Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, Penguasaan Bahasa dan IPA
(Studi Eksperimen pada Siswa SMP Negeri di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara)
H. Faad Maonde (Guru Besar Matematika pada Jurusan PMIPA FKIP Universitas Haluoleo, email:
[email protected])
Abstrak: Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x3 faktorial bertujuan untuk mempelajari kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif Jigsaw, DTDT dan STAD dengan level penguasaan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA. Penelitian ini dilaksanakan di 5(lima) SMP Negeri di Kota Kendari dengan sampel berjumlah 405 siswa. Hasil analisis dengan EViews-7 menunjukkan bahwa hipotesis (i) perbedaan rerata Y menurut Bj dengan syarat Ai dari 6 hipotesis yang diajukan, dua hipotesis di antaranya menerima H0 (ii) perbedaan rerata Y menurut Ai dengan syarat Bj 6 hipotesis yang diajukan 2 hipotesis menerima H0, (iii) kesenjangan tipe-1 sampai dengan tipe-4 semuanya menolak H0. Kata kunci: Kesenjangan hasil belajar matematika, model pembelajaran kooperatif, penguasaan Bahasa dan IPA PENDAHULUAN Masalah penting yang perlu diperhatikan dan dipecahkan dewasa ini adalah adanya kesenjangan dari berbagai segi kehidupan antara lain (i) kesenjangan ekonomi yaitu adanya perbedaan pendapatan antara si kaya dengan si miskan, (ii) kesenjangan pekerjaan yaitu adanya perbedaan antara yang mendapat pekerjaan dengan belum mendapat pekerjaan, (iii) kesenjangan perilaku yaitu adanya perbedaan perilaku baik dengan yang tidak baik, (iv) kesenjangan pendidikan yaitu adanya perbedaan kelompok masyarakat yang mendapat pendidikan dengan yang belum mendapat pendidikan, (v) kesenjangan kualitas pembelajaran yaitu adanya perbedaan kualitas pembelajaran antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai, (vi) kesenjangan kualitas guru yaitu adanya perbedaan penguasaan materi dari sekelompok guru dengan kelompok guru lainnya yang tidak menguasai materi pembelajaran, (vii) dan kesenjangan-kesenjangan lainnya. Secara teori kesenjangan dari berbagai tipe dan model atas perilaku masyarakat sulit dihapuskan, namun paling tidak sebagai peneliti ingin mengetahui dan mempelajari sampai sejauh mana kesenjangan tersebut dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui berbagai strategi dan metode agar kesejangan tersebut sedikitnya dapat diatasi khususnya dalam bidang pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika pada khususnya. Kesenjangan hasil belajar matematika sedikitnya dapat teridentifikasi melalui pendidikan berkarakter yang didalamnya terdapat lembar kerja siswa (LKS) yang didesaian sedemikian rupa agar siswa dapat memecahkan masalah dalam setiap pertemuan yang diulang-ulang atau pendekatan ulangi-ulangi dan ulangi. Dengan metode ini siswa dalam setiap tatap muka dengan guru dapat mengulangi materi pelajaran sebanyak tiga kali.
Kali pertama guru menjelaskan di papan tulis, kali kedua siswa mengerjakan LKS yang disiapkan oleh guru dan kali ketiga siswa mengulanginya lagi pada lembar penilaian produk (LP-01). Maonde (2012a :1-14) menemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari metode mengajar dan umpan balik penilaian. Temuan ini berimplikasi pada rendahnya kualitas hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika yang disebabkan oleh banyak faktor antara lain : (i) tidak konprehensipnya penguasaan guru dalam materi pembelajaran matematika dari setiap jenjang pendidikan, (ii) cara penyampaian materi oleh guru masih cenderung menggunakan pola konvesional sehingga potensi yang terdapat pada diri siswa kurang ditumbuh kembangkan, (iii) kebijakan pengelola sekolah pada sistem evaluasi kenaikan kelas dan kelulusan belum sepenuhnya berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa. Artinya penentuan kenaikan kelas masih menggunakan perasaan yang pada gilirannya minat dan motivasi untuk belajar matematika cenderung berkurang. (iv) lingkungan sekolah belum sepenuhnya mendukung terciptanya untuk siswa belajar mandiri dalam mengejar cita-cita mereka sebagai manifestasi dari pelaksanaan sistem pendidikan nasional di mana di dalamnya ditekankan tentang pendidikan berkarakter. Lanjut Maonde (2012b : 99-126) menemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan status pekerjaan orang tua siswa. Pendidikan berkarakter dengan menggunakan rencana persiapan pembelajaran (RPP) berkarakter merupakan hal baru dalam dunia pendidikan oleh karena ini baru diperkenalkan pada palatihan guru-guru se Sulawesi Tenggara tahun 2011 dan 2012 yang lalu. Di dalam RPP berkarakter dalam setiap tatap muka dengan siswa ditandai dengan ciri khusus yang tidak pernah dilakukan pada pembelajaran sebelumnya. Ciri khusus yang dimaksudkan adalah (i) silabus, (iii) RPP itu sendiri dan (iii) lembar penilaian. Di dalam silabus terdiri atas tiga aspek sebagai komponen utama yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomor. di dalam RPP berkarakter terdapat lima lembar penilaian (LP1, LP2, LP3, LP4 dan LP5). Masing-masing lembar penilaian (LP) mempunyai fungsi dan tujuan yang berbeda-beda misalnya (a) LP1 adalah lembar penilaian kognitif produk berfungsi mengevaluasi hasil pembelajaran dalam satu pertemuan dengan dikerjakan secara individu (tanpa kerja kelompok) setelah siswa mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) yang dikerjakan secara berkelompok dengan menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diizinkan dan diprogramkan oleh guru yang bersangkutan, (b) LP2 adalah lembar penilaian proses yang dinilai guru saat siswa kerja kelompok dalam menyelesaikan LKS yang telah disiapkan oleh guru, di sini merupakan penilaian kelompok atas kerjasama, bertanya pada guru, membantu teman, dan kegiatan lainnya, (c) LP3 adalah lembar penilaian diri pada intinya berfungsi untuk mengetahui kejujuran siswa dalam mengerjakan soal-soal yang terdapat pada LKS maupun pada lembar penilaian kognitif produk (LP1), pentingnya lembar penilaian (LP3) ini siswa dari awal diajak untuk melakukan hal-hal yang tidak bertentangan kaidah-kaidah kebenaran dalam melaksanakan sesuatu khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran, dan implikasinya lembar penilaian diri ini sejak dini mulai ditekankan tentang sifat-sifat yang baik dan terpuji sebagai bekal hidup bermasyarakat di masa mendatang, (d) LP4 adalah lembar penilaian keterampilan sosial pada intinya berfungsi mengajak siswa sedini mungkin menghargai teman sejawat, menghargai guru, sopan santun serta perduli dengan lingkungan di mana siswa itu berada, (e) LP5 adalah merupakan penilaian keterampilan (psikomotor) untuk mendukung siswa dalam mengerjakan LKS dan LP1 serta berfungsi untuk memberi penguatan dalam memahami konsep, struktur dalam berpikir kritis. Anon (2011:1) menyebutkan bahwa budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di
