[113] Keimanan, Ketaatan, dan Pengorbanan Tuesday, 12 November 2013 13:36
Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna.
Lebih dari 3 juta kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah, 9 Dzulhijjah 1434 H/15 Oktober 2013 untuk menunaikan salah satu rukun Islam yakni ibadah haji. Sebelumnya mereka bergerak dari Mina untuk melakukan persiapan haji (tarwiyah) pada 8 Dzulhijjah.
Di tengah padang pasir yang tandus dan panas, mereka berkumpul dan bersatu dengan niat yang sama yakni memenuhi panggilan Allah SWT, bermunajat dan bersimpuh di hadapan-Nya dengan pakaian ihram yang sangat sederhana, mengakui segala kesalahan dan memohon ampunan serta surga-Nya
Semua atribut ditanggalkan. Tidak ada lagi pejabat atau rakyat, konglomerat atau orang melarat, orang terpandang atau orang yang tak pernah diperhatikan. ‘’Pakaian ihram yang sama untuk seluruh jamaah haji memiliki makna bahwa kita semua sebagai umat Islam adalah sama di mata Allah,’‘ kata KH Didin Hafidhuddin, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
Haji menjadi arena muktamar tahunan umat Islam seluruh dunia. Mereka datang pada hari
1/5
[113] Keimanan, Ketaatan, dan Pengorbanan Tuesday, 12 November 2013 13:36
yang sama dengan pakaian yang sama, menuju tempat-tempat yang sama, melakukan ritual yang sama, tanpa ada yang berani membuat ketentuan sendiri. Mereka tunduk dan taat pada aturan haji. Meski berdesak-desakan, berlelah-lelah, berpeluh, berkeringat, para jamaah tetap bersabar untuk menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah dengan dorongan keimanan ke Allah SWT semata
Mereka menginginkan satu hal sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Barangsiapa mengerjakan ibadah haji karena Allah dan tidak melakukan perbuatan kotor dan fasik, niscaya ia akan kembali seperti pada saat dilahirkan oleh ibunya.” (HR Bukhari & Muslim) .
Berkumpulnya kaum Muslim di Arafah inilah yang disebut sebagai masyhad al-a’dzam (pemandangan agung) yang dibanggakan oleh Allah dari penghuni bumi kepada para malaikat di langit. Nabi menyatakan, “Sesungguhnya Allah membanggakan Ahli Arafah (orang-orang yang berkumpul dan wukuf di Arafah) kepada penghuni langit.” (HR Ibn Hibban dari Abu Hurairah)
Ketaatan
Ibadah haji memiliki sejarah panjang. Ibadah ini telah ada sebelum Nabi Muhammad SAW. Rangkaian ibadah ini dilaksanakan pertama kali pada masa Nabi Ibrahim As yang menggambarkan ketaatan dan pengorbanan seorang hamba kepada rabb-Nya secara totalitas. Ibadah ini kemudian dikukuhkan kembali oleh Allah untuk dilaksanakan kaum Muslim pada 9 Hijriyah.
Salah satu bagian penting dari peristiwa haji adalah menyembelih qurban. Kisah Nabi Ibrahim
2/5
[113] Keimanan, Ketaatan, dan Pengorbanan Tuesday, 12 November 2013 13:36
As dan Nabi Ismail menjadi latar belakang disyariatkannya ibadah ini. Bagaimana seorang Ibrahim rela menyembelih anaknya sendiri Ismail yang sangat disayanginya karena perintah Allah SWT. Sebaliknya, bagaimana Ismail pun ridha dirinya disembelih oleh ayahnya karena tahu bahwa itu adalah perintah rabbnya.
Ketaatan yang luar biasa dari bapak dan anak ini tentu tak disukai oleh setan. Setan terus menggoda keduanya agar mereka mengingkari perintah Allah tersebut. Namun, ketundukan dan ketaatan yang luar biasa manusia pilihan ini bisa mengalahkan godaan setan. Nabi Ibrahim melempari setan-setan itu dengan batu. Jadilah ini kemudian menjadi ritual melempar jumrah.
