GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: a. bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki entitas berbasis kultural, identitas lokal berupa nilai religi, nilai spiritual, nilai filosofis, nilai estetika, nilai perjuangan, nilai kesejarahan, dan nilai budaya yang menggambarkan kekhasan Provinsi Jawa Timur sehingga harus dikelola kelestariannya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat; b. bahwa keberadaan Cagar Budaya di wilayah Provinsi Jawa Timur, merupakan kekayaan kultural yang mengandung nilai-nilai kearifan budaya lokal yang penting sebagai dasar pembangunan kepribadian, pembentukan jati diri, yang harus dikelola secara tepat melalui upaya pelestarian dan pengelolaan serta memperkuat ketahanan sosial budaya masyarakat Jawa Timur, sehingga upaya untuk menjaga kelestarian dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab bersama semua pihak dan merupakan kekayaan budaya yang harus dikelola secara tepat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247); 3. Undang-Undang
-2-
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5168); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532).
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN GUBERNUR TENTANG BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR.
PELESTARIAN
CAGAR
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 3. Cagar Budaya adalah Warisan Budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. 4. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
5. Bangunan
-3-
5. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. 6. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 7. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 8. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. 9. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. 10. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi Cagar Budaya tetap lestari. 11. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. 12. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. 13. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan. 14. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. 15. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya degan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. 16. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. 17. Pemanfaatan
-4-
17. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. 18. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi dan adaptasi serta tidak bertentangan dengan pelestarian. 19. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan pengembangan kebudayaan. 20. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Daerah dan Register Nasional Cagar Budaya. 21. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. 22. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. 23. Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara. 24. Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut Tim Ahli adalah kelompok ahli Pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. 25. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 26. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong Pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 27. Juru Pelihara adalah tenaga teknis yang mempunyai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan pemeliharaan Cagar Budaya. 28. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan. 29. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya. 30. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum. BAB II
-5-
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan untuk memfasilitasi pengelolaan Cagar Budaya sebagai upaya pelestarian untuk mempertahankan keberadaannya. (2) Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk : a. melestarikan, menyelamatkan dan melindungi Cagar Budaya di Jawa Timur; b. mengembangkan dan memanfaatkan Cagar Budaya yang memiliki nilai jati diri serta menjadi lambang kebanggaan bangsa; c. mengamankan aset kekayaan budaya yang mempunyai nilai penting di daerah; d. membangkitkan motivasi, inspirasi, dan memperluas khasanah budaya bagi masyarakat dalam berkarya; e. mengamankan komponen kesinambungan budaya masa lalu dengan masa kini untuk memberi kontribusi bagi penentuan arah pengembangannya di masa mendatang; f. mencerdaskan dan membentuk kepribadian, menanamkan konsep ketahanan nasional dan wawasan nusantara; g. meningkatkan ketahanan sosial budaya dengan landasan kearifan lokal. BAB III TUGAS DAN WEWENANG Pasal 3 (1) Pemerintah Provinsi mempunyai tugas: a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pelestarian Cagar Budaya; b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya; c. menyelenggarakan penelitian Cagar Budaya; d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat; e. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan Pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya; f. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk Cagar Budaya; g. melakukan
-6-
g. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Pelestarian Cagar Budaya; dan h. mengalokasikan dana bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya. (2) Pemerintah Provinsi berwenang: a. membuat peraturan Pengelolaan Cagar Budaya; b. membentuk Tim Ahli Cagar Budaya; c. menerima benda, bangunan, struktur, lokasi dan satuan ruang geografis dari Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat provinsi; d. mendaftarkan benda, bangunan, struktur, lokasi dan satuan ruang geografis ke Pemerintah Pusat; e. mengkoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektoral dan wilayah; f. memberikan rekomendasi bagi peneliti di luar wilayah Jawa Timur yang akan melakukan penelitian Cagar budaya di Provinsi Jawa Timur; g. menghimpun data, menetapkan, melakukan pemeringkatan, dan menghapus Cagar Budaya; h. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum yang berkaitan dengan Cagar Budaya; i. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang pelestarian; j. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; k. memindahkan dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan pengamanan; l. menetapkan batas keruangan, situs Cagar Budaya, dan kawasan Cagar Budaya; m. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagian. BAB IV RUANG LINGKUP Pasal 4 Peraturan Gubernur ini mengatur mengenai : a. Pelestarian; b. Pelindungan; c. Pengembangan dan Pemanfaatan; d. Penghargaan; dan e. Pengawasan. BAB V
-7-
BAB V PELESTARIAN Pasal 5 (1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. (2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian. (3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian. (4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya. Pasal 6 Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi : a. Pelestarian Benda Cagar Budaya; b. Pelestarian Bangunan Cagar Budaya; c. Pelestarian Struktur Cagar Budaya; d. Pelestarian Situs Cagar Budaya; dan e. Pelestarian Kawasan Cagar Budaya. Pasal 7 Pelestarian Benda Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, harus mempertimbangkan peringkat, sifat, nilai dan kondisi benda cagar budaya. Pasal 8 Pelestarian Bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, harus mempertimbangkan : a. peringkat dan golongan; b. keaslian arsitektur bangunan (bentuk/langgam, fasad, corak/tipe, bahan, tata letak, struktur); c. kondisi bangunan; d. kepemilikan dan kesesuaian dengan lingkungan dan lokasi keberadaan bangunan, jenis serta jumlah.