media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Lanjut disebutkan bahwa Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Melalui pendidikan berkarakter diharapkaan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan level yang diterapkan dapat diatasi. Mengatasi perbedaan dan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan berbagai level yang diterapkan--terletak pada instrumen hasil belajar matematika, perlakuan model pembelajaran kooperatif dan penguasaan bahasa Indonesia dan penguasaan bahasa Inggeris serta penguasaan IPA. Masalah hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu masalah yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan suatu indikator dari proses pendidikan yang diterapkan kepada siswa. Keberhasilan belajar siswa dalam kelompok tidak terlepas dari peranan guru serta daya tarik model pembelajaran yang diterapkan oleh guru agar siswa mau dan tertarik belajar matematika. Oleh karena itu, suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka menyukai proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model pembelajaran kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif memiliki beberapa tipe. Tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi siswa di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jiksaw, STAD, Think-PairShare (TPS) dan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Dalam penelitian ini menggunakan 3(tiga) model pembelajaran kooperatif yakni model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, TSTS, dan STAD yang berfungsi sebagai variabel bebas. Model pembelajaran kooperatif dari
berbagai tipe dalam penelitian eksperimen yang mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan telah dikemukakan Sahidin dan Muliani (2010: 15-24), Lan Dia (2010: 45-54), Tiya dan Sufiana (2011: 31-32), Ismaimuza (2011:11-20); Maonde (2012: 01-14) dan Lasingga (2011: 53-66). Variabel bebas lainnya adalah (1) penguasaan bahasa Indonesia, (2) bahasa Inggeris dan (3) penguasaan IPA, masing-masing yang dipakai sebagai level. Jika penulis dalam penelitian sebelumnya menggunakan status pekerjaan orang tua sebagai level yakni B=1 adalah pekerjaan orang tua siswa PNS dan B=2 adalah pekerjaan orang siswa lainnya, maka dalam penelitian kali ini yang dijadikan sebagai level dijelaskan sebagai berikut: (i) berdasarkan nilai/skor bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA pada semester sebelumnya dirata-ratakan, (ii) berdasarkan nilai/skor ratarata (rerata) dari masing-masing mata pelajaran tersebut diperoleh dua kelompok siswa di atas rerata dan di bawah rerata, (iii) kelompok siswa di atas rerata dijadikan sebagai level B=1 dan di bawah rerata sebagai level B=2, (iv) kelompok siswa di atas rerata bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA, kemudian di mapping kenilai/skor matematika hasil belajar siswa setelah selesai pelaksanaan eksperimen dan dipakai sebagai unit analisis. Kemudian muncul pertanyaan apakah penguasaan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (sebagai level) mempunyai pengaruh langsung terhadap hasil belajar matematika?, jawabannya boleh Ya/Tidak, tergantung desain yang diterapkan oleh karena nilai/skor ketiganya tidak dijadikan sebagai unit analisis tetapi pengelompokan (kategori) atau klasifikasi, hal ini sesuai dengan persyaratan dalam penelitian eksperimen yakni (i) manipulasi variabel bebas, (ii) adanya perlakuan, (iii) adanya desain, (iv) adanya kontrol, (v) adanya monitoring, (vi) adanya random dan (vii) adanya instrumen. Ketujuh prasyarat tersebut harus dipenuhi dan salah satunya tidak dilaksanakan belum dapat dikatakan sebagai penelitian eksperimen yang benar (treu experiment). Slavin (2005: 5-12) menjelaskan problematik pelaksanaan model pembelajaran kooperatif berkaitan dengan kerja kelompok dalam memicu kerja individu. Maonde (2012b: 175) dalam studi pendahuluan dengan judul “Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pebelajaran Kooperatif dan Status Pekerjaan Orang Tua Siswa (Studi Eksperimen pada Siswa SMPN 3 Kendari). Kesimpulan diperoleh bahwa terdapat kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif TSTS, TPS sebagai perlakuan dan pembelajaran konvensional sebagai kontrol dan status pekerjaan orang tua (PNS dan bukan PNS) sebagai level. Belajar merupakan perubahan perilaku. Kelakuan harus dipandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lainlain Nasution (1995:59). Perubahan perilaku dan kemampuan untuk mengubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar, karena kemampuan mengubah melalui belajar itu siswa dapat secara bebas dapat mengesplorasi, memilih, dan menetapkan keputusankeputusan penting untuk kehidupannya, dan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi akibat proses belajar tersebut merupakan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, afektif, maupun psikomotor. Menurut Slameto (2003:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut definisi ini, Slameto mengungkapkan ciri-ciri perubahan tingkah laku karena belajar adalah (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalan belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan yang terjadi bertujuan dan terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sejalan dengan uraian tersebut, Zainal mengemukakan
bahwa belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan di dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar Aqib (2002:43) Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya. Dalam belajar matematika terjadi proses berpikir dan terjadi kegiatan mental dan dalam kegiatan dalam menyusun hubunganhubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai pengertian. Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan-hubungan tersebut. Dengan demikian ia dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan materi yang dipelajari tersebut, inilah yang disebut hasil belajar Sudjana (2008:22). Suyitno (2006:1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Pengembangan model pembelajaran dimaksudkan untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan dan dapat meningkatkan keaktifan siswa, sehingga berimplikasi pada peningkatan hasil belajar. Gallahue (Saputra, 2005:50-51) memaparkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sebuah proses sosialisasi positif dalam bentuk kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan. Kerjasama ini terjadi pada kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Masing-masing siswa dapat berpartisipasi dalam tugas kelompok yang diawasi langsung oleh guru. Penelitian ini mempermasalahkan bagaimana kesenjangan hasil belajar matematika dapat diatasi atau paling tidak dapat diminimalisasi. Untuk itu pendekatan yang akan dikemukakan pemakaian model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan RPP berkarakter sehingga judul yang diketengahkan adalah “Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajran Kooperatif, Penguasaan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggeris dan Penguasaan IPA pada SMP Negeri di Kota Kendari. METODE Populasi dan Sampel: Populasi dalam penelitian eksperimen ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang terdiri 45 kelas dengan jumlah sekitar 4.500 orang siswa pada SMP Negeri di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara tahun ajaran 2011/2012 s/d 2012/2013. Sampel: Sampel yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri 27 kelas dengan jumlah 405 orang siswa. Teknik pengambilan sampel adalah klaster random sampling dengan rincian sebagaimana digambarkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Desain Jumlah Sampel Dalam Pelaksanaan Eksperimen Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Model Pembelajaran Kooperaif (Faktor Ai) dan Penguasaan Bahasa dan IPA (Faktor Bj) Faktor B B=1 B=2 B=3 (B. Ind.) (B. Ingg.) (IPA) Jumlah Faktor A 45 45 45 A=1 (TSTS) 135 45 45 45 A=2 (Jigsaw) 135 45 45 45 A=3 (STAD) 135 Jumlah 135 135 135 405