Ketaatan Ibrahim dan Ismail ini dibalas seketika oleh Allah dengan mengganti Ismail dengan seekor domba/kambing. "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrahim’, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu’. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar". (TQS. 37: 103-107).
Berkorban
Hikmah di balik ibadah haji mengajarkan manusia untuk taat kepada Allah SWT tanpa ada keberatan sedikitpun. Kaum Muslim pun dituntut untuk bersedia secara sukarela memenuhi tuntutan Allah, baik itu ringan maupun berat. Mereka harus mau mengorbankan apa yang dimilikinya sebagai bukti ketaatannya kepada Allah SWT. Mereka harus berani melawan setan-setan yang bergentayangan, baik itu setan yang tidak kelihatan—yang senantiasa membisikkan keburukan—, maupun setan dalam wujud manusia—yang mengajak manusia untuk menjauh dari syariah Allah SWT. Itu semua membutuhkan pengorbanan.
3/5
[113] Keimanan, Ketaatan, dan Pengorbanan Tuesday, 12 November 2013 13:36
Maka ibadah haji menjadi momentum untuk mencampakkan ide-ide kufur baik itu sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, dan lainnya. Ibadah haji sekaligus menjadi momentum untuk mengadopsi Islam secara kaffah. Tentu ini tidak mudah, karena membutuhkan pengorbanan, apalagi bagi mereka yang telah mendapatkan kenikmatan dari sistem jahiliyah tersebut.
Walhasil haji sebenarnya tidak terbatas hanya ritual semata. Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna. Inilah yang bisa dipetik ketika Nabi SAW menyampaikan khutbah pada Haji Wada’.
Saat itu Rasul SAW menyampaikan masalah akidah; kewajiban shalat lima waktu, zakat dan puasa Ramadhan. Beliau juga menyatakan hukum seputar suami istri; keharaman darah dan kehormatan kaum Muslim; kewajiban menaati ulil amri; masalah pemilikan harta, dan kewajiban menghapus segala bentuk riba.
Semua itu menunjukkan, haji menjadi pintu gerbang seorang Muslim yang telah melaksanakan semua rukun Islam untuk taat dan tunduk pada seluruh ketentuan syariah. Dan itu hanya bisa diwujudkan jika mereka mau berkorban atas segala apa yang dimiliki dan disandangnya. [] emje
BOKS:
Korbankan yang Terbaik
Bagaimana perasaan Anda jika Anda sudah berlama-lama tidak punya anak, kemudian diberi anak oleh Allah, tapi begitu anak itu mulai tumbuh tiba-tiba Allah memerintahkan Anda untuk menyembelih anak Anda? Pasti berat. Siapa yang tega membunuh anaknya sendiri sementara anak semata wayang itu sudah dinantikan kehadirannya bertahun-tahun lamanya?
Itulah ujian yang dialami oleh Nabi Ibrahim As. Ismail yang sedang tumbuh harus dikorbankan. Di sini dua pilihan dihadapkan-hadapkan, apakah harus memenuhi keimanan kepada Allah dengan menyembelih Ismail atau mengingkari perintah tersebut demi kasih sayang orang tua kepada si buah hati.
4/5
[113] Keimanan, Ketaatan, dan Pengorbanan Tuesday, 12 November 2013 13:36
Nabi Ibrahim yang telah ditempa oleh Allah dengan berbagai peristiwa menentukan pilihan yang tepat meski itu teramat sangat berat. Karena keimanannya, beliau memilih melaksanakan perintah Allah meski harus mengorbankan anak yang paling disayanginya.
Inilah puncak keimanan seorang hamba kepada rabb-nya. Maka Allah pun membalasnya dengan kontan. Dan seharusnya seperti inilah cinta seorang Muslim kepada rabbnya, melebihi cinta kepada yang lainnya, termasuk darah dagingnya.
Allah berfirman: “Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalannya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (TQS At-Taubah: 24) [] emje
5/5