengikuti anjurannya pasiennya itu juga mulai berolahraga. Ia pun diantar si pembantu ke kolam renang. Alangkah terkejutnya sang dokter mendapati pasiennya sedang melatih kambing berenang.
78
OBAT KERAS
S
eorang kakek yang sedang sakit setelah meminum obat yang diresepkan dokter, terlihat berubah Keluarga memperhatikan kakek ini secara keras menjauhi cucu-cucunya. Setiap kali cucu-cucu mendekati atau ingin bermain dengannya, ia akan menyuruh mereka menjauh, kadang dengan cara agak kasar. Keluarga prihatin, kuatir apakah ini efek samping dari obat yang diminum. Karena kakek ini tidak pernah demikian, ia selalu senang bermain dengan anak-anak dan anak-anak senang bermain dengannya. Sang cucu tertua yang sudah remaja, memberanikan diri untuk bertanya kepada sang kakek. “Kenapa tiba-tiba kakek tidak ingin bermain dengan cucu-cucu lagi? Kami sangat senang bermain dengan kakek,” tanya sang cucu. “Ini serius. Ini demi keselamatan para cucu sekalian. Kakek harus menuruti petunjuk obat,” jawab sang kakek dengan serius.
HALO INTERNIS // Edisi XXVII, Agustus 2017
Cucu penuh heran bertanya, “Petunjuk obat? Apa maksud kakek? Obatnya melarang kakek bermain dengan kami?” ”Iya!” jawab kakek tegas. “Perhatikan!” katanya sambil ia menunjuk ke pembungkus obat. “Tiga kali sehari setelah makan. OBAT KERAS! KEEP AWAY FROM CHILDREN!”
TULISAN DOKTER
D
okter Budi jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Susi. Suatu hari, ia mengirimkan surat cintanya kepada Susi. Berhari-hari setelah itu Susi baru membalasnya. Begini isi balasan surat dari Susi. “Dokter Budi, suratmu sudah Susi terima. Mohon maaf agak terlambat membalasnya, karena Susi harus ke apotek dulu minta bantuan seorang apoteker untuk bacakan suratmu.”
Selamat & Sukses ATAS TERSELENGGARANYA
KONFERENSI KERJA XIV PAPDI 13-16 JULI 2017, IJEN SUITES RESORT & CONVENTION MALANG
Edisi XXVII, Juli 2017 // HALO INTERNIS