Keterangan: Sampel berjumlah 405 orang siswa dengan rincian sebagai berikut: (A=1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berjumlah 135 orang; (A=2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berjumlah 135 orang; (A=3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berjumlah 135 orang; (B=1): adalah kelompok siswa yang dengan pengetahuan/skor bahasa Indonesia berjumlah 135 orang siswa; (B=2): adalah kelompok siswa yang dengan pengetahuan/skor bahasa Inggeris berjumlah 135 orang; (B=3): adalah kelompok siswa yang dengan pengetahuan/skor ilmu pengetahuan alam (IPA) berjumlah 135 orang; (A=1,B=1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan bahasa Indonesia berjumlah 45 orang; (A=1,B=2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 45 orang; (A=1,B=3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan IPA berjumlah 45 orang; (A=2,B=1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan bahasa Indonesia berjumlah 75 orang; (A=2,B=2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 45 orang; (A=2,B=3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan IPA berjumlah 45 orang; (A=3,B=1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan bahasa Indonesia berjumlah 75 orang; (A=3,B=2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 45 orang; (A=3,B=3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan IPA berjumlah 45 orang. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan dua paket program siap pakai yakni (i) SPSS/PC untuk menentukan deskripsi dari variabel terikat (hasil belajar matematika) dan variabel bebas Ai dan Bj melalui proses IF dengan syntax sebagai berikut: IF (Y < 55) Y_B = 1. IF (Y >= 55 & Y < 65) Y_B = 2. IF (Y>= 65 & Y < 75) Y_B = 3. IF (Y>= 75 & Y < 85) Y_B = 4. IF (Y>= 85) Y_B = 5. EXECUTE. . . . (1) . . . Agung (2013: 5) dan IF (A=1 & B=1) FS9 = 11. IF (A=1 & B=2) FS9 = 12. IF (A=1 & B=3) FS9 = 13. IF (A=2 & B=1) FS9 = 21. IF (A=2 & B=2) FS9 = 22. IF (A=2 & B=3) FS9 = 23. IF (A=3 & B=1) FS9 = 31. IF (A=3 & B=2) FS9 = 32. IF (A=3 & B=3) FS9 = 33. EXECUTE. . . . (2) . . . Agung (2013: 8)
(ii) analisis inferensial dengan menggunakan paket program EViews-7 untuk menguji semua hipotesis yang diperhatikan dengan persamaan umum sebagai berikut. ( ) + , … (3) Yi= ∑ di mana: Yi menyatakan nilai/skor pengamatan variabel respon ke-i C(k) menyatakan parameter model atau koefisien variabel bebas Xk Xk menyatakan nilai/skor variabel bebas µi menyatakan suku kesalahan random dari model dengan asumsi mempunyai distribusi normal standar yang identik dan independent (NII) dengan E(µ)=0 dan Var(µ)= σ2 atau ~ NII(0,σ2), suatu konstanta untuk semua i=1,2,3, … n… Agung (2006:88) Untuk menguji sejumlah hipotesis tersebut menggunakan formula (i) AC[(A,Y)|B=j] = π 1j – π2j untuk setiap j = 1, 2; (ii) AC[(A,Y)|A=i] = π1i – π2i untuk setiap i = 1, 2 & 3; dan (iii) Difference in Differences (DID) = (π11 – π12) – (π21 – π22); ... Agung (2011:166). Kedua: Model rerata sel dengan memakai sebuah faktor sel (FS), melalui titik pangkal nol atau tanpa intercept dengan model persamaan sebagai berikut: Yi= C(1)*FS1i +C(2)*FS2i + C(3)*FS3i… C(k)*FS(k)i + µi; … (4) atau Yi = C(1)*(A=1)(B=1) + C(2)*(A=1)(B=2) + … + C(9)(A=3)(B=3) + µi di mana: FSk= Faktor sel ke-k, untuk k = 1,2,3, … K; menyatakan indikator satu-nol untuk sel kek dengan nilai/skor FS(k)=1 untuk semua individu dalam sel ke-k dan FS(k)=0. Untuk semua individu lainnya dan C(k) menyatakan parameter rerata variabel respon dalam sel ke-k, Agung (2007:92), dengan desain penelitian sebagai berikut. Tabel 2 Desain Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai dan Faktor Bj Berdasarkan Persamaan (2) Faktor B Selisih: Selisih: Factor A B=1 B=2 B=3 (1 – 3) (2 – 3) C(1) – C(3) C(2)-C(3) A=1 µ11=C(1) µ12=C(2) µ13=C(3) C(4) – C(6) C(5)-C(6) A=2 µ21=C(4) µ22=C(5) µ13=C(6) C(7) – C(9) C(8)-C(9) A=3 µ31=C(7) µ32=C(8) µ33=C(9) C(1)-C(3)-C(7)+C(9) C(2)-C(3)-C(8)+C(9) C(1)-C(7) C(2)-C(8) C(3)-C(9) Selisih: (1 – 3) C(4)-C(6)-C(7)+C(9) C(5)-C(6)-C(8)+C(9) C(4)-C(7) C(5)-C(8) C(6)-C(9) Selisih: (2 – 3) Keterangan: 1) C(1), C(2), … C(9) merupakan rerata respon univariat (rerata hasil belajar matematika) dalam sel (interaksi) yang dibentuk oleh kombinasi faktor Ai dan Bj. 2) Perbedaan rerata responden univariat menurut Bj dengan syarat Ai (selisih 1-3 dan 2-3) adalah sebagai berikut: (a). C(1)-C(3): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia dibandingkan dengan penguasaan IPA, khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS; (b). C(4)-C(6): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia dibandingkan dengan penguasaan IPA, khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw; (c). C(7)-C(9): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia dibandingkan dengan penguasaan IPA,
khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe STAD; (d). C(2)-C(3): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Inggeris dibandingkan dengan penguasaan IPA, khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS; (e). C(5)-C(6): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Inggeris dibandingkan dengan penguasaan IPA, khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw; (f). C(8)-C(9): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Inggeris dibandingkan dengan penguasaan IPA, khusus (dengan syarat) model pembelajaran kooperatif tipe STAD; 3) Perbedaan rerata responden univariat menurut Ai dengan syarat Bj (selisih 1-3 dan 2-3) adalah sebagai berikut: (a). C(1)-C(7): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan bahasa Indonesia; (b). C(4)-C(7): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan bahasa Indonesia; (c). C(2)-C(8): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan bahasa Inggeris; (d). C(5)-C(8): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan bahasa Inggeris; (e). C(3)-C(9): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan ilmu pengetahuan (IPA); (f). C(6)-C(9): adalah perbedaan rerata respon univariat hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, khusus (dengan syarat) penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA); 4) Kesenjangan (difference in differences) atau perbedaan dalam perbedaan antara kombinasi penguasaan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (Bj) dengan syarat kombinasi model pembelajaran kooperatif Ai (kesenjangan tipe-1 dan tipe-2) atau sebaliknya: (a). C(1)-C(3)C(7)+C(9): adalah kesenjangan rerata respon univariat antara kombinasi B=1 dengan B=2 dengan syarat A=1 dan A=3 (kesenjangan tipe-3); (b). C(4)-C(6)-C(7)+C(9): adalah kesenjangan rerata respon univariat antara kombinasi B=1 dengan B=2 dengan syarat A=2 dan A=3 (kesenjangan tipe-2); 5) Kesenjangan (difference in differences) atau perbedaan dalam perbedaan antara kombinasi perlakuan model pembelajaran kooperatif Ai dengan syarat Bj (kesenjangan tipe-3 dan tipe-4) atau sebaliknya (a). C(2)-C(3)-C(8)+C(9): adalah kesenjangan rerata respon univariat antara kombinasi A=1 dengan B=2 dengan syarat A=1 dan A=3 (kesenjangan tipe-3); (b). C(5)C(6)-C(8)+C(9): adalah kesenjangan rerata respon univariat antara kombinasi B=1 dengan B=2 dengan syarat A=2 dan A=3 (kesenjangan tipe-4). Desain penelitian eksperimen berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 di atas adalah sebagai berikut: R E T O1 R K • O2 Keterangan: R: Random; E: Experiment; T: True experiment; K: Kontrol; O1: Tes hasil belajar matematika pada kelas eksperimen dan O2: Tes hasil belajar matematika pada kelas kontrol Agung (1992: 197); Sudjana (1995:37).