Pasal 9
-8-
Pasal 9 Pelestarian Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, harus mempertimbangkan ciri asli, bentuk, tata letak, ukuran, fasad, bahan dan teknik pengerjaan. Pasal 10 Pelestarian Situs Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, harus mempertimbangkan : a. batas-batas situs dan benda cagar budaya yang ditemukan b. penentuan batas situs berdasarkan temuan; c. kajian zonasi situs; dan d. pemanfaatan dan nilai penting situs. Pasal 11 Pelestarian kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, harus mempertimbangkan : a. langgam arsitektur sebagai pembentuk citra kawasan; b. kajian zonasi kawasan; c. peruntukan kawasan; d. elemen/unsur utama pembentuk kawasan yang meliputi : 1. tata ruang; 2. jalan; 3. tata lingkungan; 4. sepadan langit; 5. elemen jalan; 6. flora; dan 7. infrastruktur; e. penanda toponim kawasan; f. bangunan, struktur dan situs cagar budaya yang merupakan isi dari kawasan yang menjadi prioritas untuk dilestarikan; g. revitalisasi kawasan; dan h. ciri asli lanskap kawasan cagar budaya sebelum dilakukan adaptasi. Pasal 12 (1) Dalam melakukan pelestarian cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah Provinsi dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan berbagai pihak.
(2) Kerjasama
-9-
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal : a. penetapan batas situs dan kawasan cagar budaya; b. pembangunan infrastruktur pada situs dan kawasan cagar budaya; c. penyusunan pedoman pelestarian cagar budaya; d. penyusunan rencana induk pelestarian cagar budaya; e. penyelamatan cagar budaya dalam keadaan darurat atau bencana. BAB VI PELINDUNGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 (1) Setiap orang dapat berperan serta melakukan pelindungan cagar budaya. (2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara: a. penyelamatan; b. pengamanan; c. Zonasi; d. pemeliharaan; dan e. pemugaran. Bagian Kedua Penyelamatan Pasal 14 (1) Penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, dilakukan untuk : a. mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilainilai yang menyertainya; b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam keadaan darurat atau keadaan biasa. (3) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus mendapat ijin dan/atau pengawasan dari Dinas yang mempunyai tugas dan atau membidangi kebudayaan.
Bagian
- 10 -
Bagian Ketiga Pengamanan Pasal 15 (1) Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan menghimpun dalam tempat penampungan, membuat pelindung, membuat pagar, dan/atau ruang antara. (2) Dalam kondisi darurat, Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan membuat konstruksi penguat dan pengaman sementara. (3) Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat ijin dan/atau pengawasan dari Dinas yang mempunyai tugas dan/atau membidangi kebudayaan. Pasal 16 (1) Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan pemindahan dan/atau penyimpanan benda, bangunan dan struktur cagar budaya untuk kepentingan pengamanan. (2) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk menjaga dan mencegah agar cagar budaya tidak hilang, rusak, hancur atau musnah. (3) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memperhatikan asas manfaat bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. (4) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah pencatatan verbal dan pendokumentasian benda, bangunan dan struktur cagar budaya. Bagian Keempat Zonasi Pasal 17 (1) Penetapan Zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan menetapkan batas-batas luasan dan Pemanfaatan ruang, berdasarkan hasil kajian dan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat yang memiliki atau menguasai Cagar Budaya. (2) Kajian
- 11 -
(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sifat dan karakter, kondisi, keluasan, serta zonasi situs atau kawasan Cagar Budaya. (3) Zonasi situs atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas : a. zona inti; b. zona penyangga; c. zona Pengembangan; dan/atau d. zona penunjang. Pasal 18 (1) Zona inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a, adalah area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting cagar budaya (2) zona penyangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b, adalah area yang melindungi zona inti. (3) Zona Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf c, adalah area yang diperuntukkan bagi pengembangan potensi Cagar Budaya bagi kepentingan rekereasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradsional, keagamaan, dan kepariwisataan. (4) Zona penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf d, adalah area yang diperuntukkan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum. Bagian Kelima Pemeliharaan Pasal 19 (1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d, dilakukan berdasarkan pedoman dan tatacara Pemeliharaan. (2) Dalam melakukan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengangkat dan menempatkan Juru Pelihara.