HASIL Hasil analisis dalam penelitian ini terdiri dari (1) analisis deskriptif ditunjukkan dalam Tabel 3 sampai dengan Tabel 5, dengan penjelasan sebagai berikut : Tabel 3 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri Tahun 2012 di Kota Kendari FS9 N
Valid
Y_B
405
Missing Mean Std. Error of Mean
Y
405
405
0
0
0
22.0000
2.1753
56.4815
.40825
.06907
1.00025
Median
22.0000
2.0000
57.0000
Mode
11.00(a)
1.00
60.00
Std. Deviation
8.21584
1.38999
20.12960
Variance
67.500
1.932
405.201
Range
22.00
4.00
88.00
Minimum
11.00
1.00
10.00
Maximum Sum
33.00
5.00
98.00
8910.00
881.00
22875.00
Variabel hasil belajar matematika sebagimana ditunjukkan dalam Tabel 3 di atas merupakan analisis deskriptif yang terdiri dari nilai rerata sebesar 56,48 dengan standar deviasi sebesar 20,13 yang menunjukkan bahwa nilai siswa bervariasi dari nilai 10,00 merupakan nilai paling rendah dan nilai tertinggi sebesar 98,00 dengan varians sebesar 88,00 dari responden yang berjumlah 405 orang siswa pada 5 SMP Negeri di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Tabel 4 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Pengelompokan Sesuai Sintax (1) Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1.00
194
47.9
47.9
47.9
2.00
70
17.3
17.3
65.2
3.00
60
14.8
14.8
80.0
4.00
38
9.4
9.4
89.4
5.00
43
10.6
10.6
100.0
Total
405
100.0
100.0
Pengelompokan sesuai sintax (1) di atas diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4 di atas diperoleh nilai untuk kelompok 1 pada interval nilai kurang dari 55,00 (< 55,00) sebanyak 194 orang siswa (47,9)% merupakan masalah yang perlu dicari penyebabnya. Besarnya jumlah siswa yang memperoleh nilai Y<55,00 dibandingkan dengan nilai siswa pada kelompok ke5 (≥ 85,00) sebanyak 43 orang siswa (10,6)%, hal ini menandakan tidak berminatnya siswa terhadap matapelajaran matematika, sementara telah menggunakan model pembelajaran kooperatif TSTS, Jigsaw dan STAD. Temuan ini memberikan catatan bahwa model pembelajaran kooperatif yang diterapkan belum sepenuhnya berfungsi dengan baik.
Tabel 5 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Pengelompokan Sesuai Sintax (2) Faktor Ai/Bj
Kelompok Nilai Dalam Interval (55≤Y ≤85) pada Variabel (Y_B) 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 (Y<55,00) (55≤Y<65) (65≤Y<75) (75≤Y<85) (Y≥85)
Total
1
2
FS9
11
26
3
6
7
3
45
12
22
4
3
6
10
45
13
23
10
8
2
2
45
21
20
12
7
5
1
45
22
9
9
6
9
12
45
23
36
4
1
4
0
45
31
26
9
6
2
2
45
32
22
4
3
3
13
45
33
10
15
20
0
0
45
194
70
60
38
43
405
Total
3
4
5
6
7
8
Dalam Tabel 3 di atas terdapat 194 orang (47,9)% siswa yang mendapat nilai dalam interval lebih rendah yakni dengan skor/nilai <55,00 sehingga hal ini menjadi masalah yang perlu dipecahkan, berasal dari kelompok model pembelajaran dan level mana siswa-siswa tersebut. Untuk memecahkan masalah tersebut dapat dijelaskan berdasar Tabel 4 di atas. Tabel 4 kolom 2 menjelaskan kelompok siswa yang diajar dengan berbagai model pembelajaran kooperatif dan level yang diperhatikan dengan memperhatikan kolom 2 sebagai kombinasi faktor. Faktor 11 adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dengan level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) terdapat 26 orang siswa. Faktor 12 adalah kelompok siswa yang diajar dengan model TSTS (A=1) dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) terdapat 22 orang siswa, demikian seterusnya sampai dengan faktor 33 adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) dengan level pengetahuan IPA (B=3) terdapat 10 orang siswa. Secara keseluruhan berdasarkan kolom 2 di atas diperoleh siswa yang paling sedikit mendapat skor/nilai kurang dari 55 (<55,00) adalah 9 orang yakni kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=3). Kelompok siswa yang memperoleh skor/nilai tertinggi (Y ≥85) sesuai dengan kolom 7 di atas terdapat faktor 32 sebanyak 13 orang siswa yakni kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) dengan level penguasaan IPA (B=3), disusul oleh faktor 22 sebanyak 12 orang siswa yakni kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) dan terakhir adalah faktor 12 sebanyak 10 rang siswa yakni kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2). Perlu dicacat bahwa pemakaian level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) memegang peranan penting dalam penelitian eksperimen dengan desain 3x3 faktorial ini dimana level tersebut menempati rengking tertinggi dibandingkan dengan kedua level lainnya yakni penguasaan bahasa Indonesia dan IPA, hal ini membuktikan bahwa pemakaian level penguasaan bahasa Inggeris sebagai variabel bebas yang tidak langsung mempengaruhi hasil belajar matematika merupakan variabel bebas yang perlu diperhatikan atau dipakai dalam penelitian berikutnya oleh karena dari sembilan kombinasi perlakuan yang diterapkan level penguasaan bahasa Inggeris selalu muncul yakni faktor 32, faktor 22 dan faktor 12. (2) analisis inferensial untuk menguji sejumlah hipotesis dalam penelitian ini, hasilnya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6 sampai dengan Tabel 22 merupakan hasil analisis dengan menggunakan paket program EViews-7 dengan rincian hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis-1. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor Ai dan Bj secara simultan mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistiknya adalah : H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5) = C(6) = C(7) = C(8) = C(9) vs H1 : Bukan H0. Tabel 6 Hasil Analisis Dalam Menguji Hipotesis Pada Semua Sel yang Dibentuk Oleh Faktor Ai dan Faktor Bj Wald Test: Test Statistic
Value
df
Probability
F-statistic
14.38039
(8, 396)
0.0000
Chi-square
115.0431
8
0.0000
Value
Std. Err.
1.711111
0.268094
Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(9) dst C(8) - C(9)
...
...
-0.222222
0.268094
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6 di atas dengan memperhatikan nilai F-statistic= 14.38039 db=8,396 nilai-p=0.0000 <α=0.05, maka hipotesis nol ditolak. Dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dengan i=1,2,3 dan level Bj dengan j=1, 2, 3 secara simultan mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis-2. dengan pernyataan: Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dengan hipotesis statistik : H0 : C(1) ≤ C(3) vs H1 : C(1) > C(3). Tabel 7 Hasil Pengujian Hipotesis [C(1) – C(3)] Dengan Syarat A=1 Wald Test: Test Statistic
Value
df
Probability
t-statistic F-statistic Chi-square
2.844336 8.090245 8.090245
396 (1, 396) 1
0.0047 0.0047 0.0045
Normalized Restriction (= 0)
Value
Std. Err.
C(1) - C(3)
9.888889
3.476696
Null Hypothesis: C(1)=C(3) Null Hypothesis Summary:
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 di atas dengan memperhatikan nilai tstatistic=2.844336 db=396 dengan nilai-p/2=0.0047/2=0.00235 <α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) lebih tinggi dibandingkan
dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1). Hipotesis-3. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level B=2 lebih tinggi dibandingkan dengan level B=3, khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=1 dengan hipotesis statistik: H0 : C(2) ≤ C(3) vs H 1 : C(2) > C(3). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9 berikut dengan memperhatikan nilai tstatistic=1.041858 db=(396) dengan nilai-p/2=0.2381/2=0.1195>α=0.05, maka hipotesis nol diterima, dengan diterimanya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) tidak lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1). Tabel 8 Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(3)] Dengan Syarat A=1 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
1.041858 1.085468 1.085468
396 (1, 396) 1
0.2981 0.2981 0.2975
Value
Std. Err.
3.622222
3.476696
Null Hypothesis: C(2)=C(3) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(2) - C(3) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-4. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dengan hipotesis statistik: H0 : C(4) ≤ C(6) vs H 1 : C(4) > C(6). Tabel 9 Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)] Dengan Syarat A=2 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
0.492166 0.242227 0.242227
396 (1, 396) 1
0.6229 0.6229 0.6226
Value
Std. Err.
1.711111
3.476696
Null Hypothesis: C(4)=C(6) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(4) - C(6) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9 di atas dengan memperhatikan nilai tstatistic=0.492166 db=(396) dengan nilai-p/2=0.6229/2=0.3114 > α=0.05, maka hipotesis nol diterima, dengan diterimanya hipotesis nol dapat disimpulkan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) tidak lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) Hipotesis-5. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dengan hipotesis statistik: H0 : C(5) ≤ C(6) vs H 1 : C(5) > C(6). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 10 berikut dengan memperhatikan nilai tstatistic=4.161039 db=(396) dengan nilai-p/2=0.0000/2=0.0000<α=0.05, maka hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2). Tabel 10 Hasil Pengujian Hipotesis [C(5) – C(6)] Dengan Syarat A=2 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
4.161039 17.31425 17.31425
396 (1, 396) 1
0.0000 0.0000 0.0000
Value
Std. Err.
14.46667
3.476696
Null Hypothesis: C(5)=C(6) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(5) - C(6) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-6. dengan pernyataan : Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indoensia (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) dengan hipotesis statistik: H0 : C(7) ≤ C(9) vs H 1 : C(7) > C(9) Tabel 11 Hasil Pengujian Hipotesis [C(7) – C(9)] Dengan Syarat A=3 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
-2.332994 5.442862 5.442862
396 (1, 396) 1
0.0201 0.0201 0.0196
Value
Std. Err.
-8.111111
3.476696
Null Hypothesis: C(7)=C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(7) - C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 11 di atas dengan memperhatikan nilai t-statistic= 2.332994 db=396 dengan nilai-p/2=0.0201/2=0.0100 < α=0.05, maka hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Indonesia (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3). Hipotesis-8. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) dengan hipotesis statistik: H0 : C(8) ≤ C(9) vs H 1 : C(8) > C(9). Tabel 12 Hasil Pengujian Hipotesis [C(8) – C(9)] Dengan Syarat A=3 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
-1.655467 2.740572 2.740572
396 (1, 396) 1
0.0986 0.0986 0.0978
Value
Std. Err.
-5.755556
3.476696
Null Hypothesis: C(8)=C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(8) - C(9)
Berdasarkan hasil analisisare pada Tabel 12 di atas dengan memperhatikan nilai t-statistic= -Restrictions linear in coefficients. 1.655467 db=396 dengan nilai-p/2=0.0986/2=0.0493 < α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa antara level penguasaan bahasa Ingg\eris (B=2) lebih tinggi dibandingkan dengan level penguasaan IPA (B=3), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3). Hipotesis-9. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level B=1, mempunyai perbedaan pengaruh yang signfikan dengan hipotesis statistik: H0 : C(1) = C(7) vs H1 : C(1) ≠ C(7). Tabel 13 Hasil Pengujian Hipotesis [C(1) – C(7)] Dengan Syarat A=3 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
5.509702 30.35681 30.35681
396 (1, 396) 1
0.0000 0.0000 0.0000
Value
Std. Err.