Bagian
- 12 -
Bagian Keenam Pemugaran Pasal 20 (1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf e, merupakan kegiatan memperbaiki dan memulihkan kembali bangunan cagar budaya ke bentuk aslinya. (2) Pelaksanaan pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memperhatikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlindungan dan pelestarian yang mencakup keaslian bentuk, tata letak dan metode pelaksanaan, sistem struktur, bahan bangunan, nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan termasuk nilai arsitektur dan teknologi sesuai ketentuan. (3) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN Bagian Kesatu Pengembangan Pasal 21 (1) Setiap orang dapat melakukan pengembangan Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan Cagar Budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pasal 22 (1) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam 21, yang berbentuk bangunan atau struktur dilakukan dengan tetap mempertahankan: a. ciri asli muka dan/atau fasad bangunan atau struktur; dan b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah situs cagar budaya atau Kawasan Cagar Budaya tempat bangunan atau struktur berada. (2) Adaptasi
- 13 -
(2) Adaptasi dilakukan dengan berpedoman pada: a. nilai-nilai penting yang melekat pada Cagar Budaya; b. penambahan fasilitas sarana dan prasarana secara terbatas sesuai dengan kebutuhan; c. pengubahan susunan ruang secara terbatas; dan d. gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya. (3) Pengembangan dapat dilakukan dengan cara penelitian yang melibatkan ahli di bidangnya dan instansi terkait. (4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dipublikasikan pada masyarakat. Pasal 23 (1) Revitalisasi Situs dan Kawasan Cagar Budaya harus memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan lanskap budaya asli dan memberikan manfaat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan ciri budaya lokal dan memperkuat citra keistimewaan Daerah. (2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dalam rencana induk yang dikoordinasi oleh Tenaga Ahli setelah mendapat rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. (3) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang menambah bangunan baru serta perubahan dan/atau pembongkaran, harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 24 (1) Setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kabupaten/Kota. (3) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya. (4) Partisipasi
- 14 -
(4) Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya dilakukan dengan koordinasi Pemerintah Provinsi. (5) Pemanfaatan dilakukan oleh Pemilik dan/atau Pengguna sesuai dengan kaidah dan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Dalam hal bangunan gedung dan lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya akan dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan maka pemanfaatannya harus sesuai dengan ketentuan dalam klasifikasi tingkat perlindungan dan pelestarian. (2) Bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya akan dialihkan kepada pihak lain, pengalihan haknya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap pemilik dan atau pengguna bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang dilestarikan wajib melindungi bangunan gedung dan / atau lingkungannya sesuai dengan klasifikasinya. (4) Setiap bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan untuk dilindungi dan dilestarikan, pemiliknya dapat memperoleh insentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. BAB VIII PENGHARGAAN Pasal 26 (1) Setiap orang yang melakukan pelestarian Cagar Budaya secara sukarela dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat menerima penghargaan dari Pemerintah Provinsi. (2) Penerima penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mentaati ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi yang tertuang dalam hak dan kewajiban dari penerima penghargaan. (3) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi karena sebab tertentu terpaksa harus mengalihkan kepada Pemerintah Provinsi dan yang bersangkutan dapat diberikan imbalan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. BAB VIII
- 15 -
BAB IX PENGAWASAN Pasal 27 (1) Pemerintah Provinsi bertanggungjawab terhadap pengawasan pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya. (2) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan pelestarian Cagar Budaya. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 10 Nopember 2015
GUBERNUR JAWA TIMUR Ttd, Dr. H. SOEKARWO
- 16 -
Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 10 Nopember 2015 an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Kepala Biro Hukum Ttd,
Dr. HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH, MH Pembina Tingkat I NIP 19640319 198903 1 001
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 NOMOR 66, SERI E.