19.15556
3.476696
Null Hypothesis: C(1)=C(7) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(7) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 13 di atas dengan memperhatikan nilai t-statistic= 5.509702 db=396 dengan nilai-p=0.0000=0.0000 <α=0.05, maka hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan bahasa Indonesia (B=1), mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis-10. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan bahasa Indonesia (B=1), mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan dengan hipotesis statistik: H0 : C(4) = C(7) vs H1 : C(4) ≠ C(7). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 14 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic=1.131342 dengan nilai-p =0.2586 =0.1293 > α=0.05, sehingga hipotesis nol diterima, dengan diterimanya hipotesis nol dapat disimpulkan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level B=1, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Tabel 14 Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(7)] Dengan Syarat B=1 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
1.131342 1.279936 1.279936
396 (1, 396) 1
0.2586 0.2586 0.2579
Value
Std. Err.
3.933333
3.476696
Null Hypothesis: C(4)=C(7) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(4) - C(7) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-11. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan, dengan hipotesis statistik : H0 : C(2) = C(8) vs H1 : C(2) ≠ C(8). Tabel 15 Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(8)] Dengan Syarat B=2 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
3.029697 9.179062 9.179062
396 (1, 396) 1
0.0026 0.0026 0.0024
Value
Std. Err.
10.53333
3.476696
Null Hypothesis: C(2)=C(8) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(2) - C(8) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 15 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic = 3.029697 db=396 dengan nilai-p=0.0026 < α=0.05, maka hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2), mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis-12. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan bahasa Inggeris (B=2) dengan hipotesis statistik: H0 : C(5) = C(8) vs H1 : C(5) ≠ C(8). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 16 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic = 4.122689 dengan nilaip =0.0000 =0.0000<α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level B=2, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Tabel 16 Hasil Pengujian Hipotesis [C(5) – C(8)] Dengan Syarat B=2 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
4.122689 16.99656 16.99656
396 (1, 396) 1
0.0000 0.0000 0.0000
Value
Std. Err.
14.33333
3.476696
Null Hypothesis: C(5)=C(8) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(5) - C(8) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-13. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan IPA (B=3) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan, dengan hipotesis statistik: H0 : C(3) = C(9) vs H1 : C(3) ≠ C(9). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 17 berikut dengan memperhatikan nilai tstatistic=0.332372 dengan nilai-p=0.7398> α=0.05, sehingga hipotesis nol diterima, dengan diterimanya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A=1) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan IPA (B=3) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Tabel 17 Hasil Pengujian Hipotesis [C(3) – C(9)] Dengan Syarat B=3 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
0.332372 0.110471 0.110471
396 (1, 396) 1
0.7398 0.7398 0.7396
Value
Std. Err.
1.155556
3.476696
Null Hypothesis: C(3)=C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(3) - C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-14. dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level penguasaan IPA (B=3) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan, dengan hipotesis statistik: H0 : C(6) = C(9) vs H1 : C(6) ≠ C(9). Tabel 18 Hasil Pengujian Hipotesis [C(6) – C(9)] Dengan Syarat B=3 Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
-1.693818 2.869019 2.869019
396 (1, 396) 1
0.0911 0.0911 0.0903
Value
Std. Err.
-5.888889
3.476696
Null Hypothesis: C(6)=C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(6) - C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 di atas dengan memperhatikan nilai t-statistic= 1.693818 dengan nilai-p=0.0911>α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika (Yi) untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran koopereatif tipe STAD (A=3), khusus untuk siswa dengan level B=3 mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis-15, dengan pernyataan kesenjangan Tipe-1 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=1 dibandingkan dengan selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=3, mempunyai kesenjangan yang signifikan dengan hipotesis statistik: H0 : C(1) – C(3) = C(7) - C(9) vs H1 :C(1)– C(3) > C(7) – C(9)
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 19 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic= 3.660925 db=396 dengan nilai-p=0.0003=0.0001< α=0.05, maka hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahawa Ada Kesenjangan Tipe-1 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=1 dibandingkan dengan selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=3. Tabel 19
Hasil Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-1 [C(1) – C(3)=C(7) – C(9)] Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
3.660925 13.40237 13.40237
396 (1, 396) 1
0.0003 0.0003 0.0003
Value
Std. Err.
18.00000
4.916790
Null Hypothesis: C(1)-C(3)=C(7)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(3) - C(7) + C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-16. dengan pernyataan Ada Kesenjangan Tipe-2 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=2 dibandingkan dengan selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=3 dengan hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : C(4) – C(6) = C(7) - C(9) vs H1 : C(4) – C(6) > C(7) – C(9). Tabel 20 Hasil Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-2 [C(4) – C(6)=C(7) – C(9)] Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
1.997690 3.990765 3.990765
396 (1, 396) 1
0.0464 0.0464 0.0458
Value
Std. Err.
9.822222
4.916790
Null Hypothesis: C(4)-C(6)=C(7)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(4) - C(6) - C(7) + C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 20 di atas db=396 dengan memperhatikan nilai tstatistic= 1.997690 dengan nilai-p=0.0464 <α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Ada Kesenjangan Tipe-2 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=2 dibandingkan dengan selisih level {B=1 dan B=3} dengan syarat A=3. Hipotesis-17. dengan pernyataan Ada Kesenjangan Tipe-3 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=1
dibandingkan dengan selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=3 dengan hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : C(2) – C(3) = C(8) - C(9) vs H1 : C(2) – C(3) > C(8) – C(9). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 21 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic= 1.907297 db=396 dengan nilai-p=0.0572 > α=0.05, sehingga hipotesis nol diterima, dengan diterimanya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Tidak Ada Kesenjangan Tipe-3 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=1 dibandingkan dengan selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=3. Tabel 21 Hasil Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-3 [C(2) – C(3)=C(8) – C(9)] Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
1.907297 3.637781 3.637781
396 (1, 396) 1
0.0572 0.0572 0.0565
Value
Std. Err.
9.377778
4.916790
Null Hypothesis: C(2)-C(3)=C(8)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(2) - C(3) - C(8) + C(9) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-18. dengan pernyataan Ada Kesenjangan Tipe-4 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=2 dibandingkan dengan selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=3 dengan hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : C(5) – C(6) = C(8) - C(9) vs H1 : C(5) – C(6) ≠ C(8) – C(9). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 22 berikut dengan memperhatikan nilai t-statistic= 4.112891 db=396 dengan nilai-p=0.0000 < α=0.05, sehingga hipotesis nol ditolak, dengan ditolaknya hipotesis nol dapat disimpulkan bahwa Ada Kesenjangan Tipe-4 rerata hasil belajar matematika (Yi) ditinjau dari level Bj dengan syarat Ai adalah selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=2 dibandingkan dengan selisih level {B=2 dan B=3} dengan syarat A=3. Tabel 22 Hasil Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-4 [C(5) – C(6)=C(8) – C(9)] Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
4.112891 16.91587 16.91587
396 (1, 396) 1
0.0000 0.0000 0.0000
Value
Std. Err.
20.22222
4.916790
Null Hypothesis: C(5)-C(6)=C(8)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(5) - C(6) - C(8) + C(9) Restrictions are linear in coefficients.
PEMBAHASAN Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menurut Level Bj Dengan Syarat Ai. Perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan Bahasa Indonesia (B=1), kemampuan Bahasa Inggeris (B=2) dan kemampuan IPA (B=3) dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), tipe TSTS (A=2) dan tipe STAD (A=3) terdapat 6(enam) hipotesis yakni hipotesis (1) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=1 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=1 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=1). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai belum dapat mengangkat kelompok siswa yang belum terlalu faham matematika. Hipotesis (2) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=2 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=1 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=1). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai dapat mengangkat kelompok siswa yang belum terlalu faham menjadi faham dalam matapelajaran matematika. Hipotesis (3) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=1 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=2 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=2). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai dapat mengangkat kelompok siswa yang belum terlalu faham menjadi faham dalam matapelajaran matematika. Hipotesis (4) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=2 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=2 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=2). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai belum dapat mengangkat kelompok siswa yang belum faham menjadi faham dalam matapelajaran matematika. Hipotesis (5) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=1 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=3 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai dapat mengangkat kelompok siswa yang belum faham menjadi faham dalam matapelajaran matematika belum menjadi kenyataan. Hipotesis (6) rerata hasil belajar matematika antara siswa dalam kelompok atau level B=2 lebih tinggi dibandingkan dengan B=3 dengan syarat A=3 (khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti bahwa instrumen yang dipakai belum dapat mengangkat kelompok siswa yang belum faham menjadi faham dalam matapelajaran matematika. Di sisi lain masih perlu pengontrolan atas perlakuan model-model pembelajaran kooperatif dalam berbagai tipe. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Model Pembelajaran Koop0eratif Ai Dengan Syarat Level Bj. Perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif (A=1, A=2 dan A=3) dengan syarat level kemampuan Bahasa Indonesia (B=1), kemampuan Bahasa Inggeris (B=2) dan kemampuan IPA (B=3) terdapat 6(enam) hipotesis yakni: hipotesis (1) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=1 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=1 (untuk kelompok siswa
dengan level kemampuan Bahasa Indonesia (B=1)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A-=1 dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara belum menyamakan atau belum mengangkat mereka (siswa) yang kurang pandai ke level yang lebih tinggi agar sejajar dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=1,B=1 dibandingkan dengan sel A=3,B=1 perbedaannya signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen belum sepenuhnya terkontrol dengan baik. Hipotesis (2) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=2 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=1 (untuk kelompok siswa dengan level kemampuan Bahasa Indonesia (B=1)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A=2 dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=1 dalam pembelajaran matematika telah menyamakan prestasi mereka (siswa) yang kurang pandai atau sebaliknya ke level yang lebih tinggi/rendah dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=2,B=1 dibandingkan dengan sel A=3,B=1 mempunyai perbedaannya signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen antara model pembelajaran kooperatif A=2 dibandingkan A=3 salah satunya dapat dipastikan ada yang belum baik perlakuannya. Hipotesis (3) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=1 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=2 (untuk kelompok siswa dengan level kemampuan Bahasa Inggeris (B=2)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A=1 dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=2 dalam pembelajaran matematika belum menyamakan prestasi mereka (siswa) yang kurang pandai atau sebaliknya ke level yang lebih tinggi/rendah dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=1,B=2 dibandingkan dengan sel A=3,B=2 mempunyai perbedaannya signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen antara model pembelajaran kooperatif A=1 dibandingkan A=3 salah satunya dapat dipastikan ada yang belum baik. Hipotesis (4) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=2 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=2 (untuk kelompok siswa dengan level kemampuan Bahasa Inggeris (B=2)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A=1 dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=2 dalam pembelajaran matematika belum menyamakan prestasi mereka (siswa) yang kurang pandai atau sebaliknya ke level yang lebih tinggi/rendah dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=2,B=2 dibandingkan dengan sel A=3,B=2 mempunyai perbedaannya signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen antara model pembelajaran kooperatif A=1 dibandingkan A=3 salah satunya dapat dipastikan ada yang belum baik perlakuannya. Hipotesis (5) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=1 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=3 (untuk kelompok siswa dengan level kemampuan IPA (B=3)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A=1
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=3 dalam pembelajaran matematika telah menyamakan prestasi mereka (siswa) yang kurang pandai atau sebaliknya ke level yang lebih tinggi/rendah dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=1,B=3 dibandingkan dengan sel A=3,B=3 belum mempunyai perbedaan yang signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen antara model pembelajaran kooperatif A=1 dibandingkan A=3 salah satunya dapat dipastikan ada yang belum baik perlakuannya. Hipotesis (6) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif tipe A=2 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=3 (untuk kelompok siswa dengan level kemampuan IPA (B=3)). Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, ini berarti perlakuan model pembelajaran kooperatif A=2 dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe A=3 dengan syarat B=3 dalam pembelajaran matematika tidak menyamakan prestasi mereka (siswa) yang kurang pandai atau sebaliknya ke level yang lebih tinggi/rendah dengan teman-temannya yang lain, karena di sini kelompok siswa dalam sel A=2,B=3 dibandingkan dengan sel A=3,B=3 mempunyai perbedaannya signifikan. Di sisi lain pelaksanaan perlakuan atau pelaksanaan eksperimen antara model pembelajaran kooperatif A=2 dibandingkan A=3 salah satunya dapat dipastikan ada yang belum baik perlakuannya. Kesenjangan Tipe-1, 2, 3 dan 4 Hasil Belajar Matematika Menurut Level Bj/Model Pembelajaran Kooperatif Ai Dengan Syarat Ai/Bj. Perbedaan dalam perbedaan (kesenjangan) rerata hasil belajar matematika menurut level kemampuan Bahasa Indonesia (B=1), kemampuan Bahasa Inggeris (B=2) dan kemampuan IPA (B=3) dengan syarata model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), tipe TSTS (A=2) dan tipe STAD (A=3) dan perbedaan dalam perbedaan (kesenjangan) rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Ai dengan syarat Bj terdapat 4(empat) hipotesis yakni hipotesis (1) kesenjangan tipe-1, tipe-2, tipe-3 dan tipe-4 dengan hipotesis statistik (i) C(1) – C(3) – C(7) + C(9)>0; (ii) C(4) – C(6) – C(7) + C(9)>0, (iii) C(2) – C(3) – C(8) + C(9)>0 dan (iv) C(5) – C(6) – C(8) + C(9)>0 yakni perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika antara level B=1 dan B=3 atau level B=2 dan B=3 dengan syarat A=1, A=2 dan A=3 (kombinasi perbedaan Bj dengan syarat Ai atau kombinasi perbedaan Ai dengan syarat Bj) mempunyai perbedaan dalam perbedaan yang signifikan, artinya adanya kesenjangan atau adanya perbedaan dalam perbedaan yang signifikan yang menunjukkan bahwa instrumen yang dipergunakan dalam penelitian eksperimen ini belum sepenuhnya berfungsi dengan baik terutama dalam pelaksanaan Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Penilaian Kognitif Produk (LP-01) dan lembar penilaian lainnya. Dari empat hipotesis kesenjangan tidak ada satupun yang menerima hipotesis nol artinya di dalam populasi terdapat perbedaan antara kelompok siswa yang pandai dan kelompok siswa yang kurang pandai. Di sini kualitas LKS dan LP-01 belum terdapat kesesuaian sehingga dalam pelaksanaannya yang pandai masih tetap pandai dan yang kurang pandai tidak terangkat menjadi pandai. Di sisi lain adanya kecenderungan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dari berbagai tipe belum terlaksana sesuai dengan ciri dan kaidah dari masing-masing model pembelajaran kooperatif, mulai dari tahapan pelaksanaan saat dimulai pembelajaran sampai dengan diakhir pembelajaran. Signifikannya kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu kunci dalam pelaksanaan RPP berkarakter. Di sinilah letak kesulitan
penyusunan RPP berkarakter yakni pada butir-butir yang terdapat dalam LKS itu sendiri. Jika di dalam menyusun dan merancang LKS tidak dimengerti dan diketahui rohnya, maka keadaannya akan seperti ini. Artinya laju pertumbuhan pemahaman siswa yang pandai tidak diikuti dengan siswa yang kurang pandai, akibatnya rerata hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif (Ai) dan kemampuan bahasa Indonesia, penguasaan bahasa Inggeris dan IPA (Bj) dalam 9(Sembilan) sel tidak ditemukan kesenjangan atau tidak ditemukan perbedaan dalam perbedaan (difference in differences) yang signifikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulam 1. Secara empiris tiga model pembelajaran kooperatif yakni tipe TSTS, Jigsaw dan STAD ditemukan sama efektifnya dalam pelaksanaan eksperimen di tingkat SMP Negeri, sementara interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan kombinasi tiga level yang diperhatikan, ditemukan level penguasaan bahasa Inggeris lebih dominan dibandingkan dengan dua level lainnya yakni bahasa Indonesia dan penguasaan IPA. 2. Faktor interaksi antar sel Ai,Bj dengan sel (A=3,B=3) sebagai kontrol ditinjau secara simultan berdasarkan F-statistic- menolak hipotesis nol yang mempunyai pengertian bahwa kedalapan interaksi mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. 3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut level Bj (kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan Bahasa Inggeris dan IPA) dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai dari 6(enam) hipotesis yang diajukan terdapat 4(empat) hipotesis menolak hipotesis nol dan 2(dua) hipotesis menerima hipotesis nol. 4. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Ai dengan syarat Bj (kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA) dari 6(enam) hipotesis yang diajukan 4(empat) hipotesis menolak hipotesis nol dan 2(dua) hipotesis menerima hipotesis nol. Diterima dua hipotesis nol pada kesimpulan kedua dan ketiga belum dapat menimbulkan adanya kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan kemampuan Bahasa dan IPA. 5. Kesenjangan tipe-1, 2, 3 dan 4 rerata hasil belajar matematika menurut level Bj (kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan Bahasa Inggeris dan IPA) dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai dan sebaliknya dengan syarat Bj semua menolak hipotesis nol, yang mempunyai pengertian bahwa semua perlakuan mempunyai perbedaan yang signifikan. Saran 1. Pendidikan berkarakter sudah harus mulai diajarkan pada semua satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA agar sejak awal diketahui, dimengerti, difahami dan dilaksanakan serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Lembar kerja siswa (LKS) dalam RPP berkarakter perlu diperhatikan keterkaitannya dengan lembar penilaian kogntif prodak (LP-01), karena baik tidaknya LP-01 tergantung pada penyusunan LKS. 3. LKS dan LP-01 harus disesuaikan dengan model pembelajaran yang diterapkan dan jika sudah ada sinkronisasi antara penyusunan LKS dan LP-01 kecenderungan kesenjangan yang ditemukan akan menerima hipotesis nol. Penerimaan hipotesis nol atas kesenjangan dari semua perlakuan memerlukan waktu yang cukup lama.
DAFTAR RUJUKAN Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan Pemakaian Praktis. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). --------. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata Sel Multivariat dan Model Ekonometri dengan SPSS. (Jakarta: Yayasan SAD SATRIA BHAKTI). --------. 2010. Cross Section And Experimental Data Analysis Using EViews. (Singapur: John Wiley & (Asia) Pte. Ltd.) Anon. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Jakarta: CV. Eko Jaya) Anon. 2011. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 126 Universitas Haluoleo. (Kendari: Kemendiknas FKIP Unhalu). Aqib, Zainal. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. (Surabaya: Insan Cendekia) Elfindri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kerangka, Metode dan Aplikasi Untuk Pendidikan dan Profesional. (Jakarta: Baduose MediaJakarta). Gagne, Robert.M. 1984. The Condition of Learning and Theory of Instruction. (New York: Holt Rinehart & Winston). Ikman dan Erlin. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Pekerjaan Rumah Dengan Catatan Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 No. 2 ISSN: 2086-8235). Ismaimuza, Dasa. 2011. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pengetahuan Awal. (Kendari: PMAT dan ISPMS Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 Nomor 2 ISSN: 2086-8235). Kadir.2010. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Posisir terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2 Juli 2010, ISSN: 2086-8235). Lambertus. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SD Melalui Pendekatan Matematika Realistik. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2 Juli 2010, ISSN: 2086-8235). Landia. H. dan Fredy. 2010. Pembelajaran Kooperatif Tipe Studen Teams Achievement Division Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 1 Januari 2010, ISSN: 2086-8235). Maonde, Faad. 2010. Pengaruh Kovariat Minat dan Pengetahuan Awal terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 1, Januari 2010, ISSN: 20868235). ---------, 2011. Aplikasi Penelitian Eksperimen Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. (Kendari: Unhalu Press). ----------. 2012a. Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Penerapan Metode Mengajar dan Umpan Balik Penilaian. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 1, Januari 2012 ISSN: 2086-8235). ----------. 2012b. Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Status Pekerjaan Orang Tua Siswa. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 2, Juli 2012 , ISSN: 2086-8235). Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya).
Nasution, S. 1995. Asas-asas Kurikulum. (Jakarta: Bumi Aksara). Permana. Yanto. 2010. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Electing Activities. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2 Juli 2010, ISSN: 2086-8235). Sahidin Latif dan Neni Mulyani Budiman. 2010. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Mach Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No. 1 Januari 2010, ISSN: 2086-8235). Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta). Slavin 2005. Coopertavie Learning Teori, Riset dan Praktik Terjemahan Nurlita Yusron. (Ujungberung Bandung: Nusa Media) Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen Edisi-IV. (Bandung: TARSITO). Yamin. Martinis. H. 2012. Desain Baru Pembelajaran Kontruktivistik. (Jakarta: Referensi)